LP Fraktur Neck Femur-Ayu
LP Fraktur Neck Femur-Ayu
OLEH:
DYAH AYU RAHMAWATI
1601460003
Fraktur collum atau neck (leher) femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur
pada usia lanjut. Ada beberapa variasi insiden terhadap ras. Fraktur collum femur lebih
banyak pada populasi kulit putih di Eropa dan Amerika Utara. Insiden meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Sebagian besar pasien adalah wanita berusia tujuh
puluh dan delapan puluhan.
Namun fraktur collum femur bukan semata-mata akibat penuaan. Fraktur collum femur
cenderung terjadi pada penderita osteopenia diatas rata -rata, banyak diantaranya
mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan jaringan tulang dan kelemahan
tulang, misalnya pada penderita osteomalasia, diabetes, stroke, dan alkoholisme.
Beberapa keadaan tadi juga menyebabkan meningkatnya kecenderungan terjatuh. Selain
itu, orang lanjut usia juga memiliki otot yang lemah serta keseimbangan yang buruk
sehingga meningkatkan resiko jatuh.
Caput femoris mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu pembuluh darah
intramedular di leher femur, cabang pembuluh darah servikal asendens dari anastomosis
arteri sirkumfleks media dan lateral yang melewati retinakulum sebelum memasuki
caput femoris, serta pembuluh darah dari ligamentum teres.
Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan pembuluh darah retinakulum
mengalami robekan bila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur transervikal adalah fraktur
yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam
penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh, serta
hambatan dari cairan sinovial.
Sendi panggul dan leher femur ini dibungkus oleh capsula yang di medial melekat
pada labrum acetabuli, di lateral, ke depan melekat pada linea trochanterika femoris
dan ke belakang pada setengah permukaan posterior collum femur. Capsula ini terdiri
dari ligamentum iliofemoral, pubofemoral, dan ischiofemoral. Ligamentum iliofemoral
adalah sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk seperti huruf Y terbalik. Dasarnya
disebelah atas melekat ada spina iliaca anterior inferior, dibawah kedua lengan Y
melekat pada bagian atas dan bawah linea intertrochanterica. Ligament ini berfungsi
untuk mencegah ekstensi berlebihan selama berdiri. Ligamentum pubofemoral berbentuk
segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis pubis, dan apex melekat di
bawah pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligament ini berfungsi untuk
membatasi gerak ekstensi dan abduksi. Ligamentum ischifemoral berbentuk spiral dan
melekat pada corpus ossis ischia dekat margo acetabuli dan di bagian bawah melekat pada
trochanter mayor. Ligament ini membatasi gerak ekstensi.
C. FISIOLOGI FRAKTUR
a. Low-energy trauma: paling umum pada pasien yang lebih tua.
a) Direct: Jatuh ke trokanter mayor (valgus impaksi) atau rotasi eksternal yang
dipaksa pada ekstremitas bawah menjepit leher osteroporotik ke bibir posterior
acetabulum (yang mengakibatkan posterior kominusi)
b) Indirect: Otot mengatasi kekuatan leher femur
b. High-energy trauma: Terjadi patah tulang leher femur pada pasien yang lebih muda
dan lebih tua, seperti kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian yang
signifikan.
c. Cyclic loading-stress fractures: Terjadi pada atlet, militer, penari balet, pasien dengan
osteroporosis dan osteopenia berada pada risiko tertentu.
Fraktur biasanya disebabkan oleh jatuh biasa, walaupun demikian pada orang-orang
yang mengalami osteoporosis, energi lemah dapat menyebabkan fraktur. Pada orang-
orang yang lebih muda, penyebab fraktur umumnya karena jatuh dari ketinggian atau
kecelakaan lalu lintas. Terkadang fraktur collum femur pada dewasa muda juga
diakibatkan oleh aktivitas berat seperti pada atlit dan anggota militer.
Klasifikasi yang paling bermanfaat adalah Garden dimana klasifikasi ini dibuat
berdasarkan pergeseran yang nampak pada hasil sinar-x sebelum reduksi.
a) Garden Type I: fraktur inkomplit, termasuk fraktur abduksi dimana caput femoris
miring ke arah valgus yang berhubungan dengan collum femoris
b) Garden Type II: fraktur komplit, namun tidak terdapat pergeseran
c) Garden Type III: fraktur komplit disertai pergeseran parsial
d) Garden Type IV: fraktur komplit dengan pergeseran keseluruhan
Fraktur Garden I dan II dimana hanya terjadi sedikit pergeseran, memiliki prognosis
yang lebih baik untuk penyatuan dibandingkan dengan fraktur Garden III dan IV.
Hal ini tentunya memiliki pengaruh yang penting terhadap pilihan terapi.
Klasifikasi Pauwel berdasarkan sudut fraktur dari garis horizontal:
a) Tipe I: >30 derajat
b) Tipe II: 50 derajat
c) Tipe III: > 70 derajat
Besarnya kekuatan dengan sudut yang besar akan mengarah kepada fraktur yang
tidak stabil.
Fraktur collum femur pada dewasa muda biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas atau jatuh dari ketinggian serta sering dikaitkan dengan cedera multipel.
Mendapatkan keterangan yang akurat mengenai ada atau tidaknya sinkop, riwayat
penyakit, mekanisme trauma dan aktivitas keseharian sangat penting untuk menentukan
pilihan terapi.
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Fisis
Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap mengenai
kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma; pemeriksaan fisik
yang lengkap dan menyeluruh, serta pencitraan menggunakan foto polos sinar-x.
a) Look (Inspeksi):
1. Deformitas: Deformitas dapat timbul dari tulang itu sendiri atau penarikan dan
kekakuan jaringan lunak.
2. Sikap anggota gerak: Kebanyakan fraktur terlihat jelas, namun fraktur satu
tulang di lengan atau tungkai atau fraktur tanpa pergeseran mungkin tidak
nampak. Pada gambar bawah ini merupakan contoh pengamatan sikap
anggota gerak bawah yang terlihat memendek disertai rotasi eksterna.
c) Move (Gerakan):
Sebagai skrining cepat, gerakan aktif dari seluruh anggota gerak diuji pada
penilaian awal. Pasien dengan fraktur mungkin merasa sulit untuk bergerak
dan fraktur harus dicurigai jika ada yang nyeri yang menimbulkan keterbatasan.
Manuver yang memprovokasi nyeri sebaiknya tidak dilakukan. Gerakan sendi
yang berdekatan harus diperiksa pada malunion untuk kasus kekakuan pasca
trauma.
d) Pengukuran
Pada fraktur dengan pergeseran atau dislokasi, hal ini nampak jelas.Pada
kasus malunion atau nonunion, penilaian pemendekan atau pemanjangan
sangat penting.
Apparent leg length discrepancy dapat diukur dari xiphisternum ke maleolus
medial dengan menjaga tubuh dan kaki sejajar dengan alas dan tidak
membuat setiap upaya untuk menyamakan sisi panggul. Hal ini akan
memberikan perbedaan fungsional pada panjang kaki.
Magnetic resonance imaging (MRI) saat ini merupakan pilihan pencitraan untuk
fraktur tanpa pergeseran atau fraktur yang tidak nampak di radiografi biasa. Bone
scan atau CT scan dilakukan pada pasien yang memiliki kontraindikasi MRI.
c. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase,
Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase
yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang
c) Hematokrit dan leukosit akan meningkat ( Arif Muttaqin, 2008 )
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip-prinsip umum:
Optimasi pra operasi medis yang cepat : Mortalitas dikurangkan dengan operasi dalam
waktu 48 jam fiksasi yang stabil dan mobilisasi dini.
Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa:
a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas
Non-operatif:
Indikasi:
Fraktur nondisplaced pada pasien mampu memenuhi pembatasan weight bearing.
b. Terapi operatif:
Indikasi: displaced fraktur dan nondisplaced
Fiksasi internal diindikasikan untuk Garden Tipe I, II, III pada
pasien muda,patah tulang yang tidak jelas, dan fraktur displaced pada pasien muda.
Bentuk pengobatan bedah yang dipilih ditentukan terutama oleh lokasi fraktur
(femoralis leher vs intertrochanteric), displacement, dan tingkat aktivitas
pasien.Kemungkinan untuk tidak reduksi adalah pada pasien dengan stress fracture
dengan kompresi pada leher femur dan fraktur leher femur pada pasien yang tidak bisa
berjalan atau komplikasi yang tinggi.Terapi operatif hampir sering dilakukan pada orang
tua karena:
a. Perlu reduksi yang akurat dan stabil
b. Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi
Jenis-jenis operasi:
a) Pemasangan pin
Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena pemasangan pin yang
tidak akurat (percobaan pemasangan pin secara multiple atau di bawah trokanter)
telah diasosiasi dengan fraktur femoral sukbtrokanter.
b) Pemasangan plate dan screw
Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal screw atau
apex proximal screw. Pemasangan screw secara distal sering gagal berbanding
dengan distal.fiksasi dengan cannulated screw hanya bisa dilakukan jika reduksi
yang baik telah dilakukan. Setelah fraktur direduksi, fraktur ditahan dengan
menggunakan screw atau sliding screw dan side plate yang menempel pada
shaft femoralis.Sliding hip screw (fixed-angle device) ditambah derotation screw
diindikasikan untuk fraktur cervical basal dan patah tulang berorientasi vertikal.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian perlu dilakukan pada klien dengan fraktur neck femur diantaranya adalah:
a) Identitas Pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, ttl, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, pendidikan, dan lain sebagainya.
b) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bias akut atau kronik tergantung lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi factor memperberat
dan factor yang memperingan/mengurangi nyeri.
2. Qualty of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien?
Apakah seperti terbakarm berdenyut, atau menusuk?
3. Region: radiation, relief: apakah rasa nyeri bias reda? Apakah rasa sakit
menyebar/menjalar? Dan dimana rasa sakit itu terjadi?
4. Severity (Scale) of Pain: Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bias
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, dan apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari?
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bias
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bias ditentukan
kekuatan yang terjadi dan begian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bias diketahui luka kecelakaan
yang lain
d) Riwayat kesehatan masa lalu
e) Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah pasien pernah
menderita penyakit infeksi tulang ataupun osteoporosis? Hal ini merupakan
informasi yang penting dalam penanganan fraktur neck femur pada klien.
f) Riwayat kesehatan keluarga
Hal ini mencangkup riwayat ekonomi keluarga, riwayat social keluarga, system
dukungan keluarga, dan pengambilan keputusan dalam keluarga.
g) Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
h) Pola fingsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada kasus fraktur femur akan timbul ketidakadekuatan anakan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu system metabolime, kalsium , pengonsumsian alcohol bias
mengganggu keseimbangan dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
i) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi lebih dari kebutuhan sehari-hari,
seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C dan lain sebagainya untuk membantu
menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adaekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah musculoskeletal
terutama pada lansia. Selain itu obesitas juga mengambat degenerasi dan mobilitas
pasien.
j) Pola eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus atau fraktur tibia tidak
ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi, sedangkan
pada pola eliminasi urine dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.
k) Pola istirahat tidur
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal-hal
seperti ini tidak dapat mengganggu pla dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
l) Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien,
seperti memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi berkurang, misalnya makan,
mandi, berjalan, sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
m) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap, klien biasanya merasa rendah diri terhadap perubahan
dalam penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil.
n) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakkuatan, kecacatan,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
gangguan citra diri.
o) Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur gaya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan panca indera yang lainnya tidak timbul gangguan. Begitu juga pada
kognitifnya yang tidak mengalami gangguan. Selain itu timbul rasa nyeri akibat
fraktur.
p) Pola reproduksi dan seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tdak dapat melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan serta nyeri yang dialami
klien.
q) Pola penangulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaannya dirinya, yaitu
ketidakuatan timbul kecacatan pada dirinya dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bias tidak efektif.
r) Pola tata nilai dan keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak pasien.
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum untuk mendapatkan gambaran umum
dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hali ini perlu untuk mendapatkan pelayanan
hotel care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
darah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran umum
Perlu menyebutkan
1. Keadaan umum: baik atau buruknya dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
2. kesadaran si penderita
Compos mentis: berorientasi segera dengan sempurna
Apatis: terlihat mengantuk tetapi mudah untuk dibangunkan
Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus-menerus
Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan
Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan menjawab
pertanyaan, bila rangsangan berhenti tertidur lagi
b) Kesakitan, keadaan penyakit akut, kronik, ringan, sedang, berat, dan pada kasus
fraktur biasanya akut, spasme otot dan hilang rasa.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
d) Neurosensory, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas.
e) Sirkulasi seperti hipertensi (terkadang terlihat seperti respon nyeri/ansietas)
hipotensi (respon terhadap kehilangan darah). Penurunan nadi pada bagian yang
terkena dan masa hematoma pada sisi cidera.
f) Keadaan local
Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai berikut:
1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut:
1) Sikatriks (jaringan parut baik yang mengalami maupun buatan seperti
bekas operasi)
2) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
3) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
4) Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas)
5) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar operasi)
2. Fell (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan
yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksaan maupun klien. Yang
perlu dicatat adalah”
1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit capillary
refill time normal 3-5) detik.
2) Apabila ada pembengkakan , apakah ada fluktuasi atau odema termasuk
disekitar persendian
3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
4) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat
di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Kekuatan otot: tidak dapat berkontraksi (1), kontraksi sedikit dan ada
tekanan waktu jauh (2), mampu menahan grafitasi tapi dengan sentuhan
jatuh (3), kekuatan otot kurang (4), kekuatan otot utuh (5)
3. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakkan ekstremitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah gerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metric. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx. Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan selama 1*8 jam 1. Kaji secara
dengan agen nyeri terkontrol dengan: komprehensif tentang
cidera biologis nyeri, meliputi skala
nyeri, lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas/berat nyeri dan
faktor presipitasinya.
2. Observasi isyarat –
1. Tidak pernah isyarat non verbal dari
menunjukkan ketidaknyamanan
2. Jarang menunjukkan 3. Berikan analgesic sesuai
3. Kadang-kadang dengan najuran sebelum
menunjukkan memuali aktivitas.
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan 4. Gunakan komunikasi
terapeutik agar
6. klien
dapat mengekspresikan
nyeri
5. Kaji latar belakang
budaya klien
6. Evaluasi tentang
keefektifan dari tindakan
mengontrol nyeri yang
telah digunakan
7. Berikan dukungan
kepada klien dan
keluarga
8. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan
pencegahan.
9. Motivasi klien untuk
memonitor sendiri rasa
nyeri
10. Agarkan penggunaan
teknik relaksasi nafas
dalam
11. Evaluasi keefektifan dari
tindakan mengontrol
nyeri
12. Tingkatkan istirahat dan
tidur yang cukup
13. Beritahukan pada dokter
jika tindakan tidak
berhasil atau terjadi
keluhan oleh klien.
2. Resiko syok Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Syok
berhubungan keperawatan selama 1*8 jam 1. Monitor status sirkulasi
dengan faktor status tanda-tanda vital (tekanan darah, warna
resiko sepsis adekuat dengan: kulit, suhu tubuh, suara
jantung, denyut jantung,
denyut nadi perifer, dan
capillary refill)
2. Monitor adanya tanda
dan gejala ketidak
adekuatan oksigenasi
3. Monitor adanya
kecemasan dan
perubahan status mental
4. Monitor status
pernafasan
5. Monitor intake dan
output
6. Montor nilai
laboratorium
(hemoglobin,
hematocrit, cloting
profile, nilai elektrolit,
cultures, dan profil
kimia)
7. Catat adanya petechie
dan kondisi membram
mukosa