Anda di halaman 1dari 17

RISET KHALAYAK DIGITAL:

PERSPEKTIF KHALAYAK MEDIA DAN REALITAS VIRTUAL


DI MEDIA SOSIAL

PUBLIC DIGITAL RESEARCH: MEDIA PERSPECTIVE AND VIRTUAL REALITY


IN SOCIAL MEDIA

Ruli Nasrullah
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kangarul@gmail.com

ABSTRAK
Analisis Media Siber (AMS) merupakan tawaran metode baru untuk melihat realitas khalayak sebagai
pengguna di dunia virtual. Khalayak yang selama ini menjadi sekadar konsumen media dan terpisah dari
proses produksi informasi di internet khalayak memerankan dua posisi sekaligus, yakni sebagai konsumen
dan produsen. Kekuatan khalayak dalam memproduksi konten kemudian harus dilihat sebagai pergeseran
dari konsep broadcast atau penyiaran yang hanya mengandalkan satu sumber semata. Konsep tersebut
muncul melalui level mikro atau teks. Budaya maupun artefak budaya di internet terbagi menjadi empat
level, yakni ruang media (media space), dokumen media (media archive), objek media (media object), dan
pengalaman (experiential stories).
Kata kunci: teknologi, informasi, komunikasi

ABSTRACT
Media Siber Analysis (AMS) is an offer of new methods to see the reality of audiences as users in the virtual
world. Audiences who have been merely media consumers and separated from the information production
process on the internet audience play two positions at once, namely as consumers and producers. The power
of audiences in producing content must then be seen as a shift from the concept of broadcast or broadcasting
which only relies on one source. The concept appears through the micro level or text. Culture and cultural
artifacts on the internet are divided into four levels, namely media space, media archive, media objects
(media objects), and experiential stories.
Keywords: : technology, information, communication
PENDAHULUAN “audience” secara sejarah berasal dari
Khalayak adalah terminologi kata audire yang berarti mendengar
yang menurut Ross dan Nightingale d a l a m b a h a s a Yu n a n i ( W h i t n e y,
(2003) jauh lebih kompleks untuk 2009:126). Dalam Kamus Besar Bahasa
dipahami. Kompleksitas ini tak lain Indonesia, khalayak diartikan—
karena khalayak bukanlah benda dan salah satunya—sebagai “kelompok
b u k a n l a h penerim a konten denga n tertentu dalam masyarakat yang
apa adanya saja. Khalayak melibatkan menjadi sasaran komunikasi”. Namun,
pengertian manusia itu sendiri yang tidak dapat dikatakan bahwa mendekati
sekadar dilihat dalam bentuk jumlah atau konsep tentang khalayak lebih mudah
angka-angka, tetapi ada berbagai aspek melalui karakter khalayak itu sendiri
seperti psikologi, sosial, dan politik yang dibandingkan melalui sebuah definisi
setiap orang berbeda walau dalam satu yang baku. Mengapa? Karena manusia
kelompok/komunitas bahkan keluarga yang dalam konteks ini melekat kata
yang sama. khalayak (audiences) terhadapnya
Secara sederhana, kata khalayak/ selalu mengalami perkembangan, tidak
audiensi yang diterjemahkan dari kata statis tapi tidak selamanya dinamis,
271

Tanggal Submit: 28-05-2018; Tanggal Revisi:24-07-2018; Tanggal Diterima: 13-08-2018


272 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018

kadang pasif dan juga dengan kemajuan Te or i te nta ng kha la ya k me dia


teknologi khalayak menjadi aktif. Hal se c a r a ga r is be sa r dimula i da r i
ini terkait juga dengan persepsi khalayak sebuah proposisi tentang bagaimana
yang dalam beberapa riset disebutkan mendefinisikan karakteristik dari
bahwa persepsi khalayak terhadap sebuah me dia itu se ndir i ya ng se c a r a
konten muncul dalam proses kognisi kenyataannya khalayak itu bersifat
yang terstrukturasi dan terkadang sangat remote, teratomisasi (anggota yang
ekspresif (lihat Wilson, 2009:3). secara fisik terpisah-pisah dan tidak
Kesulitan teoretis utama mengenal satu dengan yang lain),
dalam konsep khalayak ia adalah dan tidak diketahui oleh pembuat
suatu term yang diaplikasikan pada pesan dalam komunikasi massa, dan
realitas yang makin beragam dan timbal balik (feedback) dari khalayak
kompleks. Istilah ini, karenanya, itu sendiri bersifat tipis, parsial, dan
memiliki banyak makna tambahan terstruktur (Sterling, 2009:127).
selain makna intinya. Makna Sementara dalam konsep
intinya adalah sekelompok orang McQuail (2003:144-145) bahwa
yang diberi, dan memerhatikan, penyebutan khalayak lebih condong
pesan komunikasi yang diproduksi mendekati konsep “penerima”. Konsep
seseorang dan dimaksudkan untuk khalayak merujuk pada sekolompok
disampaikan kepada mereka agar pendengar atau penonton yang memiliki
dipahami, dirasakan, dan direspons perhatian, reseptif, tetapi relatif pasif
dengan cara-cara tertentu (Schroder, dan bersifat publik. Cangara (2007:25)
2016:77). sendiri menyebut khalayak sebagai
Dalam buku Encyclopedia of pihak yang menjadi sasaran pesan yang
Journalism (Sterling, 2009:126), konsep dikirim oleh sumber—yang dapat berupa
khalayak merupakan kajian yang lebih satu orang atau lebih, kelompok, partai,
awal dari teori-teori tentang komunikasi bahkan negara. Penerima merupakan
yang berkembang. Konsep ini bahkan elemen penting dalam proses komunikasi
mendekati retorikanya Aristoteles karena merupakan sasaran komunikasi.
tentang “pathos”. Dalam bidang Khalayaklah yang akan mencerna dan
jurnalisme secara khusus, dan juga menerjemahkan pesan yang disampaikan
kajian media massa secara umum, dan atau meneruskan pesan tersebut
khalayak berasal dari kata latin audire sesuai dengan tujuan dari proses
yang berarti “mendengar”. Oleh karena komunikasi yang terjadi.
itu, karakter khalayak kemudian Windahl dan Signitzer (1992)
berkembang berdasarkan teknologi mendefinisikan khalayak menurut para
media itu sendiri. Keberadaan khalayak peneliti komunikasi massa sebagai
kemudian dipengaruhi pada awalnya audience in terms of people who
oleh teknologi tulisan, kemudian have chosen voluntarily to attend to a
teramplifikasi oleh teknologi percetakan certain content or medium. Khalayak
dan bertransformasi akibat teknologi dengan kesadarannya akan memilih
y a n g se m akin baru yakni hadirnya media dan pesan yang ingin diakses.
komunikasi elektronik. Teknologi Selain itu, khalayak dapat didefinisikan
tulisan dan percetakan merupakan dasar sesuai dengan keinginan pengirim
sifat alami dari komunikasi itu sendiri. pesan (defined by the sender), sesuai
Hadirnya pembicara-pendengar tentu dengan keanggotaan khalayak tersebut
melibatkan apa yang disebut sebagai (defined by the audience members), dan
penulis-pembaca. bergantung pada media yang digunakan
Ruli Nasrullah | Riset Khalayak Digital..... 273

(defined by media use) (lihat Windhal & m e n g g u n a k a n k o m p u t e r, f a s e


Signitzer, 1992:166-167). penciptaan khalayak massal yang
diperlukan dan disengaja untuk
Komputer Sebagai Media Massa media baru telah dimulai. Pola
Komputer sebagai mesin dan perkembangan ini mengikuti film,
sebagai medium kemudian disatukan radio, dan televisi. Selama beberapa
o l e h se suatu yang disebut seba ga i tahun terakhir, perluasan minat
p e n g g u na (user) melalui aktiv ita s populer pada komputer sebagai
text-writing (Nightingale & Webster, media komunikasi secara paralel
1 9 8 6 : 1 2 9). P enggunaan kom p ute r sama dengan minat penggemar radio
kemudian semakin berkembang tidak pada masa awal dalam menciptakan
sekadar menjadi medium untuk hal- khalayak mereka sendiri.
hal yang bersifat akademik atau serius, Sebagian besar media saat ini juga
melainkan juga untuk mengisi waktu menyediakan berbagai majalah dan
luang bagi khalayak dengan bermain jurnal untuk pengguna komputer
game, misalnya. (Nightingale & Webster, 1986:130).
Pemahaman akan komputer Pada akhirnya komputer
sebagai medium dan sebagai media me munc ulka n istila h me dia sibe r
massa ditegaskan oleh Nightingale (cybermedia) yang tidak sekadar
dan Webster (Nightingale & Webster, merupakan bentuk baru dari teknologi
1986:131) dengan sifat alamiah dari media, tetapi juga memunculkan apa yang
program komputer itu sendiri. Bahasa disebut dengan khalayak baru. Khalayak
program dan pemrograman pada dasarnya yang secara setara dapat disamakan
berimplikasi untuk menerjemahkan dengan pendengar radio, pembaca koran,
sebuah realitas yang bermakna bagi atau penonton televisi dalam konteks
khalayak pengguna. Dicontohkan bahwa pe ngguna a n me dia . Na mun, pe r lu
sebuah program yang dapat melakukan digarisbawahi bahwa khalayak di media
stimulasi terhadap pengetahuan kemudian siber memiliki karakteristik yang berbeda
akan mendorong penggunanya secara baik secara teori maupun praktik dengan
pintar melakukan interaksi. Semakin khalayak yang selama ini ada di media
canggih sebuah program, maka akan arus utama (lihat Metzger & Flanagin,
semakin memudahkan penggunanya. 2002; Nimrod, 2017)
Perkembangan komputer kemudian Salah satu karakteristik khalayak
masuk ke berbagai perangkat yang baru adalah interaksi di media siber.
tidak hanya pada personal komputer, Interaksi yang selama ini seakan-akan
melainkan juga pada telepon genggam tidak mendapatkan tempat di media
khalayak. massa tradisional. Khalayak dianggap
Belakangan institusi media sekadar menerima berita/informasi dari
juga mulai melirik komputer untuk media dan tidak memiliki kuasa untuk
menghadirkan publikasi media dalam memberikan timbal balik. Media siber
bentuk online. Hal ini menyebabkan dan munculnya media sosial kemudian
adanya peneguhan bahwa komputer yang memberikan semacam penyaluran bagi
sudah membentuk khalayak pengguna khalayak untuk berinteraksi tidak hanya
secara massal semakin mengkristal di antara khalayak semata, melainkan
dengan adanya pembaca media arus juga dengan pihak media. Secara
utama melalui internet. teknologi bahkan media-media online
Dengan semakin berkembangnya memberikan ruang yang cukup di bagian
pengalaman langsung dalam bawah pemberitaan untuk komentar
274 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018

maupun kritik dari khalayak. bisnis, dalam konsol game, televisi


Di media sosial, kom unika si k o m p u t e r, m a u p u n p e r a n g k a t
dan interaksi kemudian tidak sekadar komputer dalam genggaman
memberikan komentar semata. (Shoemaker & Reese, 2014:134).
Khalayak diberikan ruang yang bebas Organisasi media online kini dapat
untuk menyampaikan pendapatnya, mengakses lebih banyak dan dari berbagai
memberitahukan apa yang sedang perangkat untuk mengumpulkan,
dipikirkan, atau sekadar mengunggah memproses, menampilkan, dan
foto perjalanan tanpa maksud untuk menyampaikan informasi. Bagi
atau ditujukan kepada orang tertentu. Shoemaker dan Reese, perubahan pada
Media sosial cenderung menjadi abad ke-21 ini memberikan keleluasaan
semacam “ruang pribadi” yang uniknya bagi organisasi media online untuk
dapat diakses oleh pengguna lain dan menawarkan konten yang lebih banyak
terbuka peluang terjadinya interaksi. dan sangat berbeda dibanding dengan
Konsepsi ini sama dengan apa yang organisasi yang bergerak di offline.
disebut Castells (2004) sebagai Kenyataan ini membawa pada sebuah
“mass-self communication”. Term ini realitas baru bahwa media interaktif
merupakan bentuk baru dari komunikasi yang ada di internet kini membuka
yang memanfaatkan internet sebagai peluang yang lebih besar kepada seluruh
medium, tetapi sifat dari perangkat yang khalayak untuk berpartisipasi. Artinya,
berjejaring sehingga pesan itu tersebar khalayak tidak lagi sekadar pengguna
dan bisa dibaca oleh orang lain baik dan konsumen dari konten media yang
yang terhubung secara langsung maupun tersajikan secara “meluap” di internet
tidak. semata. Khalayak kini dapat berpartisipasi
Interaksi yang termediasi dengan dalam mengkreasikan konten itu sendiri.
komputer kemudian dapat membentuk Khalayak bahkan memiliki peran penting
semacam social capital (de Zúñiga, dalam mengubah harapan banyak orang
Barnidge, & Scherman, 2017; Lee & Lee, terhadap media dan menawarkan cara
2010). Di tataran khalayak yang dalam pandang baru terhadap dunia yang
media siber terkumpul dalam sebuah mereka tempati.
komunitas virtual (Blanchard & Horan, Bagi David Holmes, kehadiran
1998). Juga, dalam perkembangan internet dan platform yang mengiringinya
organisasi media itu sendiri bahwa menjadi pembeda dari era media arus
dengan kehadiran internet mengubah utama yang lebih mengandalkan model
bagaimana khalayak berinteraksi dengan penyiaran dari satu arah sumber ke
konten media. banyak arah konsumen atau broadcast
K e mungkinan hal yang pa ling media. Media baru kemudian berada
penting adalah penerima konten dalam era media kedua (second media
media online saat ini bisa menjadi age) yang memiliki ciri khas antara
produser dan pengirim. Oleh karena lain karena sifat interaktifnya yang
itu, dunia sekarang dideskripsikan memungkinkan khalayak tidak sekadar
oleh jutaan reporter dan dikreasikan lagi mengonsumsi sebagaimana era
serta disajikan oleh berbagai penulis, media pertama (Holmes, 2005:10).
fotografer maupun videographer, Pembedaan ini terlihat tidak sekadar
produser film, maupun pemusik. dari bentuk medianya sebagai sebuah
Konten di media online dapat perangkat atau teknologi, namun juga
diakses oleh berbagai tipe perangkat bagaimana posisi khalayak terhadap
komputer baik di rumah maupun media. Setidaknya beberapa ciri utama
Ruli Nasrullah | Riset Khalayak Digital..... 275

yang membedakan era media model media pertama dianggap sebagai massa
broadcast dengan era media interactivity dan terfragmentasi secara homogen.
adalah, pertama, sumber media yang Berbeda dengan era media kedua yang
pada awalnya terpusat dan informasi menempatkan khalayak sesuai dengan
menyebar kepada khalayak saat ini karakter masing-masing, namun tetap
sumber tersebut menjadi banyak. Media tanpa meninggalkan keragaman yang ada
interaktif menyediakan sumber informasi di antara khalayak. Konten media juga
yang banyak dan tersebar untuk lebih kini telah semakin bebas dan khalayak
banyak khalayak. dapat menyesuaikan diri dengan
Kedua, komunikasi pada e r a kebutuhan atau keinginan mengakses
media penyiaran cenderung didominasi konten sekaligus membuat konten yang
oleh media sebagai produsen informasi. menyesuaikan dengan ciri khas khalayak
Artinya, komunikasi yang terjadi menjadi itu sendiri.
satu arah sementara dalam era media baru Ke e na m, se be lumnya me dia
komunikasi menjadi timbal balik dan ke dianggap dapat atau digunakan sebagai
banyak arah. Khalayak tidak sekadar alat memengaruhi kesadaran khalayak.
dapat menjalin komunikasi dengan media Khalayak selama ini dianggap pasif
semata, melainkan juga dapat melakukan dan apa pun yang diproduksi media
komunikasi antarpengguna media itu akan diterima oleh khalayak; termasuk
sendiri yang dalam era pertama hal apabila konten media digunakan sebagai
tersebut kecil kemungkinan terjadi. alat untuk membentuk atau menggiring
Ketiga, dari segi bisnis dan kuasa opini tertentu. Di era media kedua,
atas media pada era media pertama khalayak melibatkan diri mereka
sangat terbuka peluang sumber informasi dan ada pengalaman khalayak baik
dikuasai oleh siapa saja yang memiliki secara ruang maupun waktu. Khalayak
model. Dampaknya adalah produksi kemudian, misalnya, dapat melakukan
informasi menjadi tidak leluasa dan konfirmasi terhadap berbagai sumber,
informasi pun dikonstruk sesuai dengan membandingkan dengan media lain,
keinginan para pemegang kuasa. Berbeda bahkan melakukan pengecekan terhadap
dengan era media kedua bahwa dengan data-data dalam informasi yang diterima
munculnya berbagai alternatif saluran me r e ka . Kha la ya k le bih a ktif da n
media, penguasaan terhadap sumber- informasi menjadi terbuka serta ruang
sumber informasi menjadi semakin kecil pertarungan antara pemilik kuasa modal
untuk dilakukan dan adanya kebebasan sampai institusi pemerintah dengan
khalayak untuk melakukan kontrol kuasa khalayak itu sendiri
terhadap sumber informasi. Ini bermakna bahwa pada media
Keempat, media baru memberikan baru khalayak tidak sekadar
fasilitas kepada setiap khalayak atau ditempatkan sebagai objek yang
warga negara untuk melakukan kontrol menjadi sasaran dari pesan.
sosial, menggunakan media sebagai Khalayak dan perubahan teknologi
ruang publik, sampai pada kesadaran media serta pemaknaan terhadap
akan kesamaan dalam strata sosial. Hal medium telah memperbaharui peran
ini sangat berbeda dengan media era kh a l a y a k u n t u k m e n j a d i l e b i h
pertama yang menempatkan media interaktif terhadap pesan tersebut.
sebagai instrumen, bahkan sebagai Bahkan secara historis, Manovich
aparatus, dalam melanggengkan strata (2001) menegaskan bahwa konsep
sosial dan ketidaksetaraan kelas sosial. interaktif itu telah mengaburkan
Kelima, khalayak dalam era batasan-batasan fisik maupun sosial
276 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018

(Nasrullah, 2014b). sebagai data yang bersifat pribadi


Dari segi perangkat media, era maupun umum berkreasi menjadi
media baru juga ditandai dengan apa multifungsi. Sebuah jaringan telepon
yang disebut dengan konvergensi media. baik melalui kabel maupun satelit,
Secara struktural konvergensi media sebagai contoh, tidak hanya melayani
berarti integrasi dari tiga aspek, yakni dan mengoneksikan antara pengguna
telekomunikasi, data komunikasi, dan telepon saja, namun ia menjadi
komunikasi massa dalam satu medium medium untuk proses distribusi data
(lihat Jan van Dijk, 2006:7). Dalam lainnya seperti tv berlangganan,
tataran praktis, konvergensi media dapat jasa perbankan, jaringan militer,
terjadi melalui beberapa level: 1) level dan untuk berlangganan internet.
struktural seperti kombinasi transmisi (Nasrullah, 2014b).
data maupun perangkat antara telepon
dan komputer, 2) level tranportasi Media Baru dan Interaksi Khalayak
seperti Web TV yang menggunakan Selanjutnya, kemunculan media
kabel atau satelit, 3) level manajemen interaktif dapat dikatakan sebagai
seperti perusahaan telepon yang juga struktur kedua dari karakteristik media
memanfaatkan jaringan telepon untuk baru. Pada era media interaktif, khalayak
tv berlangganan, 4) level pelayanan dimungkinkan untuk melakukan umpan
(services) seperti penyatuan layanan balik langsung dan bahkan adanya
informasi dan komunikasi di internet, transformasi dari batasan antara khlayak
dan 5) level tipe data seperti menyatukan dan produsen informasi; bahwa khalayak
data, teks, suara, maupun gambar. Untuk pada era media interaktif dapat menjadi
lebih jelasnya, konvergensi media dapat konsumen dan saat itu juga menjadi
dilihat pada gambar 1. produsen dari informasi. Realitas virtual
Konvergensi ini pada kenyataannya ini dijelaskan melalui empat level
mengaburkan perbedaan antara pendekatan (Jan van Dijk, 2006:8-9),
telekomunikasi, data komunikasi, yaitu
dan komunikasi massa itu sendiri. 1. media interaktif memungkinkan
Melalui penyebutan multimedia komunikasi banyak pihak atau
dan internet, sesuatu yang disebut multilateral communication. Level

Gambar 1 Integrasi Transmisi dalam Komunikasi


(Sumber: Van Dijk, 2006:7)
Ruli Nasrullah | Riset Khalayak Digital..... 277

ini menandakan dimensi ruang yang yang secara realitas sosial siber sangat
ditawarkan media digital yang dapat berbeda dengan yang ada di dunia offline
melibatkan banyak pengguna secara (Gotved, 2006a, 2006b).
bersamaan. Perangkat akan berjalan sesuai
2. Terjadinya sinkronisasi bahwa dengan prosedur atau bahasa
media interaktif dalam dimensi program yang telah ditetapkan,
waktu ini menunjukkan interaksi penggunalah yang pada akhirnya
antarpengguna yang dapat dilakukan akan menentukan proses komunikasi
baik melalui waktu yang sama melalui perangkat tersebut. Bukan
maupun pengguna bebas menentukan berarti bahwa komunikasi langsung
sendiri waktu komunikasi tanpa menjadi tidak efektif, namun
menghilangkan atau menghambat kehadiran media siber merupakan
p r o ses kom unikasi itu sen dir i, upaya membawa komunikasi
misalnya dalam e-mail. langsung beserta aspek dan semua
3. Terjadinya keleluasaan kontrol dari hal di dalamnya menuju komunikasi
para pengguna yang melakukan yang termediasi (Nasrullah, 2014b).
interaksi. Ini adalah dimensi
kebiasaan (behavioural) para Tiga Periode Riset di Internet
pihak di media siber tidak Kehadiran media baru
lagi dibatasi oleh siapa yang sender (cybermedia) memberikan pandangan
dan siapa receiver, kedua fungsi ini baru terhadap hubungan khalayak-media
dapat bertukar posisi dalam proses serta meredefinisi ulang konsep-konsep
interaksi. khalayak sebagai entitas yang saling
4. Proses interaksi sejalan dengan bertukar dengan entitas teknologi media
pemahaman terhadap makna dan di internet. Sebelum melihat bagaimana
k o n teks yang m elibatkan pa r a tradisi dalam riset di internet, tentu pada
pengguna. Ini yang disebut dengan tahap permulaan harus pula melihat
level tertinggi, yakni terkait dengan bagaimana paradigma dalam melihat
dimensi mental. Meskipun secara hubungan khalayak dengan media baru.
teknis setiap khalayak yang memiliki Terutama dalam konteks ini penulis lebih
koneksi pada internet akan masuk menekankan pada perkembangan riset
dalam jejaring dan terhubung, dalam aspek budaya siber (cyberculture)
namun dalam komunikasi termediasi serta masyarakat berjejaring yang
komputer selalu saja ada bahasa menjelaskan bagaimana entitas (khalayak
universal yang diekspresikan melalui baru-media baru) di media siber.
teks, simbol, atau lambang yang Medium internet dan hubungannya
harus dipahami. dengan pengguna bagi Wilhelm (2000)
Mendekati interaktivitas yang terposisikan dalam tiga kerangka besar.
terjadi di media era kedua tidak lagi Pertama, secara utopian yang menerima
karena adanya perangkat-perangkat penetrasi teknologi komunikasi sebagai
teknologi baru yang memungkinkan entitas yang memengaruhi khalayak.
melakukan itu semua. Aspek khalayak Pandangan ini menjelaskan bagaimana
juga bertransformasi dari khalayak sebuah teknologi baru diterima dengan
tradisional menjadi khalayak digital tangan terbuka dan masuk ke dalam
dengan berbagai aspek ataupun ciri khas berbagai lapisan serta sendi kehidupan
yang berbeda. Tidak sekadar dipandang penggunanya. Dalam pandangan utopian,
sebagai sebuah individu semata, khalayak perkembangan teknologi komunikasi
secara komunal menciptakan komunitas tidak hanya memberikan dampak tidak
278 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018

adanya sekat-sekat dan stratifikasi bagi keteraturan menjadi tidak teratur, waktu
seluruh aspek kehidupan manusia, namun bergerak secara standar, masyarakat
juga memberikan arah baru bagi tatanan kehilangan pusat, juga bergesernya
sosial pada masa depan. Misalnya, nilai-nilai yang mengatur masyarakat itu
b a g a i m ana teknologi kom unika si sendiri. Dalam tatanan sosial, lebih jauh
memberikan kemudahan komunikasi, kaum dystopian menganggap bahwa
bisnis, pendidikan, sampai hubungan masyarakat menjadi terpecah bahkan
antarpengguna dengan melampaui batas- mengisolasi interaksi antara satu sama
batas geografis (Nasrullah, 2014b). lainnya serta telah terjadinya fragmentasi
Medium juga memberikan bentuk baru akibat komunikasi yang tidak langsung
dari ruang publik yang memunculkan dan termediasi oleh media.
pola baru interaksi masyarakat Ketiga, pandangan technorealism
dengan pemerintah (Ballatore, 2016; ya ng me liha t ke ma jua n te knologi
Johnson, 1997; Rheingold, 1993; komunikasi dalam porsi yang berimbang;
Ward, 1999). Pandangan ini kemudian pada satu sisi dapat memberikan manfaat
dapat disimpulkan bahwa media baru dan pada sisi lain ada beberapa hal yang
memberikan pengaruh terhadap khalayak perlu dipertimbangkan ulang. Internet
dan lingkungan tempat individu itu memberikan pengaruh terahdap aspek
berada. Teknologi dipandang sebagai sosial-politik di tengah masyarakat,
“surga” yang memberikan kemudahan namun tetap harus ada kritik dan
bagi khalayak penggunanya. pilihan-pilihan bahwa tidak selamanya
Kedua, yakni dalam pandangan media baru tersebut mendeterminasi
Dystopian yang melihat bahwa atau mengubah total. Pandangan ini
teknologi merupakan sesuatu yang baru banyak dipopulerkan oleh para jurnalis,
dan karena baru ia akan menggerus akademisi, dan praktisi teknologi yang
khalayak dan lingkungan yang terpapar melihat secara berimbang serta subjektif
olehnya. Internet dan perangkat baru potensi-potensi penting dari efek internet
tersebut mestilah dipandang sangat itu. Dua prinsip penting dari posisi kaum
hati-hati karena, salah satunya, dapat technorealism adalah teknologi tidaklah
memunculkan alienasi sosial-politik netral seperti yang diperkirakan, namun
hingga mengaburkan kekuatan dari tidak pula mengubah secara drastis
realitas itu sendiri. Dalam pandangan sebagaimana dalam pandangan kaum
Heidegger (dikutip oleh Wilhelm, 2000), utopis (Wilhelm, 2000:23). Artinya,
teknologi tidaklah sebagai perangkat teknologi komunikasi secara alamiah
atau kegiatan manusia yang spesifik, adalah hasil dari revolusi media, tetapi
melainkan sebagai sumber untuk juga tidak serta merta menyatakan bahwa
dikontrol dan ditata. Fisher dan Wright revolusi itu mengubah penggunanya
(Fisher & Larry Michael, 2001) melihat secara drastis, menghancurkan aturan-
bahwa teknologi internet hanya sebagai a tur a n da la m be r komunika si, da n
fenomena dari sebuah pengalaman. struktur masyarakat yang selama ini
Media baru seperti internet dipercayai telah terbangun.
memberikan pengaruh terhadap cara Tiga pola pandang ini menjadi
berkomunikasi sedemikian bahkan secara batu pijakan dalam melihat media siber
negatif mengubah praktik dan ruang sebagai medium komunikasi di era
komunikasi yang sebelumnya dipelihara berkembangnya teknologi komunikasi
secara demokratis. Mengutip dari Lukas saat ini. Sebab, tradisi riset komunikasi
(1998:125), internet telah menggeser menempatkan media sebagai pabrik
daya fokus, kecepatan mengatasi ruang, yang memproduksi produk (konten)
Ruli Nasrullah | Riset Khalayak Digital..... 279

secara massal dan khalayak adalah munculnya media baru/ruang siber


massa konsumen yang terpisah dari yang lebih populer dibandingkan
produsen. Internet memberikan ruang majalah (Silver, 2000:19-20).
yang berbeda dalam partisipasi aktif Studi atau fokus terhadap budaya
khalayak, memosisikan khalayak secara siber popular ini dalam pandangan
bergantian kapan sebagai konsumen dan beberepa ilmuwan seperti Jones (1997)
kapan sebagai produsen bahkan dapat atau Kinney (1996) mengadopsi
menjadi keduanya pada waktu bersamaan pemikiran tentang sambutan hangat
(produsage). Jika dalam media massa, paradigma utopian dan mulai mengkritik
pesan diproduksi memang dengan tujuan paradigma distopian terhadap pengaruh
untuk dikonsumsi khalayak, namun internet pada masyarakat. Para pengkritik
pada era media baru ini pesan bisa saja budaya memberikan catatan khusus
diproduksi oleh khalayak tanpa tujuan bahwa kehadiran internet sepertinya
dan hanya dikonsumsi untuk dirinya telah melemahkan dan membuat
sendiri (Nasrullah, 2014a). alienasi politik maupun ekonomi dan
dalam tataran masyarakat membuat
Dari Riset Popular ke Riset Kritis fragmentasi sosial. Namun, ada pula
Tradisi dalam meneliti khalayak yang menganggap bahwa dunia siber
dan media siber pada awalnya dapat merupakan hal baru dan dalam domain
dilihat dari catatan Silver (2000) yang digital mampu memberikan peluang
memaparkan setidaknya ada tiga periode bisnis, mendorong partisipasi demokratis
dalam meneliti internet, yakni Popular di antara khalayak, bahkan mengakhiri
Cyberculture, Cyberculture Studies, dan apa yang disebut sebagai ketidakadilan
Critical Cyberculture Studies. Tradisi sosial-ekonomi. Pandangan terakhir
ini dilihat dari riset-riset internet yang ini mengadopsi paradigma masa depan
muncul sekitar tahun 1990-an sampai teknologi atau technofuturists.
pada awal tahun 2000. Dua perspektif ini muncul
Periode pertama menunjukkan secara bersamaan seiring dengan
internet sebagai medium dan berkembangnya internet dan
mengoneksikan antarpengguna. Beragam me r e ba knya pe r a ngka t- pe r a ngka t
ulasan, tulisan, dan pemberitaan di media ba r u di te nga h ma sya r a ka t. Gibson
massa lebih banyak menyorot internet (1984:51) dalam novelnya Neuromancer
dan perangkat komputer sebagai medium bahkan memunculkan sebuah definisi
yang populer di tengah masyarakat. “cyberspace” yang fenomenal dan
Diawali pada tahun 1990-an ketika sa mpa i sa a t ini ba nya k diguna ka n
para pengkritik kebudayaan mulai oleh pengkaji budaya siber maupun
mengisi sejarah terhadap kajian internet dan media baru itu sendiri.
internet, ruang siber, dan informasi Kata yang menjelaskan “A consensual
supercepat dari mayoritas surat hallucination experienced daily by
kabar maupun majalah di Amerika. billions of legitimate operators. ... A
Secara signifikan, hal tersebut graphic representation of data abstracted
ditandai dengan mulai munculnya from the banks of every computer in the
kolom-kolom khusus di surat kabar human system. Unthinkable complexity”
yang membahas teknologi kemudian (lihat Nasrullah, 2012).
berkembang menjadi artikel khas Periode kedua disebut sebagai
yang muncul di halaman depan, c y be rc ulture studie s. Pe r iode ini
dalam suplemen halaman bisnis dan memfokuskan diri pada individu, baik
gaya hidup, berbarengan dengan dilihat dalam komunitas maupun sebagai
280 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018

identitas, dalam melakukan komunikasi kultural, politik serta ekonomi


meskipun harus ada redefinisi ulang yang dalam hal tertentu dapat dan
terhadap apa yang dimaksud dengan berpotensi sebagai penghambat bagi
pertemuan dan tatap muka; yang dalam individu maupun kelompok untuk
bahasa Rosanne Stone “incontrovertibly mengakses interaksi tersebut;
social space in which people still meet 4. me mbe r ika n pe r ha tia n se c a r a
face-to-face, but under new definitions langsung maupun tidak terhadap
of both ‘meet’ and ‘face’ ” (1991:85 fenomena teknologi termasuk
sebagaimana dikutip Silver, 2000:22). melakukan rancangan terhadap
Peneliti generasi kedua meneliti realitas proses tersebut yang ketika
di dunia siber adalah Howard Rheingold diimplementasikan merupakan
(1993) dengan komunitas virtualnya bentuk-bentuk interaksi antara
serta Sherry Turkle (1995) dengan kajian jaringan dan penggunanya.
identitas virtual. Contoh critical cyberculture
Dalam periode ini adanya studies ini salah satunya dapat dilihat dari
pengkajian budaya siber dan internet penelitian yang dilakukan oleh Baym
dilihat melalui beragam disiplin ilmu; (Baym, 1998) yang memformulasikan
bahkan dapat dikatakan melahirkan lima kondisi yang terjadi pada komunitas
sesuatu yang disebut sebagai metode di dunia siber, yakni konteks eksternal,
baru. Fenomena komunitas virtual tidak struktur temporal, infrastruktur dari
hanya menggunakan jejaring sosial sistem, tujuan dari komunitas atau grup
(social networks), melainkan didekati tersebut, dan karakteristik partisipan atau
dengan menggunakan tradisi sosiologi individu yang tergabung di dalamnya
dalam melihat interaksi dan aksi-aksi (Nasrullah, 2012).
kolektif (Smith & Kollock, 1999) atau
penggunaan pendekatan antropologi ANALISIS MEDIA SIBER
cyborg untuk mengkaji titik temu antara Melalui perspektif kajian
individu, masyarakat, dan jaringan media dan budaya, penulis melihat
komputer (Hakken, 1999), pendekatan bahwa teknologi internet tidak sekadar
linguistik untuk meneliti bahasa di menawarkan bentuk-bentuk dari
internet, netiquettes, dan kode-kode medium. Teknologi yang ada termasuk
tekstual sesuai dengan lingkungan virtual perangkatnya dapat turut serta dan bahkan
(Crystal, 2004; Manovic, 2001), maupun menjadi bagian dari munculnya budaya,
koneksi antara realitas online dengan hubungan sosial, maupun praktik-praktik
realitas offline (Bell, 2001; Hine, 2000; komunikasi manusia-komputer.
Jordan, 1999; Wakeford, 2000). Beranjak dari definisi atau lebih
Periode ketiga adalah critical tepatnya karakter dari media
cyberculture studies yang menurut Silver baru, Meyrowitz (1999:51)
(2000:24) memiliki empat karakter mengungkapkan, lingkungan media
dasar, yaitu baru atau dikenal dengan cyberspace
1. fokus eksplorasi kajian pada aspek telah membawa tawaran pemikiran
interaksi sosial, kultural, dan baru terhadap riset-riset media
ekonomi yang mengambil tempat yang tidak hanya berfokus pada
secara online; pesan semata, melainkan mulai
2. interaksi menjadi objek yang dikaji melibatkan teknologi komunikasi
secara lebih mendalam; itu sendiri yang secara langsung
3. menggiatkan analisis terhadap maupun tidak langsung memberikan
pertimbangan atas jarak sosial, fakta bahwa perangkat komunikasi
Ruli Nasrullah | Riset Khalayak Digital..... 281

berteknologi tersebut merupakan (media archive), objek media (media


salah satu bentuk atau tipe dari object), dan pengalaman (experiential
lingkungan sosial. Tidak hanya bisa stories), sebagaimana dijelaskan dalam
dilihat sebagai media dalam makna gambar 2.
teknologi semata, melainkan juga Ruang media dan dokumen media
makna-makna lain yang muncul berada dalam unit mikro atau
seperti budaya, politik, ekonomi teks sementara objek media dan
(Nasrullah, 2014b). pengalaman media berada dalam
Berdasarkan pemikiran tersebut, unit makro atau konteks. Namun,
mendekati khalayak di internet kemudian baik level objek maupun level
harus dilihat sebagai sebuah entitas yang pe nga la ma n tida k se pe nuhnya
disejajarkan dengan khalayak sebagai berada di ruang makro dan bukan
entitas pengguna. Konsekuensi logisnya berarti pula tidak terkait dengan apa
adalah untuk melakukan riset tentang yang terjadi di ruang mikro. Setiap
khalayak di media siber, tentu harus level memiliki keterkaitan dan
diawali dengan membahas level media sesuatu yang tampak dalam konteks
siber itu sendiri. Pemahaman atas artefak pada dasarnya berasal dari teks
yang juga sebagai entitas (teknologi) dan teks itu diolah terlebih dahulu
ini kemudian akan dapat memberikan melalui prosedur teknologi di media
semacam pengantar bagaimana relasi siber. Oleh karena itu, jika level
atau komunikasi khalayak itu sendiri di teks bisa dianalisis dan dijadikan
dunia virtual. laporan penelitian tersendiri, dalam
Penulis kemudian menawarkan level konteks objek media dan
semacam pendekatan untuk pengalaman harus pula melibatkan
mendeskripsikan entitas (teknologi/ data-data yang ada di ruang media
media siber dan manusia) melalui Analisis dan dokumen media juga (Nasrullah,
Media Siber (AMS). Hal ini untuk 2017).
melihat bagaimana posisi entitas dalam Bagaimana mendekati khalayak
level mikro atau teks maupun makro yang dan media siber sebagai sebuah entitas,
berada dalam konteks (Nasrullah, 2017). berikut ini akan diuraikan setiap level
Pada praktiknya, analisis media siber dalam AMS.
terbagi menjadi empat level, yakni ruang
media (media space), dokumen media Level Ruang Media

(Sumber: Nasrullah, 2017)


282 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018

Media sosial merupakan salah yang berbeda dengan media massa


satu contoh bagaimana media siber lainnya dan tidak memerlukan
memainkan peran sebagai sebuah entitas. keterlibatan pengguna. Namun, di
Entitas dalam pengertian bahwa media media siber diperlukan keterlibatan
siber sebagai sebuah perangkat lunak pe ngguna se c a r a a ktif de nga n
maupun perangkat keras tidak sekadar mengikuti langkah-langkah atau
medium, melainkan secara struktur juga pr ose dur te r te ntu. Ke dua , da r i
memiliki peran dalam pembentukan keterlibatan atau prosedur yang harus
interaksi, sosial, maupun pada tataran diikuti inilah komunikasi interaktif
khalayak virtual. Level ruang media itu terjadi atau sebuah akun di media
ini kemudian melihat bahwa media siber terhubung dengan akun lainnya.
siber sebagai sebuah entitas dalam Ketiga, keunikan media siber adalah
pembentukan realitas budaya. sebuah akun akan hidup, terhubung,
Pemikiran ini berdasarkan adanya da n te r kone ksi te r us- me ne r us;
algoritma yang dimiliki media siber. dengan catatan selagi server atau
Algoritma yang tidak hanya memberikan tempat menyimpan data dan menjadi
aturan bagaimana media bekerja, tetapi stasiun yang terkoneksi ke jaringan
juga bagaimana media “berpikir” dan internet itu tetap hidup. Sebuah data
melakukan koneksi dengan khalayak dari perangkat lunak di media siber
sebagai entitas pengguna. Artificial akan bisa diakses oleh mereka yang
intelligence merupakan konsep yang terhubung walaupun penggunanya
dapat mendekati bagaimana sebuah tidak mengakses jaringan internet
kepintaran ditunjukkan oleh mesin (asynchronous), misalnya kita
sebagaimana kepintaran alamiah yang dapat membalas e-mail kapan pun
d i m i l i k i m anusia m aupun hewa n, sementara penerima belum tentu
meskipun tetap saja dalam internet saat itu juga akan membaca isi
kembali pada algoritma yang diciptakan surat elektronik yang kita kirim
oleh manusia. (Nasrullah, 2017).
Media siber juga dilengkapi Karena itu, media siber didekati
dengan kepintaran tersebut. Khalayak dalam level ruang media yang tidak
v i r t u a l tidak hanya m erujuk p a da sekadar menjadi medium, perantara,
seseorang yang melakukan koneksi atau lokasi, atau tempat budaya itu terjadi.
menurut Tim Jordan (1999) sebagai Media siber adalah entitas itu sendiri
option-in. Teknologi kemudian membuat sebagai nonhuman dalam membentuk
k h a l a y a k baru, salah satu contoh, realitas di dunia online. Bell (Bell,
dapat hidup selamanya selama akun 2005:48) menyebutnya sebagai actor-
tersebut belum dihapus; atau dalam network theory (ANT).
kasus pengguna Facebook yang telah
meninggal. Jika ada yang melaporkan Level Dokumen Media (Media Archive)
pada pihak pengelola, akun tersebut akan Level dokumen media digunakan
tetap ada namun akan ada keterangan untuk melihat bagaimana isi—
sebagai kenangan. sebagai sebuah teks dan makna yang
Pertanyaan selanjutnya, apa yang terkandung di dalamnya—diproduksi
dapat diungkapkan dari mempelajari dan disebarkan/melalui internet. Teks
prosedur perangkat teknologi tidak sekadar mewakili pendapat atau
tersebut? Pertama, sebagai media opini entitas di internet. Teks dapat
siber tentu saja media tersebut menunjukkan ideologi, latar belakang
bergantung pada sejumlah prosedur sosial, pandangan politik, keunikan
Ruli Nasrullah | Riset Khalayak Digital..... 283

budaya, hingga merepresentasikan mengakibatkan ketidakstabilan teks


identitas dari khalayak (Nasrullah, tersebut sendiri.
2014b). Teks juga menjadi bukti dari Dalam kajian etnografi, level
adanya konteks atau situasi maupun ini merujuk pada artefak budaya yang
pertukaran nilai-nilai yang terjadi pada diciptakan (Hine, 2000, 2015; Johnstone
khalayak dan lingkungan sosial mereka & Marcellino, 2010; Machin, 2002;
di internet. Murthy, 2008; Schroeder, 1994).
Menggunakan konsep dari Mitra Mendekati khalayak kemudian dapat
dan Cohen (1999), dalam ‘critical text dilihat dari teks yang diproduksi
work’, Mitra dan Cohen menitikberatkan sekaligus dikonsumsi.
pada analisis semiotik terhadap konten
(seperti layout dan style) dan hubungan Level Objek Media (Media Object)
antarteks/intertextuality dan pola-pola Level objek media memberikan
atau aturan yang digunakan untuk gambaran secara konteks dan makro
menetapkan cara pandang bagaimana bagaimana budaya itu ada. Sebagai unit
makna terhadap teks (web page) itu yang spesifik, level ini menguraikan
dibuat. Ada beberapa konsep untuk bagaimana aktivitas budaya itu terjadi
kemudian menjelaskan bagaimana berdasarkan artefak budaya. Entitas
sebuah teks menjadi pusat dokumen di dalam hal ini dapat dimaknai sebagai
internet, yakni term (1) intertextuality algoritma internet, aplikasi, maupun
pada dasarnya menjelaskan bahwa setiap perangkat lainnya, dan tentu saja
situs terdapat teks yang akan menautkan bagaimana khalayak. Interaksi yang
teks tersebut kepada teks (di situs) yang terjadi, misalnya di kolom komentar
lain; (2) setiap halaman situs tentu Facebook, merupakan percakapan
tidaklah linear (nonlinearity) sejak tautan komunikasi termediasi komputer sebagai
atau hyperlinks seakan-akan meniadakan jejak digital dari sebuah budaya atau
arti mana situs paling awal dan mana yang realitas yang dibangun.
akhir; (3) ada distingsi yang kabur antara Selain itu, dalam level ini data
pembaca dan penulis, artinya setiap penelitian dapat berasal dari teks yang
pengakses internet ‘mengonstruksi’ teks ada di media siber maupun konteks
di setiap situs melalui cara penggunaan yang berada di sekitar teks tersebut.
t a u t a n , dan bagaimana mengakse s Da la m le ve l ini pe ne liti iba r a t
antarsitus tersebut yang pada dasarnya menggunakan teknik pengumpulan
tidak dikontrol oleh sang pembuatnya; data sebagaimana praktik
(4) konvergensi antara media, gambar, etnografi komunikasi dan peneliti
suara, dan teks di situs internet memfokuskan pada riset di lapangan,
memberikan kenyataan bahwa internet melakukan observasi, mengajukan
bersifat “multimedianess”. Hal ini jelas pertanyaan-pertanyaan kepada
memberikan definisi baru bagaimana subjek, berpartisipasi pada aktivitas
interaksi khalayak terhadap internet dan komunitas, dan atau melakukan
memberikan karakter yang lebih banyak pengujian atas bagaimana persepsi
terhadap konten yang terkandung (Wise, atau intuisi warga setempat. Jika
2000); (5) sifat internet yang global pada level dokumen media peneliti
menyebabkan siapa saja bisa terkoneksi; hanya memfokuskan pada teks dari
(6) ephemerality bahwa halaman situs produser, pada level ini peneliti
maupun tautan dapat saja hilang. Hal ini mengalihkan pada bagaimana teks
menegaskan karakteristik dari internet itu ditanggapi atau berinteraksi
itu sendiri yang pada akhirnya dapat dengan pengguna siber lainnya
284 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018

(Nasrullah, 2017). konsepsi bahwa internet hanyalah salah


Level ini kemudian memberikan satu medium yang digunakan entitas
penekanan pada artefak budaya dalam untuk melakukan interaksi; walaupun
bentuk catatan terhadap interaksi dalam beberapa kasus, bahkan sering,
atau komunikasi di antara pengguna. komunikasi itu terjadi pada awalnya
Pertanyaan seperti bagaimana pola hanya untuk dikonsumsi sendiri. Konteks
atau model komunikasi yang terjadi, ini memang tidak memerlukan kepastian
bagaimana penggunaan simbol-simbol siapa saja teman tersebut sebagaimana
dalam percakapan, sampai pada yang ada di dalam komunikasi klasik
pemaknaan apa yang coba dijelaskan tatap muka. Secara perangkat, status
merupakan sebagian dari pengungkapan yang diunggah tersebut akan menyebar
konteks sosial siber. dalam jaringan pertemanan yang
terhubung dengan akun media sosial
Level Pengalaman (Experiential milik pengguna. Malah, dalam konteks
Stories) teknologi, status itu juga akan menyebar
Level pengalaman media atau secara global di luar kluster jaringan
experiental stories mencoba untuk yang terbentuk secara langsung.
menawarkan praktik yang lebih dalam Hal yang menjadi catatan penting
lagi dengan cara mengungkapkan aspek adalah bukan berarti sesuatu yang ada
internal maupun eksternal dari khalayak di internet betul-betul refleksi bayangan
tersebut. Motivasi atau tujuan yang akan dari cermin kehidupan nyata. Namun,
dicapai sampai pada menggambarkan aktivitas online sudah menjadi bagian
secara makro bagaimana masyarakat yang tidak dipisahkan dari aktivitas
atau anggota komunitas itu di dunia offline penggunanya.
offline. Hal ini dimaksudkan bahwa Saat ini, dalam berbagai kondisi,
ada pengungkapan dan ada pertanyaan bagi pengguna internet sebagian
“mengapa” khalayak menggunakan teks besar waktu mereka sebenarnya di
yang dikonstruk. Selain itu, sesuatu yang internet sudah kabur hal-hal yang
muncul di online memiliki relasi dengan eksotis atau istimewa, dan sebagai
dunia nyata. Ada realitas di balik teks peneliti maupun sebagai pengguna
yang diunggah atau dikreasikan atau bisa mulai berpikir bahwa apa yang
menghubungkan realitas yang terjadi di terjadi di dalam jaringan merupakan
dunia virtual (online) dengan realitas bagian dari kehidupan sehari-hari
yang ada di dunia nyata (Nasrullah, dan tidak menjadikannya sebagai
2014b, 2015). sesuatu yang terpisah. Bukan berarti
Hine (2015:163) dalam ingin menegaskan bahwa tindakan-
Ethnography for the Internet mengatakan tindakan di internet merupakan
“There is no strict, principled cerminan begitu saja dari kehidupan,
disticnction between the Internet on one refleksi dari setiap hal yang terjadi
hand, and everyday life on the other”. dalam konteks hubungan tatap muka
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tanpa adanya distorsi. Keberadaan
apa yang terjadi di internet pada satu internet merupakan eksistensi dari
sisi sebenarnya tidak jauh berbeda objek budaya yang beragam maupun
dengan apa yang terjadi di dunia nyata. bervariabel, yang tentu saja masing-
Kehidupan sehari-hari di online pun bisa masing variabel berbeda, dan tidak
menjelaskan apa yang terjadi di offline bermaksud menyimpulkan bahwa
(baca Bakardjieva, 2005:37-75). hal ini berlaku bagi semua pengguna
Selanjutya, level ini merupakan (Hine, 2015:164).
Ruli Nasrullah | Riset Khalayak Digital..... 285

SIMPULAN
A nalisis Media S iber p a da DAFTAR PUSTAKA
dasarnya merupakan konsep yang Bakardjieva, M. (2005). Internet society.
dikembangkan dari penelitian etnografi, New York: SAGE Publications
lebih tepatnya sebagai panduan Inc.
dalam melaksanakan penelitian yang Ballatore, A. (2016). E-readers and the
menggunakan metode etnografi virtual. death of the book : Or , new media
Sebagai dasar dari penelitian etnografi, and the myth of the disappearing
ada dua poin penting meletakkan realitas medium. New Media & Society,
internet sebagai sebuah objek penelitian. 18(10), 2379–2394.
Pertama, realitas yang ada haruslah Baym, N. K. (1998). The Emergence
merupakan praktik budaya dan terdapat of Online Community. In
artefak budaya sebagai sumber data. Cybersociety 2.0: Revisiting
Interaksi pengguna di internet kemudian computer-mediated
harus dirumuskan untuk menentukan communication and community
apakah interaksi tersebut sebagai sebuah (pp. 35–68). Thousand Oaks, CA:
budaya atau sekadar aktivitas biasa, SAGE Publications, Ltd.
termasuk juga artefak yang tercipta dari Bell, D. (2001). An Introduction to
interaksi budaya tersebut. Sebab, tidak Cybercultures. Cultural Studies.
semua teks yang diunggah di media sosial, London: Routledge.
misalnya, merupakan produk budaya Bell, D. (2005). Science, Technology
dan dapat dikategorikan sebagai artefak. and Culture (Vol. 1). New York:
Kedua, etnografi virtual menyasar Open University Press. Retrieved
pada kelompok atau komunitas virtual from http://books.google.
tertentu. Apa pun jenis dan kategori co.uk/books/about/Science_
kelompok yang dapat didefinisikan untuk Te c h n o l o g y _ a n d _ C u l t u r e .
melihat kumpulan pengguna di internet, tml?id=pEcqiii4MOUC&pgis=1
konsekuensi realitas yang tercipta dari Blanchard, A., & Horan, T. (1998).
individu-individu pengguna internet Virtual communities and social
merupakan bagian yang tidak dapat capital. Social Science Computer
dipisahkan dari komunitas internet itu Review, 16(3), 293–307. http://
sendiri. doi0.1177/089443939801600306
Munculnya konsep pengalaman Cangara, H. (2007). Pengantar Ilmu
media sebagai bagian akhir dari Analisis Komunikasi. Jakarta: PT
Media Siber pada dasarnya merupakan Rajagrafindo Persada.
jembatan untuk menggapai pengguna Castells, M. (2004). The Network Society.
i n t e r n e t di dunia offline. B erb a ga i Massachusetts: Edward Elgar.
sumber pustaka tentang etnografi virtual Crystal, D. (2004). Language and the
menekankan bahwa kehadiran pengguna Internet. Cambridge: Cambridge
dapat didekati sekadar online semata. University Press. http://doi.
Artinya, ada pemakluman bahwa sebagai org/10.1136/oem.59.4.278-a
etnografer dapat menggali data dari de Zúñiga, H. G., Barnidge, M., &
pengguna secara online. Namun, konsep Scherman, A. (2017). Social
pengalaman media ini mencoba untuk Media Social Capital, Offline
tetap mendekati pengguna secara offline; Social Capital, and Citizenship:
dengan pengertian dapat dimediasi oleh Exploring Asymmetrical
alat-alat komunikasi di luar media sosial, Social Capital Effects. Political
misalnya. Communication, 34(1), 44–68.
286 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 2, Agustus 2018

http://doi.org/10.1080/10584609. Contemporary Sociology (Vol.


2016.1227000 31). New York: Routledge. http://
Fisher, D. R., & Larry Michael, W. doi.org/10.2307/3089671
(2001). On Utopias and Dystopias: Kim Christian Schroder. (2016). Teori
Toward an Understanding of Audience. In S. W. Littlejohn &
the Discourse Surrounding the K. A. Foss (Eds.), Ensiklopedia
Internet. Journal of Computer- Teori Komunikasi (pp. 77–82).
Mediated Communication, 6(2). Jakarta: Kencana Prenada Media
Gotved, S. (2006a). The Construction of Grup.
Cybersocial Reality. In D. Silver Lee, J., & Lee, H. (2010). The computer-
& A. Massanari (Eds.), Critical mediated communication
Cybercultural Studies. New York: network: Exploring the linkage
New York University Press. between the online community
Gotved, S. (2006b). Time and space in and social capital. New Media and
cyber social reality. New Media & Society, 12(5), 711–727. http://doi.
Society, 8(3), 467–486. http://doi. org/10.1177/1461444809343568
org/10.1177/1461444806064484 Machin, D. (2002). Ethnographic
Hakken, D. (1999). Cyborgs @ Research for Media Studies. New
Cyberspace, an ethnographer York: Oxford University Press
looks to the future. London: Inc.
Routledge. Manovic, L. (2001). The Language
Hine, C. (2000). Virtual Ethnography. of New Media. Cambridge,
London: SAGE Publications, Ltd. Massachusetts: MIT Press.
Hine, C. (2015). Ethnography for the McQuail, D. (2003). Teori Komunikasi
Internet. Embedded, embodied Massa. Jakarta: Penerbit
and everyday (1st ed.). New Erlangga.
York: Bloomsbury Academic. Metzger, M. J., & Flanagin, A. J. (2002).
http://doi.org/10.1017/ Audience orientations toward
CBO9781107415324.004 new media. Communication
Holmes, D. (2005). Communication Research Reports, 19(4),
Theory Media, Technology, 338–351. http://doi.
Society. Communication Theory. og/10.1080/08824090209384862
Thousand Oaks, CA: SAGE Mitra, A., & Cohen, E. (1999).
Publications, Ltd. Analyzing the Web. Directions
Johnson, S. (1997). Interface and Challenges. In S Jones (Ed.),
Culture: How New Tecnology Doing Internet Research: Critical
Transform the Way We Create issues and methods for examining
and Communicate. New York: the Net. Thousand Oaks, CA:
HarpersCollins Publishers. SAGE Publications Inc.
Johnstone, B., & Marcellino, W. M. Murthy, D. (2008). Digital Ethnography:
(2010). Dell Hymes and the An Examination of the Use of
Ethnography of Communication. New Technologies for Social
Handbook of Ethnography, Research. Sociology : The
5(January), 0–17. http://doi. Journal of the British Sociological
org/10.1002/9780470758373 Association, 42(5), 837. http://doi.
Jordan, T. (1999). Cyberpower: org/10.1177/0038038508094565
The Culture and Politics of Nasrullah, R. (2012). Komunikasi
Cyberspace and the Internet. Antarbudaya di Era Budaya Siber
Ruli Nasrullah | Riset Khalayak Digital..... 287

(2nd ed.). Jakarta: Prenada Media. Looking Forwards: Cyberculture


Nasrullah, R. (2014a). “SELLING” Studies 1990-2000. In D.
SELF-IMAGE IN THE ERA Gauntlett, D. Silver, & C. Cheung
(Eds.), Web Studies: Rewiring
OF NEW MEDIA. Jurnal media studies for digital age (pp.
Humaniora. 19–30). New York: Arnold.
Nasrullah, R. (2014b). Teori dan Riset Smith, M. A., & Kollock, P. (1999).
Media Siber (Cybermedia) (2nd Communities in Cyberspace.
ed.). Jakarta: Kencana Prenada New York: Routledge.
Media Grup. Sterling, C. H. (Ed.). (2009). Encylopedia
of Journalism. Los Angeles:
Nasrullah, R. (2015). Perundungan SAGE Publications Inc.
Siber (Cyber-bullying) di Status Wakeford, N. (2000). New Media, New
Facebook Divisi Humas Mabes Methodologies: Studying the
Polri. Jurnal Sosioteknologi, Web. In D. Gauntlett, D. Silver, &
14(1), 1–11. C. Cheung (Eds.), Web . Studies :
Nasrullah, R. (2017). Etnografi Virtual. Rewiring media studies for the
Bandung: Simbiosa Rekatama digital age (pp. 31–41). New
Media. York: Arnold.
Nightingale, V., & Webster, I. (1986). Ward, K. J. (1999). Cyber-ethnography
Computer Users As Media and the emergence of the virtually
Audiences. Prometheus, new community. Journal
4(1), 128–140. http://doi. of Information Technology,
rg/10.1080/08109028608629590 14(1), 95–105. http://doi.
Nimrod, G. (2017). Older audiences in org/10.1080/026839699344773
the digital media environment. Whitney, D. C. (2009). Audience. In
Information, Communication J. Steele (Ed.), Encyclopedia of
& Society, 20(2), 233–249. Journalism (pp. 126–131). Los
http://doi.org/10.1080/136911 Angeles: SAGE Publications.
8X.2016.1164740 Wilhelm, A. G. (2000). Democracy
Rheingold, H. (1993). The Virtual in the Digital Age. New York:
Community: Homesteading on Routledge.
the Electronic Frontier. Reading, Wilson, T. (2009). Understanding Media
MA: Addison-Wesley. Users from Theory to Practice.
Ross, K., & Nightingale, V. (2003). Malden, MA: John Wiley & Sons,
Media and Audiences New Ltd.
Perspectives. Berkshire, England: Windahl, S., & Signitzer, B. (1992).
Open University Press. Using Communication Theory.
Schroeder, K. C. (1994). Audience New York: SAGE Publications.
Semiotics, Interpretive Wise, R. (2000). Multimedia: A Critical
Communities and the Introduction. London: Routledge.
Ethnographic Turn in Media
Research. Media, Culture &
Society, 16(2), 337–347. http://
doi..1177/016344379401600208
Shoemaker, P. J., & Reese, S. D. (2014).
Mediating the Message in the
21st Century (3rd ed.). New York:
Routledge.
Silver, D. (2000). Looking Backwards,

Anda mungkin juga menyukai