Riset Media Rully N PDF
Riset Media Rully N PDF
Ruli Nasrullah
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kangarul@gmail.com
ABSTRAK
Analisis Media Siber (AMS) merupakan tawaran metode baru untuk melihat realitas khalayak sebagai
pengguna di dunia virtual. Khalayak yang selama ini menjadi sekadar konsumen media dan terpisah dari
proses produksi informasi di internet khalayak memerankan dua posisi sekaligus, yakni sebagai konsumen
dan produsen. Kekuatan khalayak dalam memproduksi konten kemudian harus dilihat sebagai pergeseran
dari konsep broadcast atau penyiaran yang hanya mengandalkan satu sumber semata. Konsep tersebut
muncul melalui level mikro atau teks. Budaya maupun artefak budaya di internet terbagi menjadi empat
level, yakni ruang media (media space), dokumen media (media archive), objek media (media object), dan
pengalaman (experiential stories).
Kata kunci: teknologi, informasi, komunikasi
ABSTRACT
Media Siber Analysis (AMS) is an offer of new methods to see the reality of audiences as users in the virtual
world. Audiences who have been merely media consumers and separated from the information production
process on the internet audience play two positions at once, namely as consumers and producers. The power
of audiences in producing content must then be seen as a shift from the concept of broadcast or broadcasting
which only relies on one source. The concept appears through the micro level or text. Culture and cultural
artifacts on the internet are divided into four levels, namely media space, media archive, media objects
(media objects), and experiential stories.
Keywords: : technology, information, communication
PENDAHULUAN “audience” secara sejarah berasal dari
Khalayak adalah terminologi kata audire yang berarti mendengar
yang menurut Ross dan Nightingale d a l a m b a h a s a Yu n a n i ( W h i t n e y,
(2003) jauh lebih kompleks untuk 2009:126). Dalam Kamus Besar Bahasa
dipahami. Kompleksitas ini tak lain Indonesia, khalayak diartikan—
karena khalayak bukanlah benda dan salah satunya—sebagai “kelompok
b u k a n l a h penerim a konten denga n tertentu dalam masyarakat yang
apa adanya saja. Khalayak melibatkan menjadi sasaran komunikasi”. Namun,
pengertian manusia itu sendiri yang tidak dapat dikatakan bahwa mendekati
sekadar dilihat dalam bentuk jumlah atau konsep tentang khalayak lebih mudah
angka-angka, tetapi ada berbagai aspek melalui karakter khalayak itu sendiri
seperti psikologi, sosial, dan politik yang dibandingkan melalui sebuah definisi
setiap orang berbeda walau dalam satu yang baku. Mengapa? Karena manusia
kelompok/komunitas bahkan keluarga yang dalam konteks ini melekat kata
yang sama. khalayak (audiences) terhadapnya
Secara sederhana, kata khalayak/ selalu mengalami perkembangan, tidak
audiensi yang diterjemahkan dari kata statis tapi tidak selamanya dinamis,
271
yang membedakan era media model media pertama dianggap sebagai massa
broadcast dengan era media interactivity dan terfragmentasi secara homogen.
adalah, pertama, sumber media yang Berbeda dengan era media kedua yang
pada awalnya terpusat dan informasi menempatkan khalayak sesuai dengan
menyebar kepada khalayak saat ini karakter masing-masing, namun tetap
sumber tersebut menjadi banyak. Media tanpa meninggalkan keragaman yang ada
interaktif menyediakan sumber informasi di antara khalayak. Konten media juga
yang banyak dan tersebar untuk lebih kini telah semakin bebas dan khalayak
banyak khalayak. dapat menyesuaikan diri dengan
Kedua, komunikasi pada e r a kebutuhan atau keinginan mengakses
media penyiaran cenderung didominasi konten sekaligus membuat konten yang
oleh media sebagai produsen informasi. menyesuaikan dengan ciri khas khalayak
Artinya, komunikasi yang terjadi menjadi itu sendiri.
satu arah sementara dalam era media baru Ke e na m, se be lumnya me dia
komunikasi menjadi timbal balik dan ke dianggap dapat atau digunakan sebagai
banyak arah. Khalayak tidak sekadar alat memengaruhi kesadaran khalayak.
dapat menjalin komunikasi dengan media Khalayak selama ini dianggap pasif
semata, melainkan juga dapat melakukan dan apa pun yang diproduksi media
komunikasi antarpengguna media itu akan diterima oleh khalayak; termasuk
sendiri yang dalam era pertama hal apabila konten media digunakan sebagai
tersebut kecil kemungkinan terjadi. alat untuk membentuk atau menggiring
Ketiga, dari segi bisnis dan kuasa opini tertentu. Di era media kedua,
atas media pada era media pertama khalayak melibatkan diri mereka
sangat terbuka peluang sumber informasi dan ada pengalaman khalayak baik
dikuasai oleh siapa saja yang memiliki secara ruang maupun waktu. Khalayak
model. Dampaknya adalah produksi kemudian, misalnya, dapat melakukan
informasi menjadi tidak leluasa dan konfirmasi terhadap berbagai sumber,
informasi pun dikonstruk sesuai dengan membandingkan dengan media lain,
keinginan para pemegang kuasa. Berbeda bahkan melakukan pengecekan terhadap
dengan era media kedua bahwa dengan data-data dalam informasi yang diterima
munculnya berbagai alternatif saluran me r e ka . Kha la ya k le bih a ktif da n
media, penguasaan terhadap sumber- informasi menjadi terbuka serta ruang
sumber informasi menjadi semakin kecil pertarungan antara pemilik kuasa modal
untuk dilakukan dan adanya kebebasan sampai institusi pemerintah dengan
khalayak untuk melakukan kontrol kuasa khalayak itu sendiri
terhadap sumber informasi. Ini bermakna bahwa pada media
Keempat, media baru memberikan baru khalayak tidak sekadar
fasilitas kepada setiap khalayak atau ditempatkan sebagai objek yang
warga negara untuk melakukan kontrol menjadi sasaran dari pesan.
sosial, menggunakan media sebagai Khalayak dan perubahan teknologi
ruang publik, sampai pada kesadaran media serta pemaknaan terhadap
akan kesamaan dalam strata sosial. Hal medium telah memperbaharui peran
ini sangat berbeda dengan media era kh a l a y a k u n t u k m e n j a d i l e b i h
pertama yang menempatkan media interaktif terhadap pesan tersebut.
sebagai instrumen, bahkan sebagai Bahkan secara historis, Manovich
aparatus, dalam melanggengkan strata (2001) menegaskan bahwa konsep
sosial dan ketidaksetaraan kelas sosial. interaktif itu telah mengaburkan
Kelima, khalayak dalam era batasan-batasan fisik maupun sosial
276 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018
ini menandakan dimensi ruang yang yang secara realitas sosial siber sangat
ditawarkan media digital yang dapat berbeda dengan yang ada di dunia offline
melibatkan banyak pengguna secara (Gotved, 2006a, 2006b).
bersamaan. Perangkat akan berjalan sesuai
2. Terjadinya sinkronisasi bahwa dengan prosedur atau bahasa
media interaktif dalam dimensi program yang telah ditetapkan,
waktu ini menunjukkan interaksi penggunalah yang pada akhirnya
antarpengguna yang dapat dilakukan akan menentukan proses komunikasi
baik melalui waktu yang sama melalui perangkat tersebut. Bukan
maupun pengguna bebas menentukan berarti bahwa komunikasi langsung
sendiri waktu komunikasi tanpa menjadi tidak efektif, namun
menghilangkan atau menghambat kehadiran media siber merupakan
p r o ses kom unikasi itu sen dir i, upaya membawa komunikasi
misalnya dalam e-mail. langsung beserta aspek dan semua
3. Terjadinya keleluasaan kontrol dari hal di dalamnya menuju komunikasi
para pengguna yang melakukan yang termediasi (Nasrullah, 2014b).
interaksi. Ini adalah dimensi
kebiasaan (behavioural) para Tiga Periode Riset di Internet
pihak di media siber tidak Kehadiran media baru
lagi dibatasi oleh siapa yang sender (cybermedia) memberikan pandangan
dan siapa receiver, kedua fungsi ini baru terhadap hubungan khalayak-media
dapat bertukar posisi dalam proses serta meredefinisi ulang konsep-konsep
interaksi. khalayak sebagai entitas yang saling
4. Proses interaksi sejalan dengan bertukar dengan entitas teknologi media
pemahaman terhadap makna dan di internet. Sebelum melihat bagaimana
k o n teks yang m elibatkan pa r a tradisi dalam riset di internet, tentu pada
pengguna. Ini yang disebut dengan tahap permulaan harus pula melihat
level tertinggi, yakni terkait dengan bagaimana paradigma dalam melihat
dimensi mental. Meskipun secara hubungan khalayak dengan media baru.
teknis setiap khalayak yang memiliki Terutama dalam konteks ini penulis lebih
koneksi pada internet akan masuk menekankan pada perkembangan riset
dalam jejaring dan terhubung, dalam aspek budaya siber (cyberculture)
namun dalam komunikasi termediasi serta masyarakat berjejaring yang
komputer selalu saja ada bahasa menjelaskan bagaimana entitas (khalayak
universal yang diekspresikan melalui baru-media baru) di media siber.
teks, simbol, atau lambang yang Medium internet dan hubungannya
harus dipahami. dengan pengguna bagi Wilhelm (2000)
Mendekati interaktivitas yang terposisikan dalam tiga kerangka besar.
terjadi di media era kedua tidak lagi Pertama, secara utopian yang menerima
karena adanya perangkat-perangkat penetrasi teknologi komunikasi sebagai
teknologi baru yang memungkinkan entitas yang memengaruhi khalayak.
melakukan itu semua. Aspek khalayak Pandangan ini menjelaskan bagaimana
juga bertransformasi dari khalayak sebuah teknologi baru diterima dengan
tradisional menjadi khalayak digital tangan terbuka dan masuk ke dalam
dengan berbagai aspek ataupun ciri khas berbagai lapisan serta sendi kehidupan
yang berbeda. Tidak sekadar dipandang penggunanya. Dalam pandangan utopian,
sebagai sebuah individu semata, khalayak perkembangan teknologi komunikasi
secara komunal menciptakan komunitas tidak hanya memberikan dampak tidak
278 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018
adanya sekat-sekat dan stratifikasi bagi keteraturan menjadi tidak teratur, waktu
seluruh aspek kehidupan manusia, namun bergerak secara standar, masyarakat
juga memberikan arah baru bagi tatanan kehilangan pusat, juga bergesernya
sosial pada masa depan. Misalnya, nilai-nilai yang mengatur masyarakat itu
b a g a i m ana teknologi kom unika si sendiri. Dalam tatanan sosial, lebih jauh
memberikan kemudahan komunikasi, kaum dystopian menganggap bahwa
bisnis, pendidikan, sampai hubungan masyarakat menjadi terpecah bahkan
antarpengguna dengan melampaui batas- mengisolasi interaksi antara satu sama
batas geografis (Nasrullah, 2014b). lainnya serta telah terjadinya fragmentasi
Medium juga memberikan bentuk baru akibat komunikasi yang tidak langsung
dari ruang publik yang memunculkan dan termediasi oleh media.
pola baru interaksi masyarakat Ketiga, pandangan technorealism
dengan pemerintah (Ballatore, 2016; ya ng me liha t ke ma jua n te knologi
Johnson, 1997; Rheingold, 1993; komunikasi dalam porsi yang berimbang;
Ward, 1999). Pandangan ini kemudian pada satu sisi dapat memberikan manfaat
dapat disimpulkan bahwa media baru dan pada sisi lain ada beberapa hal yang
memberikan pengaruh terhadap khalayak perlu dipertimbangkan ulang. Internet
dan lingkungan tempat individu itu memberikan pengaruh terahdap aspek
berada. Teknologi dipandang sebagai sosial-politik di tengah masyarakat,
“surga” yang memberikan kemudahan namun tetap harus ada kritik dan
bagi khalayak penggunanya. pilihan-pilihan bahwa tidak selamanya
Kedua, yakni dalam pandangan media baru tersebut mendeterminasi
Dystopian yang melihat bahwa atau mengubah total. Pandangan ini
teknologi merupakan sesuatu yang baru banyak dipopulerkan oleh para jurnalis,
dan karena baru ia akan menggerus akademisi, dan praktisi teknologi yang
khalayak dan lingkungan yang terpapar melihat secara berimbang serta subjektif
olehnya. Internet dan perangkat baru potensi-potensi penting dari efek internet
tersebut mestilah dipandang sangat itu. Dua prinsip penting dari posisi kaum
hati-hati karena, salah satunya, dapat technorealism adalah teknologi tidaklah
memunculkan alienasi sosial-politik netral seperti yang diperkirakan, namun
hingga mengaburkan kekuatan dari tidak pula mengubah secara drastis
realitas itu sendiri. Dalam pandangan sebagaimana dalam pandangan kaum
Heidegger (dikutip oleh Wilhelm, 2000), utopis (Wilhelm, 2000:23). Artinya,
teknologi tidaklah sebagai perangkat teknologi komunikasi secara alamiah
atau kegiatan manusia yang spesifik, adalah hasil dari revolusi media, tetapi
melainkan sebagai sumber untuk juga tidak serta merta menyatakan bahwa
dikontrol dan ditata. Fisher dan Wright revolusi itu mengubah penggunanya
(Fisher & Larry Michael, 2001) melihat secara drastis, menghancurkan aturan-
bahwa teknologi internet hanya sebagai a tur a n da la m be r komunika si, da n
fenomena dari sebuah pengalaman. struktur masyarakat yang selama ini
Media baru seperti internet dipercayai telah terbangun.
memberikan pengaruh terhadap cara Tiga pola pandang ini menjadi
berkomunikasi sedemikian bahkan secara batu pijakan dalam melihat media siber
negatif mengubah praktik dan ruang sebagai medium komunikasi di era
komunikasi yang sebelumnya dipelihara berkembangnya teknologi komunikasi
secara demokratis. Mengutip dari Lukas saat ini. Sebab, tradisi riset komunikasi
(1998:125), internet telah menggeser menempatkan media sebagai pabrik
daya fokus, kecepatan mengatasi ruang, yang memproduksi produk (konten)
Ruli Nasrullah | Riset Khalayak Digital..... 279
SIMPULAN
A nalisis Media S iber p a da DAFTAR PUSTAKA
dasarnya merupakan konsep yang Bakardjieva, M. (2005). Internet society.
dikembangkan dari penelitian etnografi, New York: SAGE Publications
lebih tepatnya sebagai panduan Inc.
dalam melaksanakan penelitian yang Ballatore, A. (2016). E-readers and the
menggunakan metode etnografi virtual. death of the book : Or , new media
Sebagai dasar dari penelitian etnografi, and the myth of the disappearing
ada dua poin penting meletakkan realitas medium. New Media & Society,
internet sebagai sebuah objek penelitian. 18(10), 2379–2394.
Pertama, realitas yang ada haruslah Baym, N. K. (1998). The Emergence
merupakan praktik budaya dan terdapat of Online Community. In
artefak budaya sebagai sumber data. Cybersociety 2.0: Revisiting
Interaksi pengguna di internet kemudian computer-mediated
harus dirumuskan untuk menentukan communication and community
apakah interaksi tersebut sebagai sebuah (pp. 35–68). Thousand Oaks, CA:
budaya atau sekadar aktivitas biasa, SAGE Publications, Ltd.
termasuk juga artefak yang tercipta dari Bell, D. (2001). An Introduction to
interaksi budaya tersebut. Sebab, tidak Cybercultures. Cultural Studies.
semua teks yang diunggah di media sosial, London: Routledge.
misalnya, merupakan produk budaya Bell, D. (2005). Science, Technology
dan dapat dikategorikan sebagai artefak. and Culture (Vol. 1). New York:
Kedua, etnografi virtual menyasar Open University Press. Retrieved
pada kelompok atau komunitas virtual from http://books.google.
tertentu. Apa pun jenis dan kategori co.uk/books/about/Science_
kelompok yang dapat didefinisikan untuk Te c h n o l o g y _ a n d _ C u l t u r e .
melihat kumpulan pengguna di internet, tml?id=pEcqiii4MOUC&pgis=1
konsekuensi realitas yang tercipta dari Blanchard, A., & Horan, T. (1998).
individu-individu pengguna internet Virtual communities and social
merupakan bagian yang tidak dapat capital. Social Science Computer
dipisahkan dari komunitas internet itu Review, 16(3), 293–307. http://
sendiri. doi0.1177/089443939801600306
Munculnya konsep pengalaman Cangara, H. (2007). Pengantar Ilmu
media sebagai bagian akhir dari Analisis Komunikasi. Jakarta: PT
Media Siber pada dasarnya merupakan Rajagrafindo Persada.
jembatan untuk menggapai pengguna Castells, M. (2004). The Network Society.
i n t e r n e t di dunia offline. B erb a ga i Massachusetts: Edward Elgar.
sumber pustaka tentang etnografi virtual Crystal, D. (2004). Language and the
menekankan bahwa kehadiran pengguna Internet. Cambridge: Cambridge
dapat didekati sekadar online semata. University Press. http://doi.
Artinya, ada pemakluman bahwa sebagai org/10.1136/oem.59.4.278-a
etnografer dapat menggali data dari de Zúñiga, H. G., Barnidge, M., &
pengguna secara online. Namun, konsep Scherman, A. (2017). Social
pengalaman media ini mencoba untuk Media Social Capital, Offline
tetap mendekati pengguna secara offline; Social Capital, and Citizenship:
dengan pengertian dapat dimediasi oleh Exploring Asymmetrical
alat-alat komunikasi di luar media sosial, Social Capital Effects. Political
misalnya. Communication, 34(1), 44–68.
286 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018