Anda di halaman 1dari 7

TEORI PEMBELAJARAN BAHASA HUMANISTIK

DALAM PERSPEKTIF ONTOLOGIS, AKSIOLOGIS, DAN


EPISTEMOLOGIS

Kelompok 7
Dwi Intan Sulistyawati (16020074017)
Nurma Tri Maharani (16020074047)
Febria Ad Arisya (16020074071)
Kevin Dewanda Moudizka (16020074107)
Kintan Dyah Puspa (16020074110)
Ezharul Syafa’adzin Novihuda (16020074116)
Kelas PB 2016

Email: zakigesan@ymail.com

ABSTRAK

Bahasa mencirikan kebudayaan dan peradaban manusia. Bahasa yang juga


menjadi esensi yang dimiliki oleh suatu bangsa, maka sewajarnya ditujukan
kepada generasi muda terdidik bangsa. Untuk itu, terdapat beberapa model
pembelajaran bahasa yang diterapkan dengan tepat kepada peserta didik agar
memperkokoh struktur pemahaman pikirannya secara kritis, kreatif, dan dialogis
dalam konteks kebahasaan. Salah satunya yaitu teori pembelajaran humanistik.
Teori ini juga harus ditelaah dengan cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang
ontologis, aksiologis, serta epistimologis. Tidak berhenti di situ saja, maka akan
ditemukan sebuah pertentangan atau penyimpangan yang berakibat
ketidaksahihan teori ini. Kemudian akan dibandingkan atau dikembangkan
dengan sebuah teori pembelajaran baru dengan konsep yang lebih utuh, tepat dan
sempurna.
Kata kunci: Pembelajaran Humanistik, Ontologis, Aksiologis dan Epistimologis

PENDAHULUAN

Teori pendekatan humanistik (Moskowitz,1978:11) dimulai dari


penekanan dasar yang menjadi pokok utama yaitu tentang bagaimana
pikiran, perasaan, dan harga diri para peserta didik dikendalikan dan
diolah untuk dengan maksud agar siswa mampu meningkatkan
pemahaman dir dan berkomunikasi baik dengan siapapun. Dalam hal ini
sang pengajar harus mengintegrasikan kegiatan dengan prinsip korelatif
yang mendukung pembelajaran bahasa ke prediposisi peserta didik
dengan baik. Hal ini berpengaruh untuk mengembangkan suasana yang
kondusif bagi proses pembelajaran dan membuat pembelajaran agar
menjadi relevan bagi peserta didik.

Maka dari itu dengan menerapkan pendekatan humanistik dalam


aspek kebahasaan, akan berdampak positif pada pembelajaran. Dengan
sebuah teknik self discloure yang merupakan urgensi utama dalam
pendekatan humanistik Moskowitz. Sebuah pengungkapan hal bermakna
terhadap orang lain mengenai diri siswa. Bisa semacam nilai, pengalaman
hidup dan kenangan. Dengan demikian para siswa dapat mampu
menunjukkan jati dirinya dan bercakap dengan baik secara sadar tentang
apa yang pernah dialaminya. Kemudian munculah pembelajaran yang
bernilai karena saling berselaras dan nyaman. Bagaimanapun juga antara
pengajar dan siswanya memang perlu dijalin hubungan dan kerjasama
yang erat demi keberhasilan proses belajar mengajar.

Pada intinya, model pembelajaran ini menyangkut pautkan dengan


unsur kemanusiaan dalam diri seorang siswa. Siswa terlihat tidak decara
utuh membahas struktur - struktur linguistik. Pada siapa pengajaran
bahasa ditujukan bergantung faktor – faktor yang variatif karena sebagai
individu, siswa juga memiliki kewibawaan integritas pribadi, dan
kompleksitasnya harus dipatuhi karena ada batasan (Medyges, 1986:109).
Secara akal sehat maka perlu disadari bahwa model pendekatan ini
melibatkan beberapa unsur yang selalua ada dan akan muncul
dampaknya. Unsur ini dalam bidang kelimuan bahasa yaitu bagaimana
ditampakkan seperti pikiran, ujaran, atau sikap akan bereaksi sesuai
dengan hal – hal rasional individu itu. Maka timbul rasa bahagia atau
bahkan emosi. Jadi secara nalar keilmiahnya terdapat sebuah aksi dan
reaksi yang terjalin. Maka ini merupakan sebuah kebenaran dan validitas
dari pendekatan humanistik.

1. Teori Pembelajaran Bahasa Humanistik

Moskowitz (1978, dikutip dalam stevick 1990 hal 20) berpendapat


bahwa psikologi, huminstik dan gerakan potensi manusia menjadi
perhatian dalam pengembangannya dimana bertujuan mendidik pribadi
pribadi dimensi intelektual dan juga emosional, yang mana intinya siswa
menjadi lebih manusiawi. Sedangkan Stevick (dalam muljanto sumardi)
berpendapat bahwa yang mana apabila pengajaran Bahasa yang
membebani atau diajarkan hanya berdasar kemauan orang lain maka hal
tersebut tidak humanistic. Hal lain juga seperti factor dimana
guru/pengajar menjadi penguasa penuh dalam kegiatan pengajaran. Hal
yang di perlukan disini adalah adanya komunikasi antar siswa satu
dengan yang lain. Selain itu juga hal lain yang di perlukan dimana
seorang siswa dapat mengutarakan pendapatnya tanpa perasaan takut
salah/berbeda pendapatnya.

Curran (dalam Muljanto Sumardi halaman 21) beranggapan bahwa


perasaan bahwa perasaan tidak aman, terancam dari rasa takut menjadi
salah satu factor dimana dapat menghambat proses belajar siswa
tersebut. Dalam hal tersebut seorang guru harus mampu mengurangi
factor-faktor yang dapat menghambat siswa.
Dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli tersebut,
pembelajaran humanistik sejatinya menitikberatkan dalam dirinya
sendiri tanpa adanya keterpaksaan dari orang lain ataupun gurunya.
Siswa juga diharapkan mampu mengungkapkan pemikirannya dalam
pengajaran Bahasa. Guru berfungsi sebagai penetral perasaan siswa
yang merasa tidak nyaman atau penetral bagi factor yang menjadi
penghambat dalam diri siswa. Perealisasiannya sendiri dalam
pengajaran Bahasa adalah melatih kecakapan dalam berbahasa seperti
apabila dalam pengajaran saling terbuka atau saling berpendapat
dimana apabila siswa semakin banyak dapat mengutarakan
pendapatnya maka siswa tersebut semakin berhasil dalam pengajaran
bahasanya.

2. Kajian Ontologis Teori Pembelajaran Bahasa Humanistik

Teori Humanistik (Moskowitz,1978:11) dalam proses belajar


bergantung kepada peserta didik dan pendidik dimana pokok dari
pembelajaran humanistik dalam bahasa yang utama yaitu bagaimana
pikiran, perasaan, dan harga diri peserta didik diolah untuk maksud
agar siswa mampu meningkatkan pemahaman diri sesuai dengan
pengalaman dan bagaimana siswa tersebut dapat memahami orang
lain. Pada hakikatnya teori humanistik ini mengacu kepada peserta
didik dan mengupayakan suasana pembelajaran menjadi komunikatif
sehingga peserta didik merasa nyaman dalam menimba ilmu. Selain
itu juga akan melatih kecakapan dalam berbahasa. Hal ini serupa
dengan pendekatan humanistik menurut William yang divariasikan
dengan istilah pengajaran bahasa afektif yang dapat dibedakan secara
empiris dengan metode lainnya. Hal ini mempertegas teori menurut
William yang mengatakan bahwa serangkaian pengetahuan dan
pengalaman yang berbeda dalam proses pembelajaran akan
mempengaruhi pemahaman siswa (Williams , 1997: 12).

Maka eksistensi dalam teori humanistik ini berfokus pada diri


manusia sendiri seperti pemahaman yang dimiliki oleh seseorang.
Sehingga teori humanistik ini menghasilkan suasana yang nyaman
bagi para siswa dan pendidik saat pembelajaran sedang berlangsung,
ini juga bergantung pada siswa dan suasana dimana mereka merasa
aman, karena suasana yang positif dapat mendukung keberhasilan
siswa dalam belajar khususnya bahasa. Aktualisasi dalam teori ini
adalah kenyamanan peserta didik dalam menerima pembelajaran di
kelas oleh pendidik sehingga mereka dapat memperoleh pemahaman
yang baik. Contohnya seperti kegiatan-kegiatan yang menyenangkan,
berdiskusi sehingga mereka dapat memunculkan pikiran-pikiran yang
positif.

3. Kajian Aksiologis Teori Pembelajaran Bahasa Humanistik

Teori humanistik sudah dibuktikan kebenarannya dimana pengajaran


bahasa yang menggunakan pendekatan humanistik berperan sangat
besar. Sebagai contoh misalnya : pada suatu ruang pembelajaran terdapat
berbagai macam peserta didik yangberasal dari berbagai suku, ras dan
agama. Didalam ruang pembelajaran itu membahas tentang pelajaran
Bahasa Inggris yang bukan bahasa mereka sehari-hari. Namun, lambat
laun peserta didik akan mampu memahami bahasa yang tidak mereka
pakai dalam kehidupan sehari-hari karena sudah terbiasa dengan
pelajaran tersebut. Dengan teori humanistik dapat mempermudah
peserta didik dalam mempelajari bahasa. Dalam teori ini juga
mempunyai etika yang baik yang selalu terapkan yaitu dengan saling
menghargai satu sama lain meskipun mereka berbeda suku, ras serta
agama. Dalam hal tersebut maka humanistik bermakna karena dapat
menyatukan orang meskipun dari berbagai bahasa yang mereka miliki.

4. Kajian Epistemologis Teori Pembelajaran Bahasa Humanistik

Berdasarkan laporan dari Gattegno (1963) siswa yang biasanya


memerlukan waktu empat tahun dalam menguasai suatu bahasa, setelah
menggunakan pendekatan humanistik hanya memerlukan waktu satu tahun.
Oleh karena itu validitas teori humanistik yang dikemukakan oleh Mozkowitz
sudah terbukti. Pendekatan humanistik memberikan kontribusi yang besar
terhadap keberhasilan suatu pengajaran bahasa. Teori humanistik ini sesuai
dengan disiplineritasnya, dimana teori ini hanya membahas mengenai
pembelajaran bahasa dan belum ditemukan penyimpangan atau kejanggalan.
Banyak yang salah mengartikan bahwa teori humanistik merupakan teori
dalam psikologi, dimana keduanya sama—sama membahas mengenai
hubungan antara dua individu untuk mendapatkan kepercayaan diri (dalam
ranah medis disebut pasien, dalam ranah pendidikan disebut murid), akan
tetapi perbedaan dari keduanya terdapat dalam tujuan yang akan dicapai
dimana dalam ranah medis hubungan tersebut bertujuan agar pasien dapat
menjalani kehidupan normal, akan tetapi dalam ranah pendidikan hal itu
bertujuan agar murid memiliki reaksi positif terhadap guru dan membuatnya
nyaman saat menerima pelajaran, sehingga proses belajar-mengajar dapat
berjalan dengan baik.

5. Falsifikasi Teori Pembelajaran Bahasa Humanistik

6. Falsifikasi Teori Humanistik


Berdasarkan kajian—kajian diatas diketahui bahwa teori humanistik
yang dikemukakan oleh Mozkowitz memiliki kekeliruan. Dengan pendekatan
humanistik hubungan antara murid dan guru sangat mempengaruhi siswa
dalam hal memahami pelajaran. Moskowitz sendiri mengatakan bahwa
meskipun berasal dari daerah yang berbeda, murid memiliki respon yang
sama terhadap guru yang ramah ataupun guru yang tidak ramah. Secara tidak
langsung hal ini berarti proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan
lancar, bahkan tidak dapat dikatakan berhasil apabila seorang guru tidak
memiliki hubungan yang baik dengan muridnya atau juga dapat berarti
bahwa murid hanya akan belajar apabila gurunya memiliki sikap yang baik
terhadapnya. Jadi hubungan yang baik antara murid dan guru adalah apabila
guru mampu memotivasi muridnya untuk memiliki keinginan belajar dengan
sendirinya.

7. Kesimpulan

Dari teori humanistik yang dikemukakan oleh Mozkowitz yang


telah dikaji sebelumnya, maka teori tersebut mendapatkan sebuah
penemuan baru terhadap pola belajar setiap muridnya yang terlihat
sangat berbeda. Siswa yang tidak mampu untuk memahami sebuah
pelajaran tidak akan memahami sebuah pelajaran tersebut. Dari teori yang
telah disampaikan, terdapat sebuah keharusan yang harus dilakukan oleh
siswa. Yaitu suatu keharusan untuk siswa mampu memberikan respon
yang baik untuk semua guru yang memberikan sebuah ilmu, karena
dengan ilmu yang telah diberikan kepada siswa tersebut dapat
menjadikan siswa tersebut menjadi siswa yang berhasil dalam menggapai
ilmunya.

Pada teori humanistik ini dapat diambil sebuah kesimpulan, yakni


dengan adanya guru yang ramah atau tidak ramah, seharusnya siswa
dapat memberikan respon yang baik dengan kedua model guru yang
seperti itu. Sehingga, penyampaian pengetahuan ilmu khususnya bidang
kebahasaan oleh guru yang sampaikan ke siswanya, harapannya mampu
untuk menerima ilmu yang telah disampaikan itu dengan efektif. Setiap
siswa harus mampu berfikir, bahwa jika dalam menerima sebuah ilmu
tidak harus menghandalkan sebuah karakter dari seorang guru, jika siswa
menghandalkan sebuah karakter guru, maka siswa tersebut tidak akan
menerima sebuah ilmu yang baik untuk semua pelajaran yang telah ia
dapatkan.

Daftar Acuan

Gattegno, Caleb. 1972. Teaching Foreign Langunge in Schools: The Silent Way.
NewYork: Educational Solutions.
Curran, C.A. 1976. Counseling Learning in Second Langunge. Apple Rivers,
III: Apple River Press.
Moskowitz, G. 1978. Caring and Sharing in the Foreign Language Class: A
Sourcebook on Humanistic Techniques. Rowley, Mass.: Newbury
House.
Medgyes, P. 1986. Queries from a communicative teacher. English
Language Teaching Journal 40/2.
Stevick, E. 1990. Humanism in Language Teaching. Oxford University Press.
Sumardi, M. 1992. Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan
Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Williams, M., & Burden, R. L. (1997). Psychology for language teachers: A
social constructivist approach. Cambridge: Cambridge University
Press.

Anda mungkin juga menyukai