Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALIGNANT PHYLLOIDES


TUMOR MAMAE SINISTRA DI BANGSAL CENDANA 2 RSUP DR.
SARDJITO

Tugas Mandiri
Stase Praktik Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
Yogi Hasna Meisyarah
19/451327/KU/21844

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT,
DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

1
2019

I. PENDAHULUAN

Tumor phyllodes atau cystosarcoma phyllodes berasal dari kata Yunani


sarcoma yang berarti tumor berdaging dan phyllo yang berarti daun. Tumor ini
jarang terjadi, biasanya tumor jinak yang terjadi hampir hanya pada payudara wanita.
Tumor ini biasanya besar dan cepat berkembang. Tumor ini merupakan sebuah tipe
neoplasma jaringan ikat yang timbul dari stroma intralobular payudara. Tumor ini
terhitung kira-kira 1% dari semua lesi jinak dan ganas payudara.
Johann Muller yang pertama kali memberikan nama “cystosarcoma
phyllodes” pada tahun 1838, karena tumor ini seringkali kistik dan secara klasik
memiliki proyeksi seperti daun ke dalamnya. Tumor ini dapat bersifat jinak namun
juga bisa bersifat ganas.

II. ANATOMI

Baik pria maupun wanita memiliki payudara yang hanya berkembang dengan
baik pada wanita. Kelenjar mammae pada payudara merupakan tambahan terhadap
alat reproduksi wanita tetapi mengalami rudimenter dan tidak berfungsi pada pria.

Biasanya, lemak yang ada pada payudara pria tidak berbeda dengan yang ada
pada jaringan subkutan dari bagian tubuh manapun, dan sistem glandular tidak
berkembang normal. Kelenjar mamae pada wanita berada dalam jaringan subkutan di
atas muskulus pectoralis mayor dan minor. Jumlah lemak yang ada di sekitar jaringan
kelenjar menentukan ukuran mammae non-laktasi. Tonjolan pada mammae disebut
papilla mammae (puting, nipple), yang dikelilingi oleh area berpigmen yang disebut
areola.

Secara kasar, mammae terletak antara tepi lateral sternum yang membentang
hingga linea mid aksillaris dan secara vertikal dari costa II hingga costa VI. Dua per

2
tiga dari dasar mammae terbentuk dari fascia pectoralis yang melapisi pectoralis
mayor, sedangkan sepertiga lainnya pada fascia yang menutupi musculus serratus
anterior. Antara jaringan mammae dengan fascia pectoralis terdapat jaringan ikat
longgar atau potential space, yaitu spatium retromammae. Bidang ini, mengandung
lemak dalam jumlah kecil, memungkinkan pergerakan mammae yang terbatas dari
fascia pectoral.

Sebagian kecil dari kelenjar mamma meluas dari tepi inferolateral pectoralis
mayor menuju fossa axillaris, membentuk processus axillaris atau ekor Spence (tail of
Spence). Beberapa wanita dapat merasakan bagian ini (khususnya jika membesar
dalam siklus menstruasi) dan menjadi khawatir bahwa bagian ini adalah tumor atau
kelenjar limfe yang membesar.

Kelenjar mammae melekat kuat pada dermis, khusunya oleh retinacula cutis
atau ligamentum suspensorium (ligament of Cooper). Penebalan ini, merupakan
jaringan penyambung, yang terutama berkembang baik pada bagian superior
kelenjar, yang membantu menyokong lobuli glandula mammae.

3
Gambar 1. Jaringan mamae pada aspectus anterior dan medial

Selama pubertas, payudara normalnya membesar akibat perkembangan


kelenjar dan terutama peningkatan deposisi lemak. Areola dan papilla juga
membesar. Ukuran dan bentuk mammae ditentukan oleh genetik, etnik, dan faktor
diet. Duktus lactiferus membentuk 15-20 lobulus jaringan glandular, yang menyusun
parenkim glandula mammae. Setiap glandula bermuara melalui duktus lactiferus,
yang berakhir pada papilla mammae. Di bagian proksimal duktus mengalami dilatasi
yang disebut sinus lactiferus, yang menjadi tempat akumulasi air susu ibu pada
wanita menyusui.

Areola mengandung sejumlah kelenjar sebasea, yang membesar selama


kehamilan dan mensekresikan bahan berminyak yang berfungsi sebagai lubrikan
bagi areola yang akan mengalami iritasi saat menyusui. Papilla merupakan tonjolan
berbentuk konus dan silindris di tengah areola. Papilla tidak mengandung lemak,
silia, atau kelenjar keringat. Ujung papilla berfisura dimana duktus lactiferus
berakhir.

Papilla kebanyakan tersusun oleh serat otot polos sirkular yang mengkompresi
duktus lactiferus selama menyusui dan mengereksikan papilla selama stimulasi saat
menyusui. Oleh karena kelenjar mammae adalah kelenjar keringat yang mengalami
modifikasi, sehingga tidak memiliki pelapis atau kapsul khusus. Alveol pensekresi
susu tertata seperti gerombolan buah anggur.

Pada kebanyakan wanita, mammae agak sedikit membesar selama periode


menstruasi akibat peningkatan pelepasan hormon gonadotropik follicle stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH).

Untuk lokalisasi dan deskripsi anatomis dari tumor dan kista, permukaan
mammae terbagi menjadi empat kuadran sebagaimana ditunjukkan pada gambar di
bawah ini:

4
Gambar 2. Pembagian kuadran pada mammae

Arteri yang memperdarahi mammae berasal dari:

1. Ramus perforantes mammaria media dan ramus intercostal anterior dari arteri
thoracica interna, yang berasal dari arteri subclavia.

2. Arteri thoracica interna dan arteri thoracoacromial, cabang arteri axillaris.

3. Arteri intercostal posterior cabang aorta torakal, pada spatium intercostal II, III,
dan IV.

Vena-vena yang ada pada mammae terutama bermuara pada vena axillaris, tetapi ada
pula yang bermuara pada vena thoracia interna.

5
Gambar 3. Vaskularisasi glandula mamae

Sistem limfatika pada mammae sangatlah penting karena peranannya dalam


metastasis sel kanker. Pembuluh limfe lewat dari papilla, areola, dan lobulus kelenjar
menuju plexus limfatikus subareolar. Dari sini plexus:

1. Kebanyakan pembuluh limfe (>75%), khususnya dari kuadran lateral mammae


didrainasi ke limfonodus axillaris, awalnya ke noduli anterior atau noduli
pectoralis anterior untuk sebagian besar. Namun, beberapa pembuluh limfe
bermuara langsung ke nodi axillaris lainnya atau bahkan ke nodi interpectoral,
dectopectoral, supraclavicular, atau cervical inferior profunda.

2. Kebanyakan dari pembuluh limfe yang tersisa, khusunya dari kuadran medial,
drainasi ke limfonodus parasternalis atau ke sebelah mammae, dimana pembuluh
limfe dari kuadran inferior dapat melalui bagian yang lebih profunda ke
limfonodus abdominal (limfonodus inferior frenicus subdiafragmatika).

6
Gambar 4. Sistem limfatika mammae

Pembuluh limfe dari kulit mammae, kecuali papilla dan areola, bermuara pada
limfonodus axillaris ipsilateral, cervicalis inferior profunda, dan infraclavicular serta
pada kedua sisi limfonodus parasternalis. Limfonodus axillaris bermuara ke

7
limfonodus clavicularis (infraclavicularis dan supraclavicualris) lalu menuju ke
trunkus limfatikus subclavia, yang juga menjadi muara pembuluh limfe tungkai atas.
Limfonodis parasternalis bermuara ke trunkus broncho mediastinal, yang juga
menjadi muara dari pembuluh limfe viscera thorakal. Akhir dari trunkus limfatikus
ini bermacam-macam, biasanya kedua trunkus ini menyatu satu sama lain dan dengan
trunkus limfatikus jugular, yang menjadi muara kepala dan leher untuk membentuk
duktus limfatikus dextra yang pendek pada sisi kanan atau masuk pada akhir duktus
thoracicus pada sisi kiri. Namun, pada kebanyakan kasus, trunki ini bermuara
langsung ke sambungan antara vena subclavia dan jugular interna, yang akan
membentuk vena brachicephalica. Pada kasus lainnya, trunki tersebut bermuara pada
kedua vena tersebut.

Persarafan mammae berasal dari ramus cutaneus anterior dan lateral dari
nervus intercostalis IV-VI. Rami communicantes menguhubungkan setiap ramus
anterior dengan truncus simpaticus. Cabang-cabang dari nervus intercostalis berjalan
melalui fascia profunda yang menutupi pectoralis mayor untuk mencapai kulit,
termasuk jaringan subkutan mammae. Dengan demikian, nervus intercostalis ini
membawa serat sensoris ke kulit dan serat simpatis ke pembuluh darah dan otot polos
pada kulit dan papilla mammae.

III. MANIFESTASI KLINIS

Tumor ini biasanya menyerang wanita dewasa, dan jarang pada remaja.
Pasien biasanya datang dengan keluhan massa padat, mobile, tidak nyeri, dan
berbatas tegas. Tumor ini membesar dengan cepat hanya dalam beberapa minggu.
Tumor jarang menginvasi kompleks papilla-areola atau menyebabkan ulkus pada
kulit. Tumor ini biasanya mengenai usia 40-50an, sebelum menopause.

Pasien dengan metastases dapat menunjukkan gejala dispneu, fatigue, dan


nyeri tulang. Meskipun tumor jinak tidak bermetastasis, tetapi tumor ini cenderung

8
bertumbuh secara agresif dan menimbulkan rekurensi lokal. Sama halnya dengan
sarkoma lainnya, tumor phylloides malignan bermetastasis via hematogen.
Karakteristik tumor phylloides malignan antara lain tumor terlihat cenderung lebih
agresif dan bermetastasis. Paru-paru menjadi tempat metastasis tersering, diikuti
tulang, jantung, dan hepar. Gejala-gejala metastasis dapat timbul dalam beberapa
bulan hingga 12 tahun setelah terapi awal.

IV. DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pasien dapat mengeluhkan gejala-gejala primer maupun gejala metastasis


sebagaimana yang tertulis dalam pembahasan mengenai manifestasi klinis. Perlu
juga ditanyakan riwayat penyakit sebelumya dan riwayat penyakit pada keluarga
yang ditekankan pada kanker-kanker ginekologis. Cari tahu riwayat sistem
reproduksi, misalnya usia menarke, usia persalinan pertama, jumlah kehamilan,
anak, dan keguguran, onset menopause, serta riwayat penggunaan agen hormonal.
Pada pemeriksaan klinis, didapatkan tumor yang dapat dipalpasi dengan
karakteristik padat, berbatas tegas, mobile, dan tidak nyeri. Perhatikan kulit di
atasnya dan ada tidaknya sekret dari papilla mamma, dan perubahan pada struktur
papilla. Bila dicurigai malignan, dapat dicari tahu adanya tanda-tanda metastasis
lokal (pembesaran kelenjar) dan sistemik (misalnya efusi pleura).

9
Gambar 5. Gambaran klinis tumor phylloides 2

2. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada penanda tumor spesifik atau tes darah lain yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis tumor phylloides.

3. Pemeriksaan Radiologis

Meskipun mammografi dan ultrasonografi pada umumnya penting untuk


mendiagnosis lesi mamma, tetapi tidak dapat dipercaya untuk membedakan jenis
jinak dari malignan atau dengan jenis tumor lain seperti fibroadenoma, sehingga
temuan radiologis tidak menjadi alat diagnostik definitif.

10
Gambar 6. Gambaran radiologis tumor phylloides 2

4. Pemeriksaan Sitologi dan Biopsi

Aspirasi jarum halus (fine needle aspiration) untuk pemeriksaan sitologis


biasanya tidak adekuat untuk mendiagnosis. Meskipun core biopsy lebih baik,
tetapi tetap dapat terjadi error sampling dan kesulitan dalam membedakannya
dengan fibroadenoma. Biopsi dengan eksisi terbuka untuk lesi yang lebih kecil atau
biopsi insisi untuk lesi yang lebih besar merupakan metode definitif dalam
mendiagnosis tumor phylloides.

11
Gambar 7. Biopsi jarum halus

5. Pemeriksaan Histologis

Semua tumor phylloides mengandung komponen stroma yang dapat


sangat bervariasi tampakan histologisnya. Umumnya, tumor phylloides
menunjukkan peningkatan jumlah fibroblast fusiformis regular dalam stroma.
Atipik seluler tingkat tinggi, disertai peningkatan selularitas stria dan peningkatan
aktivitas mitosis hampir selalu ditemukan pada bentuk malignan dari sistosarkoma
phylloides.

Berdasarkan ultrastrukturalnya, nukleoli tumor phylloides jinak dan


malignan menunjukkan nukleolonema yang berlubang-lubang besar dan banyak
sisterna dalam retikulum endoplasmanya.

V. KLASIFIKASI

12
Tumor phylloides adalah tumor fibroepitelial yang terdiri dari komponen
epitel dan stroma selular. Tumor ini dapat dianggap jinak, sedang, atau malignan
bergantung pada gambaran histologis antara lain selularitas stromal, infiltrasi pada
tepi tumor, dan aktivitas mitotik. Semua bentuk tumor phylloides dianggap sebagai
kanker mammae, bahkan bentuk jinaknya sekalipun dianggap berpotensi menjadi
malginan.

KLASIFIKASI BERDASARKAN WHO 2003

VI. STAGING

Staging tumor phylloides khususnya tipe malignan menggunakan staging


yang digunakan untuk kanker payudara secara umum yaitu menurut American Joint
Committee on Cancer (AJCC) dan klasifikasi patologisnya sebagaimana dalam tabel
di bawah.

Tabel 1. Staging Kanker Mammae (American Joint Committee on Cancer)

Tumor Primer (T)

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti tumor primer

Carcinoma in situ; karsinoma intraduktal, karsinoma lobular in situ,


Tis atau Paget’s Disease yang tidak berhubungan dengan tumor. Catatan:
Paget’s Disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan

13
berdasarkan ukuran tumor.

T1 Tumor berukuran 2 cm dalam dimensi terbesarnya

T1mic Mikroinvasi sebesar 1 cm dalam dimensi terbesarnya

T1a Tumor >0.1-0.5 cm dalam dimensi terbesarnya

T1b Tumor >0.5-2.0 cm dalam dimensi terbesarnya

T2 Tumor >2.0-5.0 cm dalam dimensi terbesarnya

T3 Tumor >5.0 cm dalam dimensi terbesarnya

Tumor berukuran berapa pun dengan perluasan langsung ke dinding


T4
dada (a) atau kulit (b)

T4a Perluasan langsung ke dinding dada

Edema (termasuk peau d’ orange) atau ulserasi kulit mammae atau


T4b
nodul satelit yang terbatas pada mammae yang terkena

T4c Terdapat keduanya (T4a dan T4b)

T4d Karsinoma inflamatoris

Limfonodus Regional (N)

Limfonodus regional tidak dapat dinilai (misalnya sudah pernah


Nx
diangkat).

N0 Tidak ada keterlibatan limfonodus regional

N1 Metastasis ke limfonodus (nodi) aksillaris ipsilateral yang mobile

N2a Metastasis ke limfonodus (nodi) aksillaris ipsilateral yang terfiksasi

Metastasis ke nodus (nodi) mammaria internal yang tampak secara


N2b
klinisa tanp adanya bukti klinsi limfonodus aksillaris ipsilateral

N3a Metastasis ke limfonodus (nodi) infraklavikular ipsilateral

N3b Metastasis ke limfonodus (nodi) mammaria internal dan aksillaris

14
ipsilateral

N3c Metastasis ke limfonodus (nodi) supraklavikular ipsilateral


a
Penampakan klinis didefinisikan sebagai terdeteksi oleh pemeriksaan radiologis
(termasuk limfoskintigrafi) atau melalui pemeriksaan klinis atau jelas terlihat dalam
evaluasi histopatologis

Tabel 2. Klasifikasi Patologis (pN)

Limfonodus regional tidak dapat dinilai (tidak dapat diangkat untuk


pNx
studi patologis atau sudah diangkat sebelumnya)

Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, tidak ada


pN0 (i-)
pemeriksaan tambahan untuk sel tumor terisolasi (ITC)

pN0 (i+) Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, IHC negatif

Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, IHC positif, tidak


pN0
ada kluster IHC >0.2 mm

Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, temuan molekuler


pN0 (mol-)
(RT-PCR) negatif

Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, temuan molekuler


pN0 (mol+)
(RT-PCR) positif

Metastasis pada 1-3 limfonodus aksillaris dan/atau limfonodus


pN1 mammaria internal, disertai temuan mikroskopik dengan bantuan
diseksi limfonodus tetapi tidak tampak secara klinis a

pN1mi Hanya mikrometastasis (>0.2 mm, <2.0 mm)

pN1a Metastasis pada 1-3 limfonodus aksillaris

Metastasis pada limfonodus mammaria internal, disertai temuan


pN1b mikroskopik dengan bantuan diseksi limfonodus tetapi tidak tampak
secara klinis a

pN1c Metastasis pada 1-3 limfonodus aksillaris dan pada limfonodus


mammaria internal, disertai temuan mikroskopik dengan bantuan

15
diseksi limfonodus tetapi tidak tampak secara klinis a

Metastasis pada 4-9 limfonodus aksillaris atau pada limfonodus


pN2 mammaria internal yang tampak secara klinisb tanpa disertai metastasis
pada limfonodus aksillaris

Metastasis pada 4-9 limfonodus aksillaris (sekurang-kurangnya satu


pN2a
tumor berukuran >2.0mm)

Metastasis pada limfonodus mammaria internal yang tampak secara


pN2b
klinisb tanpa disertai metastasis pada limfonodus aksillaris

Metastasis pada 10 atau lebih limfonodus aksillaris atau pada


limfonodus infraklavikularis, atau limfonodus mammaria internal
ipsilateral yang tampak secara klinisb disertai satu atau lebih metastasis
pN3
pada limfonodus aksillaris; atau pada lebih dari 3 limfonodus aksillaris
disertai metastasis mikroskopik secara klinis pada limfonodus
mammaria internal atau pada limfonodus supraklavikular ipsilateral.

Metastasis pada 10 atau lebih limfonodus aksillaris (sekurang-


pN3a kurangnya satu tumor berukuran >2.0mm), atau metastasis pada
limfonodus infraklavikular

Metastasis pada limfonodus mammaria internal ipsilateral yang tampak


secara klinisb- disertai satu atau lebih metastasis pada limfonodus
pN3b aksillaris; atau pada lebih dari 3 limfonodus aksillaris dan pada
limfonodus mammaria internal disertai temuan mikroskopik dengan
bantuan diseksi limfonodus tetapi tidak tampak secara klinis a

pN3c Metastasis pada limfonodus supraklavikular ipsilateral -

Metastasis Jauh (M)

Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

16
IHC, immunohistochemistry; RT-PCR, reverse-transcription polymerase chain
reaction.
a
Tidak tampak secara klinis diartikan sebagai tidak terdeteksi oleh pemeriksaan
radiologis (keculai limfoskintigrafi) atau melalui pemeriksaan klinis, atau tidak jelas
terlihat pada pemeriksaan histopatologis.
b
Tampak secara klinis diartikan sebagai terdeteksi oleh pemeriksaan radiologis
(keculai limfoskintigrafi) atau melalui pemeriksaan klinis, atau tidak jelas terlihat
pada pemeriksaan patologis.

Tabel 3. Pengelompokan Stadium American Joint Committee on Cancer

Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

T0 N1 M0

Stadium IIA T1 N1 M0

T2 N0 M0

T2 N1 M0
Stadium IIB
T3 N0 M0

T0 N2 M0

Stadium IIIA T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stadium IIIB T4 N0-N2 M0

17
Stadium IIIC T berapa pun N3 M0

Stadium IV T berapa pun N berapa pun M1

VII. PENANGANAN

Penanganan untuk phyllodes tumor jinak, borderline, atau ganas adalah sama:
operasi untuk mengangkat tumor. Tidak ada aturan pasti mengenai batas luas eksisi,
tetapi biasanya disisakan tepi 2 cm untuk tumor kecil (<5cm) dan 5 cm untuk tumor
yang lebih besar (>5 cm). Diseksi kelenjar aksilla hanya dilakukan apabila terdapat
benjolan yang mencurigakan. Kemoterapi dan radiasi tidak efektif.

Prosedur bedah yang mungkin untuk mencapai eksisi luas untuk tumor phyllodes
adalah:

 Lumpektomi: Pengangkatan tumor hingga setidaknya 1 cm dari jaringan


normal sekitarnya.

Jika tumor phyllodes sangat besar atau payudara kecil, mungkin terlalu sulit
untuk melakukan eksisi luas dan mempertahankan jaringan payudara yang sehat
untuk tujuan kosmetik. Dalam hal ini, dapat dilakukan mastektomi:

 Mastektomi parsial atau segmental: Hanya bagian payudara yang berisi tumor
phyllodes.

 Mastektomi total atau sederhana: Pengangkatan seluruh payudara, tapi tidak


ada yang lain (seperti kelenjar getah bening atau otot).

Risiko untuk terjadinya rekurensi atau metastasis berhubungan dengan derajat


histologis. Suatu studi menyarankan untuk melakukan mastektomi total lebih efektif
daripada breast-conserving surgery. Namun, suatu studi oleh Barth (Agustus 2009)

18
menyatakan bahwa terapi radiasi setelah breast-conserving surgery dengan tepi bebas
tumor secara signifikan mengurangi angka rekurensi lokal untuk tumor derajat sedang
dan malignant.

VIII. KOMPLIKASI

Komplikasi post operatif yang dapat terjadi setelah pembedahan tumor


phylloides antara lain:

- Infeksi

- Pembentukan seroma

- Rekurensi lokal dan/atau jauh

X. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien masuk ke rumah sakit karena merasakan adanya benjolan yang
menekan payudara, adanya ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak dan
nyeri.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Adanya riwayat tumor mammae sebelumnya atau ada kelainan pada mammae,
kebiasaan makan tinggi lemak, pernah mengalami sakit pada bagian dada sehingga
pernah mendapatkan penyinaran pada bagian dada, ataupun mengidap penyakit
kanker lainnya, seperti kanker ovarium atau kanker serviks.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

19
Adanya keluarga yang mengalami tumor mammae berpengaruh pada kemungkinan
klien mengalami tumor mammae atau pun keluarga klien pernah mengidap penyakit
kanker lainnya, seperti kanker ovarium atau kanker serviks.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala : normal, kepala tegak lurus, tulang kepala umumnya bulat dengan
tonjolan frontal di bagian anterior dan oksipital dibagian posterior.

b. Rambut : biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu


berminyak.

c. Mata : biasanya tidak ada gangguan bentuk dan fungsi mata. Mata anemis,
tidak ikterik, tidak ada nyeri tekan.

d. Telinga : normalnya bentuk dan posisi simetris. Tidak ada tanda-tanda infeksi
dan tidak ada gangguan fungsi pendengaran.

e. Hidung : bentuk dan fungsi normal, tidak ada infeksi dan nyeri tekan.

f. Mulut : mukosa bibir kering, tidak ada gangguan perasa.

g. Leher : biasanya terjadi pembesaran KGB.

h. Dada : adanya kelainan kulit berupa peau d’orange, dumpling, ulserasi atau
tanda-tanda radang.

i. Hepar : biasanya tidak ada pembesaran hepar.

j. Ekstremitas: biasanya tidak ada gangguan pada ektremitas.

5. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon

a. Persepsi dan Manajemen

20
Biasanya klien tidak langsung memeriksakan benjolan yang terasa pada payudaranya
ke rumah sakit karena menganggap itu hanya benjolan biasa.

b. Nutrisi – Metabolik

Kebiasaan diet buruk, biasanya klien akan mengalami anoreksia, muntah dan terjadi
penurunan berat badan, klien juga ada riwayat mengkonsumsi makanan mengandung
MSG.

c. Eliminasi

Biasanya terjadi perubahan pola eliminasi, klien akan mengalami melena, nyeri saat
defekasi, distensi abdomen dan konstipasi.

d. Aktivitas dan Latihan

Anoreksia dan muntah dapat membuat pola aktivitas dan lathan klien terganggu
karena terjadi kelemahan dan nyeri.

e. Kognitif dan Persepsi

Biasanya klien akan mengalami pusing pasca bedah sehingga kemungkinan ada
komplikasi pada kognitif, sensorik maupun motorik.

f. Istirahat dan Tidur

Biasanya klien mengalami gangguan pola tidur karena nyeri.

g. Persepsi dan Konsep Diri

Payudara merupakan alat vital bagi wanita. Kelainan atau kehilangan akibat operasi
akan membuat klien tidak percaya diri, malu, dan kehilangan haknya sebagai wanita
normal.

h. Peran dan Hubungan

21
Biasanya pada sebagian besar klien akan mengalami gangguan dalam melakukan
perannya dalam berinteraksi social.

i. Reproduksi dan Seksual

Biasanya aka nada gangguan seksualitas klien dan perubahan pada tingkat kepuasan.

j. Koping dan Toleransi Stress

Biasanya klien akan mengalami stress yang berlebihan, denial dan keputus asaan.

k. Nilai dan Keyakinan

Diperlukan pendekatan agama supaya klien menerima kondisinya dengan lapang


dada.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan, mis;


anoreksia

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses pembedahan

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengangkatan bedah jaringan

4. Ansietas berhubungan dengan diagnosa, pengobatan, dan prognosanya .

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan informasi

6. Gangguan body image berhubungan dengan kehilangan bagian dan fungsi tubuh

22
DAFTAR PUSTAKA

- B. & Ross R.K. The Descriptive Epidemiology of Malignant Cystosarcoma


- Bulechek, GM. Butcher, H.K. Dochterman, J.M., dan Wagner, C.M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC) 6th Edition. Indonesia: Mocomedia
- Christopher.M, Kenneth.O.M. Malignant Phyllodes Tumor of the Female Breast.
[Online], 2006 Sept 22 [cited 2019 Dec 9]; Available from :
http://intersciene.wiley.com
- Herdman, T.H., dan Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan. Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
- Hamid RM, Abraham J. Breast cancer. In: Abraham J, Guller JL, Allegra CJ,
edithors. Bethesda handbook of clinical oncology. 2nd ed. USA: Lippincott Williams
& Wilkins; 2005.p. 154-62
- Juanita. The Indonesian Journal Of Medical Science : Malignant Phyllodes Tumor
of Breast. [Online], 2003 October [cited 2019 Dec 9]; Avaiable from :
http://med.unhas.ac.id/jurnal/attachments/article/72/Juanita.pdf
- Lannin DR. Cystosarcoma phyllodes. [Online]. 2009 Jan 30 [cited 2019 Dec 9];
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/188728-overview".
Lister TA., Gallagher CJ. Malignant Disease. In : Kumar P., Clark M. Clincal
Medicine. 6th edition. Spain: Elsevier Saunders ; 2005. p 519-20
Marissa W. Treatment of Phyllodes Tumor of the Breast. [Online], 2012 March 14
[cited 2019 Dec 9]; Avaiable from :
http://www.breastcancer.org/symptoms/types/phyllodes/treatment.jsp
- Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L., dan Swanson, E. (2016). Nursing Oucome
Classification (NOC) 5th Edition. Indonesia: Mocomedia
- Ningrum. Cystosarcoma Phyllodes.[Online], 2010 March 03 [cited 2019 Dec 9];
Available from : http://www.breastdiagnostic.com/anatomy.
- Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 5th edition. USA : Lippincott
Williams & Wilkins;2006. p.30-35
- Phyllodes Tumors of the Breast. [Online], 1993 May 15 [cited 2019 Dec 9]
Avaiable from : http onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/1097/pdf
- Ramli M., Azamris, Burmansyah et all. Protokol Pelaksanaan Kanker Payudara
(Protokol Peraboi 2003. . [Online], 2003 March 22 [cited 2019 Dec 9]; Avaiable
from : http:// images.onko. multiplycontent.com/attachment/sYrYLwokcjsA:
journal:32

23
- Saladin K. The Female Reproductive system. In : Saladin Kenneth S. Anatomy and
Physiology The Unity of Form and Function . 4th edition. New York : McGraw-Hill
2007. p. 1073-75.
- Sjamsuhidajat R.Tumor Phyloides. In: Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah . 2nd
edition. Jakarta : Terbitan Buku Kedokteran 2005. p.493
- Susan C. The Breast. In: Kumar V., Abbas A. Pathologic Basis of Disease. 7th
edition. Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Saunders 2005. p 1149-50.

24

Anda mungkin juga menyukai