Gangguan Fungsional Respirasi Berupa Sesak Napas, Nyeri Dada Dan Penurunan
Disusun untuk memenuhi tugas Klinik di BBKPM (Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat) Makassar
PO 71.4.242.16.1.037
JURUSAN FISIOTERAPI
Laporan kasus preklinik atas nama Sarah Alhariza Akines dengan NIM PO
Fungsional Respirasi Berupa Sesak Napas, Nyeri Dada Dan Penurunan Mobilitas
disetujui untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan selama menyelesaikan praktek
klinik di Balai Besarr Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar mulai tanggal 7
Proceptor
2
KATA PENGANTAR
ii
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyusun laporan kasus ini yang
berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Gangguan Fungsional
Respirasi Berupa Sesak Napas, Nyeri Dada Dan Penurunan Mobilitas Sangkar
Thorax Et Causa SOPT (Syndrome Obstructive Pasca Tuberkulosis)”
Laporan kasus ini merupakan salah satu dari tugas klinik pada di Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. Selain itu juga laporan kasus ini bertujuan
memberikan informasi mengenani penatalaksaan fisioterapi untuk kasus tersebut.
Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak / Ibu dosen Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar
2. Ibu Alfy Syahar, S.ST
3. Ibu Lusi Sulandari, S.ST
4. Ibu Rosalinda Syamsuddin, Amd.Ft
5. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
Laporan Kasus ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan,
oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Dan semoga dengan selesainya laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman yang membutuhkan.
3
PENYUSUN
DAFTAR ISI
iii
4
D. Inspeksi/Observasi. ................................................................................... 41
E. Palpasi....................................................................................................... 42
F. Auskultasi. ................................................................................................ 42
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan. .............................................................................................. 56
B. Saran. ........................................................................................................ 57
LAMPIRAN I. ...................................................................................................... 59
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tahun 2010 menyatakan bahwa terdapat lebih dari 2 miliar penduduk dunia yang
penduduk dunia.1,2,3. Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat sebanyak 14 juta
kasus TB di dunia dengan penemuan 9,4 juta kasus baru dan jumlah kematian akibat
memiliki jumlah terbesar kasus TB setelah India (3 juta), China (1,8 juta), Nigeria
(830 ribu), dan Bangladesh (690 ribu).3,5. Dilaporkan bahwa pada tahun 2009
terdapat sebanyak 660 ribu kasus TB di Indonesia dengan penemuan 430 ribu kasus
pembunuh nomor satu di Indonesia di antara penyakit menular lainnya dan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit pernapasan akut
pada seluruh kalangan usia.5,6. Sebagian besar pasien TB adalah penduduk dengan
Gejala sisa akibat TB masih sering ditemukan pada pasien pasca TB dalam
praktik klinik.9,10,11. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal
paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Inilah yang dikenal sebagai Sindrom Obstruksi Pasca TB
(SOPT)
6
Pada bulan januari hingga oktober 2019 tercatat sebanyak 707 orang yang
aktif yang menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas. Peradangan yang
berlangsung lama ini menyebabkan proses proteolisis dan beban oksidasi sangat
meningkat untuk jangka lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas
dan akhirnya mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat dideteksi dengan uji faal
paru. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa puncak terjadinya gangguan faal paru
pada pasien pasca TB terjadi dalam waktu 6 bulan setelah diagnosis. Peradangan yang
berlangsung lama ini menyebabkan proses proteolisis dan beban oksidasi sangat
meningkat untuk jangka lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas
menuju kerusakan paru menahun dan mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat
Gangguan faal paru menyebabkan penurunan fungsi paru sehingga paru tidak
7
tubuh, berat badan menurun dan gerak lapang paru menjadi tidak maksimal bila tidak
Oksigen, MWD, TENS, Breathing Exercise, dan Mobilisasi Sangkar Thoraks pada
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(SPOT)
saluran napas yang ditemukan pada penderita pasca tuberkulosis dengan lesi paru
yang minimal yang masih sering ditemukan pada pasien pasca Tuberkulosis
adalah komplikasi yang terjadi pada sebagian besar penderita Tuberkulosis pasca
pengobatan. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal paru
dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip penyakit paru
Hilangnya fungsi paru paling tinggi terjadi pada 6 bulan saat diagnosis
2015).
alveoli. Terdapat Lobus, dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan
lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo
9
dextra terdapat fissura horizontal yang membagi lobus superior dan lobus media,
sedangkan fissura oblique membagi lobus media dengan lobus inferior. Pulmo
sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus superior dan lobus inferior.
Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis
a) Hidung
Hidung Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris
anterior yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan.
Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan rambut.
Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis silindris bersilia bersel goblet dan
mengandung sel basal. Didalamnya ada konka nasalis superior, medius dan
10
Gambar 2.2 Rongga Hidung
b) Alat penghidu
dengan lamina basal yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel
c) Sinus paranasal
d) Faring
11
propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu
e) Laring
antara faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan
intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan
epitel selapis gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk
suara, dan menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan
mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara).
Celah diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa
dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat, otot suara ( otot
Laringealis superior.
12
Gambar 2.4 Ligament Pada Laring
13
Epiglotis membantu melindungi laring saat proses menelan dengan
membantu proses pembukaan dan penutupan glotis kurang jelas terlihat pada
anak dibandingkan orang dewasa. Ruang subglotis menyempit kea rah krikoid
yang meruupakan bagian dari trakea. Pada anak usia kurang dari 3 tahun,
merupakan bagian tersempit jalan napas, sementara pada anak besar atau
f) Trakea
oleh jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan,
g) Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki
berupa lempeng tulang rawan tidak teratur. Makin ke distal makin berkurang,
dan pada bronkus subsegmental hilang sama sekali. Otot polos tersusun atas
14
anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas lipatan memanjang. Epitel bronkus
: kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Lamina
h) Bronchiolus
jaringan ikat longgar. Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel
i) Alveolus
yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa
antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus. Sel epitel terdiri
sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe
alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih
tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan
15
berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini
(fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori
Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada
perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel
j) Pleura
elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral,
yang melekat pada dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas
k) Paru-paru
Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior. Paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap
16
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
permukaan/pertukaran gas.
dan anterior.
medial.
17
Gambar 2.10 Segmen Paru.
Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan pleura yang
pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada.
18
Volume dan Kapasitas Paru, yaitu volume udara dalam paru-paru
melalui spirometer.
Volume Tidal (VT), yaitu volume udara yang masuk dan keluar
perempuan.
(KRF=VR+VCE).
19
Kapasitas inspirasi (KI) yaitu penambahan volume tidal dan volume
(KI=VT+VCI).
Kapasitas Total Paru (KTP) adalah jumlah total udara yang dapat
udara masuk.
paru.
20
(4) Fisiologi Pernafasan
(O2) dan O2 yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ
tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik
21
otot-otot. Diantaranya itu perubahan tekanan intrapulmonar, tekanan
tuberculosis merupakan aerob obligat yang dapat tumbuh dengan baik dalam
jaringan yang memiliki kadar oksigen yang tinggi seperti paru-paru. Pertumbuhan
oleh bekas dari luka akibat infeksi TB paru atau fibrosis yang dipengaruhi oleh
semakin luas jaringan paru yang rusak akibat infeksi kuman TB, semakin
22
penelitian terdahulu dikatakan akibat destruksi jaringan paru oleh proses
proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama sehingga
destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju kerusakan paru menahun dan
Adapun gejala utama pada penderita SOPT berupa batuk berdahak, sesak
napas, penurunan ekspansi sangkar toraks. Gejala lainnya adalah demam tidak
a. Demam
Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
b. Batuk/batuk berdarah
23
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama,
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh
c. Sesak bernafas
d. Nyeri dada
terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
24
B. Tinjauan tentang Pengukuran Fisioterapi
1. Auskultasi
Untuk mendengar suara khususnya suara nafas. Bunyi nafas normal dan
abnormal terjadi akibat gerakan udara di airway selama inspirasi dan expirasi.
b. Teknik pelaksanaan :
dada lalu posisi lateral dinding dada setinggi T2, T6, T10.
3) Minta pasien untuk deep inspirasi melalui hidung dan ekspirasi melalui
Kanan Kiri
Regio
Ves Ronchi Whes Ves Ronchi Whes
Apical
Middle
Lower
Posterior
2. Muscle Test
a. M. Pectoralis Mayor
25
2) Teknik pelaksanaan : Instruksikan pasien untuk mengangkat kedua
b. M. Pectoralis Minor
apabila salah satu atau kedua bahu tidak dapat menyentuh bed.
c. M. Upper Trapezius
d. M. Sternocleidomastoideus
ada nyeri.
26
3. Pengukuran Derajat Sesak dengan Skala Borg
dengan meletakan tangan di atas chest pasien dan merasakan pergerakan sangkar
thoraks atau dengan meteran untuk melihat selisih antara inpirasi dan ekspirasi.
Jika selisih antara inspirasi dan ekspirasi di bawah 3,5 cm menunjukkan ada
thoraks dan dapat pula dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam menilai
a. Axilla
27
1) Persiapan pasien : Posisi pasien dalam keadaan duduk rileks dengan
2) Teknik pelaksanaan :
awal.
c) Lihat dan catat angka pada meteran pada saat pasien inspirasi dan
ekspirasi.
b. Papilla Mammae
2) Teknik pelaksanaan :
c) Lihat dan catat angka pada meteran pada saat pasien inspirasi dan
ekspirasi.
c. Processus Xhypoideus
2) Teknik pelaksanaan :
28
c) Lihat dan catat angka pada meteran pada saat pasien inspirasi dan
ekspirasi.
VAS digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien
rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai dari “tidak nyeri,
Keterangan :
Skala 0-2 : tidak nyeri (tidak ada rasa sakit, merasa normal).
Skala 2-5 : nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak terganggu).
Skala 9-10 : nyeri berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri).
6. Pemeriksaan Spirometri
paru. Hal yang dapat mempengaruhi volume paru dan kecepatan aliran adalah
usia, jenis kelamin, ras serta tinggi badan. Berat badan tidak mempengaruhi nilai
prediksi normal.
29
a. Tahap persiapan :
tanggal lahir, ID, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, ras dan
riwayat merokok.
menutup hidung.
tombol print).
telah disediakan.
Six Minute Walking Test adalah suatu cara untuk mengukur kemampuan
daya tahan pasien dalam melakukan suatu aktivitas fisik tertentu. Tes ini
30
didasarkan pada sensasi pengalaman fisik pasien selama beraktivitas meliputi
a. Prosedur Test
akurat.
2) Persiapan Alat :
putaran.
3) Persiapan Pasien
kooperatif.
31
4) Teknik Operasional Six-Walking Test
Posisikan pasien pada garis start. Pada saat pasien mulai berjalan,
nyalakan stopwatch.
jumlah putaran.
bawah ini :
setengah jalan.”
menit lagi.
menit lagi.”
32
Parameter :
Oksigenasi adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam
33
adalah untuk mengatasi keadaan hipoksemia, menurunkan kerja nafas dan
dada pasien adalah dengan pemberian modalitas berupa MWD. Hasil terapi
MWD adalah salah satu terapi heating yang menggunakan stressor fisis
berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik frekuensi
konduktor, dan jaringan elektrolit. Pada jaringan yang bersifat isolator panas
dapat timbul akibat discplacment current karena dipengaruhi oleh electron yang
kuat, sedangkan pada jaringan yang bersifat konduktor panas terjadi akibat rotasi
dipole karena ion-ion bersifat lebih mobile. Karena sifat panas yang dihasilkan
3. TENS
sistem saraf melalui permukaan kulit (Parjoto, 2006). Jenis arus TENS untuk
menghasilkan kontraksi otot dibutuhkan fase durasi dan frekuensi yang tepat.
34
Tanggap rangsang jaringan tubuh lebih ditentukan oleh durasi dan amplitude
stimulasi listrik dan nama arus listrik yang digunakan. Faktor lain yang juga ikut
otot yaitu single brisk, parsial tetanik ataupun tetanik penuh. Frekuensi stimulus
yang diperlukan untuk menghasilkan kontraksi tetanik pada suatu kelompok otot
30Hz, dan 50Hz. Pengaruh fisiologis stimulasi listrik terhadap jaringan tubuh
sebagai berikut : (Alon G, 1987) Tingkat jaringan : 1) Kontraksi otot rangka dan
4. Breathing Exercise
Webber, 1998).
mengurangi sesak napas dan mengurangi kerja dari suatu pernapasan, yang
dibarengi dengan pernapasan diafragma dan latihan ini dapat dilakukan dengan
35
meniup lilin, meniup bola pingpong, dan membuat gelembung di dalam air
minum dengan menggunakan pipa hisap. Latihan ini berfokus pada pengontrolan
inspirasi dan ekspirasi juga dengan pola ekspirasi yang panjang dengan cara bibir
mukosa, mobilitas sangkar toraks dan meningkatkan kekuatan, daya tahan dan
5. Postural Drainage
(PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai
kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD dilakukan pada
berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Waktu yang terbaik untuk
melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam
sekret dalam saluran nafas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga
tidak terjadi atelektasis. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak
36
6. Latihan Batuk
pada pasien adalah dengan pemberian modalitas batuk efektif. Hasil penelitian
Batuk efektif adalah merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien
dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan
dahak secara maksimal. Jika sputum terlalu kental untuk dapat dikeluarkan, ada
Batuk yang benar cara pertama yang dilakukan adalah duduk agak
condong kedepan kemudian tarik nafas dalam dua kali lewat hidung keluarkan
lewat mulut kemudian nafas yang ketiga ditahan 3 detik dan batukkan 2 sampai
3 kali dan sebelum batuk efektif dianjurkan minum air hangat dan minum air
sebanyak 2 liter 1 hari sebelumnya dengan tujuan dahak menjadi encer dan
batuk biasa tidak menggunakan teknik yang benar karena tidak ada perlakuan-
37
Mobilisasi sangkar toraks adalah suatu bentuk latihan aktive movemen
pada trunk dan extremitasyang dilakukan dengan deep breathing yang bertujuan
sangkar toraks dapat dilakukan dengan bantuan pergerakan dari bahu dan tulang
gerak atas selain itu antara sternum, torakal vertebra, serta otot-otot pernapasan.
interkostalis dengan melakukan kontraksi yang efektif dari anggota gerak atas.
8. Sternocostal Mobilization
sternocostal s yang dilakukan dengan teknik manual terapi yang bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri dada saat melalukan ekspirasi dan inspirasi atau nyeri
Mobilisasi ini dengan teknik manual terapi pada daerah dada dapat
ekspansi dada baik secara segmental dan regional serta dapat disertai peregangan
tulang costa dan tulang sterbun. Mobilisasi ini melibatkan gerakan kompleks
38
dari anggota gerak atas selain itu antara sternum, torakal vertebra, serta otot-otot
pernapasan.
39
BAB III
PROSES FISOTERAPI
Umur : 52 tahun
B. Anamnesis Khusus
produktif
saat istirahat
40
september 2018 dan pasien rutin
FT sampai sekarang
mengalami hal
C. Vital Sign
- Saturasi O2 : 98%
D. Inspeksi/Observasi
1. Statis
41
- Shoulder protraksi
- Postur Kifosis
2. Dinamis
E. Palpasi
F. Auskultasi
1. Auskultasi
42
G. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapis
1. Intensitas Nyeri
Keterangan :
Skala 0-2 : tidak nyeri (tidak ada rasa sakit, merasa normal).
Skala 2-5 : nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak terganggu).
Skala 9-10 : nyeri berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri).
Hasil : skala 4 saat ekspirasi (nyeri ringan), skala 6 nyeri tekan (nyeri sedang)
2. Derajat Sesak
43
6 Sesak berat
7 Sesak nafas sangat berat
8 Sesak nafas sangat berat
9 Sangat-sangat berat (hampir maksimal)
10 Maksimal
Interpretasi : Nilai 4 (sesak nafas cukup berat)
Selisih
Titik Ukur Inspirasi Awal Ekspirasi
Inspirasi Ekspirasi
Axilla 91 cm 89 cm 88 cm 2 cm 1 cm
Papilla Mamae 87 cm 85 cm 84 cm 2 cm 1 cm
Xyphoid 83 cm 81 cm 81 cm 2 cm 0 cm
Interpretasi: Penurunan mobilitas sangkar thoraks segmen apical dan middle
lobius saat ekspirasi serta segemen lower lobus saat inspirasi dan ekspirasi
1) M. Pectoralis Mayor
pectoralis mayor dikatakan memendek apabila salah satu atau kedua lengan
c) Hasil : Memendek
2) M. Pectoralis Minor
44
b) Teknik pelaksanaan : Instruksikan pasien untuk menggerakkan
c) Hasil : Memendek
3) M. Upper Trapezius
c) Hasil : Memendek
4) M. Sternocleidomastoideus
nyeri.
c) Hasil : Normal
45
6. Pemeriksaan Fungsi Paru
7. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan Labolatorium
Hasil :
1. Diagnosis Fisioterapi
fungsional respirasi berupa sesak napas, nyeri dada dan Penurunan Mobilitas
46
2. Problematik Fisioterapi
a. Anatomical Impairment
1) Sesak nafas
2) Nyeri dada
3) Retensi Sputum
b. Fungsional Limitation
berat
c. Participation Retriction
47
4) Meningkatkan ekspansi sangkar toraks.
Minor
keluarga.
1. Terapi Oksigen
1) Persiapan pasien :
b) Pastikan tidak ada obstruksi jalan napas pada hidung. Jika terdapat
2) Persiapan alat :
48
Pastikan semua alat tersedia dan dapat berfungsi. Peralatan yang
ukuran yang sesuai, tabung oksigen atau sumber oksigen lainnya, regulator
oksigen yang terpasang ke sumber oksigen, dan flow meter unuk mengatur
aliran oksigen.
3) Prosedur pelaksanaan :
secara rutin.
2. MWD
1) Persiapan alat :
a) Tes alat
2) Persiapan pasien :
49
a) Sebelum memberikan modalitas Fisioterapi, pasien terlebih dahulu di
b) Bebaskan daerah yang akan di berikan alat dari pakaian dan perhiasan.
d) Tes sensibilitas.
3) Teknik pelaksanaan :
b) Jarak 10 cm.
d) Waktu 10 menit
3. TENS
1) Persiapan alat:
a) Tes alat
2) Persiapan pasien :
b) Bebaskan daerah yang akan di berikan alat dari pakaian dan perhiasan.
50
c) Posisikan pasien senyaman mungkin.
d) Tes sensibilitas.
3) Teknik pelaksanaan :
c) Waktu 10 menit
d) Intesitas 9,7 mA
4. Chest Fisioterapi
a) Postural Drainage
1) Persiapan pasien
lengkap
51
- Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi
tidak lebih dari 40 -60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit
- Anjurkan pasien tarik napas dalam dan batuk 2x, jika pasien tidak
paisen
b) Tapotementt
yang diberi postural drainage. Anjurkan pasien tarik napas dalam dan
batuk 2x, jika pasien tidak mampu batuk, lakukan vibrasi pada akhir
ekspirasi untuk membantu pasien. Jika pasien tidak batuk dan tidak
sentral bronkus.
c) Breathing Exercise
1) Persiapan pasien: posisi pasien duduk di atas bed dengan memeluk bantal
dengan kedua lutut rileks dan pasien nyaman dengan posisi tersebut.
52
diinstruksikan untuk tarik napas panjang melewati hidung dan
beberapa kali
d) Latihan batuk
deep breathing dan batuk. Posisi duduk dengan leher sedikit fleksi agar
3) Frekuensi Terapi
sehari saja.
a) Teknik Pelaksaan :
53
- Pasien duduk di kursi dengan tangan di belakang kepala, kedua tangan
- Pasien duduk di kursi dengan kedua tangan di atas kepala (fleksi shoulder
bilateral 180o dan sedikit abduksi) selama inspirasi. Minta pasien untuk
a) Teknik Pelaksaan :
2) Kemudian, palpasi bagian titik nyeri pada daerah dada dan terapis
genggam costa dekat sternum antara jari-jari telunjuk dan ibu jari.
K. Evaluasi Fisioterapi
1. Evaluasi Sesaat
Hari/
No Problematik Intervensi Evaluasi
Tanggal
54
1. 14 Oktober 1) Mengurangi sesak nafas. 1. Terapi 1. Sesak
2019 Oksigen. berkurang
2) Mengurangi nyeri dada
2. MWD. 2. Nyeri dada
3) Mengajarkan batuk efektif
3. TENS. berkurang
4) Meningkatkan ekspansi 4. Chest
Fisioterapi
sangkar toraks.
5. Mobilisasi
5) Meningkatkan volume paru.
sangkar
6) Mengurangi spasme pada M. thorax
6. Strenocostal
Upper Trapezius dan tightness
Jonit
pada M. Pectoralis Mayor
Mobilization
Minor
7) Meningkatkan toleransi
aktifitas
2. Evaluasi Berkala
Pasien hanya di tangani satu kali terapi maka kita tidak dapat melihat hasilnya
secara berkala.
55
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
saluran napas yang ditemukan pada penderita pasca tuberkulosis dengan lesi paru
yang minimal yang masih sering ditemukan pada pasien pasca Tuberkulosis dalam
Adapun gejala utama pada penderita SOPT berupa batuk berdahak, sesak
napas, penurunan ekspansi sangkar toraks. Gejala lainnya adalah demam tidak tinggi
Dari hasil penanganan fisioterapi selama 1 kali terapi di Balai Besar Kesehatan
Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar dapat diambil kesimpulan bahwa pasien yang
bernama Tn. SDL, umur 52 tahun dengan diagnosa medis Syndrome Obstruktif Post
56
1. Sesak berkurang
2. Nyeri dada berkurang
B. Saran
hal atau tindakan yang dapat memicu terjadinya penyakit tersebut seperti
kelelahan. Hendaknya pasien rajin dalam latihan Breathing Exercise seperti yang
telah diajarkan oleh terapis agar keadaan atau kondisi pasien lebih baik dan
stabil..
berolahraga.
57
DAFTAR PUSTAKA
Dye, C. Global epidemiology of tuberculosis. Lancet. 2006; 367: 938- 940. Diakses
tanggal 14 Oktober 2019 dari http://www.plosone.org/
article/findArticle.action?author=Dye&title=Global%20epidemiology%
20of%20tuberculosis
World Health Organization. Global Tuberculosis Control : WHO Report 2010. Geneva :
WHO. 2010; 1 - 218. Diakses tanggal 14 Oktober 2019 dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/ 9789241564069_eng.pdf.
Stop TB Partnership. Tuberculosis Global Fact. Geneva : WHO. 2010; 1 - 2. Diakses
tanggal 14 Oktober 2019 dari http://www.who.int/entity/tb/ publications/
2010/factsheet_tb_2010.pdf
Amin, Z., Bahar, A. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. 2007; 1576 - 1594 19
Sunaji, Fhaiqotul Vizky Amalia. 2017. Anatomi Sistem Pernafasan Bagian Bawah.
Diakses tanggal 17 Oktober 2019.
https://id.scribd.com/document/347910071/Anatomi-Sistem-Pernapasan-Bagian-
Atas-Ocie
Widiarti, Diah. 2013. Anatomi dan Fungsi Sistem Saluran Pernapasan Bagian Bawah.
Diakses tanggal 17 Oktober 2019.
https://id.scribd.com/document/149351523/Anatomi-Dan-Fungsi-Saluran-
Pernafasan-Bagian-Bawah
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2019. Tuberculosis. Jakarta Selatan.
Nur Rosmawati Ema. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Syndrome Obstructive
Post Tuberculosis (SOPT) di RS Paru Dr. Ario Wirawan. Program Studi Diploma
III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ariyani Siwi Dwi. 2014. Pemberian Terapi Oksigen dengan Nasal Kanul terhadap
Penurunan Sesak Nafas pada Asuhan Keperawatan Tn.C dengan Efusi Pleura di
Bangsal Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi. Program Studi Diploma III Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
Wardani Sukma. 2017. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Pasien Pneumonia di RSP Dr.
Ario Wirawan Salatiga. Program Studi Diploma III Jurusan Fisioterapi Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
PDPI. 2005. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Diakses tanggal 21 Oktober
2019. http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf
58
LAMPIRAN I
LEMBAR ALGORHITMA ASSESSMENT
History Taking :
Pasien pada tannga 14 oktober 2019 dengan keluhan sesak nafas dan nyeri dada serta batuk.
Dahak warna putih dan sulit dikelurkan. Pasien pernah berobat 6 bulan 8 tahun yang lalu
tapi pengobatan tidak selesai. Hasil BTA: (-), TBM: (-). Diagnosis dokter SOPT
Inspeksi
Saat statis : Wajah tampak cemas. Shoulder protraksi. Dada barel chest. Tulang belakang
kifosis
Saat dinamis :Pasien jalan secara pelan-pelan dan hati-hati. Pola nafas lambat dan dalam.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang :
59
25/09/19hasil radiologi : TB
24/09/19 S(sewaktu): negatif 07/05/2019 TCM : paru aktif dan efusi pleura
24/09/19 P (pagi) : negatif MBT not detected sinistra
24/09/19S (sewaktu) : negatif
Diagnosis ICF
Gangguan fungsional respirasi berupa sesak napas, nyeri dada dan
Penurunan Mobilitas Sangkar Thorax et causa SOPT (Syndrome
Obstructive Pasca Tuberkulosis)”
60
LAMPIRAN II
LEMBAR BAGAN ICF
Bagan ICF sesuai dengan problematik yang ditemukan berdasarkan hasil assessment
Umur : 53 tahun
Kondisi/Penyakit :
Gangguan fungsional respirasi berupa sesak napas, nyeri dada dan Penurunan
Mobilitas Sangkar Thorax et causa SOPT (Syndrome Obstructive Pasca
Tuberkulosis)”
61
LAMPIRAN III
LEMBAR INTERVENSI FISIOTERAPI
Berbagai jenis pendekatan intervensi fisioterapi sesuai dengan Evidence Based practice
Diagnosa fisioterapi: Gangguan fungsional respirasi berupa sesak napas, nyeri dada
dan Penurunan Mobilitas Sangkar Thorax et causa SOPT (Syndrome Obstructive
Pasca Tuberkulosis)”
Intervensi
62
berkurang dari T1 nilai sesak napas
63
adanya rangsangan orang pasien. Dapat disimpulkan
modalitas fisiterapi.
64
napas tetapi juga mempercepat
65
pursed lip breathing terhadap
66
67
LAMPIRAN IV
Berbagai jenis pendekatan intervensi fisioterapi yang diberikan oleh CE bersama dengan
mahasiswa praktikan.
Diagnosa Fisioterapi : Gangguan fungsional respirasi berupa sesak napas, nyeri dada
dan Penurunan Mobilitas Sangkar Thorax et causa SOPT (Syndrome Obstructive
Pasca Tuberkulosis)”
Jenis Tujuan Intervensi Alasan Klinis
Intervensi
meningkatkan ekstensibilitas
68
jaringan kolagen, maka hal ini dapat
69
transmisi sentral ke Thalamus dan
tapotement saluran nafas tetapi juga sehingga dari lokasi kelainan paru
diharapkan bertambahnya
70
napas oleh pengaruh gaya beratnya
71
meningkatkan kekuatan daya tahan
meningkatkan relaksasi
(subroto,2010)
bertambah.
72