Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Masyarakat dan Masalah Kesehatan
1. Definisi
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau
dengan istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinu dan terkait oleh suatu identitas bersama.
Masyarakat atau komunitas adalah menunjuk kepada bagian
masyarakat yan bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografi)
dengan batas-batas tertentu, dimana yang menjadi dasarnya adalah
interaksi yang lebih besqr dari anggota-anggotanya, dibandingkan dengan
penduduk di luar batas wilayahnya.
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup
dan bekerja sama, sehingga dapat mengorganisasikan diri dan berpikir
tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2. Ciri-ciri Masyarakat
Dari berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
masyarakat itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Interaksi diantara sesama anggota masyarakat.
Di dalam masyarakat terjadi interaksi sosial yang merupakan
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
perseorangan, antara kelompok-kelompok, maupun antara
perseorangan dengan kelompok, untuk terjadinya interaksi sosial
harus memiliki dua syarat yaitu, kontak sosial dan komunikasi.
b. Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu.
Suatu kelompok masyarakat menempati suatu wilayah tertentu
menurut suatu keadaan geografis sebagai tempat tinggal
komunitasnya, baik dalam ruang lingkup yang kecil RT/RW, Desa
Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, dan bahkan Negara.
c. Saling tergantung satu dengan yang lainnya.
Anggota masyarakat yang hidup pada suatu wilayah tertentu
saling tergantung satu dengan lainnya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai
keterampilan sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-
masing. Mereka hidup saling melengkapi, saling memenuhi agar
tetap berhasil dalam kehidupannya.
d. Memiliki adat istiadat tertentu/kebudayaan.
Adat istiadat dan kebudayaan diciptakan untuk mengatur
tantanan kehidupan bermasyarakat, yang mencakup bidang yang
sangat luas diantara tata cara berinteraksi antara kelompok-
kelompok yang ada di masyarakat, apakah itu dalam perkawinan,
kesenian, mata pencaharian, sistem kekerabatan dan sebagainya.
e. Memiliki identitas bersama.
Suatu kelompok masyarakat memiliki identitas yang dapat
dikenali oleh anggota masyarakat lainnya, hal ini penting untuk
menopang kehidupan dalam bermasyarakat yang lebih luas.
Identitas kelompok dapat berupa lambang-lambang bahasa,
pakaian, simbol-simbol tertentu dari perumahan, benda-benda
tertentu seperti alat pertanian, mata uang, senjata tajam,
kepercayaan dan sebagainya.
3. Tipe-tipe Masyarakat
Menurur Gilin Andilin lembaga masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Dilihat dari Sudut Perkembangannya
1) Cresive institution
Lembaga masyakarat yang paling primer, merupakan lembaga-
lembaga yang secara tidak disengaja tumbuh dari adat istiadat
masyarakat yang menyangkut: hak milik, perkawinan, agama
dan sebagainya.
2) Enacted institution
Lembaga kemasyarakatan yang sengaja dibentuk untuk
memenuhi tujuan tertentu, misalnya yang menyangkut:
lembaga utang piutang, lemabaga perdagangan, pertanian,
pendidikan yang kesemuanya berakar kepada kebiasaan-
kebiasaan dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman dalam
melaksanakan kebiasaan-kebiasaan tersebut disistematisasi,
yang kemudian dituangkan kedalam lembaga-lembaga yang di
syah kan oleh negara.
b. Dari Sudut Sistem Nilai yang Diterima oleh Masyarakat
1) Basic Institution
Adalah lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk
memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat,
diantaranya keluarga, sekolah-sekolah yang dianggap sebagai
instutisi dasar yang pokok.
2) Subsidiary Institution
Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang muncul tetapi
dianggap kurang penting, karena untuk memenuhi kegiatan-
kegiatan tertentu saja. Misalnya pembentukan panitia rekreasi,
pelantikan/wisuda bersama atau yang lainnya.
c. Dari Sudut Penerimaan Masyarakat
1) Approved atau Social Sanctioned Institution
Adalah lembaga yang diterima oleh masyarakat seperti
sekolah, perusahaan, koperasi dan sebagainya.
2) Unsanctioned Institution
Adalah lembaga-lembaga masyarakat yang ditolak oleh
masyarakat, walaupun kadang-kadang masyarakat tidak dapat
memberantasnya, misalnya kelompok penjahat, pemeras,
pelacur, gelandangan dan pengemis, dll.
d. Dari Sudut Penyebarannya
1) General Institution
Adalah lembaga masyarakat didasarkan atas faktor
penyebarannya. Misalnya agama karena dikenal hampir semua
masyarakat dunia.
2) Restricted Institution
Adalah lembaga-lembaga agama yang dianut oleh masyarakat
tertentu saja misalnya budha banyak dianut oleh muaythai,
Vietnam, kristen katolik banyak dianut oleh masyarakat Itali,
Perancis, islam oleh masyarakat Arab, dan sebagainya.
e. Dari Sudut Fungsi
1) Operative Institution
Adalah lembaga masyarakat yang menghimpun pola-pola atau
tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang
bersangkutan, seperti lembaga industri.
2) Regulatif Institutional
Adalah lembaga yang bertujuan untuk mengawasi adat istiadat
atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak daripada
lembaga itu sendiri, misalnya lembaga hukum diantaranya
kejaksaan, pengadilan dan sebagainya.

4. Ciri-ciri Masyarakat Indonesia


Dilihat dari struktur sosial dan kebudayaan masyarakat Indonesia dibagi
dalam 3 kategori dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Masyarakat desa
1) Hubungan keluarga dan masyarakat sangat kuat
2) Hubungan didasarkan kepada adat istiadat yang kuat sebagai
organisasi yang kuat
3) Percaya kepada kekuatan-kekuatan gaib
4) Tingkat buta huruf relatif tinggi
5) Berlaku hukum tidak tertulis yang isinya diketahui dan dipahami
oleh setiap orang
6) Tidak ada lembaga pendidikan khusus dibidang teknologi dan
keterampilan diwariskan oleh orangtua langsung kepada
keturunannya
7) Sistem ekonomi sebagian besar ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga dan sebagian kecil dijual dipasaran untuk
memenuhi kebutuhan lainnya. Dan uang berperan sangat terbatas
8) Semangat gotong royong dalam bidang sosial dan ekonomi sangat
kuat
b. Masyarakat Madya
1) Hubungan keluarga masih tetap kuat dan hubungan
kemasyarakatan mulai mengendor
2) Adat istiadat masih di hormati, dan sikap masyarakat mulai
terbuka dari pengaruh luar
3) Timbul rasionalitas pada cara berpikir, sehingga kepercyaan
terhadap kekuatan-kekuatan gaib mulai berkurang dan akan timbul
kembali apabila telah kehabisan akal
4) Timbul lembaga pendidikan formal dalam masyarakat terutama
pendidikan dasar dan menengah
5) Tingkat buta huruf sudah mulai menurun
6) Hukum tertulis mulai mendampingi hukum tidak tertulis
7) Ekonomi masyarakat lebih banyak mengarah kepada produksi
pasaran, sehingga menimbulkan deferensiasi dalam struktur
masyarakat karenanya uang semakin meningkat penggunaannya
8) Gotong tradisiona tinggal untuk keperluan sosial di kalangan
keluarga dan tetangga. Dan kegiatan-kegiatan umum lainnya
didasarkan uupah
c. Masyarakat Modern
1) Hubungan antar manusia didasarkan atas kkepentingan-
kepentinganpribadi
2) Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam
suasana saling pengaruh mempengaruhi
3) Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap manfaat ilmu
pengetahuan dan tekonolgi sebagai sarana untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
4) Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian
yang dalat di pelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga
keterampilan dan kejuruan
5) Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata
6) Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang kompleks
7) Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar yang didasarkan atas
penggunaan uang dan alat pembayaran lainnya

d. Masyarakat Sehat
1) Peningkatan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat
2) Mengatasi masalah kesehatan sederhana melalui upaya
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan terutama untuk ibu dan anak
3) Peningkatan upaya kesehatan lingkungan terutama penyediaan
sanitasi dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup
4) Peningkatan status gizi masyarakat berkaitan dengan peningkatan
status sosial ekonomi masyarakat
5) Penurunan angkat kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan
penyakit
5. Indikator Ciri masyarakat sehat
Menurut WHO beberapa indikator dari masyarakat sehat adalah:
a. Keadan yang berhubungan dengan status kesehatan masyarakat,
meliputi:
1) Indikator komprehensif
a) Angka kematian kasar menurun
b) Rasio angka mortalitas propesional rendah
c) Umur harapan hidup menigkat.
2) Indikator spesifik
a) Angka kematian ibu dan anak menurun
b) Angka kematian karena penyakit menular menurun
c) Angka kelahiran mmenurun.
3) Indikator pelayanan kesehatan
a) Rasio antara tenaga kesehatan dan jumlah penduduk seimbang
b) Distribusi tenaga kesehatan merata
c) Informasi lengkap tentang jumlah tempat tidur di rumah sakit,
fasilitas kesehatan lain, dan sebagainya
d) Informasi tentang jumlah sarana pelayanan kesehatan
diantaranya rumah sakit, puskesmas, rumah bersalin dan
sebagainya.
B. Konsep Pengabdian Kepada Masyarakat
1. Definisi Pengabdian masyarakat
Pengabdian masyarakat adalah suatu kegiatan yang bertujuan
membantu masyarakat tertentu dalam beberapa aktivitas tanpa
mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun. Secara umum program ini
dirancang oleh berbagai universitas atau institut yang ada di Indonesia
untuk memberikan kontribusi nyata bagi bangsa Indonesia, khususnya
dalam mengembangkan kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Kegiatan Pengabdian Masyarakat merupakan salah satu bagian dari Tri
Dharma Perguruan Tinggi (Menristekdikti, 2016).
Pengertian Pengabdian kepada Masyarakat Menurut Direktorat Riset
dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (2011:4), pengabdian
kepada masyarakat atau kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah
kegiatan yang mencakup upaya-upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia antara lain dalam hal perluasan wawasan, pengetahuan maupun
peningkatan keterampilan yang dilakukan oleh civas akademika sebagai
perwujudan dharma bakti serta wujud kepedulian untuk berperan katif
meningkatkan kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat luas terlebih
bagi masyarakat ekonomi lemah.
Konsep pengabdian kepada masyarakat di PTKIN bersumber dari
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengabdian kepada
masyarakat, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, Peraturan Menteri Agama Nomor 55 tentang
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di PTKIN dan Keputusan
Dirjen Pendidikan Islam Nomor 4352 tentang Pengabdian kepada
Masyarakat di PTKIN. Regulasi tersebut sudah mengatur tentang
pengertian, asas, dan pendanaan pengabdian kepada masyarakat di PTKIN
(Menristekdikti, 2016).
Namun, setiap PTKIN akan memiliki bentuk dan metode yang berbeda
dengan regulasi yang dibuat tersebut sehingga diperlukan kajian mengenai
implementasi tentang konsep pengabdian kepada masyarakat itu di
PTKIN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi
konsep PkM pada PTKIN, untuk membandingkan berbagai implementasi
bentuk PkM yang pada PTKIN dan untuk mengidentifikasi berbagai
metode implementasi PkM pada PTKIN. Kerangka pemikiran penelitian
ini menggunakan Tipologi Pengabdian Morton tentang cara pandang dan
model pengabdian kepada masyarakat. Paradigma pertama dikenal dengan
nama Charity (Bhakti Sosial atau sedekah). Asumsi dari pemikiran ini
adalah bahwa kampus merupakan pihak yang punya sumber daya
pengetahuan dan teknologi dan karena itu berkewajiban untuk
memberikannya atau mensedekahkannya kepada masyarakat. Paradigma
kedua adalah Project (Proyek).
2. Tujuan Pengabdian Masyarakat di Perguruan Tinggi
a. Menciptakan inovasi teknologi untuk mendorong pembangunan
ekonomi Indonesia dengan melakukan komersialisasi hasil penelitian;
b. Memberikan solusi berdasarkan kajian akademik atas kebutuhan,
tantangan, atau persoalan yang dihadapi masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung;
c. Melakukan kegiatan yang mampu mengentaskan masyarakat tersisih
(preferential option for the poor) pada semua strata, yaitu masyarakat
yang tersisih secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya;
d. Melakukan alih teknologi, ilmu, dan seni kepada masyarakat untuk
pengembangan martabat manusia dan kelestarian sumber daya alam.
3. Definisi Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
Pembangunan kesehatan masyarakat desa adalah rangkaian kegiatan
masyarakat yang dilaksanakan atas dasar gotong royong dan swadaya
dalam rangka menolong diri sendiri dalam memecahkan masalah untuk
memenuhi kebutuhannya dibidang kesehatan dan dibidang lain yang
berkaitan agar mampu mencapai kehidupan sehat sejahtera.
PKMD adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dari
masyarakat untuk masyarakat. Pengembangan dan pembinaan yang
dilakukan oleh pemerintah adalah suatu pendekatan, bukan program yang
berdiri sendiri.
PKMD merupakan bagian integral dari pembangunan desa secara
keseluruhan, kegiatan dilaksanakan dengan membentuk mekanisme kerja
yang efektif antara instansi yang berkepentingan dalam pembinaan
masyarakat desa.
4. Tujuan PKMD
Tujuan umum dari PKMD ini adalah untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat menolong diri sendiri dibidang kesehatan dalam rangka
meningkatkan mutu hidup. Adapun tujuan khususnya diantaranya:
a. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan potensi yang
dimilikinya untuk menolong diri mereka sendiri dalam
meningkatkan mutu hidup mereka
b. Mengembankan kemampuan dan prakarsa masyarakat untuk
berperan secara aktif dan berswadaya dalam meningkatkan
kesejahteraan mereka sendiri.
c. Menghasilkan lebih banyak tenaga-tenaga masyarakat setempat
yang mampu terampil serta mau berperan aktif dalam kegiatan
pembangunan desa.
d. Meningkatkan kesehatan masyarakat dalam arti memenuhi
beberapa indikator seperti:
1) Angka kesakitan menurun
2) Angka kematian menurun, terutama bayi dan anak
3) Angka kelahiran menurun
4) Menurunnya angka kekurangan gizi pada anak balita
5. Ciri-ciri PKMD
a. Kegiatan dilaksanakan atas dasar kesadaran, kemampuan dan prakarsa
masyarakat sendiri, dalam arti bahwa kegiatan dimulai dengan
kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan yang memang disarankan
oleh masyarakat sendiri sebagai kebutuhan.
b. Perencanaan kegiatan ditetapkan oleh masyarakat secara musyawarah
dan mufakat.
c. Pelaksanaan kegiatan berlandaskan pada peran serta aktif dan swadaya
masyarakat dalam arti memanfaatkan seacara optimal kemampuan dan
sumber daya yang dimiliki masyarakat
d. Masukan dari luar hanya bersifat memacu, melengkapi dan
menunjang, tidak mengakibatkan ketergantungan
e. Kegiatan dilakukan oleh tenaga-tenaga masyarakat setempat
f. Memanfaatkan teknologi tepat guna
6. Prinsip-prinsip PKMD
a. Kegiatan masyarakat sebaiknya dimulai dengan kegiatan yang
memenuhi kebutuhan masyarakat setempat walaupun kegiatan tersebut
bukan merupakan kegiatan kesehatan secara langsung. ini berarti
bahwa kegiatan tidak hanya terbatas pada aspek kesehatan saja,
melainkan juga mencangkup aspek-aspek kehidupan lainnya yang
secara tidak langsung menunjang peningkatan taraf kesehatan.
b. Dalam membina kegiatan masyarakat diperlukan kerjasama yang baik
antar dinas-dinas/instansi/lembaga lainnya yang bersangkutan ataupun
antar dinas-dinas/instansi/lembaga dengan masyarakat.
c. Dalam hal masyarakat tidak dapat memecahkan masalah atau
kebutuhannya sendiri, maka pelayanan langsung diberikan oleh sector
yang bersangkutan
7. Wadah Kegiatan PKMD
Kegiatan PKMD merupakan bagian integral dari pembangunan desa,
sedangkan wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa adalah
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), maka dengan sendirinya
wadah kegiatan PKMD adalah LKMD. Pembangunan PKMD yang
bersifat lintas sectoral dengan sendirinya merupakan bagian dari tugas Tim
Pembina LKMD.
8. Strategi Pembinaaan
a. Tim Pembina PKMD dimasing-masing tingkat sekaligus dijadikan
sebagai forum koordinasi dimasing-masing tingkat.
b. Setiap kegiatan partisipasi masyarakat yang akan dipromosikan oleh
salah satu sektor, terlebih dahulu dibahas dalam forum koordinasi,
untuk memungkinkan bantuan dari sektor-sektor lain untuk
menghindari tumpeng tindih.
c. Jenis bantuan apapun yang akan dijalankan harus berdasarkan pada
proporsi kebutuhan masyarakat setempat.
d. Seluruh tahap kegiatan, mulai dari persiapan, perencanaan,pelaksanaan
penilaian pembinaan sampai pada perluasan dilakukan oleh
masyarakat sendiri dan dimana perlu dibantu oleh Pemerintah secara
lintas program dan lintas sectoral.
e. Wadah kegiatan PKMD adalah lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
(LKMD) sesuai Surat Keputusan Presiden Nomor 28 tentang
“Penyempurnaan dan penempatan fungsi Lembaga Swadaya Desa
menjadi LKMD. Maka, pada dasarnya LKMD merupakan wadah
partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.
f. PKMD adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dari
masyarakat untuk masyarakat. Pengembangan dan pembinaan yang
dilakukan oleh pemerintah adalah suatu pendekatan, bukan program
yang berdiri sendiri.
9. Pengembangan dan Pembinaan
a. Pengembangan dan pembinaan PKMD berpedoman pada GBHN
b. Pengembangan dan pembinaan PKMD dilaksanakan dengan
kerjasama lintas program dan lintas sectoral melslui prndekatan
edukatif
c. Koordinasi pembinaan melalui jalur fungsional pada tiap tingkatan,
tingkat provinsi oleh gubernur, kabupaten oleh bupati, kecamatan oleh
camat.
d. PKMD merupakan bagian integral dari pembangunan desa secara
keseluruhan.
e. Kegiatan dilaksanakan dengan membentuk mekanisme kerja yang
efektif antara instansi yang berkepentingan dalam pembinaan
masyarakat desa.
f. Puskesmas sebagai pusat pengembangan dan pembangunan kesehatan
berfungsi sebagai dinamisator
10. Mekanisme pembinaan peran sera masyarakat dalam PKMD
Untuk mengenal masalah dan kebutuhan mereka sendiri, masyarakat
mendapatkan bimbingan dan motivasi dari puskesmas yang bekerjasama
dengan sektor-sektor yang bersangkutan. Pemuka masyarakat diarahkan
untuk membahas masalah dan kebutuhan yang dirasakan oleh mereka dan
membimbing untuk memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya
dengan menggunakan sumber daya setempat yang tersedia.
Dalam hal masalah atau kebutuhan hanya sebagian dapat diatasi
sendiri, maka puskesmas bersama dengan sektor yang bersangkutan
memberi bantuan teknis atau materi yang dibutuhkan dengan catatan
bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam hal masalah
dan kebutuhan masyarakat tidak mungkin diatasi sendiri, maka pelayanan
langsung daberikan oleh puskesmas dana tau sektor yang bersangkutan.
11. Persiapan bagi pelaksana
Persiapan bagi pelaksana dari masyarakat sangat penting artinya,
persiapan yang dimaksud dapat dilakukan melalui:
a. Pelatihan kader
b. Kunjungan kerja
c. Studi perbandingan
12. Pengadaan Fasilitas
Kelestarian PKMD akan lebih terjamin bila fasilitas yang disediakan
dari swadaya masyarakat melalui potensi dan sumber daya yang ada di
masyarakat yang dapat digali dan dimanfaatkan. Bila masyarakat tidak
memilikinya barulah para penyelenggara pembinaan PKMD berusaha
untuk memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan
ketentuan tidak menimbulkan ketergantungan bagi masyarakat.
C. Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga
1. Konsep Pendekatan Keluarga
Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di
dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi
keluarga di wilayah kerjanya. Keluarga sebagai fokus dalam pendekatan
pelaksanaan program Indonesia Sehat karena menurut Friedman (1998),
terdapat Lima fungsi keluarga, yaitu:
a. Fungsi afektif (The Affective Function)
Fungsi keluarga yang utama untuk mengorganisasikan 20
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
Pendekatan Keluarga Dalam Pencapaian Prioritas Pembangunan
Kesehatan ajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota
keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan
untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu
yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini
berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk
normanorma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
c. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function)
Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi (The Economic Function)
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan
individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care
Function)
Untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
Sedangkan tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan
adalah:
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap
anggota keluarganya
2) Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang
tepat,
3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang
sakit,
4) Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan
untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota
keluarganya,
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga
dan fasilitas kesehatan.
Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini
merupakan pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan
perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang
meliputi kegiatan berikut:
a. Kunjungan keluarga untuk penda- taan/pengumpulan data Profil
Kesehatan Keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan
datanya.
b. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai
upaya promotif dan preventif.
c. Kunjungan keluarga untuk menidak- lanjuti pelayanan kesehatan
dalam gedung.
d. Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga
untuk peng- organisasian/pemberdayaan masyarakat dan
manajemen Puskesmas.
Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin,
dengan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga 21
Pendekatan Keluarga Dalam Pencapaian Prioritas Pembangunan Kesehatan
memanfaatkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga (family
folder). Dengan demikian, pelaksanaan upaya Perawatan Kesehatan
Masyarakat (Perkesmas) harus diintengrasikan ke dalam kegiatan
pendekatan keluarga.
Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya mengandalkan
upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang ada sebagaimana
selama ini dilaksanakan, melainkan juga langsung berkunjung ke keluarga.
Perlu diperhatikan, bahwa pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah
ini tidak berarti mematikan UKBMUKBM yang ada, tetapi justru untuk
memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini dirasakan masih kurang
efektif.
Dengan mengunjungi keluarga di rumahnya, Puskesmas akan dapat
mengenali masalahmasalah kesehatan (dan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat-PHBS) yang dihadapi keluarga secara lebih menyeluruh (holistik).
Individu anggota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan
kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau
pelayanan Puskesmas.
Keluarga juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi kesehatan
lingkungan dan berbagai faktor risiko lain yang selama ini merugikan
kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan UKBM
dan/atau petugas profesional Puskesmas. Untuk itu, diperlukan pengaturan
agar setiap keluarga di wilayah Puskesmas memiliki Tim Pembina
Keluarga.
Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas
yang mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target
keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari Profil Kesehatan
Keluarga. Tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan
komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan preventif serta
pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar.
b. Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Kabupaten/Kota dan SPM Provinsi, melalui peningkatan akses
dan skrining kesehatan.
c. Mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk men-jadi
peserta JKN.
d. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam
Ren- cana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019.
2. Keluarga Sebagai Fokus Pemberdayaan
Keluarga adalah suatu lembaga yang merupakan satuan (unit) terkecil
dari masyarakat, terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga yang seperti ini
disebut rumah tangga atau keluarga inti (keluarga batih). Sedangkan
keluarga yang anggotanya mencakup juga kakek dan atau nenek atau
individu lain yang memiliki hubungan darah, bahkan juga tidak memiliki
hubungan darah (misalnya pembantu rumah tangga), disebut keluarga luas
(extended family).
Oleh karena merupakan unit terkecil dari masyarakat, maka derajat
kesehatan rumah tangga atau keluarga menentukan derajat kesehatan
masyarakatnya. Sementara itu, derajat kesehatan keluarga sangat
ditentukan oleh PHBS dari keluarga tersebut. Dengan demikian, inti dari
pengembangan desa dan kelurahan adalah memberdayakan keluarga-
keluarga agar mampu mempraktikkan PHBS.
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang,
keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat.
Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus
dipraktikkan perilaku meminta pertolongan persalinan di fasilitas
kesehatan, menimbang balita dan memantau perkembangannya secara
berkala, memberikan imunisasi dasar lengkap kepada bayi, menjadi
aseptor keluarga berencana, dan lain-lain. Di bidang gizi dan farmasi
harus dipraktikkan perilaku makan dengan gizi seimbang, minum Tablet
Tambah Darah (TTD) selama hamil, memberi bayi Air Susu Ibu saja (ASI
eksklusif), dan lain-lain.
Sedangkan di bidang pemeliharaan kesehatan harus dipraktikkan
perilaku ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus
dan atau memanfaatkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
(UKBM), memanfaatkan Puskesmas dan sarana kesehatan lain, dan lain-
lain. PHBS harus dipraktikkan di semua bidang kesehatan masyarakat
karena pada hakikatnya setiap masalah kesehatan merupakan hasil
perilaku, yaitu interaksi manusia (host) dengan bibit penyakit atau
pengganggu lainnya (agent) dan lingkungan (environment).
Pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari fungsi upaya kesehatan
masyarakat (UKM) dari Puskesmas. Karena keluarga merupakan lembaga
terkecil dari masyarakat, maka pemberdayaan masyarakat harus dimulai
dari pemberdayaan keluarga. Pemberdayaan masyarakat yang selama ini
dilaksanakan di bidang kesehatan dipandu dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1529/Menkes/SK/X/ 2010 tentang Pedoman Umum
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
Dalam pedoman ini disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat
desa/kelurahan merupakan kelanjutan dari pemberdayaan keluarga melalui
pengembangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah
tangga. Tujuan dari pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif itu
tidak lain adalah terciptanya Desa Sehat dan Kelurahan Sehat. Kegiatan
Puskesmas dalam melaksanakan upaya kesehatan perorangan (UKP)
tingkat pertama memang dapat menghasilkan individu sehat, yang diukur
dengan Indikator Individu Sehat (IIS).
Tetapi dengan cara ini saja, Kecamatan Sehat akan sulit dicapai.
Melalui pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan di wilayah
kerjanya, Puskesmas akan lebih cepat mencapai Kecamatan Sehat.
Dengan mengembangkan dan membina desa dan kelurahan, Puskesmas
melaksanakan pemberdayaan keluarga dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan keluarga akan menghasilkan keluarga-keluarga sehat yang
diukur dengan Indeks Keluarga Sehat (IKS). Sedangkan pemberdayaan
masyarakat desa dan kelurahan akan menghasilkan peran serta masyarakat
berupa UKBM seperti Posyandu, Posbindu, Polindes, Pos UKK, dan lain-
lain.
Sementara itu, kegiatan Puskesmas dalam pelaksanaan pembangunan
wilayah berwawasan kesehatan akan menghasilkan tatanan-tatanan sehat,
seperti sekolah sehat, pasar sehat, kantor sehat, masjid dan mushola sehat,
dan lain-lain yang diukur dengan Indikator Tatanan Sehat (ITS), dan
masyarakat sehat yang diukur dengan Indikator Masyarakat Sehat (IMS).
Kesemua upaya Puskesmas tersebut akhirnya akan bermuara pada
terciptanya Kecamatan Sehat.
Pentingnya pendekatan keluarga juga diamanatkan dalam Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019. Dalam
Renstra disebutkan bahwa salah satu acuan bagi arah kebijakan
Kementerian Kesehatan adalah penerapan pendekatan pelayanan
kesehatan yang terintegrasi dan berkesinambungan (continuum of care).
Hal ini berarti bahwa pelayanan kesehatan harus dilakukan terhadap
seluruh tahapan siklus hidup manusia (life cycle), sejak masih dalam
kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi anak balita, anak
usia sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif), dan akhirnya menjadi
dewasa tua atau usia lanjut (lihat gambar 6). Untuk dapat melaksanakan
pelayanan kesehatan yang berkesinambungan terhadap seluruh tahapan
siklus hidup manusia, maka fokus pelayanan kesehatan harus pada
keluarga. Dalam pemberian pelayanan kesehatan, individuindividu harus
dilihat dan diperlakukan sebagai bagian dari keluarganya.
Melalui pendekatan keluarga, yaitu mengunjungi setiap keluarga di
wilayah kerja, diharapkan Puskesmas dapat menangani masalah-masalah
kesehatan dengan pendekatan siklus hidup (life cycle). Dengan demikian,
upaya mewujudkan Keluarga Sehat menjadi titik awal terwujudnya
masyarakat sehat (lihat gambar 7). Hal ini berarti pula bahwa keberhasilan
upaya membina PHBS di keluarga merupakan kunci bagi keberhasilan
upaya menciptakan kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, Indikator
Keluarga Sehat sebaiknya dapat sekaligus digunakan sebagai Indikator
PHBS.
3. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga
Keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak)
sebagaimana dinyatakan dalam Kartu Keluarga. Jika dalam satu rumah
tangga terdapat kakek dan atau nenek atau individu lain, maka rumah
tangga tersebut dianggap terdiri lebih dari satu keluarga. Untuk
menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau tidak digunakan sejumlah
penanda atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia
Sehat telah disepakati adanya 12 indikator utama untuk penanda status
kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator utama tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
b. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
c. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
d. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
e. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
f. Penderita tuberkulosis paru mendapat- kan pengobatan sesuai
standar
g. Penderita hipertensi melakukan pengo- batan secara teratur
h. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan
i. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
j. Keluarga sudah menjadi anggota Jami- nan Kesehatan Nasional
(JKN)
k. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
l. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat.
Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks
Keluarga Sehat (IKS) dari setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-
masing indikator, mencerminkan kondisi PHBS dari keluarga yang
bersangkutan. Dalam pelaksanaan pendekatan keluarga ini tiga hal berikut
harus diadakan atau dikembangkan, yaitu:
a. Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga.
b. Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan
keluarga.
c. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.
Kesehatan Instrumen yang diperlukan di tingkat keluarga adalah
sebagai berikut.
a. Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa
family folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan)
data keluarga dan data individu anggota keluarga. Data keluarga
meliputi komponen rumah sehat (akses/ ketersediaan air bersih dan
akses/penggunaan jamban sehat). Data individu anggota keluarga
mencantumkan karakteristik individu (umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi individu yang bersangkutan:
mengidap penyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan jiwa)
serta perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan
perkembangan balita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain).
b. Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa
flyer, leaflet, buku saku, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada
keluarga sesuai masalah kesehatan yang dihadapinya. Misalnya:
Flyer tentang Kehamilan dan Persalinan untuk keluarga yang
ibunya sedang hamil, Flyer tentang Pertumbuhan Balita untuk
keluarga yang mempunyai balita, Flyer tentang Hipertensi untuk
mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain.
Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga
dapat berupa forum-forum berikut.
a. Kunjungan rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja
Puskesmas. 30 Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga Pendekatan Keluarga Dalam Pencapaian Prioritas
Pembangunan Kesehatan
b. Diskusi kelompok terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus
group discussion (FGD) melalui Dasa Wisma dari PKK.
c. Kesempatan konseling di UKBM- UKBM (Posyandu, Posbindu,
Pos UKK, dan lain-lain).
d. Forum-forum yang sudah ada di ma- syarakat seperti majelis
taklim, rembug desa, selapanan, dan lain-lain.
Sedangkan keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat
diupayakan dengan menggunakan tenagatenaga berikut.
a. Kader-kader kesehatan, seperti kader Posyandu, kader Posbindu,
kader Poskestren, kader PKK, dan lain-lain.
b. Pengurus organisasi kemasyaraka- tan setempat, seperti pengurus
PKK, pengurus Karang Taruna, pengelola pengajian, dan lain-lain.
4. Pendekatan Keluarga Sebagai Kunci Keberhasilan
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendekatan keluarga mutlak
harus dilakukan untuk melengkapi dan memperkuat pemberdayaan
masyarakat. Data Riskesdas menunjukkan hal itu. Sebagai contoh berikut
ini disajikan bukti tentang pentingnya pendekatan keluarga dalam
penanggulangan stunting dan pengendalian penyakit tidak menular.
a. Pendekatan Keluarga dalam penanggulangan stunting, Riskesdas
tahun 2013 menemukan bahwa proporsi bayi yang lahir stunting
(panjang badan <48 cm) adalah sebesar 20,2%, sementara pada
kelompok balita terdapat 37,2% yang menderita stunting. Ini
menunjukkan bahwa dalam perjalanan dari saat lahir ke balita,
terjadi pertumbuhan yang melambat, sehingga proporsi stunting
justru bertambah. Untuk menanggu langi stunting, harus
dilakukan deteksi dan intervensi sedini mungkin. Yaitu dengan
melakukan pemantauan per tumbuhan secara ketat, melalui penim
bangan bayi/balita di Posyandu setiap bulan. Akan tetapi, ternyata
data Riskesdas menunjukkan bahwa proporsi balita yang tidak
pernah ditimbang selama 6 bulan terakhir cenderung meningkat,
yaitu dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada tahun 2013.
Jadi jika kita hanya mengandalkan Posyandu, maka masih ada
sepertiga jumlah bayi/balita yang tidak terpantau. Oleh karena itu,
mereka yang tidak datang ke Posyandu harus dikunjungi ke
rumahnya. Jelas bahwa pendekatan keluarga mutlak harus
dilakukan, bila kita ingin deteksi dini stunting terlaksana dengan
baik.
b. Salah satu penyakit tidak menular yang cukup penting dalam
Pendekatan Keluarga adalah hipertensi (tekanan darah tinggi).
Prevalensi hipertensi pada orang dewasa menurut Riskesdas tahun
2013 adalah 25,8% atau sama dengan 42,1 juta jiwa. Dari sejumlah
itu baru 36,8% yang telah kontak dengan petugas kesehatan,
sementara sisanya sekitar 2/3 tidak tahu kalau dirinya menderita
hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa bila tidak menggunakan
pendekatan keluarga, 2/3 bagian atau sekitar 28 juta penderita
hipertensi tidak akan tertangani. Sekali lagi, hal ini menunjukkan
bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan bila kita ingin
pengendalian penyakit hipertensi berhasil.
D. Penyakit Tidak Menular
1. Pengertian
Istilah Penyakit Tidak Menular (selanjutnya disingkat PTM) dipakai
dengan maksud untuk membedakan kelompok penyakit-penyakit lainnya
yang tidak termasuk dalam penyakit menular. Sebelum istilah PTM
dipakai, penyakit menular lebih dulu menemukan istilah untuk dirinya
ketika penyakit-penyakit tersebut sedang menyerang dunia dengan
melakukan penularan dalam masyarakat. Untuk penyakit yang
kejadiannya tidak melalui rantai penularan tertentu diberi nama dan
dikelompokkan sebagai penyakit tidak menular.
Nama Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkenalkan oleh WHO
dengan nama Non-Communicable Diseases (NCD) dan diperkenalkan
juga oleh CDC sebagai Chronic Diseases (penyakit kronik).
2. Karakteritik PTM
Berbeda dengan penyakit menular, PTM mempunyai beberapa
karakteristik tersendiri seperti:
a. Penularan penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu
b. “Masa inkubasi” yang panjang dan laten, sehingga disebut sebagai
masa laten.
c. Perlangsungan penyakit yang berlarut-larut (kronik).
d. Sering menghadapi kesulitan diagnosis.
e. Mempunyai variasi penyakit yang luas.
f. Memerlukan biaya yang tinggi dalam upaya pencegahan maupun
penanggulangan.
g. Faktor penyebabnya bermacam-macam (multikausal), bahkan
tidak jelas.
3. Alternatif Manajemen Pengendalian PTM
Misi upaya kesehatan dalam menghadapi masalah penyakit meliputi
tiga kemungkinan:
a. Eradikasi: memberantas tuntas hingga penyakit itu hilang dari
kehidupan manusia.
b. Eliminasi: menurunkan kejadian penyakit serendah mungkin
sehingga tidak lagi menjadi beban masyarakat.
c. Terkendali (control): mengupayakan penyakit ini minimal
berhenti (halt atau spot) perkembangan atau penyebarannya
dan peningkatan kejadiannya dapat dikendalikan.
Beberapa ciri dari upaya pengendalian penyakit (diseases control)
adalah:
a. Bertujuan meminimalkan kejadian baru penyakit.
b. Periode pelaksanaan tanpa batas aktu tapi harus
sustainable/berkelanjutan.
c. Cakupan operasionalnya ditujukan ke daerah berinsiden tinggi.
d. Memerlukan manajemen dan organisasi yang baik.
e. Biaya dapat dibuat rasional dan efisien.
f. Diperlukan dukungan surveilans dan registrasi.
4. Manajemen Pengendalian Gaya Hidup
Gaya hidup atau perilaku utama yang perlu manajemen dalam
pengendalian PTM terdiri atas:
a. Makanan kurang sehat (Unhealthy food)
Makanan yang tidak sehat mempunyai beberapa bentuk, bisa
dari aspek kualitas (kandungan gizi), dan kuantitas (porsi yang
berlebih, atau kalori yang kurang/berlebih). Contoh nyata
makanan tidak sehat seperti: kolesterol tinggi, kandungan
lemak/asam lemak jenuh tinggi, makanan tinggi garam, atau
kurang iodium.
b. Lack of physical activity
Untuk hidup sehat diperlukan kegiatan olahraga aktivitas yang
cukup, yakni yang dapat membakar kalori sesuai dengan
besarnya kalori asupan makanan.
c. Pemakaian rokok
Rokok merupakan perilaku yang sangat berisiko terhadap
sejumlah besar PTM yang dapat dihindari dan dihentikan oleh
para pelaku sendiri secara independen ataupun atas bimbingan
konselor.
d. Penggunaan minuman beralkohol
Minum alkohol merupakan salah satu gaya hidup yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya beberapa PTM.
5. Manajemen Upaya Pencegahan Komprehensif
Pendekatan komprehensif diperlukan dalam pengendalian PTM karena
PTM bersifat multikausa, dapat dicegah pada keempat level pencegahan,
dapat dilakukan pada level populasi maupun individu, dan dapat
dilakukan pada level pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Pendekatan
komprehensif (comprehensive approach) merupakan pendekatan yang
dilakukan sepanjang usia kehidupan manusia (karena PTM harus dicegah
sejak usia dini, bahkan sejak kehamilan/bayi), bersifat integrasi
pencegahan dan pengobatan, terhadap semua kelompok masyarakat,
utamanya yang berisiko tinggi.
Aksi pengendalian PTM memerlukan dukungan dan kerja sama semua
pihak: pemerintah, swasta, dan masyarakat secara keseluruhan, dan
meliputi sektor kesehatan maupun faktor nonkesehatan terkait.
Penanggulangan PTM tidak bisa dilepaskan dengan keterlibatan sektor
swasta dan personal. Pelaku bisnis dapat memberikan kontribusi yang
positif terhadap PTM dengan menyediakan makanan yang sehat atau
tidak memperdagangkan berbagai makanan yang tidak sehat, dan
mengurangi promosi merokok. Di samping itu, kesadaran dan respon
individu yang positif berupa perilaku positif diperlukan untuk
berintegritas dengan upaya pemerintah dan kontribusi yang telah
diberikan oleh swasta.
6. Surveilans PTM
Komponen kerangka surveilan PTM meliputi:
a. Luaran:
1) Insiden PTM dan jenisnya
2) Kematian karena PTM
b. Faktor (exporures):
1) Faktor risiko perilaku: pola makan aktivitas fisik, alkohol dan
rokok.
2) Faktor risiko metabolik: glukosa, kegemukan, kolesterol, dan
lain-lain.
3) Faktor sosial: pendidikan, pendapatan.
4) Fasilitas pelayanan kesehatan: perencanaan, aturan,
infrastruktur, pengobatan, dan partisipasi.
7. Upaya Pencegahan Penyakit Tidak Menular
Secara teoritis upaya pencegahan selengkapnya terdiri atas 5 tingkat
upaya atau dikenal sebagai Five Levels of Prevention. Praktis dikenal
empat bentuk upaya pencegahan dengan memakai istilah promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Lebih praktis tingkat pencegahan
meliputi 3 tingkat utama, yakni preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Upaya pencegahan PTM yang bersifat komprehensif merupakan hasil
integrasi antara 5 upaya pencegahan dengan faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan keberhasilan pengendalian PTM.
E. Mitigasi bencana
1. Definisi mitigasi bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh factor alam dan/atau factor non alam maupun factor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyandaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP
No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
2. Jenis bencana
a. Bencana berdasarkan sumbernya dibagi menjadi tiga yaitu:
1) bencana alam, adalah yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian
peristiwa oleh alam.
2) bencana nonalam, adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa/serangkaian peristiwa nonalam
3) bencana social, adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa/serangkaian peristiwa oleh manusia.
b. Bencana alam juga dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) bencana meteorology (hidrometeorologi). Berhubungan dengan
iklim. Umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus
2) bencana alam geologi. Adalah bencana alam yang terjadi di
permukaan bumi seperti gempa bumi, tsunami, dan longsor.
3. Penyebab bencana alam di Indonesia :
a. posisi geografis Indonesia yang diapit oleh dua samudera besar
b. posisi geologis Indonesia pada pertemuan tiga lempeng utama dunia
(Indo-Australia, Eurasia, Pasifik).
c. kondisi permukaan wilayah Indonesia (rellef) yang sangat beragam
4. Tujuan mitigasi bencana
a. mengurangi dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk
b. sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan
c. meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta
mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup
dan bekerja dengan aman
Beberapa kegiatan mitigasi bencana diantaranya :
1. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
2. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
3. Pengembangan budaya sadar bencana;
4. Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggualangan;
5. identifikasi dan pengenalan terhadap sumber budaya atau ancaman bencana;
6. pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam;
7. pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi;
8. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.
Contoh upaya dalam mitigasi bencana
1. Mitigasi Bencana Tsunami
Adalah system untuk mendeteksi tsunami dan memberi peringatan untuk mencegah
jatuhnya korban.
Ada dua jenis system peringatan dini tsunami, yaitu:
a. system peringatan tsunami internasional
b. system peringatan tsunami regional
2. mitigasi bencana gunung berapi
a. pemantauan aktifitas gunung api. Data hasil pemantauan dikirim ke Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan radio
komunikasi SSB.
b. tanggap darurat
c. pemetaan, peta Kawasan rawan bencana gunung berapi dapat menjelaskan jenis
dan sifat bahaya, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, pengungsian, dan
pos penanggualangan bencana gunung berapi.
d. penyelidikan gunung berapi menggunakan metode geologi, geofisika, dan
geokimia.
e. sosialisasi yang dilakukan pada pemerintah daerah dan masyarakat
3. mitigasi bencana gempa bumi
a. sebelum gempa
1) mandirikan bangunan sesuai aturan baku (tahan gempa)
2) kenali lokasi bangunan tempat Anda tinggal
3) tempatkan perabotan pada tempat yang proporsional
4) siapkan peralatan seperti senter, P3K, makanan instan, dll
5) periksa penggunaan listrik dan gas
6) catat nomor telepon penting
7) kenali jalur evakuasi
8) ikuti kegiatan simulasi mitigasi bencana gempa
b. ketika gempa
1) tetap tenang
2) Hindari sesuatu yang kemungkinan akan roboh, kalua biosa ke tanah lapang
3) Perhatikan tempat Anda berdiri, kemungkinan ada retakan tanah
4) Turun dari kendaraan dan jauhi pantai
c. setelah gempa
1) cepat keluar dari bangunan. Gunakan tangga biasa
2) periksa seitar Anda. Jika ada yang terluka, lakukan pertolongan pertama
3) hindari bangunan yang berpotensi roboh.
4. mitigasi tanah longsor
a. hindari daerah rawan bencana untuk membangun permukiman
b. mengurangi tigkat keterjalan lereng
c. terasering dengan system drainase yang tepat
d. penghijauan dengan tanaman berakardalam
e. mandirikan bangunan berpondasi kuat
f. penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air cepat masuk
g. relokasi (dalam beberapa kasus)
5. mitigasi banjir
a. sebelum banjir
1) penataan daerah aliran sungai
2) pembangunan system pemantauan dan peringatan banjir
3) tidak membangun bangunan di bantaran sungai
4) buang sampah di tempat sampah
5) penghijauan hulu sungai
b. saat banjir
1) matikan listrik
2) mengungsi kedaerah aman
3) jangan berjalan dekat saluran air
4) hubungi instansi yang berhubungan dengan penanggulangan bencana
c. Setelah banjir
1) bersihkan rumah
2) siapkan air bersih untuk menghindari diare
3) waspada terhadap binatang berbisa atau penyebar penyakit yang mungkin ada
4) selalu waspada terhadap banjir susulan

Tahap pra bencana dapat dibagi menjadi kegiatan mitigasi dan preparedness
(kesiapsiagaan). Selanjurnya, pada tahap tanggap darurat adalah responsesaat setelah
terjadi bencana. Pada tahap pascabencana, manajemen yang digunakan adalah
rehabilitasi dan rekontruksi.
Tahap prabencana meliputi mitigasi dan kesiapsiagaan. Upaya tersebut sangat penting
bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana sebagai persiapan menghadapi
bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Tahap pascabencana meliputi usaha rehabilitasi dan rekontruksi sebagai upaya
mengembalikan keadaan masyarakat pada situasi yang kondusif, sehat, dan layak
sehingga masyarakat dapat hidup seperti sediakala sebslum bencana terjadi, baik
secara fisik dan psikologis.

Anda mungkin juga menyukai