Anda di halaman 1dari 13

Asal-usul Penindasan Perempuan

Perempuan berderajat lebih rendah daripada laki-laki – inilah anggapan


umum yang berlaku sekarang ini tentang kedudukan kaum perempuan dalam
masyarakat. Anggapan ini tercermin dalam prasangka-prasangka umum,
seperti "seorang istri harus melayani suami", "perempuan itu turut ke surga
atau ke neraka bersama suaminya", dll. Prasangka-prasangka ini mendapat
penguatan dari struktur moral masyarakat yang terwujud dalam peraturan-
peraturan agama dan adat. Lagipula, sepanjang ingatan kita, bahkan nenek-
moyang kita, keadaannya memang sudah begini.

Tapi anggapan ini adalah anggapan yang keliru. Para ahli antropologi sudah
menemukan bahwa keadaannya tidaklah selalu demikian.
Dalam masyarakat Indian Iroquis, misalnya, kedudukan perempuan dan laki-
laki benar-benar setara. Bahkan, semua laki-laki dan perempuan dewasa
otomatis menjadi anggota dari Dewan Suku, yang berhak memilih dan
mencopot ketua suku. Jabatan ketua suku dalam masyarakat Indian Iroquis
tidaklah diwariskan, melainkan merupakan penunjukan dari warga suku
melalui sebuah pemilihan langsung yang melibatkan semua laki-laki dan
perempuan secara setara. Keadaan ini berlangsung sampai jauh ke abad ke
19.

Dalam masyarakat Jermania, ketika mereka masih mengembara di luar


perbatasan dengan Romawi, berlaku juga keadaan yang sama. Kaum
perempuan mereka memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan kaum
laki-lakinya. Peran yang mereka ambil dalam pengambilan keputusan pun
setara karena setiap perempuan dewasa adalah juga anggota dari Dewan
Suku.

Demikian pula yang berlaku di tengah suku-suku Schytia dari Asia Tengah. Di
tengah mereka, bahkan perempuan dapat diangkat menjadi prajurit dan
pemimpin perang.

Namun jika kita cermati lebih lanjut, masyarakat-masyarakat di mana


kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara ini adalah masyarakat
nomaden, yang mengandalkan perburuan dan pengumpulan bahan makanan
sebagai sumber penghidupan utama mereka. Suku-suku Indian Iroquis sudah
mulai bertanam jagung, namun masih dalam bentuk sangat sederhana.
Demikian pula yang berlaku di tengah masyarakat Jermania dan Schytia.
Pertanian, bagi mereka, hanyalah pengisi waktu ketika hewan-hewan buruan
mereka sedang menetap di satu tempat. Data-data arkeologi bahkan
menunjukkan bahwa pertanian primitif ini hanya dikerjakan oleh kaum
perempuan sebagai pengisi waktu senggang, dan tidak dianggap sebagai
satu hal yang terlalu penting untuk dapat dikerjakan oleh seluruh suku secara
bersama-sama.

Namun, ketika berbagai masyarakat manusia menggeser pri kehidupannya ke


arah masyarakat pertanian, seluruh struktur masyarakat pun berubah.
Termasuk di antaranya hubungan antara laki-laki dan perempuan.

1
Pertanian dan Bangkitnya Patriarki
Berlawanan dengan pandangan umum tentang bangkitnya masyarakat
pertanian, umat manusia tidaklah dengan sukarela memeluk pertanian
sebagai cara hidup. Biasanya, orang beranggapan bahwa manusia mulai
bertani ketika mereka menemukan daerah-daerah subur yang cocok untuk
bertani. Namun, data-data arkeologi dan antropologi menunjukkan bahwa
manusia mulai bertani ketika mereka terdesak oleh perubahan kondisi alam,
di mana kondisi yang baru tidak lagi memberi mereka kemungkinan untuk
bertahan hidup hanya dari berburu dan mengumpul bahan makanan.

Peradaban pertanian yang pertama kali muncul adalah peradaban Sumeria


dan Mesir. Keduanya lahir dari terdesaknya suku-suku manusia yang
mengembara di dataran padang rumput yang kini dikenal sebagai Afrasia.
Padang rumput kuno yang kini sudah musnah ini membentang dari daerah
pegunungan Afrika Timur melalui Arabia sampai pegunungan Ural di Asia
Tengah. Sekitar 8.000 - 11.000 tahun yang lalu, ketika Jaman Es terakhir
telah berakhir, padang rumput ini mengalami ketandusan akibat perubahan
iklim. Ketandusan ini berawal dari daerah Arabia dan meluas ke utara dan
selatan. Bersamaan dengan mengeringnya padang rumput ini, hewan-hewan
buruan akan berpindah mencari tempat yang masih subur. Para pemburu dan
pengumpul yang mengikuti hewan buruan ke utara akhirnya bertemu dengan
lembah sungai Efrat dan Tigris, sementara yang ke selatan bertemu dengan
lembah sungai Nil. Pada masa itu, sebuah lembah sungai merupakan medan
yang tak tertembus oleh manusia, contoh modern dari lembah-lembah sungai
yang masih perawan seperti ini dapat kita lihat di Papua. Karena terjepit
antara dua keadaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup mereka,
kelompok-kelompok pemburu dan pengumpul ini akhirnya memutuskan untuk
bergerak memasuki lembah-lembah sungai ini dan berusaha
menaklukkannya – setidaknya, di lembah-lembah sungai ini masih tersedia
air.

Proses penaklukan ini pasti berjalan dengan amat beratnya karena peralatan
yang mereka miliki, pada awalnya, hanyalah peralatan untuk berburu. Kini
mereka harus menciptakan improvisasi bagi alat-alat mereka supaya dapat
digunakan untuk membersihkan lahan. Karena peralatan mereka yang primitif
itu, proses pembukaan lahan ini dapat berlangsung beratus tahun lamanya.
Sementara jarang ada binatang buruan yang akan mengikuti mereka
memasuki lembah-lembah sungai itu. Mereka dihadapkan pada keharusan
untuk menemukan sumber makanan lain.

Dan di saat inilah, menurut data arkeologi, kaum perempuan muncul sebagai
juru selamat. Mereka menggunakan ketrampilan mereka untuk mengolah biji-
bijian menjadi tanaman untuk mendapatkan bahan makanan bagi seluruh
komunitas. Apa yang tadinya hanya pengisi waktu senggang kini menjadi
sumber penghidupan utama seluruh masyarakat. Keharusan manusia untuk
menemukan cara-cara baru untuk mempertahankan hidupnya membuat
perkembangan teknologi berlangsung dengan pesat di tengah masyarakat
pertanian, jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi dalam masa-
masa sebelumnya.

2
Dengan perkembangan teknologi ini, apa yang tadinya hanya dapat
dikerjakan bersama-sama (komunal) kini dapat dikerjakan secara sendirian
(individual).
Proses untuk menghasilkan sumber penghidupan kini berangsur-angsur
berubah dari proses komunal menjadi proses individual. Dan, hal yang paling
wajar ketika pekerjaan sudah dilakukan secara individual adalah bahwa
hasilnya kemudian menjadi milik individu (perorangan). Pertanian
memperkenalkan kepemilikan pribadi pada umat manusia.

Di samping itu, pertanian sesungguhnya menghasilkan lebih banyak daripada


berburu dan mengumpul. Tiap kali panen, manusia menghasilkan jauh lebih
banyak daripada yang dapat dihabiskannya. Dengan kata lain, pertanian
memperkenalkan hasil lebih pada pri-kehidupan manusia.

Namun, hasil lebih ini tidaklah muncul secara kontinyu, melainkan dalam
paket-paket. Sekali panen, mereka mendapat hasil banyak, namun hasil itu
harus dijaga agar cukup sampai panen berikutnya. Hal ini menumbuhkan
keharusan untuk menjaga dan membagi hasil lebih ini. Melalui proses ratusan
tahun, kedua keharusan ini menumbuhkan tentara dan birokrasi. Dengan kata
lain, pertanian memperkenalkan Negara pada pri-kehidupan manusia.

Sekalipun berlangsung berangsur-angsur selama ratusan tahun, pada satu


titik, perubahan-perubahan kecil ini menghasilkan lompatan besar pada pri-
kehidupan manusia. Terlebih lagi setelah pertanian diperkenalkan, baik
melalui penaklukan atau melalui proses inkulturasi, pada peradaban-
peradaban lain di seluruh dunia.

Dan salah satu perubahan penting ini terjadi pada pembagian peran antara
laki-laki dan perempuan.

Pertama, pertanian pada awalnya membutuhkan banyak tenaga untuk


membuka lahan karena tingkat teknologi yang rendah. Hanya dari proses
ekstensifikasi (perluasan lahan)-lah pertambahan hasil dapat diperoleh. Oleh
karena itu, proses reproduksi manusia menjadi salah satu proses yang
penting untuk mendapatkan sebanyak mungkin tenaga pengolah lahan
pertanian. Aktivitas seksual, yang tidak pernah dianggap penting, bahkan
dianggap beban, di tengah masyarakat berburu dan mengumpul, kini menjadi
satu aktivitas yang penting. Dewi Kesuburan merupakan salah satu dewi
terpenting di tengah masyarakat pertanian, bukan hanya berkenaan dengan
kesuburan tanah melainkan juga tingkat kesuburan reproduksi perempuan.

Dan sebagai akibat logis dari keadaan ini kaum perempuan semakin
tersingkir dari proses produktif di tengah masyarakat. Waktunya semakin
lama semakin terserap ke dalam kegiatan-kegiatan reproduktif.

Kedua, teknologi pertanian yang maju semakin pesat ini ternyata malah
membuat aktivitas produksi di sektor pertanian menjadi semakin tertutup buat
perempuan. Penemuan arkeologi menunjukkan bahwa ditemukannya bajak
(luku) telah menggusur kaum perempuan dari lapangan ekonomi. Bajak
merupakan alat pertanian yang berat, yang tidak mungkin dikendalikan oleh
perempuan.

3
Terlebih lagi bajak biasanya ditarik dengan menggunakan tenaga hewan
ternak, di mana pengendalian terhadap ternak memang merupakan wilayah
ketrampilan kaum laki-laki. Intrusi (mendesak masuknya) peternakan ke
dalam pertanian telah membuat ruang bagi kaum perempuan, yang
keahliannya hanya dalam bidang pertanian, semakin tertutup.

Karena perempuan semakin tidak mampu bergiat dalam lapangan produksi,


maka iapun semakin tergeser ke pekerjaan-pekerjaan domestik (rumah
tangga). Dan ketika perempuan telah semakin terdesak ke lapangan domestik
inilah patriarki mulai menampakkan batang hidungnya di muka bumi.

Kepemilikan Pribadi dan Patriarki


Tergesernya kaum perempuan dari lapangan produktif ini terjadi dalam
konteks berkembangnya kepemilikan pribadi.

Dengan semakin bergesernya proses produksi menjadi sebuah proses


perorangan, maka unit pengaturan masyarakat pun berubah. Jika tadinya unit
pengaturan masyarakat yang terkecil adalah suku maka kini muncullah
sebuah lembaga baru, yakni keluarga. Hampir di tiap masyarakat yang
terhitung primitif konsep tentang keluarga tidak dikenal. Penelitian arkeologis
telah menemukan berbagai bentuk sistem reproduksi masyarakat komunal
seperti ini. Seperti nyata di tengah masyarakat Zulu, di Afrika, di mana tiap
waktu tertentu diadakan satu upacara di mana kaum perempuan memilih
pasangannya untuk jangka waktu sampai upacara berikutnya diadakan.
Suku-suku Afrika yang lain, semacam orang-orang Bush, menganut sistem di
mana seorang perempuan adalah istri dari semua laki-laki yang ada di suku
tersebut, sementara seorang laki-laki adalah suami dari semua perempuan di
sukunya. Suku-suku aborigin Australia menganut sistem silang-suku, di mana
mereka mengenal suku-saudara. Seorang perempuan aborigin adalah istri
dari semua laki-laki dalam suku-saudara mereka, demikian sebaliknya yang
terjadi dengan tiap laki-laki dalam suku tersebut.

Oleh karena pola reproduksi yang komunal semacam ini, garis keturunan
seseoang hanya dapat dilihat dari siapa ibunya. Dari sinilah sebab mengapa
dalam masyarakat primitif hanya dikenal garis matrilineal. Ini nampak nyata
dalam asal-usul kata "gen" atau "genetik" itu sendiri, yang berasal dari kata
kuno bangsa Arya gan atau kan yang artinya "kelahiran" atau "kehamilan".
Jadi, "keturunan" merupakan satu bentuk yang sangat bernuansa perempuan
pada awalnya. Namun demikian, garis matrilineal ini tidaklah berarti apa-apa
selain penentu apakah seseorang dapat digolongkan sebagai "orang kita"
atau bukan. Dalam makna yang lebih luas, apakah ia setelah dewasa akan
dapat memperoleh tempat dalam Dewan Suku dan ikut mengambil
keputusan-keputusan penting. Jadi, pada masa itu tidaklah dikenal Matriarki.
Perempuan dan laki-laki benar-benar setara kedudukannya di tengah
masyarakat.

Namun, pertanian mengubah semua itu.

Di atas kita telah melihat bahwa peranan perempuan perlahan-lahan tergusur


dari lapangan produktif ke lapangan domestik.

4
Pada awalnya ini adalah satu proses yang diterima baik oleh kaum
perempuan karena pembagian kerja seperti ini dapat secepatnya
meningkatkan hasil yang dapat diperoleh dari lapangan produksi itu sendiri.

Dengan sukarela kaum perempuan menyerahkan tempatnya di lapangan


produksi demi satu pembagian tugas yang akan meningkatkan hasil produksi
setinggi-tingginya.

Yang tidak dapat dilihat oleh kaum perempuan masa itu adalah peranan
kepemilikan pribadi dalam menempa sebuah sistem masyarakat.

Dalam hal ini, karena proses produksi telah menjadi sebuah proses
perorangan, maka alat-alat produksi juga menjadi milik perorangan. Sistem
kepemilikan suku atas alat-alat produksi semakin lama semakin pudar. Dan
bersamaan dengan itu, kepemilikan atas hasil produksi juga berubah dari
kepemilikan bersama menjadi kepemilikan perorangan.

Dan karena perempuan telah menyerahkan tempat mereka dalam lapangan


produksi kepada laki-laki, maka kepemilikan atas alat-alat produksi itu
kemudian juga jatuh kepada laki-laki. Dan karena kepemilikan atas alat
produksi itu jatuh pada laki-laki, kepemilikan atas hasil produksinya juga jatuh
ke tangan laki-laki.

Berikutnya, ketika kita bicara tentang bagaimana menjaga dan mengatur


pembagian hasil produksi ini, siapakah yang berhak mengambil keputusan?
Tentunya, karena merekalah yang bergiat di lapangan produksi, hak inipun
jatuh pada laki-laki.

Ketika hak untuk mengambil keputusan dalam masyarakat telah secara


eksklusif dipegang oleh kaum laki-laki, bangkitlah patriarki.

Perlahan-lahan, setelah proses ini berlangsung ratusan tahun, orangpun


melupakan asal-usul pergeseran ini dan hak waris dari garis laki-laki
kemudian terlembagakan. Demikian pula seluruh sistem nilai dalam
masyarakat yang semula menjunjung tinggi kesamaan antara laki-laki dan
perempuan kini tergeser dan tergantikan oleh sistem nilai di mana laki-laki
berkuasa atas perempuan.

Salah satunya nampak dalam sistem kepercayaan, yang merupakan salah


satu sistem nilai yang paling tua umurnya dalam sejarah manusia. "Agama-
agama" paling kuno, seperti dinamisme atau animisme, sama sekali tidak
membagi dewa-dewa mereka sebagai laki-laki atau perempuan. Bagi mereka,
masalah jenis kelamin ini sama sekali tidak penting. Agama-agama yang
muncul kemudian telah mulai membagi kekuatan-kekuatan supranatural ini
menjadi dewa (laki-laki) dan dewi (perempuan). Namun di antara keduanya
sama sekali tidak nampak perbedaan kekuasaan yang mencolok. Agama
orang-orang Yunani, misalnya, sekalipun menempatkan Zeus (laki-laki)
sebagai pemimpin tertinggi, namun ia seringkali tidak dapat menghalangi apa
yang dimaui oleh istrinya, Hera. Untuk hampir tiap masalah, selalu ada
pasangan dewa dan dewi yang menaunginya, seperti Athena-Aries (perang),
Cupid-Venus (cinta), dll.

5
Apollo jelas laki-laki, namun objek yang dinaunginya yakni matahari selalu
harus menyerah pada bulan yang dilindungi oleh Artemis ketika malam tiba.

Bahkan Apollo dan Artemis adalah kakak-beradik. Baru pada agama-agama


monotheis-lah kekuatan supranatural tertinggi dilekatkan pada laki-laki,
seperti yang nampak pada anggapan kebanyakan penganut monotheis
mengenai apakah Tuhan adalah laki-laki atau perempuan.

Kemungkinan-kemungkinan untuk Pembebasan Perempuan


Di atas kita dapat melihat bahwa penempatan perempuan pada posisi kelas
dua dalam masyarakat berawal dari tergesernya peranan kaum perempuan
dalam lapangan produksi. Dan, pada gilirannya, tergesernya peran ini adalah
akibat dari tingkatan teknologi masa itu yang tidak memungkinkan kaum
perempuan untuk memasuki lapangan produksi.

Posisi kelas dua ini diperkukuh oleh sistem kepemilikan pribadi, yang pada
gilirannya memunculkan diri dalam berbagai prasangka, sistem nilai dan
ideologi yang menegaskan paham keunggulan laki-laki dari perempuan.

Karena ketertindasan perempuan berawal dari sebuah perjalanan sejarah


yang objektif maka upaya pembebasan perempuan dari posisi yang
ditempatinya sekarang ini harus pula menemukan kondisi objektif yang
memungkinkan dilakukannya pembebasan tersebut. Kondisi itu adalah
kembalinya kaum perempuan ke lapangan produksi kolektif.

Kondisi ini sesungguhnya telah diwujudkan oleh kapitalisme. Kapitalisme,


yang mengandalkan mesin sebagai alat produksinya yang utama, telah
memungkinkan kaum perempuan untuk kembali berkarya di bidang produksi
kebutuhan masyarakat. Bahkan, sekarang ini, jika kita melihat di kota-kota
besar, sudah jarang sekali ada kaum perempuan yang tidak memberikan
sumbangan bagi perolehan kebutuhan hidup keluarganya.

Lagipula, kapitalisme telah membuat sistem produksi menjadi semakin lama


semakin kolektif. Sepasang sepatu NIKE, misalnya, adalah buah karya
ratusan, bahkan ribuan, orang dari berbagai negeri. Hampir tiap barang yang
kita pergunakan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari merupakan hasil
kerja ratusan bahkan ribuan orang. Ini semua adalah pertanda bahwa sistem
produksi komunal semakin hari semakin berjaya kembali.

Dapatlah kita lihat bahwa perkembangan kondisi objektif ini telah


menghasilkan ruang yang sangat terbuka bagi perempuan. Gerakan
emansipasi perempuan telah berkembang bersamaan dengan masuknya
perempuan-perempuan ke pabrik-pabrik. Kini perempuan telah berhak turut
serta dalam berbagai bidang pekerjaan. Kebanyakan perempuan juga telah
bebas untuk memilih jalan hidupnya sendiri, termasuk memilih pasangan
hidup. Namun demikian, kondisi objektif ini tidak dapat berkembang menjadi
pembebasan perempuan yang sepenuh-penuhnya karena sistem nilai yang
ada di tengah masyarakat masih merupakan sistem nilai yang mendukung
adanya peminggiran terhadap peran perempuan.

6
Kita dapat melihat bahwa pekerja perempuan kebanyakan diupah jauh lebih
rendah daripada pekerja laki-laki. Dan ini bukan terjadi di pabrik-pabrik saja.
Demikian pula yang terjadi di banyak kantor-kantor, bahkan di kalangan
industri perfilman di mana aktris biasanya digaji lebih rendah daripada aktor.

Masih dalam bidang pekerjaan, kita tahu bahwa bidang-bidang tertentu masih
diposisikan sebagai "bidangnya perempuan". Seorang sekretaris, misalnya,
haruslah cantik dan memiliki bentuk tubuh yang "menarik". Banyak orang
masih meremehkan seorang perempuan yang bercita-cita dan berusaha
keras untuk, misalnya, menjadi seorang pilot.

Ini berkaitan erat dengan masih dijadikannya perempuan sebagai simbol


seksual dalam masyarakat. Penilaian utama terhadap seorang perempuan
diletakkan pada apakah ia "cantik", "seksi" atau bentuk-bentuk penilaian fisik
lainnya. Sesungguhnya, penilaian inipun sangat bergantung pada
masyarakatnya karena apa yang "cantik dan seksi" untuk satu jaman belum
tentu demikian untuk jaman lainnya. Dan pada titik ekstrimnya, kita melihat
pelacuran sebagai bentuk eksploitasi puncak terhadap perempuan karena di
sini bukan saja tenaganya yang dieksploitasi melainkan juga moral dan
intelektualitasnya.
Di tengah masyarakat kita telah pula berkembang gerakan anti-emansipasi
perempuan. Banyak bentuk yang diambil oleh gerakan ini, namun pada
intinya gerakan ini berusaha mengembalikan posisi perempuan menjadi
posisi terpinggirkan. Perempuan hendak dikembalikan pada posisi tidak turut
dalam pengambilan keputusan, bahkan hendak dibatasi kembali ruang
geraknya.

Sebaliknya, banyak pula dari kaum perempuan yang telah lolos dari jerat
pembatasan-pembatasan, ternyata justru berbalik ikut membatasi gerak,
bahkan turut menindas, kaum perempuan lainnya. Telah banyak pemimpin
perempuan di muka bumi ini, tapi berapa banyak dari mereka yang berjuang
untuk membebaskan kaum perempuan dari keterpinggiran dan
keterbelakangan? Telah banyak pula manajer dan direktur perempuan di
dalam perusahaan-perusahaan, tapi berapa banyak dari mereka yang
berjuang agar buruh-buruh perempuan di pabriknya mendapatkan seluruh
hak mereka sebagai perempuan?

Contoh paling kongkrit kita dapatkan di negeri sendiri. Presiden Megawati


adalah seorang perempuan, namun sampai saat ini tidak satupun konvensi
PBB yang memberikan perlindungan terhadap perempuan yang diratifikasi
oleh Indonesia. Padahal, tindakan meratifikasi konvensi PBB adalah termasuk
langkah politik yang moderat. Ia juga telah memotong berbagai subsidi
barang-barang kebutuhan hidup. Pemotongan subsidi ini pasti memukul
langsung nasib kaum perempuan Indonesia yang sampai saat ini masih terus
terbelit dalam kungkungan tembok-tembok domestik.

Di atas telah kita lihat bahwa masih ada satu faktor lagi yang mengukuhkan
ketertindasan perempuan: kepemilikan pribadi. Kepemilikan pribadi tumbuh
dari sebuah proses produksi yang perorangan, di mana seluruh barang
kebutuhan dihasilkan oleh perorangan. Di bawah kapitalisme halnya tidak lagi
demikian.

7
Barang kebutuhan hidup telah dihasilkan secara komunal, secara kolektif.
Namun, hasil produksi yang komunal ini masih dikangkangi secara pribadi,
secara perorangan.
Dan oleh karena sistem kepemilikan pribadi masih berjaya, maka seluruh
sistem nilai yang mendukung kepemilikan pribadi itu akan ikut berjaya pula.
Dan kita tahu bahwa sistem nilai yang mendukung kepemilikan pribadi adalah
juga sistem nilai yang mendukung peminggiran terhadap kaum perempuan.

Oleh karena itu, perjuangan pembebasan terhadap perempuan tidaklah dapat


dilepaskan dari perjuangan untuk mengubah kendali atas proses produksi
(dan hasil-hasilnya) dari tangan perorangan (pribadi) ke tangan masyarakat
(sosial). Sebaliknya, pengalihan kendali ini tidak akan berhasil jika kaum
perempuan belumlah terbebaskan. Tidaklah mungkin membuat satu
pengendalian produksi (dan pembagian hasilnya) secara sosial jika kaum
perempuan, yang mencakup setidaknya setengah dari jumlah umat manusia,
tidaklah terlibat dalam pengendalian itu.

Di sinilah kita dapat menarik satu kesimpulan: perjuangan pembebasan


perempuan akan berhasil dengan sempurna jika ia disatukan dengan
perjuangan untuk mencapai sosialisme. Dan sebaliknya, perrjuangan untuk
sosialisme akan juga berhasil dengan sempurna jika perjuangan ini
menempatkan pembebasan perempuan sebagai salah satu tujuan utamanya.
Kedua perjuangan ini tidak boleh dipisahkan, atau yang satu didahulukan
daripada yang lain. Keduanya harus berjalan bersamaan dan saling mengisi.

Hanya dengan demikianlah kaum perempuan akan dapat dikembalikan pada


posisi terhormat dalam masyarakat - sejajar dengan laki-laki dalam segala
bidang kehidupan: ekonomi, sosial dan politik.

***

8
Para Kupu-kupu
Perjuangan Putri-putri Keluarga Mirabal

"Minerva Mirabal-lah orangnya yang telah menanamkan benih


pemberontakan ke dalam keluarganya dan (suaminya Manuel) Tavarez
Justo... (dia) teracuni oleh pemikiran Kiri radikal, yang, ketika berkembang di
saat itu, mengarahkannya pada kematiannya sendiri dan menjerumuskan
keluarganya pada tragedi."
Jenderal Johnny Abbes Garcia, dalam Trujillo y Yo (Trujillo dan Saya)

Pengantar
Tanggal 8 Maret kita peringati sebagai Hari Perempuan Internasional. Kali ini
kami menampilkan tiga orang perempuan kakak-beradik yang berjuang
sampai dimartir untuk pembebasan bangsanya dari penindasan kediktatoran
militer. Minerva dan Patria dan Maria-Teresa Mirabal adalah tiga kupu-kupu
yang telah berani menentang kebuasan hewani dari pemerintahan militer
Jenderal Trujillo di Republik Dominika, sebuah negeri di Amerika Tengah.
Kisah hidup ketiganya kurang dikenal di Indonesia, inilah alasan kami
mengangkat kisah hidup singkat mereka untuk turut memperingati Hari
Perempuan Internasional 8 Maret 2003.

Pendahuluan
Don Enrique Mirabal dan istrinya Chea tinggal di sebuah peternakan
berukuran sedang di Ojo de Agua, di propinsi Espaillat, di daerah
pegunungan di Republik Dominika. Mereka dikaruniai empat orang putri -
Patria, Dedé, Minerva dan Maria-Teresa. Keluarga Mirabal adalah sebuah
keluarga kelas menengah yang terhitung cukup kaya dan berpengaruh.
Oleh karena itulah mereka kemudian sanggup mengirim tiga putri tertua
mereka ke sebuah sekolah menengah Katolik di La Vega, Immaculada
Concepción, sebuah sekolah khusus putri dengan sistem asrama. Pada tahun
1938, ketiga putri-putri keluarga Mirabal bersama-sama masuk ke sekolah ini.
Di sekolah inilah Minerva kemudian menemui kenyataan bahwa banyak di
antara teman sekolahnya yang kehilangan orang tua, saudara atau kerabat
lain karena ditahan, disiksa atau dibunuh oleh orang-orangnya Trujillo.
Jenderal Rafael Leonidas Trujillo adalah diktator yang berkuasa di Republik
Dominika waktu itu. "El Jefe" atau Tuan Besar, begitulah diktator ini suka
menyebut dirinya sendiri. Ia berkuasa dengan tangan besi, seperti layaknya
9
penguasa militer di mana-mana, ditopang oleh kekuatan polisi rahasianya,
SIM.
Sentimen perkawanan, solidaritas terhadap nasib banyak temannya, ini
berkembang menjadi sebuah sentimen politik ketika Minerva berkenalan
dengan Pericles Franco Ornes di tahun 1940. Ornes adalah salah satu pendiri
Popular Socialist Party. Ia dikenal sebagai salah satu penentang Trujillo yang
paling terkemuka dan telah berkali-kali masuk penjara karena aktivitas
politiknya. Melalui Ornes, Minerva berkenalan dengan banyak bacaan kiri dan
mendapat dengar siaran radio dari Kuba dan Venezuela yang banyak
membuka borok-borok dari pemerintahan Trujillo.

Konflik Pertama dengan "El Jefe"


Pada tanggal 12 Oktober 1949, Jenderal Trujillo mengadakan sebuah pesta di
rumah peristirahatannya di San Cristóbal, satu kota di propinsi Espaillat.
Pesta ini bertujuan untuk memperingati mendaratnya Kolumbus di benua
Amerika. Orang-orang terkemuka di seluruh Espaillat tentu saja diundang
untuk datang. Undangan untuk keluarga Mirabal diantarkan secara pribadi
oleh Antonio de la Maza, gubernur Moca, dan Juan Rojas, senator dari
Propinsi Espaillat. Don Enrique menghadiri pesta ini bersama Minerva, Patria,
Pedro Gonzalez (suami Patria), Dedé dan Jaime Fernandez (suami Dedé).
Pesta kebun ini terhenti karena adanya hujan badai. Di tengah derasnya
curah hujan, keluarga Mirabal menyelinap pulang.
Tuan Besar marah besar karena "kekurangajaran" ini. Tidak boleh ada orang
yang pulang dari pesta Tuan Besar sebelum sang Tuan sendiri pulang. Ia
menghubungi salah satu pos militernya untuk menghentikan mobil yang
ditumpangi oleh keluarga Mirabal. Tapi, mobil itu telah lebih dulu lewat.
Juan Rojas, gubernur propinsi, memberi saran agar Don Enrique
mengirimkan surat permintaan maaf pada sang Diktator. Don Enrique
menurut, namun kemarahan Tuan Besar tidak dapat diredakan. Esok harinya,
Don Enrique ditangkap dan dipenjara di Santo Domingo. Minerva dan ibunya
juga ditangkap sehari setelah sang ayah dipenjara. Mereka ditahan di Hotel
Nacional. Minerva diinterogasi tiap hari di benteng Fortaleza Ozama tentang
aktivitas politiknya. Dua interogator pribadi Trujillo menangani pemeriksaan
ini: Fausto Caamaño Medina dan Manuel de Moya. Minerva dituduh sebagai
seorang komunis dan dipaksa untuk menandatangani surat permintaan maaf
pada Trujillo. Namun dengan gigih Minerva menolak untuk melakukan hal ini.
Setelah Minerva ditangkap, tak lama kemudian dua teman dekatnya, Violeta
Martinez dan Emma Rodriguez, juga ditangkap dan ditahan di penjara yang
sama.
Pada akhirnya, setelah keluarga Mirabal menghubungi koneksi politik mereka
di tengah pemerintahan, terutama adik kandung El Jefe, Minerva dan ayah-
ibunya dapat dibebaskan. Namun demikian, El Jefe telah menjadikan Minerva
sebagai musuh pribadinya.
Tahun 1950-an

10
Dua tahun setelah dibebaskan, Minerva dan ayah ibunya ditahan lagi. Kali ini,
Don Enrique ditangkap dengan alasan lalai membeli buku biografi resmi El
Jefe dan ditahan di Benteng Ozama. Sementara ibu dan anak itu ditahan di
Hotel Presidente. Sang Tuan Besar sangat bernafsu untuk "meluruskan"
pandangan politik Minerva. Penolakan dan pembangkangan Minerva
membuatnya marah. Ketiga tahanan itu dibebaskan beberapa minggu setelah
mereka ditangkap.
Penangkapan dan penahanan yang berulang kali itu memperburuk kesehatan
Don Enrique yang telah tua. Ia jatuh sakit setelah dibebaskan dari
penahanannya yang terakhir. Kesehatannya makin turun sampai akhirnya ia
meninggal pada tanggal 14 Desember 1953.
Setahun setelah itu, Minerva mulai berkuliah di Universitas Santo Domingo.
Sekalipun nilai-nilainya baik, Trujillo memerintahkan agar Minerva dilarang
menghadiri kuliah di tahun 1956, terutama karena judul skripsinya, "Prinsip
Irretroaktivitas dalam Hukum dan Jurisprudensi Dominika", di mana ia
mendukung diterapkannya prinsip HAM dasar dan mengusulkan beberapa
perubahan dalam perundang-undangan, dianggap bertentangan dengan garis
ideologi negara. Sekalipun mendapatkan banyak halangan, ia berhasil
menamatkan kuliahnya setahun kemudian.
Di Universitas inilah ia bertemu dengan Manuel Aurelio Tavarez Justo, pria
yang kemudian menjadi suaminya.

Kupu-kupu meninggalkan kepompongnya


Manuel Tavarez (yang sering dipanggil Manolo) adalah seorang anggota
bawah tanah dari Popular Socialist Party. Karena Minerva juga seorang anti-
Trujillo, ia dengan cepat menjadi akrab dengan Manolo dan kemudian juga
bergabung dengan PPS. Sementara itu, Maria-Teresa, adik bungsu Minerva
yang wataknya sangat mirip dengan Minerva sendiri, berkenalan dan
kemudian menjalin hubungan dengan Leandro Guzmán, seorang insinyur
yang juga anggota gerakan bawah tanah anti-Trujillo. Di masa-masa inilah
nama sandi Minerva, la Miraposa (Kupu-kupu), menjadi satu simbol kesertaan
kaum perempuan dalam pergerakan melawan kediktatoran. Mereka menjalin
pengorganisiran di tengah kelas pekerja Dominika dan melalui gereja-gereja.
Hubungan kakak-beradik ini ternyata tidak terhenti pada hubungan politik,
melainkan berkembang menjadi hubungan batin yang erat. Minerva menikah
dengan Manolo pada tanggal 20 November 1955 sedang Ma-Te (panggilan
akrab Maria-Teresa) menikah dengan Leandro pada tanggal 14 Februari
1958.
Gerakan 14 Juni
Pada tanggal 14 Juni 1959, Dominican Liberation Movement (Gerakan
Pembebasan Dominika), yang beranggotakan para pelarian politik Dominika
di luar negeri, mengirimkan satu pasukan sukarelawan ke kota Constanza,
Maimón dan Estero Hondo, kota-kota di utara Dominika. Penyerbuan ini
dipimpin oleh commandante Enrique Jimenez Moya. Penyerbuan yang diberi
sandi Luperion Invasion ini dapat digagalkan setelah Angkatan Darat dan
Angkatan Udara Dominika mengerakan pasukan besar untuk menumpasnya.
11
Namun, sekalipun upaya ini gagal, benih-benih pemberontakan telah
tertanam di Dominika.
Tidak lama setelah Luperion Invasion dapat digagalkan, terbentuklah Gerakan
14 Juni, sebuah organisasi perlawanan klandestin (bawah tanah) di Mao,
sebuah kota di propinsi Valverde pada tanggal 10 Januari 1960. Manolo
adalah ketua umumnya, sedangkan seorang bernama Pipe Faxa menjadi
sekretaris jenderalnya. Leandro sendiri adalah bendahara organisasi ini.
Dalam organisasi ini bergabung pula Minerva dan Maria-Teresa. Patria dan
suaminya menyusul tidak lama kemudian. Karena ketiga kakak-beradik ini
telah bergabung, maka mereka bertiga kemudian dikenal sebagai las
Miraposas (para kupu-kupu).
Represi
Entah bagaimana, pertemuan di Mao ini bocor ke telinga rejim El Jefe. Tidak
lama setelah itu, penangkapan-penangkapan dimulailah.
Lebih dari seratus orang anggota Gerakan 14 Juni ditangkap dan dipenjara di
penjara paling mengerikan di Dominika, La Cuarenta. Di penjara inilah
terdapat fasilitas penyiksaan yang paling lengkap dan "canggih" dari rejim
militer Trujillo. Minerva, Ma-Te dan suami-suami mereka juga ditempatkan di
sini. Belakangan, suami Patria juga ditahan.
Penangkapan dan penyiksaan yang dilakukan pada orang-orang muda ini
membakar kemarahan rakyat Dominika. Termasuk di antara mereka yang
ditangkap terdapat juga orang-orang dari kelas menengah. Tidaklah
mengherankan bahwa kemudian kelas menengah juga bergabung dengan
gerakan dari kelas-kelas di bawahnya.
Aksi-aksi demonstrasi menyala di kota-kota besar Dominika untuk menuntut
pembebasan para tahanan politik. Gereja Katolik sendiri sendiri mengutuk
penangkapan-penangkapan ini. Dunia internasional juga menyampaikan
kecaman-kecaman keras.
Karena tekanan bertubi-tubi inilah kemudian Trujillo membebaskan para
tahanan perempuan. Setelah itu, ia membebaskan pula tahanan laki-laki yang
ditahan hanya berdasarkan kecurigaan. Namun, Manolo, Pedro dan Leandro
tetap berada dalam tahanan.
Pembunuhan terhadap las Mariposas dan akhir dari rejim Trujillo
Mengerasnya oposisi terhadap El Jefe membuat ia semakin marah. Sekalipun
ia terpaksa membebaskan Minerva dari penjara karena tekanan dunia
internasional, ia tetap menaruh dendam pada sang Kupu-kupu ini. Untuk
membalas, ia menempuh dua langkah nekat sekaligus: ia harus bungkam dua
orang yang menurutnya paling menjadi duri dalam daging, Minerva Mirabal
dan Rómulo Betancourt, Presiden Venezuela.
Ia dua kali mengirim pembunuh untuk menghabisi nyawa presiden
Betancourt. Namun kedua upaya ini mengalami kegagalan dan justru berbalik
menjadi tuduhan politik yang tak dapat dibantah. Organisasi Negara-negara
Amerika Latin (OAS) mengeluarkan kutukan keras pada rejim Trujillo dan
mendesaknya agar mengundurkan diri.

12
Di tengah keputusasaannya itu, Trujillo melancarkan pukulan terakhirnya.
Dihabisinya nyawa ketiga Mirabal bersaudara. Ketiganya diculik ketika pulang
dari menjenguk suami-suami mereka di penjara pada tanggal 25 November
1960. Di sebuah jalanan sepi, di tengah perkebunan di punggung
pegunungan di propinsi Jarabacoa, mobil yang ditumpangi Mirabal
bersaudara dihentikan oleh pasukan polisi rahasia SIM. Mereka dibawa ke
tengah perkebunan, diperkosa bergiliran dan dipukuli sampai mati.
Pembunuhan ini menggelorakan perlawanan rakyat Dominika. Dan ketika
Trujillo tewas dalam sebuah serangan oleh Pasukan Pembebasan Dominika
di tahun 1961, gerakan rakyat berhasil menggulingkan seluruh struktur militer
yang dibangun Trujillo dan menggantikannya dengan sebuah republik
demokratik. Dan kini tanggal pembunuhan ketiga Kupu-kupu Dominika ini, 25
November, diperingati sebagai Hari Peringatan Menentang Kekerasan
terhadap Perempuan di banyak negeri Amerika Latin.

13

Anda mungkin juga menyukai