I. IDENTITAS BUKU
Gaung Moluku Kie Raha, merupakan sebuah buku yang berisikan kumpulan
cerita tentang Provinsi Maluku Utara, yang dikemas dalam bentuk puisi esai hasil
karya Alyn Wulandary, dkk (2018). Sentuhan Dani Fadriyana dan Priyo Sudarto
dalam mendesain buku ini sangat inspiratif dan kreatif dengan menampilkan burung
bidadari sebagai ikon Provinsi Maluku Utara, pada sampul depan buku. Identitas lain
yang ditampilkan dalam buku ini adalah pantai dan perahu, yang menandakan
bahwa Provinsi Maluku Utara merupakan daerah maritim. Para penulis berasal dari
berbagai latar belakang berbeda yang meliputi, akademisi, praktisi, dan mahasiswa.
Dengan demikian, setiap puisi esai memiliki warna tersendiri berdasarkan latar
belakang dan wawasan serta pengalaman yang dimiliki.
Buku puisi esai Gaung Moluku Kie Raha, sangat direkomendasikan untuk
dibaca oleh seluruh kalangan, khususnya masyarakat Maluku Utara. Hal ini
dikarenakan buku Gaung Moluku Kie Raha merupakan salah satu buku antologi
puisi esai yang mengupas kisah tentang beberapa kisah masa lampau di Provinsi
Maluku Utara yang meliputi kisah tentang Nuku, Putra Tidore (karya, Alyn
Wulandary); Merajut Merah Putih (karya, Ebin Eyzer Danius); Merah Darah Maluku
Utara (karya, Evi Rianty Dias); Elegi Lelaki Sofifi (karya, Indra Bagus Susila); Sang
Buron Jelita (karya, Reza Fajar Bagus Putra Pattikupa); Impian Masa Kecil Kuabang
(karya, Ricardo Freedom Nanuru).
Kisah Merah Darah Maluku Utara, mengungkap tragedy yang terjadi akibat
ekploitasi lahan oleh perusahan tambang emas asing, yang terkesan mengabaikan
dampak lingkungan dan diskriminatif. Kejadian bermula pada saat PT Nusa
Halmahera Minerals (NHM) yang merupakan perusahaan penambangan yang
ditunggangi oleh bangsa asing, menduduki daerah Makian yang terletak di dekat
gunung Kie Besi untuk dijadikan lahan pertambangan emas. Namun dalam
perjalanannya, perusahaan tersebut (NHM red.) mengabaikan dampak limbah hasil
pengolahan tambang terhadap lingkungan sekitar, sehingga mengakibatkan
pencemaran lingkungan. Disamping itu pula, perekrutan karyawan yang berasal dari
warga sekitar tidak diakomodir dengan baik, sehingga menimbulkan kecemburuan
social pada warga setempat. Dampak ini diwujudkan dengan pergerakan warga yang
melakukan perlawanan kepada pihak NHM. Namun apa daya, perlawanan warga
mental begitu saja. Pemerintah daerah dalam hal ini sebagai pelindung masyarakat,
malah berpihak pada perusahaan asing. Seolah-olah, mata dan hati mereka (pemda
red.) tertutup oleh tumpukan rupiah dan dollar yang disuguhkan oleh PT NHM. Tidak
sampai disitu, intimidasi dan kesewenangan datang dari pihak kesultanan ternate
dengan ‘pasukan kuningnya’ yang ditugaskan untuk mengamankan perusahaan
asing tersebut. Ironis memang, tapi apa mau dikata, harta duniawi melebihi
segalanya. Kesewenangan, intimidasi dan penganiayaan terjadi begitu saja bagaikan
seonggok daging yang tak memiliki arti sama sekali.
Cerita klasik terkait otorisasi birokrasi kembali terkuak lewat judul Elegi
Lelaki Sofifi. Dalam puisi esai ini, penulis mengisahkan tentang sisi kemanusiaan
yang tersisihkan akibat penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah provinsi
Maluku Utara di daerah Sofifi, dalam rangka pembuatan taman dan lahan terbuka
hijau (RTH). Sebut saja namanya adalah Djakaria seorang perantau yang mengalami
penggusuran tersebut. Kisah memilukan yang dialami Djakaria disebabkan oleh tidak
adanya konpensasi yang diberikan oleh pemerintah provinsi terhadap dirinya,
padahal Djakaria sudah menempati lokasi tersebut semenjak orang tuanya datang
merantau ke Maluku Utara.
Puisi esai berjudul Sang Buron Jelita mengisahkan tentang sekelumit kasus
korupsi yang terjadi di Provinsi Maluku Utara yang diperankan oleh seorang wanita
cantik mantan pejabat yang ternyata ayahnya juga seorang pejabat tinggi di daerah
tersebut. Hal menarik lainnya dalam puisi esai ini adalah ternyata ayah dari wanita
cantik tersebut seorang koruptor juga. Sehingga alur ceritra di dalamnya
mengisahkan tentang seorang anak dan ayah yang mengisi Daftar Pencarian Orang
(DPO).
Puisi esai ke enam yang berjudul Impian Masa Kecil Kuabang, mengisahkan
tentang seorang tokoh masyarakat Kao yang juga adalah seorang pejuang lingkungan
yang dengan gigih memerangi pencemaran lingkungan di Maluku Utara, khususnya
di daerah Teluk Kao Halmahera Utara. Beliau bernama Kuabang. Sosok pria
berpendirian teguh yang tetap mempertahankan prinsip hidup, walaupun dalam
perjalanannya mengalami berbagai hambatan, bahkan harus mengurus anak-
anaknya sendiri karena ditinggal oleh istri tercinta, ia tetap berjuang.
B. TANGGAPAN
Puisi esai Moluku Kie Raha merupakan suatu karya sastra yang memadukan
antara realitas dan estetika dalam mengungkap suatu tradisi dan perjalanan hidup
masyarakat Maluku Utara pada masa lampau. Para penulis yang juga sebagai
pemerhati sastra berusaha semaksimal mungkin mengeksplor kisah - kisah masa
lampau yang mulai terlupakan oleh sebagian masyarakat Maluku utara. Usaha
kreatif yang dituangkan dalam buku ini, patut diberikan apresiasi oleh seluruh
kalangan masyarakat, khususnya masyarakat di Provinsi Maluku utara.
Gaya bahasa yang digunakan oleh para penulis juga sangat beragam yang
meliputi gaya bahasa perbandingan, penegasan, sindiran, dan gaya bahasa
pertentangan, dengan tetap memperhatikan aspek kejujuran, kesantunan, dan
keindahan. Antologi puisi esai pada buku berjudul Moluku Kie Raha (Seri Puisi Esai
Indonesia Provinsi Maluku Utara) ini mengisahkan tentang sekelumit kisah yang
terjadi di Provinsi Maluku Utara. Ke enam puisi esay terbagi dalam dua aliran sastra
yaitu aliran determinisme dan realisme. Aliran determinisme diungkapkan melalui
puisi esai yang berjudul Merah darah Maluku Utara, Elegi Lelaki Sofifi, dan Sang
Buron Jelita. Ketiga puisi esai ini mengisahkan nasib buruk yang dialami tokohnya
akibat kekuasaan dan birokrasi yang tidak memihak pada rakyat sehingga
mengakibatkan kecemburuan sosial dan diskriminasi, serta karma yang datang
menghampiri. Aliran berikut yang mewarnani puisi esai ini adalah aliran realisme,
pada puisi esai yang berjudul Nuku, Putra Tidore; Merajut Merah Putih; dan Impian
Masa Kecil Kuabang. Ketiga puisi esai ini mengisahkan tentang realita yang terjadi
pada perjuangan seseorang dalam memperjuangkan kebersamaan dan keutuhan
dalam gejolak yang terjadi. Objektifitas penulisi tergambar dari isi puisi yang secara
gamblang mengungkapkan peristiwa yang terjadi dengan menyandingkan peristiwa-
peristiwa penting dan bersejarah yang mewarnani Provinsi Maluku Utara.
Kelebihan dari buku ini adalah sebagian besar penulis secara langsung
maupun tidak, memiliki hubungan emosional dengan setiap daerah yang menjadi
objek dalam puisi esainya masing-masing, sehingga narasi yang dibangun dalam
puisi esai ini, menghadirkan visualisasi masa lampau yang nyata dalam benak
pembaca. Sebagian besar diksi yang digunakan pula mudah untuk dipamahi oleh
semua kalangan pembaca. Penempatkan momentum atau fenomena yang terdapat
dalam puisi esai ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pembaca, karena seolah-
olah narasi yang dibangun berinteraksi langsung dengan pembaca. Kelemahan dari
buku ini terletak pada clue yang berperan sebagai penjelas dalam setiap istilah-istilah
dan narasi asing atau daerah yang dimunculkan dalam puisi esai ini kurang
diperhatikan oleh sebagian para penulis sehingga terdapat beberapa celah atau
bagian yang menjadi ambigu.
IV. SIMPULAN
Puisi esai merupakan gabungan cerita fiksi dan realitas. Fiksi digunakan
sebagai sarana dalam menyampaikan fakta yang diramu dengan unsur keindahan
sehingga menyentuh hati nurani pembaca. Sedangkan fakta digunakan dalam
mengulas kembali kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi dan disertai oleh
data-data sebagai penunjang. Puisi esai mengemukakan isi batin seseorang atau
tokoh yang dituangkan melalui larik-larik puitis, dengan mengaitkan konteks, data
dan fakta. Hal tersebut tergambar sangat jelas dalam puisi-puisi esai yang terdapat
dalam buku Gaung Moluku Kie Raha, dimana para penulis berusaha menghadirkan
data dan fakta yang terjadi pada waktu silam dalam kemasan sastra. Kepekaan para
penulis dari sisi jurnalistik dan sastra membuat buku Gaung Moluku Kie Raha
menjadi kumpulan dokumentasi masa lalu yang patut diberikan apresiasi yang tinggi,
baik oleh kalangan masyarakat, akademisi, maupun birokrasi.