Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PBL

R, 2 Oktober 2019

Disusun Oleh :
KELOMPOK XI

Tutor : dr Annastasya E. Ohoiulun

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
2019
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK PENYUSUN

Kelompok XI :
Nama ketua : Soraya Jehan F. Pujaz NIM:2018-83-136
Sekretaris I : Fira Aszahra Rehalat NIM: 2018-38-137
Sekretaris II : Angselo H. Luhukay NIM: 2018-83-138
Anggota : Billy Oliviera Pattiasina NIM: 2016-83-055
Jhon Foster Chirsna Tomasouw NIM: 2016-83-057
Shelby Pramestiari NIM: 2018-83-134
Alfaro Muhammad NIM: 2018-83-135
Ariwita Deli NIM: 2018-83-139
Amalia Putri N. Talaohu NIM: 2018-83-140
Daniella Hana Moniharapon NIM: 2018-83-141
Lafran Urbaningrum Kelian NIM: 2018-83-142
Danu Dewi Kwairumaratu NIM: 2018-83-143
Sulthona Matdoan NIM: 2018-83-144
Boymax Aprilio Waitau NIM: 2018-83-145
Hortensa L. Mukudjey NIM: 2018-83-146
Muhammad Indar Abidin NIM: 2018-83-160

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, laporan PBL ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Laporan ini berisi hasil diskusi kami mengenai yang telah dibahas pada PBL
tutorial 1 dan 2.Dalam penyelesaian laporan ini, banyak pihak yang turut terlibat.
Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ananstasia E. Ohoiulun, selaku tutor yang telah mendampingi kami


selama PBL berlangsung.
2. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat kami seburkan satu per
satu.

Pembuatan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
kritik dansaran yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan laporan
selanjutnya.

Ambon,

Kelompok XI

ii
DAFTAR ISI

Table of Contents
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK PENYUSUN .............................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1. Permasalahan .................................................................................................... 1
1.2. Step I: Identifikasi Kata Sukar dan Kalimat Kunci ...................................... 1
1.2.1. Identifikasi Kata Sukar ............................................................................ 1
1.2.2. Identifikasi Kalimat Kunci ....................................................................... 1
1.3. Step II: Identifikasi Masalah ........................................................................... 1
1.4. Step III: Hipotesis Sementara .......................................................................... 2
1.4.1. ACEI lebih dikatakan baik dalam mencegah resiko penyakit ginjal
dan komplikasi kardiovaskular ............................................................................... 2
1.4.2. Etiologi ....................................................................................................... 2
1.4.3. Kenapa sampai pasien merasa sesak napas, lemas, mual, tampak
pucat dan kedua kaki bengkak, saat mengganti terapi diabetes mellitus tipe 2 . 2
1.4.4. Apa itu diabetes mellitus tipe 2 ................................................................ 2
1.4.5. Organ yang terkait skenario .................................................................... 3
1.4.6. Hubungan pemberian obat dengan sesak napas, lemas, mual, tampak
pucat dan kedua kaki bengkak ................................................................................ 3
1.5. Step IV: Klarifikasi Masalah dan Mind Mapping .......................................... 3
1.5.1. Klarifikasi Masalah................................................................................... 3
1.5.2. Mind Mapping ............................................................................................ 4
1.6. Step V: Learning Objective ............................................................................... 4
1.7. Step VI: Belajar Mandiri ................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................. 30
2.1. Golongan obat antidiabetes dan antihipertensi............................................ 30
2.2. Farmakokinetik dan farmakodinamik obat antidiabets dan antihipertensi.
34
1. Farmakodinamik ......................................................................................... 34

iii
2. Farmakokinetik............................................................................................ 34
a. Absorpsi ........................................................................................................ 35
b. Distribusi....................................................................................................... 35
c. Eliminasi ....................................................................................................... 35
BAB III ................................................................................................................. 46
PENUTUP ............................................................................................................ 46
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Permasalahan
Skenario 3:
Seorang laki-laki dengan obesitas berusia 50 tahun memiliki riwayat diabetes
mellitus tipe 2 dan hipertensi sejak 3 tahun lalu dan menjalani terapi obat
antidiabetes oral golomgan biguanid dan antihipertensi golongan ACE inhibitor.
Dokter memilih obat ACE inhibitor dengan tujuan mencegah resikopenyakit
ginjal kronik dan koplikasi kardiovaskular yang lebuh baik disbanding golongan
Calsium Channel Blocker maupun Beta Blocker. Namun, pasien tidak teratur
kontrol dan menjalani terapi. Dokter memutuskan untuk mengganti pilihan terapi
diabetes mellitus tipe 2. Saat ini pasien mengeluh sesak napas lemas, mual,
tampak pucat dan kedua kaki bengkak. Salah satu terapi tambahan dokter adalah
injeksi furosemid intravena.

1.2.Step I: Identifikasi Kata Sukar dan Kalimat Kunci


1.2.1. Identifikasi Kata Sukar
a. Diabetes mellitus : peningkatan kadar glukosa dalam darah. Diabetes
mellitus ada dua tipe yaitu diabetes mellitus tipe dan diabetes mellitus tipe
2
b. Furosemid : obat golongan neuretik, diugunakan untuk
membuang cairan yang berlebian didalam tubuh melalui urin.
c. Golongan biguanid : obat yang digunakan untuk diabetes mellitus tpie 2
untuk mencegah glukosa didalam hati meningkat sensitivitas tubuh
terhadap insulin dan mengurangi jumlah ula dalam usus.

1
d. Obesitas : kondisi kronis akibat penumpukan lemak yang
sangat tinggi didalam tubuh.
e. Golongan ACEI : untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin
2, bekerja untuk menghambat ACE yang ada di paru dan ginjal.

1.2.2. Identifikasi Kalimat Kunci


a. Seorang laki-laki 50 tahun memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 dan
hipertensi sejak 3 tahun lalu.
b. Menjalani terapi obat antidiabetes oral golongan biguanid dan
antihipertensi golongan ACEI
c. Saat ini pasien mengeluh sesak napas, mual, lemas, tampak pucat dan
kedua kaki bengkak.
d. Salah satu terapi tambahan dokter adalah injeksi furosemid intravena
e. Pasien tidak teratur control dan menjalani terapi.
f. Dokter memutuskan untuk mengganti pilihan terapi diabetes mellitus tipe
2.
g. Dokter memilih obat ACEI dengan tujuan mencegah resiko dan
kardiovaskular.

1.3.Step II: Identifikasi Masalah


a. Kenapa ACEI lebih dikatakan baik dalam mencegah resiko penyakit ginjal
dan komplikasi kardiovaskular?
b. Kenapa sampai pasien merasa sesak napas, lemas, mual, tampak pucat dan
kedua kaki bengkak, saat mengganti terapi diabetes mellitus tipe 2?
c. Jenis-jenis obat antidiabetes oral golongan biguanid dan ACEI?
d. Apa itu diabetes mellitus tipe 2?
e. Hubungan pemberian obat dengan sesak napas, lemas, mual, tampak pucat
dan kedua kaki bengkak ?
f. Kenapa sampai terapi injeksi furosemid intravena ditambahkan oleh
dokter?

1
1.4.Step III: Hipotesis Sementara
1.4.1. ACEI lebih dikatakan baik dalam mencegah resiko penyakit ginjal
dan komplikasi kardiovaskular
ACEI obat obat untuk hipertens. Cara kerjanya ACE di paru-paru untuk
mengubah angiotensin menjdi angiotensin 2. Obat ACE bekerja diawal sebelum
angiotensin 2 dihambat, akan menurunkan tekanan darah sehingga gagal ginjal
kronik.
1.4.2. Etiologi
Peningkatan APC, penurunan EPC/osmotik koloid dan juga obstruksi
limfatik, vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu, albumin menurun akibatnya
darah encer(cairan berpindah dari konsitensi rendah ke tinggi yaitu ke
interstitium) serta 10% ke pembuluh limfe menuju ke ruang interstitiumjika ada
obstruksi. Endotel yang meregang juga dapat mengakibatkan protein plasma
keluar .
1.4.3. Kenapa sampai pasien merasa sesak napas, lemas, mual, tampak
pucat dan kedua kaki bengkak, saat mengganti terapi diabetes
mellitus tipe 2
Obat-0bat ACEI: kaptopril, disenopril, perudropil, enarapril, quinapril
zulasapril, benazopril. Eliminasinya di ginjal. Dan fasinopril eliminasinya di
ginjal dan hati.Golongan obat biguanid: Metformin IR (Inmediate Release) dan
metformin SR (Slow Release)

1.4.4. Apa itu diabetes mellitus tipe 2


Diabetes mellitus tipe 2: kondisi tingginya kadar gula dalam darah.
Foktor resikonya; keluarga, umur, berat badan gaya hidup, pre-diabetes, obat-
obat tertentu. Diabetes mellitus tipe 2 akan muncul ketika gluksa yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk menghasilkan energy dalam darah dan tidak bisa
digunakan oleh sel. Terjadi jika pancreas tidak dapat produksi insulin yang
cukup bagi tubuh atau insulin tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya
sehingga memicu resistensi insulin.

2
Diabetes mellitus tipe 1: akibat rusaknya produksi insulin di pankreas
berkurang. Diabtes mellitus tipe 2: karena resistensi insulin dan tidak dapat
menangkap glukosa dengan baik.

1.4.5. Organ yang terkait skenario


Organ-organ yang mengalami gangguan saat edema.
a. Jantung, gagal jantung akan mengakibatkan aliran balik vena menurun yang
menyebabkan kongesti pembuluhdarah sehingga menyebabkan edema.
b. Ginjal, glomerulus yang mengalami gangguan akan menyebabkan
albumindapat di saring oleh glomerulus sehingga cairan akan keluar terus ke
jaringan interstitial menyebabkan edema.
c. Hati, ketika terjadi pengecilan hati(sirosis), maka paru tidak dapat
mensintesis protein(albumin) sehingga mengakibatkan edema.
d. Paru-paru, gangguan yang terjadi pada paru mengakibatkan gangguan difusi
sehingga pertukaran O2 di darah berkurang.

1.4.6. Hubungan pemberian obat dengan sesak napas, lemas, mual,


tampak pucat dan kedua kaki bengkak
Fungsi furosemid: mengurangi kadar kalsium dalam darah. Dan lebih
banyak bekerja di lengkung henle untuk mengambat reabsorbsi sodium dan klor
yang berakibat pada tekanan air meningkat, magnesium, sodium dan klor.

1.5.Step IV: Klarifikasi Masalah dan Mind Mapping


1.5.1. Klarifikasi Masalah
(Kami tidak menemukan adanya kata sukar pada skenario ini)

3
1.5.2. Mind Mapping

Seorang laki-laki 50 tahun


(obesitas, riwayat diabetes
mellitus dan hipertnsi)

Terapi Tidak teratur


kontrol

Gejala saat ini:

Anti DN diganti Anti HT ACEI  Sesak nafas


 Lemas
 Bengkak
 Mual
 pucat

 Terapi DM diganti
 Injeksi furosemid

1.6.Step V: Learning Objective


1. Mahasiswa mampu menjelaskan golongan obat antidiabetes dan
antihipertensi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan farmakokinetik dan farmakodinamik obat
antidiabets dan antihipertensi.
3. Mahasiswa mampu membandingkan masing- masing golongan obat
antidiabetes sebagai dasar pemilihan terapi.
4. Mahasiswa mampu membandingkan masing- masing golongan obat
antihipertensi sebagai dasar pemilihan terapi.

4
5. Mahasiswa mampu menjelaskan dasar pemilihan terapi yang sesuai
dengan penyakit pasien dan komplikasinya.

1.7.Step VI: Belajar Mandiri


(Hasil belajar akan dipresentasikan dan dibahas pada pertemuan berikutnya
berupa jawaban dari step V)

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Golongan obat antidiabetes dan antihipertensi.

A. Antihipertensi
Obat – obatAntihipertensi
Dikenal 5 kelompok obat ini pertama ( first line drug ) yang lazim
digunakan untuk pengboatana walhipertensi, yaitu :
1. Diuretik.
2. Penyekatreseptor beta adrenergick( B-blocker )
3. Penghambat angiotensin-converting enzyme ( ACE- inhibitor)
4. Penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB)
5. Antagoniskalsium
Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergic (a-blocker) tidak
dimasukan kedalam kelompok obat ini pertama. Sedangkan pada JNC
sebelumnya termasuk lini pertama.

Selain itu dikenal juga tiga kelompok yang dianggap lini kedua yaitu :

1. Penghambat sarafa drenergik


2. Agonisa-2 sentral
3. Vasodilator
1. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan
curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretic
juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek

30
ini di duga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot
polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influx kalsium.

GolonganTiazid
Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain
hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang
memilki gugusaryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon). Obat
golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama(symport)
Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.

Hidroklorotiazid
Hidroklorotiazid (HCT) merupakan prototype golongan tiazid dan
dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang dan
dalam kombinasi dengan berbagai antihipertensi lain. Dalam dosis yang
ekuipoten berbagai golongan tiazid memilki efek samping yang kurang
lebih sama. Perbedaan utama terletak pada masa kerjanya. Golongan tiazid
umunya kurang efektif pada gangguan fungsi ginjal dan pada pemakaian
lama menyebabkan hyperlipidemia (peningkatan klesterol, LDL dan
trigliserida). Efek hipotensi ftiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan
mencapai maksimum setelah 2-4 minggu. Karena itu, peningkatan dosis
tiazid harus dilakukan dengan interval waktu kurangdari 4 minggu.

Indapamid
Memilki kelebihan karena masih efektif pada pasien gangguan fungsi
ginjal, bersifat netral pada metabolism lemak dan efektif meregresi
hipertrofi ventrikel.
Diuretikkuat (LOOP DIURETICS, CEILING DIURETICS)
Diuretik kuat bekerja di ansahenle asenden bagian epitel tebal dengan cara
menghambat kontransport Na+, k+, Cl- dan menghambat reabsorpsi air
dan elektrolit.
Termasuk dalam golongan diuretik kuatantara lain furosemid, torasemid,
bumetanid, dan asam etakrinat. Waktu paruh diuretic kuat umumnya
pendek sehingga diperlukan pemberian 2 atau 3 kali sehari.

Diuretikhematkalium
Diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia jika diberikan
pada pasien gagal ginjal, atau biladikombinasi dengan penghambat ACE,
ARB, B-blocker, AINS atau dengan suplemen kalium.

2. PenghambatAdrenergik
Mekanisme antihipertensi. Berbagai mekanisme penurunan tekananan
darah akibat pemberian B-bloker dapat dikaitkan dengan hambatan
reseptor B1, anatara lain :
a. Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktil itasmiokard
sehingga menurunkan curah jantung.
b. Hambatans ekresi renin di sel-sel juksta glomeruler ginjal
dengan akibat penurunan produksi angiotensin II
c. Efek sentral mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan
pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktvitas neuron
adrenergic perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.
B-bloker merupakan obat yang baik untuk hipertensi dengan
angina stabil kronik, tapi dapat memperberat gejala angina angina
rinznetal (angina variant), sehingga pemberiannya pada pasien
hipertensi dengan angina harus memperhatikan perbedaan kedua
jenis angina ini.

32
3. Penghambat Angiotensin-converting enzyme ( ACE-INHIBITOR)
Katopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan banyak
digunakan di kilinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung.
Secara umum ACE-inhibitor dibedakan atas 2 kelompok :
1. Yang bekerja langsung, contonya katopril dan Lisinopril
2. Produk, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, Ramipril,
silazapril, benazepril, fosinopril dll.
ACE-inhibitor menghambat perubahan Al menjadi All sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosterone.

4. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin receptor blocker,


ARB)
Reseptor Angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu, reseptor
AT1 dan AT2. Reseptor AT1 terdapat terutama di otot jantung selain
itu terdapat juga di ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Reseptor AT1
memperantarai semua efek fisiologis Angiotensin II terutama yang
berperan dalam homeostatis kardiovaskular.
Losartan merupakan prototype obatgolongan ARB yang bekerja
selektif pada reseptor AT1. Pemberian obat ini akan menghambat
semua efek Angiotensin II, seperti: Vasokonstriksi, sekresi
aldosterone, rangsangan saraf simpatis, efek sentral Angiotensin II
(sekresi vasopressin, rangsangan haus), stimulasi jantung, efek renal
serta efek jangka panjang berupa hipertrofiotot polos pembuluh darah
dan miokard. Dengan kata lain, ARB menimbulkan efek yang mirip
dengan pemberian ACE-inhibitor.
ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi
dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan
hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas
renin yang rendah.

5. AntagonisKalsium
Antagonis kalsium menghambat influx kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokrad. Di pembuluh darah, antagonis kalsium
terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang
dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh reflek
takikardi ada nvasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan
dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Sedangkan diltiazem dan
verapamil tidak menimbulkan takikrdi karena efek kronotropik
negative langsung pada jantung.

2.2. Farmakokinetik dan farmakodinamik obat antidiabets dan


antihipertensi.
1. Farmakodinamik
Farmakodinamikobat berbeda dengan obat antidiabetik lainnya, yaitu
dengan cara menurunkan produksi glukosa hepatik, menurunkan absorpsi
glukosa intestinal, memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara meningkatkan
pengambilan dan penggunaan glukosa perifer.
Penggunaan obat tidak menjadikan pasien diabetik tipe 2 atau orang
normal mengalami hipoglikemia. Kecuali, dalam hal tertentu, yaitu obat
dikombinasikan pemberiannya bersamaan dengan insulin, atau obat lain yang
memiliki efek hipoglikemia.
Obat juga tidak menyebabkan hiperinsulinemia. Dengan terapi obat,
sekresi insulin tidak berubah. Hal ini berkenaan dengan menurunnya kadar
insulin puasa, dan respon insulin plasma harian.
Kecil kemungkinan obat meningkatkan berat badan. Sebaliknya, berat
badan dapat menurun pada terapi dengan obat.
2. Farmakokinetik
Farmakokinetikobat adalah sebagai berikut:

34
a. Absorpsi
Bioavailabilitas absolut dari obat hidroklorida tablet 500 mg, diberikan
pada kondisi pasien berpuasa, adalah sekitar 50% ‒ 60%. Makanan
menurunkan kecepatan absorpsi obat.
Waktu puncak plasma sediaan regular adalah 2-3 jam, sedangkan
sediaan extendedrelease adalah 4-8 jam.
Konsentrasi plasma secara stabil dapat dicapai dalam waktu 24‒48 jam,
umumnya <1 µg/mL. Pada uji klinis, pemberian obat hidroklorida tablet,
bahkan pada dosis maksimum sekalipun, kadar plasma maksimum tidak
melebihi 5 mcg/mL Pada dosis reguler, efek maksimum obat dapat terjadi
dalam dua minggu
b. Distribusi
Ikatan obat dengan protein plasma adalah minimal, dan dapat
diabaikan. Volume distribusi: 650 L, pada obat kerja reguler. obat dapat
terdistribusi masuk ke dalam eritrosit.
Metabolisme obat tidak melalui efek lintas pertama di hepar.
c. Eliminasi
Renal clearance berkisar 3,5 kali lebih besar daripada creatinin
eclearance. Pada penggunaan tablet obat kerja reguler, renal
clearance sekitar 450‒540 mL/menit.

Ekskresi obat 90% terjadi di urin, dalam bentuk tidak berubah. Sekitar
90% dari dosis obat yang diabsorpsi, diekskresikan ke urin dalam waktu
24 jam pertama, setelah konsumsi obat per oral.

Waktu paruh plasma sekitar 6,2 jam. Waktu paruh dalam darah adalah
sekitar 17,6 jam. Hal ini berkenaan dengan massa eritrosit yang dapat
menjadi kompartemen dalam pendistribusian obat ini.
2.3. Membandingkan masing-masing golongan obat antidiabetes sebagai
dasar pemilihan terapi.

Cara Efek samping Reduksi Keuntungan Kerugian


kerjautama utama A1C
Sulfonil Meningkatkan BB naik, 1,0- Sangat Meningkatkan
urea sekresi insulin hipoglikemia 2,0% efektif berat
badan,hipoglik
emia
(glibenklamidd
anklorpropami
d)
Glinid Meningkatkan BB naik, 0,5- Sangate Meningkatkan
sekresi insulin hipoglikemia 1,5% fektif beratbadan,
pemberian
3x/hari,
harganya
mahal dan
hipoglikemia
Metform Menekan Dispepsia, 1,0- Tidak ada Efeks amping
in produksi diare, 2,0% kaitan gastrointestinal
glukos ahati & asidosislaktat dengan berat kontraindikasip
menambah badan adainsufisiensi
sensitifitas renal
terhadap
insulin
Pengha Menghambata Flatulens, 0,5- Tidakadakait Seringmenimb
mbatglu bsorpsiglukosa tinjalembek 0,8% andenganber ulkanefek
kosidase atbadan gastrointestinal
alfa 3x/hari dan

36
mahal
Tiazolid Menambahsen Edema 0,5- Memperbaiki Retensicairan,
indion sitifitasterhada 1,4% profil lipid CHF, fraktur,
p insulin (pioglitazon), berpotensi
berpotensi menimbulkan
menurunkan infarkmiokard,
infarkmiokar dan mahal
d
(pioglitazon)
DPP-4 Meningkatkan Sebah, 0,5- Tidak ada Penggunaan
inhibitor sekresi insulin, muntah 0,8% kaitan jangka panjang
menghambat dengan berat tidak
badan disarankan,
mahal
Inkretin Meningkatkan Sebah, 0,5- Penurunan Injeksi 2x/hari,
analog/ sekresi insulin, muntah 1,0% bera badan penggunaan
mimetik menghambat jangka panjang
sekresi tidak
glukagon disarankan,
dan mahal
Insulin Menekan Hipoglikemi , 1,5- Dosistidakter Injeksi 1-4
produksi BB naik 3,5% batas, kali/hari,
glukosahati, memperbaiki harusdimonitor
stimulasi profil lipid , meningkatkan
pemanfaatan dan sangat berat badan,
glukosa efektif hipoglikemia
dan analognya
mahal
2.4. Membandingkan masing-masing golongan obat anttihipertensi sebagai
dasar pemilihan terapi.

Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu curah jantung dan
resistensi vaskular perifer. Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi
denyut jantung dengan isi sekuncup, sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh
aliran balik vena dan kekuatan konstrksi otot jantung. Resistensi perifer
ditentukan oleh tonus otot-otot polos pembuluh darah, elastisitas dinding
pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter diatas dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain sistem saraf simpatis dan parasimpatis, sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAA) dan faktor lokal berupa bahan-bahan vasoaktif
yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.

Obat-obat antihipertensi bekerja dengan berbagai mekanisme yang


berbeda, namun akan berakhir pada penurunan curah jantung, atau resistensi
perifer, atau keduanya. Pengendaliian berbagai faktor risiko pada hipertensi sangat
penting untuk mencegah -blokomplikasi pada kardiovaskular. Faktor risiko yang
dapat dimodifikasi antara lain tekanan darah, kelainan metabolik, alkohol dan
inaktifitas. Sedangkan yang tidak kdapat dimodifikasi anatara lain usia, jenis
kelamin, dan faktor genetik.

Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first Line Drug) yang lazim
digunakan untuk pengobatan awal hipertensi. Yaitu diuretik, penghambat reseptor
beta adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin-converting-enzym (ACE-
inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin reseptor blocker, ARB),
dan antagonis kalsium.

A. Diuretik
Cara kerja diuretik adalah dengan meningkatkan ekskresi natrium, air dan
klorida sehingga akan menurunkan volume darah dan ekstraseluler. Kelompok

38
diuretik memiliki efek proteksi terhadap kardiovaskular yang tinggi dan
dianjurkan untuk terapi pasien hipertensi ringan dan sedang.
1. Golongan Tiazid
Obat dengan golongan tiazid bekerja dengan cara menghambat
transport Na dan Cl di tubulus distal sehingga ekskresi Na dan Cl
meningkat. Dosis maksimal dari golongan ini adalah tidak melebihi 25 mg
karena hanya akan meningkatkan efek samping tanpa diikuti kenaikan efek
antihipertensinya. Golongan tiazid akan kehilangan efektivitas diuretik dan
antihipertensinya pada pasien gagal ginjal dan efektif pada pasien
hipertensi dengan kadar renin rendah, contohnya orang tua. Jika tekanan
darah tidak turun, tiazid dapat dikombinasikan dengan obat lain karena
dapat meningkatan efektivitas dari antihipertensi lain dan cegah retensi
cairan sehingga efek tersebut dapat bertahan. Golongan tiazid antagonis
dengan AINS, karena sifat AINS yang menghambat pembentukan
prostaglandin berakibat pada retensi Na dan Cl yang mengurangi hampir
semua efek anti hipertensi.
Contoh obat dari golongan tiazid adalah hidroklorotoazid (HCT).
Obat ini dianjurkan untuk penderita hipertensi ringan dan sedang dan
dalam kombinasi dengan anti hipertensi lain. Waktu paruh obat ini adalah
10 sampai 12 jam sehingga efek antihipertensinya bertahan dalam jangka
panjang.
Golongan ini dapat menimbulkan efek samping berupa
hipokalemia jika diberikan dengan dosis tinggi. Untuk menghindari efek
samping ini adalah dengan memberikan obat gabungan dengan
antihipertensi lain seperti ACE-inhibitor dan diuretik hemat kalium. Tiazid
juga menghambat ekskresi asam urat, pada pasien hiperurisemia dapat
mencetuskan serangan gout akut. Cara mencegah hal ini terjadi adalah
dengan diberikannya tiazid dalam dosis rendah dibarengi dengan
pengaturan diet. Selain dua hak di atas, tiazid dapat menyebabkan
hipokalsiuria dan peningkatan kalsium darah.
2. Golongan diuretik kuat
Obat dengan golongan diuretik kuat bekerja pada lengkung henle
dan hambat transport Na, K, Cl, dan reabsorbsi air dan elektrolit. Mula
kerja dan efek diuretik golongan ini lebih kuat sehingga jarang digunakan
sebagai antihipertensi kecuali pada pasien gagal ginjal dan jantung. Waktu
paruh obat ini juga pendek, sehingga perlu diberikan 2 atau 3 kali sehari.
Contoh dari obat golongan diuretik kuat adalah furosemid, torasemid,
bumetanid dan asam etakrinat.
Efek samping golongan diuretik kuat adalah menurunkan kadar
kalsium darah dan menyebabkan hiperkalsiuria.
3. Golongan diuretik hemat kalium/ diuretik lemah
Penggunaan golongan ini terutama dikombinasikan dengan diuretik
lain untuk mencegah hipokalemia. Namun dapat menimbulkan
hipokalemia jika diberikan pada pasien gagal ginjal dan pemberian
bersama dengan ACE-inhibitor, ARB, β-blocker, AINS, dan suplemen
kalium. Contoh obat diuretik hemat kalium adalah amiloid, triamterene,
dan spironolakton.
Spironolakton merupakan antagonis aldosteron dan tidak
mempengaruhi kadar kalsium dan gula darah. Efek samping spironolakton
adalah ginekomastia atau pembesaran kelenjar payudara pada pria,
mastodinia atau rasa tegang pada payudara, gangguan menstruasi, dan
penurunan libido pada pria.
B. Penghambat reseptor beta adrenergik (β-blocker)
Mekanisme penurunan tekanan darah akibat ppemberian β-blockerdapat
dikaitkan dengan hambatan reseptor β1 antara lain, penurunan frekuensi
denyut jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung, menghambat sekresi
renin yang mengakibatkan penurunan produksi angiotensin II, dan efek sentral
yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis. β-blockerdigunakan sebagai obat
tahap 1 hipertensi ringan hingga sedang terutama pada pasien dengan penyakit
jantung koroner. Penurunan tekanan darah dari β-blockervia oral berlangsung

40
lambat dan tidak diperoleh penurunan lebih lanjut setelah 2 minggu bila dosis
tetap.
β-blockerefektif pada pasien usia muda dibanding usia lanjut, tidak
menimbulkan hipotensi ortostatik dan retensi garam dan air. Bila diberikan
untuk pasien diabetes, lebih baik diberikan penghambat selektif β1 karena
tidak menghambat vasodilatasi otot rangka. β-blockermemperburuk fungsi
ginjal karena terjadi penurunan aliran darah ginjal.
Efek samping yang dapat timbul antara lain bradikarida, bronkospasme
pada pasien dengan riwayat PPOK/asma bronkial, efek sentral berupa mimpi
buruk atau halusinasi, dan sebaiknya menghindari pemberian pada pasien DM
dengan terapi insulin karena dapat menutupi gejala hipoglikemia. Obat-obat
golongan β-blockerseperti:
1. Atenolol
Obat ini bersifat kardioselektif dan penetrasinya ke SSP minimal
sehingga kurang menimbulkan efek samping sentral. Atenolol cukup
diberikan sehari sekali dengan dosis lazim 50-100 mg/oral.
2. Metroprolol
Metroprolol bersifat kurang kardioselektif dibanding atenolol dan
diberikan dua kali sehari dengan dosis 50-100 mg.
3. Labetalol dan karvedilol
Obat ini memiliki efek vasodilatasi karena hambat reseptor βdan α.
C. Penghambat angiotensin-converting-enzym (ACE- inhibitor)
Disamping mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II, kelompok ini
juga berperan dalam degradasi bradikinin menjadi kinin non-aktif. Secara
umum ACE- inhibitordibedakan menjadi 2, yang bekerja secara langsung
contohnya kaptopril dan lisinopril dan prodrug dimana di dalam tubuh baru
diubah menjadi bentuk aktif.
Pada gagal jantung kongesti akan mengurangi beban jantung, efektif pada
hipertensi dengan kadar renin tinggi hingga rendah, pada ginjal A.renalis akan
mengalami vasodilatasi sehingga laju filtrasi glomerulus akan meningkat.
Pada glomerulus vasodilatasi dominan pada arteriol eferen sehingga akan
menurunkan tekanan intraglomerular yang akan mengurangi proteinuria pada
sindrom nefrotik, bila dikombinasikan dengan diuretik akan memiliki efek
sinergis. Sangat baik untuk penderita hipertensi dengan diabetes, obesitas, dan
displidemia karena mengurangi resistensi insulin.
Efek samping yang timbul adalah hipotensi, batuk kering diduga akibat
kenaikan bradikinin dalam darah, hiperkalemia, edema angioneurotik, dan
mempunyai efek teratogenik bila diberikan pada kehamilan trimester ke 2 dan
3.
D. Penghambat reseptor angiotensin (ARB)
Reseptor angiotensin terdiri dari 2 kelompok besar yaitu reseptor AT1 dan
resptor AT2. Reseptor AT1 yang memperantarai respon fisiologis dan reseptor
AT2 yang berperan pada respon medulla adrenal dan SSP.
Losartan merupakan kelompok ARB yang selektif pada AT1, efek yang
timbul hampir sama dengan ACE- inhibitor namun tidak mempengaruhi
metabolisme bradikinin. ARB efektif menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi dengan kadar renin yang tinggi dan kurang efektif pada pasien
dengan kadar renin yang rendah. ARB menurunkan tekanan darah tanpa
mempenagruhi frekuaensi jantung dan penghentian mendadak tidak
menimbulkan hipertensi rebound.

E. Antagonis kalsium
Kelompok obat ini menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh
darah dan otot jantung. Efek samping yang muncul adalah hipotensi, sakit
kepala, edema perifer, konstipasi dan retensi urin, Efektif pada hipertensi
dengan kadar renin yang rendah. Sifat dari antagonis kalsium adalah:
1. Golongan dihidropidin
Bersifat vaskuloselektif yang menguntungkan karena efek langsujng
pada nodus SA dan AV minimal, menurunkan resistensi perifer tanpa

42
penurunan fungsi jantung yang berarti, relatif aman bila dikombinasikan
dengan β-blocker.
2. Bioavailibilitas oral rendah
Hal ini disebabkan karena metabolisme lintas pertama di hati,
contohnya seperti amlodipine.
3. Kadar puncak tercapai dengan cepat
Hal ini menyebabkan tekanan darah turun dengan cepat yang dapat
mencetuskan iskemia miokard/serebral. Absorbsi sediaan dilepas secara
lambat sehingga cegah penurunan tekanan darah secara mendadak.
4. Waktu paruh umumnya pendek
Sehingga kelompok obat ini umumnya diberikan 2 atau 3 kali sehari,
kecuali amlodipine.
5. Dimetabolisme di hati
Sehingga wajib memperhatikan penggunaannya pada pasien usia
lanjut dan sirosis hati
6. Hanya sedikit yang diekskresi lewat ginjal
Hal ini menyebabkan tidak perlunya penyesuaian dosis pada
gangguan fungsi ginjal.

2.5. Dasar pemilihan terapi yang sesuai dengan penyakit pasien dan
komplikasinya

Semua obat antihipertensi bekerja di satu atau lebih dari empat tempat
kontrol anatomik yang menimbulkan efek mereka dengan mengganggu
mekanisme normal regulasi tekanan darah. Klasifikasi obat-obat ini membagi
mereka berdasarkan tempat regulatorik utama atau mekanisme kerja mereka.
Karena mekanisme kerja mereka yang sama,obat-obat di dalam satu kategori
cenderung menimbulkan spectrum toksisitas yang sama. Kategori-kategori
tersebut mencakup yang berikut.
a. Furosemid, merupakan pilihan diuretik yang digunakan pada pasien gagal
ginjal karena dapat meningkatkan penngeluaran sodium hingga 20% dan
karena efikasinya tidak bergantung pada glomelural filtration rate (GFR).1
Selain itu efek samping yang muncul pada penggunaan furosemid
sangatlah jarang ditemui Namun absorbsi dari furosemid dapat menurun
pada pasien dengan gagal ginjal. Bioafailabilitas furosemid pada pasien
gagal ginjal hanya sekitar 63,8%, selain itu jenis makanan tertentu juga
dapat mempengaruhi absorbsi furosemid. Waktu eliminasi furosemid
semakin diperlama dengan adanya penurunan fungsi ginjal.1
b. Diuretik, yang menurunkan tekanan darah dengan menguras natrium tubuh
serta mengurangi volume darah serta mungkin melalui mekanisme lain.
c. Obat simpat oplegik, yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi
resistensi vascular perifer, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan
darah vena di pembuluh-pembuluh kapasitansi (Dua efek terakhir
mengurangi curah jantung). Obat obat ini dibagi lagi berdasarkan
perkiraan tempat kerja dalam lengkung reflex
d. Vasodilator langsung, yang mengurangi tekanan dengan melemaskan otot
polos pembuluh darah sehingga pembuluh resistensi melebar serta dengan
deraja bervariasi juga meningkatkan kapasitansi.
e. Obat yang menghambat pembentukan atau kerja angiotensin dan
karenanya menurunkan resistensi vascular perifer dan (mungkin) volume
darah.

44
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
3.2.
Berdasarkan skenario

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan SG, Setiabudiy R, editors farmakologi dan terapi. Edisi 6. Jakarta:


Badan PenerbitFKUI. 2016.
2. Suharti KS, Nafriadi. Farmakologi dan terap. 5th ed. Jakarta.: Fakultas
Kedokteran UI; 2011.
3. Konsensus Diabetes Melitus Tipe Dua, Indonesia, PERKENI, 2011.
4. Katzung BG, Master SB, Trevor AJ. Farmakologi Dasar Klnik. Edisi 12.
Newyork; McGraw Hill; 2012.
5. Fatimah RN. Diabetes mellitus tipe 2. J majority. 2015.

31

Anda mungkin juga menyukai