Pengantar
Dalam studi kebahasaan, dikenal adanya ilmu linguistik, yakni ilmu yang
mempelajari seluk beluk bahasa secara ilmiah dan sistematis. Pada perkembangan
selanjutnya, ilmu linguistik ini mempunyai beberapa cabang keilmuan yang antara lain
disebabkan karena bersinggungan dengan ilmu-ilmu lain. Beberapa cabang linguistik itu
antara lain (1) psikolingusitik sebagai perpaduan antara linguistik dengan psikologi, (2)
itu, linguistik juga bisa diklasifikasikan berdasarkan tujuan pokoknya menjadi linguistik
Linguistik murni mempelajari bahasa secara umum dengan tujuan utama memberikan
deskripsi mengenai bahasa guna memperoleh gambaran tentang aspek-aspek bahasa seperti
fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Sementara linguistik terapan diartikan sebagai
pengajaran bahasa, penelitian di bidang pemerolehan bahasa kedua, penerjemahan dan lain-
lain.
Munculnya apa yang disebut dengan psiko-sosiolinguistik ini, adalah bentuk dari
adanya linguistik terapan, yakni suatu disiplin yang menjembatani antara disiplin-disiplin
dalamnya adalah dalam kegiatan pengajaran bahasa. Kita bisa melihat bahwa pada
1 Syamsuddin Asyrofi dkk, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga, 2006), hlm. 4.
1
pengajaran bahasa tidak hanya berasal dari ilmu-ilmu linguistik, tetapi juga bersumber dari
Relasi antara psikologi, sosiologi dan linguistik juga yang akan menjadi salah satu faktor
Community Language Learning merupakan salah satu dari tiga metode pengajaran
bahasa inovatif, selain Suggestopedia dan the silent way yang berkembang dan sering
menjadi topik pembahasan para ahli didik, ahli bahasa, dan psikiater pada loka karya,
seminar, simposium dan konferensi pengajaran bahasa asing dari tahun ke tahun di
Community Language Learning muncul pada tahun 1961, pertama kali dirancang
oleh Charles A. Curran,3 yang merupakan seorang professor dalam bidang psikologi dan
konselor di Loyola University of Chicago, yang juga seorang pemuka agama Katolik. 4 Dan
kemudian CLL mulai dipakai sekitar tahun 1967. Charles A. Curran mendasari metode
CLL dari teori psikologi humanistik Carl Rogers 5 (karya: Freedom to Learn). Menurut Carl
Rogers, suatu organisme itu adalah keseluruhan individu (the total individual). Teori
2 Azhar Arsyad, Suatu Penafsiran Psikodinamik Terhadap Metodologi Pengajaran Bahasa yang Inovatif, (Jakarta:
Al-Quswa, 1989), hlm. 12.
5 Earl W. Stevick, Humanism in Language Teaching, A Critical Perspective, (Oxford: Oxford University Press,
1990), hlm. 71.
2
1. Hasrat untuk belajar.
Dan ada lima pilar teori psikologi humanistik yang juga mendasari CLL, yakni:
a. Feelings (personal)
b. Social Relations
c. Responsibility
d. Intellect
e. Self Actualization.6
Menurut Noam Chomsky proses pembelajaran yang ada saat itu seperti Audio
Lingual hanya mempelajari struktur permukaan bahasa (surface structure) saja, tidak
makna bahasa (deep structure) nya. Menurutnya, yang penting bagi seorang linguis atau
kemudian menentukan kaidah yang telah diterima atau dikuasai oleh penutur-pendengar
dan dipakai dalam penuturan yang sebenarnya. Maka itu, menurutnya teori linguistik itu
bersifat mental karena teori ini mencoba menemukan satu realitas mental yang menyokong
perilaku bahasa yang sebenarnya terjadi.7 Kemudian muncullah suatu ide untuk
7 Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoritik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), cet. I, hlm. 77-78.
3
umumnya dikenal dengan nama pelajaran penyuluhan, oleh karenanya metode ini juga
dikenal dengan sebutan Counseling8 Language Learning atau Counseling Learning Method
orang lain.9 Di samping itu, minat belajar dapat didorong melalui pengembangan harga diri
dan perasaan dengan menekankan pengajaran pada aktivitas yang dikenal dengan “shared
Task Oriented Activity” atau “Cara Belajar Siswa Aktif Bersama”. Itulah sebabnya
pendukung-pendukung metode ini termasuk Curran sendiri, juga menamakan metode ini
Indonesia, terkadang dikenal juga dengan sebutan “Belajar Bahasa Secara Berkelompok”
atau BBSB.
Metode ini memandang peserta didik sebagai “manusia seutuhnya”, dengan kata lain
memandangnya sebagai manusia secara holistik (menyeluruh), karena belajar pada manusia
harus meliputi aspek kognitif dan afektif nya. Manusia mempunyai perasaan, kecerdasan,
hubungan interpersonal, reaksi untuk selalu mempunyai rasa aman atau berlindung dan
keinginan untuk belajar yang dibimbing dan seimbang. Teori Konseling Carl Rogers yang
diadopsi oleh Charles A. Curran mengindikasikan adanya proses dimana salah satu orang
8Arthur S. Reber and Emily Reber, The Penguin Dictionary of Psychology, 3rd edition, (London: Penguin Books,
2001), hlm. 162. “Counseling”: A generic term that is used to cover the several processes of interviewing, testing,
guiding, advising, etc. Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karir), (Yogyakarta: C.V. ANDI OFFSET
(Penerbit ANDI), 2004, 2005), hlm. 6. Berbagai definisi tentang Konseling dikemukakan para ahli dan kesemuanya
punya kesamaan, yakni pemecahan masalah.
9 Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet. II, hlm. 26.
4
yang memberikan nasihat, bantuan dan dukungan kepada orang lain yang memiliki
mendefinisikan kembali peran guru sebagai konselor dan fasilitator dan peserta didik
Teknik ini digunakan selama periode yang cukup lama, sampai peserta didik mampu
untuk menerapkan kata-kata dalam bahasa baru tanpa terjemahan, secara bertahap bergerak
dari situasi ketergantungan pada guru-konselor ke keadaan bebas atau merdeka dari
ketergantungan tersebut.10 Ia juga bertujuan untuk menghilangkan rasa cemas pada peserta
didik, tidak boleh menjadikan mereka merasa belajar dalam tekanan. Dengan kunci nya
Charles A. Curran dalam teori nya menguraikan lima tahap psikologi yang dilewati
setiap individu dari masa anak-anak hingga dewasa, yakni menggambarkan tingkatan
sesuatu apa pun tentang bahasa target hingga ia bergantung sepenuhnya pada guru
target bekerja dan menggunakannya untuk diri sendiri tetapi masih membutuhkan
bantuan guru.
secara independen. Tetapi pada satu titik akan menemukan kesenjangan dalam
mandiri. Mereka tidak lagi bergantung kepada guru, bahkan sebagian mungkin
Dalam implementasi nya metode ini disajikan sedemikian rupa sehingga tercipta
suatu suasana yang memungkinkan pelajar (dalam kelas bahasa) untuk berinteraksi dan
berkomunikasi dengan sesama pelajar dengan bebas. Dengan demikian pelajar mengalami
semua masukan secara menyeluruh melalui pikiran (kemampuan kognisi) dan perasaan nya
yang inovatif dan beberapa kegiatan di dalam implementasi nya di dalam kelas,
diantaranya:
1. Refleksi (Reflection)
Para peserta didik membentuk lingkaran kecil di dekat tape recorder, untuk
12 Charles A. Curran, Counseling-Learning in Second Languages, (Apple River Illonis: Apple River Press, 1976).
6
a. Siswa mulai memikirkan dan menyepakati apa yang ingin mereka
b. Untuk memastikan ide/tema apa yang telah disepakati untuk dibahas, guru
Peserta didik menyampaikan apa yang ingin mereka katakan dengan menggunakan
bahasa I, guru memberi dengan bentuk terjemahan langsung dalam bahasa target
(bahasa II).
dan jika guru merasa siswa telah nyaman dengan apa yang mereka ucapkan, guru
akan berusaha memberikan kata/kalimat lebih kompleks. Dan ketika siswa sudah
merasa siap, mereka akan mengambil mikropon dan siap untuk merekam apa
b. Guru hendaknya berusaha selalu agar siswa merasa lebih tenang dan
dengan fasih, siswa yang lain akan segera merespon. Jika pada titik ini kurang
berjalan dengan baik, guru sebaiknya sedikit aktif dalam memotivasi mereka. Hal
ini akan berjalan hingga semua dari siswa telah merekam apa saja yang ingin
mereka bicarakan.
7
3. Diskusi (Discussion)
Pada langkah ini para murid akan menyampaikan kesan atau apa yang mereka rasakan
ketika berbicara di mikropon. Apakah mereka merasa nyaman berbicara keras (di
b. Guru akan memberikan respon terhadap apa yang mereka rasakan. Inilah
d. Ini biasanya terdiri dari ekspresi perasaan-rasa satu sama lain, reaksi
4. Transkripsi (Transcription)
Siswa mendengarkan kembali apa yang telah mereka rekam. Guru membiarkan siswa
membahasnya dengan siswa yang lain. Guru hanya berespon ketika mereka bertanya
memotivasi, memberikan stimulus kepada para siswa. Hingga suasana kelas yang
Peserta didik menganalisa dan mempelajari transkripsi apa saja yang telah mereka
rekam dalam bahasa target (pada recording conversation) untuk fokus pada
8
a. Siswa menganalisa seluruh kalimat dan kata sesuai dengan kemampuan
Peserta didik terlibat dalam percakapan secara bebas dengan guru atau dengan
pembelajar lain nya, yang di dalamnya bisa berupa diskusi tentang apa yang telah
mereka pelajari atau apa yang mereka rasakan dan bagaimana saat mereka belajar.13
Disinilah para siswa sampai kepada kemerdekaan dan kebebasan mereka dalam
Community Language Learning ini bukan sekedar pedagogi metodis, tetapi lebih
kepada filosofi pembelajaran yang sarat akan makna. Proses pembelajaran nya yang secara
individu. Belajar bahasa bukan merupakan prestasi individu tetapi lebih kepada
pengalaman kolektif.
Ahli psikologi seperti B.F. Skinner ( سكينر.ف. ) بmenganggap bahwa proses belajar
merupakan proses psikologis yang dapat diperoleh apabila diciptakan suasana lingkungan
13 P. Nagaraj, Application of Community Language Learning…………….hlm. 177-178. Dan Joe Bertrand, Teacher,
Materials Writer, British Council Paris.
9
yang mendukung.14 Dan dalam Community Language Learning ini penulis anggap telah
hubungan interpersonal antara guru dan peserta didik untuk memfasilitasi proses belajar
dinamika kelompok. Dan juga bertujuan untuk melibatkan seluruh aspek kepribadian yang
ada pada diri peserta didik. Guru memahami ketakutan dari peserta didik dan kerentanan
karena mereka berjuang untuk menguasai bahasa lain. Dengan menjadi sensitif terhadap
rasa takut pelajar, guru bisa mengubah energi negatif dari ketakutan menjadi energi positif
dan antusiasme untuk belajar. Dalam proses pembelajaran yang berpola pada teknik
konseling dan disesuaikan dengan rasa keanehan, kecemasan, ancaman, masalah pribadi
dan bahasa ibu peserta didik ketika bertemu dalam pembelajaran bahasa asing. Akibatnya,
peserta didik tidak dianggap sebagai siswa tetapi sebagai klien. Hubungan bahasa
“konseling” dimulai dengan klien linguistik kebingungan dan mengalami konflik. Lalu
perlahan guru, yang disini dianggap sebagai konselor berusaha untuk memungkinkan dia
agar sampai pada kecukupan bahasanya sendiri, yang pada akhirnya akan sampai pada
Kelebihan dari metode ini adalah ketika bisa membuat sebuah komunitas yang sangat
mendukung untuk siswa yang mempunyai rasa kecemasan yang tinggi dan membantu
mereka mengatasi faktor afektif yang mengancam, seperti membuat kesalahan atau
14 Shalah Abdul Majid, Ta'allumul Lughah Al Hayyah wa Ta'limuha Baina Nadzoriyyah wat Tatbiq, (Kairo:
Maktabah Lubnan, 1981), hlm. 10.
10
bersaing dengan rekan-rekan. Dan dengan Community Language Learning, akan terbentuk
sebuah komunitas, tidak hanya pada waktu pembelajaran bahasa, para peserta didik bisa
menjadi lebih cerdas sosial, melatih mereka bekerja sebagai tim, saling mengerti
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Selain itu, peserta didik tidak terbatas pada satu
topik percakapan saja. Peserta didik bebas untuk berbicara tentang urusan kehidupan
sehari-hari. Yang kemudian bahasa yang telah mereka pelajari dalam bahasa target akan
bisa mereka simpan, sintesa kembali untuk situasi dan kondisi yang baru dan berbeda.
Community Language Learning ini juga memungkinkan peserta didik untuk berlatih
struktur atau pola kalimat dan karakteristik percakapan. Selain itu, diyakini bahwa dari
terjemahan guru, akan mampu menginduksi tata bahasa yang lebih kompleks daripada yang
mereka gunakan. Alasan utama yang Community Language Learning tampak berhasil
adalah ketika peserta didik mampu untuk terus menggunakan Bahasa Ibu, sementara ia pun
terus mempromosikan dan menggunakan bahasa target yang telah ia pelajari. Adalah
penting ketika kita terus menyadari bahwa kedua bahasa (bahasa ibu dan bahasa target) itu
sama pentingnya. Maka jelas metode ini akan membuat belajar lebih bermakna.
Diliat dari berbagai aspek diatas, jika Community Language Learning ini diterapkan
secara efektif maka akan menghasilkan proses pembelajaran yang sesuai dengan empat
pilar belajar yang ditawarkan oleh UNESCO, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to
know), belajar untuk bekerja (learning to do), belajar untuk hidup berdampingan dan
berkembang bersama (learning to live together), dan belajar untuk menjadi manusia
15 Hariyanto Suyono, Belajar dan Pembelajaran, Teori dan Konsep Dasar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), cet. I, hlm. 29.
11
Dan apabila kembali menilik kepada lima pilar teori psikologi yang diungkapkan Earl
W. Stevick dalam bukunya yang berjudul Humanism in Language Teaching, maka CLL
sudah bisa dikatakan mumpuni untuk semua hal tersebut. Hal yang dominan didalam CLL
yakni feelings dan social relations. Untuk responsibility adalah ketika peserta didik sudah
memilih topik apa yang ingin mereka bahas dan mereka bertanggung jawab atas apa yang
mereka pilih dengan menjalankan tugas mereka sebagaimana mestinya. Untuk hal intellect,
adalah ketika siswa sampai pada langkah ke lima dari CLL, yakni analisa bahasa (language
apa saja yang telah mereka rekam dalam bahasa target (pada recording conversation) untuk
fokus pada penggunaan atau aplikasi leksikal tertentu. Dan untuk self actualization adalah
ketika mereka ada pada langkah percakapan yang direkam (recorded conversation), dimana
peserta didik menyampaikan apa yang ingin mereka katakan dengan menggunakan bahasa
I, guru memberi dengan bentuk terjemahan langsung dalam bahasa target (bahasa II) dan
pada percakapan bebas, dimana siswa sampai kepada kemerdekaan dan kebebasan
Penerapan CLL saat ini sangat mungkin untuk bisa lebih dikembangkan, misalnya
dengan penggunaan teknologi, diselingi dengan games dan lagu. Namun sesungguhnya ada
alat peraga khusus CLL yang bernama Chromacord Teaching System. Dan ketika hubungan
antara guru dan peserta didik menjadi lebih akrab, menjadi sebuah komunitas, dimana guru
lebih berperan sebagai fasilitator, dirasa cocok dan relevan untuk diterapkan dalam dunia
12
E. Penutup
Nilai kuat dari Community Language Learning ini adalah penekanan bahwasanya
pembelajaran bahasa itu hendaknya memandang peserta didik sebagai pribadi manusia
yang utuh, dukungan penuh dari pengajar (konselor), tidak ada penghakiman kepada
peserta didik dan tanggung jawab dari kedua belah pihak (guru dan peserta didik).
Memandang guru dan peserta didik sebagai sebuah komunitas, serta menjadikan guru lebih
dari seorang pengajar, tetapi berperan ganda yakni sebagai fasilitator dan konselor.
Feelings dan social relations sangat dominan di dalam (CLL) ini, tetapi
responsibility, intellect dan self actualization juga tetap terkandung di dalamnya. Metode
ini mampu mengatasi masalah kekhawatiran peserta didik di dalam sebuah pembelajaran
bahasa dan dapat membangun komunitas belajar bahasa yang kuat sehingga hasil yang
diinginkan dari sebuah pembelajaran bahasa dapat tercapai, yakni peserta didik mampu
belajar, berkomunikasi dan berinteraksi dalam bahasa target tanpa tekanan dan ancaman
13
Daftar Pustaka
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoritik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.
Arsyad, Azhar, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Asyrofi, Syamsuddin dkk, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Yogyakarta: Pokja Akademik
UIN Sunan Kalijaga, 2006.
Curran, Charles A, Counseling-Learning in Second Languages, Apple River Illonis: Apple River
Press, 1976.
Reber, Arthur S, Emily Reber, The Penguin Dictionary of Psychology, 3rd edition, London:
Penguin Books, 2001.
Majid, Abdul Shalah, Ta'allumul Lughah al-Hayyah wa Ta'allumuha Baina Nadzoriyyah wat
Tatbiq, Beirut: Maktabah Lubnan, 1981.
Nagaraj P, Application of Community Language Learning for Effective Teaching, dalam The
Modern Journal of Applied Linguistics, Coimbatore: Department of English and Foreign
Languages, Bharathiar University, Mei 2009.
Reber Arthur S, Emily Reber, The Penguin Dictionary of Psychology, London: Penguin Books,
2001.
Suyono, Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, Teori dan Konsep Dasar, cet.I, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011.
Walgito, Bimo, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karir), Yogyakarta: C.V. ANDI OFFSET
(Penerbit ANDI), 2004, 2005.
http://en.wikipedia.org/wiki/Community_language_learning.
14