Anda di halaman 1dari 50

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON

PENUNTUN CLINICAL SKILLS


LABORATORIUM
BLOK BIOMEDIK 2
Penyusun :
Tim CSL Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura

2019

1
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ..................................................................................................................... 1


Daftar Isi ................................................................................................................................... 2
Tata Tertib ................................................................................................................................ 3
Keterampian General Survey dan Antropometri .................................................................. 5
Keterampilan Prosedur Asepsis dan Sarung Tangan Medis ............................................... 15
Keterampilan Pemeriksaan Tanda Vital................................................................................. 34
TATA TERTIB
CLINICAL SKILLS LABORATORY

1. Kegiatan skills lab adalah setiap kegiatan yang melatih keterampilan medis mahasiswa baik
keterampilan diagnostik maupun terapeutik sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
2. Kegiatan skills lab dilakukan minimal dua kali pertemuan (2X50 MENIT) dan dapat
dilakukan repetisi dengan tujuan agar mahasiswa terampil dalam melakukan setiap
keterampilan sesuai level kompetensi dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
3. Kegiatan skills lab dilakukan di ruangan skills lab oleh beberapa kelompok mahasiswa yang
terdiri dari 12-14 orang dibimbing oleh 1-2 instruktur dosen
4. Mahasiswa diharapkan mempelajari penuntun skills lab sebelum mengikuti kegiatan skills
lab sesuai dengan jenis keterampilan yang akan dilatih.
5. Mahasiswa wajib mengenakan pakaian skills lab warna putih dilengkapi tanda pengenaldan
membawa buku penuntun serta kartu kontrol setiap mengikuti kegiatan skills lab.
6. Alat dan bahan yang menunjang kegiatan skills lab disediakan oleh tim skills lab.
Mahasiswa dapat diminta untuk menyediakan alat dan bahan terutama yang bersifat
disposable jika diperlukan.
7. Mahasiswa dapat membawa sendiri alat dan bahan milik pribadi sesuai keterampilan yang
akan dilatih dan bertanggung jawab terhadap alat dan bahan tersebut.
8. Mahasiswa diwajibkan hadir tepat waktu setiap mengikuti kegiatan skills lab.
9. Tidak diperkenankan mengikuti kegiatan skills lab bagi mahasiswa yang terlambat 10 menit
atau lebih
10. Mahasiswa diwajibkan mengikuti pretest sebelum mengikuti kegiatan skills lab.
11. Kegiatan skills lab berupa pengantar dan peragaan oleh instruktur dilanjutkan dengan
peragaan oleh mahasiswa dan tanya jawab
12. Repetisi kegiatan skills lab dapat dilakukan minimal satu kali sesuai jadawal yang telah
ditentukan.
13. Setiap mahasiswa diharapkan memperagakan setiap keterampilan minimal satu kali
14. Kartu kontrol merupakan pengawasan terhadap keterampilan mahasiswa dan sebagai
persayaratan mengikuti ujian skills lab
15. Kartu kontrol ditandatangani oleh instruktur setiap kali kegiatan dan setelah mahasiswa
memperagakan keterampilan dengan baik yang dapat dilakukan saat kegiatan skills lab
atau di luar jadwal kegiatan skills lab sesuai kesepakatan kelompok atau masing-masing
mahasiswa dengan instrukturnya
16. Mahasiswa diwajibkan mengikuti seluruh kegiatan skills lab, kecuali mahasiswa yang
sakit berat, perlu mendapat perawatan di rumah sakit, orang tua mengalami sakit berat,
mengalami kedukaan, atau mengikuti kegiatan di lain dengan menyertakan surat izin.
17. Mahasiswa yang berhalangan hadir dengan alasan yang tertera pada poin di atas
diwajibkan menginformasikan kepada dosen skills lab paling lambat 1x24 jam setelah
berlangsungnya kegiatan skills lab.
18. Mahasiswa dapat mengikuti ujian bila memenuhi syarat kehadiran 100% kecuali dengan
alasan pada poin 16 dan telah melengkapi kartu kontrol.
19. Mahasiswa yang tidak mengikuti ujian skills lab dengan alasan pada poin 16 dapat
mengikuti ujian susulan
20. Mahasiswa yang tidak lulus ujian skills lab, dapat mengikuti remedial skills lab.

Tim Clinical Skils Lab


KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN KEADAAN UMUM ( GENERAL SURVEY )
DAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI

I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan keadaan umum atau general survey merupakan keterampilan yang harus
dimiliki oleh setiap klinisi. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang terus diaplikasikan
oleh setiap klinisi saat berinteraksi dengan pasien. Dengan menguasai keterampilan ini dengan
baik akan sangat membantu klinisi dalam menentukan suatu penyakit dari seorang pasien
bahkan menentukan tatalaksana yang tepat hingga prognoosisnya.

II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan latihan ketrampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
penilaian keadaan umum (general survey) termasuk keadaan sahet/ sakit terhadap pasien.

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan persiapan sebelum pemeriksaan.
b. Melakukan pengamatan langsung terhadap pasien secara umum dan keseluruhan.
c. Melakukan pemeriksaan Indeks Massa Tubuh (IMT).
d. Menyimpulkan status sehat/sakit pasien secara umum.
III. MATERIAL
1. Penuntun pemeriksaan keadaan umum dan antropometri
2. Buku , kertas, pulpen dan/atau pensil
3. Alat dan bahan :
a. Bed periksa pasien.
b. Meja dan kursi periksa.
c. Alkohol 70% atau set cuci tangan + lap.
d. Stetoskop.
e. Kapas alkohol.
f. Microtoise.
g. Timbangan Berat Badan.

IV. TEORI
Pemeriksaan keadaan umum (General Survey) merupakan tindakan
observasi/pengamatan terhadap keseluruhan status kesehatan pasien secara umum.
Pemeriksaan tersebut berupa kesan sakit atau sehat, tingkat kesadaran, espresi wajah, cara
berbicara, aroma tubuh, nafas, personal higien dan reaksi terhadap lingkungan.
Pengamatan dapat dilakukan langsung sejak permulaan berhadapan dengan pasien.
Kemamouan ini dapta terus dilatih oleh seorang klinisi secara mandiri. Kemampuan ini penting
untuk seorang klinisi untuk meningkatkan ketajaman dan sensitivitas dalam menilai sikap,
perilaku bahkan pengetahuan pasien sehingga dapat menemukan perbedaan dari setiap
keadaan pasien yang juga beragam.
Pemeriksaan terhadap keadaan pasien secara umum diikuti dengan pemeriksaan
antropometri. Secara definitif antropometri dinyatakan sebagai suatu studi yang menyangkut
pengukurandimensi tubuh manusia dan aplikasi rancangan yang menyangkut geometri fisik,
massa,kekuatan dan karakteristik tubuh manusia yang berupa bentuk dan ukuran. Pada
praktiknya, pemeriksaan/ pengukuran antropometri mencakup pengukuran tinggi badan, berat
badan, dan menilai postur tubuh seorang pasien. Sehingga dapt diperoleh informasi singkat
mengenai status pertumbuhan, dan gizi pasien.
Keadaan umum dan status antropometri seseorang diperngaruhi banyak hal. Faktor
yang turut berperan, antara lain latar belakang ekonomi, keturunan, pengetahuan, pendidikan,
nutrisi, jenis kelamin, usia, lingkungan dan budaya.
Penting untuk melakukan penilaian keadaan umum pasien secara spontan sejak
pertama kali berinteraksi dengan pasien. Hal-hal yang diamati dapat membantu dalam membuat
hipotesis tentang keadaan kesehatan pasien dan mungkin prognosisnya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan keterampilan ini, adalah:
• Keadaan umum : Kesan sehat/sakit.
Membuat kesimpulan umum berdasar pengamatan selama berinteraksi dengan
pasien. Keadaan umum dapat terbagi atas kesan sehat, kesan sakit ringan (misalnya
pasien masih dapat berjalan, tersenyum, memperhatikan penampilan), kesan sakit
sedang (pasien tampak agak lemah, terganggu dengan keadaan sakitnya, sedikit
meringgis) dan kesan sakit berat (pasien tampak lemah, tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari sendiri (membersihkan diri, menggunakan pakaian, makan dan
minum) .
• Tingkat kesadaran
Kesadaran adalah produk neurofisiologik dimana seorang individu mampu
berorientasi secara wajar terhadap diri sendiri dan lingkungan. Definisi yang lain yaitu
keadaan yang mencerminkan pengintegrasian rangsang aferen dan eferen.
Penilaian tingkat kesadaran dapat dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif. Penilaian tingkat kesadaran secara kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan
suatu standar yang telah ditetapkan, sperti menggunakan skala Glasgow atau yang
dikenal dengan GCS (Glasgow Coma Scale). Kemampuan penilaian tingkat kesadaran
dengan menggunakan skala ini akan dipelajari lebih jauh pada tingkat kompetensi yang
lebih tinggi/ pembelanjaran selanjutnya.

Tabel 1. Glasgow Coma Scale [


Sedangkan tingkat kesadaran kualitatif dapat dinalai berdasarkan klasifikasi berikut ini.

Tabel 2. Tingkat kesadaran kualitatif.


Compos mentis Keadaan sistem sensorik utuh, ada waktu tidur dan sadar penuh
serta aktivitas yang teratur.

Somnolen Keadaan mengantuk dan dapat disebut juga sebagai letargi.


Dapat bangun spontan pada waktunya atau sesudah dirangsang
dengan ringan, tapi kembali tidur setelah stimulasi dihilangkan.
Pasien mampu memberi jawaban verbal dan menangkis
rangsang nyeri.

Stupor Kantuk yang dalam. Pasien terlihat tertidur tapi dapat


dibangunkan dengan rangsang verbal yang kuat, dapat spontan
hanya waktu singkat, sistem sensorik berkabut, dapat mengikuti
beberapa perintah sederhana. Tidak dapat diperoleh jawaban
verbal dari pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang
nyeri masih baik.

Semikoma/ Pasien tidak ada respon dengan rangsang verbal, dengan


soporokomatus rangsang nyeri masih ada gerakan, reflek‐reflek (cornea, pupil
dll) masih baik dan nafas masih adekuat.

Koma Koma adalah suatu keadaan tidak sadar total terhadap diri sendiri
dan lingkungan meskipun distimulasi dengan kuat. Gerakan
spontan negatif, reflek‐reflek negatif, fungsi nafas terganggu atau
negatif. Tidak ada respon sama sekali terhadap rangsang nyeri
yang
bagaimanapun kuatnya.
1. Pemeriksaan Antropometri dengan Penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
Antropometri dapat digunakan untuk berbagai tujuan, tergantung pada indikator antropometri yang
dipilih. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator kondisi atau status gizi. Pengukuran IMT
merupakan cara yang paling murah dan mudah dalam mendeteksi kekurangan atau kelebihan berat
badan seseorang, atau masyarakat di suatu wilayah. Tetapi IMT bukanlah suatu alat diagnostik.
Berdasarkan ketentuan WHO, IMT digunakan untuk menilai kondisi atau status gizi atau kalasifikasi
berat badan untuk dewasa di atas usia 20 tahun. IMT juga dapat digunakan untuk anak dan remaja.
Namun pada anak, IMT yang dihitung akan dibandingkan dnegan Z-score atau percentile.

Berat badan (kg)


Tinggi (m)2

Tabel 3. Indeks Massa Tubuh (IMT) / Body Mass Index (BMI).

2. Penilaian lainnya

Penilaian lain yang dapat dilakukan oleh pemeriksa saat pertama kali berinteraksi dengan pasien
dapat juga meliputi mengamati ada tidaknya tanda stes, menilai tinggi badan dan bentuk tubuh, berat
badan, warna kulit, pakaian dan personal higien, ekspresi wajah, aroma tubuh dan napas, postur, cara
berjalan, aktivitas motorik dann responnya terhadap lingkungan sekitar.

V. DAFTAR TILIK

Keterampilan Pemeriksaan Keadaan Umum (General Survey)


dan Pngukuran Antropometri
No. Prosedur 0 1 2
1. Membina sambung rasa hubungan dokter-pasien
a. Menyapa/memberi salam
b. Melakukan jabat tangan
c. Mempersilahkan duduk
d. Informed consent untuk pemeriksaan antropometri
Menilai keadaan umum (General Survery)

2. Amati dan perhatikan :


a. Keadaan umum
(kesan sehat, sakit ringan, sedang, berat
b. Tingkat kesadaran
(komposmentis, somnolen, stupor, soporokomatus, atau koma)
c. Bentuk tubuh
(Bentuk tubuh kurus, ramping atau pendek gemuk? tegap atau
bungkuk? simetris? Proporsional? Deformitas?)
d. Warna kulit dan lesi
e. Pakaian dan personal higiene
(Cara berpakaian, jenis pakaian berkancing/resleting atau tidak,
kebersihan, sesuai dengan usia dan nilai sosial, alas kaki yang pasien
gunakan, perhiasan yang digunakan, cara menggunakan
perhiasan tersebut, rambut pasien, kuku jari, serta penggunaan
kosmetik)
f. Ekspresi wajah
(perhatikan ekspresi wajah pasien saat diam, saat berbicara, saat
pemeriksaan fisik dan ketika berinteraksi dengan orang lain. Amati
pula kontak matanya)
g. Aroma tubuh dan nafas
h. Postur, cara berjalan dan aktivitas motorik
(perhatikan postur pasien, cara berjalan, cara duduk, apakah
pasien gelisah atau tidak? berapa kali pasien merubah
posisinya? berapa cepat pergerakannya? apakah terdapat
pergerakan yang tidak disadari? apakah ada bagian tubuh yang
tidak dapat digerakkan? Lainnya)
3. Cuci tangan WHO
Pemeriksaan Antropometri
Pengukuran tinggi badan
4. Minta pasien untuk melepaskan alas kaki
5. Atur posisi pasien sehingga berdiri tegak lurus di bawah microtoise
membelakangi dinding dengan kepala tegak dan pandangan lurus ke
depan. Pastikan pasien berdiri tegak, kedua lutut dan tumit rapat, kaki
lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus
menempel pada dinding.
6. Tarik kepala microtoise sampai puncak kepala pasien
7. Baca angka pada jendela baca dan mata pembaca harus sejajar
dengan garis merah.
8. Catat hasil pengukuran
Pengukuran berat badan
9. Pastikan timbangan badan berfungsi baik dan
setel penunjuk pada titik nol.
10. Pastikan tidak ada beban tambahan ditubuh pasien yang
mempengaruhi penimbangan, dengan cara meminta pasien melepas
jaket,
tas, perhiasan, atau barang lainnya.
11. Bimbing pasien untuk naik ke atas timbangan (tengah) dan diam ditempat
sambil kita melihat angka yang ditunjukkan oleh jarum pengukur
tempat penunjuk berhenti (mata vertikal!)
12. Catat hasil pengukuran
13. Persilahkan pasien untuk turun dengan perlahan dari timbangan
14. Cuci tangan WHO
15. Menghitung IMT
Menginformasikan hasil pemeriksaan yang ditemukan kepada pasien dan/atau keluarganya.
16. Menjelaskan tentang kondisi pasien, memberikan edukasi yang sesuai
bila diperlukan, dan membuka peluang untuk pasien bertanya tentang
kondisi kesehatannya, dll.
JUMLAH
JUMLAH TOTAL
OVERALL TL B L

VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Bate’s barbara. Guide to physical examination. Philadelphia: Lippincot.; 2007.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Buku panduan clinical skill laboratory semester 1.
Lampung: Unila; 2016.
3. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Buku manual keterampilan Surakarta: FK UNS;
2018.
4. World Health Organization Regional Office for Europe. Body Mass Index. [online] 2018 [cited 2019
Dec 19] : [5 screens]. Available from: URL: HYPELINK http://www.euro.who.int/en/health-
topics/disease-prevention/nutrition/a-healthy-lifestyle/body-mass-index-bmi .
5. Runde Daniel. Glassgow Coma Scale. [online] 2017 [cited 2019 Dec 19] : [7 screens]. Available from:
URL: HYPERLINK https://www.mdcalc.com/glasgow-coma-scale-score-gcs .
KETERAMPILAN KLINIK
PROSEDUR CUCI TANGAN ASEPSIS
DAN PEMAKAIAN SARUNG TANGAN MEDIS

I. PENDAHULUAN
Cuci tangan (hand hygiene) dan sarung tangan berfungsi untuk melindungi baik tenaga kesehatan
maupun pasien. Prosedur cuci tangan (hand hygiene) seringkali terlupakan oleh tenaga kesehatan saat
hendak melakukan tindakan atau setelah kontak apapun, baik sosial maupun profesional dengan pasien
manapun. Tindakan-tindakan bedah selalu diawasi dengan cuci tangan sebelum menggunakan sarung tangan
untuk menjaga keselamatan pasien maupun tenaga kesehatan dengan meminimalisir penyebaran berbagai
mikroorganisme penyebab infeksi.

II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan latihan ketrampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami teknikk
asepsis, dan mengetahui indikasi serta langkah pemakaian sarung tangan medis.

2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui manfaat teknik asepsis
2. Melakukan semua langkah cuci tangan (hand hygiene) dengan benar saat di luar ruang operasi
3. Melakukan semua langkah cuci tangan (hand hygiene) dengan benar baik saat akan melakukan
tindakan bedah di dalam ruang operasi.
4. Mengetahui 5 moments hand hygiene
5. Mahasiswa dapat memahami dan melakukan prosedur pengguanaan sarung tangan medis non steril
6. Mahasiswa dapat memahami dan melakukan prosedur pemakaian sarung tangan medis steril.

III. MATERIAL
1. Penuntun prosedur cuci tangan asepsis dan penggunaan sarung tangan
2. Buku , kertas, pulpen dan/atau pensil
3. Alat dan bahan:
a. Wastafel dan air mengalir
b. Sabun cair
c. Serbet bersih
d. Serbet bersih sekali pakai
e. Larutan antiseptic atau larutan hand rub
f. Sarung tangan steril ukuran no. 6, 6.5, 7 7.5, dan 8 (sesuai dengan ukuran tangan)
g. Sarung tangan non steril ukuran S, M, atau L (sesuai dengan ukuran tangan)

IV. TEORI
Asepsis adalah prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas kuman. Antiseptik adalah cara
dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas kuman, patogen dan bertujuan mencegah
terjadinya infeksi dengan membunuh kuman patogen. Sumber infeksi diperoleh dari udara, alat atau bahan
bedah, kulit, viseral dan darah. Pemakaian sarung tangan dan konsep suci hama perlengkapan bedah
menghasilkan konsep asepsis.

1. Cuci Tangan (hand hygiene)


Prinsip cuci tangan (hand hygiene) adalah memebersihkan bagian tangan, biasanya dengan teknik
Fuerbringer, mulai dari ujung jari dan kuku, sela jari, punggung dan telapak tangan, pergelangan tangan
hingga siku atau setengah bagian lengan bawah dengan sabun dan dibilas dengan air mengalir kemudia
bagian tangan yang telah dicuci dijaga agar tidak terkontaminasi atau bersentuhan dengan apapun termasuk
tutup keran.
a. Teknik cuci tangan (hand hygiene) di luar ruang operasi
Pelaksanaan cuci tangan (hand hygiene) harus memenuhi 2 hal, yaitu tepat waktu dan tepat
cara. Berdasarkan guideline dari WHO tahun 2009 mengenai cuci tangan (hand hygiene), terdapat 5
saat/waktu harus mencuci tangan dan 6 langkah tepat untuk mencuci tangan baik menggunakan
larutan antiseptik atau hand rub maupun menggunak sabun dan air megalir, seperti pada bagan di
bawah ini.
Gambar 1. Lima saat mencuci tangan (five moments hand hygiene).
Gambar 2. Langkah mencuci tangan menggunakan larutan antiseptik berbasis alcohol.
Gambar 3. Langkah mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir.

b. Teknik cuci tangan (hand hygiene) di dalam ruang operasi (sebelum pembedahan)
Proses cuci tangan (hand hygiene) sebelum pemebedahan bertujuan untuk menghilangkan
sementara dan mengurangi flora normal yang bersifat menetap (resident). Prosedur ini juga akan
menghambat pertumbuhan bakteri di bawah sarung tangan. Sebagian besar pedoman melarang
penggunaan perhiasan atau jam tangan oleh tim bedah, kuku yang panjang karena berisiko sumber
bakteri (dikaitkan dengan perubahan flora normal dan menghambat proses kebersihan tangan).
Cuci tangan sebelum pembedahan di dalam ruang operasi dapat dilakukan dengan sabun
dan air mengalir ataupun dengan hand rub. Produk yang paling umum digunakan untuk antisepsis
tangan bedah adalah sabun chlorhexidine atau povidone-iodine.
Terdapat perbedaan pendapat pada beberapa literature dalam penggunaan sikat. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa penggunaan sikat tidak menambah efek antimikroba dibanding tanpa
sikat. Sikat dapat memberi manfaat pada tangan yang terlihat kotor sebelum memasuki ruang operasi.
Handuk kain steril sering digunakan di dalam ruang operasi untuk mengeringkan tangan setelah cuci
tangan.
Gambar 4. Langkah mencuci tangan pra-bedah.
Gambar 5. (Lanjutan) Langkah mencuci tangan pra-bedah.
2. Sarung Tangan Medis
Sarung tangan medis terbagi menjadi sarung tangan non-steril dan sarung tangan steril.
Penggunaannya biasanya disesuaikan dengan indikasi tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga medis
tersebut, begitu pula dengan indikasi melepas sarung tangan.
• Indikasi memakai sarung tangan
✓ Sebelum kondisi steril.
✓ Antisipasi kontak dengan darah atau cairan tubuh lain, baik dalam kondisi steril
maupun tidak, mencakup kontak pada membran mukosa dan kulit terbuka.
✓ Kontak dengan pasien (dan área sekelilingnya) selama tindakan pencegahan kontak
• Indikasi melepas sarung tangan
✓ Segera setelah sarung tangan rusak (dicurigai adanya sobekan sekecil apapun)
✓ Setelah selesai kontak dengan darah, cairan tubuh, kulit terbuka dan membran mukosa.
✓ Setelah selesai kontak dengan pasien dan/atau sekelilingnya, atau bagian tubuh
yang terkontaminasi pada pasien.
✓ Jika ada indikasi untuk sanitasi tangan.

Adapun kondisi yang tidak diindikasikan untuk menggunakan sarung tangan medis (kecuali adanya
tindakan pencegahan kontak), yaitu:
• Paparan dengan pasien langsung, seperti mengukur tanda-tanda vital; melakukan penyuntikan
subkutan dan intramuskular; memandikan dan memakaikan pakaian pasien; memindahkan pasien;
perawatan mata dan telinga (tanpa sekret); semua tindakan memperbaiki jalur vaskular tanpa adanya
kebocoran darah.
• Paparan dengan pasien tidak lansung, seperti menggunakan telepon; menulis di status pasien
memberikan obat oral; menyentuh nampan makan pasien; mengganti linen pasien; memasang
peralatan ventilasi non-invasif dan kanula oksigen; memindahkan perabotan pasien.

a. Sarung tangan non-steril


• Adanya potensi sentuhan dengan darah, cairan tubuh, sekret dan ekskret dan benda- benda yang
terlihat terkontaminasi oleh cairan tubuh.
- Paparan pasien langsung, seperti kontak dengan darah, cairan tubuh, membran mukosa dan
kulit terbuka; potensi organisme infeksius dan berbahaya; situasi epidemi atau gawat darurat;
memasang dan melepas saluran intravena; menarik darah; pemeriksaan pelvis dan vaginal;
penyedotan sistem terbuka saluran endotrakeal.
- Paparan pasien tidak langsung, seperti mengosongkan bak muntah; menangani atau mencuci
alat-alat medis, menangani sampah medis; membersihkan tumpahan cairan tubuh.
Langkah-langkah penggunaan sarung tangan non-steril dapat dilihat pada Gambar 6.

b. Sarung tangan steril


• Semua prosedur bedah dan yang membutuhkan kondisi steril
• Melakukan pemasangan akses dan prosedur vaskular
• Tindakan radiologi invasive/ tindakan pemberian terapi kemoterapi
• Persalinan vaginal
Langkah-langkah penggunaan sarung tangan non-steril dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

Perlu untuk diketahui bagian-bagian yang steril dan tidak steril sehingga tidak tercampur antara
keduanya. Bagian yang tidak steril hanya bersentuhan dengan yang tidak steril. Begitu pula sebaliknya.
Sama halnya dengan memakai sarung tangan steril. Bagian dalam sarung tangan adalah bagian yang
akan bersentuhan dengan kulit tangan sedangkan bagian luar adalah bagian yang tetap steril sehingga perlu
dijaga sterilisasinya dengan tidak menyentuh bagian luar sarung tangan. Lipatan pada bagian pergelangan
sarung tangan berfungsi memaparkan sisi yang dapat disentuh oleh tangan sehingga sarung pertama dapat
diangkat dan dipasang. Saat telah memakai kedua sarung tangan, tangan harus dijaga sterilitasnya dengan
memposisikan tangan di depan dada agar tidak menyentuh bagian tubuh dan benda-benda sekitar.
1 5

Gambar 6. Langkah penggunaan sarung tangan non-steril.


Gambar 7. Langkah pemakaian sarung tangan steril.
Gambar 8. Langkah melepas sarung tangan steril.

V. DAFTAR TILIK

1. Keterampilan Mencuci Tangan (Hand Hygiene) di Luar Ruang Operasi

dengan Larutan Antiseptik (Hand Rub)

No Prosedur 0 1 2
Melepaskan semua perhiasan (cincin, arloji, gelang dan perhiasan lainnya) dari jari
1
tangan dan pergelangantangan.
2 Menggulung lengan baju sampai sebatas siku atau lebih.

3 Ambil alkohol pada kedua tangan dengan telapak tangan membentuk kantong.

4 Meratakan alkohol ke seluruh telapak tangan.


Menggosok punggung tangan kanan dengan telapak tangan kiri, jari menggosok
5
sela-sela jari, dilakukan sama untuk punggung tangan kiri
Menggosong telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri, jari menggosok sela-
6
sela jari
Menggosok bagian belakang jari-jari dengan telapak tangan yang berlawanan, posisi
7
saling mengunci.

8 Menggosok ibu jari dengan arah rotasi menggunakan tangan yang berlawanan

9 Menggosok ke-empat jari dengan arah rotasi pada telapak tangan yang berlawanan

10 Biarkan tangan kering di udara


JUMLAH
JUMLAH TOTAL
OVERALL TL B L

2. Keterampilan Mencuci Tangan (Hand Hygiene) di Luar Ruang Operasi

dengan Sabun dan Air Mengalir

No Prosedur 0 1 2
Melepaskan semua perhiasan (cincin, arloji, gelang dan perhiasan lainnya) dari jari
1 tangan, pergelangantangan, siapkan sabun dan tissue atau handuk sekali pakai,
pastikan air dapat mengalir.

2 Menggulung lengan baju sampai sebatas siku atau lebih.

Membasahi tangan dan lengan sampai pergelangan tangan dan menuang sabun
3
secukupnya.
4 Meratakan sabun ke seluruh telapak tangan.
Menggosok punggung tangan kanan dengan telapak tangan kiri, jari menggosok
5
sela-sela jari, dilakukan sama untuk punggung tangan kiri

6 Menggosong telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri, jari menggosok sela-
sela jari

Menggosok bagian belakang jari-jari dengan telapak tangan yang berlawanan, posisi
7
saling mengunci.

8 Menggosok ibu jari dengan arah rotasi menggunakan tangan yang berlawanan

9 Menggosok ke-empat jari dengan arah rotasi pada telapak tangan yang berlawanan

10 Membilas tangan dengan air mengalir


11 Mengeringkan tangan dengan tissue bersih atau handuk sekali pakai
12 Menutup kran air dengan menggunakan tissue atau handuk
JUMLAH
JUMLAH TOTAL
OVERALL TL B L

3. Keterampilan Mencuci Tangan (Hand Hygiene) di Ruang Operasi

No Prosedur 0 1 2
Melepaskan semua perhiasan (cincin, arloji, gelang dan perhiasan lainnya) dari jari
1 tangan, pergelangantangan, siapkan sabun dan tissue atau handuk sekali pakai,
pastikan air dapat mengalir.

2 Menggulung lengan baju sampai sebatas siku atau lebih.

3 Buka keran dan basahi tangan dengan air mengalir

4 Ambil sikat/spon dan sabun desinfektan (misalnya savlon)

5 Memposisikan tangan lebih tinggi dari siku

6 Menggosok kuku dan menggosok jari tangan kanan

7 Menggosok sela jari tangan kanan

8 Menggosok punggung dan telapak tangan kanan

9 Menggosok pergelangan tangan sampai siku tangan kanan

Membersihkan bagian tangan kiri secara sistematis seperti pada tangan kanan dari
10 kuku, jari, sela jari, punggung tangan, telapak, pergelangan, lengan bawah hinggah
siku
11 Menutup keran dengan siku
Mengeringkan tangan dengan serbet bersih. Sisi yang satu untuk tangan kanan, sisi
12 yang lainnya untuk tangan kiri pada bagian yang masih kering. Dari ujung jari hingga
ke arah siku tangan kanan, lanjutkan ke tangan kiri. Buang serbet.

JUMLAH
JUMLAH TOTAL
OVERALL TL B L

4. Keterampilan Teknik Menggunakan Sarung Tangan Non-Steril

No Prosedur 0 1 2
Perhatikan! Bila ada indikasi hand hygiene sebelum kontak, maka lakukanlah cuci
1 tangan sebelum menggunkan sarung tangan dengan sabun dan air mengalir atau
larutan antiseptic berbsis alkohol.

Memakasi Sarung Tangan Non-Steril

2 Keluarkan sarung tangan dari kotaknya

3 Sentuh sedikit saja area sarung tangan pada daerah pergelangan (pada ujung atas
manset)
4
Pasanglah sarung tangan pertama
Ambil sarung tangan kedua dengan tangan yang belum memakai sarung tangan,
5 sentuh sedikit saja area sarung tangan pada daerah pergelangan (pada ujung atas
manset)

Untuk menghindari tersentuhnya kulit lengan bawah oleh tangan yang telah
terpasang sarung tangan, lipatlah permukaan luar sarung tangan yang akan dipakai,
6 menggunakan lipatan jari tangan yang telah menggunakan sarung tangan, lalu
kenakan sarung tangan pada tangan kedua.

Setelah sarung tangan terpasang, hindari bersentuhan dengan selain apa yang
7 diindikasikan atau kondisi yang membutuhkan penggunaan sarung tangan

Melepas Sarung Tangan Non-Steril

Cubitlah sarung tangan pada daerah pergelangan tanpa menyentuh lengan atas, lalu
8 bukalah sarung tangan hingga membalik bagian luar dan dalam sarung tangan

9 Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan tangan yang masih memakai
sarung tangan. Selipkan tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan diantara
lengan bawah dan sarung tangan, lalu lepaskan sarung tangan kedua sampai posisi
melipat menutupi sarung tangan pertama.

10 Buanglah sarung tangan ke tempat sampah medis.

11 Lakukan sanitasi tangan dengan sabun atau cairan pembersih.


JUMLAH
JUMLAH TOTAL
OVERALL TL B L

5. Keterampilan Teknik Menggunakan Sarung Tangan Steril

No Prosedur 0 1 2
Perhatikan! Lakukanlah cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau larutan
1
antiseptik berbsis alkohol.
Pastikan integritas kemasan. Buka kemasan luar non-steril tanpa menyentuh
2
kemasan steril di dalamnya.

Memakai Sarung Tangan Steril

Letakkan kemasan dalam yang steril pada permukaan rata yang bersih dan kering,
tanpa menyentuh permukaan kemasan steril. Bukalah kemasan dengan menyentuh
3
ujung kemasan lalu lipat hingga menghadap ke bawah, dan biarkan kemasan
terbuka.
Dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk salah satu tangan, pegang sarung
4
tangan pada bagian ujung yang terlipat.
Masukkan tangan lain ke dalam sarung tangan dengan satu gerakan tunggal, biarkan
5
lipatan sarung tangan pada daerah pergelangan tangan.
Ambil sarung tangan kedua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan yang telah
6
menggunakan sarung tangan ke dalam lipatan manset sarung tangan kedua.
Dengan satu gerakan tunggal, masukkan tangan yang belum memakai sarung tangan
ke sarung tangan kedua dengan menghindari kontak / sentuhan antara tangan yang
7 telah memakai sarung tangan dengan area selain sarung tangan yang akan dipakai
(adanya kontak menyebabkankurangnya asepsis dan membutuhkan penggantian sarung
tangan).
Jika dibutuhkan, setelah kedua sarung tangan terpasang, perbaiki letak sarung tangan
8
pada jari- jari hingga sarung tangan terpasang dengan nyaman.
Bukalah lipatan pada manset dengan menyelipkan jari-jari tangan lain di bawah
lipatan, hindari kontak atau sentuhan dengan permukaan selain permukaan luar
9
sarung tangan (adaya kontak menyebabkan kurangnya asepsis dan membutuhkan
penggantian sarung tangan).

10 Lakukan pada kedua sarung tangan.

Tangan yang telah memakai sarung tangan hanya boleh menyentuh area dan alat-
11
alat yang telah disterilkan serta area tubuh pasien yang telah didisenfeksi.

Melepas Sarung Tangan Steril

Lepaslah sarung tangan pertama dengan menggunakan tangan lainnya. Buka


12 dengan cara melipat bagian dalam ke luar sampai daerah sendi jari kedua (jangan
melepas seluruh sarung tangan)
Lepaskan sarung tangan kedua dengan melipat bagian terluarnya menggunakan tangan
13
yang telah terlepas sebagian sarung tangannya.
Lepaslah sarung tangan dengan melipat bagian dalam keluar hingga sarung tangan
14 terbuka seluruhnya. Pastikan tangan hanya bersentuhan dengan bagian dalam sarung
tangan.
15 Buang sarung tangan pada tempat sampah medis
16 Lakukan hand hygiene dengan sabun atau larutan antisepstik berbasis alkohol.
JUMLAH
JUMLAH TOTAL
OVERALL TL B L

VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. Pedoman Tindakan praktis medik dan bedah.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005.
3. Uliyah M, Hidayat AAA. Ketrampilan dasar praktik klinik kebidanan. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika; 2006.
4. World Health Organization. Aseptic thchnique [online] 2008 [cited 2019 Dec 19] : [10 screens].
Available from: URL: HYPELINK http://www.euro.who.int/en/health-topics/disease-
prevention/nutrition/a-healthy-lifestyle/body-mass-index-bmi .
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Buku manual keterampilan Surakarta: FK UNS;
2018.
6. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Keterampilan sanitasi tangan dan penggunaan sarung
tangan. Makassar: FK UNHAS; 2018.
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN TANDA VITAL

I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan tanda vital mencakup beberapa jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan suhu tubuh,
denyut nadi, pernapasan dan pemeriksaan tekanan darah.

II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan latihan ketrampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan melakukan
prosedur pemeriksaan tanda-tanda vital dengan benar.

2. Tujuan Khusus
1. Memeriksa tekanan darah
2. Memeriksa kualitas dan kuantitas denyut nadi radialis dan brachialis
3. Memeriksa kualitas dan kuantitas pernapasan
4. Memeriksa suhu tubuh pada oral, axila dan rectum
5. Menilai perfusi perifer atau akral
6. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu.

III. MATERIAL
1. Penuntun belajar pemeriksaan tanda vital
2. Kertas, pensil, pulpen, dan kartu control
3. Alat dan bahan:
a. Stetoskop
b. Sphygmomanometer
c. Termometer aksila
d. Stopwatch/ jam analog
IV. TEORI
1. TEKANAN DARAH

Dalam melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, lakukanlah pemeriksaan tekanan darah atau pulsasi
nadi terlebih dahulu. Jika tedapat tekanan darah yang tinggi, lakukanlah pemeriksaan ulang tekanan darah
setelah melakukan pemeriksaan yang lain.
Metode pemeriksaan tekanan dengan cara klasik adalah dengan menentukan tinggi kolom cairan
yang memproduksi tekanan yang setara dengan tekanan yang diukur. Alat yang mengukur tekanan dengan
metode ini disebut manometer. Alat untuk mengukur tekanan disebut sphygmomanometer, yang mengukur
tekanan darah. Dua tipe tekanan gauge dipergunakan dalam sphygmomanometer. Pada manometer merkuri,
tekanan diindikasikan dengan tinggi kolom merkuri dalam tabung kaca. Pada manometer aneroid, tekanan
mengubah bentuk tabung fleksibel tertutup, yang mengakibatkan jarum bergerak ke angka.

Gambar 1. Manomater merkuri dan manometer aneroid.


Gambar 2. Prinsip pemeriksaan tekanan darah.

Tekanan darah diukur menggunakan sebuah manometer berisi merkuri air raksa. Alat itu dikaitkan
pada kantong tertutup yang dibalutkan mengelilingi lengan atas (bladder &cuff). Tekanan udara dalam
kantong pertama dinaikkan cukup di atas tekanan darah sistolik dengan pemompaan udara ke dalamnya. Ini
memutuskan aliran arteri brakhial dalam lengan atas, memutuskan aliran darah ke dalam arteri lengan bawah.
Kemudian, udara dilepaskan secara perlahan-lahan dari kantong selagi stetoskop digunakan untuk
mendengarkan kembalinya denyut dalam lengan bawah. Prinsip ini juga berlaku untuk pemeriksaan tekanan
darah dengan manometer aneroid.

Perlu diketahui jenis tekanan darah untuk diinterpretasikan dalam pemeriksaan tekanan darah, yaitu:
1. Tekanan darah sistolik
Tekanan darah sistolik yaitu tekanan maksimum dinding arteri pada saat kontraksi ventrikel kiri.
2. Tekanan darah diastolik
Tekanan darah diastolik yaitu tekanan minimum dinding arteri pada saat relaksasi ventrikel kiri.
3. Tekanan arteri atau tekanan nadi.
Tekanan nadi yaitu selisih antara tekanan sistolik dan diastolik.

Pengukuran tekanan darah merupakan gambaran resistensi pembuluh darah, cardiac output, status
sirkulasi dan keseimbangan cairan. Tekanan darah dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :aktifitas fisik,
status emosional, nyeri, demam atau pengaruh kopi dan tembakau.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah adalah:
1. Sphymomanometer (blood pressure cuff)
Sphygmomanometer adalah alat yang digunakan untuk pengukuran tekanan darah, yang terdiri dari
cuff, bladder dan alat ukur air raksa. Dalam melakukan pemeriksaan ini harus diperhatikan :
- Lebar dari bladder kira-kira 40 % lingkar lengan atas (12 - 14 cm pada dewasa).
- Panjang bladder kira-kira 80 % lingkar lengan atas.
- Sphygmomanometer baik merkuri maupun aneroid harus dikalibrasi secara rutin.

Gambar 3. Bagian manometer merkuri.


Gambar 4. Bagian manometer aneroid.

2. Pasien
Perlu diperhatikan hal-hal terkait pasien dan cara memperisiapkan pasien tersebut sebelum memulai
melakukan prosedur pemeriksaan tekanan darah, antara lain:
- Idealnya, minta pasien Anda untuk tidak merokok atau meminum minuman berkafein 30 menit sebelum
pemeriksaan.
- Minta pasien anda untuk beristirahat 5 menit sebelum pemeriksaan.
- Lakukan pemeriksaan pada ruang pemeriksaan yang sunyi dan nyaman.
- Pastikan lengan yang akan dilakukan pemeriksaan terbebas dari pakaian, tidak ada fistula, scar atau
tanda lymphedema.
- Palpasi arteri brachial untuk memastikan terdapat pulsasinyacukup
- Posisikan lengan pasien sedemikian rupa sehingga arteri brachial (pada sudut antecubital) sejajar dengan
tinggi jantung atau pada interspace/intercosta ke- 4.
- Pemeriksaan tekanan darah bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk, maupun berdiri
tergantung dari tujuan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh posisi pasien.
- Posisikan lengan sedemikian sehingga arteri brachialis kurang lebih pada level setinggi jantung.
- Jika pasien duduk, letakkan lengan pada meja sedikit diatas pinggangdan kedua kaki menapak di
lantai.
- Apabila menggunakan tensimeter air raksa, usahakan agar posisi manometer selalu vertikal, dan
pada waktu membaca hasilnya, mata harus berada segaris horisontal dengan level air raksa.
- Pengulangan pengukuran dilakukan beberapa menit setelah pengukuran pertama.

Gambar 5. Posisi pasien, pemeriksa dan alat pengukur takanan darah.

Pengukuran Tekanan Darah


Tekanan sistolik, ditentukan berdasarkan bunyi Korotkoff 1, sedangkan diastolik pada Korotkoff 5.
Pada saat cuff dinaikkan tekanannya, selama manset menekan lengan dengan sedikit sekali tekanan
sehingga arteri tetap terdistensi dengan darah, tidak ada bunyi yang terdengar melalui stetoskop. Kemudian
tekanan dalam cuff dikurangi secara perlahan. Begitu tekanan dalam cuff turun di bawah tekanan sistolik,
akan ada darah yang mengalir melalui arteri yang terletak di bawah cuff selama puncak tekanan sistolik dan
kita mulai mendengar bunyi berdetak dalam arteri yang sinkron dengan denyut jantung. Bunyi-bunyi pada
setiap denyutan tersebut disebut bunyi korotkoff. Ada 5 fase bunyi korotkoff :

Tabel 1. Bunyi Korotfoff.


Bunyi Korotkoff Deskripsi
Bunyi pertama yang terdengar setelah tekanan cuff diturunkan
1 perlahan. Begitu bunyi ini terdengar, nilai tekanan yang
ditunjukkan pada manometer dinilai sebagai tekanan sistolik.
2 Perubahan kualitas bunyi menjadi bunyi berdesir
3 Bunyi semakin jelas dan keras
4 Bunyi menjadi meredam
Bunyi menghilang seluruhnya setelah tekanan dalam cuff turun
5 lagi sebanyak 5-6 mmHg. Nilai tekanan yang ditunjukkan
manometer pada fase ini dinilai sebagai tekanan diastolik

Terdapat dua prosedur pengukuran tekanan darah, yaitu:


1. Palpatoir
- Siapkan tensimeter dan stetoskop.
- Posisi pasien boleh berbaring, duduk atau berdiri tergantung tujuan pemeriksaan
- Lengan dalam keadaan bebas dan rileks, bebas dari pakaian.
- Pasang bladder sedemikian rupa sehinggamelingkari bagian tengah lengan atas dengan rapi, tidak
terlalu ketat atau terlalu longgar. Bagian bladder yang paling bawah berada 2 cm/ 2 jari diatas fossa
cubiti. Posisikan lengan sehingga membentuk sedikit sudut (fleksi) pada siku.
- Carilah arteri brachialis/arteri radialis, biasanya terletak di sebelah medial tendo muskulus biceps
brachii.
- Untuk menentukan seberapa besar menaikkan tekanan pada cuff, perkirakan tekanan sistolik
palpatoir dengan meraba arteri brachialis/arteri radialis dengan satu jari tangan sambil menaikkan
tekanan pada cuff sampai nadi menjadi tak teraba, kemudian tambahkan
- 30 mmHg dari angka tersebut. Hal ini bertujuan untuk menghindari ketidaknyamanan pasien dan
untuk menghindari auscultatory gap. Setelah menaikkan tekanan cuff 30 mmHg tadi, longgarkan cuff
sampai teraba denyutan arteri brachialis (tekanan sistolik palpatoir). Kemudian kendorkan tekanan
secara komplit (deflate).
- Hasil pemeriksaan tekanan darah secara palpatoir akan didapatkan tekanan darah sistolik dan tidak
bisa untuk mengukur tekanan darah diastolik.

2. Auskultatoir
- Pastikan membran stetoskop terdengar suara saat diketuk dengan jari.
- Letakkan membran stetoskop pada fossa cubiti tepat di atas arteri brachialis.
- Naikkan tekanan dalam bladder dengan memompa bulb sampai tekanan sistolik palpatoir ditambah
30 mmHg.
- Turunkan tekanan perlahan, ± 2-3 mmHg/detik.
- Dengarkan menggunakan stetoskop dan catat dimana bunyi Korotkoff I terdengar pertama kali. Ini
merupakan hasil tekanan darah sistolik.
- Terus turunkan tekanan bladder sampai bunyi Korotkoff V (bunyi terakhir terdengar). Ini merupakan
hasil tekanan darah diastolik.
- Untuk validitas pemeriksaan tekanan darah minimal diulang 3 kali. Hasilnya diambil rata- rata dari
hasil pemeriksaan tersebut.

Interpretasi Pemeriksaan Tekanan Darah


Hasil pemeriksaan tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan The Joint National Committe VII (JNC-
VII). Berikut adalah klasifikasi tersebut.

Tabel 2. Penilaian tekanan darah berdasarkan The Joint National Committe VII (JNC-VII)
Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Klasifikasi Tekanan Darah
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 atau <80
Pre-Hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stage 2 >160 atau >100
2.DENYUT NADI

a. Prosedur pemeriksaan nadi/arteri radialis :


• Penderita dapat dalam posisi duduk atau berbaring. Lengan dalam posisi bebas dan rileks.
• Periksalah denyut arteri radialis di pergelangan tangan dengan cara meletakkan jari telunjuk dan
jari tengah atau 3 jari (jari telunjuk, tengah dan manis) di atas arteri radialis dan sedikit ditekan
sampai teraba pulsasi yang kuat.
• Penilaian nadi/arteri meliputi: frekuensi (jumlah) per menit, irama (teratur atau tidaknya),
pengisian, dan dibandingkan antara arteri radialis kanan dan kiri .
• Bila iramanya teratur dan frekuensi nadinya terlihat normal dapat dilakukan hitungan selama 15
detik kemudian dikalikan 4, tetapi bila iramanya tidak teratur atau denyut nadinya terlalu lemah,
terlalu pelan atau terlalu cepat, dihitung sampai 60 detik.
• Apabila iramanya tidak teratur (irregular) harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan auskultasi
jantung (cardiac auscultation) pada apeks jantung.

Gambar 7. Pemeriksaan nadi arteri radialis

b. Pemeriksaan nadi/arteri karotis


Perabaan nadi dapat memberikan gambaran tentang aktivitas pompa jantung maupun
keadaan pembuluh itu sendiri. Kadang-kadang nadi lebih jelas jika diraba pada pembuluh yang lebih
besar, misalnya arteri karotis.
Catatan : pada pemeriksaan nadi/arteri karotis kanan dan kiri tidak boleh bersamaan.
Gambar 8. Pemeriksaan nadi (arteri karotis)

c. Pemeriksaan nadi/arteri ekstremitas lainnya


• Pemeriksaan nadi/arteri brachialis
• Pemeriksaan nadi/arteri femoralis
• Pemeriksaan nadi/ arteri tibialis posterior
• Pemeriksaan nadi/arteri dorsalis pedis
Gambar 8. Pemeriksaan nadi pada ektstremitas lainnya.

Interpretasi Pemeriksaan Denyut Nadi/Arteri


• Frekuensi nadi per menit (Normal pada dewasa : 60-100 kali/menit)
Takikardia bila frekuensi nadi > 100 kali/menit, sedangkan bradikardia bila frekuensi nadi< 60
kali/menit
• Irama nadi: Normal irama teratur
• Pengisian : tidak teraba, lemah, cukup (normal), kuat, sangat kuat
• Kelenturan dinding arteri : elastis dan kaku
• Perbandingan nadi/arteri kanan dan kiri (Normal : nadi kanan dan kiri sama)
• Perbandingan antara frekuensi nadi/arteri dengan frekuensi denyut jantung (Normal: tidak ada
perbedaan).

3.PERNAPASAN

Bernafas adalah pergerakan yang involunter dan volunter yang diatur oleh pusat nafas di batang
otak dan dilakukan dengan bantuan otot-otot pernapasan. Pada waktu inspirasi, diafragma dan otot-otot
interkostalis berkontraksi, memperluas rongga toraks dan memekarkan paru-paru. Dinding dada akan
bergerak ke atas, ke depan dan ke lateral, sedangkan diafragma bergerak ke bawah. Setelah inspirasi
berhenti, paru-paru akan mengkerut, diafragma akan naik secara pasif dan dinding dada akan kembali ke
posisi semula.
Cara pemeriksaan frekuensi pernapasan:
1. Pemeriksaan inspeksi
Perhatikan gerakan nafas pasien secara menyeluruh tanpa pasien mengetahui saat kita menghitung
frekuensi nafasnya.
Pada inspirasi, perhatikan : gerakan iga ke lateral, pelebaran sudut epigastrium, adanya retraksi dinding
dada (supraklavikuler, suprasternal, interkostal, epigastrium), penggunaan otot-otot pernafasan
aksesoria serta penambahan ukuran anteroposterior rongga dada.
Pada ekspirasi, perhatikan : masuknya kembali iga, menyempitnya sudut epigastrium dan pengurangan
diameter anteroposterior rongga dada.
Pasien yang sadar dan merasa diperhatikan irama dan pola nafas dapat berubah, sehingga
menimbulkan kerancuan dalam interpretasi. Dengan demikian, disarankan menghitung frekuensi nafas
dilakukan setelah selesai menghitung nadi ketika jari-jari pemeriksa masih memegang pergelangan
tangan penderita.
2. Pemeriksaan palpasi
Pemeriksa meletakkan telapak tangan untuk merasakan naik turunnya gerakan dinding dada.
3. Pemeriksaan auskultasi :
Menggunakan membran stetoskop diletakkan pada dinding dada di luar lokasi bunyi jantung.
Pemeriksaan ini digunakan sebagai konfirmasi dari inspeksi yang telah dilakukan.

Interpretasi pemeriksaan frekuensi dan irama pernapasan:


1. Frekuensi : Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit dengan inspeksi. Pemeriksa juga dapat
melakukan konfirmasi pemeriksaan dengan cara palpasi atau menggunakan stetoskop. Gerakan naik
(inhalasi) dan turun (ekshalasi) dihitung 1 frekuensi napas. Normalnya frekuensi nafas orang dewasa
sekitar 14 – 20 kali per menit dengan pola nafas yang teratur dan tenang.
2. Irama pernapasan : reguler atau ireguler

4.SUHU TUBUH

Manusia bersifat homeotermis artinya suhu tubuh dipertahankan konstan 37 0C ± 0,50C walau suhu
sekitar berubah-ubah, dengan tujuan agar fungsi organ tubuh tetap bekerja secara optimal. Pusat
pengaturan tubuh berada di hipothalamus. Suhu tubuh dipertahankan konstan oleh hipothalamus dengan
mengatur keseimbangan produksi dan pengeluaran panas.

Gambar 9. Termometer raksa. Gambar 10. Termometer digital.

Pemeriksaan suhu dapat dilakukan di mulut (oral), ketiak (aksila), atau dubur (rectal) dan ditunggu
selama 3–5 menit bila menggunakan termometer raksa.
Prosedur Pengukuran Suhu secara Oral :
1. Termometer raksa tidak lagi direkomendasikan
penggunaannya untuk oral. Termometer digital
perlu dinyalakan sebelum digunakan.
2. Letakkan ujung termometer di bawah salah satu
sisi lidah. Minta pasien untuk menutup mulut dan
bernafas melalui hidung.
3. Tunggu 3-5 menit. Baca suhu pada termometer.
4. Apabila penderita baru minum dingin atau panas,
pemeriksaan harus ditunda selama 10-15 menit
agar suhu minuman tidak mempengaruhi hasil
pengukuran.

Prosedur Pengukuran Suhu secara Aksila :


1. Turunkan air raksa sedemikian sehingga air raksa

pada termometer menunjuk angka 350C atau


dibawahnya. Termometer digital perlu dinyalakan
sebelum digunakan.
2. Letakkan termometer di lipatan aksila. Lipatan
aksila harus dalam keadaan kering. Pastikan
termometer menempel pada kulit dan tidak
terhalang baju pasien.
3. Jepit aksila dengan merapatkan lengan pasien
ke tubuhnya.
4. Tunggu 3-5 menit. Baca suhu pada termometer.
Prosedur Pengukuran Suhu secara Rektal :
1. Pemeriksaan suhu melalui rektum ini biasanya
dilakukan terhadap bayi.
2. Pilihlah termometer dengan ujung bulat, beri
pelumas di ujungnya.
3. Masukkan ujung termometer ke dalam anus
sedalam 3-4 cm.
4. Cabut dan baca setelah 3 menit

Rata-rata suhu normal dengan pengukuran oral adalah 37 0C. Suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral

±0,4 -0,5 0C. Suhu aksila lebih rendah dari suhu oral sekitar 0,5 0C - 1 0C.
VII. DAFTAR TILIK

Prosedur Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital


No Prosedur 0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada pasien.
2 Membersihkan alat (termometer) dengan alkohol
3 Mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN SUHU
4 Mempersiapkan termometer dan mengecek apakah air raksa menunjukkan
angka dibawah 350C.
5 Memasang termometer pada aksila, rectal atau oral.
6 Memasang termometer pada tempat tersebut selama kurang lebih 3-5 menit.
PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH
7 Menyiapkan pasien dalam posisi duduk atau tidur telentang, pemeriksa
berada di samping kanan pasien.
8 Mempersiapkan tensimeter dan memasang manset pada lengan atas pasien.
9 Meraba nadi arteri brachialis/radialis dan memompa tensimeter sampai tidak
teraba denyutan.
10 Menaikkan tekanan tensimeter 30 mmHg diatasnya, dan melonggarkan cuff
sampai teraba kembali denyutan arteri brachialis/radialis (tekanan sistolik
palpatoir).
11 Mengosongkan udara pada manset sampai tekanan 0
12 Memasang membran stetoskop pada fossa cubiti dan memompa bladder
sampai tekanan sistolik palpatoir ditambah 30 mmHg
13 Melonggarkan kunci pompa perlahan-lahan 2-3 mmHg dan menentukan
tekanan sistolik dan diastolik.
14 Melepas manset
PEMERIKSAAN NADI
15 Meraba arteri radialis dengan cara meletakkan 2 jari (jari telunjuk dan
jari tengah) atau 3 jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada
pulsasi
radial dan sedikit ditekan.
16 Menilai frekuensi, irama, pengisian arteri/nadi serta elastisitas dinding arteri
bergantian pada pergelangan tangan kanan dan kiri, kemudian dibandingkan.
PEMERIKSAAN PERNAFASAN
17 Melakukan pemeriksaan pernafasan dengan inspeksi dinding dada atau
palpasi atau auskultasi.
18 Menilai frekuensi pernafasan per menit dan irama pernafasan
19 Membaca hasil, interpretasi dan memberitahukan hasil pemeriksaan vital
sign
pada penderita
20 Mencuci tangan sesudah pemeriksaan
JUMLAH
JUMLAH TOTAL
OVERALL TL B L

VIII. DAFTAR PUSTAKA


1. Bates Barbara. A guide to physical examination and history taking. Philadelphia: JB Lippincont
Company; 2005.
2. Swartz Mark. Text book of pysical diagnosis; history and examination. Philadelphia: WB
Saunders; 2008.
3. DeGowin, deGowin Diagnostic examination. 6th edition. New York: Mc GrawHill Inc; 2000.
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Buku manual keterampilan klinik, basic physical
examination: pemeriksaan tanda vital. Surakarta: FK UNS; 2018.
5. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Buku panduan clinical skill laboratory semester 1.
Lampung: Unila; 2016.

Anda mungkin juga menyukai