Inilah kitab ”Umdatus Saalimiin” ringkasan dari kitab “Sabilal Muhtadin” karangan
Syeikh Arsyad Al-Banjari. Semoga kiranya bermanfaat kepada kaum muslimin. Aamiin Yaa
Rabbal ‘Aalamiin.
KITAABUT THOHAROH
Thoharoh menurut bahasa ialah : bersih dan suci dari kotoran, baik yang nyata seperti
segala najis ataupun maknawi seperti segala ‘aib.
Dan thoharoh menurut syara’ ialah :
Artinya : “mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau apa yang pada makna
keduanya”.
Adapun makna megangkatkan hadats yaitu tayamum. Dan makna menghilangkan najis
yaitu menyamak kulit bangkai dan jadi cuka khomar dengan sendirinya. Adapun rupa
mengangkatkan hadats yaitu mandi sunnat dan memperbaharui wudhu’.
Ketahuilah wahai Saudaraku, mengetahui tentang thoharoh ini sangat penting, karena
dia adalah anak kunci sholat sebagaimana Sabda Nabi SAW :
Artinya : Anak kunci sholat adalah Thoharoh.
Dan asal alat thoharoh itu adalah air.
Firman Allah Ta’ala : artinya : “telah Kami turunkan dari langit itu air yang menyucikan”.
Ketahuilah wahai Saudaraku, hukum air itu terbagi empat, yaitu:
Pertama : Air Mutlaq
Kedua : Air Mutlaq yang makruh memakainya
Ketiga : Air Musta’mal
Keempat : Air Mutanajis
Artinya : “perkara yang dipandang ada oleh syara’ yang berdiri di anggota menengah dia
akan sah umpama shalat sekira-kira tiada yang meringankan”.
Dan hadats itu terbagi tiga, yaitu :
Pertama : Hadats Ashghor, yaitu hadats kecil, tempatnya pada anggota wudhu’.
Kedua : Hadats Mutawassith, yaitu hadats yang pertengahan, tempatnya diseluruh tubuh.
Ketiga : Hadats Akbar, yaitu hadats besar, tempatnya diseluruh tubuh.
2
Kata Syekh ‘Ali Syabro Malisi : Dinamakan yang membatakan wudhu’ itu hadats kecil,
karena sedikit yang diharamkan dengannya dibanding apa yang diharamkan dengan sebab
janabah dan haid. Dan dinamakan janabah itu hadats pertengahan, karena apa-apa yang
diharamkan dengannya lebih banyak dari apa-apa yang diharamkan dengan sebab hadats kecil
dan terkurang dari hadats besar. Dan dinamakan haid itu hadats besar, karena apa-apa yang
diharamkan dengannya itu lebih banyak dari apa-apa yang diharamkan dengan hadats kecil
dan pertengahan. Karena membaca Al-Qur’an dan berhenti didalam mesjid haram keduanya
itu dengan sebab hadats pertengahan dan tidak haram dengan sebab hadats kecil. Adapun
hadats besar, maka haram dengannya sekalian apa-apa yang haram dengan hadats kecil dan
hadats pertengahan dan ditambah lagi haram puasa, thalaq dan sebagainya.
Adapun najis menurut bahasa ialah : artinya : “sesuatu yang kotor”.
Dan najis menurut syara’ ialah :
Artinya : “Sesuatu yang kotor yang menengah akan sah umpama shalat sekira-kira tidak ada
yang meringankan”.
{Syahdan} Bagi air mutlaq itu tiga sifat, yaitu :
Pertama : Rasa
Kedua : Warna
Ketiga : Bau
Maka apabila dikatakan air itu berubah, maka maksudnya berubah sifatnya, yaitu
rasanya atau warnanya atau baunya. Air mutlaq itu terkadang berubah rasanya – warnanya –
atau baunya dengan sebab masuk kedalamnya suatu benda. Dan benda yang masuk kedalam
air itu adakalanya mukholith dan adakalanya mujawir. Artinya Mukholith itu bercampur atau
melarut dan arti Mujawir itu berhampiran. Dan yang diikut pada menentukan Mujawir atau
Mukholith adalah ‘Urf.
{Syahdan} Jika berubah air dengan suatu benda yang Mujawir lagi suci. Seperti kayu
Gaharu – Cendana – Minyak – Bunga atau kapur barus yang keras, maka air itu suci
menyucikan jua. Walaupun banyak berubahnya seperti air yang berubah dengan sebab ada
bangkai di dekat air itu, maka air itu suci menyucikan.
Demikian lagi air yang berubah dengan tanah yang dimasukkan kedalamnya, maka
menyucikan juga walaupun banyak berubahnya dan tanahnya itu Musta’mal. Tetapi kalau
berubahnya itu banyak sekali sehingga jadi seperti lumpur, maka tiada dia menyucikan karena
hilang nama air Mutlaq darinya.
Dan jika berubah air itu dengan benda yang Mukholith lagi suci, maka di tilik, jika air itu
terkaya dari benda Mukholith itu. Maksudnya mudah memelihara darinya seperti kapur barus
yang rapuh, tepung dan sebagainya, maka air itu tiada menyucikan jika banyak berubahnya dan
jika berubahnya sedikit, maka tiada mengapa. Karena Nabi SAW ada berwudhu’ dari bejana air
yang ada di dalamnya bekas tepung. Dan jika air itu tiada terkaya dari benda Mukholith itu,
maksudnya sukar memelihara air darinya, seperti Lumut – Kiambang – Tanah – Daun Kayu yang
gugur dengan sendirinya lalu hancur didalam air itu. Maka air yang berubah dengan benda
yang tersebut tetap menyucikan. Jika banyak berubahnya sekalipun, karena sukar memelihara
air darinya.
Demikian lagi suci menyucikan air yang berubah dengan sebab lama berhenti pada
tempatnya dan air yang berubah dengan sesuatu yang ada ditempatnya berhenti di bumi. Dan
air yang berubah dengan sesuatu yang ada ditempatnya engalir seperti ada ditempat
berhentinya atau ditempat mengalirnya itu belerang, maka air itu suci menyucikan walaupun
banyak berubahnya karena sukar memeliharakan air dari dirinya.
3
{Syahdan} Air yang berubah pada taqdir itu seperti yang berubah pada hissi. Maka
kalau jatuh kedalam air yang banyak atau yang sedikit benda cair yang menyerupai air pada
sifat-sifatnya. Seperti