Anda di halaman 1dari 26

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BIOLOGI

”TEORI KOGNITIF DALAM HAL PEMROSESAN INFORMASI, METAKOGNITIF DAN


SIBERNETIK”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

PUJI RIZKY WIDYANINGSIH A1C418081


ROHOT RIZKITA SINAMBELA A1C418023
ISMA WAHYUNI A1C418071
AYU RATNA KURNIAWATI A1C418979
NAILUL ILMI NABILA A1C418033

DOSEN PENGAMPU : Dr Ervan Johan Wicaksana, S.Pd.,M.Pd.,M.Pd.I


M. Erick Sanjaya, S.Pd,.M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, dan hidayah-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Kami harap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca maupun kami sendiri. Untuk ke
depannya kami harap, kami dapat membentuk makalah yang lebih baik lagi.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
tersusunnya makalah belajar dan pembelajaran biologi ini, kepada teman-teman yang telah ikut
berkontribusi terutama dosen pengampu belajar dan pembelajaran biologi, yang telah
menyediakan waktunya untuk makalah ini.
Kami menyadari adanya keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 17 Agustus 2019

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Teori pembelajaran pemprosesan informasi adalah bagian dari teori belajar sibernetik. Secara
sederhana pengertian belajar menurut teori belajar sibernetik adalah pengolahan informasi. Dalam
teori ini, seperti psikologi kognitif,bagi sibernatik mengkaji proses belajar itu sendiri adalah system
informasi, system informasi inilah yang pada akhrnya akan menetukan proses belajar .

Model pemrosesan informasi beranggapan bahwa anak-anak mempunyai kemampuan yang lebih
terbatas dan berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak tidak dapat menyerap banyak informasi,
kurang sistematis dalam hal informasi apa yang diserap, tidak banyak mempunyai strategi untuk
mengatasi masalah, tidak mempunyai banyak pengetahuan mengenai dunia yang diperlukan untuk
memahami masalah, dan kurang mampu memonitor kerja proses kognitifnya.

Salah satu teori kognitif yang menjelaskan proses belajar pada diri seseorang yang berkenaan dengan
tahap-tahap proses pengolahan informasi adalah teori pemrosesan informasi. Menurut teori ini proses
belajar tidak berbeda halya dengan proses menerima,menyimpan dan mengungkapken kembali
dengan informasi-informasi yang telah diterima sebelumnya

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori kognitif ?
2. Apa yang dimaksud dengan teori metakognitif ?
3. Apa yang dimaksud dengan teori sebernetik ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori kognitif
2. Untuk mengetahui teori metakognitif
3. Untuk mengetahui teori sibernetik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori kognitif
1. Pengertian Teori Kognitif
Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya berpikir.Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala sesuatu yang berhubungan atau
melibatkan kognisi, atau berdasarkan pengetahuan faktual yang empiris.2 Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah
psikologi, baik psikologi perkembangan maupun psikologi pendidikan. Dalam psikologi,
kognitif mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental manusia
yang berhubungan dengan masalah pengertian, pemahaman, perhatian, menyangka,
mempertimbangkan, pengolahan informasi pemecahan masalah, kesengajaan, membayangkan,
memperkirakan, berpikir, keyakinan dan sebagainya

Dalam istilah pendidikan, kognitif didefinisikan sebagai satu teori di antara teori-teori
belajar yang memahami bahwa belajar merupakan pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan
persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam teori kognitif, tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan.
Perubahan tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh proses belajar dan berpikir internal
yang terjadi selama proses belajar

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Teori kognitif pada awalnya dikemukakan oleh Dewwy,
dilanjutkan oleh Jean Piaget, Kohlberg, Damon, Mosher, Perry dan lain-lain,6yang
membicarakan tentang perkembangan kognitif dalam kaitannya dengan belajar. Menurut
mereka belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antar stimulus dan respons. Namun lebih
dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar melibatkan prinsip-
prinsip dasar psikologi, yaitu belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial dan lewat pengalaman
sendiri.

2. Prinsip- Prinsip Teori Kognitif

Teori Belajar Kognitif menyiratkan bahwa proses yang berbeda mengenai pembelajaran
dapat dijelaskan dengan menganalisis proses mental terlebih dahulu. Ini mengemukakan bahwa
dengan proses kognitif yang efektif, pembelajaran menjadi lebih mudah dan informasi baru
dapat disimpan dalam memori untuk waktu yang lama. Di sisi lain, proses kognitif yang tidak
efektif mengakibatkan kesulitan belajar yang dapat dilihat kapan saja selama masa hidup
seseorang.

Pada umumnya Prinsip teori Belajar Kognitif antara lain sebagai berikut;

1. Proses lebih penting daripada hasil


2. Disebut juga sebagai model perseptual
3. Persepsi menentukan tingkah laku seseorang serta pemahaman terhadap situasi
berhubungan dengan tujuan belajar.
4. Perubahan persepsi merupakan proses pembelajaran yang kadang tidak namak dalam
bentuk tingkah laku.
5. Situasi belajar atau materi pelajaran yang dipisah-pisah menjadi komponen-
komponen kecil atau dipisah-pisah akan menghilangkan makna.
6. Belajar adalah merupakan proses internal yang terdiri dari perolehan informasi,
ingatan, pengolahan informasi dan aspek kejiwaan lainnya.
7. Belajar juga merupakan aktivitas berpikir yang kompleks.
8. Dalam penerapannya dalam pembelajaran teori belajar ini tampak pada tahap-tahap
perkembangan (J. Piaget), Advance Organizer (Ausubel), Pemahaman Konsep
(Bruner), Hierarki Belajar (Gagne), dan Webteaching (Norman).
9. Keterlibatan dan keaktifan Peserta Didik sangat penting dalam pembelajaran.
10. Materi pelajaran dan proses pembelajaran disusun dengan pola mulai dari yang
sederhana sampai ke yang kompleks.
11. Keberagaman individu peserta didik perlu diperhatikan, karena sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan belajarnya.

3. Para Tokoh Belajar Kognitif


Beberapa tokoh teori belajar Kognitif yang teorinya banyak diterapkan dalam
pendidikan antara lain:

1. Max Wertheimer (1880-1943), Kurt Koffka (1886-1941), Wolfgang Kohler (1887-


1967).

Mereka bertiga merupakan pelopor teori Gestalt. Mereka berpendapat bahwa


keseluruhan lehih bermakna daripada bagian-bagian bagi kognisi manusia. Sehingga proses
pembelajaran baiknya dimulai dari keseluruhan (Gestalt) lalu menganalisir unsur-unsurnya
atau bagian-bagiannya.

2. Kurt Levin (1890-1947)

Kurt Levin merupakan pengembang teori motivasi disekitar medan. Inti teorinya
dalam kaitannya dengan pembelajaran ialah bahwa semakin peserta didik dekat
dengan medan belajar, motivasi belajar semakin kuat dibanding dengan peserta didik
yang lebih jauh dari medan belajar. Medan yang dimaksud ialah medan psikologis
arena belajar peserta didik.

3. Jean Piaget

Jean Piaget mempunyai kontribusi besar dalam pemahaman terhadap


perkembangan intelektual anak. Dengan teori “perkembangan berpikir”nya Ia
mengemukakan tahap perkembangan kognitif anak, yaitu teori sensori-motor,
praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal.

4. David Ausubel

Inti dari teori belajar Ausubel adalah belajar bermakna. Pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Proses belajar tidak sekedar
menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta saja, tetapi merupakan kegiatan yang
menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga
konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.

5. Jerome Bruner
Jarome Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery learning atau
belajar penemuan. Inti dari teorinya memandang bahwa manusia adalah sebagai
pemproses, pemikir, dan pencipta informasi. Oleh karenanya, dalam belajar yang
terpenting adalah cara-cara bagaimana seseorang secara aktif memilih,
mempertahankan dan mentransformasikan informasi yang diterimanya.

6. Albert Bandura

Bandura menghasilkan sebuah teori dari turunan teori belajar kognitif yang
disebut “Belajar Sosial”. Bermula dari pendapatnya tentang teori kognitif sosial yang
merupakan faktor kognitif, sosial dan juga perilaku mempunyai peran penting dalam
pembelajaran. Ini berarti bahwa faktor kognitif merupakan ekspektasi peserta didik
untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan dan
pengalaman pembelajar terhadap perilaku orang-orang disekitar lingkungannya.

7. Robert Gagne (1977)

Berlandasarkan teori belajar kognitif, maka Gagne menghasilkan suatu model


pembelajaran yang disebut “Peristiwa Pembelajaran”. Dalam model peritiwa
pembelajaran tidak memperhatikan apakah proses belajar terjadi melalui proses
penemuan (Discovery) atau proses penerimaan (Reception) sebagaimana yang
dikenalkan oleh Bruner dan Ausubel, menurutnya yang terpenting adalah kualitas
penetapan (daya simpan) dan kegunaan belajar.

4. Penerapan Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran

Dalam penerapan Teori Belajar Kognitif secara khususnya akan ada model belajar
Bruner, Ausubel, Gagne, dan model perkembangan intelektual Piaget. Adapun secara umum
penerapan teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :

a) Belajar tidak harus berpusat pada guru tetapi peserta didik harus lebih aktif. Oleh
karenanya peserta didik harus dibimbing agar aktif menemukan sesuatu yang
dipelajarinya. Konsekwensinya materi yang dipelajari harus menarik minat belajar
peserta didik dan menantangnya sehingga mereka asyik dan terlibat dalam proses
pembelajaran.
b) Bahan pembelajaran dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama.
Peserta didik akan sulit memahami bahan pelajaran Jika frekuensi belajar hitung
loncat-loncat. Bagi anak SD pengoperasian suatu penjumlahan harus
menggunakan benda-benda terutama di kelas-kelas awal karena tahap
perkembangan berpikir mereka baru mencapai tahap operasi konkret.
c) Dalam proses pembelajaran guru harus memperhatikan tahapan perkembangan
kognitif peserta didik. Materi dirancang sesuai dengan tahapan perkembangan
kognitif itu dan harus merangsang kemampuan berpikir mereka.
d) Belajar harus berpusat pada peserta didik karena peserta didik melihat sesuatu
berdasarkan dirinya sendiri. Untuk terjadinya proses belajar harus tidak ada proses
paksaan agar sifat egosentrisnya tidak terbunuh.

5. Teori Kognitif Dalam Pemrosesan Informasi

Model pemrosesan informasi ini didasari oleh teori belajar kognitif (Piaget) dan
berorientasi pada kemampuan peserta didik memproses informasi yang dapat memperbaiki
kemampuannya. Pemrosesan Informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima stimuli
dari lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep, dan
menggunakan simbol verbal dan visual.

Ilmu kognisi (cognitive science) merupakan kajian mengenai inteligensi manusia, program
computer, dan teori abstrak dengan penekanan pada perilaku cerdas, seperti perhitungan
(Simon&Kaplan, 1989). Teori pemrosesan informasi /kognitif dipelopori oleh Robert Gagne
(1985). Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan.

Pembelajaran merupakan keluaran pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia.


Selain itu memori jangka panjang manusia berisi gambaran-gambaran dari berbagai macam
pengenalan pola yang menghasilkan beberapa teori, yaitu:

a) Teori Template

Teori Template mengusulkan bahwa pola-pola tidak “diuraikan”semua.


Template adalah suatu kesatuan yang holistic atau tidak dapat dianalisis yang kita
bandingkan dengan pola lainnya dengan mengukur seberapa banyak kedua pola dapat
dicocokkan atau saling melengkapi. Kelemahan dari teori template membuat teori
tersebut kurang menjanjikan untuk dijadikan teori umum pengenalan pola biasanya
akan cepat hilang.

b) Teori Ciri

Teori Ciri (Feature Theory) memung- kinkan untuk menggambarkan sebuah


pola dengan membuat bagian-bagiannya. Teori Ciri tepat sekali untuk menggambarkan
perceptual learning (pembelajaran perceptual) dan salah satu diskusi terbaik mengenai
teori cirri terdapat Principle Of Preceptual Learning and Development dari Gibson
(1969). Teori Gibson menyebutkan bahwa epembelajaran perceptual terjadi melalui
penemuan ciri-ciri yang membedakan satu pola dengan pola lainnya. Meskipun
kebanyakan teoritikus pengenalan pola menggunakan konsep ciri, namun sering kali
untuk menemukan seperangkat ciri yang baik merupakan tugas yang menantang Gibson
(1969) mengajukan kriteria berikut sebagai dasar dalam menyeleksi seperangkat ciri
dari huruf besar, yaitu:

1. Ciri haruslah merupakan cirri yang paling penting sehingga terlihat berbeda.

2. Identitas dari cirri tersebut harus tidak berubah-ubah ketika terjadi perubahan
kecepatan keterangan, ukuran, dan perspektif.

3. Ciri tersebut harus menghasilkan pola yang unik untuk setiap huruf.

4. Jumlah ciri yang diajukan haruslah sedikit.

c) Teori Struktural (structural theory)

Suatu teori menentukan bagaimana ciri dari sebuah pola bergabung dengan ciri
dari pola tersebut dan menekankan pada hubu- ngan antar ciri menurut Clowes (1969).
Teori Struktural memperluas teori ciri-ciri dengan mengkhususkan bagaimana ciri-ciri
tersebut berhubungan. Sutherland (1968) adalah salah seorang yang pertama-tama ber-
pendapat bahwa jika kita ingin memiliki kemampuan dalam pengenalan pola yang
sangat mengesankan, maka kita membutuhkan jenis bahasa deskriptif yang lebih kuat
yang terkandung dalam teori structural. Eksperimen bagian ini menunjukkan bahwa
Sutherland benar.

d) Teori Teknik Penyebutan-Sebagian

1) Model Sperling Pada tahun 1963 Sperling mengajukan model pemrosesan


informasi atas performa tugas penyebutan visual dalam penelitiannya. Model
Sperling adalah orang yang pertama-tama mengkonstruksi model awal
pemrosesan informasi pada pengenalan objek visual. Masalah umum dalam
mengkonstruksi model pemrosesan informasi adalah mengidentifikasi penyebab
keterbatasan performa dalam pelaksanaan suatu tugas.

Model tersebut terdiri atas:

 penyimpanan informasi visual (visual information store atau VIS) merupakan


penyimpanan sensori yang menjaga informasi selama waktu yang singkat dari
pecahan detik hingga satu detik.

 pengulangan (rehearsal), yaitu mengatakan huruf-huruf pada diri sendiri).

 penyimpanan informasi auditori (auditor information store), yaitu mengingat nama


huruf.

2). Model Rumelhart Tahun 1970, Rumelhart mengajukan model matematis yang
detail mengenai performa pada tugas pemrosesan informasi yang memiliki
jangkauan yang luas, meliputi prosedur penyebutan-keseluruhan dan prosedur
penyebutan-sebagian yang diteliti oleh Sperling. Model Rumelhart dibangun
dengan asumsi kunci model Sperling, seperti pentingnya penyimpanan informasi
visual dan penggunaan scan parallel untuk mengenali pola.

e) Teori Leher Botol

Teori yang mencoba menjelaskan bagaimana orang menyeleksi informasi ketika


beberapa tahap pemrosesan informasi menjadi kelebihan beban dengan terlalu banyak
informasi. Teori Leher Botol dibagi menjadi beberapa model, yaitu:

1. Model Penyaringan dari Broatbent, yaitu: Bahwa Sebuah Fenomena leher


botol terjadi: dalam tahap pengenalan pola dan bahwa perhatian menentukan
informasi mana yang akan mencapai tahap pengenalan pola.

2. Model Pelemahan dari Treisman, yaitu: Treisman (1960) menemukan efek


konstektual (contextual effect) bahasa yang dapat menyebabkan subjek menyebutkan
kata-kata pada saluran yang diabaikan, sehingga membuat bayangan dengan tidak
tepat.
3. Model Seleksi Memori dari Deutsh- Norman: Model ini berasumsi bahwa
kata-kata pada dua percakapan dapat dikenali, namun terlupakan dengan cepat,
kecuali kata-kata tersebut penting.

f) Kapasitas

Berasumsi bahwa seseorang memiliki control atas alokasi penggunaan kapasitas


yang terbatas untuk melakukan tugas yang berbeda, Misalnya Seseorang biasanya
mengendarai sebuah mobil sambil bercakap pada saat yang sama jika kedua aktivitas
tersebut tidak melebihi kapasitas kita untuk melakukan dua tugas yang berbeda.

g) Teori Pemrosesan Otomatis (Automatic Processing)

Beberapa teori berpendapat bahwa kebanyakan hal yang kita lakukan tidak ditentukan
oleh pilihan-pilihan disengaja, tetapi lebih ditentukan oleh ciri-ciri lingkungan yang
mengawali proses mental yang berlangsung di luar kesadaran (Barg&Chatrand, 1999).

Salah satu karakteristik pemrosesan otomatis adalah terjadi tanpa disadari. Akuisisi
pemrosesan oto- matis sering kali menguntungkan karena melakukan aktivitas rutin tanpa
perlu banyak konsentrasi dan usaha mental. Walaupun demikian, pemrosesan otomatis
juga tidak menguntungkan, yaitu seseorang jadi kurang berfikir tentang apa yang
dilakukan, sehingga mungkin akan melakukan kesalahan konyol atau gagal mengingat apa
yang telah dilakukan.

Posner dan Snyder (1975) telah menyatakan bahwa ada tiga criteria untuk menentukan
apakah suatu keterampilan bersifat otomatis. Suatu keterampilan disebut otomatis apabila :
terjadi tanpa disengaja; tidak membangkit- kan kesadaran; tidak terganggu aktivitas mental
yang lain.

Tahun 1979, Hasher dan Zacks mengajukan teori mengenai pengodean otomatis yang
memaparkan perbedaan antara dua jenis aktivitas memori, yaitu : Yang membutuhkan banyak
usaha atau kapasitas, yang hanya membutuhkan usaha atau kapasitas sedikit sekali atau
bahkantidak sama sekali.

Aktivitas yang pertama atau proses yang membutuhkan usaha meliputi bermacam
strategi untuk mening- katkan memori, seperti imagery visual, elaborasi, pengorganisasian, dan
mengulang secara verbal; Pemrosesan otomatis yang mendukung pembelajaran incidental
(incidental Learning), yaitu ketika secara tidak sadar berusaha mempelajari sesuatu.

Hasher dan Zacks menyatakan bahwa kita dapat secara otomatis merekam informasi
frekuensi, spasial, dan temporal tanpa sengaja menyimpan jejak informasi ini. Infornasi
Frekuensi adalah data yang mengkhususkan pada seberapa sering suatu stimulus berbeda
terjadi. Klaim bahwa ketiga jenis informasi tersebut dapat direkam secara otomatis dalam
memori tidak dapat diuji kecuali kita menetapkan implikasi pemrosesan otomatis. Hasher dan
Zacks mengajukan lima criteria yang membedakan antara pemrosesan otomatis dan
pemrosesan yang membutuhkan usaha. Prediksi tersebut, yaitu:

a. Pembelajaran disengaja versus pembel- ajaran incidental: Pembelajaran disengaja terjadi


ketika seseorang secara bebas mencoba belajar sesuatu; Pembelajaran incidental terjadi
ketika seseorang tidak mencoba untuk mempelajari sesuatu. Pembelajaran incidental
dapat seefektif pembelajatan yang disengaja untuk memprosesan otomatis, namun kurang
efektif untuk pemrosesan yang membutuhkan usaha.

b. Efek dari instruksi dan latihan: Instruksi mengenai cara dalam melaksanakan suatu tugas
dan latihan dalam melakukan suatu tugas pastinya tidak berdampak pada pemrosesan
otomatis karena dapat dilakukan secara efisien.

c. Gangguan tugas: Pemrosesan otomatis seharusnya tidak saling mengganggu karena hanya
membutuhkan sedkit kapasitas atau tidak sama sekali.

d. Semangat yang rendah atau tinggi: Kondisi emosi seperti semangat yang rendah atau
tinggi dapat menurunkan keefektifan pemrosesan yang butuh usaha. Pemrosesan
otomatis seharusnya tidak terpengaruh oleh kondisi emosi.

e. Tren perkembangan: Pemrosesan otomatis menunjukkan sedikit perubahan pada usia.

Jika Hasher dan Zacks (1979) benar, maka ingatan akan informasi frekuensi, temporal
dan spasial tidak akan terpengaruh oleh pembelajaran disengaja versus tidak sengaja atau
incidental, latihan, gangguan tugas, rendah tingginya semangat, dan tren perkembangan.

Salah satu keterampilan kognitif yang paling banyak dihadapi anak kecil adalah belajar
membaca. Belajar membaca memerlukan banyak komponen keterampilan. Anak-anak
harus menganalisis ciri-ciri huruf, mngombinasikan ciri-ciri tersebut untuk
mengidentifikasi huruf, mengubah huruf ke dalam suara untuk mengucapkan kata,
memahami makna kata secara tersendiri, dan mengombinasikan makna kata untuk
memahami bacaan.

Menurut sebuah teori yang diajukan oleh LaBerge dan Samuels (1974), kemampuan
memproleh keterampilan yang kompleks dan multikomponen seperti kemampuan membaca
tergantung pada kapabilitas pemrosesan otomatis.

h) Teori Memori Sebuah

teori memori yang diusulkan oelh Atkinson dan Shiffrin (1968, 1971) yang
menekankan pada interaksi antara penyim- panan sensoris, memori jangka pendek, dan jangka
panjang (LTM). Memori Jangka pendek sebagai komponen dasar kedua dalam sistem Atkinson
dan Shiffrin adalah bersifat terbatas baik dalam kapasitas maupun durasi. Informasi akan
hilang dalam waktu 20-30 detik jika tidak diulang.

Memori jangka panjang memiliki kapasitas yang tidak terbatas dan dapat menahan
informasi dalam jangka waktu yang lebih lama, namun sering kali memerlukan usaha yang
keras agar dapat memasukkan informasi ke memori ini.

Fakta bahwa STM di butuhkan ketika kita menyelesaikan sebagian besar tugas-tugas
kognitif mencer- minkan peran penting STM sebagai sebuah memori kerja (working
memory)yang menjaga dan memanipulasi informasi. Teori yang diajukan oleh Atkinson san
Shiffrin (1968, 1971) menekankan pada interaksi antara STM dan LTM.

Memori jangka penjang memiliki dua manfaat penting: Pertama, sebagaimana


diketahui, kecepatan lupa jauh lebih rendah untuk LTM. Beberapa psikologi bahkan
menyatakan bahwa informasi dalam LTM tidak pernah hilang meskipun kita kehilangan
kemampuan untuk memanggil kembali informasi tersebut; dan LTM memiliki kapasitas yang
tidak terbatas. Meskipun demikian, tidaklah selalu mudah memasukkan informasi baru ke
dalam LTM. Atkinson dan Shiffrin mengajukan beberapa proses kontrol yang dapat digunakan
sebagai usaha untuk mempelajari informasi baru. Proses kontrol (control proses) adalah strategi
yang digunakan seseorang untuk memfasilitasi perolehan pengetahuan. Strategi tersebut
meliputi strategi akuisisi terhadap:

a. Pengulangan (rehearsal) merupakan repitisi informasi baik dengan keras maupun lirih secara
terus-menerus hingga informasi tersebut berhasil dipelajari.
b. Pengodean (coding) berusaha menempatkan informasi agar dapat diingat dalam konteks
informasi tambahan yang mudah diingat, seperti frase atau kalimat mnemonic.

c. Membuat gambaran (imaging) meliputi menciptakan gambaran visual agar materi lebih
mudah diingat.

Strategi ini merupakan trik memori lama bahkan trik ini direkomendasikan oleh Cicero
di Romawi Kuno untik mempelajari daftar yang panjang atau pidato. Pengulangan verbal
biasanya dianggap sebagai suatu bentuk pembelajaran dengan sistem hafal (rote learning)
karena meli- batkan pengulangan informasi secara terus- menerus sampai kita piker sudah
berhasil mempelajarinya. Pengulangan verbal bergu- na ketika materi yang dipelajari agak
abstrak yang sulit dengan menggunakan strategi pengodean atau membuat gambaran. Tugas
yang didesain oleh Atkinson dan Shiffrin (1968) menuntun pembelajaran materi yang abstrak
dan tidak bermakna, sehingga mendorong subjek untuk menggunakan pengulangan.

B. Pengertian Metakognitif

 Menurut Suherman et.al. (2001 : 95), metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan
dengan apa yang diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana
dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu menyadari kekurangan
dan kelebihan yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu bentuk kemampuan untuk
melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal.
Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi
dalam memecahkan masalah, sebab dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa
muncul pertanyaan : “Apa yang saya kerjakan ?”; “Mengapa saya mengerjakan ini?”;
“Hal apa yang membantu saya untuk menyelesaikan masalah ini?”.
 Flavel (Jonassen, 2000 : 14) memberikan definisi metakognitif sebagai kesadaran
seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu
masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan
menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan kemampuan menilai
kemajuan belajar sendiri. Sementara menurut Margaret W. Matlin (Desmita, 2006 :
137), metakognitif adalah “knowledge and awareness about cognitive processes – or
our thought about thinking”.
 Anderson & Krathwohl (Sukmadinata & As’ari, 2006 : 26) memberikan rincian dari
pengetahuan yang dapat dikuasi atau diajarkan pada setiap tahapan kognitif. Dalam
lingkup pengetahuan tersebut, pengetahuan metakognitif menempati pada tingkat
tertinggi setelah pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual dan pengetahuan
prosedural. Pengetahuan metakognitif meliputi pengetahuan strategik, pengetahuan
tugas-tugas berpikir dan pengetahuan pribadi. Sebagai contoh pengetahuan
metakognitif, yaitu pengetahuan tentang langkah-langkah penelitian, rencana kegiatan
dan program kerja ; pengetahuan tentang jenis metode, tes yang harus digunakan dan
dikerjakan guru ; dan pengetahuan tentang sikap, minat, karakteristik yang harus
dikuasai untuk menjadi seorang guru yang baik.
 Margaret W. Matlin (Desmita, 2006 : 137), metakognitif adalah “knowledge and
awareness about cognitive processes – or our thought about thinking”. Jadi
metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif
kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama
untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah.
Jadi metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana
kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama
untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara
ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thingking”

1. Perkembangan Metakognitif
Perkembangan dalam psikologi bidang pendidikan berjalan sangat pesat, salah satunya
adalah perkembangan konsep metakognisi (metacognition) yang pada intinya menggali
pemikiran orang tentang berpikir ”thinking about thinking”. Konsep dari metakognisi adalah
ide dari berpikir tentang pikiran pada diri sendiri. Termasuk kesadaran tentang apa yang
diketahui seseorang (pengetahuan metakognitif), apa yang dapat dilakukan seseorang
(keterampilan metakognitif) dan apa yang diketahui seseorang tentang kemampuan kognitif
dirinya sendiri (pengalaman metakognitif).
Variabel lain yang terkait dengan metakognisi adalah variabel individu. Sebagai modal
dasar untuk menjadi seorang pebelajar mandiri (self-learner) yang baik, siswa harus memiliki
pengetahuan tentang kelemahan dan kelebihan dirinya dalam menghadapi tugas-tugas kognitif,
yang menurut Anderson & Krathwohl (2001) disebut pengetahuan-diri (self-knowledge).
Bahkan lebih jauh siswa harus mampu memilih, menggunakan, dan memonitor strategi-strategi
kognitif yang cocok dengan tipe belajar, gaya berpikir, dan gaya kognitif yang dimiliki dalam
mengahadapi tugas-tugas kognitif. Misalnya, seseorang dengan tipe belajar visual harus sering
menggunakan strategi elaborasi peta konsep dalam memahami materi yang sedang dipelajari.
Kemampuan seperti ini merupakan salah satu komponen metakognisi yang disebut
pemonitoran kognitif.
2. Strategi Perkembangan Metakognitif
Blakey & Spence (1990) mengemukakan strategi-startegi atau langkah-langkah
untuk meningkatkan keterampilan metakognisi, yakni:
a) Mengidentifikasi “apa yang kau ketahui” dan “apa yang kau tidak ketahui”
Memulai aktivitas pengamatan, siswa perlu membuat keputusan yang disadari tentang
pengetahuan mereka. Dengan menyelidiki suatu topik, siswa akan menverifikasi,
mengklarivikasi dan mengembangkan, atau mengubah pernyataan awal mereka
dengan informasi yang akurat.
b) Berbicara tentang berpikir (Talking about thinking)
Selama membuat perencanaan dan memecahkan masalah, guru boleh “menyuarakan
pikiran”, sehingga siswa dapat ikut mendemonstrasikan proses berpikir. Pemecahan
masalah berpasangan merupakan strategi lain yang berguna pada langkah ini.
Seorang siswa membicarakan sebuah masalah, mendeskripsikan proses berpikirnya,
sedangkan pasangannya mendengarkan dan bertanya untuk membantu mengklarifikasi
proses berpikir.
c) Membuat jurnal berpikir (keeping thinking journal)
Cara lain untuk mengembangkan metakognisi adalah melalui
penggunaan jurnal atau catatan belajar. Jurnal ini berupabuku harian dimana setiap
siswa merefleksi berpikir mereka, membuat catatan tentang kesadaran mereka
terhadap kedwiartian (ambiguities) dan ketidakkonsistenan, dan komentar tentang
bagaimana mereka berurusan/menghadapi kesulitan.
d) Membuat perencanaan dan regulasi-diri
Siswa harus mulai bekerja meningkatkan responsibilitas untuk merencanakan dan
meregulasi belajar mereka. Sulit bagi pebelajar menjadi orang yang mampu mengatur
diri sendiri (self-directed) ketika belajar direncanakan dan dimonitori oleh orang lain.
e) Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing thinking process)
Aktivitas terakhir adalah menfokuskan diskusi siswa pada proses berpikir untuk
mengembangkan kesadaran tentang strategi-strategi yang dapat diaplikasikan pada
situasi belajar yang lain. Metode tiga langkah dapat digunakan; Pertama: guru
mengarahkan siswa untuk mereviu aktivitas, mengumpulkan data tentang proses
berpikir; Kedua: kelompok mengklasifikasi ide-ide yang terkait, mengindentifikasi
strategi yang digunakan; Ketiga: mereka mengevaluasi keberhasilan, membuang
strategi-strategi yang tidak tepat, mengindentifikasi strategi yang dapat digunakan
kemudian, dan mencari pendekatan alternatif yang menjanjikan.
f) Evaluasi-diri (Self-evaluation)
Mengarahkan pengalaman-pengalaman evaluasi-diri dapat diawali melalui pertemuan
individual dan daftar-daftar yang berfokus pada proses berpikir. Secara bertahap,
evaluasi-diri akan lebih banyak diaplikasikan secara independen.

Dalam penelitian ini model yang dikembangkan sebagai model pelatihan dan pembinaan
guru sains, dengan mengadaptasi konsep metakognitif Marzano dengan meliputi 3 (tiga)
tahapan strategi sebagai berikut:
1. Tahap proses sadar belajar (awareness), merupakan komponen yang paling dasar
dari metakognisi. Kewaspadaan ini termasuk dua cara apakah siswa biasanya
melakukan pendekatan pada tugas dan cara alternatif yang mungkin mereka lakukan.
Pelajar yang baik waspada akan bagaimana mereka berpikir dan dapat membuat pilihan
yang cerdas megenai strategi yang efektif.meliputi proses untuk menetapkan tujuan
belajar, mempertimbangkan sumber belajar yang akan dan dapat diakses (contoh:
menggunakan buku teks, mencari buku sumber di perpustakaan, mengakses internet di
lab. komputer, atau belajar di tempat sunyi), menentukan bagaimana kinerja terbaik
siswa akan dievaluasi, mempertimbangkan tingkat motivasi belajar, menentukan tingkat
kesulitan belajar siswa.
2. Tahap merencanakan belajar (Planning), merupakan komponen rencana dari
metakognisi adalah bertanggung jawab untuk “mengidentifikasi dan mengaktifkan
kemampuan, taktik, dan proses tertentu yang akan digunakan dalam “mencapai cita-
cita” (Marzano, 1998, h. 60). Siswa pada tahap ini memiliki dialog dalam dirinya
mengenai apa yang dapat ia lakukan dan apa yang paling efektif dalam situasi ini. Jika
tugasnya sederhana, orang mungkin tidak waspada akan pilihan apa yang ia buat.
Dengan tugas yang kompleks, bagaimana pun, proses metakognitif lebih terbuka saat
siswa memilih pilihan yang lain di dalam pikirannyameliputi proses memperkirakan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas belajar, merencanakan waktu
belajar dalam bentuk jadwal serta menentukan skala prioritas dalam belajar,
mengorganisasikan materi pelajaran, mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk
belajar dengan menggunakan berbagai strategi belajar (outlining, mind mapping, speed
reading, dan strategi belajar lainnya).
3. Tahap monitoring dan refleksi belajar (monitoring and reflection), merupakan
komponen akhir dari metakognisi adalah pemantauan. Fungsi ini bekerja pada
keefektifan rencana dan strategi yang digunakan. Sebagai contoh, siswa kelas biologi
tahun kedua memutuskan untuk membuat peta dalam komputer untuk meninjau bab
untuk sebuah tes. Setelah beberapa menit, ia menyadari bahwa ia menghabiskan waktu
yang lebih mencari tahu tentang software daripada berpikir mengenai konten dan
memutuskan untuk menggambar peta di atas kertas. Seorang siswa kelas lima yang
mengumpulkan data mengenai temperatur dan kelembaban mulai menambahkan daftar
angka yang panjang lalu menyadari bahwa pekerjaan akan menjadi lebih cepat dan
akurat jika ia menggunkan program lembar kerja. Pemantauan proses pemikiran yang
konsisten dan membuat perubahan yang diperlukan adalah komponenyang penting dari
metakognisi. Meliputi proses merefleksikan proses belajar, memantau proses belajar
melalui pertanyaan dan tes diri (self-testing, seperti mengajukan pertanyaan, apakah
materi ini bermakna dan bermanfaat bagi saya?, bagaimana pengetahuan pada materi
ini dapat saya kuasai?, mengapa saya mudah/sukar menguasai materi ini?), menjaga
konsentrasi dan motivasi tinggi dalam belajar.

C. TEORI SIBERNETIK
1. Pengertian Teori Sibernetik
Teori Sibernetik ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.Hakekat manajemen
pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa
mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi
siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan
informasi. Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang
ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat
ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang
siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari
siswa lain melalui proses belajar yang berbeda (Budiningsih, 2005).
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun
yang lebih utama lagi adalah sistem informasi yang akan dipelajari siswa. Teori sibernetik
diimplementasikan dalam beberapa pendekatan pengajaran (teaching approach) dan metode
pembelajaran, yang sudah banyak diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual learning, e-
learning, dll.
2. Teori Belajar Menurut Beberapa Tokoh Aliran Sibernetik.
Menurut Hamzah (2006) tokoh-tokoh aliran teori belajar Sibernetik sebagai berikut.
a. Teori Belajar Menurut Landa
Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir, di antaranya
1. Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear,
konvergen, lurus menuju kesatu target tujuan tertentu.
Contoh: kegiatan menelepon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
2. Cara berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju beberapa target tujuan
sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya
menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristik.
Contoh : Operasi pemilihan atribut geonetri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan
lan-lain.
b. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott, ada dua macam cara berpikir yaitu cara berpikir serialis dan cara
berpikir wholist atau menyeleruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki
kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist) adalah
berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem
informasi.
1. Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang
paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus.
2. Sedangkan siswa tipe serialist cenderung berpikir secara algoritmik.
Asumsi di atas direfleksikan ke dalam suatu model belajar dan pembelajaran. Model
tersebut menggambarkan proses mental dalam belajar yang secara tersetrukur membentuk
suatu; sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
1. Proses dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
2. Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
3. Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian informasi.
3. Implementasi Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam implementasinya, teori belajar sibernetik telah dikembangkan oleh beberapa
tokoh, diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan
informasi yang dikembangkan oleh Gagne dan Berline, Biehler, Snowman, Baine, dan
Tennyson (Budiningsih, 2005).
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi, yaitu:
a. Bahwa antara stimulus dan respon berpijak pada tiga asumsi, yaitu: Pemrosesan informasi
dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk
ataupun isinya.
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen. Komponen struktur
dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen-komponen pemrosesan
informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses
terjadinya “lupa” dan Ketiga komponen tesebut adalah:

1. Sensory Recoptor (SR)


Sensory Recptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima
dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam
waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
2. Warking Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi
perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas
(informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan
informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar
informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi
kapasitas disamping melakukan pengulangan.
3. Long Term Memory (LTM)
Dalam Long Term Memory (LTM) diasumsikan :
1) Berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki individu
2) Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3) Sekali informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Proses pengelolaan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi
(encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan
(retrival). Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan
proses internal yang mencakup beberapa tahapan.

Kondisi internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar melalui proses pengolahan
informasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam mengelola
pembelajaran antara lain:
1. Kemampuan awal peserta didik
Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah memiliki pengetahuan, atau
keterampilan yang merupakan prasyarat sebelum mengikuti pembelajaran
2. Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke
arah tujuan tertentu.
3. Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih stimulus yang relevan
untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang datang dari luar.
4. Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat
menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya.
5. Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali
yang telah diterima seseorang.
6. Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang.
7. Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari
sesuatu, jadi kebalikan lupa.
8. Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat mempengaruhi proses
dalam mempelajari materi yang baru. Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap
proses belajar dengan proses pengolahan informasi antara lain:
1. Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang dapat dilihat
sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh pendidik untuk mengelola
pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan. Gagne (dalam
Budiningsih, 2008: 89) mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar, yakni:
(a) keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar
diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui materi yang
disajikan dalam pembelajaran di kelas.
(b) strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan
mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan belajar, mengingat,
dan berfikir.
(c) informasi verbal, kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan
jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
(d) keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan
gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
(e) sikap, suatu kemampuan internal yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari
oleh emosi, kepercayaan, serta faktor intelektual.
2. Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting, sebab
komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari tujuan belajar yang hendak
dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat
mengarahkan proses belajar, dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat
meningkatkan motivasi belajar.
3. Pemberian umpan balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi peserta didik, karena
memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan, dan tingkat kompetensinya.
Tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi
mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
1. Menarik perhatian
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3. Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
4. Menyajikan bahan rangsanyan
5. Memberikan bimbingan belajar
6. Mendorong unjuk kerja
7. Memberikan balikan informative
8. Menilai unjuk kerja
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar
Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan informasi, antara
lain :.
1. Cara berpikir yang berorientasi pada prses lebih menonjol
2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai
5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
6. Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing-masing individu
7. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang
telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Menurut Budiningsih (2005) aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran
baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menentukan materi pembelajaran.
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut.
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan
materi pelajaran.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran (Hamzah,
2006)
a. Keunggulan
1) Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan untuk
dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari berbagai penjuru
dunia.
2) Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif. Dengan
animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk berjam-jam
mempelajari modul yang disajikan.
3) Menganggap dunia sebagai sebuah 'global village', dimana masyarakatnya bisa saling
mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan mudah, dan pembelajaran bisa
dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, sepanjang sarana pembelajaran
mendukung.
4) Buku-buku materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa diperoleh secara autentik
(sesuai aslinya), cepat dan murah.
5) Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau instruktur, secara psikologis siswa
akan lebih berani mengungkapkanya, karena siswa tidak akan merasa takut salah dan
menanggung akibat dari kesalahannya secara langsung.
b. Kekurangan
1). Teori aliran ini tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga
menyulitkan dalam penerapan.
2). Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat
mekanisme kerja otak. .

BAB III
KESIMPULAN
 Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya berpikir.Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala sesuatu yang berhubungan
atau melibatkan kognisi, atau berdasarkan pengetahuan faktual yang empiris.
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan
proses belajar daripada hasil belajar
 Teori pemrosesan informasi /kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985).
Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Pembelajaran merupakan keluaran pemrosesan informasi yang
berupa kecakapan manusia. Selain itu memori jangka panjang manusia berisi
gambaran-gambaran dari berbagai macam pengenalan pola yang menghasilkan
beberapa teori
 metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana
kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat
penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam
menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai
“thinking about thingking”
 Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.Hakekat
manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru
untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara
memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk
memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Kodontie, J. Robert dan Syarif, Rostam. 2008. Tata Ruang Air. Yoyakarta : CV.
Andi Offset. PLKJ –Jilid 7. 2010. Lingkungan Sekolah. PT. Galaxy Puspa Mega Reed
K.Stephen. 2007. Kognisi : Teori dan Aplikasi Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.
Syihab, Umar. 2008. Mencerdasi Bencana. Jakarta: Grasindo.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka CiptaHamzah
B. Uno. 2006.Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:Bumi Aks

Anda mungkin juga menyukai