Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

OTITIS EKSTERNA DIFUSA

DOKTER PEMBIMBING
Dr. SWASONO R, Sp. THT-KL, M. Kes

DISUSUN OLEH:
AMANDA PRAHASTIANTI
030.08.020

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN


TELINGA HIDUNG TENGGOROK (THT)
RS PUSAT TNI AU Dr. ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


PERIODE 18 JUNI 2012 – 20 JULI 2012

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan Kasus berjudul “Otitis
Eksterna Difusa” ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
Kepaniteraan Klinik THT di Rumah Sakit Pusat TNI AU Dr. Esnawan Antariksa. Dalam
pembuatan tinjauan pustaka dari laporan kasus ini, saya mengambil referensi dari literatur dan
jaringan internet.

Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing, dr.


Swasono R, Sp.THT-KL, M. Kes yang telah memberikan bimbingannya dalam proses
penyelesaian laporan kasus ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun
dalam mencari referensi yang lebih baik.

Penulis sadar bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat banyak kekurangan,
untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun dalam perbaikan laporan kasus ini.

Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.

Jakarta, Juli 2012

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 4
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................................... 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Embriologi............................................................................................................................ 13
Anatomi................................................................................................................................ 16
Fisiologi................................................................................................................................ 20
Definisi................................................................................................................................ 20
Epidemiologi....................................................................................................................... 21
Etiologi................................................................................................................................ 21
Patofisiologi......................................................................................................................... 22
Gejala klinis.......................................................................................................................... 23
Manifestasi klinis................................................................................................................. 24
Histopatologi........................................................................................................................ 24
Diagnosis Banding............................................................................................................... 25
Penatalaksanaan.................................................................................................................... 25
Komplikasi............................................................................................................................. 26
Prognosis............................................................................................................................... 26
KESIMPULAN ................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh
infeksi bakteri, jamur, dan virus. Penyakit ini sering dijumpai pada daerah-daerah yang panas
dan lembab dan jarang terjadi pada iklim-iklim sejuk dan kering.
Patogenesis dari otitis eksterna sangat kompleks. Sejak tahun 1844 banyak peneliti
mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini seperti Branca (1953) mengatakan bahwa
berenang merupakan penyebab dan menimbulkan kekambuhan. Senturia dkk (1984)
menganggap bahwa keadaan panas, lembab, dan trauma terhadap epitel dari liang telinga luar
merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk (1984) mengemukakan
pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan terjadi otitis eksterna
baik yang akut maupun kronik. Penyakit ini merupakan penyakit telinga bagian luar yang
sering dijumpai, disamping penyakit telinga lainnya. Otitis eksterna merupakan suatu infeksi
liang telinga bagian luar yang dapat menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal.
Otitis eksterna akut difusa adalah penyakit yang terutama timbul pada musim panas dan
merupakan bentuk otitis eksterna yang paling umum. Otitis eksterna difusa merupakan tipe
infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh Pseudomonas, Staphylococcus,
Proteus, bahkan jamur. Terjadinya kelembaban yang berlebihan karena berenang atau mandi
menambah maserasi kulit liang telinga dan menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan
bakteri.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

RUMAH SAKIT PUSAT TNI AU Dr. ESNAWAN ANTARIKSA

SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK

Jl. Merpati No. 2, Halim Perdanakusuma Jakarta Timur-13610

Nama Mahasiswa : Amanda Prahastianti

NIM : 030.08.020

Dokter Pembimbing : dr. Swasono R, Sp.THT-KL, M. Kes

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 60 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status : Menikah

Pendidikan : SD

Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Islam

Alamat : Komplek Graha Indah

Tanggal Masuk RS: 4 Juli 2012

B. ANAMNESIS

Diambil secara : autoanamnesis

5
Pada tanggal : 4 Juli 2012 Jam : 10.15 WIB

1. KELUHAN UTAMA: Nyeri pada telinga kanan

2. KELUHAN TAMBAHAN: Telinga kanan terasa tidak enak dan penuh

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

OS datang dengan keluhan nyeri pada telinga kanan sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. OS juga mengeluh rasa tidak enak dan penuh di telinga yang sama. OS
merasakan nyeri jika bagian depan telinga kanan ditekan. Pada awalnya OS merasa
gatal di telinga kanan namun saat pemeriksaan sudah tidak lagi. OS menyangkal adanya
riwayat keluar cairan dari telinga. Riwayat demam disangkal. OS juga menyangkal
berkurangnya pendengaran. OS tidak mengeluh rasa telinga berdengung. Riwayat gigi
berlubang diakui OS namun sekarang sudah tertangani. OS mengatakan tidak ada
keluhan pada sendi rahang. Riwayat nyeri tenggorokan maupun nyeri menelan
disangkal.

OS mengaku keluhan timbul setelah mengorek-ngorek telinganya dengan cotton


bud. OS memang memiliki kebiasaan untuk membersihkan telinga sendiri setiap hari
dengan menggunakan cotton bud yang dilumuri minyak tawon. Riwayat kemasukan air
saat mandi diakui oleh OS. Riwayat batuk disangkal. Riwayat pilek disangkal. Riwayat
hobi berenang disangkal. Riwayat kepala atau telinga terpukul juga disangkal.

OS menyangkal adanya riwayat penyakit kencing manis. Riwayat gastritis


disangkal.

OS mengaku belum berobat ke klinik manapun dan belum minum obat apapun
untuk menghilangkan keluhan.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

- OS baru pertama kali merasakan keluhan seperti ini.

- Riwayat alergi obat, makanan, debu, maupun udara dingin disangkal oleh OS.

- Riwayat dirawat di RS, operasi THT disangkal oleh OS.

6
C. PEMERIKSAAN FISIK

I. KEADAAN UMUM

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 86x/menit

Suhu : 36.2˚C

Pernapasan : 24x/menit

Berat badan : 60 kg

II. TELINGA

KANAN KIRI

Bentuk Daun Telinga Normal Normal

Deformitas (-) Deformitas (-)

Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada

Tumor Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan tragus Nyeri Tidak nyeri

Penarikan daun telinga Nyeri Tidak nyeri

Valsava test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Toyinbee test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Liang telinga Sempit, nanah (-), serumen (-), Lapang, nanah (-),
sekret (-), hiperemis (+), oedem serumen (-), sekret (-),
(+) hiperemis (-), oedem (-)

7
Membran timpani Sulit dinilai MT intak, hiperemis (-),
edema (-), refleks cahaya
(+) jam 7

TES PENALA

TEST KANAN KIRI


Rinne Positif (+) Positif (+)
Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai 512 Hz 512 Hz

Kesan :

- Telinga kanan nyeri tekan tragus (+), nyeri tarik auricula (+), canalis
auricularis eksternus sempit, edema (+), hiperemis (+), membran timpani sulit
dinilai
- Telinga kiri dalam batas normal

III. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

• Bentuk : Normal, tidak ada deformitas

• Tanda peradangan : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-), Bengkak (-)

• Vestibulum : Hiperemis -/-, sekret -/-

• Cavum nasi : Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/-

• Konka inferior : Eutrofi/eutrofi

8
• Meatus nasi inferior : Eutrofi/eutrofi

• Konka medius : Eutrofi/eutrofi

• Meatus nasi medius : Sekret -/-

• Septum nasi : Deviasi -/-

• Pasase udara : Hambatan -/-

• Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

• Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

IV. RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR) ---- Tidak dilakukan


pemeriksaan

• Koana :-

• Septum nasi :-

• Muara tuba eustachius :-

• Torus tubarius :-

• Konka inferior dan media : -

• Dinding posterior :-

V. PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI

KANAN KIRI
Sinus frontalis, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus maksilaris, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VI. TENGGOROK

PHARYNX

• Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-), granular (-)

9
• Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-)

• Tonsil :

- Ukuran T1/T1 tenang

- Hiperemis -/-

- Kripta melebar -/-

- Detritus -/-

- Perlengketan -/-

• Uvula : letak di tengah, hiperemis (-)

• Gigi : gigi geligi lengkap, caries (-)

• Lain-lain : radang ginggiva (-), post nasal drip (-)

LARING (Laringoskopi) --- tidak dilakukan

• Epiglotis :-

• Plika aryepiglotis : -

• Arytenoid :-

• Ventrikular band : -

• Pita suara asli :-

• Rima glotis :-

• Cincin trakea :-

• Sinus piriformis :-

VII.LEHER

• Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar

10
• Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar

VIII. MAKSILO-FASIAL

• Parese nervus cranial : tidak ada

• Bentuk : Deformitas (-); Hematom (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan endoskopi telinga :


• Kanalis auricularis externus telinga kanan menyempit, nanah (-), serumen (-), sekret
(-), hiperemis (+), edema (+), partikel jamur (-)

• Membran timpani intak dengan reflex cahaya (+) di jam 5, jaringan granulasi (-),

E. RESUME

Dari anamnesis didapatkan OS, seorang wanita berumur 60 tahun, datang


dengan nyeri di telinga kanan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. OS juga
mengeluh telinga terasa tidak enak dan penuh. OS mengaku merasa nyeri jika bagian
depan telinga kanan ditekan. Pada awalnya telinga kanan terasa gatal namun saat
pemeriksaan sudah tidak lagi. OS sering membersihkan telinga dengan mengoreknya
menggunakan cotton bud. Riwayat kemasukan air diakui OS. Riwayat hobi berenang
disangkal.

11
Dari pemeriksaan fisik telinga ditemukan telinga kanan nyeri tekan tragus (+),
nyeri tarik auricula (+), CAE sempit, hiperemis (+), edema (+), KGB regional
membesar (-).

Telinga kiri dalam batas normal

F. DIAGNOSIS BANDING

G. DIAGNOSIS KERJA

Otitis externa difusa auricularis dextra

Dasar diagnosis:

Diagnosis kerja otitis eksterna difusa akut diambil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang didapatkan pada OS.

Anamnesis:

- Rasa nyeri, penuh, tidak enak di telinga kanan

- Rasa gatal yang terjadi mendahului nyeri telinga

- OS mengaku kemasukan air saat mandi

- Riwayat kebiasaan: OS suka membersihkan telinga setiap hari dengan cotton bud

Pemeriksaan fisik telinga:

- Telinga kanan nyeri tekan tragus (+), nyeri tarik auricula (+), CAE sempit, hiperemis
(+), edema (+)
- Pendengaran normal

Pemeriksaan penunjang endoskopi telinga:


- Membran timpani masih intak dan dalam batas normal

12
H. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

I. PENATALAKSANAAN

• Irigasi liang telinga menggunakan H2O2 3%


• Dipasang tampon Sofra-Tulle selama dua hari
• Antibiotik : Siprofloksasin tab 500 mg 2x1 selama 5 hari
• Anti-inflamasi: Cataflam 50 mg 3x1 selama 3 hari

J. ANJURAN

• Saat mandi atau berenang jangan sampai kemasukan air ke dalam telinga
• Pasien dilarang mengorek – ngorek telinga dengan instrumen yang tidak tepat
seperti cotton bud
• Kontrol ke poliklinik THT 2 hari kemudian untuk pelepasan tampon

K. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad Fungsionam : ad bonam

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Embriologi
Pembentukan telinga dimulai dari pembentukan telinga dalam, telinga tengah
dan terakhir pembentukan telinga luar. 1

a. Telinga Dalam
Pada manusia, telinga dalam embrio berkembang kira-kira pada umur 22 hari
sebagai penebalan ektoderm permukaan pada kedua sisi rhombencephalon. Penebalan
ini disebut plakoda otik. Plakoda otik kemudian berinvaginasi membentuk vesikula otik
atau otokista.

Gambar 1. Perkembangan vesikula auditori

Pada tahap perkembangan selanjutnya vesikula otik bagian ventral membentuk


sacculus dan cochlearis dan bagian dorsal membentuk utriculus, canalis semisircularis
dan ductur endolimphatikus. Pembentukan saluran-saluran tersebut disebabkn karena
adanya bagian-bagian tertentu dari daerah tersebut yang berdegenerasi. 1

14
Gambar 2. Perkembangan telinga dalam

Ductus cochlearis yang sedang tumbuh menembus mesenkim di sekitarnya dan


berpilin seperti bentuk spiral. Sekarang ductus cochlearis tetap berhubungan dengan
sacculus melalui ductus reuniens.

Ductus semisircularis, urticle, sacculus, ductus endolimphatikus, utrico-


saccular, ductus reuniens dan ductus cochlearis diisi dengan cairan endolimph,
Sedangkan semua struktur membran dari saluran tersebut dinamakan membran labirin.
Dinding sel membran labirin sangat tipis dan terdiri atas sel-sel epitel tunggal yang
ditutupi oleh lapisan serabut jaringan ikat yang dibentuk dari mesenkim di sekitarnya.
Beberapa dari sel-sel epitel dimodifikasi menjadi sel-sel rambut (sel-sel neuroepitel)
dan beberapa menjadi sel-sel pendukung. Dasar dari sel-sel neuroepitel dikelilingi oleh
ujung serabut saraf yang datang dari ganglion spinal dan ganglion vestibular. Ganglion
tersebut berhubungan dengan otak melalui serabut saraf yang dibentuk oleh saraf
auditori. Semua membran labirin pertama ditransformasi menjadi rawan kemudian
menjadi tulang. Dengan cara ini semua membran labirin ditutupi oleh tulang dan
disebut tulang labirin. Ruang di antara membran labirin dan tulang labirin berisi cairan
perilimph. 1

15
b. Telinga Tengah

Gambar 3. Pembentukan telinga tengah

Dibentuk dari kantung faring I yang tumbuh dengan cepat ke arah lateral.
Bagian distal kantung disebut processus tubotympaticus, kemudian melebar membentuk
cavum tympani sederhana, sedangkan bagian proksimal tetap sempit dan membentuk
saluran eustachius yang menghubungkan cavum tympani dengan nasofaring. 1

c. Telinga Luar

Gambar 4. Pembentukan telinga luar

16
Meatus akustikus eksternus terbentuk dari perkembangan first pharingeal groove
bagian dorsal. Pada awal bulan ke-tiga, terjadi proliferasi sel-sel epitel di bawah meatus
yang nantinya akan membentuk sumbat meatus. Lalu pada bulan ke-tujuh, sumbat
meluruh dan lapisan epitel di lantai meatus berkembang menjadi gendang telinga
definitif. Gendang telinga dibentuk dari lapisan epitel ektoderm di dasar acoustic
meatus, lapisan epitel endoderm di cavum timpani dan lapisan intermediate jaringan
ikat yang membentuk stratum fibrosum. Sedangkan aurikula terbentuk dari hasil
proliferasi mesenkim di ujung dorsal arkus faring I dan II yang mengelilingi first
pharyngeal groove dan membentuk auricular hillock yang berjumlah tiga di masing-
masing sisi eksternal acoustic meatus dan kemudian auricullar hillock akan bersatu
lalu membentuk auricula definitif. Pada awalnya, telinga luar berada di regio leher
bawah. Setelah terbentuk mandibula, telinga luar naik ke samping kepala setinggi
dengan mata. 1

II. Anatomi

Gambar 5. Anatomi telinga

1. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,

17
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian
dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira ± 2,5 - 3cm.2
Kulit liang telinga
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Kanalis auricularis externus dilapisi
oleh kulit yang terikat erat pada tulang rawan dan tulang yang mendasarinya karena
tidak adanya jaringan subkutan di area tersebut. Dengan demikian daerah ini menjadi
sangat peka. 3
Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama dengan lapisan
kulit pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel skuamosa. Kulit liang telinga
merupakan lanjutan kulit daun telinga dan kedalam meluas menjadi lapisan luar
membran timpani.
Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulang rawan dari pada
bagian tulang. Pada liang telinga rulang rawan tebalnya 0,5 – 1 mm, terdiri dari lapisan
epidermis dengan papillanya, dermis dan subkutan merekat dengan perikondrium.
Epidermis dari liang telinga bagian tulang rawan biasanya terdiri dari 4 lapis yaitu sel
basal, skuamosa, sel granuler dan lapisan tanduk.
Lapisan liang telinga bagian tulang mempunyai kulit yang lebih tipis, tebalnya
kira-kira 0,2 mm, tidak mengandung papilla, melekat erat dengan periosteum tanpa
lapisan subkutan, berlanjut menjadi lapisan luar dari membran timpani dan menutupi
sutura antara tulang timpani.
Otot daun telinga terdiri dari 3 buah otot ekstrinsik dan enam buah otot
intrinsik. Otot ekstrinsik terdiri m.aurikularis anterior, m.aurikularis superior dan m.
aurikularis posterior. Otot-otot ini menghubungkan daun telinga dengan tulang
tengkorak dan kulit kepala. Otot-otot ini bersifat rudimenter, tetapi pada beberapa orang
tertentu ada yang masih mempunyai kemampuan untuk menggerakan daun telinganya
keatas dan kebawah dengan menggerakan otot-otot ini. Otot intrinsik terdiri dari m.
helisis mayor, m. helisis minor, m. tragikus, m.antitragus, m. obligus aurkularis, dan
m.transpersus aurikularis. Otot-otot ini berhubungan bagian-bagian daun telinga.
Perdarahan
Arteri-arteri dari daun telinga dan liang telinga luar berasal dari cabang
temporal superfisial dan aurikular posterior dari arteri karotis eksternal.

18
Permukaan anterior telinga dan bagian luar liang telinga didarahi oleh cabang
aurikular anterior dari arteri temporalis superfisial. Suatu cabang dari arteri auricular
posterior mendarahi permukaan posterior telinga. Banyak dijumpai anastomosis
diantara cabang-cabang dari arteri ini. Pendarahan kebagian lebih dalam dari liang
telinga luar dan permukaan luar membrana timpani adalah oleh cabang aurikular dalam
arteri maksilaris interna.
Vena telinga bagian anterior, posterior dan bagian dalam umumnya bermuara
kevena jugularis eksterna dan vena mastoid. Akan tetapi, beberapa vena telinga
mengalir kedalam vena temporalis superficial dan vena aurikularis posterior.
Sistem limfatik
Kelenjar limfa regio tragus dan bagian anterior dari auricula mengalir ke
kelenjar parotid, sementara bagian posterior auricular mengalir ke kelenjar
retroauricular. Regio lobulus mengalir kelenjar cervicalis superior. 3
Persarafan
Persarafan telinga luar bervariasi berupa tumpang tindih antara saraf-saraf
kutaneus dan kranial. Cabang aurikular temporalis dari bagian ketiga saraf trigeminus
(N.V) mensarafi permukaan anterolateral permukaan telinga, dinding anterior dan
superior liang telinga dan segmen depan membrana timpani.Permukaan posteromedial
daun telinga dan lobulus dipersarafin oleh pleksus servikal nervus aurikularis mayor.
Cabang aurikularis dari nervus fasialis (N.VII), nervus glossofaringeus (N.IX) dan
nervus vagus (N.X) menyebar ke daerah konka dan cabang-cabang saraf ini menyarafi
dinding posterior dan inferior liang telinga dan segmen posterior dan inferior membrana
timpani. 3

2. Telinga Tengah
Telinga tengah merupakan bangunan berbentuk kubus yang terdiri dari: 2
• Membran timpani; yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.
Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars
flaccida (membrane Sharpnell) dimana lapisan luarnya merupakan lanjutan
epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu

19
lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit
serat elastin.
• Tulang pendengaran; yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes.
Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
• Tuba eustachius; yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring.

3. Telinga Dalam

Gambar 6. Anatomi telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, yang berfungsi menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibule. 2
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule
sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktuskoklearis)
diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media
berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner
Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak
organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.5
III. Fisiologi

20
Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplikasikan melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan daya tingkap
lonjong. Energi getar yang diamplikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan
menggetarkan tingkap lonjong sehigga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran
ini diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong edolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
proses ini merupakan rangsang mekanik yang akan menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan lisrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditoris sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 2,5

Gambar 7. Fisiologi pendengaran

IV. Definisi
Otitis eksterna difus dikenal dengan swimmer ear (telinga perenang) atau
telinga cuaca panas (hot weather ear) adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat
infeksi bakteri yang menyebabkan pembengkakan stratum korneum kulit sehingga
menyumbat saluran folikel. 2

21
V. Epidemiologi
Berdasarkan data yang dikumpulkan mulai tanggal Januari 2000 s/d Desember
2000 di Poliklinik THT RS H. Adam Malik Medan didapati 10746 kunjungan baru
dimana, dijumpai 867 kasus (8,07%) otitis eksterna, 282 kasus (2,62%) otitis eksterna
difusa dan 585 kasus (5,44%) otitis eksterna sirkumskripta. Penyakit ini sering diumpai
pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang pada iklim- iklim sejuk dan
kering. Nan Sati CN dalam penelitiannya di RS Sumber Waras / FK UNTAR Jakarta
mulai 1 Januari 1980 sampai dengan 30 Desember 1980 mendapatkan 1.370 penderita
baru dengan diagnosis otitis eksterna yang terdiri dari 633 pria dan 737 wanita. 4

VI. Etiologi
Organisme yang paling sering ditemukan pada pasien dengan otitis eksterna
difusa adalah bakteri gram negatif Pseudomonas aeruginosa (Bacillus pyocaneus) dan
staphylococci. Yang lebih jarang ditemukan adalah bakteri streptococci dan Proteus
vulgaris. Selain itu, jamur dapat terlibat dalam infeksi pada telinga luar, yaitu jamur
Candida albicans dan Aspergillus niger. Otitis eksterna difusa dapat juga terjadi
sekunder pada otitis media supuratif kronis. 3,6
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna, yaitu : 2,4,7
• Derajat keasaman (pH)
pH pada liang telinga biasanya normal atau asam, pH asam berfungsi
sebagai protektor terhadap kuman. Peningkatan pH menjadi basa (di atas
6.0) akan mempermudah terjadinya otitis eksterna yang disebabkan oleh
karena proteksi terhadap infeksi menurun.
• Udara
Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman dan jamur mudah
tumbuh.
• Trauma
Trauma ringan misalnya mengorek-ngorek telinga dengan benda tumpul
seperti cotton bud merupakan faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna.
• Berenang

22
Terutama jika berenang pada air yang tercemar. Air kolam renang
menyebabkan maserasi kulit dan merupakan sumber kontaminasi yang
sering dari bakteri

VII. Patofisiologi

Saluran telinga dapat membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-
sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran
telinga dengan cotton bud bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa
mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk
disana. 3
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan
penimbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi atau berenang.
Terjadinya kelembaban yang berlebihan karena berenang atau mandi menambah
maserasi kulit liang telinga dan menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan
bakteri. Perubahan ini dapat juga menyebabkan rasa gatal di liang telinga sehingga
menambah kemungkinan trauma karena garukan. 3,4

Gambar 8. Patofisiologi terjadinya otitis eksterna difusa

VIII. Gejala Klinis

23
Gejala klinis yang terjadi pada pasien dengan otitis eksterna difusa antara lain: 4,6

Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari
otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan daun
telinga.

Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu
rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa
gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan peradangan
suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik merupakan keluhan utama.

Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak
enak sedikit, perasaan penuh di dalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa
sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala yang
dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan
rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini
diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan
dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut saraf
yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagipula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar
liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan
yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan dari liang
telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis
eksterna. Nyeri terutama ketika daun telinga ditarik, nyeri tekan tragus, dan ketika
mengunyah makanan. Rasa gatal dan nyeri disertai pula keluarnya sekret encer, bening
sampai kental purulen tergantung pada kuman atau jamur yang menginfeksi. Pada
jamur biasanya akan bermanifestasi sekret kental berwarna putih keabu-abuan dan
berbau.

Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna
akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang
progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan
menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen,
debris, dan obat-obatan yang digunakan ke dalam telinga bisa menutup lumen yang
mengakibatkan peredaman hantaran suara.

IX. Manifestasi Klinis

24
Pemeriksaan fisik pada pasien biasanya menunjukkan:

• Kulit MAE edema dan hiperemis merata sampai ke membran timpani


dengan sekret pada CAE. Jika terjadi edema CAE yang hebat, membran
timpani dapat tidak tampak.
• Nyeri tekan tragus (+)
• Nyeri tarik auricula (+)
• Adenopati regional yang nyeri tekan 7

Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi :

a. Otitis Eksterna Ringan :


Kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit

b. Otitis Eksterna Sedang :


Liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif

c. Otitis Eksterna Komplikasi :


Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak

d. Otitis Eksterna Kronik :


Kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif

Otitis eksterna akut berlangsung kurang dari 4 minggu atau terjadi kurang dari 4
kali dalam setahun, sedangkan otitis eksterna kronis berlangsung selama lebih dari 4
minggu atau terjadi lebih dari 4 kali dalam satu tahun. Pada penderita DM atau pasien
dengan immunocompromised, otitis eksterna dapat berkembang menjadi tipe maligna.8

X. Histopatologi
Pada otitis eksterna difusa akut tampak adanya gambaran hiperkeratosis
epidermis, parakeratosis, akanthosis, erosi, spingiosis, hiperplasia stratum korneum dan
stratum germinativum, edema, hiperemis, infiltrasi leukosit, nekrosis, nekrosis fokal
diikuti penyembuhan fibroblastik pada dermis dan aparatus kelenjar berkurang, serta
aktifitas sekretoris kelenjar berkurang. 4

25
XI. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari keadaan yang serupa dengan otitis eksterna antara lain
meliputi :

- Otitis eksterna nekrotik

- Otitis eksterna bullosa

- Otitis eksterna granulosa

- Perikondritis yang berulang

- Furunkulosis dan karbunkulosis

XII. Penatalaksanaan
Otitis eksterna difusa harus diobati dalam keadaan dini sehingga dapat
menghilangkan edema yang menyumbat liang telinga. Dengan demikian, biasanya perlu
disisipkan tampon berukuran ½ x 5 cm kedalam liang telinga mengandung obat agar
mencapai kulit yang terkena. Setelah dilumuri obat, tampon kasa disisipkan perlahan-
lahan dengan menggunakan forsep aligator. Penderita harus meneteskan obat tetes
telinga pada kapas tersebut satu hingga dua kali sehari. Dalam 48 jam tampon akan
jatuh dari liang telinga karena lumen sudah bertambah besar. Polimiksin B dan
colistemethate merupakan antibiotik yang paling efektif terhadap Pseudomonas dan
harus menggunakan vehiculum hidroskopik seperti glikol propilen yang telah
diasamkan bahan kimia lain, seperti gentian violet 2% dan perak nitrat 5% bersifat
bakterisid dan bisa diberikan langsung ke kulit liang telinga. Setelah reaksi peradangan
berkurang, dapat ditambahkan alcohol 70% untuk membuat liang telinga bersih dan
kering. 4
Terapi sistemik hanya dipertimbangkan pada kasus berat; dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan kepekaan bakteri. Antibiotik sistemik khususnya diperlukan
jika dicurigai danya perikondritis atau kondritis pada tulang rawan telinga. 5

26
Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang mungkin
terjadi pada pasien, terutama setelah berenang. Untuk menghindarinya pasien harus
menjaga agar telinganya selalu kering, dengan cara menggunakan alkohol encer secara
rutin tiga kali seminggu. Pasien juga harus diingatkan agar tidak menggaruk /
membersihkan telinga dengan cotton bud terlalu sering. 2,7

XIII. Komplikasi
- Perikondritis
- Selulitis
- Dermatitis aurikularis 4

XIV. Prognosis
Otitis eksterna adalah suatu kondisi yang dapat diobati biasanya sembuh dengan
cepat dengan pengobatan yang tepat. Paling sering, otitis ekserna dapat dengan mudah
diobati dengan tetes telinga antibiotik. Otitis eksterna kronis yang mungkin
memerlukan perawatan lebih intensif. Otitis eksterna biasanya tidak memiliki
komplikasi jangka panjang atau serius. 8

27
KESIMPULAN

Otitis eksterna merupakan peradangan liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan virus. Faktor yang mempermudah radang telinga luar
ialah perubahan pH di liang telinga menjadi basa, keadaan udara yang lembab dan hangat, serta
faktor predisposisi yaitu trauma ringan ketika mengorek telinga.
Otitis ekterna difusa mengenai kulit liang telinga bagian dua pertiga dalam. Tampak
kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasannya. Bakteri penyebabnya yang
tersering adalah Pseudomonas.

Gejala otitis eksterna difusa adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang
kelenjar getah bening regional dapat membesar, dan tedapat nyeri tekan.

Pengobatannya degan membersihkan liang telinga, memasukkan tampon yang


mengandung antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik dengan kulit yang
meradang. Kadang diperlukan pula obat antibiotika sistemik.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Adnan. Perkembangan Telinga. 2008. Available at:


http://www.scribd.com/doc/33877494/perkembangan-telinga. Accessed on : July 5th
2012.
2. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FK UI. 2008.
3. Enriquez A, et al. Basic Otolaryngology. Manila: Department of Otorhinolaryngology
UP - PGH. 1993.
4. Abdullah F. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi Saring Dengan Salep
Ichtyol (Ichtammol) Pada Otitis Eksterna Akut. Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6423/1/tht-farhan.pdf. Accessed on:
July 6th 2012.
5. Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.1997.
6. Lee K.J, Essential otolaryngology: head and neck surgery. Stamford: Appleton &
Lange. 1995.
7. Becker W, Naumann H, Pfaltz C. Ear, Nose, and Throat, A Pocket Reference. Second,
revised edition. New York: Thieme. 1994.
8. Stöppler M. Swimmer’s Ear Infection. Available at:
http://www.medicinenet.com/otitis_externa/article.htm. Accessed on: July 6th 2012.

29

Anda mungkin juga menyukai