Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam menghadapi era globalisasi ini, organisasi perlu meningkatkan kinerjanya agar
mampu bersaing dalam banyak konteks, yang bermakna bahwa kapasitas untuk berubah dari
sebuah organisasi penting sekali. Organisasi yang harus berubah adalah organisasi yang
menggabungkan pembelajaran dalam tempat kerjanya. Upayanya berupa kualitas adaptasi
dan aspek fundamental dimana individu harus melihat kedalam perubahan suatu paradigma.
Dalam kontek ini individu haruslah merubah sikap atau dengan kata lain menyesuaikan
perkembangan jaman karena individu dianggap sebagai penentu maju mundurnya suatu
organisasi.
Dikarenakan individu adalah segalanya bagi perkembangan organisasi, mungkin bisa
dikata bahwa organisasi tanpa individu adalah suatu kebohongan belaka atau tak mungkin.
Dari hal ini maka kita lihat mengenai sebagian sifat dan pemikiran individu yang harus
dimiliki demi terwujudnya suatu organisasi yang baik. Walaupun tanpa meniadakan
komponen-komponen lain seperti teknologi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana karakteristik biografis dalam perilaku keorganisasian?
1.2.2. Bagaimana kemampuan dalam perilaku keorganisasian?
1.2.3. Bagaimana kepribadian dalam perilaku keorganisasian?
1.2.4. Bagaimana pembelajaran dalam perilaku keorganisasian?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1. Untuk mengetahui karakteristik biografis dalam perilaku keorganisasian.
1.3.2. Untuk mengetahui kemampuan dalam perilaku keorganisasian.
1.3.3. Untuk mengetahui kepribadian dalam perilaku keorganisasian.
1.3.4. Untuk mengetahui pembelajaran dalam perilaku keorganisasian.
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini memiliki manfaat diantaranya :
1.4.1. Manfaat bagi Mahasiswa
Makalah ini bermanfaat menambah pengetahuan mengenai bagaimana
karakteristik biografi, kemampuan, kepribadian, dan pembelajaran dalam perilaku
keorganisasian.
1.4.2. Manfaat bagi Pendidik
Makalah ini dapat dijadikan sebagai media pembelajaran serta sumber informasi
mengenai karakteristik biografi, kemampuan, kepribadian, dan pembelajaran dalam
perilaku keorganisasian.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Keberagaman
Keragaman Individu dalam Organisasi diartikan sebagai kumpulan dari beberapa
persamaan maupun perbedaan latar belakang individu pada dimensi nilai, keyakinan, dan
opiniatau suatu hal yang penting dalam proses pengambilan keputusan
organisasi/perusahaandan suatu hal yang perlu dikelola dengan baik. Terdapat dua tipe tingkat
keragaman, yaitu :
a. Keragaman level permukaan (surface-level diversity)
Melihat perbedaan-perbedaan dalam jenis kelamin, ras, etnis, umur yang dapat
memunculkan stereotip tertentu
b. Keragaman level dalam (deep level diversity)
Melihat perbedaan dalam nilai-nilai, kepribadian, preferensi kerja, semakin mengenal
orang lain dengan lebih baik.

2.2 Karakteristik Biografi


a. Umur
Pemberi kerja menunjukkan perasaan yang berbeda mengenai pekerja yang lebih tua
dengan memandang kualitas positif lebih dimiliki mereka dengan melihat pengalaman,
etos kerja, penilaian, dan komitmen terhadap kualitas. Seiring menuanya pekerja, mereka
memiliki alternatif pekerjaan semakin sedikit karena keahlian mereka semakin spesifik
pada jenis pekerjaan tertentu. Produktivitas menurun sejalan dengan umur, seperti
kecepatan, ketangkasan, kekuatan, koordinasi melemah, dan kurangnya stimulasi
intelektual. Tetapi, tinjauan atas riset lain menunjukkan bahwa umur dan kinerja tidak
berhubungan dan pekerja yang lebih tua terlibat dalam perilaku kewargaan.
b. Jenis Kelamin
Walaupun studi metaanalisis terbaru menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pria dan
wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, keahlian analitis, motivasi, kemampuan
belajar dan berorganisasi, namun persepsi orang masih tetap memandang diskriminasi
jenis kelamin misalnya dalam hal upah, promosi pekerjaan, peran perawatan keluarga
lebih diprioritaskan kaum pria. Dalam dunia perekrutan, riset modern mengindikasikan
bahwa manajer masih dipengaruhi oleh gender saat memilih kandidat dalam posisi
tertentu.
c. Ras dan Etnis
Ras merupakan warisan biologis sebagai pengidentifikasi dirinya. Etnis merupakan
karakteristik budaya yang berkaitan erat dengan ras. Ras dan etnis sangat terkait dengan
keputusan perekrutan, evaluasi kinerja, gaji, dan diskriminasi tempat kerja. Dalam latar
pekerjaan, individu lebih memihak kolega dari ras yang sama dalam evaluasi kinerja,
keputusan promosi, dan kenaikan gaji. Diskriminasi apapun berujung pada meningkatnya
perputaran pekerja yang berbahaya bagi kinerja organisasi.
d. Disabilitas
Menurut undang-undang ADA (Americans with Disabilities Act) pemberi kerja
disyaratkan menyediakan akomodasi sesuai sehingga penyandang disabilitas tetap bisa
menjalankan bahkan meningkatkan kinerjanya dalam perusahaan tersebut. Penyandang
disabilitas dikelompokkan menjadi disabilitas fisik dan disabilitas mental. Dampak
disabilitas pada hasil pekerjaan telah dikaji bahwa penyandang disabilitas menerima
evaluasi kinerja yang lebih tinggi, namun mereka cenderung menemukan ekspektasi
kinerja yang lebih rendah dan kemungkinan kecil dipekerjakan.

Karakteristik Biografis Lainnya

a. Masa Kerja
Masa Kerja dinyatakan sebagai pengalaman kerja, dilihat sebagai sebuah predictor yang
baik dalam produktivitas pekerja. Masa kerja merupakan sebuah variable yang mampu
menjelaskan perputaran pekerja, semakin lama seseorang dalam pekerjaan maka
semakin kecil kemungkinan untuk resign.
b. Agama
Kepercayaan dapat menjadi suatu isu pekerjaan saat kepercayaan agama melarang atau
mendorong perilaku tertentu. Individu yang religious dapat beranggapan bahwa mereka
memiliki kewajiban untuk menunjukkan kepercayaan di tempat kerja, dan mereka yang
tidak memiliki kepercayaan lain mungkin merasa keberatan.
c. Orientasi Seksual dan Identitas Gender
Untuk identitas jenis kelamin, perusahaan semakin menempatkan kebijakan untuk
mengelola bagaimana organisasi mereka memperlakukan pekerja yang disebut
transgender. Oleh karena itu, orientasi seksual dan identitas gender tetap menjadi
perbedaan individu yang menerima perlakuan sangat berbeda menurut hukum kita dan
diterima cukup berbeda dalam organisasi berbeda.
d. Identitas Budaya
Praktik tempat kerja yang bertentangan dengan norma dari identitas budaya sangat
umum. Meskipun demikian, akibat integrase global dan perubahan pasar tenaga kerja,
perusahaan global berusaha untuk memahami dan menghormati identitas budaya
pekerjanya, baik sebagi kelompok maupun individu.

2.3 Kemampuan
Kemampuan adalah kapasitas individu saat ini untuk melakukan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan.
2.2.1. Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual dalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan
aktivitas mental berfikir, penalaran, dan memecahkan masalah.Orang-orang cerdas
umumnya memperoleh lebih banyak uang dan memperoleh tingkat Pendidikan yang
lebih tinggi, mereka juga semakin mungkin untuk muncul sebagai pemimpin
kelompok. Meskipun demikian, saat orang-orang tidak selalu menilai kemampuan
kognitifnya secara benar, faktor- faktor asli dan yang memengaruhi, serta pengujian
IQ adalah kontroversial.
2.2.2. Kemampuan Fisik
Kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang menurut daya stamina,
kecekatan, dan keterampilan. Kalau kemampuan intelektual berperan dalam pekerjaan
yang rumit, kemampuan fisik hanya menguras kapabilitas fisik. Kinerja pegawai dapat
ditingkatkan apabila terdapat kesesuaian yang cukup signifikan antara kemampuan
dengan jabatannya. Demikian sebaliknya, apabila terdapat kesenjangan antara
keduanya maka kinerja akan rendah dan cenderung pegawai tersebut akan gagal.
2.2.3. Peran Disabilitas
Individu memiliki kemampuan berbeda yang dapat dipertimbangkan dalam membuat
keputusan perekrutan tidaklah problematis.Meskipun demikian, adalah diskriminatif
untuk membuat asumsi kosong atas dasar difabilitas.Juga mungkin untuk
mengakomodasi penyandang difabilitas.

2.3 Kepribadian
2.3.1. Definisi Kepribadian
Para Psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep dinamis
yang mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh system psikologi
seseorang. Definisi kepribadian yang paling sering digunakan dibuat oleh Gordon
Allport dimana Ia mengatakan bahwa kepribadian adalah “organisasi dinamis dalam
sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri
secara unik terhadap lingkungannya”. Selain itu kepribadian juga didefinisikan sebagai
keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu
lain.

2.3.2. Faktor-faktor Penentu Kepribadian


a. Faktor Keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu yang dapat dilihat mulai
dari tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks,
tingkat energi dan irama biologis adalah karakteristik pada umumnya. Pendekatan
keturunan berpendapat bahwa penjelasan pokok mengenai kepribadian seseorang
adalah struktur molekul dari gen yang terdapat dalam kromosom.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan dimana kita tinggal sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan
kepribadian pada setiap individu. Pembentukan karakter kita adalah melalui
lingkungan dimana kita tinggal, tumbuh dan dibesarkan, norma dalam keluarga,
teman-teman dan kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami.
2.3.3. Sifat-sifat Kepribadian
Sifat-sifat kepribadian merupakan karakteristik yang sering muncul dan
mendeskripsikan perilaku seorang individu. Semakin konsisten dan sering munculnya
karakteristik tersebut dalam berbagai situasi, maka akan semakin mendiskripsikan
karakteristik seorang individu. Para peneliti menyakini bahwa sifat-sifat kepribadian
dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan
individu, dan memandu keputusan pengembangan karier. Adapun dua pendekatan
yang dijadikan kerangka untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sifat-sifat
seseorang, yaitu :
a. The Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)
Merupakan instrumen penilaian yang berisi 100 pertanyaan mengenai bagaimana
individu akan merasa atau bertindak dalam situasi tertentu. Berdasarkan jawaban-
jawaban yang diberikan dalam tes tersebut, individu diklasifikasikan ke dalam 4
macam karakteristik, yaitu
 Ekstraver versus Introver (E vs I), ekstraver digambarkan sebagai individu
yang ramah, suka bergaul, dan tegas. Sedangkan introver digambarkan sebagai
individu yang pendiam dan pemalu.
 Sensitif versus Intuitif (S vs N), sensitif digambarkan sebagai individu yang
praktis dan lebih menyukai rutinitas dan urutan. Sedangkan intuitif
mengandalkan proses-proses tidak sadar dan melihat gambaran umum.
 Pemikir versus Perasa (T vs F), pemikir digambarkan sebagai individu yang
menggunakan alasan dan logika untuk menangani berbagai masalah.
Sedangkan perasa mengandalkan nilai-nilai dan emosi pribadi.
 Memahami versus Menilai (J atau P), memahami digambarkan sebagai
individu yang menginginkan kendali dan lebih suka dunia teratur dan
terstruktur. Sedangkan menilai digambarkan sebagai individu yang cenderung
lebih fleksibel dan spontan.

Meskipun MBTI merupakan instrumen yang paling banyak digunakan dalam


penilaian kepribadian seseorang, MBTI masih mempunyai kelemahan yakni
memaksakan seseorang untuk dikategorikan sebagai satu jenis atau jenis yang lain.
b. Model Lima Besar
Ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang atau Big Five
Model, antara lain :
 Ekstraversi (Extraversion), merupakan dimensi kepribadian yang
mengungkapkan tingkat kenyamanan seseorang dalam berhubungan dengan
individu lain. Mendiskripsikan seseorang yang suka bergaul, suka berteman, dan
tegas.
 Mudah Akur Atau Mudah Sepakat (Agreeableness), merupakan dimensi
kepribadian yang merujuk pada kecenderungan individu untuk patuh terhadap
individu lainnya. Mendeskripsikan seseorang yang bersifat baik, kooperatif, dan
penuh kepercayaan.
 Sifat Berhati-Hati (Conscientiousness), merupakan dimensi kepribadian yang
menjadi ukuran kepercayaan. Mendeskripsikan seseorang yang bertanggung
jawab, bisa dipercaya, gigih, dan teratur.
 Stabilitas Emosi (Emotional Stability), merupakan dimensi kepribadian yang
menilai kemampuan seseorang untuk menahan stres. Menggolongkan seseorang
sebagai orang yang tenang, percaya diri, memiliki pendirian yang teguh (positif).
 Terbuka Terhadap Hal-Hal Yang Baru (Openness To Experience), merupakan
dimensi yang mengelompokkan individu berdasarkan lingkup minat dan
ketertarikannya terhadap hal-hal baru.

2.3.4. Menilai Kepribadian


a. Survei Mandiri
Survei yang diisi oleh individu adalah cara paling umum yang digunakan untuk
menilai kepribadian. Kekurangan dari survei jenis ini adalah individu mungkin
berbohong atau mungkin hanya menunjukan kesan yang baik guna mendapatkan
hasil test yang baik. Hal ini tentunya akan menjadi masalah jika hasil survey
dijadikan dasar untuk penerimaan karyawan.
b. Survei Peringkat oleh Pengamat
Survei ini dikembangkan untuk memberikan suatu penilaian bebas mengenai
kepribadian seseorang. Survei ini dapat dilakukan oleh rekan kerja. Meskipun
survey mandiri dan survey oleh pengamat sangat berkaitan, namun survei peringkat
terbukti merupakan dasar pertimbangan yang yang lebih baik atas keberhasilan
suatu pekerjaan.
c. Ukuran Proyeksi (Rorshach Inkbolt Test dan Tematic Apperception Test)
Dalam Rorshach Inkbolt Test individu diminta untuk menyatakan menyerupai
apakah inkbolt yang disediakan. Tematic Apperception Test adalah serangkaian
gambar pada kartu. Individu yang diuji diminta untuk menuliskan kisah dari setiap
gambar yang dilihatnya. Dengan Rorshach Inkbolt Test dan Tematic Apperception
Test, para ahli kemudian menilai respon-respon tersebut. Penilaian respon tersebut
terbukti sebagai suatu tantangan karena para ahli seringkali menilai hasil-hasil
tersebut secara berbeda satu sama lain, sehingga ukuran proyeksi dianggap tidak
efektif.

2.3.5. Sifat Kepribadian Utama yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi


a. Evaluasi Inti Diri
Evaluasi inti diri adalah tingkat dimana Individu memiliki pandangan yang berbeda
mengenai apakah mereka menyukai dirinya atau tidak menyukai diri mereka dan
apakah mereka menganggap diri mereka sendiri cakap dan efekfif. Evaluasi inti
diri seseorang ditentukan oleh dua elemen utama yanitu :

 Harga diri  tingkat dimana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka
sendiri dan sampai mana mereka menganggap diri mereka berharga sebagai
manusia.
 Lokus kendali  tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu
nasib mereka sendiri.
b. Machiavellianisme
Individu dengan sifat ini cenderung pragmatis, mempertahankan jarak emosional
dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. Individu dengan karakteristik
Mach yang tinggi melakukan lebih banyak manipulasi, lebih banyak memperoleh
kemenangan, tidak mudah terbujuk akan tetapi sangat pandai dalam membujuk
dibandingkan dengan individu yang mempunyai tingkat Mach yang rendah.
c. Narsisme
Narsisisme menggambarkan seseorang yang mempunyai rasa kepentingan diri yang
berlebihan, perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan, membutuhkan
pengakuan, mengutamakan diri sendiri dan arogan.
d. Pemantauan Diri
Pemantauan diri merujuk pada kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan
perilakunya dengan faktor-faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat
pemantau diri yang tinggi menunjukan kemampuan yang sangat baik dalam
menyesuaikan perilaku mereka dengan faktor situasional eksternal.
e. Pengambilan Resiko
Individu memiliki keberanian yang berbeda-beda untuk mengambil keputusan.
Kecenderungan untuk mengambil atau menghindari risiko telah terbukti
berpengaruh terhadap berapa lama untuk membuat suatu keputusan serta berapa
banyak informasi yang dibutuhkan sebelum membuat pilihan.
f. Kepribadian Tipe A dan B

Karakteristik individu tipe A :

 Selalu bergerak, berjalan dan makan dengan cepat.


 Merasa tidak sabaran.
 Berusaha keras untuk melakukan dan memikirkan dua hal atau lebih pada saat
bersamaan.
 Tidak dapat menikmati waktu luang.
 Terobsesi dengan angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang
bias mereka peroleh.
Karakteristik individu tipe B

 Tidak pernah mengalami keterdesakan waktu atau ketidaksabaran.


 Merasa tidak perlu memperhatika atau mendiskusikan pencapaian maupun
prestasi mereka kecuali atas tuntutan situasi.
 Bersenang – senang dan bersantai daripada berusaha menunjukan keunggulan
mereka.
 Bisa santai tanpa merasa bersalah.
g. Kepribadian Proaktif
Sikap yang cenderung opurtunitis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga
berhasil mencapai cita-citanya disebut dengan kepribadian proaktif. Mereka
menciptakan perubahan tanpa memperdulikan batasan atau halangan. Individu
proaktif cenderung dapat dijadikan pemimpin dan kemungkinan besar bertindak
sebagai agen perubahan dalam organisasi.

2.4 Pembelajaran
Definisi pembelajaran secara umum adalah setiap perubahan perilaku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Ironisnya disini kita dapat mengatakan
bahwa perubahan perilaku menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi dan pembelajaran
adalah perubahan perilaku. Sedangkan definisi lain menurut Robbins (2001) mengatakan
pembelajaran dalam prespektif perilaku keorganisasian adalah proses perubahan yang relatif
konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena pengalaman atau pelatihan. Menurut Robbins
ada 3 teori untuk menjelaskan bagaimana orang mendapatkan pola-pola perilaku, yaitu
sebagai berikut:

2.4.1. Pengkondisian Klasik


Pengkondisian klasik tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing
mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering. Model ini
diperkenalkan oleh seorang ahli fisiolog Rusia bernama Ivan Pavlov pada tahun 1900-
an. Pada dasarnya, model ini mempelajari sebuah respons berkondisi mencakup
pembangunan hubungan antara rangsangan berkondisi dan rangsangan tidak
berkondisi. Ketika rangsangan tersebut, yang satu menggoda dan yang lainnya netral,
dipasangkan rangsangan yang netral menjadi sebuah rangsangan berkondisi dan
dengan demikian mengambil sifat-sifat dari rangsangan tidak berkondisi tersebut.

2.4.2. Pengkondisian Operant


Pengkondisian operant menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari
konsekuensi- konsekuensinya. Individu belajar berperilaku untuk mendapatkan
sesuatu yang mereka inginkan atau menghindari sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Perilaku operant berarti perilaku secara sukarela atau yang dipelajari, kebalikan dari
perilaku refleksi atau tidak dipelajari. Kecendrungan untuk mengulangi perilaku
seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-
konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan demikian, penegasan akan
memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut
diulangi. Psikolog Harvard, B. F. Skinner, mengemukakan bahwa menciptakan
konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan
meningkatkan frekuensi perilaku tersebut. Ia mendemonstrasikan bahwa individu
berkemungkinan besar akan melakukan perilaku yang diharapkan jika mereka
ditegaskan secara positif untuk melakukannya, paling efektif, penghargaan diberikan
segera setelah respons yang diharapkan diperoleh dan perilaku yang tidak diberi
penghargaan atau dihukum, berkemungkinan lebih kecil untuk di ulang.

2.4.3. Pembelajaran Sosial


Seseorang dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada individu lain
dan hanya dengan diberi tahu mengenai sesuatu, seperti belajar dari pengalaman
langsung. Disini teori pembelajaran sosial adalah sebuah perluasan dari pengkondisian
operant. Teori ini berasumsi bahwa sebuah fungsi dari konsekuensi teori ini juga
mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan atau observasi dan
pentingnya persepsi dalam pembelajaran. Individu merespon pada bagaimana mereka
merasakan dan mendefinisikan konsekuensi, bukan pada konsekuensi objektif itu
sendiri.
Ada empat model yang telah ditemukan oleh Robbins (2001) untuk menentukan
pengaruh sebuah model pada seorang individu, yaitu:
a. Proses perhatian. Individu berminat belajar dari suatu model bila model itu cukup
dikenal, cukup dapat menarik perhatiannya sedemikian rupa serta apa yang
disajikan penting buatnya.
b. Proses penyimpanan. Pengaruh dari suatu model bergantung kepada seberapa baik
individu mengingat tindakan model setelah model tersebut tidak lagi tersedia.
c. Proses reproduksi motor. Setelah seseorang melihat sebuah perilaku baru dengan
mengamati model, pengamatan tersebut harus diubah menjadi tindakan. Proses ini
kemudian menunjukkan bahwa individu itu dapat melakukan aktivitas yang
dicontohkan oleh model tersebut.
d. Proses penegasan. Individu akan termotivasi untuk menampilkan perilaku yang
dicontohkan jika tersedia insentif positif atau penghargaan. Perilaku yang
ditegaskan secara positif akan mendapat lebih banyak perhatian, dipelajari dengan
lebih baik dan dilakukan lebih sering.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setiap Individu adalah pribadi yang unik. Secara biografis individu memiliki
karakteristik yang jelas bisa terbaca, seperti usia, jenis kelamin, ras, disabilitas dan lama
bekerja yang bersifat objektif dan mudah diperoleh dari catatan personel. Karakteristik-
karakteristik ini berpengaruh terhadap pekerjaan nantinya. Setiap individu pun memiliki
kemampuan yang berbeda, kemampuan secara langsung mempengaruhi tingkat kinerja dan
kepuasan karyawan melalui kesesuaian kemampuan pekerjaan. Dari sisi pembentukan
perilaku dan sifat manusia, perilaku individu akan berbeda di karenakan oleh kemampuan
yang dimilikinya juga berbeda.
Kepribadian dapat diartikan keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan
berinteraksi. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur
yang ditunjukkan oleh seseorang. Sifat-sifat kepribadian yang mempengaruhi perilaku
organisasi diantaranya : evaluasi diri, machiavellianisme, narsisme, pemantauan diri,
pengambilan resiko, kepribadian tipe A dan B, serta kepribadian proaktif.
Pembelajaran dalam prespektif perilaku keorganisasian adalah proses perubahan
yang relatif konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena pengalaman atau pelatihan.
Menurut Robbins ada 3 teori untuk menjelaskan bagaimana orang mendapatkan pola-pola
perilaku, yaitu sebagai berikut: (1) Pengkondisian Klasik, (2) Pengkondisian Operant, (3)
Pembelajaran Sosial.

3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya keragaman dalam organisasi, organisasi dapat memperoleh
berbagai pandangan, kemampuan, dan berbagai hal untuk mengatasi permasalahan
organisasi atau perusahaan, dan dapat juga meningkatkan efektifitas perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai