Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Menurut Ayu dkk (2018) Anak sekolah dasar adalah mereka yang
berusia antara 6 – 12 tahun atau biasa disebut dengan periode intelektual.
Pengetahuan anak akan bertambah pesat seiring dengan bertambahnya usia,
keterampilan yang dikuasaipun semakin beragam. Usia sekolah dasar
disebut juga periode intelektualitas, atau periode keserasian bersekolah.
Kemudian menurut Gustina, Abdussalam dan Saputra (2018)
masalah kesehatan yang sering timbul pada usia anak sekolah yaitu
gangguan perilaku, gangguan perkembangan fisiologis hingga gangguan
dalam belajar dan juga masalah kesehatan umum. Berbagai macam masalah
yang muncul pada anak usia sekolah, namun masalah yang biasanya terjadi
yaitu masalah kesehatan umum. Masalah kesehatan umum yang terjadi pada
anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan
lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebersihan diri, serta
kebiasaan cuci tangan pakai sabun, serta membersihkan kuku dan rambut.
Kemudian, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Aswadi,
dkk (2017) penyakit yang disebabkan oleh parasit yang menginfeksi lebih
dari 2 miliar orang di dunia dan 880 juta diantaranya terjadi pada anak usia
sekolah (6-14 tahun). Berdasarkan data tersebut prevalensi terbesar terjadi
pada anak usia sekolah. Sedangkan, menurut Hidaya dan Sinta (2018)
didapatkan data National Health dan Nutrition Examination Survey dalam
Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2011-2012
prevalensi karies pada anak usia 6-11 tahun di Amerika Serikat adalah 21%.
Di Indonesia sendiri Norfai dan Rahman (2017) kejadian karies gigi pada
anak masih tinggi, menurut data PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia)
sebanyak 89% penderita karies adalah anak-anak.

1
Selain karies gigi Hutasoit dan Mutowati (2017) anak-anak yang
mengalami kecelakaan disekolah dengan akibat berupa luka karena terjatuh
dalam beraktivitas seperti berjalan, berlari-lari setelah dari kamar mandi,
berolahraga dan juga berlari-lari diarea kelas. Data kecelakaan terluka
akibat terjatuh disekolah yang pada kurun waktu Juli 2015 sampai Januari
2016 yaitu terdapat sebanyak 9 siswa/siswi yang mengalami luka dan
terdapat 5 siswa/siswi yang dirujuk kerumah sakit karena patah tulang dan
keseleo akibat terpleset, berlari-lari dan terjatuh.
Oleh karena itu, perlunya penanaman kebutuhan mutlak dan dapat
diketahui melalui pendekatan usaha kesehatan. Perilaku hidup bersih dan
sehat di sekolah adalah upaya untuk memberdaya siswa, guru, dan
masyarakat lingkungan sekolah agar tahu dan mampu mempraktikan PHBS,
dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.
Maka, berdasarkan banyaknya penyakit yang terjadi pada anak
sekolah dan perlunya pendidikan dan pelayanan kesehatan pada anak
sekolah, penulis berpendapat untuk membuat karya tulis terkait agregat
sekolah yang berisi tentang bagaimana memanajemen perilaku yang sehat
serta lingkungan sekolah yang mendukung bagi kesehatan anak untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak sekolah dengan asuhan
keperawatan yang tepat.

B. Rumusan Masalah :
1. Apa itu pengertian Coordinated School Health?
2. Bagaimana Sejarah Coordinated School Health?
3. Bagaimana tujuan Coordinated School Health?
4. Bagaimana manfaat Coordinated School Health?
5. Apa saja komponen Coordinated School Health?
6. Bagaimana perkembangan Coordinated School Health ?
7. Apa itu pengertian UKS ?
8. Bagaimana landasan berdirinya UKS ?
9. Bagaimana tujuan UKS ?

2
10. Bagaimana sasaran UKS ?
11. Bagaimana tiga Program pokok UKS ?
12. Bagaimana masalah kesehatan UKS ?
13. Bagaimana Peran perawat sekolah ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian Coordinated School Health
2. Mengetahui dan memahami Sejarah Coordinated School Health
3. Mengetahui tujuan Coordinated School Health
4. Mengetahui manfaat Coordinated School Health
5. Mengetahui komponen Coordinated School Health
6. Memahami perkembangan Coordinated School Health
7. Mengetahui pengertian UKS
8. Mengetahui dan memahami landasan berdirinya UKS
9. Mengetahui tujuan UKS
10. Mengetahui dan memahami sasaran UKS
11. Mengetahui dan memahami tiga Program pokok UKS
12. Mengetahui dan memahami masalah kesehatan UKS
13. Mengetahui dan memahami Peran perawat sekolah

D. Manfaat Penulisan
Melalui pembuatan makalah terkait agregat sekolah penulis
berharap dapat semakin menambah wawasan penulis untuk meningkatkan
kemampuan dalam Keperawatan Komunitas khsususnya dalam lingkungan
sekolah. Selain itu bagi mahasiswa keperawatan dan perawat mendapat
wawasan mengenai asuhan keperawatan pada agregat sekolah yang tepat
sesuai dengan konsep CSH dan UKS.

3
BAB II

KONSEP COORDINATED SCHOOL HEALTH DAN UKS (USAHA


KESEHATAN SEKOLAH)

A. Konsep Coordinated School Health


1. Pengertian
Gibson County (2018) mengatakan jika Kesehatan Sekolah
Terkoordinasi (CSH) adalah sistem efektif yang dirancang untuk
menghubungkan kesehatan (fisik, emosional dan sosial) dengan
pembelajaran. Pendekatan terkoordinasi ini meningkatkan kesehatan
anak-anak dan kapasitas mereka untuk belajar melalui dukungan
keluarga, masyarakat dan sekolah yang bekerja bersama.
CATCH (Coordinated Approach To Child Health) (2014)
menambahkan jika Health School Coordinated adalah istilah yang
awalnya diciptakan oleh Centers for Disease Control untuk
menggambarkan program kesehatan anak yang mensintesis berbagai
faktor yang bekerja bersama untuk meningkatkan kesehatan anak
termasuk pendidikan kesehatan sekolah, keterlibatan masyarakat,
keterlibatan keluarga, lingkungan fisik, layanan kesehatan, dan lainnya.
Sedangkan menurut Harnandez (2011) dan Wiley (2013) Standar
Pendidikan Program Kesehatan Sekolah Terkoordinasi adalah
seperangkat kebijakan, prosedur, dan kegiatan yang terorganisir.
Kemudian, terdapat delapan komponen program kesehatan sekolah
yang terkoordinasi adalah pendidikan kesehatan sekolah komprehensif,
layanan kesehatan sekolah, lingkungan sekolah yang sehat, konseling
sekolah, layanan psikologis dan sosial, pendidikan jasmani, layanan gizi
sekolah, keterlibatan keluarga dan masyarakat dalam kesehatan sekolah,
dan promosi kesehatan lokasi sekolah untuk staf.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) (2015) dalam
Jody dan John (2016) menambahkan bahwa Kesehatan Sekolah

4
Terkoordinasi (CSH) adalah sistem yang dirancang untuk meningkatkan
kesehatan dan prestasi akademik. Program CSH dimaksudkan untuk
meningkatkan kesehatan siswa dan kapasitas mereka untuk belajar
melalui dukungan keluarga, masyarakat dan sekolah yang bekerja
bersama.

2. Sejarah
Menurut Jody dan John (2016) sejarah berdirinya CSH diawali
dengan berdirinya Kantor Kesehatan Sekolah Koordinat (OCSH) oleh
Departemen Pendidikan Tennessee pada Februari 2001. Misi utama
kantor ini adalah untuk meningkatkan hasil kesehatan siswa serta
mendukung hubungan antara praktik kesehatan yang baik, prestasi
akademik dan kesehatan seumur hidup. OCSH bermitra dengan
Departemen Kesehatan Tennessee dan Kantor Kesehatan Sekolah,
dengan berlalunya bagian TCA 49-1-1002 pada tahun 2000, otorisasi
dan pendanaan untuk CSH didirikan. Dana tambahan telah disediakan
oleh hibah dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Lalu, dibentuklah Kesehatan Sekolah Terkoordinasi, yaitu model
nasional yang berdampak pada kesehatan anak-anak. Model kesehatan
sekolah yang terkoordinasi dikembangkan oleh Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) pada tahun 1988. CDC ini telah mendanai
lebih dari 20 negara untuk mendukung pengembangan inisiatif
kesehatan sekolah yang terkoordinasi.

3. Tujuan

Menurut John dan Jody (2016) Kesehatan Sekolah Terkoordinasi


(CSH) bertujuan untuk menjaga kesehatan sekolah secara efektif,
menyelaraskan upaya kesehatan, pendidikan dan mengarah pada
peningkatan hasil fisik, mental dan perkembangan bagi siswa. Selain itu,
pendekatan terkoordinasi terhadap kesehatan sekolah mengurangi

5
fragmentasi, duplikasi layanan dan menyediakan sistem yang efisien untuk
pemberian layanan yang hemat biaya.

4. Manfaat
Program Kesehatan Sekolah yang terkoordinasi menurut John dan
Jody (2016) memiliki beberapa manfaat yaitu:
a) Mengurangi ketidakhadiran dan masalah perilaku di ruang kelas;
b) Mengatasi perilaku remaja yang berisiko seperti kurangnya aktivitas
fisik, pola makan yang buruk, aktivitas seksual dini, dan penggunaan
tembakau;
c) Meningkatkan kinerja kelas;
d) Lebih baik mempersiapkan siswa untuk menjadi anggota yang
produktif dari komunitas mereka;
e) Membuat sekolah lebih menarik;
f) Membangun praktik sehat seumur hidup yang baik; dan
g) Memenuhi kebutuhan kesehatan staf.

5. Komponen
Delapan komponen Coordinated School Health menurut CDC
(2015) dalam Jody dan John (2016) yaitu:
a. Lingkungan sekolah yang sehat dan aman
Lingkungan sekolah yang sehat dan aman mencakup
lingkungan fisik dan estetika serta iklim dan budaya psikososial
sekolah. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan fisik
termasuk bangunan sekolah dan daerah di sekitarnya, setiap agen
biologis atau kimia yang merusak kesehatan dan kondisi fisik seperti
suhu, kebisingan, dan pencahayaan. Lingkungan psikososial
mencakup kondisi fisik, emosional, dan sosial yang memengaruhi
kesejahteraan siswa dan staf.

6
b. Pendidikan kesehatan
Pedidikan kesehatan memberi siswa kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan
untuk membuat keputusan yang meningkatkan kesehatan, mencapai
literasi kesehatan, mengadopsi perilaku yang meningkatkan
kesehatan, dan mempromosikan kesehatan orang lain. Pendidikan
kesehatan sekolah komprehensif mencakup program studi
(kurikulum) untuk siswa di kelas pra-K hingga kelas 12 yang
membahas berbagai topik seperti alkohol dan penyalahgunaan
narkoba, makan atau nutrisi yang sehat, kesehatan mental dan
emosional, kesehatan pribadi dan kesejahteraan , aktivitas fisik,
keselamatan dan pencegahan cedera, kesehatan seksual, penggunaan
tembakau, dan pencegahan kekerasan

c. Layanan nutrisi
Sekolah harus menyediakan akses ke berbagai makanan
bergizi dan menarik yang mengakomodasi kebutuhan kesehatan dan
gizi semua siswa. Layanan nutrisi sekolah menawarkan siswa
sebuah laboratorium pembelajaran untuk nutrisi kelas dan
pendidikan kesehatan, dan berfungsi sebagai sumber daya untuk
hubungan dengan layanan masyarakat terkait gizi.

d. Pelayanan Kesehatan
Layanan ini dirancang untuk memastikan akses atau rujukan
ke layanan perawatan kesehatan primer atau keduanya, mendorong
penggunaan layanan perawatan kesehatan primer yang sesuai,
mencegah dan mengendalikan penyakit menular dan masalah
kesehatan lainnya, menyediakan perawatan darurat untuk penyakit
atau cedera, mempromosikan dan menyediakan kondisi sanitasi
yang optimal untuk fasilitas sekolah yang aman dan lingkungan
sekolah, dan memberikan kesempatan pendidikan dan konseling

7
untuk mempromosikan dan menjaga kesehatan individu, keluarga,
dan masyarakat.

e. Layanan Bimbingan Konseling, dan Psikososial


Layanan ini disediakan untuk meningkatkan kesehatan
mental, emosional, dan sosial siswa dan mencakup penilaian
individu dan kelompok, intervensi, dan rujukan. Penilaian
organisasi dan keterampilan konsultasi para konselor dan psikolog
berkontribusi tidak hanya bagi kesehatan siswa tetapi juga bagi
kesehatan lingkungan sekolah.

f. Promosi Kesehatan Untuk Staf


Sekolah dapat memberikan kesempatan bagi anggota staf
sekolah untuk meningkatkan status kesehatan mereka melalui
kegiatan seperti penilaian kesehatan, pendidikan kesehatan, dan
kegiatan kebugaran terkait kesehatan. Peluang ini mendorong
anggota staf untuk mengejar gaya hidup sehat yang berkontribusi
pada peningkatan status kesehatan mereka, peningkatan moral, dan
komitmen pribadi yang lebih besar untuk program kesehatan yang
terkoordinasi secara keseluruhan sekolah. Kegiatan promosi
kesehatan telah meningkatkan produktivitas, mengurangi absensi,
dan mengurangi biaya asuransi kesehatan.

g. Keterlibatan keluarga dan Komunitas


Pendekatan sekolah, orang tua, dan masyarakat yang
terintegrasi dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
siswa. Dewan penasehat kesehatan sekolah, koalisi, dan konstituensi
berbasis luas untuk kesehatan sekolah dapat membangun dukungan
untuk upaya program kesehatan sekolah. Sekolah secara aktif
meminta keterlibatan orang tua dan menggunakan sumber daya dan

8
layanan masyarakat untuk merespons secara lebih efektif kebutuhan
siswa yang berhubungan dengan kesehatan.

6. Perkembangan
Ditahun 2019 CDC telah mengembangkan Coordinated School
Health menjadi Whole School, Whole Community, Whole Child
(WSCC), isi dari WSCC menurut CDC (2019) adalah:
a. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan formal dan terstruktur terdiri dari
kombinasi pengalaman belajar terencana yang memberikan
kesempatan untuk memperoleh informasi dan keterampilan yang
dibutuhkan siswa untuk membuat keputusan kesehatan yang
berkualitas. Ketika diberikan oleh guru yang berkualifikasi,
terlatih, pendidikan kesehatan membantu siswa memperoleh
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk
membuat keputusan yang meningkatkan kesehatan, mencapai
melek kesehatan, mengadopsi perilaku yang meningkatkan
kesehatan, dan mempromosikan kesehatan orang lain.

b. Lingkungan dan Layanan Nutrisi


Lingkungan nutrisi sekolah memberi siswa kesempatan
untuk belajar dan berlatih makan sehat melalui makanan dan
minuman yang tersedia, pendidikan gizi, dan pesan tentang
makanan di kafetaria dan di seluruh kampus sekolah. Siswa dapat
memiliki akses ke makanan dan minuman di berbagai tempat di
sekolah termasuk kafetaria, mesin penjual otomatis, kios, pesta
kelas, perayaan sekolah, dan penggalangan dana.

9
c. Kesehatan Karyawan
Pendekatan kesehatan karyawan sekolah yang komprehensif
adalah serangkaian program, kebijakan, manfaat, dan dukungan
lingkungan yang terkoordinasi yang dirancang untuk mengatasi
berbagai faktor risiko (misalnya, kurangnya aktivitas fisik,
penggunaan tembakau) dan kondisi kesehatan (misalnya, diabetes,
depresi) untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan keselamatan
semua karyawan.

d. Iklim Sekolah Sosial dan Emosional


Iklim Sekolah Sosial dan Emosional mengacu pada aspek
psikososial dari pengalaman pendidikan siswa yang mempengaruhi
perkembangan sosial dan emosional mereka. Iklim sosial dan
emosional suatu sekolah dapat memengaruhi keterlibatan siswa
dalam kegiatan sekolah; hubungan dengan siswa lain, staf,
keluarga, dan komunitas; dan kinerja akademik. Iklim sekolah
sosial dan emosional yang positif kondusif untuk pengajaran dan
pembelajaran yang efektif. Iklim seperti itu meningkatkan
kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan dengan menyediakan
lingkungan belajar yang aman dan mendukung.

e. Lingkungan Fisik
Lingkungan sekolah fisik yang sehat dan aman mendorong
pembelajaran dengan memastikan kesehatan dan keselamatan
siswa dan staf. Lingkungan sekolah fisik meliputi bangunan
sekolah dan isinya, tanah tempat sekolah itu berada, dan daerah di
sekitarnya. Lingkungan sekolah yang sehat akan mengatasi kondisi
fisik sekolah selama operasi normal maupun selama renovasi
(misalnya, ventilasi, kelembaban, suhu, kebisingan, dan
pencahayaan alami dan buatan), dan melindungi penghuni dari
ancaman fisik (misalnya, kejahatan, kekerasan, lalu lintas, dan

10
cedera) dan agen biologi dan kimia di udara, air, atau tanah serta
yang sengaja dibawa ke sekolah (misalnya, polusi, jamur, bahan
berbahaya, pestisida, dan agen pembersih).

f. Pelayanan Kesehatan
Layanan kesehatan sekolah mengintervensi masalah
kesehatan aktual dan potensial, termasuk memberikan pertolongan
pertama, perawatan darurat dan penilaian serta perencanaan untuk
pengelolaan kondisi kronis (seperti asma atau diabetes). Selain itu,
promosi kesehatan, layanan pencegahan dan staf, pendidikan siswa
dan orang tua melengkapi penyediaan layanan koordinasi
perawatan. Layanan ini juga dirancang untuk memastikan akses
dan / atau rujukan ke rumah medis atau penyedia layanan kesehatan
swasta. Layanan kesehatan menghubungkan staf sekolah, siswa,
keluarga, masyarakat dan penyedia layanan kesehatan untuk
mempromosikan perawatan kesehatan siswa dan lingkungan
sekolah yang sehat dan aman.

g. Layanan Konseling, Psikologis, dan Sosial


Layanan pencegahan dan intervensi ini mendukung
kesehatan mental, perilaku, dan sosial-emosional siswa dan
mendorong keberhasilan dalam proses pembelajaran. Layanan
mencakup penilaian psikologis, psikoedukasi, dan psikososial;
intervensi langsung dan tidak langsung untuk mengatasi hambatan
psikologis, akademik, dan sosial untuk pembelajaran, seperti
konseling dan konsultasi individu atau kelompok; dan rujukan ke
sekolah dan layanan dukungan masyarakat sesuai kebutuhan.

11
h. Keterlibatan Komunitas
Kelompok masyarakat, organisasi, dan bisnis lokal
menciptakan kemitraan dengan sekolah, berbagi sumber daya, dan
sukarela untuk mendukung pembelajaran, pengembangan, dan
kegiatan yang berkaitan dengan siswa. Sekolah, siswa, dan
keluarganya mendapat manfaat ketika para pemimpin dan staf di
distrik atau sekolah meminta dan mengkoordinasikan informasi,
sumber daya, dan layanan yang tersedia dari organisasi berbasis
masyarakat, bisnis, organisasi budaya dan kewarganegaraan, agen
layanan sosial, organisasi berbasis agama, klinik kesehatan,
perguruan tinggi dan universitas, dan kelompok masyarakat
lainnya.

i. Keterlibatan Keluarga
Keluarga dan staf sekolah bekerja bersama untuk
mendukung dan meningkatkan pembelajaran, pengembangan, dan
kesehatan siswa. Keterlibatan keluarga dengan sekolah adalah
tanggung jawab bersama staf sekolah dan keluarga. Staf sekolah
berkomitmen untuk membuat keluarga merasa disambut,
melibatkan keluarga dalam berbagai cara yang bermakna, dan
mempertahankan keterlibatan keluarga. Keluarga berkomitmen
untuk secara aktif mendukung pembelajaran dan pengembangan
anak mereka.

j. Pendidikan Jasmani dan Aktivitas Fisik


Sekolah dapat menciptakan lingkungan yang menawarkan
banyak kesempatan bagi siswa untuk aktif secara fisik sepanjang
hari sekolah. Program aktivitas fisik sekolah (CSPAP) yang
komprehensif adalah kerangka kerja nasional untuk pendidikan
jasmani dan aktivitas fisik remaja. CSPAP mencerminkan
koordinasi yang kuat di lima komponen: pendidikan jasmani,

12
aktivitas fisik selama sekolah, aktivitas fisik sebelum dan sesudah
sekolah, keterlibatan staf, dan keterlibatan keluarga dan
masyarakat.

B. UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)


1. Pengertian UKS
Menurut Entjang (2000) dalam Mubaraq (2010) Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) merupakan upaya membina dan mengembangkan
kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui program
pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah, perguruan agama serta
usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan
kesehatan lingkungan sekolah. Sedangkan menurut Oka (2008) dalam
Soleh (2010) yang dimaksud dengan usaha kesehatan sekolah adalah
segala usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak usia
sekolah pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan mulai dari Taman
Kanak-Kanak sampai tingkat SMA/SMK/MA. Kemudian, menurut
Mubarak (2011) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya dalam
membina dan mengembangkan kebiasaaan hidup sehat yang dilakukan
secara terpadu melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan di
sekolah. UKS merupakan bagian dari usaha kesehatan pokok yang
menjadi beban tugas puskesmas yang ditujukan kepala sekolah.
Menurut Dermawan (2012) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang
ditujukan kepada masyarakat sekolah seperti anak didik guru dan
karyawan sekolah SD sampai SLTA. UKS merupakan upaya terpadu
lintas program dan lintas sectoral dalam meningkatkan derajat kesehatan
serta membentuk perilaku hidup sehat pada anak. Hal tersebut dilakukan
supaya anak mampu hidup sehat dan memiliki derajat kesehatan usia
sekolah sedini mungkin. Sedangkan, menurut Kemendikbuk (2012)
dalam Sahar, dkk (2019) Usaha Kesehatan Sekolah adalah usaha yang
dilakukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sekolah pada

13
setiap jalur, jenis dan tentang pendidikan mulai dari TK/RA sampai
SMA/SMK/MA.

2. Landasan Hukum UKS


Menurut Soleh (2010) sebagai suatu kegiatan yang
diselenggarakan melalui kerjasama lintas sektoral, landasan hukum
Usaha Kesehatan Sekolah adalah:
a) Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.
b) Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Sistem Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
c) Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan
Nasioanal.
d) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
e) Peraturan Pemerintah No. 27 tentang Prasekolah, 28 tentang
Pendidikan Dasar, 29 tentang Pendidikan menengah.
f) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
g) Peraturan Pemerintah No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan
dan Pertanggung Jawaban Keuangan dalam Pelaksanaan
Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan.
h) Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2001 tentang Penyelanggaraan
Dekonsentrasi.
i) Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 130-67 Tahun 2002 tentang
Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota

Sedangkan menurut Dermawan (2012) undang-undang yang


mendasari tentang pelaksanaan usaha kesehatan sekolah :

1. UU No. 23 Tahun 1992 Pasal 45 tentang Penyelenggaraan


Kesehatan Sekolah
2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

14
3. SKB 4 Menteri (Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan,
Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri) No. 1/U/SKB/2003,
1067/Menkes/SKB/VII/2003, MA/230/A/2003, dan 26 Tahun
2003 tentang Pembinaan dan Pemembangan Usaha Kesehatan
Sekolah
4. SKB 4 Menteri (Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan,
Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri) No. 2/P/SKB/2003,
No. 1068/Menkes/SKB/VII/2003, MA/230B/2003, dan 4415-404
Tahun 2003 tentang Tim Pembinaan Usaha Kesehatan Sekolah
Pusat
5. Kepmenkes No. 1193/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan
6. Kepmenkes No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pelaksanaan
Promosi Kesehatan di Daerah

3. Tujuan UKS
Novianti, dkk (2019) berpendapat jika tujuan UKS untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan hidup sehat peserta
didik agar dapat menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memiliki
pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk melaksanakan prinsip hidup
sehat, baik fisik, mental, maupun sosial serta memiliki daya hayat dan
daya tangkal terhadap pengaruh buruk, penyalahgunaan narkoba,
menangani anak didik yang mengalami kecelakaan ringan, melayani
kesehatan dasar bagi anak didik selama sekolah (pemberian imunisasi),
memantau pertumbuhan dan status gizi anak didik dan sebagainya.
Lalu, menurut Entjang (2000) dalam Yulianti (2014) tujuan
dibentuknya UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) adalah meningkatkan
kesehatan peserta didik, sehingga akan mencitakan lingkungan dan
suasana yang kondusif dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Selain itu untuk mencapai kedaan kesehatan anak-anak sekolah dan

15
lingkungannya sehingga memberikan kesempatan tumbuh dan
berkembang secara harmonis serta berjalan secara efisien dan optimal.
Kemudian, menurut Poerwarto (2004) dalam Yulianti (2014) UKS
mempunyai tujuan untuk memupuk kebiasaaan hidup sehat dan
mempertinggi derajat kesehatan peserta didik yang mencangkup
didikannya :
a. Memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk pelaksaaan
prinsip hidup sehat serta berpartisipasi aktif dalam usaha
peningkatan kesehatandi sekolah dan di rumah tangga maupun
dilingkugnan masyarakat,
b. Sehat baik dalam arti fisik, mental maupun sosial,
c. Memiliki daya hayat dan tangkal terhadap pengaruh buruk
penyalahgunaan napza.

4. Sasaran UKS
Menurut Amin (2015), sasaran UKS yaitu :
a) Sasaran primer : peserta didik.
b) Sasaran sekunder : guru, orang tua, TP UKS di setiap jenjang.
c) Sasaran tertier : lembaga pendidikan, sarana dan prasarana
pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, lingkungan sekolah,
keluarga, serta masyarakat sekitar.

Sedangkan menurut Novianti,dkk (2019), sasaran UKS adalah :

a) Sasaran primer : peserta didik.


b) Sasaran sekunder : guru pamong belajar/tutor orang tua,
pengelola pendidikan dan pengelola kesehatan serta TP UKS di
setiap jenjang.
c) Sasaran tersier : lembaga pendidikan mulai dari tingkat pra
sekolah/TK sampai SLTA, termasuk satuan pendidikan luar sekolah
dan perguruan tinggi agama serta pondok pesantren beserta
lingkungannya. Sasaran lainnya adalah sarana dan prasarana

16
pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan. Sasaran tertier
lainnya adalah lingkungan yang meliputi lingkungan sekolah,
keluarga dan masyarakat sekitar sekolah.
Menurut Depkes RI (1982) dalam Novianti,dkk (2019),
bahwa peserta didik dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat
menengah termasuk perguruan tinggi beserta lingkungannya
merupakan sasaran utama dari pembinaan UKS. Kemudian,
menurut Dermawan (2012), sasaran UKS adalah anak-anak usia
Sekolah Dasar sampai tingkat menengah. Pada anak Sekolah Dasar
diprioritaskan untuk anak kelas I, III, IV, karena :
1. Kelas I : merupakan fase penyesuaian dalam lingkungan
sekolah yang baru dan lepas dari pengawasan orang tua,
kemungkinan kontak dengan berbagai penyakit lebih besar
karena ketidaktahuan dan ketidakmengertian tentang kesehatan.
2. Kelas III : untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan UKS dikelas
I dahulu dan langkah-langkah selanjutnya yang akan dilakukan
dalam program pembinaan UKS.
3. Kelas VI : dalam rangka menyiapkan kesehatan peserta didik
kejenjang pendidikan selanjutnya, sehingga memerlukan
pemeliharaan dan pemeriksaan kesehatan yang cukup.

Sedangkan sasaran pembinaan yaitu :

a) Peserta didik.
b) Pembina UKS
1) Pembina teknis (guru dan petugas kesehatan)
2) Pembina non teknis (pengelola pendidikan dan karyawan
sekolah)
c) Sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan layanan
kesehatan.
d) Lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

17
5. Tiga Program Pokok UKS
Menurut Amin (2015) dan Apriani dan Gazali (2018) program
usaha kesehatan sekolah/Trias UKS adalah :
a) Pendidikan kesehatan
Pendidikan adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar
yang bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang menjadi baik
bagi kehidupan diri sendiri dan masyarakat serta bertanggung
jawab dalam melaksanakan kegiatannya. Pendidikan kesehatan
berarti menanamkan kebiasaan hidup sehat dan mendorong anak
didik untuk turut serta dalam usaha-usaha kesehatannya sendiri
beserta lingkungannya. Kegiatan yang dilakukan yaitu, pemberian
pengetahuan dan keterampilan tentang prinsip-prinsip hidup sehat,
penanaman perilaku/kebiasaan hidup sehat dan daya tangkal
pengaruh buruk dari luar, pelatihan dan penanaman pola hidup
sehat agar dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Topik yang diberikan yaitu, kebersihan perorangan dan
lingkungan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
gizi, P3K, perawatan orang sakit di rumah.
Sedangkan menurut Tim Pembina UKS (2008) dalam
Novianti,dkk (2019), pendidikan kesehatan dilakukan secara intra
kurikuler dan ekstra kurikuler. Kegiatan intra kurikuler adalah
melaksanakan pendidikan pada saat jam pelajaran berlangsung
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pendidikan ini tidak hanya
diberikan pada saat mata pelajaran pendidikan jasmani saja, namun
bisa juga secara integratif pada saat mata pelajaran lainnya
disampaikan kepada peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler adalah
melaksanakan pendidikan di luar jam pelajaran yang dilakukan di
sekolah atau di luar sekolah. Misalnya, melaksanakan penyuluhan
tentang gizi, narkoba, dan sebagainya terhadap peserta didik, guru
dan orangtua. Melaksanakan pelatihan UKS bagi peserta didik,
guru pembina UKS dan kader kesehatan. Melaksanakan

18
pendidikan dan kebiasaan hidup bersih melalui program sekolah
sehat.

b) Pelayanan kesehatan
Usaha-usaha pelayanan kesehatan sekolah meliputi :
1) Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan perorangan
dilakukan secara teratur, misalnya dengan memperhatikan
kuku, gigi, rambut, pakaian murid.
2) Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular melalui
vaksinasi dan sebagainya. Kegiatan ini biasanya dilakukan
oleh dokter dari puskesmas setempat.
3) Pemeliharaan dan pengawasan kebersihan lingkungan,
terutama lingkungan tempat belajar, yaitu ruang kelas dan
halaman sekolah,termasuk lingkungan terdekat.
4) P3K dan pengobatan ringan. Tiap sekolah diharuskan
mempunyai kotak P3K yang berisi obata-obatan sebagai
pertolongan pertama, misalnya: pembersihan luka, minyak
angin, pembalut luka, obat merah, dsb.
5) Usaha-usaha perbaikan gizi masyarakat. Perbaikan gizi
masyarakat sangat tergantung pada kehidupan sosial ekonomi
masyarakat, oleh karena itu pemerintah melakukan
pengamatan terhadap sekolah-sekolah yang anak didiknya
sebagian besar memilki tanda-tanda kekurangan gizi untuk di
berikan bantuan susu dan makanan lain.
6) Memberitahukan keadaan kesehatan muridnya kepada orang
tua yang bersangkutan.
7) Melakukan kunjungan dan penyuluhan pencegahan penyakit
dan gangguan kesehatan ke rumah murid, guru, pegawai
sekolah atau bahkan ke masyarakat sekitar.

19
Pendapat tersebut diperkuat oleh Tim Pembina UKS (2008)
dalam Novianti,dkk (2019), bahwa pelaksanaan pelayanan
kesehatannya meliputi kegiatan-kegiatan antara lain :

1) Kegiatan Peningkatan (promotif), latihan keterampilan


teknis pemeliharaan kesehatan dan pembentukan peran serta
aktif peserta didik dalam pelajaran kesehatan, seperti Kader
Kesehatan Sekolah, olahraga, kesenian, berkebun dan lomba.
2) Pembinaan Sarana Lingkungan Sekolah :
a) Pembinaaan Warung Sekolah (kantin)
b) Lingkungan Sekolah yang terpelihara
c) Pembinaan Keteladan berperilaku hidup sehat
3) Kegiatan Pencegahan (preventif)
4) Memelihara Kesehatan yang bersifat umum dan khusus
5) Penjaringan kesehatan bagi anak
6) Monitoring / memantau peserta didik
7) Usaha pencegahan penyakit menular
8) Kegiatan penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan
rehabilitatif)
9) Diagnosa Dini
10) Pengobatan pada penyakit
11) P 3 K dan P 3 P

c) Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat


Kesehatan lingkungan sekolah yang baik, sangat
berpengaruh terhadap anggota masyarakat sekolah. Sehingga
akan berpengaruh langsung terhadap proses belajar mengajar.
Keadaan sekolah sangat mempengaruhi minat, semangat serta
gairah belajar para siswa. Lingkungan sekolah sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani anak-anak. Lingkungan sekolah itu sendiri terdiri dari:

20
1) Bangunan sekolah, fasilitas, sanitasi (usaha perbaikan
kesehatan) dan pekarangan sekolah yang memenuhi syarat-
syarat kesehatan.
2) Hubungan yang baik antara guru, murid, dan pegawai
sekolah.
3) Hubungan yang baik antara masyarakat sekolah dengan
masyarakat luar, terutama dengan orang tua murid.

Usaha yang perlu dilakukan :


1) Menciptakan lingkungan fisik, mental dan sosial yang dapat
memberikan anak didik untuk tumbuh kembang dengan baik.
2) Memberikan pengalaman-pengalaman kepada anak didik
untuk dapat membentuk kepribadian yang baik.
3) Menemukan kelainan awal.

Sedangkan menurut WHO (Depkes, 2008) dalam


Novianti,dkk (2019), adapun pembinaan kepada peserta didik agar
dapat menerapkan pentingnya UKS diantaranya dengan
melaksanakan kegiatan sebagai berikut :

1) Melaksanakan kerja bakti kebersihan sekolah secara rutin dan


terencana (Jumat bersih, piket kapling, piket kelas)
2) Melaksanakan kerja bakti dengan lingkungan masyarakat
sekitar sekolah
3) Membuang sampah pada tempatnya dan pengadaan tempat
sampah di depan kelas, dipilah antara sampah organik dan
anorganik
4) Mengolah sampah organik menjadi kompos
5) Tidak mencorat-coret dinding dan bangku
6) Menyiram jamban sampai bersih sesudah dipakai
7) Membuat dan memelihara kapling, kebun sekolah, TOGA,
taman sekolah

21
8) Mengikuti kegiatan Dinamika Kelompok (wisata, olah raga dan
kesenian).

6. Masalah Kesehatan Yang Berisiko Terjadi Pada Anak Usia Sekolah


Masa kanak-kanak adalah masa kritis selama perilaku atau kondisi
kesehatan tertentu yang diketahui menyebabkan penyakit dewasa yang
lebih serius, sangat penting bagi masyarakat perawat kesehatan dan
perawat sekolah untuk menyaring anak-anak dan mengidentifikasi
masalah awal (Forrest & Riley, 2004) dalam (Anderson dan McFarlane,
2011). Masalah kesehatan kronis pada anak-anak yang lebih muda dari
usia 18 sering dicirikan oleh tingkat keparahan (mis., gejala yang
menetap dan berdampak pada fungsi sosial) dan durasi (biasanya lebih
lama dari 3 hingga 12 bulan) dan mungkin termasuk (Allender, 2010) :
a) Diabetes
Diabetes adalah penyakit kronis umum lainnya pada anak-
anak Diabetes Nasional Institut Nasional Kesehatan (NIH) Program
Pendidikan (NDEP, 2006) dalam (Allender, 2010) melaporkan
bahwa hampir satu di Indonesia setiap 400 hingga 600 anak
menderita diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 ditemukan pada anak-
anak usia sekolah. Diabetes tipe 2 meningkat hampir secara
eksponensial dalam kelompok usia ini, memimpin beberapa
ilmuwan menyebut ini krisis kesehatan masyarakat yang besar.
Diabetes tipe 2 yang didiagnosis pada anak-anak meningkat
dari kurang dari 5% sebelum 1994 menjadi 30% dan 50% dalam
beberapa tahun terakhir (NDEP, 2006) dalam (Allender, 2010).
Epidemi ini diperkirakan berasal dari peningkatan tingkat obesitas,
gaya hidup menetap, dan kecenderungan kelompok etnis tertentu
(mis., Indian Amerika, Meksiko Amerika) untuk penyakit ini.
Riwayat keluarga tipe 2 diabetes juga dapat berperan.

22
Anak-anak muda dengan diabetes tipe 1, terutama mereka
yang menggunakan pompa insulin, diperlukan pemantauan cermat,
dapat saja terjadi ketika pemeriksaan yang hanya sekali atau jarang
belum mendapatkan hasil yang akurat.

b) Asma
Merupakan kondisi penuh sesak; dan paparan polusi udara
(indoor atau outdoor), alergen, dan Iritasi di lingkungan adalah
penyebab yang mungkin dan dapat memicu serangan asma. Banyak
sekolah memiliki alergen tingkat tinggi dan iritasi. Anak-anak dan
remaja dengan asma mungkin memiliki serangan yang dipicu oleh
infeksi paparan rokok asap, stres, olahraga berat, atau perubahan
cuaca (mis., dingin, angin, hujan) (Daisey, Angell, & Apte, 2003;
FCFS, 2005) dalam (Allender, 2010). Asma pediatrik menyebabkan
tingginya tingkat rawat inap untuk kondisi yang dapat dicegah pada
tahun 2004—155 per 100.000.
Perawatan untuk yang kronis asma biasanya termasuk
kortikosteroid inhalasi, tetapi akut gejala mungkin melibatkan
agonis beta2 inhalasi dan kadang-kadang antikolinergik (Courtney,
McCarter, & Pollart, 2005) dalam (Allender, 2010). Pendidikan
orang tua dan anak, bersama dengan sekolah dasar yang memadai
perawatan medis, dapat membantu mengurangi jumlah darurat
kunjungan kamar (Boudreaux, Emond, Clark, & Carmargo, 2003;
Courtney et al., 2005) dalam (Allender, 2010).

c) Autisme
Autisme adalah kelainan perkembangan kompleks yang
biasanya terjadi pertama kali diperhatikan dalam beberapa tahun
pertama kehidupan. Komunikasi seorang anak keterampilan dan
interaksi dengan orang lain adalah yang paling sering terpengaruh,
bersama dengan perilaku obsesif dan minat yang menyempit.

23
Perilaku yang terkait dengan autisme meliputi:
1) Masalah bahasa (tidak ada bahasa, keterlambatan bahasa,
penggunaan bahasa berulang)
2) Sikap motorik (goyang, mengepak tangan, objek berputar-
putar)
3) Fiksasi pada objek (minat terbatas)
4) Tidak ada permainan spontan atau permainan khayalan; tidak
minat pada teman sebaya (masalah berteman)
5) Sedikit atau tidak ada kontak mata (juga bisa menahan pelukan)

Perkiraan biaya seumur hidup untuk anak autis rata-rata $ 3,5


hingga $ 5 juta (Autism Society of America [ASA], 2008). Autisme
bukanlah gangguan baru — deskripsi perilaku autistik telah
diidentifikasi pada abad ke-18 tulisan Saat ini, Pusat Informasi
Autisme memperkirakan prevalensi autisme pada satu dari 150
anak, dengan anak laki-laki empat kali lebih mungkin memiliki
kelainan dibandingkan anak perempuan (2007) dalam Allender, dkk
(2010). Akan tetapi dengan intervensi dini beberapa anak gejala
membaik, dan mereka dapat menyebabkan orang dewasa mendekati
normal hidup (Autism Information Center, 2007; NINDS, 2008)
dalam Allender dkk (2010).

d) Gangguan kejang
Gangguan kejang tidak jarang pada populasi usia sekolah.
Epilepsi adalah gangguan otak di mana neuron terkadang
mengirimkan sinyal abnormal. Epilepsi dipertimbangkan menjadi
salah satu neurologis penonaktifan yang paling umum kondisi, dan
itu paling umum di sangat muda dan dalam populasi lansia (CDC,
2007) dalam (Allender, 2010). Sekitar 40% anak-anak dengan
epilepsi antara usia 4 dan 15 memiliki "satu atau lebih banyak
gangguan neurologis tambahan”(Silver, 2004) dalam (Allender,
2010) . Hampir 85% hingga 90% dari mereka yang didiagnosis,

24
biasanya kejang dikontrol dengan obat-obatan (Freeman, Freeman,
Kossoff, & Kelly, 2006) dalam (Allender, 2010)

e) Gangguan Perhatian defisit hiperaktif (ADHD).


Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah
sekelompok masalah yang berkaitan dengan hiperaktif, impulsif,
dan kekurangan perhatian. Perkiraan prevalensinya berkisar antara
3% hingga 5%, mewakili sekitar 2 juta anak (National Institute
Kesehatan Mental [NIMH], 2006) dalam (Allender, 2010), yang lain
telah melaporkan tingkat keseluruhan jauh lebih tinggi (7%), dan
sekitar 10% dari 3 hingga 17 laki-laki berusia tahun pada tahun 2004
didiagnosis oleh seorang profesional kesehatan memiliki ADHD
(Tren Anak, 2006) dalam (Allender, 2010), dan gangguan tersebut
terus didiagnosis dengan peningkatan frekuensi (Damico,
Tetnowski, & Nettleton, 2004) dalam (Allender, 2010). Satu studi
ditemukan tingkat diagnosis ADHD lebih dari tiga kali lipat lebih
dari 10 tahun, dengan peningkatan terbesar di antara berpenghasilan
rendah dan anak-anak miskin dalam kelompok usia 12 hingga 18
tahun (Olfson, Garneroff, Marcus, & Jensen, 2003) dalam (Allender,
2010).
Selain itu Allender (2010) menyampaikan terdapat juga
masalah kesehatan lain yang ditemukan pada kelompok umur ini
adalah gizi (terutama makan berlebihan dan makanan yang tidak
pantas pilihan) dan kesehatan gigi yang buruk berikut
penjelasannya:
1) Obesitas sering dimulai pada masa kecil dan menjadi faktor
risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes di kemudian hari
(Institute of Medicine, 2006) dalam (Allender, 2010). Persentase
anak-anak yang kelebihan berat badan telah meningkat 15%
antara 1980 dan 2004 (Gbr. 22.3), terlepas dari kenyataan itu
kerawanan pangan ditemukan di lebih dari 11% rumah tangga

25
Amerika dan mempengaruhi lebih dari 13 juta anak (Cook,
2002) dalam (Allender, 2010) tingkat obesitas memiliki tiga kali
lipat untuk anak-anak prasekolah dan remaja, tetapi ada empat
kali lipat untuk anak-anak usia 6 hingga 11 tahun (Institute of
Medicine, 2006) dalam (Allender, 2010). Anak yang obesitas
lebih cenderung menjadi gemuk pada saat mencapai usia
dewasa.
2) Alergi makanan juga dapat berperan dalam status gizi buruk,
terutama dengan anak-anak usia sekolah dan remaja. Meskipun
20% anak-anak dan remaja dapat melaporkan makanan alergi
(Noimark & Cox, 2008) dalam (Allender, 2010), satu penelitian
di Inggris mencatat bahwa hanya 2,3% anak usia 11 dan 15
tahun yang benar-benar menunjukkan sensitivitas pada
pengujian kulit dan double-blind tantangan makanan (Pereira,
Venter, Grundy, Clayton, Arshad, & Dean, 2005) dalam
(Allender, 2010).

Alergi makanan bisa sangat bermasalah pengaturan


sekolah, dan pemberian label makanan baru dimulai pada tahun
2006 menjadikan identifikasi delapan yang paling umum
alergen makanan proses yang jauh lebih mudah (Makanan dan
Obat AS) dan administrasi.Kondisi kronis terkemuka keempat
ditemukan di pengaturan sekolah adalah alergi makanan parah
yang dapat menyebabkan anafilaksis, syok. Beberapa makanan
yang dapat menyebabkan alergi seperti ikan, kerang, kedelai,
susu, telur, gandum, kacang tanah, dan kacang-kacangan pohon
(mis., kacang mete, kenari).

3) Karies gigi adalah masalah umum lainnya anak usia sekolah.


Empat belas persen usia sekolah AS anak-anak memiliki rongga
yang tidak dirawat; lebih dari 21% anak-anak hidup dalam
kemiskinan membutuhkan perawatan untuk karies gigi (Forum

26
tentang Anak & Statistik Keluarga [FCFS], n.d.) dalam
(Allender, 2010)
Karies gigi mempengaruhi lebih dari separuh anak usia
sekolah di A.S dan merupakan penyakit kronis yang paling
umum untuk kelompok umur itu. Anak-anak miskin melaporkan
dua kali lipat tingkat karies gigi yang tidak diobati daripada
yang dilakukan anak-anak dari keluarga berpenghasilan tinggi
(Divisi Lisan Kesehatan, 2008) dalam (Allender, 2010). Puncak
insiden gigi karies ditemukan di antara anak-anak usia sekolah
dan remaja, meskipun efek pembusukan diamati pada masa
dewasa sebagai aktivitas karies berulang atau berbagai restorasi
fraktur atau aus keluar dan harus diganti. Satu studi menemukan
bahwa usia sekolah kerusakan gigi dapat diprediksi pada balita
dengan menentukan frekuensi menyikat gigi dan variabel
lainnya, dengan demikian menekankan pentingnya menyikat
gigi secara teratur untuk anak kecil (Clarke, Fraser-Lee, &
Shimono, 2001) dalam (Allender, 2010)

7. Peran Perawat Komunitas Terkait Usia Anak Sekolah


a) Tanggung jawab perawat sekolah
Tanggung jawab utama perawat sekolah adalah mencegah
penyakit dan untuk mempromosikan dan menjaga kesehatan
sekolah masyarakat. Perawat sekolah tidak hanya melayani
individu, keluarga, dan kelompok dalam konteks kesehatan
sekolah, tetapi juga sekolah sebagai organisasi dan
keanggotaannya (siswa dan staf) sebagai agregat. Perawat sekolah
mengidentifikasi hambatan yang berhubungan dengan kesehatan
untuk belajar, berfungsi sebagai advokat kesehatan untuk anak-
anak dan keluarga, dan meningkatkan kesehatan sambil mencegah
penyakit dan kecacatan (NASN, 2007) dalam (Allender, 2010).

27
Kegiatan keperawatan sekolah termasuk perawatan anak-
anak secra umum yaitu pertolongan pertama darurat; penglihatan,
pendengaran, skoliosis, dan skrining TB; tinggi, berat badan, dan
tekanan darah pemantauan; kesehatan gigi dan mulut; imunisasi
dimana di antara anak sekolah, terjadinya campak (rubeola),
rubella (campak Jerman), pertusis (rejan batuk), parotitis infeksi
(gondong), dan varicella (cacar air) telah jatuh jauh karena tersebar
luas upaya imunisasi, meskipun penyakit menular ini masih terjadi,
dan terkadang dengan komplikasi serius seperti cacat lahir akibat
rubella dan tuli saraf dari gondong.
Meski jumlah kasus Haemophilus infeksi influenzae dan
hepatitis B menurun antara tahun 2003 dan 2004, ada peningkatan
jumlah kasus di Indonesia pertusis, campak, gondong, dan hepatitis
A. Bahkan, selama periode waktu ini (2003-2004) dalam
(Allender, 2010) jumlah kasus pertusis berada di titik tertinggi
sejak 1959 (Ibu dan Anak Biro Kesehatan, 2006) dalam (Allender,
2010) . Tingkat imunisasi rendah di banyak daerah, khususnya di
antara populasi miskin, dan peningkatan sinyal tingkat penyakit
perlunya pengawasan yang terus-menerus, program penjangkauan,
dan upaya pendidikan. Perawat sekolah sangat terlibat dalam
masing-masing kegiatan pencegahan ini. Departemen kesehatan
dan sekolah sering bekerja secara kolaboratif untuk memberikan
imunisasi jasa.
Perawat sekolah sering mengawasi dan memastikan bahwa
anak-anak mematuhi undang-undang masuk sekolah tentang
penilaian dan pemantauan; administrasi obat; penilaian masalah
kesehatan akut; pemeriksaan kesehatan (Terutama untuk
partisipasi atletik atau sekolah masuk); dan referensi. Kemudian
tugas-tugas lain yang dimiliki seorang perawat sekolah termasuk
pelatihan staf sekolah dalam resusitasi kardiopulmoner (CPR),
universal tindakan pencegahan, dan pertolongan pertama, dan

28
mengawasi kesehatan dan kesehatan anggota staf sekolah. Banyak
dari kegiatan ini dapat dilakukan bersamaan.

b) Hubungan kerjasama antar perawat sekolah dan seluruh staff


sekolah
Sebelum perawat melakuan intervensi, terlebih dahulu
perawat harus bekerjasama dengan peran-peran yang dapat
membantu perawat dalam melakukan intervensi di sekolah sepert
guru staff dan siswa-siswa itu sendiri. Paling utama adalah Kepala
sekolah dimana dapat memengaruhi semua fase sekolah program
kesehatan dengan mempromosikan kesehatan sekolah yang baik
melalui dukungan aktif dari layanan kesehatan sekolah, partisipasi
dalam menetapkan kebijakan terkait kesehatan, dan memanfaatkan
komunitas sumber daya.
Kepala sekolah dapat memperkuat upaya positif di sekolah,
mulai dari pengajaran kesehatan di sekolah ruang kelas untuk
kegiatan pembersihan penjaga. Karena posisi kepala sekolah yang
berpengaruh, itu sangat penting bagi perawat dan kepala sekolah
untuk mempertahankan hubungan kerja yang positif dan
kooperatif. Guru, apakah mereka terlibat dalam pengajaran reguler,
pendidikan jasmani, atau pendidikan khusus, berperan besar peran
dalam kesehatan sekolah. Karena mereka paling banyak
menghabiskan waktu bersama siswa, pengamatan mereka,
pengajaran kesehatan, dan pribadi kebiasaan kesehatan memiliki
efek mendalam pada kesehatan siswa dan kualitas layanan
kesehatan sekolah.
Perawat sekolah dan guru harus berkolaborasi terus-
menerus, sebagai perawat sekolah memberikan informasi dan
bimbingan kepada guru mengenai siswa di ruang kelas mereka
dengan kondisi kesehatan tertentu dan kekhawatiran dan guru
melaporkan masalah kesehatan siswa dan perilaku. Anggota tim

29
kesehatan lainnya, seperti pendidik kesehatan, koordinator
kesehatan, psikolog, audiolog, ahli terapi wicara, terapis okupasi,
terapi fisik, konselor, penyedia layanan kesehatan, dokter gigi, ahli
kesehatan gigi, pekerja sosial, personel keamanan dan peradilan
anak, kesehatan pembantu, dan sukarelawan, mungkin juga
terlibat, tergantung pada ukuran dan sumber daya keuangan
sekolah. Semua anggota tim, termasuk siswa, orang tua, supir bus,
dan penjaga, milik peran khusus yang melengkapi peran perawat
sekolah. Konsultasi dan rujukan di antara anggota tim sangat
penting untuk keberhasilan pelaksanaan program kesehatan
sekolah (Guttu, Engelke, & Swanson, 2004) dalam (Allender,
2010).
Hal tersebut didukung oleh Anderson dan McFarlane (2011)
Jika program makan di sekolah tidak sehat, bentuk komite untuk
mempelajari masalah. Komite harus terdiri dari siswa, orang tua,
kesehatan umum / sekolah perawat, personel kafetaria, perwakilan
fakultas dan administrasi, dan ahli diet, jika tersedia. (Petunjuk:
Mintalah konsultasi dari orang tua. Sering kali seorang profesional
ahli gizi termasuk di antara orang tua.) Langkah-langkah tindakan
akan meliputi yang berikut :
1) Melakukan survei untuk menilai minat orang tua dan bidang
yang menjadi perhatian. Apa yang akanorang tua suka
melihat apa yang terjadi? Apa yang bersedia mereka lakukan
untuk membuat perubahan terjadi?
2) Melakukan survei untuk menilai pendapat siswa dan
preferensi makanan.
3) Lakukan studi limbah piring untuk menentukan apa yang
sebenarnya dimakan anak-anak (Kotak 16.4).
4) Rekrut sukarelawan orang tua, staf kafetaria, dan guru untuk
membantu Anda.

30
a) Pilih setidaknya dua hari dalam seminggu untuk
melakukan penelitian.
b) Tempatkan sukarelawan di sebelah baki kembali dan
tempat sampah.
c) Catat jenis dan jumlah makanan yang dimasukkan ke
tempat sampah.
d) Lihatlah ke dalam tas makan siang untuk mengetahui
jenis makanan yang dibuang dan tidak dimakan.
e) Catat semua informasi (mungkin pada formulir dengan
jenis makanan yang berbeda).
f) Anda sekarang memiliki informasi penting, seperti sisa
makanan bergizi dan
g) jumlah minuman ringan dan permen yang dikonsumsi
(dari pembungkus).
h) Tulis laporan satu halaman.
i) Berikan laporan kepada orang tua, staf, dan siswa.
j) Sajikan hasilnya ke administrasi sekolah bersama
dengan saran untuk mengurangi sampah makanan.
5) Bentuk komite, ingat untuk memasukkan siswa.
6) Berdasarkan apa yang Anda pelajari di langkah 1, 2, dan 3,
identifikasi opsi lain untuk dievaluasi menu saat ini, seperti
mempekerjakan ahli gizi untuk mempelajari makanan saat ini
layanan. Anda mungkin juga ingin mengatur komite untuk
mengunjungi sekolah lain cicipi makanan, lihat menu, dan
bicarakan dengan para siswa tentang kepuasan.
7) Membuat rekomendasi kepada administrasi sekolah.
8) Buat presentasi ke dewan sekolah.
9) Alternatif percontohan.

31
Selain itu Dermawan (2012) berpendapat bahwa peran perawat
sekolah yaitu sebagai :

1. Manajer
2. Konsultan
3. Pendidik
4. Pelaksana

Dermawan (2012) juga menyampaikan bahwa fungsi dari


Perawat Sekolah yaitu :

1. Mengajukan atau membuat kebijakan untuk menjamin


pelaksana program kesehatan secara terintegrasi dan
komprehensif
2. Penanganan kasus/manajemen kasus untuk membantu
keluarga dalam memenuhi kebutuhan, terutama yang terkait
dengan anak didiknya
3. Manajemen program,sehingga sistem dan aktivitas kesehatan
sekolah dapat berjalan dan berkembang sebagai intergral dari
sistem kesehatan masyarakat
4. Bertanggungjawab terhadap upaya proteksi dan promosi
kesehatan

32
BAB III

HASIL OBSERVASI

A. Lingkungan Sehat dan Aman


1. Lingkungan Fisik dan Psikososial
a) Inspeksi
Hasil observasi di lingkungan SDN Turen anak usia 7-12
tahun yaitu, memiliki suasana yang aman dan nyaman, untuk
kebisingan di sekitar sekolah tidak mengganggu aktivitas warga
sekolah karena masih di lingkungan pedesaan. Kemudian untuk
pencahayaan di SDN Turen cukup baik. Lalu, dari segi lingkuangan
psikososial baik tidak ada masalah antara siswa, guru dan karyawan.
Setiap siswa masih memiliki batas -batas dalam bersikap kepada
guru dan karyawan.
Selanjutnya, untuk kesejahteraan anak dan guru SDN Turen
sudah baik, contohnya ketika ada anak yang sakit, guru dengan sigap
membawa anak ke UKS atau ke puskesmas terdekat seperti
Puskesmas Pakem. Kemudian, di SDN Turen terdapat kantin dan
disana menyediakan makanan berat seperti nasi oseng tempe, nasi
goreng, susu kedelai, jus buah, makanan ringan, minuman kemasan,
seperti teh gelas, teh rio dan ale-ale. Selain itu, di lingkungan
sekolah, diawal semester genap tahun 2020 terdapat paguyupan
asongan. Namun, tetap dilakukan cek lab terhadap makanan dan
minuman yang dijual di lingkungan sekolah.
Kemudian, di lingkungan sekolah juga terdapat pemilahan
sampah yaitu tong kuning (sampah kertas, kardus, koran dan box),
tong biru (sampah botol, kaleng, kaca, logam dan gelas minuman),
dan tong putih (sampah plastik, gabus dan plastik kemasan). Lalu
berdasarkan hasil observasi didaptkan kondisi halaman sekolah dan
lorong kelas yang terdapat banyak pasir sehingga meningkatkan

33
resiko jatuh. Selain itu, di bawah rangen terdapat banyak tumpukan
batu besar.
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi, kondisi bangunan
SDN Turen berbentuk leter L, dengan jenis bangunan permanen,
atap dengan genteng, dinding dari tembok, masih baik seperti tidak
terdapat kayu yang keropos dinding yang retak dan roboh, lantai
yang sudah berkeramik, toilet, UKS, ruang kelas, ruang guru,
perpustakaan, parkiran yang layak, lantai dari berkeramik, ventilasi
lebih dari 15 persen dari luas lantai. Pengaturan ruangan dan
perabotan baik dan kelengkapan alat rumah tangga lengkap.

b) Auskultasi
Berdasarkan hasil wawancara Ibu Linda selaku kepala
sekolah dan Pak Sefri selaku Kader UKS, aktivitas yang dilakukan
anak-anak yaitu mengikuti pembelajaran secara akademik dan
olahraga, namun belum terdapat kegiatan ektrakulikuler.

c) Angket
Kader UKS, Pak Sefri mengatakan jika adanya kebiasaan
pada lingkungan anak usia sekolah yang kurang baik bagi
perkembangan anak, yaitu orang tua dan lingkungan anak, dimana
terdapat kebiasaan tidak menggosok gigi sehingga menyebabkan
karies gigi. Hal ini dikarenakan sikap anak-anak yang sulit untuk
diberitahu, walaupun sudah diberikan informasi dan praktek tentang
personal hygiene. Selama observasi ditemukan adanya karies gigi
berwarna kuning hingga kehitaman pada 3 anak dikelas 2 dan 2
anak di kelas 3.

34
B. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang telah diberikan kepada siswa di SDN
Turen seperti cara menggosok gigi, cuci tangan, memotong kuku dan
membersihkan telinga yang dilaksanakan seminggu sekali ke masing-
masing kelas oleh kader UKS. Namun, untuk praktik dalam menggosok gigi
baru dilakukan sekali. Kemudian, dalam pemberian pendidikan kesehatan
tersebut lebih diterapkan kepada siswa kelas 1,2 dan 3, untuk kelas 4,5 dan
6 hanya mereview pendidikan kesehatan yang telah diberikan.

C. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani yang telah diberikan di SDN Turen seperti bola
voli, tenis meja, dan sepak bola, yang sudah disesuiakan dengan kurikulum
2013, dilakukan seminggu dua kali. Dimana setiap hari Senin dilakukan
disetiap kelas secara bergantian dan pada hari Jumat dilakukan secara
bersama-sama seperti Jumat bersih (kerjabakti), jalan sehat, dan senam,
yang diikuti oleh seluaruh warga sekolah.

D. Layanan Nutrisi
Layanan nutrisi yang telah diterapkan di SDN Turen seperti
membawa bekal dari rumah masing-masing yang dilakukan seminggu
sekali per kelasnya. Bekal makan yang dibawa anak-anak. diusahakan
sayuran dan lauk, anak dilarang membawa mie instan. Sampai saat ini rata-
rata anak membawa makan dengan lauk seperti telur dan tumis sayuran.
Namun terdapat pula anak-anak yang sudah membawa bekal sayuran.
Rencana kedepan anak diwajibkan membawa bekal dari hari Senin-Kamis.
Kemudian terdapat program untuk membawa tempat minum sendiri dan
mengambil air minum dari galon yang sudah disediakan untuk mengurangi
konsumsi minuman kemasan.

35
E. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang diberikan seperti sarana dan prasarana
yaitu terdapat fasilitas yang aman dan tidak aman. Fasilitas yang tidak aman
seperti rangen, dimana lima tahun yang lalu pernah terjadi seorang anak
yang terjatuh saat bergantungan di rangen ketika bermain sehingga
menyebabkan kedua tangan anak tersebut patah dan terkena batu bangunan.
Dari pihak sekolah dan kader UKS sudah melakukan evaluasi dan edukasi
kepada semua siswa terutama kepada siswa baru. Kemudian pihak sekolah
juga menyediakan sanitasi air yang optimal dengan menyediakan tempat
cuci tangan disetiap depan kelas dan ruang guru.Kemudian, di SDN Turen
juga terdapat pelayanan konseling bagi seluruh siswa dan terdapat progam
dokter kecil.

F. Layanan Konseling, Psikologis dan Sosial


Terdapat layanan untuk meningkatkan kesehatan mental, emosional
siswa melalui pelayanan konseling bagi seluruh siswa yang diberikan oleh
Tim BK (bimbingan konseling) dan konseling kesehatan fisik bekerjasama
dengan Puskemas Pakem. Namun apabila masalah kesehatan fisik (seperti
obesitas) dan psikologis anak (seperti hiperaktif) perlu dirujuk maka pihak
sekolah akan bekerjasama dengan Puskesmas Pakem dan RS Panti Nugroho
sesuai dengan pesetujuan wali murid. Kemudian di SD Turen terdapat
program imunisasi seperti DPT, TT Campak, DT, Td. HPV. Imunisasi ini
diberikan sebanyak satu kali dalam setahun ditiap awal semester, dimana
yang mendapatkan imunisasi tersebut siswa kelas 1,2 dan 3, sedangkan
imunisasi HPV diberikan kepada siswa kelas 5.

G. Promosi kesehatan untuk Staf


Promosi kesehatan untuk guru dan karyawan di SDN Turen belum
difasilitasi secara maksimal. Namun, sudah ada pemeriksaan PAP Smear
kepada guru dan karyawan wanita, dan terdapat pemeriksaan mata secara
gratis oleh Permata Optik setiap 2 tahun sekali.

36
H. Keterlibatan keluarga dan Komunitas
Dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan siswa melalui
pendekatan kepada orang tua sudah maksimal, seperti melalui sosialisasi
kesehatan personal hygiene pada anak. Kemudian terdapat keterlibatan
komunitas yaitu tim kesehatan dari Puskesmas Pakem dalam memberikan
pelayan kesehatan baik secara fisik dan psikologis kepada warga SDN
Turen.

37
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
1. Data Inti
a. Riwayat sejarah perkembangan SDN Turen: Jl. Turgo,
Bondosari, Harjobinangun, Pakem, Sleman, DIY. Kemudian
memiliki luas wilayah 200 meter dan berlokasi diperdesaan
dekat dengan sawah.

b. Data Demografi: Jumlah siswa keseluruhan adalah 130 anak,


dengan 75 anak laki-laki, dan 55 anak perempuan yang
berumur 7- 12 tahun.

c. Etnik : Secara keseluruhan siswa di SDN Turen adalah Suku


Jawa.

d. Nilai kepercayaan dan agama: Nilai kepercayaan dan agama


yang dianut siswa sebagain besar Islam, yang lainnya
beragama Katolik, dan Kristen.

2. Data Subsistem
a. Lingkungan Sehat dan Aman
1) Lingkungan Fisik dan Psikososial
a) Inspeksi
Hasil observasi di lingkungan SDN Turen
anak usia 7-12 tahun yaitu, memiliki suasana yang
aman dan nyaman, untuk kebisingan di sekitar
sekolah tidak mengganggu aktivitas warga sekolah
karena masih di lingkungan pedesaan. Kemudian

38
untuk pencahayaan di SDN Turen cukup baik.
Lalu, dari segi lingkungan psikososial baik tidak
ada masalah antara siswa, guru dan karyawan.
Setiap siswa masih memiliki batas - batas dalam
bersikap kepada guru dan karyawan.
Selanjutnya, untuk kesejahteraan anak dan
guru SDN Turen sudah baik, contohnya ketika ada
anak yang sakit, guru dengan sigap membawa
anak ke UKS atau ke puskesmas terdekat seperti
Puskesmas Pakem. Kemudian, di SDN Turen
terdapat kantin dan disana menyediakan makanan
berat seperti nasi oseng tempe, nasi goreng, susu
kedelai, jus buah, makanan ringan, minuman
kemasan, seperti teh gelas, teh rio dan ale-ale.
Selain itu, di lingkungan sekolah, diawal semester
genap tahun 2020 terdapat paguyupan asongan.
Namun, tetap dilakukan cek lab terhadap makanan
dan minuman yang dijual di lingkungan sekolah.
Kemudian, di lingkungan sekolah juga
terdapat pemilahan sampah yaitu tong kuning
(sampah kertas, kardus, koran dan box), tong biru
(sampah botol, kaleng, kaca, logam dan gelas
minuman), dan tong putih (sampah plastik, gabus
dan plastik kemasan). Lalu berdasarkan hasil
observasi didapatkan kondisi halaman sekolah dan
lorong kelas yang terdapat banyak pasir sehingga
meningkatkan resiko jatuh. Selain itu, di bawah
rangen terdapat banyak tumpukan batu besar.
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi,
kondisi bangunan SDN Turen berbentuk leter L,
dengan jenis bangunan permanen, atap dengan

39
genteng, dinding dari tembok, masih baik seperti
tidak terdapat kayu yang keropos dinding yang
retak dan roboh, lantai yang sudah berkeramik,
toilet, UKS, ruang kelas, ruang guru,
perpustakaan, parkiran yang layak, lantai dari
berkeramik, ventilasi lebih dari 15 persen dari luas
lantai. Pengaturan ruangan dan perabotan baik dan
kelengkapan alat rumah tangga lengkap.

b) Auskultasi
Berdasarkan hasil wawancara Ibu Linda
selaku kepala sekolah dan Pak Sefri selaku Kader
UKS aktivitas yang dilakukan anak-anak yaitu
mengikuti pembelajaran secara akademik dan
olahraga, namun belum terdapat kegiatan
ektrakulikuler.

c) Angket
Kader UKS, Pak Sefri mengatakan jika
adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia
sekolah yang kurang baik bagi perkembangan
anak, yaitu orang tua dan lingkungan anak, dimana
terdapat kebiasaan tidak menggosok gigi sehingga
menyebabkan karies gigi. Hal ini dikarenakan
sikap anak-anak yang sulit untuk diberitahu,
walaupun sudah diberikan informasi dan praktek
tentang personal hygiene. Selama observasi
ditemukan adanya karies gigi berwarna kuning
hingga kehitaman pada 3 anak dikelas 2 dan 2 anak
di kelas 3.

40
2) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang telah diberikan kepada
siswa di SDN Turen seperti cara menggosok gigi, cuci
tangan, memotong kuku dan membersihkan telinga
yang dilaksanakan seminggu sekali ke masing-masing
kelas oleh kader UKS. Namun, untuk praktik dalam
menggosok gigi baru dilakukan sekali. Kemudian,
dalam pemberian pendidikan kesehatan tersebut lebih
diterapkan kepada siswa kelas 1,2 dan 3, untuk kelas
4,5 dan 6 hanya mereview pendidikan kesehatan yang
telah diberikan.

3) Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani yang telah diberikan di SDN
Turen seperti bola voli, tenis meja, dan sepak bola,
yang sudah disesuiakan dengan kurikulum 2013,
dilakukan seminggu dua kali. Dimana setiap hari Senin
dilakukan disetiap kelas secara bergantian dan pada
hari Jumat dilakukan secara bersama-sama seperti
Jumat bersih (kerjabakti), jalan sehat, dan senam, yang
diikuti oleh seluaruh warga sekolah.

4) Layanan Nutrisi
Layanan nutrisi yang telah diterapkan di SDN
Turen seperti membawa bekal dari rumah masing-
masing yang dilakukan seminggu sekali per kelasnya.
Bekal makan yang dibawa anak-anak. diusahakan
sayuran dan lauk, anak dilarang membawa mie instan.
Sampai saat ini rata-rata anak membawa makan dengan
lauk seperti telur,dan tumis sayuran. Namun terdapat

41
pula anak-anak yang sudah membawa bekal sayuran.
Rencana kedepan anak diwajibkan membawa bekal
dari hari senin-kamis. Kemudian terdapat program
untuk membawa tempat minum sendiri dan mengambil
air minum dari galon yang sudah disediakan untuk
mengurangi konsumsi minuman kemasan.

5) Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang diberikan seperti sarana
dan prasarana yaitu terdapat fasilitas yang aman dan
tidak aman. Fasilitas yang tidak aman seperti rangen,
dimana lima tahun yang lalu pernah terjadi seorang
anak yang terjatuh saat bergantungan di rangen ketika
bermain sehingga menyebabkan kedua tangan anak
tersebut patah dan terkena batu bangunan. Dari pihak
sekolah dan kader UKS sudah melakukan evaluasi dan
edukasi kepada semua siswa terutama kepada siswa
baru. Kemudian pihak sekolah juga menyediakan
sanitasi air yang optimal dengan menyediakan tempat
cuci tangan disetiap depan kelas dan ruang guru
(MCK), penyediaan air minum, pengelolaan jamban
yang baik dan jauh dari sumber air bersih. Lalu,
terdapat pengelolaan sampah dengan cara dibakar atau
ditimbun. Kemudian, di SDN Turen juga terdapat
pelayanan konseling bagi seluruh siswa dan terdapat
progam dokter kecil.

42
6) Layanan Konseling, Psikologis dan Sosial
Terdapat layanan untuk meningkatkan kesehatan
mental, emosional siswa melalui pelayanan konseling
bagi seluruh siswa yang diberikan oleh Tim BK
(bimbingan konseling) dan konseling kesehatan fisik
bekerjasama dengan Puskemas Pakem. Namun apabila
masalah kesehatan fisik (seperti obesitas) dan
psikologis anak (seperti hiperaktif) perlu dirujuk maka
pihak sekolah akan bekerjasama dengan Puskesmas
Pakem dan RS Panti Nugroho sesuai dengan
pesetujuan wali murid. Kemudian di SD Turen terdapat
program imunisasi seperti DPT, TT Campak, DT, Td.
HPV. Imunisasi ini diberikan sebanyak satu kali dalam
setahun ditiap awal semester, dimana yang
mendapatkan imunisasi tersebut siswa kelas 1,2 dan 3,
sedangkan imunisasi HPV diberikan kepada siswa
kelas 5.

7) Promosi kesehatan untuk Staf


Promosi kesehatan untuk guru dan karyawan di
SDN Turen belum difasilitasi secara maksimal.
Namun, sudah ada pemeriksaan PAP Smear kepada
guru dan karyawan wanita, dan terdapat pemeriksaan
mata secara gratis oleh Permata Optik setiap 2 tahun
sekali.

8) Keterlibatan keluarga dan Komunitas


Dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
siswa melalui pendekatan kepada orang tua sudah
maksimal, seperti melalui sosialisasi kesehatan
personal hygiene pada anak. Kemudian terdapat

43
keterlibatan komunitas yaitu tim kesehatan dari
Puskesmas Pakem dalam memberikan pelayan
kesehatan baik secara fisik dan psikologis kepada
warga SDN Turen.

9) Ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara kepada siswa
kebanyakan orang tua mereka bekerja sebagai petani,
wiraswasta dan guru.

10) Keamanan dan transportasi


Tidak terdapat satpam tetapi jika anak ingin
menyebrang jalan raya akan dibantu oleh guru dan staf.
Kemudian untuk transportasi yang digunakan anak-
anak dengan diantar orang tua, naik sepeda serta jalan
kaki.

11) Politik dan Pemerintahan


Siswa di SDN Turen mengikuti organisasi social
dan pramuka di sekolah seperti dokter kecil serta
kebijakan pemerintah mengenai masalah kesehatan
anak usia sekolah, seperti imunisasi dan personal
hygiene.

12) Komunikasi
a) Komunikasi Formal
Media komunikasi yang digunakan oleh anak
untuk memperoleh informasi mengenai imunisasi
dan personal hygiene dari media dan para guru.

44
b) Komunikasi Informal
Diskusi siswa dengan guru dan petugas
kesehatan tentang menyelesaikan dan mencegah
masalah pada anak usia sekolah.

13) Pendidikan
Semua siswa bersekolah di SDN Turen.

14) Rekreasi
Rekreasi yang sering dilakukan yaitu jalan santai
disekitar sekolah, senam dan berolahraga seperti voli,
sepak bola dan tenis meja.

2. Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah
DS: Kurang hygiene Kerusakan Gigi
− Pak Sefri mengatakan jika oral
adanya kebiasaan pada
lingkungan anak usia
sekolah yang kurang baik
bagi perkembangan anak,
yaitu orang tua dan
1. lingkungan anak, dimana
terdapat kebiasaan tidak
menggosok gigi sehingga
menyebabkan karies gigi.
− Pak sefri mengatakan
sikap anak-anak yang
sulit untuk diberitahu,
walaupun sudah diberikan

45
informasi dan praktek
tentang personal hygiene.
− Pak Safri mengatakan
bahwa praktik sikat gigi
baru sekali dilakukan.
DO:
− Selama observasi
ditemukan adanya karies
gigi berwarna kuning
hingga kehitaman pada 3
anak dikelas 2 dan 2 anak
di kelas 3.
DS: Lingkungan tidak Risiko Jatuh
− Pak Sefri mengatakan aman: licin karena
fasilitas yang tidak aman pasir, tumpukan
seperti rangen, dimana batu besar dan
lima tahun yang lalu halaman yang
pernah terjadi seorang berpasir.
anak yang terjatuh saat
bergantungan di rangen
ketika bermain sehingga
2.
menyebabkan kedua
tangan anak tersebut
patah dan terkena batu
bangunan.

DO:
− Berdasarkan hasil
observasi didapatkan
kondisi halaman sekolah

46
dan lorong kelas yang
terdapat banyak pasir
sehingga meningkatkan
resiko jatuh.
− Didekat rangen terdapat
tumpukan batu besar dan
pasir

3. Diagnosa
No. Sasaran Domain Kelas Kode Rumusan
Diagnosa
Keperawatan
1. Semua siswa Domain 11: 2: Cidera 00048 Kerusakan gigi
SDN Turen dan Keamanan/ Fisik berhubungan
siswa kelas 2 Perlindungan dengan kurang
sertra 3 yang hygiene oral.
mengalami
karies gigi.
2. Semua siswa Domain 11: 2: Cidera 00155 Risiko jatuh
SDN Turen yang Keamanan/ Fisik berhubungan
mengalami Perlindungan dengan tidak
risiko jatuh aman: licin
karena pasir,
tumpukan batu
besar dan
halaman yang
berpasir.

47
4. Prioritas Diagnosa
Diagnosa Prioriotas : Kerusakan Gigi
Maksimum skor problem = 600
No. Kriteria Kriteria Kriteria Rasional Peringkat
Bobot Peringkat untuk Masalah
(1-10) (1-10) peringkat (bobot x
peringkat)
1. Kesadaran siswa 5 5 Pendidikan 25
akan masalah kesehatan
dalam
lingkungan
rumah dari
orang tua
masih kurang
2. Motivasi siswa 5 6 Sebagian besar 30
untuk tingkat
menyelesaiakan kesadaran anak
masalah masih kurang
baik mengenai
kesehatan gigi.
3. Kemampuan 8 10 Perawat 80
perawat dalam terampil dalam
mempengaruhi meningkatkan
penyelesaian kesadaran dan
masalah mobilisasi
dukungan
4. Ketersediaan 7 10 Terdapat 70
ahli/pihak terkait petugas
terhadap solusi kesehatan dari
masalah Puskesmas

48
Pakem dan
guru.
5. Beratnya 8 5 Efek karies 40
konsekuensi jika gigi tidak
masalah tidak terdokumentasi
terselesaikan dengan baik.
6. Mempercepat 4 5 Waktu 20
penyelesaian mobilisasi
masalah dengan komunitas di
resolusi yang area sekolah
dapat dicapai dasar
membutuhkan
waktu lama.

Diagnosa Prioriotas : Risiko Jatuh


Maksimum skor problem = 600
No. Kriteria Kriteria Kriteria Rasional untuk Peringkat
Bobot Peringk peringkat Masalah
(1-10) at (1-10) (bobot x
peringkat)
1. Kesadaran siswa 7 10 Penyedia 70
akan masalah pelayanan
kesehatan dan
guru telah
menjelaskan
masalah risiko
jatuh
2. Motivasi siswa 6 8 Sebagian besar 48
untuk siswa belum
memiliki rasa

49
menyelesaiakan waspada
masalah terhadap
keselamatan
dirinya
3. Kemampuan 6 8 Perawat terampil 48
perawat dalam dalam
mempengaruhi mengingatkan
penyelesaian dan memberikan
masalah dukungan
kepada siswa
4. Ketersediaan 7 8 Kader UKS 56
ahli/pihak terkait menjelaskan
terhadap solusi mengenai
masalah fasilitas sekolah
yang dapat
membahayakan
siswa
5. Beratnya 9 10 Efek jatuh dapat 90
konsekuensi jika menyebabkan
masalah tidak patah tulang dan
terselesaikan kemungkinan
masalah
kesehatan
lainnya
6. Mempercepat 6 7 Waktu untuk 42
penyelesaian mobilisasi
masalah dengan komunitas
resolusi yang dalam area
dapat dicapai sekolah cukup
lama.

50
5. Rencana Intervensi
Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
Data
No. Tujuan
Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
Data pendukung kesehatan komunitas : Kerusakan Gigi
1. DS: Kerusakan gigi a. Kesehatan Pemeliharaan
− Pak Sefri berhubungan mulut kesehatan mulut
mengatakan dengan kurang Kriteria hasil : (1710)
jika adanya hygiene oral. 1. Karies gigi 1. Ajarkan dan
kebiasaan pada (00048) menjadi demonstrasikan
lingkungan skala ringan teknik menyikat
anak usia (110023) gigi atau
sekolah yang hygiene gigi
kurang baik 2. Kebersihan 2. Berikan
bagi gigi skala kesempatan
perkembangan menjadi pada anak
anak, yaitu tidak untuk
orang tua dan terganggu mempraktikan
lingkungan (11002) bersama
anak, dimana menggosok gigi
terdapat yang benar
kebiasaan 3. Fasilitasi
tidak menyikat gigi
menggosok dan
gigi sehingga menggunakan
menyebabkan benang gigi
karies gigi. dengan interval
− Pak sefri teratur
mengatakan

51
sikap anak- 4. Instruksikan
anak yang sulit anak untuk
untuk menjaga
diberitahu, kebersihan sikat
walaupun gigi dan alat
sudah pembersih lain.
diberikan 5. Monitoring gigi
informasi dan meliputi warna,
praktek kebersihan, dan
tentang tidak adanya
personal debris
hygiene. 6. Lakukan
− Pak Safri kerjasama
mengatakan dengan
bahwa praktik puskesmas
sikat gigi baru setempat untuk
sekali melakukan
dilakukan. monitoring
terhadap anak
DO: yang
− Selama mengalami
observasi karies gigi.
ditemukan 7. Susun jadwal
adanya karies pemeriksaan
gigi berwarna gigi sesuai
kuning hingga kebutuhan
kehitaman
pada 3 anak
dikelas 2 dan 2
anak di kelas 3.

52
Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
Data
No. Tujuan
Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
Data pendukung kesehatan komunitas : Risiko Jatuh
1. DS: Risiko jatuh a. Pencegahan 1. Pindahkan
− Pak Sefri berhubungan jatuh: tidak objek yang
mengatakan dengan tidak terjadi bisa
fasilitas yang aman: licin kejadian menyebabkan
tidak aman karena pasir, jatuh (6490) anak
seperti rangen, tumpukan batu b. Pengetahuan: memanjat ke
dimana lima besar dan pencegahan permukaan
tahun yang lalu halaman yang jatuh (1828) yang tinggi.
pernah terjadi berpasir Kriteria hasil : 2. Singkirkan
seorang anak (00155) 1. Fasilitas tidak bahan
yang terjatuh aman di berbahaya di
saat sekolah. lingkungan
bergantungan 2. Memahami jika diperlukan
di rangen tentang (tumpukan
ketika bermain pencegahan batu besar dan
sehingga jatuh pada menyapu
menyebabkan anak pasir)
kedua tangan 3. Berikan
anak tersebut pengajaran
patah dan tambahan
terkena batu kepada anak
bangunan. sesuai dengan
DO: kebutuhan
− Berdasarkan mengenai
hasil observasi keamanan

53
didapatkan lingkungan
kondisi sekolah.
halaman
sekolah dan
lorong kelas
yang terdapat
banyak pasir
sehingga
meningkatkan
resiko jatuh.
− Didekat
rangen
terdapat
tumpukan batu
besar dan pasir

6. Rencana Evaluasi
a. Kerusakan gigi berhubungan dengan kurang hygiene oral (00048)
1) Kesehatan mulut :
a) 3 anak dikelas 2 dan 2 anak di kelas 3 yang mengalami karies
gigi menjadi skala ringan
b) Kebersihan gigi seluruh siswa SDN Turen tetap bersih.
b. Risiko jatuh berhubungan dengan tidak aman: licin karena pasir,
tumpukan batu besar dan halaman yang berpasir (00155)
1) Pencegahan jatuh : tidak terjadi kejadian jatuh (6490)
a) Jatuh karena fasilitas sekolah yang membahayakan
2) Pengetahuan : pencegahan jatuh (1828)
a) Anak memahami tentang pengetahuan pencegahan jatuh

54
7. Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SDN Turen
didapatkan hasil bahwa terdapat 8 unsur program kesehatan sekolah
koordinate (CSH). Unsur-unsur komponen tersebut yaitu terdapatnya
lingkungan yang sehat dan aman yang terdiri dari lingkungan fisik
(suasana aman nyaman, suhu, pencahayaan, bangunan baik dan tidak
ada kebisingan) serta psikososial (baik, tidak ada masalah antara siswa,
guru, dan karyawan). Kemudian memiliki komponen pendidikan
kesehatan seperti cara menggosok gigi, memotong kuku, memberishkan
telinga, cucui tangan, yang dilakukan seminggu sekali yang dilakukan
disetiap kelas. Selanjutnya, terdapat pendidikan jasmani yaitu olahraga
yang dilakukan seminggu 2 kali, seperti : kerjabakti, jalan sehat, s=dan
senam yang diikuti seluruh warga sekolah.
Lalu, pada layanan nutrisi sudah ada porogram unruk membawa
bekal dari rumah seminggu sekali dan program untuk membawa botol
minum serta memimum air gallon yang disediakan sekoilah. Komponen
berikutnya pelayanan kesehatan yang diberikan terdapat fasilitas seperti
UKS dan terdapat sanitasi air yang baik, adanya dokter kecil dan
konseling. Terdapat pula layanan konseling, psikologis, dan social yang
dilakukan oleh tim BK, Puskesmas Pakem, dan Rumah Sakit Panti
Nugroho. Kemudian pada komponen promosi kesehatan untuk staf
sudah dilakukan beberapa kegiatan seperti PAP Smear dan pemeriksaan
mata gratis. Kemudian, komponen yang terakhir yaitu keterlibatan
keluarga dan komunitas (Puskesmas Pakem) sudah baik, dengan adanya
sosialisasi kesehatan personal hygiene pada anak. Penulis setuju dengan
hakl tersebut bahwa pentingnya 8 komponen CSH dalam program
disekolah karena dapat membanyu meningkatkan kesehatan siswa,
guru, dan karyawan.
Hal ini sudah sesuai dengan program yang dilakukan CDC (centers
for disease control) (2015) dalam Jody dan John (2016), bahwa 8
komponen CSH yaitu lingkungan sekolah yang sehat dan aman,

55
pendidikan kesehatan, pelayanan nutrisi, pelayanankesehatan, layanan
bimbingan koinseling dan psikososial, promosi kesehatan untuk staf,
keterlibatan komunitas, sudah d=sesuai dan telah diterapkkan di SDN
Turen. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan sekiolah,
menyelaraskan upaya kesehatan, pendidikam, yang mengarah pada hasil
fisik, mental dan perkembangan bagi siswa.
Selain itu program Trias UKS di SDN Turen yaitu dalam bidang
pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan
sekolah sehat, hal tersebut sudah sesuai dengan pendapat Amin dan
Gazali (2018), bahwa pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah
perilaku seseorang menjadi lebih baik. Lalu pelayanan kesehatan
merupakan usaha pelayanan sekolah seperti pemeriksaan dan
pengawasan kebersihan secara teratur, pencegahan dan pemberantas
penyakit menular melalui vaksinasi, pemeliharaan kebersihan
lingkungan terutama ruang kelas dan halaman sekolah, terdapat P3K
dan pengobatan ringan (minyak angin, obat merah, pembersih luka, dan
pembaliut luka), memberitahukan kesehatan siswa kepada orang tua
yang bersangkutan, melakukan penyuluhan mengenai penyakit dan
gangguan kesehatan kerumah murid, giuru, dan pegawai sekiolah.
Selajutnya, pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat merupakan
kesehatan lingkungan sekolah yang baik dapat mempengaruhi
kesehatan anggota masyarakat sekolah (seperti, banguan sekolah,
fasilitas, sanitasi, hubungan yang baik antar guru dan pegawai sekolah).
Permasalahan yang terjadi pada anak di SDN Turen yaitu karies gigi
dan risiko jatuh. Penulis sependapat dengan hal tersebut karena kondfisi
llingkungan sekolah yang kurang aman, seperti adanya pasir dan
bebatuan. Sehinggaa dapat menyebabkan cisera. Kemudian, kurangnya
pengetahuan dan kesadaran anak usia sekolah membuat mereka mudah
terkena masalah kesehatan gigi seperti karies gigi. Hal tersebut
didukung oleh Alender, dkk (2010), bahwa terdapat masalah kesehatan

56
yang ditemukan pada anak usia sekolah seperti obesitas, hiperaktif,
alergi makanan, karies gigi.
Kemudian, Novianti,dkk (2019) dan berdasarkan SDKI serta
NANDA (2019-2020) menambhakan bahwa diagnose yang sering
muncul pada asugan keperawatan agregat sekolah yaitu risiko cidera,
risiko jatuh, deficit kebersiahan diri, risiko terjadi karies gigi, risiko
penyalahguaan media cetak elektronik, dan ketidakefektifan
komunikasi anak dan orang tua. Penulis sependapat dengan hal tersebut
karena pada anak-anak sering ditemukan kasus deficit perawatan diri
mandi, berpakaian, dan makan. Selain itu dizaman saat ini banyak anak-
anak salah dalam memngunakan media elektronbik karena kutangnya
pengawasan dan komunikasi dari orangtua.

57
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
CSH (Coordinated School Health) adalah pendidikan kesehatan
sekolah komprehensif, layanan kesehatan sekolah, lingkungan sekolah yang
sehat. Komponen CSH yaitu lingkungan sekolah yang sehat dan aman,
pendidikan kesehatan, layanan nutrisi, pelayanan kesehatan, layanan
Bimbingan Konseling, dan psikososial, promosi kesehatan untuk staf,
keterlibatan keluarga dan komunitas. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
adalah upaya dalam membina dan mengembangkan kebiasaaan hidup sehat
yang dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan pelayanan
kesehatan di sekolah. Trias UKS yaitu pendidikan kesehatan, pelayanan
kesehatan, dan Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat.
Lalu, selama observasi, di SDN Turen telah memenuhi 8 komponen
CSH dan program Trias UKS. Namun, masih terdapat masalah kesehatan di
SDN Turen yaitu tentang kerusakan gigi (karies gigi) dan risiko jatuh karena
kondisi lingkungan yang kurang baik. Maka karena masalah tersebut
ditegakkan 2 diagnosa keperawatan yaitu kerusakan gigi dan risiko jatuh,
disertai dengan rencana keperawatan, dan evaluasi bagi SDN Turen.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, pembaca khususnya perawat
dan mahasiswa keperawatan dapat menambah wawasannya mengenai
asuhan keperawatan pada agregrat sekolah. Sehingga pasien dapat lebih
merasa diperhatikan, dihargai dan proses tindakan keperawatan dapat
disesuaikan dan berjalan sesuai dengan kondisi pasien.

58
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J.A., Rector, C., Warner, K.D. (2010). Community Health Nursing :
Promoting and Protecting The Public’s Health. 7thEdition. China : Wolters
Kluwer Health

Amin, Mahfud. (2015). Pelaksanaan program unit kesehatan sekolah (UKS) di


sekolah dasar negeri se-kecamatan alian kabupaten kebumen tahun ajaran
2015/2016. Retrieved from :

https://lib.unnes.ac.id/21452/1/6102411054-S.pdf

Anderson, E.T., McFarlane, J. (2011) Community As Partner Theory And Practice


in Nursing. 6thEdition. China : Wolters Kluweth Health

Apriani, L., & Gazali, N. (2018). Pelaksanaan trias usaha kesehatan sekolah (UKS)
di sekolah dasar. Jurnal Keolahragaan, 6(1), 20-28.

https://journal.uny.ac.id/index.php/jolahraga/article/view/14456

Aswadi, Syahrir, S., Delastara, V., Surahmawati (2017) Perilaku hidup bersih dan
sehat pada siswa siswi SDK Rita pada kecamatan kota komba kabupaten
manggarai timur propinsi nusa tenggara timur. Journal Public Health
Science 9(2)

Retrieved from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31241/4/Chapter%20II.pdf

59
Ayu,W.,Herawati,H.,Tri Lestari,N.N (2018) Pengaruh penggunaan kartu uno
sebagai media permainan buah dan sayur pada anak sekolah dasar di SDN
Brosot di SDN Prembulan Galur Kulonprogo

Retrieved from :

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/574/4/Chapter2.doc.pdf

CDC. (2019). Components of the Whole School, Whole Community, Whole Child
(WSCC).

Retrieved from:

https://www.cdc.gov/healthyschools/wscc/components.htm

Catch Global Foundation. (2014). Coordinated School Health. University of


California.

Retrieved from: https://catchinfo.org/coordinated-school-health/

Dermawan, D. (2012). Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Gosyen


Publishing.

Gibson County. (2018). What is CSH?. Gibson CountySpecial School District.

Retrieved from: https://www.gcssd.org/Page/226

60
Gustina, E., Abdussalam, F., Saputra,W (2018). Peningkatan Perilaku Sehat pada
Siswa Sekolah Dasar melalui PHBS di Desa Gondanglegi dan Pucangan,
Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen

Retrieved from :

http://journal2.uad.ac.id/index.php/jpmuad/article/download/470/pdf

Hidaya, N., Sinta, M.T. (2018). Gambaran Kejadian Karies Gigi Pada Anak
Sekolah Dasar 9 (1)

Retrieved from :

http://jurnal.stikes-aisyiyah-
palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/114

Hutasoit, F.E., Widowati, E. (2017) Gambaran penerapan safety Education


(Pendidikan Keselamatan) Di Sekolah Dasar. Jurnal Of Health Education
2(1)

Retrieved from :

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu/article/download/191
11/9027

Hernandez, B. L. M. (2011). Foundation concepts of global community health


promotion and education. Jones & Bartlett Publishers.

Hedman, T.H. (2018). NANDA-I Diagnosa Keparawatan : Definisi dan Klasifikasi


2018-2020. Ed. 11. Jakarta: EGC

61
Jody dan John. (2016). Coordinated School Health Program. Betlehem Central
School Distric.

Retrieved from:

https://www.bethlehemschools.org/coordinated-school-health-program/

M. Bulechek, G. (2016). Edisi Enam Nursing Interventions Classification ( N I C ).


Singapore: elsevier Global rights.

Mubaraq, A. Z. (2010). Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

Retrieved from :

https://www.academia.edu/32830281/2._Usaha_Kesehatan_Sekolah_U
KS_2.1._Pengertian_Usaha_Kesehatan_Sekolah_UKS

Mubarak, W. I. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas 1. Ed. 2. Jakarta : Salemba


Medika

Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Novianti, D., Mustofa, E., Sintia, I., Rahayu, O. (2019). Asuhan keperawatan pada
agregat dalam komunitaskesehatan sekolah.

Retrievdve from :

https://www.academia.edu/38519667/askep_kesehatan_sekolah.doc

62
Sahar, J., Setiawan, A., & Riasmini, N. M. (2019). Keperawatan Kesehatan
Komunitas dan Keluarga. Ed. 1. Jakarta : Elsevier Inc

Soleh. (2010). Usaha Kesehatan Sekolah

Retrieved from : https://digilib.ump.ac.id/files/disk1/6/jhptump-a-soleh-


271-2-babii.pdf

Sue Moorhead, d. (2016). Edisi Enam Nursing Outcomes Classification


(Noc).Singapore: Elsevier Global Rights.

Taylor, Cynthia, M. (2010). Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan.


Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat

Wahid I, dkk. (2012).Ilmu Keperawtaan Komunitas 2 Konsep dan


Aplikasi.Jakarta:Salemba Medika.

Wiley, D. C., & Cory, A. C. (Eds.). (2013). Encyclopedia of school health. Sage
Publications.

Yulianti. (2014). Implementasi Pendidikan Karakter Di Kantir Kejujuran. Malang:


Gunung Samudra.

63
LAMPIRAN

64
65

Anda mungkin juga menyukai