Makalah Tugas
Makalah Tugas
1.2 Permasalahan
1. Bagaimana upaya penegakan hukum oleh KPK dalam penyelesaian tindak pidana
korupsi di Indonesia.
2. Apakah fungsi dan kewenangan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia telah sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2002.
3. Bagaimana fakta penegakan hukum kejahatan korupsi.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.2 Pembahasan
2.2.1 Penegakan Hukum oleh KPK dalam Penyelesaian Tindak Pidana
Korupsi
Penegakan hukum merupakan persoalan yang sangat penting,
terutama terkait dengan tindak pidana korupsi dan penyelenggara negara.
Berdasarkan data kinerja KPK, selama 10 tahun terakhir ini KPK telah
mengungkap 267 kasus korupsi, yang 228 diantaranya sudah inkracht.
Artinya, setiap bulan terungkap rata-rata kasus korupsi besar. Belum lagi
kasus korupsi yang diusut dan diungkap oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Kasus-
kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah juga membuat DPD
prihatin. Menurut data Kemendagri, sampai akhir tahun Juni 2013, terdapat 21
Gubernur, 7 Wagub, 156 Bupati, 46 Wabup, 41 Walkot, 20 Wawalkot yang
tersangkut kasus hukum dan sebagian besarnya perkara korupsi.
Dari beberapa kasus korupsi yang telah terungkap, itu karena kerja
keras yang dilakukan oleh KPK dan para penyidik, disertai kerjasama antara
KPK dan aparat penegak hukum lainnya. Banyak kasus korupsi telah
diselesaikan KPK dari tahun ke tahun, selama tiga tahun terakhir,
pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan
yang terjadi ada pada jumlah kasus yang ditangani maupun aktor yang
ditetapkan sebagai tersangka. Kasus-kasus atau tersangka-tersangka yang ada
sepanjang tahun 2013 mulai dari Januari sampai bulan Desember 2013 ada
1271 tersangka. Ini meningkat dari dua tahun yang lalu. Tahun 2011 yakni
1056 tersangka artinya ada peningkatan dari sisi kuantitas.
Temuan kerugian negara dalam penanganan perkara pemberantasan
korupsi baik di KPK, Kepolisian dan Kejaksaan juga terus mengalami
peningkatan selama tiga tahun terakhir. Kalau di tahun 2010 kerugian negara
Rp 2,1 trilyun. Awal Januari sampai Desember 2013 itu sampai Rp 7,4
trilyun. Bahkan sampai di 2011 sempat mencapai angka Rp 10 trilyun lebih,
karena ada kasus century.
Prospektif penanganan perkara baik di KPK, Kepolisian dan
kejaksaan meningkat. Selama tahun 2013, KPK telah menyelamatkan
keuangan negara sebesar Rp 1,196 Trilyun.
Salah satu faktor yang berperan cukup kuat dalam penegakan hukum
tindak pidana korupsi adalah integritas penegak hukum. Namun demikian
kelemahan integritas penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi ini tidak
berdiri sendiri. Kelemahan penegakan hukum ini harus dikaji dari kelemahan
sistem hukum pidananya. Sebagaimana kita ketahui, sistem hukum pidana
dibagi dalam tiga unsur, yaitu substansi yang menyangkut materi hukumnya;
struktur, yakni menyangkut struktur hukum yang dalam hal ini adalah sistem
peradilan pidana (criminal justice system); dan kultur, yakni budaya hukum
masyarakat dalam konteks penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Unsur penegak hukum atau unsur yang melaksanakan penerapan
hukum dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi bahkan
menentukan efektivitas penegakan hukum tindak pidana korupsi. Ada
beberapa kendala yang dihadapi penegak hukum dalam upayanya
menegakkan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Nurdjana menyebut ada
tujuh kendala, yaitu :
1. Pendidikan hukum dan penelitian hukum;
2. Organisasi profesi hukum;
3. Orientasi kerja birokrasi;
4. Etika profesi hukum;
5. Koordinasi antar aparat penegak hukum;
6. Koordinasi dengan instansi pemerintah dan swasta; dan
7. Kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah.
Secara garis besar tugas dan wewenang KPK dibagi menjadi empat
bidang, yakni penindakan, pencegahan, koordinasi dan supervis serta
monitoring. Tentu saja ada perbedaan karakteristik dari empat bagian
tersebut. Bidang penindakan lebih kepada pemberian hukuman. Tujuan dari
penindakan ini adalah memberi efek jera pada pelaku korupsi dan diharapkan
terjadi efisiensi dan transparansi pada pelayanan publik, serta mengembalikan
keuangan negara yang telah diambil dengan cara:
a. Penindakan korupsi dilakukan bersama-sama dengan aparat penegak
hukum lainnya (Polri dan Kejaksaan);
b. Menangani kasus-kasus korupsi yang belum selesai dikerjakan oleh
pimpinan KPK yang lama;
c. Menangani kasus-kasus yang menimbulkan dampak ikutan kumulatif
yang tinggi, sedangkan kasus-kasus yang ber-scope lokal dilimpahkan
kepada aparat penegak hukum daerah;
d. Menangani kasus-kasus korupsi di lingkungan aparat penegak hukum
pemasukan dan pengeluaran keuangan negara, serta sektor pelayanan
publik;
e. Menindaklanjuti MoU dengan Dephan untuk mendorong penanganan kasus-
kasus korupsi di lingkungan TNI.
Bidang berikutnya adalah pencegahan, dalam melakukan kegiatan
yang dapat mengoptimalkan perbaikan pelayanan publik serta
mengefektifkan pengawasan seperti:
a. Mendorong segenap instansi dan masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran anti korupsi dan peran sertanya dalam pencegahan korupsi di
lingkungan masing- masing;
b. Melakukan proaktif investigasi (deteksi) untuk mengenali dan
memprediksi kerawanan korupsi dan potensi masalah penyebab korupsi
secara periodik untuk disampaikan kepada instansi dan masyarakat yang
bersangkutan;
c. Mendorong lembaga dan masyarakat untuk mengantisipasi kerawanan
korupsi (kegiatan pencegahan) dan potensi masalah penyebab korupsi
(dengan menangani hulu permasalahan) di lingkungan masing- masing.
Bidang koordinasi dan supervisi adalah sasaran lain dari KPK dalam
hal ini kerjasama yang terutama dilakukan dengan polisi dan kejaksaaan
karena sama-sama penegak hukum yang melakukan pemberantasan korupsi
dengan cara:
a. Menindaklanjuti MoU yang sudah dibuat antara KPK, Kejaksaan Agung,
dan Polri dengan tindakan nyata di lapangan:
- Mengadakan pertemuan rutin dengan Polri dan Kejaksaan Agung;
- Mengevaluasi proses penanganan kasus yang ditangani oleh Polri dan
Kejaksaan Agung.
b. Mendorong penanganan kasus-kasus korupsi ke daerah (Polda dan Kejati)
dengan alternative tindakan :
- Diserahkan sepenuhnya sesuai dengan kewenangan Polri dan Jaksa
dalam penanganan perkara;
- Digunakan kewenangan KPK namun dilaksanakan oleh instansi
penegak hukum di daerah.
c. Memantau penanganan kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Polri dan
Kejaksaan Agung baik secara administratif dan check on the spot.
d. Mengambil alih penanganan kasus yang krusial atau tidak dapat ditangani
oleh Polri dan Kejaksaan Agung, penegak hukum di daerah.
2.3 Solusi
1. Upaya penanggulangan korupsi di Indonesia harus dimulai dengan pemahaman
terhadap eksistensi korupsi itu sendiri. Kondisi faktual yang ada sampai sekarang
menunjukkan bahwa dalam upaya penegakan hukum terhadap korupsi, masih ada
perbedaan pemahaman antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha tentang
eksistensi korupsi. Perbedaan ini adalah konsekuensi dari adanya perbedaan cara
pandang, kepentingan dan pengetahuan. Oleh sebab itu, sosialisasi tentang
eksistensi korupsi kepada semua lapisan masyarakat sangat penting untuk
membangun kesamaan visi dan misi dalam memandang korupsi sebagai musuh
bersama (common enemy).
2. Lembaga-lembaga penegak hukum yang menjalankan kepercayaan masyarakat
harus memiliki integritas yang tinggi agar dapat terbebas dari praktik-praktik
abuse of power, seperti memeras tersangka atau membelokkan hukum melalui
putusannya hanya karena adanya imbalan atau kepentingan tertentu.
3. Dilakukannya tindakan preventif atau pencegahan yaitu langkah-langkah yang
diambil untuk tidak terjadinya korupsi. Ada pepatah yang mengatakan
“prevention is better than cure”, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Tindakan preventif ini perlu dilakukan di semua instansi pemerintah apalagi
instansi pemerintah yang rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Perlu
diciptakan suatu sistem pengawasan yang ketat oleh lembaga-lembaga pengawas
baik pengawasan parlemen yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pengawasan internal yang dilakukan oleh
Inspektorat Jenderal (pengawasan melekat) maupun pengawasan yuridis yang
dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan.
4. Dilakukannya tindakan represif atau penegakan hukum yaitu tindakan yang
dilakukan terhadap orang atau pelaku yang telah melakukan tindak pidana
korupsi. Tindakan hukum ini tidak boleh pandang bulu atau tebang pilih. Siapa
pun yang disangka melakukan tindak pidana korupsi harus diproses di
pengadilan. Bahkan di Indonesia sudah ada semacam “preseden” bahwa seorang
besan dari Presiden pun dapat dituntut dan dijatuhi pidana karena melakukan
tindak pidana korupsi.
BAB 3
KESIMPULAN
http://hukum.kompasiana.com/2014/09/25/benarkah-pemeberantasan-korupsi-
diindonesia-buruk-676419.html
http://repo.unsrat.ac.id/234/1/TUGAS_DAN_PERANAN_KOMISI_PEMBERANTAS
AN_KORUPSI_DI_INDONESIA.pdf
http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/fungsi-dan-tugas