Anda di halaman 1dari 127

GETARAN STRUKTUR

Didik Nurhadiyanto

Penerbit K-Media
Yogyakarta, 2015
Getaran Struktur
Copyright@Didik Nurhadiyanto

Desain Cover : den_nazz


Tata Letak Isi : Nasir Nur H

Copyright © 2015 by Penerbit K-Media


All right reserved

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No. 19 Tahun 2002.


Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk apapun
tanpa izin tertulis dari Penerbit K-Media.

Cetakan Pertama: Maret 2015

Penerbit K-Media
Perum Pondok Indah Banguntapan, Blok B-15
Potorono, Banguntapan, Bantul. 55196. Yogyakarta
e-mail: kmedia.cv@gmail.com

Didik Nurhadiyanto
Getaran Struktur, Cet. 1
Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2015
vi, 121 hlm; 15,5 x 23 cm

ISBN: 978-602-72269-5-1

ii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadlirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga buku Getaran Struktur ini dapat
terselesaikan. Buku ini dibuat didasarkan karena kurangnya literatur
tentang getaran struktur, yang sangat berguna bagi mahasiswa.
Buku ini bisa digunakan oleh mahasiswa program diploma
maupun strata satu. Bila sekiranya mahasiswa kurang memahami, maka
mahasiswa bisa membaca referensi lain. Isi dari buku ini mulai dari dasar-
dasar getaran, baik getaran bebas maupun getaran paksa, baik getaran
teredam maupun tidak teredam. Sebelumnya juga banyak membahas
tentang massa, konstanta kekakuan pegas, dan konstanta kekakuan
redaman ekivalen. Selain hal yang tersebut di atas juga banyak membahas
tentang frekuensi diri.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada istri dan anak atas pengertian dan kesabarannya
selama penulisan buku ini. Penulis merasa masih banyak kekurangan di
sana-sini, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat saya
harapkan demi kebaikan buku ini. Mudah-mudahan buku ini bisa
bermanfaat bagi kita semua. Amiiin.

Yogyakarta, Februari 2015

Penulis

iii
iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ iii


DAFTAR ISI ............................................................................................... v

BAB I DASAR-DASAR GETARAN .................................................. 1


1.1 Konsep Dasar Getaran ................................................................ 1
1.2 Derajat Kebebasan ...................................................................... 2
1.3 Sistem Diskrit dan Kontinu ........................................................ 4
1.4 Klasifikasi Getaran ..................................................................... 6
1.5 Prosedur Menganalisa Getaran ................................................... 8
1.6 Elemen Pegas............................................................................ 12
1.7 Massa atau Inersia Elemen ....................................................... 20
1.8 Elemen Redaman (Damping Element) ..................................... 25
1.9 Gerak Harmonik ....................................................................... 33
1.10 Gerak Periodik .......................................................................... 38

BAB II GETARAN BEBAS SISTEM SATU DERAJAD


KEBEBASAN ......................................................................... 43
2.1 Persamaan Gerak dan Frekuensi Getaran Translasi ................. 43
2.2 Getaran Bebas untuk Sistem Torsional tanpa Redaman ........... 52
2.3 Metoda Energi (Metoda Lagrange) .......................................... 55
2.4 Kondisi Stablilitas .................................................................... 60
2.5 Metoda Energi Rayleigh ........................................................... 64
2.6 Resume ..................................................................................... 69

BAB III GETARAN BEBAS TEREDAM ........................................... 71


3.1 Konstanta Redaman Kritis dan Rasio Redaman (Damping
Ratio) ........................................................................................ 73
3.2 Pengurangan Logaritmik .......................................................... 82
3.3 Sistem Torsional dengan Viscous Damping ............................. 87

v
3.4 Redaman Coulomb .................................................................. 88
3.5 Resume .................................................................................... 91

BAB IV GETARAN YANG TEREKSITASI SECARA


HARMONIK .......................................................................... 93
4.1 Sistem tanpa Redaman dengan Gaya Eksitasi Harmonik ........ 93
4.2 Sistem Getaran Teredam dengan Gaya Eksitasi Harmonik ... 105
4.3 Resume .................................................................................. 107

SOAL-SOAL ........................................................................................... 109


BAB I ....................................................................................................... 109
BAB II ..................................................................................................... 112
BAB III .................................................................................................... 115
BAB IV .................................................................................................... 117

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 119


TENTANG PENULIS ............................................................................. 121

vi
BAB I
DASAR-DASAR GETARAN

Getaran adalah gerakan bolak-balik yang berulang dari bagian


suatu benda atau mesin dari posisi kesetimbangan statisnya jika keadaan
setimbang tersebut terganggu oleh gaya paksa (eksitasi) atau gerakan
badan mesin tersebut. Gerakan bolak-balik ini biasa disebut sebagai
osilasi. Semua benda yang mempunyai massa dan elastisitas mampu
bergetar. Jadi mesin dan struktur rekayasa mengalami getaran sampai
derajat tertentu dan rancangannya memerlukan pertimbangan sifat
osilasinya.
Karakteristik getaran meliputi parameter-parameter utama, yaitu
frekuensi, amplitudo dan bentuk gelombang. Pengukuran dasar dengan
menggunakan instrumen penting dilakukan untuk memperoleh hubungan
waktu dengan perpindahan, kecepatan dan percepatan. Dari analisis dapat
diperoleh informasi seperti frekuensi, amplitudo dan bentuk gelombang.

1.1 Konsep Dasar Getaran


Pada umumnya sistem yang bergetar mengubah energi potensial
menjadi energi kinetik atau kebalikannya mengubah energi kinetik
menjadi energi potensial. Jika sistem mempunyai peredam maka beberapa
energi diserap setiap siklus getaran dan harus diberi sumber dari luar untuk
menjaga getaran yang tetap (steady state). Gerakan pendulum sederhana
yang terlihat pada Gambar 1.1 merupakan contoh getaran.
Penjelasan gerakan pendulum bisa dijelaskan sebagai berikut.
Massa m dilepas setelah diberi simpangan sudut sebesar θ. Pada posisi 1
kecepatan dan energi kinetiknya adalah nol. Tetapi mempunyai energi
potensial sebesar mgl(1-cos θ), bila posisi 2 sebagai kondisi setimbang.
Gaya gravitasi mg bisa diuraikan menjadi mg sin θ dan mg cos θ, di mana
mgl sin θ merupakan torsi terhadap titik O, maka massa m akan bergerak

1
ke kiri dari posisi 1. Pada keadaan ini massa m percepatan sudut searah
jarum jam, dan dalam waktu tertentu akan mencapai pada kedudukan 2.
Pada posisi ini seluruh energi potensial diubah menjadi energi kinetik.
Kedudukan massa m terus bergerak dari posisi 2 ke posisi 3 di mana pada
posisi 3 seluruh energi kinetik pada posisi 2 diubah menjadi energi
potensial. Setelah itu massa m akan bergerak berlawanan arah jarum jam
tetapi posisi tertingginya akan lebih rendah dari posisi 1 karena ada
redaman dari udara. Gerakan ini akan berulang dari posisi 3 ke posisi 2
dan posisi 1 tetapi posisi 1 dan 3 akan semakin berkurang sampai
pendulum akan berhenti.

Gambar 1.1 Pendulum sederhana

1.2 Derajat Kebebasan


Derajat kebebasan (degree of freedom/DOF) adalah jumlah
koordinat independen yang dibutuhkan untuk menentukan posisi atau
gerakan secara lengkap setiap bagian dari sistem. Suatu partikel bebas
yang mengalami gerak umum dalam ruang memiliki tiga derajat
kebebasan, yaitu tiga komponen posisi dalam arah sumbu x, y dan z.
Benda kaku mempunyai enam derajat kebebasan, yaitu tiga komponen
posisi dan tiga sudut yang menyatakan orientasinya.

2
Massa m Gambar 1.2 adalah contoh sistem dengan satu derajat
kebebasan. Pada Gambar 1.2(a) massa m hanya bergerak dalam arah
sumbu x sedangkan pendulum pada Gambar 1.2(b) massa m hanya
bergerak dalam arah θ untuk koordinat polar.

(a) sistem massa-pegas (b) sistem torsional


Gambar 1.2 Sistem satu derajad kebebasan

Beberapa contoh untuk sistem dengan dua dan tiga derajat


kebebasan terlihat pada gambar 1.3 dan 1.4. Gambar 1.3(a) menunjukkan
sistem dua massa dengan dua pegas yang digambarkan dengan dua
koordinat, yaitu x1 dan x2. Sedangkan untuk gambar 1.3(b) sistem massa m
dan pendulum yang dibatasi oleh dua koordinat, yaitu X dan θ atau oleh x,
y dan X. Pada kasus berikutnya x dan y diartikan bahwa x2 + x2 = l2, di
mana l adalah konstan.

(a) sistem dua massa dengan dua pegas


(b) sistem massa dengan pendulum
Gambar 1.3 Sistem dengan dua derajat kebebasan

3
Gambar 1.4(a) dan (c), koordinat xi (i = 1,2,3) dan θ i (i = 1,2,3)
dapat digunakan untuk menggambarkan posisi dan gerakan massa m1, m2
dan m3. Pada kasus 1.4(b) posisi dan gerakan massa mi (i = 1,2,3)
digambarkan dengan posisi θ i (i = 1,2,3).

Gambar 1.4 Sistem dengan tiga derajat kebebasan

1.3 Sistem Diskrit dan Kontinu


Di dalam getaran suatu sistem mekanik apabila kita anggap massa-
massa dari bodi terkonsentrasi pada pusat gravitasinya disebut sistem
getaran diskrit (discrete or lumped vibration System). Gambar 1.1 sampai
1.4 merupakan contoh untuk discrete vibration system. Sebagai gambaran
kita ambil contoh pada Gambar 1.4(b). Sistem terdiri dari 3 massa, yaitu
m1, m2 dan m3. Posisi masing-masing massa berada pada pusat massa m1,
m2 dan m3. Dalam sumbu kartesian posisi m1 dinyatakan dalam (x1,y1),
posisi m2 dinyatakan dalam (x2,y2) dan posisi m3 dinyatakan dalam (x3,y3).

4
Sistem getaran yang kontinu (continous or distributed vibration
system) adalah suatu sistem getaran yang terdiri dari molekul-molekul atau
partikel-partikel yang berjumlah tak terhingga di mana partikel-partikel
tersebut mempunyai pergerakan elastis yang relatif satu sama lain.
Continous vibration system mempunyai derajat kebebasan yang tak
terhingga. Pada umumnya partikel-partikel terletak pada satu domain yang
dianggap tidak berubah banyak. Perubahan bentuk dari domain disebabkan
pergerakan elastik relatif dari partikel-partikel tersebut. Perubahan bentuk
ini biasa disebut sebagai deformasi domain. Domain ini disebut sebagai
continous elastic body.
Dalam continous elastic body tidak ada pusat garvitasi yang tetap
untuk seluruh bodi karena domain selalu berubah-ubah bentuk
geomerinya. Dengan demikian massa untuk continous elastic body
merupakan distribusi massa partikel-partikel anggota di seluruh domain.
Domain kedudukan partikel-partikel dan deformasi bentuk dapat dilihat
pada Gambar 1.5.

(a) Domain kedudukan partikel-partikel (b) Deformasi bentuk dari domain


Gambar 1.5 continous elastic body

Analisis sistem getaran yang kontinu sangat susah dan biasanya


dilakukan menggunakan:
1. Metode elemen hingga (finite elemen method)
2. Finite defference method
3. Aproksimasi analitis
4. Analog komputer

5
1.4 Klasifikasi Getaran
Getaran dapat diklasifikasikan dengan berbagai jalan. Beberapa
klasifikasi yang penting adalah seperti uraian ini.
a. Getaran bebas dan getaran paksa
Getaran bebas terjadi jika setelah diberi gangguan awal sistem
akan berosilasi sendiri karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu
sendiri dan tidak ada gaya dari luar yang bekerja. Karena tidak ada gaya
luar yang bekerja maka sistem akan berhenti dalam waktu tertentu. Hal ini
disebabkan adanya redaman pada sistem getaran atau dari luar sistem
getaran.
Getaran paksa terjadi karena rangsangan gaya dari luar atau biasa
disebut eksitasi. Jika rangsangan itu berosilasi maka, sistem dipaksa untuk
bergetar pada frekuensi rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama
dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akan didapat keadaan
resonansi, dan osilasi yang besar dan berbahaya akan terjadi. Kerusakan
pada struktur seperti jembatan, gedung, sayap pesawat terbang dan lain-
lain merupakan kejadian yang menakutkan yang disebabkan resonansi.
Jadi perhitungan frekuensi natural merupakan hal yang sangat penting.

b. Linier dan tidak linier


Sistem yang berosilasi secara luas dapat digolongkan sebagai
linier dan tidak linier. Jika komponen dasar sistem getaran seperti pegas,
massa dan peredam linier, maka getaran yang terjadi akan linier,
sedangkan bila komponen dasar sistem getaran tidak linier getaran yang
terjadi juga tidak linier. Untuk sistem linier prinsip superposisi berlaku dan
teknik matematika yang ada untuk melaksanakan hal itu dikembangkan
dengan baik. Sebaliknya, teknik untuk menganalisis sistem tidak linier
kurang dikenal dan sukar digunakan, serta prinsip superposisi tidak valid.
Namun demikian, pengetahuan tentang sistem tidak linier dibutuhkan
sebab semua sistem cenderung menjadi tidak linier dengan bertambahnya
amplitudo osilasi.

6
c. Getaran teredam dan tanpa redaman
Jika tidak ada energi yang hilang atau diserap (disipasi) oleh
gesekan atau tahanan yang lain selama osilasi, maka getaran yang terjadi
dinamakan getaran tanpa redaman atau undumped vibration. Tetapi jika
ada energi yang hilang atau diserap maka getaran yang terjadi dinamakan
getaran teredam atau damped vibration.
Semua sistem yang bergetar mengalami redaman sampai derajat
tertentu karena energi didisipasi oleh gesekan dan tahanan lain. Jika
redaman itu kecil, maka pengaruhnya sangat kecil pada frekuensi natural
sistem dan perhitungan frekuensi natural biasanya dilaksanakan atas dasar
tidak ada redaman. Sebaliknya redaman sangat penting untuk membatasi
amplitudo osilasi waktu resonansi.

(a) eksitasi deterministik (periodik) (b) eksitasi random


Gambar 1.6 eksitasi deterministik dan random

d. Getaran diterministik dan non-deterministik


Getaran deterministik adalah getaran suatu sistem yang bisa
diketahui atau diprediksi setiap saat. Getaran non-deterministik adalah
getaran suatu sistem yang tidak bisa diketahui atau diprediksi setiap saat.
Jika harga atau besaran eksitasi (gaya atau gerakan) yang bekerja pada
sistem yang akan digetarkan diketahui setiap saat maka dinamakan eksitasi
deterministik. Getaran yang terjadi merupakan getaran deterministik.
Contoh getaran deterministik adalah getaran harmonik, getaran sinusoidal
dan getaran periodik. Pada kasus lain, jika gaya eksitasi tidak dapat
diprediksikan setiap saat, maka dinamakan eksitasi non-deterministik atau

7
random. Getaran yang terjadi juga non-deterministik atau random. Contoh
eksitasi random adalah kecepatan angin, kekasaran jalan, gempa bumi dan
lain-lain. Untuk eksitasi deterministik dan random bisa dilihat pada
Gambar 1.6.

1.5 Prosedur Menganalisa Getaran


Respon getaran pada sistem getaran biasanya tergantung pada
kondisi awal sama seperti eksitasi dari luar. Dalam praktiknya sistem
getaran sangat komplek, dan tidak mungkin dikerjakan secara detail
dengan analisis matematika, tetapi yang mungkin adalah perhitungan
analisis untuk memprediksikan kelakuan sistem berdasarkan kondisi input
yang spesifik. Untuk menyederhanakan sistem seringkali dibuat modelnya.
Sehingga analisa sistem getaran antara lain meliputi model matematika,
membuat persamaan matematikanya, penyelesaian persamaan matematika
dan interpretasi persamaan getaran. Masing-masing langkah bisa
dijelaskan sebagai berikut:

Langkah 1: pemodelan matematika. Pemodelan matematika


menggambarkan semua bagian penting dari sistem untuk diturunkan
persamanan matematika (untuk analisis) sesuai tingkah laku dari sistem.
Model matematika harus mendetail supaya bisa menggambarkan sistem
dalam rangka pembuatan persamaan matematika tanpa membuat benda
secara komplek. Model matematika bisa linier atau non-linier, tergantung
keadaan sistem itu sendiri. Contoh pemodelan matematika dapat dilihat
pada Gambar 1.7. Gambar 1.7(a) merupakan gambar forging hammer
secara detail. Dalam analisis getaran harus dibuat model matematika. Di
sini dibuat dalam dua model matematika, yaitu Gambar 1.7(b)
menunjukkan perilaku getaran sistem secara keseluruhan di mana frame,
anvil, elastic pad dan pondasi dianggap sebagai satu kesatuan, dan Gambar
1.7(c) menggambarkan getaran dari bagian-bagian mesin.

8
(a) Forging hammer

(b) Model matematika keseluruhan sistem


(c) Model matematika bagian sistem
Gambar 1.7 Pemodelan untuk forging hammer

Langkah 2: Persamaan matematika. Setelah pemodelan matematika


dibuat, maka kita buat persamaan matematika dengan menggunakan prisip
dinamika. Persamaan gerakan bisa kita buat setelah dibuat diagram benda
bebas (free body diagram) massa yang ada. Diagram benda bebas suatu

9
massa dengan memisahkan massa tersebut dan mengidentifikasi gaya-gaya
yang bekerja, yaitu gaya-gaya luar, gaya reaksi dan gaya inersia.
Persamaan perpindahan dari sistem getaran biasanya dalam bentuk
persamaan diferensial biasa untuk sistem diskrit dan persamaan diferensial
parsial untuk sistem yang kontinu. Beberapa pendekatan yang digunakan
untuk menurunkan persamaan matematika, antara lain hukum kedua
Newton tentang gerak, prinsip d’Alembert dan prinsip konservasi energi.

Contoh soal 1.1.


Pada Gambar 1.8(a) terlihat motor dan pengendaranya. Berdasarkan
kekakuan elastisitas pada ban, elastisitas dan peredam shock (arah
vertikal), massa roda, massa motor serta elastisitas peredam dan massa
penumpang dan jok (penumpang dan jok jadi satu). Buatlah model
matematikanya!

Jawab :
Pertama kita tentukan sistem yang terdiri dari manusia dan kendaraan
dianggap sebagai satu kesatuan sistem. Massa yang digunakan adalah
massa total pengendara dan motor disebut sebagai massa ekivalen.
Redaman dan pegas yang terjadi juga dinamakan redaman ekivalen dan
konstanta pegas ekivalen. Gambar 1.8(b) adalah pemodelan sistem
ekivalen. Pegas dan redaman ekivalen merupakan sistem pegas dan
redaman yang terdiri dari penumpang dan jok, shock, dan ban. Pemodelan
berikutnya kita pisah-pisahkan berdasarkan massa dari setiap bagian.
Pemisahan massa ini tergantung kebutuhan yang akan dianalisa dan
kondisi redaman dan pegas setiap bagian. Dalam hal ini, kita pisahkan
massa menjadi tiga bagian, yaitu massa pengendara, massa motor dan
massa roda. Di antara pengendara dan motor terdapat sistem pegas dan
redaman, yaitu jok dan bodi pengendara. Di antara motor dengan roda
terdapat sistem pegas dan redaman, yaitu shock. Di antara motor dan roda
terdapat sistem pegas dan redaman, yaitu ban.

10
(a) motor dan pengendara

(b) pemodelan sistem sebagai satu kesatuan


(c) pemodelan per elemen
Gambar 1.8 Motor dan pengendara - sistem fisik dan pemodelan
Keterangan indeks:
ek : ekivalen p : penumpang m : motor
s : shock r : roda b : ban

11
Langkah 3: Penyelesaian persamaan getaran. Persamaan matematika
harus diselesaikan untuk memperoleh respon getaran. Penyelesaian ini
tergantung dari permasalahan, tetapi penyelesaian ini bisa dilakukan antara
lain dengan penyelesaian persamaan diferensial, metode transformasi
laplace, metode matrik dan metode numerik.

Langkah 4: Interpretasi respon getaran. Penyelesaian persamaan


getaran diperoleh simpangan, kecepatan dan percepatan dari variasi massa
sistem. Respon ini harus dikerjakan dengan analisis yang tepat dan
penerapan desain yang sesesuai mungkin.

1.6 Elemen Pegas


Bila suatu pegas linier dikenai gaya sebesar F di mana pegas
mempunyai kekakuan k maka pegas akan terdefleksi. Misalkan defleksi
pegas sebesar x, maka akan berlaku hubungan linier seperti pada
persamaan (1.1).

F=kx (1.1)

Gambar 1.9 Hubungan gaya dengan defleksi pegas

12
Jika kita plot grafik hubungan F dengan x akan terbentuk garis
miring yang linier, luasan di bawah garis miring pada x yang tertentu
merupakan energi potensial pegas (U), lihat Gambar 1.9.

1
U  kx 2 (1.2)
2

Apabila sistem getaran bukan merupakan pegas dan massa yang


diberi gaya luar, tetapi merupakan sistem lain maka bisa dibuat seperti
massa ekivalen dan pegas yang mempunyai konstanta ekivalen. Gambar
1.10 dan 1.11 masing-masing batang dan beam yang bisa dianggap sebagai
pegas dengan konstanta pegas ekivalen. Pada batang yang mempunyai luas
penampang A dan diberi gaya F akan terdefleksi sejauh l.

F
σ (1.3)
A

(a) Batang ditarik gaya (b) Pegas ekivalen


Gambar 1.10 Batang ditarik gaya sebagai pegas ekivalen

σ=ɛE (1.4)

bila persamaan (1.3) dan (1.4) disamakan diperoleh :

13
(1.5)

di mana :

(1.6)

di mana : F = k Δl sehingga :

AE
k (1.7)
l

Gambar 1.11 menunjukkan kantilever atau beam dengan massa merada di


ujung. Elemen elastik seperti ini bisa juga dianggap sebagai pegas. Untuk
menyederhanakan masalah massa beam, dianggap nol bila dibandingkan
dengan massa m. Dari mata kuliah kekuatan bahan kita tahu bahwa
defleksi pada ujung beam sejauh δst.

(1.8)

di mana : W = m g, yaitu berat dari massa m


E = modulus elastisitas
I = momen inersia penampang beam

Sedangkan konstanta pegas mempunyai hubungan

W 3EI
k  3 (1.9)
δ st l

14
(a) sistem aktual (b) model single degree of freedom

Gambar 1.11 Kantilever dengan massa di ujung

Dalam aplikasi praktis beberapa pagas linier digunakan dalam


kombinasi. Pegas-pegas tersebut bisa diganti menjadi sebuah pegas dengan
indikasi yang berbeda-beda,

Kasus 1 : Pegas-pegas disusun paralel. Bila dua buah pegas atau lebih
yang mempunyai konstanta tertentu disusun secara paralel dan di ujung
pegas-pegas tersebut diberi beban dengan berat W, maka pegas-pegas
tersebut akan terdefleksi. Defleksi yang terjadi akan sama pada masing-
masing pegas, yaitu sebesar st. Susunan pegas paralel bisa dilihat pada
gambar 1.12(a) dan 1.12(b), sedangkan diagram benda bebasnya terlihat
pada gambar 1.12(c).
Kita lihat diagram benda bebas, di sana terjadi kesetimbangan.

W = k1 δst + k2 δst (1.10)

Jika kek adalah konstanta ekivalen pegas dari kombinasi dua pegas, maka
untuk defleksi yang sama kita punya seperti persamaan (1.11).

W = kek δst (1.11)

Dengan menyamakan persamaan (1.10) dan (1.11) kita peroleh suatu


persamaan seperti persamaan 1.12.

15
Kek = k1 + k2 (1.12)

(a) susunan pegas paralel (b) susunan diberi beban (c) diagram benda bebas

Gambar 1.12 Susunan pegas paralel

Dari uraian di atas, maka kita bisa mengambil suatu kesimpulan


bila suatu pegas disusun secara paralel maka konstata pegas ekivalen
adalah penjumlahan dari seruruh konstanta pegas penyusun, persamaannya
bisa dilihat pada persamaan (1.13).

Kek = k1 + k2 ……+ kn (1.13)

Kasus 2: Pegas-pegas disusun secara seri. Gambar 1.13 menunjukkan


dua buah pegas yang mempunyai konstanta pegas tertentu dan disusun
secara seri. Beban W diberikan pada ujung pegas, maka susunan pegas
akan terdefleksi sejauh st. Defleksi ini merupakan penjumlahan masing-
masing defleksi kedua pegas. Total defleksi statik sistem adalah st, yang
diberikan oleh persamaan (1.14).

δst = δ1 +δ2 (1.14)

16
Kedua pegas menerima beban sebesar W, bila kita lihat diagram benda
bebas pada gambar 1.12(c) maka

W = k1δ1

W = k2δ2 (1.15)

(a) susunan pegas seri (b) susunan diberi beban (c) diagram benda bebas
Gambar 1.13 Susunan pegas seri yang diberi beban

Kita misalkan kek adalah konstanta pegas ekivalen sistem, untuk jumlah
defleksi statik yang sama, maka

W = kekδst (1.16)
Dari persamaan (1.15) dan (1.16) diperoleh

W = k1δ1 = k2δ2= kekδst

17
k ek δ st
δ2  (1.17)
k2

Substitusi persamaan (1.17) ke dalam persamaan (1.14) diperoleh

1 1 1
  (1.18)
k ek k1 k 2

Secara umum, apabila beberapa pegas yang mempunyai konstanta


kekakuan yang berbeda-beda maka dapat disimpulkan seperti persamaan
1.19.

1 1 1 1
   ....  (1.19)
k ek k1 k 2 kn

Contoh soal 1.2


Batang AB pada crane terlihat pada gambar 1.14(a) adalah batang seragam
yang panjangnya 10 m dan luas penampangnya adalah 2500 mm2. Kabel
CDEBF terbuat dari baja dan mempunyai luas penampang 100 mm2. Efek
kabel CDEB diabaikan. Hitung konstanta kekauan pegas ekivalen dalam
arah vertikal.

Jawab :
Selama landasan Crane kaku, kabel dan batang akan tetap berada pada
posisi F dan A. Juga bila efek kabel CDEB diabaikan, maka berat W
bekerja di titik B seperti terlihat pada Gambar 1.14(b). Simpangan vertikal
x menyebabkan batang dengan kekakuan pegas k2 akan terdeformasi

18
sejauh x2 = x cos 450 dan kabel dengan kekakuan k1 akan terdeformasi
sejauh x1 = x cos(90 - θ). Panjang kabel FB, l1 pada Gambar 1.14(b) adalah

l12 = 32 + 102 – 2(3)(10)cos 1350 = 151.426, sehingga l1 = 12.3055 m

Sudut θ diberikan oleh hubungan

l12 + 32 – 2(l1)(3)cos θ = 102, sehingga cos θ = 0.8184, dan θ = 35.07360

(a) Crane

(b) pemodelan getaran (c) pegas ekivalen


Gambar 1.14 Crane dengan beban

19
Energi potensial total (U) disebabkan oleh k1 dan k2 seperti diberikan oleh
persamaan 1.2 di atas adalah

U = ½ k1 (x cos 450)2 + ½ k2[x cos (90 - θ)]2 di mana

( )( )

( )( )

Bila pegas ekivalen arah vertikal terdeformasi sejauh x, Energi potensal


pegas ekivalen (Uek) diberikan

Dengan mengambil U = Uek maka akan diperoleh konstanta pegas ekivalen


sistem

kek = 26.4304 x 106 N/m

1.7 Massa atau Inersia Elemen


Massa atau Inersia Elemen diasumsikan untuk benda kaku (rigid
body). Disini energi kinetik akan bertambah atau berkurang dengan
berubahnya kecepatan. Dari hukum kedua Newton tentang gerakan, bahwa
massa dikalikan dengan percepatannya akan sama dengan gaya yang
bekerja padanya. Kerja adalah gaya yang bekerja dikalikan dengan jarak
perpindahan yang searah dengan gaya yang bekerja pada massa dan
diberikan dalam bentuk energi kinetik dari massa tersebut.

20
Dalam banyak kasus, kita harus menggunakan model matematika
untuk merepresentasikan sistem getaran yang sesungguhnya dan ada
beberapa model yang mungkin. Untuk menganalisa kita harus menentukan
mana model matematika yang sesuai. Salah satu model yang dipilih adalah
massa atau inersia elemen dari sistem yang dapat diidentifikasi dengan
mudah. Sebagai contoh kantilever beam yang mempunyai massa di ujung
yang terlihat pada gambar 1.11(a). Untuk menganalisisnya maka beam
biasa dimodelkan sebagai sistem pegas seperti pada gambar 1.11(b).
Contoh lain bangunan bertingkat seperti gambar 1.15(a) apabila terkena
gempa bumi. Massa dari tembok diabaikan dibandingkan massa lantai
setiap tingkat. Bangunan dimodelkan sebagai multi DOF seperti terlihat
pada Gamabr 1.15(b). Massa setiap lantai dianggap sebagai massa elemen
dan elastisitas bagian vertikal dianggap sebagai elemen pegas.

m5 x5
m5
k5
m4 k5
x4
m4
k4
m3 k4
x3

k3 m3
m2
k3 x2
k2 m2
m1
k2 x1
k1
m1
k1

(a) bangunan bertingkat (b) model matematika


Gambar 1.15 Idealisasi bangunan bertingkat sebagai multi DOF

21
Dalam penerapannya, beberapa massa berada dalam satu
kombinasi. Sebagai contoh analisis, kita akan mengganti massa-massa ini
sebagai sebuah massa ekivalen.

Kasus 1. Beberapa massa dihubungkan oleh suatu batang : Beberapa


massa diletakkan pada batang seperti pada Gambar 1.16. Massa-massa
tersebut bisa diganti dengan massa ekivalen yang diletakkan di sembarang
titik pada batang. Sebagai contoh spesifik massa ekivalen diletakkan pada
m1 seperti terlihat pada Gambar 1.16(b). Kecepatan massa-massa m2 dan
m3 bisa dinyatakan dalam kecepatan m1, dengan asumsi perpindahan sudut
batang yang kecil.

̇ ̇ , ̇ ̇ (1.20)

Dan

̇ ̇ (1.21)

(a) tiga massa terletak pada batang


(b) massa ekivalen pada batang
Gambar 1.16 Beberapa massa translasi dihubungkan oleh batang

22
Dengan menyamakan energi kinetik ketiga massa dengan sistem sebuah
massa ekivalen, kita peroleh

̇ ̇ ̇ ̇ (1.22)

dengan mensubstitusi persamaan (2.20) dan (2.21) ke dalam persamaan


(2.22) diperoleh

( ) ( ) (1.23)

Kasus 2: Massa translasi dan rotasi digabung menjadi satu.



Massa m bergerak translasi dengan kecepatan x digabung dengan massa

lain yang bergerak rotasi yang mempunyai kecepatan sudut  dan momen
inersia massa J0, seperti rack dan pinion pada Gambar 1.17. Kedua massa
ini bisa diganti dengan sebuah massa yang bergerak translasi dengan
massa mek atau bergerak rotasi dengan momen inersia massa Jek.

Gambar 1.17 massa translasi dan rotasi pada rack dan pinion.

23
1. Massa translasi ekivalen. Energi kinetik kedua massa diberikan oleh.

̇ ̇ (1.24)

energi kinetik massa ekivalen diberikan oleh

̇ (1.25)
di mana

̇ ̇ dan

̇
̇

dengan menyamakan T = Tek dan mengganti harga-harga di atas, maka

̇
̇ ̇ ( )

sehingga

(1.26)

2. Massa rotasional ekivalen.


Di sini ̇ ̇ dan ̇ ̇ , dengan menyamakan T dan Tek pada
persamaan 1.24 dan 1.25 di atas, maka

̇ ( ̇ ) ̇

sehingga (1.27)

24
1.8 Elemen Redaman (Damping Element)
Dalam beberapa sistem, energi getaran berangsur-angsur diubah
menjadi panas atau sound. Karena adanya reduksi energi, maka respon
getaran seperti simpangan berangsur-angsur akan menurun. Sistem
mekanik di mana energi getaran berangsur-angsur diserap menjadi panas
dan sound dikenal sebagai redaman. Walaupun penyerapan energi ini
relatif kecil namun mempertimbangkan redaman tetap penting untuk
ketepatan perhitungan respon getaran sistem. Peredam berfungsi sebagai
gaya bila ada kecepatan relatif di antara dua ujung peredam. Peredam bisa
dimodelkan sebagai salah satu atau lebih dari tipe-tipe berikut:

Viscous Damping. Viscous damping adalah yang paling umum digunakan


sebagai redaman mekanik dalam analisis getaran. Bila sistem mekanik
digetarkan di medium fluida, seperti udara, gas, air dan oli akan terjadi
tahanan bodi oleh fluida sebab energi sistem diserap. Dalam hal ini
besarnya penyerapan tergantung pada beberapa faktor, seperti ukuran dan
bentuk bodi getaran, viskositas fluida, dan kecepatan bodi yang bergetar.
Gaya redaman sebanding dengan kecepatan bodi yang bergetar. Contoh
tipe viscous damping adalah selaput fluida di antara permukaan yang
bergesekan, aliran fluida di sekeliling piston dalam silinder, aliran fluida
yang melewati orifis dan selaput fluida di sekitar jurnal bearing.

Coulomb atau Redaman Gesekan. Di sini besarnya gaya redaman


adalah konstan tetapi arahnya berlawanan dengan bodi yang bergetar.
Redaman ini disebabkan oleh gesekan antara bidang gesekan yang kering
atau mempunyai pelumas diantaranya.

Material atau Solid atau Hysteretic Redaman. Ketika material


terdeformasi, energi diserap oleh material. Hal ini disebabkan gesekan
antara internal planes, yang slip atau bergeser karena deformasi. Bila bodi
mempunyai material redaman, diagram tegangan regangan ditunjukkan
oleh hysteretic loop seperti pada Gambar 1.18(a). Luas loop ini merupakan
energi yang hilang setiap volume bodi per siklus.

25
(a) (b)
Gambar 1.18 Hysteretic loop untuk material elastik

(1.29)

di mana A adalah luas permukaan pelat yang bergerak, dan

(1.30)

dinamakan konstanta redaman.

Gambar 1.19 Plat paralel dengan fluida kental di antaranya

26
Kombinasi Peredam
Bila beberapa peredam dipasang secara bersama-sama, maka bisa
diganti oleh sebuah peredam ekivalen dengan prosedur sama seperti
beberapa pegas yang dipasang secara bersama-sama (lihat sub bab 1.6).

Contoh soal 1.3


Tentukan konstanta redaman pada dashpot yang terlihat pada Gambar 1.20
di bawah. Diketahui diameter silinder = D + 2d, diameter piston = D,
kecepatan piston = v, panjang aksial piston = l dan viskositas fluida = μ.

Gambar 1.20 Piston-silinder dashpot

Jawab :
Seperti pada Gambar 1.20, dashpot terdiri dari piston dengan diameter D,
panjang l, bergerak dengan kecepatan v0 pada silinder dan diberi pelumas
dengan viskositasμ. Ruang antara piston dan silinder adalah d. Pada jarak y
dari permukaan yang bergerak mempunyai kecepatan dan tegangan geser
masing-masing v dan τ, dan pada jarak (y + dy) mempunyai kecepatan (v –
dv) dan tegangan geser (τ + d τ). Harga negatif untuk kecepatan
menunjukkan bahwa kecepatan akan berkurang dengan bertambahnya y.
Gaya karena kekentalan fluida dapat ditulis sebagai berikut

27
(E.1)

tegangan geser diberikan oleh

(E.2)

di mana tanda negatif menyatakan gradien kecepatan yang berkurang.


Dengan memasukkan persamaan (E.2) ke (E.1), diperoleh

(E.3)

Tekanan piston pada ujung bawah piston diberikan

(E.4)
( )

Gaya tekanan di sekitar piston adalah

( ) (E.5)

di mana (π D dy) menunjukkan luas annular antara y dan (y + dy). Jika


diasumsikan kecepatan rata-rata seragam pada arah gerakan pada fluida,
maka gaya pada persamaan (E.3) dan (E.5) harus sama, diperoleh

(E.6)

28
Dengan mengintegrasikan dua kali dan memberikan kondisi batas v = - v0
pada y = 0 dan v = 0 pada y = d, kita peroleh

( ) ( ) (E.7)
debit rata-rata yang melewati ruang antara piston dan silinder dapat
diperoleh dengan mengintegrasikan debit fluida yang dipindahkan karena
gerakan piston diantara y = 0 dan y = d.

∫ * + (E.8)

Volume aliran fluida yang melewati ruang antara per detik harus sama
dengan volume per detik yang dipindahkan oleh piston. Sehingga
kecepatan piston harus sama debit rata-rata fluida dibagi dengan luas
piston.

(E.9)
( )

Dengan memasukkan Q pada persamaan (E.9) ke persamaan (E.8)


diperoleh

( )
0 1 (E.10)

Persamaan (E.10) bisa diganti P = c v0, di mana c adalah konstanta


redaman yang besarnya

( )
0 1 (E.11)

29
Contoh soal 1.4
Mesin milling ditahan oleh empat shock seperti pada Gambar 1.21.
Elastisitas dan redaman shock dapat dimodelkan sebagai pegas dan
peredam seperti pada Gambar 1.21(b). Tentukan konstanta pegas ekivalen
(kek) dan konstanta redaman ekivalen (cek).

Jawab :

(a)

30
(b)

(c)
Gambar 1.21 Mesin miling horisontal

Free body diagram untuk keempat pegas dan redaman bisa dilihat pada
Gambar 1.21(b). Letak pusat massa G adalah di tengah-tengah keempat
pegas dan redaman, semua pegas akan terdefleksi yang sama sejauh x dan
semua peredam juga akan mempunyai kecepatan yang sama sebesar ̇ .
Gaya yang bekerja pada pegas (Fsi) dan peredam (Fdi) adalah:

31
(E.1)

Total gaya untuk semua pegas dan semua peredam adalah Fs dan Fd, maka

(E.2)

Dari persamaan (E.1) dan (E.2) dan harga x serta c setiap sudut sama,
maka diperoleh

( )

( )̇ (E.3)

di mana Fs + Fd = W, dan W adalah total gaya vertikal (termasuk gaya


inersia) yang bekerja pada mesin milling. Pada Gambar 1.21 (c) terlihat

̇ (E.4)

Dengan menyamakan persamaan (E.3) dan (E.4) dan ki = k serta ci = c


maka

(E.5)

32
1.9 Gerak Harmonik
Gerak osilasi dapat berulang secara teratur, misalnya gerak
pendulum sederhana. Osilasi bisa juga bergerak tidak beraturan, contoh
gerakan tanah saat terjadi gempa bumi. Jika gerakan terulang pada interval
yang sama (), maka dinamakan gerak periodik. Waktu pengulangan 
tersebut disebut perioda osilasi, dan kebalikannya, f = 1/, disebut
frekuensi. Jika gerak dinyatakan dalam fungsi x(t), maka setiap gerak
periodik harus memenuhi hubungan x(t) = x(t + ). Bentuk gerak periodik
yang paling sederhana adalah gerak harmonik. Hal ini dapat diperagakan
pada sebuah massa yang tergantung pada sebuah pegas ringan pada
mekanis yoke Scotch seperti terlihat pada Gambar 1.22. Pada sistem ini
crank mempunyai jari-jari A, dan berpusat di O. Ujung crank yang satunya
P bergerak dibatasi slot yang bergerak vertikal dan dibatasi R. Ketika
crank berotasi dengan kecepatan sudut , ujung S juga bergerak sesuai slot
dan massa m pada sistem massa-pegas dari posisi tengah bergerak sejauh x
(fungsi waktu) yang diberikan oleh

(1.31)

Besaran  biasanya diukur dalam radian per detik dan disebut frekuensi
lingkaran. Karena gerak berulang dalam 2 radian, maka didapat
hubungan

(1.32)

dengan  dan f adalah perioda dan frekuensi gerak harmonik, berturut-turut


biasanya diukur dalam detik dan siklus per detik.
Gerakan massa merupakan sinusoidal seperti terlihat pada gambar
1.22. Kecepatan getaran massa m setiap saat diberikan oleh

̇ ( ) (1.33)

33
dan percepatan getaran massa m setiap saat diberikan oleh

̈ ( ) (1.34)

Gambar 1.22 Mekanis Yoke Scotch

Jadi kecepatan dan percepatan juga harmonik dengan frekuensi


osilasi yang sama, tetapi mendahului simpangan, berturut-turut dengan /2
dan  radian. Gambar 1.23 menunjukkan baik perubahan terhadap waktu
maupun hubungan fasa vektor antara simpangan, kecepatan dan percepatan
pada gerak harmonik.

34
Gambar 1.23 Dalam gerak harmonik, kecepatan dan percepatan
mendahului simpangan dengan  dan 2

Peninjauan kembali persamaan (1.31) dan (1.34) menunjukkan bahwa

̈ (1.35)

sehingga dalam gerak harmonik, percepatan adalah sebanding dengan


simpangan dan arahnya menuju titik asal.

1.9.1 Besaran vektor untuk Merepresentasikan Getaran Harmonik


Getaran harmonik dapat direpresentasikan oleh vektor ⃗⃗⃗⃗⃗ dengan
besar A yang bergerak berputar dengan kecepatan konstan , seperti
terlihat pada Gambar 1.24.

35
Proyeksi vektor ⃗ ⃗⃗⃗⃗⃗ pada sumbu vertikal diberikan oleh

(1.36)

dan untuk proyeksi terhadap sumbu horizontal diberikan oleh

(1.37)

Gambar 1.24 Getaran harmonik sebagai proyeksi suatu titik yang


bergerak pada lingkaran

36
1.9.2 Bentuk Eksponensial dan Bilangan Kompleks untuk
Merepresentasikan Getaran Harmonik
Fungsi trigonometrik sinus dan cosinus dihubungkan dengan
fungsi eksponensial oleh persamaan Euler

(1.38)

Suatu vektor dengan amplitudo A yang berputar dengan kecepatan sudut


tetap  dapat dinyatakan sebagai besaran komplek dalam diagram
Argand seperti terlihat dalam Gambar 1.25.

y (imajiner)

b
A
t
x (riil)
a

Gambar 1.25 Diagram Argan

(1.39)

(1.40)

(1.41)

dengan ( ) , dan

( )

37
Besaran disebut sinusoid komplek dengan a dan b adalah komponen riil
dan imajiner. Besaran juga memenuhi persamaan untuk gerak
harmonik.

1.10 Gerak Periodik


Pada getaran biasanya beberapa frekuensi yang berbeda ada secara
bersama-sama. Contoh getaran dawai biola terdiri dari frekuensi dasar f
dan semua harmoniknya 2f, 3f dan seterusnya. Getaran semacam ini
menghasilkan bentuk gelombang komplek yang diulang secara periodik
seperti Gambar 1.26.
Matematikawan Perancis J. Fourier (1768 – 1830) menunjukkan
bahwa tiap gerak periodik dapat dinyatakan oleh deretan sinus dan cosinus
yang dihubungkan secara harmonik. Jika x(t) adalah fungsi periodik
dengan perioda , maka fungsi ini dinyatakan oleh deret Fourier.

()

() ∑ ( ) (1.42)

di mana  = 2/ dan a0, a1, a2 ….an, b1, b2,….bn adalah koefisien konstan.
Untuk menghitung koefisien an dan bn, dengan mengalikan cos nt dan sin
nt kedua ruas persamaan (1.42), serta mengintegrasikan dengan satu
perioda  = 2/. Dengan mengingat hubungan berikut

∫ { }

∫ { } (1.43)

38
∫ , -

maka semua suku kecuali satu pada ruas kanan persamaan adalah nol, dan
diperoleh hasil,

∫ () ∫ ()

∫ () ∫ () (1.44)

∫ () ∫ ()

Gambar 1.26 Gerak periodik dengan perioda 

Contoh soal 1.5


Jika y(t) diketahui seperti Gambar 1.27, maka cari persamaan getaran
untuk x(t).

39
Gambar 1.27 Sistem Cam-follower
Jawab :

( ) ( )

( ) ( ) (E.1)

Dari Gambar 1.27(b) diperoleh y(t) = Y t/ ; 0  t   ,


di mana Y = amplitudo maksimum y.

40
Dari dimensi rocker arm, diperoleh hubungan

(E.2)

dan x(t) = X t/ ; 0  t   , di mana X adalah amplitudo maksimum x.


dengan menggunakan persamaan (1.44) diperoleh

∫ () ∫ ( )

(E.3)

∫ () ∫

Rumus integral ∫

*( )
+

(E.4)

 2 /   2 /  t  X 2 / 
bn   xt dt sin ntdt   X sin ntdt   t sin ntdt
 0  0    0

∫ () ∫

41

Rumus integral ∫

*( )
+

(E.5)

Jadi

() ∑ ( )

() ∑ ( )

() ∑

()

di mana

sehingga

()

42
BAB II
GETARAN BEBAS SISTEM SATU DERAJAD KEBEBASAN

Semua sistem yang mempunyai massa dan elastisitas dapat


mengalami getaran bebas atau getaran yang terjadi tanpa rangsangan luar.
Hal pertama yang menarik untuk sistem semacam itu adalah frekuensi
natural getarannya. Sasaran kita di sini adalah belajar menulis persamaan
geraknya dan menghitung frekuensi naturalnya yang merupakan fungsi
massa dan kekakuan sistem.
Redaman dalam jumlah sedang mempunyai pengaruh yang sangat
kecil pada frekuensi natural dan dapat diabaikan dalam perhitungannya.
Kemudian sistem dapat dianggap sebagai sistem yang konservatif dan
prinsip kekekalan energi memberikan pendekatan lain untuk menghitung
frekuensi natural. Pengaruh redaman sangat terlihat pada berkurangnya
amplitudo getaran terhadap waktu. Walaupun terdapat banyak model
redaman namun hanya model yang menghasilkan cara analitik yang mudah
dibahas dalam bab ini.

2.1 Persamaan Gerak dan Frekuensi Getaran Translasi


Sistem berosilasi yang paling sederhana adalah sistem yang terdiri
dari massa dan pegas seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Pegas
penunjang massa dianggap mempunyai massa yang dapat diabaikan dan
kekakuan k (Newton per meter simpangan). Sistem mempunyai satu
derajat kebebasan karena geraknya digambarkan oleh koordinat tunggal x.

43
Gambar 2.1 Sistem pegas-massa dan diagram benda bebas

Bila digerakkan, osilasi akan terjadi pada frekuensi natural fn, yang
merupakan milik sistem. Kita sekarang mengamati beberapa konsep dasar
yang dihubungkan dengan getaran bebas sistem dengan satu derajat
kebebasan.
Hukum Newton kedua adalah dasar pertama untuk meneliti gerak
sistem. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1, perubahan bentuk pegas
pada posisi kesetimbangan statik adalah ∆ dan gaya pegas adalah k∆
adalah sama dengan gaya gravitasi W yang bekerja pada massa m.

k∆ = W = mg (2.1)

Dengan mengukur simpangan x dari posisi kesetimbangan statik, maka


gaya-gaya yang bekerja pada massa m adalah k(∆+x) atau W. Dengan x
yang dipilih positif dalam arah ke bawah. Sekarang hukum Newton kedua
untuk gerak diterapkan pada massa m.

∑Fy = 0
̈ ( )

dan karena k∆ = W, diperoleh

̈ (2.2)

44
Jelaslah bahwa pemilihan posisi kesetimbangan statik sebagai acuan untuk
x mengeliminasi W, yaitu gaya yang disebabkan gravitasi. Gaya pegas
statik k∆ dari persamaan gerak hingga resultan pada massa m adalah gaya
pegas karena simpangan x saja.
Dengan mendefinisikan frekuensi lingkaran ωn menggunakan
persamaan

(2.3)

Persamaan (2.2) dapat ditulis sebagai

̈ (2.4)

Solusi persamaan (2.2) dengan mengasumsikan

()

̇ dan ̈

di mana A dan s adalah konstata, setelah dimasukan ke persamaan (2.2),


diperoleh

+ =0

( + ) =0

+ =0 (2.5)
= ( )

di mana = ( ) dan ( )
sehingga

45
jadi
() + di mana A1 dan A2 adalah konstata.

Dengan menggunakan

= maka
() + (2.6)

Di mana A dan B adalah konstata yang baru dan dapat dicari dengan
menggunakan kondisi awal, yaitu

( ) =
̇( )= ̇ (2.7)

Dengan memasukkan kondisi awal persamaan (2.7) ke dalam persamaan


(2.6) termasuk dengan menurunkam dulu persamaan (2.6) maka diperoleh

= ( )+ ( )
= ( ) ( )
dan
̇( )
̇ ( ) ( )
̇ ( )
̇

Jadi
̇
(2.8)

Periode natural osilasi dibentuk dari , atau

√ (2.9)

46
dan frekuensi naturalnya adalah

√ (2.10)

Besaran-besaran ini dapat dinyatakan dalam penyimpangan statik


dengan melihat persamaan (2.1), = 𝑔. Jadi persamaan (2.10) dapat
dinyatakan dalam penyimpangan statik sebagai

√ (2.11)

Contoh soal 2.1


Sebuah massa ¼ kg digantungkan pada pegas yang mempunyai kekakuan
0,1533 N/mm. Tentukan frekuensi naturalnya dalam siklus per sekon.
Tentukan juga penyimpangan statiknya.

Jawab :
Konstanta kekakuan

= 153.3 N/m

Substitusi ke dalam persamaan (2.10), menghasilkan frekuensi natural

√ √ (E.1)

Penyimpangan statik pegas yang digantungi massa ⁄ kg diperoleh dari


mg

(E.2)

47
Contoh soal 2.2
Tentukan frekuensi natural massa M yang diletakkan pada ujung kantilever
beam yang massanya dapat diabaikan seperti ditunjukkan dalam Gambar
2.2.

Gambar 2.2 Massa m pada ujung kantilever

Jawab:
Penyimpangan kantilever beam yang disebabkan gaya yang terkonsentrasi
P adalah

(E.1)

Dengan EI adalah ketegaran lentur. Jadi kekuatan balok adalah k


dan frekuensi natural sistem menjadi

√ (E.2)

Contoh soal 2.3


Hitung frekuensi natural dari sistem seperti pada Gambar 2.3. Asumsi
gesekan dan massa puli diabaikan.

48
(a) (b) diagram benda bebas

Gambar 2.3 Sistem puli, massa dan pegas

Jawab:
Pada diagram benda bebas 1 (dbb 1) pada dbb 2

2W = k1 x1 2W = k2 x2

Sehingga gerakan total massa adalah

X = 2( )

X = 2( ) = 4W ( ) = 4W (E.2)

49
Hukum Newton kedua menyatakan

F=

= 4W

( )
(E.3)

Persamaan getaran

m ̈ + kekx= 0 (E.4)

m ̈+ x=0
(

jadi

n= ( ) ( ( )
) (E.5)

( ( )
) (E.6)

Contoh soal 2.4


Massa batang PQ diabaikan, tentukan persamaan diferensial getaran dan
frekuensi diri dari sistem pada gambar 2.4

50
Jawab :

Gambar 2.4 sistem pegas dan batang yang diberi beban pada ujung.

Pada kondisi statis terjadi kesetimbangan momen, yaitu

mgl3 cos α = k2l2 sinα l2 cos α + k1l1 sinα l1 cosα (E1)

sehingga dalam keadaan dinamis sudah tidak perlu diperhitungkan

∑Mp = 0
̈ (E.2)

Untuk θ kecil maka sin θ = θ dan cos θ = 1, jadi

̈ (E.3)

51
̈ ( ) (E.4)

dan frekuensi naturalnya adalah

√ (E.5)

2.2 Getaran Bebas untuk Sistem Torsional tanpa Redaman


Jika benda kaku diberi simpangan sudut dengan sumbu referensi
khusus, maka akan menyebabkan gerak yang disebut getaran torsional.
Dalam masalah getaran torsional menggunakan kesetimbangan momen
torsional. Gambar 2.5 ditunjukkan piringan dengan massa inersia polar J 0,
berada di ujung poros dan ujung poros yang lain ditumpu dengan tumpuan
jepit. Simpangan sudut piringan dan poros sebesar θ.

Gambar 2.5 Getaran torsional dari piringan

kekakuan poros (kt)

Di mana : G = modulus elastisitas


Jo = momen inersia luas penampang poros
l = panjang poros

52
Jo = Sehingga =

Untuk poros maka torsinya


( 2.13 )

Di mana: = kekakuan poros


= simpangan sudut poros

Hukum Newton yang kedua untuk gerakan sudut

̈+ =0 ( 2.14 )

Di mana: momen inersia massa disk


=
densitas massa
W = berat disk

Persamaan (2.14) bisa diselesaikan seperti pada getaran linier seperti pada
persamaan (2.2), yaitu

() cos t+ cos t ( 2.15 )

Dengan A1dan A2 adalah konstanta dan bisa diselesaikan dari kondisi


awal. Bila
( )=

̇( )=
̇

= cos (0)+ cos (0)

̇ = sin (0) + cos (0)

53
̇ =

̇
= sehingga

̇
(t) = cos t+ sin t (2.16)

Frekuensi natural dan priode natural bisa dihitung berdasarkan persamaan


diferensial getaran pada persamaan (2.14)

=( )

=2 ( )

= ( ) (2.17)

Contoh soal 2.5


Sebuah roda dan ban mobil digantungkan pada batang baja yang
diameternya 0.5 cm dan panjangnya 2 m seperti ditunjukkan pada Gambar
2.6. Bila roda diberi simpangan sudut kemudian lepas, maka ia membuat
10 osilasi dalam 30.2 detik. Tentukan momen inersia polar roda dan ban.

Gambar 2.6 Ban mobil yang digantung pada baja

54
Jawab :
Persamaan rotasional untuk gerak sesuai hukum Newton kedua

̈ ( E.1 )

Frekuensi natural osilasi

= =2 = 2.081 rad / s ( E.2 )

= = (0.5 ) = 0.006136

= 80

= = = 2.455 Nm /rad ( E.3 )

maka

( )

= = = 0.567 kg

2.3 Metode Energi (Metode Lagrange)


Dalam suatu konservatif energi totalnya adalah konstan dan
persamaan diferensial gerak juga dapat dibentuk dari prinsip kekekalan
energi. Untuk getaran bebas suatu sistem yang tak teredam, energinya
sebagian adalah energi kinetik dan sebagian potensial. Energi kinetik T
sebagian disimpan dalam massanya karena kecepatannya, sedang energi
potensial U disimpan dalam bentuk energi regangan dalam perubahan
bentuk elastik atau kerja yang dilakukan dalam suatu medan gaya seperti
gravitasi. Karena energi total adalah konstan, maka laju perubahan energi
adalah nol seperti oleh persamaan (2.18).

55
T + U = konstan

( ) ( 2.18 )

Bila perhatian hanya tertuju pada frekuensi natural sistem, maka


frekuensi itu dapat ditentukan dari pertimbangan prinsip kekekalan energi
pada persamaan (2.19 ).

(2.19)

dengan indeks 1 dan 2 menyatakan saat yang berbeda. Ambil indeks 1 saat
ketika massa sedang melewati posisi kesetimbangan statik dan pilih U1 = 0
sebagai acuan untuk energi potensial. Ambil indeks 2 saat yang sesuai
dengan simpangan maksimum dari massa. Pada potensial ini, kecepatan
massa adalah nol, hingga T2 = 0, jadi diperoleh

T1 + 0 = 0 + U2 (2.20)

Namun, bila sistem mangalami gerak hermorik, maka T1 dan U2


merupakan nilai maksimum, jadi

Tmaks = Umaks (2.21)

Persamaan (2.21) langsung menghasilkan frekuensi natural.

Contoh soal 2.6


Tentukan frekuensi natural sistem yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.

56
r2 r1
J θ

m
Gambar 2.7

Jawab:
Anggap bahwa sistem secara harmonik dengan amplitudo  dari posisi
kesetimbangan statik. Energi kinetiknya adalah

̇ ( ̇)
(E.1)

Energi potensial adalah energi yang disimpan dalam pegas yaitu

U= k( )²
(E.2)

Sebelumnya diketahui

T + U = konstan, atau

dT + dU = 0

57
( ) ( )

( ̇ ( ̇) ) + ( ( ) )=0

J 2 ̇ ̈+ ̇ ̈+ 2θ ̇ =0

J ̈ +m ̈ +k θ=0

(J+m ) ̈ +k θ=0 (E.3)

Dengan melihat persamaan ( ) dan persamaan ( ) maka diperoleh

ωn =√ dalam hal ini

dan maka

ωn =√ (E.4)

fn = √ (E.5)

Contoh Soal 2.7


Sebuah silinder seberat W dan jari-jari r menggelinding tanpa tergelincir
(slip) pada permukaan silindris yang berjari-jari R (lihat Gambar 2.8).
Tentukan persamaan diferensial geraknya untuk osilasi kecil pada titik
terendah. Untuk keadaan tanpa tergelincir r = R .

58
θ

R r

Gambar 2.8

Jawab:

Kecepatan translasi pusat silinder adalah

( ) ̇ (E.1)

Sedang kecepatan rotasinya adalah

( ̇ ̇) ( ) ̇ (E.2)

Karena tanpa tergelincir maka

( ) (E.3)

Energi kinetiknya adalah

T [( ) ̇] + *( ) ̇+

T (R ) ̇ (E.4)

59
Energi potensialnya adalah

( )( ) (E.5)

Perubahan energi akan menjadi energi lain, sehingga

(T + U) (E.6)

( (R ) ̇ )+ W (R - r)(1- )

( ) ̇ ̈ + W( ) ̇

( ) ̈ +W( ) (E.7)

Untuk sudut θ yang kecil maka sin = θ, dan dengan mencoret kedua suku
diperoleh

( ) ̈+

̈
( )

Dengan melihat persamaan ( ) dan persamaan ( ) maka diperoleh

√ ( )
(E.8)

2.4 Kondisi Stablilitas


Untuk menentukan kondisi stabililtas diambil contoh batang
seragam yang dipegang engsel dan dihubungkan dengan dua buah pegas

60
simetri di ujungnya seperti pada Gambar 2.9. Dimisalkan massa batang
adalah m dan pegas tidak meregang pada saat batang vertikal. Ketika
batang diberi simpangan sejauh pegas akan diberi beban gaya sebesar
kl . Karena ada dua buah pegas, maka total gaya adalah 2kl .
Gaya berat W = mg bekerja searah vertikal.

Gambar 2.9 Batang vertikal dipegang pegas simetri di ujung

̈ ( ) ̈ ( )

Persamaan momen batang terhadap titik O adalah

∑ =0
̈ ( )

61
̈ ( ) (2.23)

Untuk osilasi ( ) kecil maka sin = dan cos sehingga persamaan


( ) menjadi

̈ ( )

̈ ( ) (2.24)

Solusi persamaan ( ) tergantung pada harga dalam kurung


( )⁄ bisa dibahas sebagai berikut

Kasus 1: Bila ( )⁄ Persamaan ( ) merupakan


osilasi stabil dan dapat diselesaikan sebagai berikut

() (2.25)

Di mana A1 dan A2 adalah konstanta dan bisa ditulis

( ) (2.26)

Kasus 2: Bila ( )⁄ Persamaan ( ) menjadi lebih


sederhana

̈ (2.27)

Solusinya dapat diselesaikan dengan mengintegrasikan dua kali sehingga


diperoleh

62
() (2.28)

Untuk kondisi awal (t=0) = θ0 dan ̇ (t=0) = ̇ , solusinya menjadi

θ(t)= ̇ t + (2.29)

Persamaan (2.29) menunjukkan simpangan sudut meningkat secara linier


pada kecepatan konstan ̇ 0. Jika ̇ 0 = 0, persamaan (2.29) merupakan
keseimbangan statis dengan = 0.

Kasus 3: Bila (12kl²-3Wl)/2ml² < 0, kita definisikan

α=( ) (2.30)

Kita lihat persamaan (2.24), maka solusinya adalah

() (2.31)

di mana B1 dan B2 adalah konstanta. Untuk kondisi awal (t=0) = θ0


dan ̇ (t=0) = ̇ 0
Persamaan (2.31) menjadi

() [( ̇ ) ( ̇ ) ] (2.32)

Persamaan (2.32) menunjukkan bahwa θ(t) meningkat secara eksponensial


dengan waktu, dan getaran tidak stabil. Alasan secara fisiknya adalah
momen yang disebabkan oleh pegas (2kl²θ), yang membuat sistem pada
posisi setimbang lebih kecil momen yang dihasilkan oleh gravitasi (-
W(1/2)θ), yang menyebabkan massa berpindah dari posisi kesetimbangan.

63
2.5 Metode Energi Rayleigh
Metode energi ini digunakan untuk sistem bermassa banyak atau
untuk sistem yang massanya terdistribusi, bila gerak tiap titik dalam sistem
diketahui. Dalam sistem di mana massa-massa dihubungkan oleh
penghubung tegar, truss, atau roda gigi, gerak berbagai massa tadi dapat
dinyatakan dalam gerak beberapa titik spesifik x dan sistem hanyalah
merupakan sistem dengan satu derajat kebebasan karena hanya diperlukan
satu koordinat.
Energi kinetik dapat ditulis

̇ (2.33)

Di mana: mef = massa efektif atau segumpalan massa ekivalen pada titik
spesifik tersebut.
Bila kekakuan di titik itu diketahui, maka frekuensi natural dapat dihitung
melalui

n=√ (2.34)

Rayleigh menunjukkan bahwa dengan asumsi bentuk amplitudo getaran


yang masuk akal, maka massa yang tadinya diabaikan dapat ikut
diperhitungkan dan diperoleh perkiraan frekuensi dasar yang lebih baik.

Contoh soal 2.8


Tentukan pada sistem Gambar 2.10, bila massa pegas ikut
diperhitungkan.

Jawab:
Perpindahan pegas pada titik y adalah

dan kecepatan adalah ̇

64
Gambar 2.10 Massa m digantung pada sebuah pegas

Sehingga energi kinetik pegas adalah

̇
( )( ) (E.1)

Energi kinetik total adalah

T = Energi kinetik massa (Tm) + Energi kinetik pegas (Ts)

̇
T= m ̇ +∫ (( )( )/

̇
T= m ̇ +∫
̇
T= m ̇ [ ]

̇
T = m ̇

65
T= ( ) ̇ (E.2)

Dari persamaan (2.36) diperoleh kesimpulan bahwa massa efektif pegas


adalah 1/3 massa pegas ( (eff) = 1/3ms)

Energi potensial sistem adalah

U= (E.3)

Jumlah perubahan energi kinetik dan energi potensial adalah nol.

dT + dU = 0

( )2 ̇ ̈ + k2x ̇ =0

( ) ̈ + kx = 0 (E.4)

Persamaan ( 2.38 ) menunjukkan bahwa massa efektif sistem adalah

=m+ (E.6)

Frekuensi natural sistem dengan memperhitungkan massa pegas adalah

=√ (E.7)

Contoh soal 2.9


Sebuah batang dengan massa total m yang ditopang di kedua ujungnya, di
tengah-tengah batang ada sebuah M (lihat Gambar 2.11). Tentukan
frekuensi diri di tengah-tengah sistem.

66
Jawab:
Defleksi statis pada setengah panjang batang adalah

y= ( ( ) ) untuk ( ) (E.1)

l/2

M
x
l
Gambar 2.11 Batang ditumpu kedua ujung dengan massa M di tengah-
tengah

Energi kinetik maksimum batang itu sendiri adalah

̇= ̇ ( ( ) ) (E.2)


T= ∫ ,̇ ( ( ) )- (E.3)

T= ( )̇ (E.4)

Dari persamaan (E.4) di ketahui bahwa massa efektif batang di tengah-


tengah tumpuan adalah

( ) (E.5)

Jadi massa efektif sistem di tengah-tengah rentangan adalah

+ 0,4857m (E.6)

67
Frekuensi diri di tengah-tengah sistem adalah
=√ ( )
(E.7)

Contoh soal 2.10


Sistem berosilasi seringkali terdiri dari tuas, roda gigi dan penghubung lain
yang dapat mempersulit analisis. Sistem katup mesin pada Gambar 2.12
merupakan contoh sistem seperti itu. Penyederhanaan sistem itu menjadi
sistem ekivalen yang lebih mudah biasanya diharapkan. Tentukan massa
efektif sistem tersebut pada titik A!

Jawab :

Gambar 2.12 Gambar sistem katup mesin

Lengan pemutus (rocker-arm) dengan momen inersia J, katup dengan


massa mv dan pegas dengan massa m, dapat disederhanakan menjadi
massa tunggal di A dengan menuliskan energi kinetik sebagai berikut:

̇ ( ̇ ) ( )( ̇)

68
( ) ̇ (E.1)

Dengan mengingat bahwa kecepatan di A adalah ̇ ̇ maka persamaan


di atas menjadi

. / ̇ (E.2)

Jadi massa efektif di a adalah

. / (E.3)

Bila batang pendorong sekarang direduksi menjadi sebuah pegas dan


massa tambahan pada ujung A, maka seluruh sistem direduksi menjadi
pegas tunggal dan sebuah massa seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12(b).

2.6 Resume
Semua sistem yang mempunyai massa dan elastisitas dapat
mengalami getaran bebas atau getaran yang terjadi tanpa gangguan dari
luar. Hal pertama yang menarik untuk sistem semacam itu adalah frekuensi
natural getarannya. Bila sistem bergetar melewati frekuensi naturalnya,
maka sistem berada dalam resonasi. Untuk menentukan frekuensi natural
bisa menggunakan beberapa metode antara lain dengan:
1. Menentukan massa dan konstanta kekakuan pegas
2. Menentukan massa dan konstanta kekakuan pegas ekivalen
3. Mencari persamaan diferensial getaran
4. Metode Energy Lagrange
5. Metode Energy Rayleigh

69
70
BAB III
GETARAN BEBAS TEREDAM

Gaya redaman karena kekentalan Fd berbanding lurus dengan


kecepatan getaran, yaitu

̇ (3.1)
di mana
̇ = kecepatan getaran
Fd = gaya redaman
c = konstanta redaman
- = arahnya berlawanan dengan arah kecepatan

Getaran bebas satu derajat kebebasan (SDOF) dengan redaman


dapat dilihat pada Gambar 3.1. Jika x diukur dari kesetimbangan posisi
massa m, menurut hukum Newton kedua tentang gerakan diperoleh
̈ ̇

̈ ̇ (3.2)

kx c ̇
c
k

O
+x +x
(a) Sistem (b) diagram benda bebas
Gambar 3.1 Sistem satu derajat kebebasan dengan redaman

71
Untuk menyelesaikan persamaan (3.2) kita misalkan solusinya
dalam bentuk

() (3.3)

di mana A dan s adalah konstanta, bila persamaan (3.3) diturunkan dua


kali diperoleh

̇( )

̈( ) (3.4)

Persamaan (3.4) dimasukkan ke persamaan (3.3) diperoleh

mA + kA =0

ms2 +cs +k = 0 (3.5)

akar-akar persamaan (3.5) bisa diperoleh dengan rumus


=- ± √( )

√( ) dan √( ) (3.6)

sehingga
() dan ()

x( ) (3.7)

persamaan (3.6) dimasukkan ke persamaan (3.7) diperoleh

72
{ √( ) } { √( ) }
x( )

{√( ) } {√( ) }
x( ) (3.8)

{ }

di mana A1 dan A2 adalah konstanta yang bisa dicari pada kondisi awal.
suku pertama adalah fungsi waktu yang meluruh secara
eksponensial. Tetapi sifat suku-suku di dalam kurung tergantung pada nilai
numerik di bawah akar, yaitu positif, nol dan negatif.

3.1 Konstanta Redaman Kritis dan Rasio Redaman (Damping


Ratio)
Redaman kritis adalah harga c di mana harga radikal (bawah akar
pada persamaan (3.8) menjadi nol).

-( ) + =0

Dalam keadaan ini c menjadi (kondisi kritis)

-( ) + =0 (3.9)

=2m √ = 2√ = 2m (3.10)

Untuk sistem teredam, nilai suatu redaman biasanya dinyatakan


dalam redaman kritis oleh rasio non-dimensional, yaitu

= (3.11)

73
yang disebut rasio redaman. Dengan mengingat bahwa

= = (3.12)

Sehingga akar-akar persamaan (3.6) bisa dalam bentuk .

. √ / (3.13)

Sehingga diperoleh

. √ / . √ /
x(t)= + (3.14)

Penyelesaian persamaan (3.8) atau (3.14) bisa dilihat pada


beberapa kasus berikut
Kasus 1: Underdamped system atau kurang teredam ( < 1 atau c <
atau c / 2m < √( ).
Untuk kondisi ini, ( ) berharga negatif dan akar-akar dan dapat
ditulis

. √ /

. √ /

Persamaan (3.14) dapat ditulis menjadi

. √ / . √ /
x( ) +

74
.√ / . √ /
x( ) { }

x( ) 2( ) √ ( ) √ 3

x( ) 2 √ √ 3

x( ) X .√ / (3.15)

di mana A1, A2, X dan ф adalah konstanta yang bisa dicari pada kondisi
awal, yaitu

̇
x( ) { √ √ } (3.16)

di mana dan ̇ adalah simpangan dan kecepatan getaran awal.

Getaran yang dituliskan pada persamaan (3.16) adalah getaran harmonik


teredam (lihat Gambar 3.2), di mana suku merupakan pengurangan
amplitudo secara eksponensial.

Frekuensi getaran teredam adalah

√ (3.17)

75
Gambar 3.2 Getaran teredam

Terlihat bahwa frekuensi getaran teredam selalu lebih kecil dari


frekuensi getaran tak teredam (Undamped) . Pengurangan frekuensi
getaran teredam semakin besar dengan besarnya harga redaman. Grafik
yang menyatakan antara frekuensi teredam dan damping ratio bisa dilihat
pada Gambar 3.3.
ωd/ωn

1
Gambar 3.3 Variasi ωd dengan damping rasio

76
Kasus 2: Critically damped system (teredam kritis) ( = 1 atau c = cc atau
c/2m = √ ). Dalam hal ini akar-akar s1 dan s2 adalah sama.

s1 = s2 = - =- (3.18)

Karena akar akarnya sama maka penyelesaian persamaan (3.2) menjadi

( ) ( ) (3.19)

x(t)
𝑥̇
𝑥̇

x(0) 𝑥̇ <

Gambar 3.4 Getaran teradam kritis

Pada kondisi awal x(t=0) = x0 dan ̇ ( ) ̇ , bila harga ini


dimasukkan pada persamaan (3.19) maka diperoleh

c 1 = x0

c = ̇ + (3.20)

dan penyelesaian persamaan (3.19) menjadi


() [ (̇ )] (3.21)

77
persamaan (3.21) merupakan non-periodik dan akan menjadi nol
bila t = ∞. Gambar untuk persamaan (3.21) bisa dilihat pada gambar 3.4.

Kasus 3: Overdamped system (keadaan banyak teredam) ( > 1 atau c > cc


atau c/2m > √ . Bila lebih besar dari satu, maka kedua akar tetap
berada pada sumbu riil dan berpisah, satu membesar dan yang lainnya
mengecil. Akar-akar s1 dan s2 diberikan oleh

. √ / <

. √ / < (3.22)

Solusi umum menjadi

. √ / . √ /
(3.23)

bila dicari pada kondisi awal, di mana x(t=0) = x0 dan ̇ ( ) ̇ maka


diperoleh

̇( ) . √ / ( )

̇( ) . √ / ( )
(3.24)

78
Gambar 3.5 Gerak aperiodik ( > 1)
Gerak ini merupakan fungsi yang menurun secara eksponensial terhadap
waktu dan disebut fungsi aperiodik seperti terlihat pada Gambar 3.5.
Bila ketiga kasus dinyatakan dalam satu gambar untuk
membandingkan, akan diperoleh seperti pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Perbandingan getaran dengan tipe redaman yang berbeda-


beda.

79
Contoh soal 3.1
Susunlah persamaan diferensial gerak untuk sistem pada Gambar 3.7.
Tentukan persamaan untuk koefisien redaman kritis dan frekuensi natural
osilasi teredam.

P
m

Gambar 3.7

Diagram benda bebas pada gambar tersebut bisa dibuat

k a sin θ

c a θ̇ cos θ

80
∑Mp = 0

m ̈ l2 cos + ka sin a cos + c a ̇ cos a cos =0 (E.1)

untuk θ yang sangat kecil, maka diperoleh sin θ = θ dan cos θ = 1,


sehingga

m ̈ l2+ + ̇ =0 (E.2)

Untuk mencari ωn maka redaman diabaikan

m ̈ l2 + =0 (E.3)

dari persamaan (E.3) diperoleh

ωn = √ (E.4)

Redaman kritis bisa diperoleh dari hubungan

=2√ =2m =2m√ =2√ (E.5)

Rasio redaman ( ) diperoleh

= = = √ (E.6)

Hubungan antara frekuensi tanpa dan dengan redaman diperoleh

= √

81
= √ . √ / = √ (E.7)

3.2 Pengurangan Logaritmik


Suatu cara mudah untuk menentukan jumlah redaman yang ada
dalam suatu sistem adalah dengan mengukur laju dengan mengukur laju
peluruhan osilasi bebas. Makin besar redamannya, makin besar pula laju
peluruhannya. Perhatikan suatu getaran teredam yang dinyatakan oleh
persamaan (3.25) yang ditunjukkan secara grafik pada Gambar 3.8. Di sini
dikenalkan istilah pengurangan logaritmik (logarithmic decreament) yang
didefinisikan sebagai logaritma natural dari rasio dua ampilitudo
berurutan.

x(t) = sin .√ / (3.25)

x(t)

τ 2π ω

x1
x2
x

Gambar 3.8 Laju peluruhan osilasi yang diukur dengan pengurangan


logaritmik

82
Jadi rumus pengurangan logaritmik menjadi

.√ /
(3.26)
( )
.√ ( ) /

dan karena nilai-nilai sinusnya adalah sama bila waktu ditambah dengan
periode redaman , maka hubungan di atas menjadi

( )
= ln = (3.27)

Dengan mensubstitusikan periode redaman, , maka


pengurangan logaritmik di atas menjadi

(3.28)

yang merupakan persamaan eksak. Bila kecil, maka √ , dan


diperoleh persamaan pendekatan

(3.29)

Contoh soal 3.2.


Data ini diberikan untuk sistem getaran dengan redaman karena
kekentalan. W = 10 lb, k = 30 lb/in, dan c = 0.12 lb/in per sekon. Tentukan
pengukuran logaritmik dan rasio dua amplitudo yang berurutan.

Jawab:
Frekuensi natural sistem tersebut tanpa redaman adalah

√ √

83
Koefisien redaman kritis cc dan faktor redaman adalah

Dari persamaan (3.28), pengurangan logaritmik adalah


rasio amplitude untuk tiap dua siklus yang berurutan adalah

Contoh soal 3.3


Tunjukan bahwa pengurangan logaritmik juga diberikan oleh persamaan

dengan xn menyatakan amplitude setelah n siklus berlangsung.

Jawab:
Rasio amplitude untuk tiap dua amplitudo yang berurutan adalah

( )

Rasio ⁄ dapat ditulis sebagai

84
( )( )( ) ( ) ( ) ( )

Dari sini persamaan yang dibutuhkan bisa diperoleh, yaitu

= (E.3)

Contoh soal 3.4.


Shock absorber yang bersifat under damped didesain untuk motor yang
mempunyai massa 200 kg. Ketika kecepatan awal diberikan karena jalan
yang berlubang, maka diperoleh kurva simpangan fungsi waktu seperti
pada Gambar 3.9. Tentukan kekakuan pegas dan konstanta redaman shock
absorber jika periode getaran 2 sekon dan amplitude berkurang menjadi
⁄ pada ⁄ siklus.

Jawab:
Dari soal diketahui bahwa

( )

sehingga diperoleh

( )

pengurangan logaritmik

( ) ( )

Sementara

2.7726 = (E.4)

85
X (t)

τd

X1 X2
t

X1.5

(a) motor melewati lubang (b) kurva getaran


Gambar 3.9 Motor melewati lubang dan kurva getarannya

Persamaan (E.4) merupakan persamaan kuadrat, bila diselesaikan


diperoleh akar-akarnya

(E.5)

Karena under damped maka diambil akar yang positif, yaitu

(E.6)

Sementara

= (E.7)

2= (E.8)
√ ( )

= 3.4338 rad / sek (E.9)

86
Konstanta redaman kritis

= 2m = 2(200)3.4338 = 1373.54 Ns / m (E.10)

Sementara

c= = 0,4057 x 1373.54

c = 554.498 Ns / m (E.11)

dan

k = m  = (200)( )

k = 2358.26 N / m (E.12)

3.3 Sistem Torsional dengan Viscous Damping


Pada sub bab 3.1 dan 3.2 dijelaskan getaran linier dengan viscous
damping. Pada subbab ini dijelaskan getaran torsional satu derajat
kebebasan dengan viscous damping. Contoh untuk getaran tersebut bisa
dilihat pada Gambar 3.10 di bawah ini.

Poros, kt

kt θ
Fluida ct θ̇

Disc, J0

θ, θ̇ , θ̈
(a) Disc diputar dalam fluida benda bebas (b) diagram benda bebas
Gambar 3.9 Disc diputar dalam fluida dan diagram benda bebasnya

87
Torsi redaman vicous adalah

T=- ̇ (3.30)

Persamaan getaranya diperoleh dari diagram benda bebas, adalah

̈+ ̇+ θ = 0 (3.31)

di mana: = moment inersia masa


= konstanta kekakuan torsional
θ = simpangan sudut

Persamaan (3.31) bisa diselesaikan seperti pada getaran linear


dengan viscous damping, sehingga diperoleh

√ (3.32)
Di mana

√ (3.33)

dan

(3.34)

3.4 Redaman Coulomb


Redaman Coulomb diperoleh dari gesekan antara dua permukaan
kering. Gaya redaman adalah sama dengan hasil kali gaya normal dengan
koefisien gesekan μ dan dianggap tidak tergantung pada kecepatan, bila
gesekan dimulai. Karena tanda gaya redaman selalu berlawanan dengan
tanda kecepatan, maka persamaan diferensial gerak untuk tiap tanda hanya
benar untuk selang setengah siklus. Contoh sederhana getaran yang

88
teredam Coulomb bisa dilihat pada Gambar 3.11. Gambar tersebut
menunjukkan sebuah massa m yang diletakkan di atas lantai. Antara lantai
dan massa m mempunyai koefisien gesekan. Kemudian massa
dihubungkan dengan sebuah pegas. Bila massa m diberi sebuah
simpangan, maka akan bergetar.

k W
k
m kx m ̇
· μN
N

Gambar 3.11 Sistem massa-pegas dengan redaman Coulomb

Untuk menentukan peluruhan amplitudo, diperhatikan prinsip


kerja-energi yang menyamakan kerja yang dilakukan dengan perubahan
energi kinetik. Dengan memilih sebuah setengah siklus yang dimulai dari
posisi ekstrim dengan kecepatan yang sama dengan nol dan amplitudo
sama dengan x1 (puncak), maka perubahan energi kinetik dikurangi kerja
yang dilakukan pada m adalah nol.

( ) ( ) (3.35)

( )( ) ( ) 0

( )

(3.36)

89
dengan x-1 adalah amplitudo setelah setengah siklus seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 3.12. Di samping itu gambar ini menunjukkan
getaran bebas suatu sistem dengan getaran Coloumb. Perlu dicatat bahwa
amplitudo meluruh secara linier terhadap waktu. Bila prosedur ini diulang
untuk setengah siklus berikutnya, maka diperoleh

(3.37)

maka

(3.38)

Gerakan akan berhenti bila amplitudonya sudah lebih kecil dari Δ. Pada
posisi itu gaya pegas tidak cukup untuk mengatasi gaya gesekan statik,
yang biasanya lebih besar dari gaya gesekan kinetik.

x
4Fd/k

x1 x2
Δ
t
x-1

Gambar 3.12 Getaran bebas dengan redaman Coloumb

90
3.5 Resume
Pada getaran bebas yang teredam, akan terjadi penyerapan energi
sehingga terjadi pengurangan getaran yang disebut sebagai pengurangan
logaritmik (logarithmic decreament). Redaman bisa terjadi karena
kekentalan, gesekan antara dua permukaan kering (redaman Coloumb) dan
lain-lain.

91
92
BAB IV
GETARAN YANG TEREKSITASI SECARA HARMONIK

Bila sebuah sistem dipengaruhi oleh eksitasi paksa dinamakan


getaran yang tereksitasi. Dalam masalah ini, sistem terkena gaya luar
sehingga respon dinamik menjadi lebih kompleks. Dilihat dari jenis gaya
luar ada gaya statik dan gaya dinamik. Di sini kita hanya membahas gaya
luar dinamik dan harmonik. Respon getarannya akan berlangsung pada
frekuensi yang sama dengan frekuensi perangsangnya. Sumber-sumber
eksitasi harmonik adalah ketidaksetimbangan pada mesin-mesin yang
berputar, gaya-gaya yang dihasilkan mesin torak (reciprocating machines),
atau gerak mesin itu sendiri. Eksitasi ini mungkin tidak diinginkan oleh
mesin karena dapat mengganggu operasinya atau mengganggu keamanan
struktur mesin itu bila terjadi amplitudo getaran yang besar. Dalam banyak
hal resonansi harus dihindari dan untuk mencegah berkembangnya
amplitudo yang besar maka sering kali digunakan peredam (dampers) dan
penyerap (absorbers). Pembahasan sifat peredam dan penyerap adalah
penting demi penggunaannya yang tepat.

4.1 Sistem tanpa Redaman dengan Gaya Eksitasi Harmonik


Eksitasi harmonik sering dihadapi dalam sistem rekayasa. Eksitasi
ini biasanya dihasilkan oleh ketidaksetimbangan pada mesin-mesin yang
berputar. Walaupun eksitasi harmonik murni lebih jarang terjadi dibanding
eksitasi periodik atau eksitasi jenis lain, namun mempelajari sifat sistem
yang mengalami eksitasi harmonik adalah penting agar dapat mengerti
jenis eksitasi yang lebih umum. Eksitasi harmonik dapat berbentuk gaya
atau simpangan beberapa titik dalam sistem. Sistem getaran tanpa redaman
dengan gaya eksitasi harmonik bisa dilihat pada Gambar 4.1.

93
k

m kx

x
m

F0 sin Ωt
Gambar 4.1 Sistem tanpa redaman dengan eksitasi harmonik

Dari diagram benda bebas diperoleh persamaan diferensial gerakannya

̈ kx = F0 sinΩt (4.1)

Persamaan ini biasa disebut getaran harmonik paksa, dan F(t) = F0 sin ωt
disebut fungsi gaya harmonik (harmonic forcing function). Persamaan
(4.1) merupakan persamaan diferensial linier non-homogen yang solusi
umumnya adalah jumlah solusi homogen dan solusi partikulir (khusus).
Contoh persamaan diferensial linier order-n sebagai berikut.

( ) ( ) ( ) ( ) (4.2)

Solusi umumnya adalah

94
y = y hom + ypart (4.3)

yhom didapat dengan memisalkan q(x) = 0

ypart ditentukan untuk q(x) ≠ 0

Untuk kasus pada persamaan (4.1) penyelesaian homogennya xhom = 0,


sehingga

̈ + kx= 0 (4.4)

Penyelesaiannya seperti pada persamaan (2.2) yaitu

xhom= A1 cosωnt + A2 sin ωnt (4.5)

Solusinya partikulir persamaan (4.1) diperoleh dengan asumsi x adalah


proposional dengan sin Ωt, sehingga

xpart = A3 sin Ωt (4.6)

Substitusi xpart dan ̈ part ke persamaan (4.1) didapatkan

-mΩ2 A3 sinΩt + kA3 sinΩt = F0 sinΩt

(-mΩ2 + k)A3 = F0

A3 = =
( )

A3= (4.7)
( )

jadi

95
(4.8)
( )

Solusi umum persamaan (4.1) adalah

(4.9)
( )
xh(t)

O t
τ

xp(t)

τ
O t

x(t) = xh(t) + xp(t)

τ
O t

Gambar 4.2 Solusi homogen, partikulir dan umum untuk kasus


underdamped

96
Dari persamaan (4.9) terlihat bahwa respon x merupakan gabungan
antara respon getaran bebas dan respon yang tergantung pada gaya
pengganggu. Jika kita tertarik untuk menganalisa respon yang tergantung
pada gaya pengganggu saja (xpart), maka disebut keadaan tunak dari
getaran paksa (Steady state forced vibration). Jika kita tertarik untuk
menganalisa respon keseluruhan, maka disebut keadaan transien (transient
state). Analisa mana yang kita pilih tergantung dari jenis gaya eksitasi.
Untuk F(t) periodik menggunakan analisa keadaan tunak, tetapi untuk F(t)
non-periodik menggunakan analisa keadaan transien. Variasi keadaan
homogen, partikulir dan solusi umum fungsi waktu untuk tipe tertentu bisa
dilihat pada Gambar 4.2. Di sini terlihat bahwa xh(t) akan berhenti dan
berganti x(t) setelah melewati waktu tertentu (τ).

4.1.1 Steady state forced vibration


Di sini kita analisis penyelesaian partikulir (xpart) saja dalam hal ini
terdapat pada persamaan (4.8).

( )

faktor F0/k sin Ωt adalah defleksi akibat gaya F0 sin Ωt yang terjadi jika
gaya bekerja secara statik. Faktor dihitung untuk gaya F0 sin Ωt yang

bekerja secara dinamik. Persamaan (4.8) dapat ditulis

( ) (4.10)
( )

di mana xst = F0/k merupakan perpindahan statik karena gaya konstan F0.
Harga absolut faktor disebut faktor pembesaran (magnification

factor).

97
| | (4.11)

di mana: β = faktor pembesaran (tergantung dari perbandingan frekuensi


Ω/ωn)
Ω = frekuensi gaya pengganggu
ω = frekuensi natural dari sistem getaran bebas

Dilihat dari harga-harga Ω dan ωn maka bisa dibedakan dalam beberapa


kasus, antara lain

Kasus 1: bila harga Ω ωn, maka harga β ≈ 1 dan defleksi seperti pada
kasus dari gaya F0 sin Ω statik.

Kasus 2: bila harga Ω < maka harga β > 1 dan getaran dikatakan ada
dalam fase dengan eksitasi. Perpindahan memiliki arah yang sama dengan
arah gaya pengganggu. Untuk Ω mendekati , faktor pembesaran dan
amplitudo getaran paksa bertambah secara cepat.

Kasus 3: bila harga Ω = , maka harga β = dan merupakan kondisi


resonansi, sehingga amplitudo getaran menjadi tak terhingga.

Kasus 4: bila harga Ω > , maka harga β menurun menuju nol, respon
dikatakan keluar dari fase, perpindahan massa berlawanan arah dengan
gaya. Untuk Ω >> , maka amplitudo getaran sangat kecil dan dalam
banyak kasus sistem dipertimbangkan kembali seperti stasioner.

Dari keempat kasus di atas maka kita bisa menggambarkan secara


lebih jelas seperti Gambar 4.3.

98
β

1
Ω/ωn
1 2 3
Gambar 4.3 Hubungan pembesaran dengan perbandingan frekuensi gaya
pengganggu dan frekuensi diri

Contoh soal 4.1


Suatu sistem pegas-massa seperti pada Gambar 4.4. Misalkan ujung atas
pegas dikenakan sebuah gerak harmonik sederhana = sin Ω dalam
arah vertikal. Tentukan persamaan matematika untuk keadaan tunak.

Jawab:

xg, ̈

W
x

Gambar 4.4 Sistem pegas dan masa dengan gaya eksistasi

99
Jika kita ukur perpindahan x pada berat W dari posisi
kesetimbangan pada = 0, perpanjangan dari pegas pada saat t adalah x-
+ , dan gaya dalam pegas yang sesuai adalah k (x ) + W. Jadi
persamaan gerak benda menjadi

̈ =W - [ ( )] (E.1)

̈ + kx = k (E.2)

̈ +kx =kd (E.3)

Jadi persamaan gerak menjadi

̈ + kx = q (E.4)

di mana q=k d

Persamaan (E.4) secara matematika sama seperti persamaan (4.1) yang


mana solusi keadaan tunak (steady state) adalah

x=( ) (E.5)
( )

karena q = k d, maka

x = (d sinΩt ) (E.6)
( )

Contoh soal 4.2. Sebuah roda berputar sepanjang permukaan dengan


kecepatan horizontal konstan sebesar v seperti Gambar 4.5 .Tentukan
amplitudo getaran paksa vertikal dari berat W yang digabungkan ke sumbu

100
roda dengan sebuah pegas. Asumsikan bahwa defleksi statik dari pegas
karena aksi dari berat W adalah = 3.86 in, v = 60 ft/s, dan permukaan
didefinisikan oleh persamaan , di mana d = 1 in dan l = 36 in.

Jawab :
= = = 100 rad/

= 10 rad/s

Bila v = konstan maka x = v t


y = d sin

Gambar 4.5 Roda berputar di atas permukaan yang bergelombang

101
Getaran paksa pada beban W terjadi seperti kasus pada contoh 4.1,
sehingga didapat

x = (d sin )( ) di mana d =1 in

Ω= = =

Jadi amplitudo getaran paksa = = 0.026 in

4.1.2 Transient State Force Vibrations


Kita perhatikan persamaan (4.12) yang merupakan respon
keseluruan dari sistem.

x=

x= t+ sin t+ in (4.12)
( )

Kenyataannya x merupakan superposisi dari dua buah gerak


harmonik yang memiliki amplitudo dan frekuensi berbeda, yang
menghasilkan gerakan yang sangat kompleks. Namun demikian kita bisa
mendekati kasus ini dengan keadaan tunak, hanya saja kita harus hati-hati
dalam menentukan periodenya lihat Gambar 4.6. Untuk kondisi awal t = 0
maka x(t) = dan ̇ (t) = ̇ didapat

̇
dan = - ( )
(4.13)

Sehingga didapat

102
̇
x= cos t+ sin t+
( )
* + (4.14)

Jika = ̇ = 0, persamaan (4.14 ) menjadi

x= ( )
* + (4.15)

ω t

2πω /

Gambar 4.6 Gerakan kompleks yang didekati dengan keadaan tunak

Persamaan 4.15 menunjukkan respon untuk fungsi gaya F0 sin Ωt,


dan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah respon keadaan tunak
proposional dengan sin Ωt, sedangkan bagian kedua adalah getaran bebas
proposional dengan sin ωnt. Jumlahnya bukan merupakan gerak harmonik.
Sekarang kita tinjau persamaan (4.15) untuk kasus Ω ≈ n. Kita gunakan
notasi

103
(4.16)

Persamaan (4.15) kita tulis dalam bentuk

( ) (4.17)
( )

Persamaan (4.16) dapat ditulis dalam bentuk

x= ( )
* ( ) ( )+ (4.18)

Kita kembangkan identitas trigonometri dan digunakan notasi pada


persamaan (4.16), sehingga didapat

x=- * ( ) ( )+ (4.19)

( ) (4.20)

Dalam bentuk sudut fase persamaan (4.20) dapat ditulis

x=- Acos ( ) (4.21)

Di mana

A = √( )

= arc tan ⌈ ⌉

Bila persamaan (4.20) digambar akan dihasilkan seperti pada


Gambar 4.7. Jadi bilamana Ω = n, amplitudo getaran bertambah secara

104
tak terhingga sesuai dengan waktu. Pada Gambar 4.7 terlihat bahwa secara
teori sistem mencapai amplitudo tak terhingga pada saat resonansi, tetapi
untuk mencapai hal tersebut membutuhkan waktu tak terhingga. Jadi
dalam kasus sebuah mesin apabila didesain beroperasi di atas resonansi,
tidak terlalu sulit bila dicoba melewati kondisi resonansi tersebut asalkan
kondisi ini dibuat dengan cepat. Namun demikian percobaan menunjukkan
bahwa jika suatu sistem bergetar diperbolehkan mencapai keadaan tunak
sebelum resonansi, selanjutnya menjadi sulit mempercepat mesin melewati
kondisi resonansi tersebut. Daya tambahan diperlukan untuk keperluan ini
dengan menambah amplitudo getaran dari pada kecepatan mesin. Contoh
dalam kasus ini adalah pergantian gigi pada sepeda motor atau mobil.

(ω ω ω )

Gambar 4.7 Getaran resonansi ( )

4.2 Sistem Getaran Teredam dengan Gaya Eksitasi Harmonik


Jika fungsi gaya eksitasi diberikan oleh F( ) = F sin
Ωt, maka persamaan getarannya menjadi

105
̈ ̇ ( )

Solusi partikulir pada persamaan ( ) juga merupakan persamaan


harmonik, kita asumsikan dalam bentuk

() ( ) ( )

di mana X dan ϕ adalah amplitudo dan sudut fase dari respon yang bisa
dihitung. Dengan memasukkan persamaan ( ) ke persamaan ( )
diperoleh

[( ) ( ) ( )] ( )

Dalam persamaan trigonometri ada hubungan

( )

( ) (4.25)

Persamaan (4.25) dimasukkan ke dalam persamaan (4.24) dan dengan


menyamakan koefisien cos Ωt dan sin Ωt pada kedua sisi, diperoleh

X [( ) ]

X[( ) ] (4.26)

Solusi persamaan ( )

X = [( ) ]
(4.27)

dan

* + (4.28)

106
Bila kita masukan persamaan (4.27) dan (4.28) ke persamaan
(4.23) akan diperoleh persamaan solusi partikul, yaitu

(t)= [( ) ]
cos( ( )) (4.29)

Solusi partikulir di atas bisa digambarkan bersama-sama dengan


gaya eksitasi seperti pada Gambar 4.8.

F(t), Xp(t)

F(t)

Xp(t)

O t

Gambar 4.8 Solusi partikulir dan gaya eksitasi

4.3 Resume
Getaran tereksitasi akan terjadi gaya paksa pada sistem yang
bergetar. Analisis getaran ini harus diselesaikan dengan penyelesaian
homogen dan partikulir. Bila kita tertarik untuk menganalisis respon yang

107
tergantung pada gaya pengganggu saja, maka disebut keadaan tunak dari
getaran paksa (steady state forced vibration). Jika kita tertarik untuk
menganalisis keseluruhan, maka disebut keadaan transien (transient state).
Analisis yang kita pilih tergantung jenis gaya eksitasi.

108
SOAL-SOAL

BAB I

1.1 Suatu gerak harmonik mempunyai frekuensi 10 hz dan kecepatan


maksimal 4.57 m/s. Tentukan amplitudo, perioda dan percepatan
maksimumnya.

1.2 Motor bolak-balik dengan pondasi terlihat seperti pada Gambar S.1.
Gaya dan momen bekerja saat motor dijalankan. Gaya dan momen
tersebut diterima oleh frame dan pondasi. Elastis pad ditempatkan di
antara motor dan pondasi mereduksi getaran transmisi. Buat modal
matematika untuk menyelesaikan persoalan getaran.

Gambar S.1 Motor bolak-balik pada pondasi

1.3 Tentukan konstanta kekuatan pegas torsional ekivalen dari sistem


seperti terlihat pada Gambar S.2. Diasumsukan k1, k2, k3 dan k4 adalah
kekuatan torsional sedangkan k5 dan k6 adalah kekakuan linier.

109
k4

k5 θ k6

k3

k2
k1

Gambar S.2

1.4 Suatu mesin dengan massa m = 500 kg berada di atas beam baja yang
mempunyai panjang l = 2 m. Beam mempunyai penampang empat
persegi panjang dengan lebar = 1,2 m dan tebal 0,1 m serta modulus
Young E = 2,06 x N/ . Untuk mengurangi defleksi vertikal
diberikan pegas yang menyentuh bagian bawah tengah dari beam,
seperti terlihat pada Gambar S.3. Hitung harga konstanta k pegas
untuk mengurangi defleksi beam sampai 1/3 bila tanpa pegas.
Asumsikan massa beam diabaikan.

Gambar S.3

110
1.5 Hitung konstanta redaman ekivalen menurut kasus:
▪ Bila ketiga pegas disusun secara paralel
▪ Bila ketiga pegas disusun secara seri
▪ Bila ketiga pegas menempel pada batang seperti terlihat pada
Gambar S.4 dan redaman ekivalen berada pada c .

l3
l2
l1

pivot ̇1 ̇2 ̇3
c1 c2 c3

Gambar S.4

111
BAB II

2.1 Suatu massa 0.453 kg digantungkan pada suatu pegas dan


menyebabkan perpanjangan 7.87 mm. Tentukan frekuensi natural
sistem ini.

2.2 Suatu sistem pegas-massa dengan konstanta pegas k dan massa m


mempunyai frekuensi natural f . Jika pegas konstanta k dihubungkan
secara seri dengan pegas pertama, frekuensi naturalnya akan turun
menjadi 1/2f . Nyatakan k dalam k .

2.3 Suatu massa 4.53 kg diletakkan pada ujung bawah suatu pegas,
sedangkan pada ujung atasnya tetap. Sistem ini bergetar dengan
periode natural 0.45 sekon. Tentukan periode natural jika massa 2.26
kg dilekatkan di tengah-tengah pegas yang sama sedangkan ujung-
ujung atas dan bawahnya tetap.

2.4 Suatu massa m kg yang dilekatkan pada ujung suatu pegas dengan
konstanta pegas k memberikan frekuensi natural 94 cpm. Jika massa
0.453 kg ditambahkan pada m, frekuensi naturalnya turun menjadi
76.7 cpm. Tentukan massa m dan konstanta pegas k dalam N/m.

2.5 Hitung frekuensi natural untuk sistem getaran massa-pegas pada


papan yang miring seperti pada Gambar S.5.

k1

m
k2

Gambar S.5

112
2.6 Benda dengan berat W ditahan oleh tiga puli dan sebuah pegas yang
mempunyai kekakuan k, seperti terlihat pada Gambar S.6. Gesekan
dan massa puli diabaikan. Tentukan frekuensi natural benda pada
simpangan yang kecil.

Gambar S.6

2.7 Skema diagram dari governor sentrifugal terlihat seperti pada


Gambar S.7. Panjang setiap tali adalah l dan massa setiap bola adalah
m serta panjang bebas pegas adalah h. Jika kecepatan poros adalah ω,
tentukan posisi kesetimbangan dan frekuensi natural pada simpangan
kecil.

113
Gambar S.7.

114
BAB III

3.1 Sistem spring-mass-damper, m = 50 kg dan k = 5000 N/m. Carilah a)


Konstanta redaman kritis b) Frekuensi natural teredam c)
Pengurangan logaritmik.

3.2 Pendulum torsional mempunyai frekuensi natural 200 siklus/menit


ketika digetarkan pada daerah vakum. Momen inersia massa disc
adalah 0,2 kg m . Jika digetarkan pada oli, frekuensi natural menjadi
180 siklus/menit. Tentukan konstanta redaman, jika disc pada oli
diberikan simpangan awal 2⁰.

3.3 Bodi bergetar dengan redaman viskos terjadi 5 osilasi per sekon dan
pada 50 siklus amplitudo menurun 10 persen. Tentukan pengurangan
logaritmik dan rasio redaman.

3.4 Siklus redaman viskos mempunyai kekakuan 5000 N/m, konstanta


redaman kritis 0.2 N s/mm dan pengurangan logaritmik 2. Jika sistem
diberi kecepatan awal 1 m/s. Hitunglah simpangan maksimum pada
sistem.

3.5 Sistem seperti terlihat pada Gambar S.8, mempunyai frekuensi natural
5 Hz. Data sistem m = 10 kg, J = 5 kg m², r = 10 cm, r = 25 cm.
Ketika sistem diberi gangguan dengan simpangan awal, amplitudo
getaran bebas berkurang 80% pada siklus ke-10. Tentukan harga k
dan c.

3.6 Massa 20 kg bergetar sliding 4 kali pada permukaan kasar karena aksi
dari pegas yang mempunyai kekakuan 10 N/mm. Setelah 4 siklus,
amplitudonya menjadi 100 mm. Tentukan koefisien gesekan rata-rata
antara dua permukaan jika amplitudo awal 150 mm. Tentukan juga
waktu yang diperlukan untuk 4 siklus.

115
x(t)

k
m
r2
r1

Gambar S.8.

116
BAB IV

4.1 Sistem pegas – massa 100 N dan pegas dengan kekakuan 2000 N/m.
Massa diberi gaya paksa F(t) = 25 cos t N. Tentukan amplitudo
getaran paksa pada a) 0.25 siklus b) 2.5 siklus dan c) 5.75 siklus.

4.2 Sebuah massa digantungkan pada pegas dengan kekakuan 4000 N/m
dan dikenai gaya harmonik dengan amplitudo 100 N dan frekwensi 5
Hz. Amplitudo getaran paksa massa adalah 20 mm. Tentukan harga
m.

4.3 Sistem massa pegas dengan massa m = 10 kg dan k = 5000 N/m


diberikan gaya harmonik dengan amplitudo 250 N dan frekuensi .
Jika amplitudo maksimum massa adalah 100 mm. Hitung harga .

4.4 Pada Gambar S.9 diberikan gaya periodik F(t) = F0 cos t. Tentukan
steady state response dari massa m.

c k

x
Gambar S.9.

117
118
DAFTAR PUSTAKA

1. Meirovitch, L. (1995), Elements of Vibration Analysis, McGraw-Hill


Kogakusha, Ltd, Tokyo.
2. Morse, M. (1984), Vibration and Sound, McGraw Hill Book
Company, Inc, New York.
3. Rao. S., S. (1995), Mechanical Vibration, Eddison-Wesley Publishing
Company.
4. Thompson, W.T., (1981), Theory of Vibration with Application,
NewYork-Prentice Hall, New York.

119
120
TENTANG PENULIS

Dr. Eng. Didik Nurhadiyanto, ST., MT. lahir di


Boyolali 4 Juni 1971. Setelah menamatkan
pendidikan strata satu di Jurusan Teknik Mesin
Undip pada tahun 1996 kemudian bekerja di
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK IKIP
Yogyakarta sekarang menjadi Jurusan Pendidikan
Teknik Mesin FT Universitas Negeri Yogyakarta
sampai saat ini. Pada tahun 1998 melanjutkan
pendidikan magister di Jurusan Teknik Mesin ITS
lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan doktoral
di Yamaguchi University Jepang lulus pada tahun 2014. Penulis aktif
dalam penelitian di bidang Teknik Mesin. Di samping itu penulis banyak
menulis di jurnal, baik nasional maupun internasional. Beberapa kali
penulis juga mengikuti seminar nasional dan internasional sebagai
pemakalah.

121

Anda mungkin juga menyukai