Anda di halaman 1dari 2

Alana gulana.

Ketika teman-temannya yang lain telah menapaki pelaminan dan menimang bayi, ia masih
berada di tempat. Menghabiskan masa muda sekaligus mengharap kabar yang tak kunjung datang.

“Kakak tahu kamu sudah cukup lama menunggu, tapi sampai sekarang ia tak kunjung membawa kabar.
Apa kamu masih yakin dia masih mau menyimpan sedikit ruang di hatinya demi kamu? Sementara di
hidupnya bertebaran banyak perempuan cantik dan kaya?”

Itu adalah sebuah bentuk lain dari kata ‘lupakan’. Kak Rana tak ingin Alana mengalami hal yang sama
dengannya. Di penghujung usia tiga puluh ia baru melepas masa lajangnya setelah menantikan pujaan
hati yang merantau. Sialnya, ketika sang pujaan hati pulang justru membawa seorang istri dan dua
bocah kecil.

Kak Rana memilih untuk lupa. Menghapus segala harap di hati. Memulai kehidupan baru melalui
perjodohan. Ada kemungkinan pula Alana akan memulai kembali lembaran cinta di hidupnya dengan
cara sama.

“Namanya Ridwan, dia guru olahraga tempat Kakak mengajar. Dia juga punya usaha sablon kaos dan
percetakan kecil. Orangnya baik dan punya ilmu agama yang dalam, dia pernah mondok sebelum
kuliah,” terang Kak Rana pagi itu saat mereka memulai sarapan.

Kak Rana tak sekadar bercerita, karena di balik kata-katanya ada sebuah hukum absolut. Sebagai
pengganti ayah dan ibu yang telah lama berpulang, Kak Rana berada di posisi paling puncak.

“Sore nanti jam lima, dia ada waktu luang. Coba temui dia di warung ayam bakar depan tempat Kakak
mengajar,” imbuh Kak Rana lagi.

“Iya.” Alana menyahut rendah. Sangat kentara bahwa ia tak senang dengan keputusan Kak Rana yang
selalu sepihak.

Sore itu Alana mendatangi tempat yang sudah ditentukan kakaknya. Berpenampilan lebih rapi dari
biasanya karena arahan sang kakak. Alana mendapati seorang pria melambai padanyaMas Ridwan.
Senyum Alana terkembang pelan, mencoba menunjukkan tata krama.

Mereka saling sapa, berbincang seputar pekerjaan, dan sedikit kehidupan pribadi. Tak ada hal yang
istimewa. Mas Ridwan bukan orang kaku seperti dalam bayangan Alana. Ia orang yang ceria dan supel, ia
punya banyak kenalan dari berbagai profesi. Beberapa orang dengan latar belakang pendidikan dan
pekerjaan yang berbeda sempat menyapanya beberapa kali. Ia orang yang pintar mengawali
pembicaraan, serta pintar mencari obrolan lain. Kecuali saat ia menjawab panggilan yang berhubungan
dengan usaha yang ia geluti.

“Saya ada di warung ayam bakar dekat SMA Negeri I, kalau Mas mau tanya-tanya bisa ketemu di sini
sekalian. Mumpung saya masih luang sampai nanti sebelum isya.” Tak lama panggilan ia sudahi.
“Ada pelanggan yang mau bikin undangan akikah, tapi mau ketemu sama saya langsung,” ujar Mas
Ridwa saat Alana tanya ada apa gerangan.

Tak berselang lama, sebuah mobil sedan parkir di depan warung. Seorang pria keluar, membawa
beberapa foto yang dibungkus plastik bening. Alana bergeming, tenggorokannya seketika kering. Apalagi
saat pria itu menyampaikan urusannya datang. Ia memperkena

Anda mungkin juga menyukai