Anda di halaman 1dari 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Konsep Masyarakat

2.1.1. Definisi Masyarakat


Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata Latin socius yang
berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan
berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah
adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui warga-
warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki keempat
ciri yaitu: Interaksi antar warga-warganya, adat istiadat, kontinuitas waktu, dan rasa identitas kuat
yang mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009: 115-118).
Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup bersama dapat diartikan
sama dengan hidup dalam suatu tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia
melakukan hubungan, Mac lver dan Page (dalam Soerjono Soekanto 2006: 22), memaparkan bahwa
masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara
berbagai kelompok, penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia.
Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka waktu yang cukup lama
sehingga menghasilkan suatu adat istiadat, menurut Ralph Linton (dalam Soerjono Soekanto, 2006:
22) masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup
lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu
kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas sedangkan masyarakat menurut
Selo Soemardjan (dalam Soerjono Soekanto, 2006: 22) adalah orang-orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai
kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.
Menurut Emile Durkheim (dalam Djuretnaa Imam Muhni, 1994: 29-31) keseluruhan ilmu
pengetahuan tentang masyarakat harus didasari pada prinsip-prinsip fundamental yaitu realitas
sosial dan kenyataan sosial. Kenyataan sosial diartikan sebagai gejala kekuatan sosial didalam
bermasyarakat. Masyarakat sebagai wadah yang paling sempurna bagi kehidupan bersama antar
manusia. Hukum adat memandang masyarakat sebagai suatu jenis hidup bersama dimana manusia
memandang sesamanya manusia sebagai tujuan bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan
kebudayaan karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya
(Soerjono Soekanto, 2006: 22). Beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan masyarakat
memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut society. Bisa
dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan
sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi,
sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.

2.1.2. Tipe – tipe Masyarakat


Terdapat beberapa tipe-tipe masyarakat, antara lain:
1. Masyarakat sederhana dan masyarakat kompleks
Masyarakat sederhana adalah masyarakat yang tidak rumit. Keterikatan emosional antara masyarakat
sangat tinggi sehingga tercipta kerukunan dan interaksi social yang tinggi. Masyarakat sederhana
memiliki tingkat religiulitas yang sangat tinggi, hal ini karena faktor kebiasaan masyarakay
sederhana yang sering dijumpai di lingkungan pedesaan yang sehari-harinya tidak lepas dari kegiatan
keagamaan. Masyarakat kompleks adalah masyarakat yang berkembang seiring dengan
perkembangan zaman. Di dalam masyarakat ini, sensitivitas emosional antara masyarakat sangat
kurang sehingga tercipta sifat individualistis dan mementingkan diri sendiri. Hal ini bersumber dari
budaya masyarakat kompleks yang bekerja.
2. Masyarakat consensus dan masyarakat konflik
Konsensus dapat dilakukan antar individu, satu komunitas, maupun antar kelompok. Pada prinsipnya
konsensus dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis, tergantung kesepakatan pihak-pihak yang
melakukan konsensus. Tujuan dari konsensus yang ada dalam masyarakat yaitu untuk menjaga
tatanan sosial tetap dalam suasana integratif sehingga kehidupan sosial selalu damai dan rukun
(harmonis). Karena itu, dibutuhkan adanya kesepakatan atas nilai-nilai (values) dan kepentingan
(interest) untuk mengikat semua partisipan konsensus. Nilai-nilai, norma atau moral yang disepakati
tersebut, tentunya diharapkan menjadi pengontrol agar solidaritas tetap kuat dan menegaskan sanksi
bagi yang melakukan pelanggaran. Untuk mewujudkan kosensus yang kuat dalam ikatan nilai-nilai
(values), norma atau moral, maka manusia melalui proses musyawarah untuk membangun
kesepakatan atau konsensus bersama.
masyarakat konflik. .
Secara sosiologis, konflik berarti sebagai sebuah proses sosial yang terjadi diantara dua orang atau
bahkan lebih (bisa juga dalam bentuk kelompok). Pada umumnya, konflik dikenal sebagai suatu
bentuk pertentangan atau perbedaan ide, pendapat, faham, atau juga kepentingan yang terjadi
diantara dua pihak atau lebih. Kehidupan sosial di masyarakat merupakan hal yang dinamis, artinya
selalu mengalami pembaharuan dan perubahan. kedinamisan yang terlalu cepat dapat memicu
terjadinya disorganisasi serta ketidaksiapan masyarakat dalam menerimanya. Hal ini akan memantik
konflik sosial dilingkungan masyarakat.
3. Masyarakat antiligasi dan masyarakat litigasi
4. Masyarakat yang didominasi oleh hukum dan masyarakat yang didominasi oleh kultur

2.1.3. Ciri – ciri Masyarakat


Untuk menentukan identitasnya, menurut Soerjono Soekanto, buku Sosiologi: Suatu Pengantar
(2003), masyarakat mempunyai ciri-ciri yang khas.
1. Hidup Berkelompok
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mampu hidup sendiri. Ketidakmampuan itu
mendorong manusia hidup berkelompok. Sebab, manusia senantiasa membutuhkan bantuan
orang lain. Konsep tersebut mengantarkan masing-masing individu hidup bermasyarakat.
2. Melahirkan Kebudayaan
Ketika manusia membentuk kelompok, mereka selalu berusaha mencari jalan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia akan berupaya menyatukan pikiran dan
pengalaman bersama agar terbentuk suatu rumusan yang dapat menjadi pedoman tingkah
laku mereka, yakni kebudayaan. Selanjutnya, budaya itu dipelihara dan diwariskan ke
generasi-generasi berikutnya.
3. Mengalami Perubahan
Beragam latar belakang yang menyatukan tiap-tiap individu menjadi suatu masyarakat,
membuat manusia mengalami perubahan. Perubahan ini dianggap sebagai upaya masyarakat
menyesuaikan diri dengan keadaan zaman. Sebagai contoh, masyarakat beralih menggunakan
surat elektronik untuk menggantikan surat kertas, ketika menerima pengaruh perkembangan
teknologi.
4. Berinteraksi
Interaksi adalah hal yang mendasar dari terbentuknya masyarakat. Interaksi ditempuh untuk
mencapai keinginan, baik pribadi maupun kolektif. Dengan berinteraksi, masyarakat
membentuk suatu entitas sosial yang hidup.
5. Terdapat Kepemimpinan
Masyarakat cenderung mengikuti peraturan yang diberlakukan di wilayahnya. Contohnya,
dalam lingkup keluarga, kepala keluarga mempunyai wewenang tertinggi untuk mengayomi
keluarganya. Istri dan anak patuh kepada ayah atau suaminya. Hal itu menunjukkan bahwa
dalam masyarakat, ada peran pemimpin yang membantu menyatukan individu-individu.
6. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial menempatkan seseorang pada kedudukan dan perannya di dalam
masyarakat. Ketidakseimbangan hak dan kewajiban masing-masing.
2.1.4. Fungsi Masyarakat
Perbedaan definisi dari masyarakat pada umumnya tidak mengubah fungsi masyarakat. Fungsi
masyarakat dalam kehidupan manusia sangat penting. Terdapat lima fungsi masyarakat menurut
Netting, Kettner dan McMurtry (2004:130-131). Berikut adalah penjabaran dari lima fungsi tersebut:
1. Fungsi Produksi, Distribusi dan Konsumsi (Production, Distribution, Consumption).
Kegiatan-kegiatan masayarakat yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
terutama jebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan dan sejenisnya.
2. Fungsi Sosialisasi (Sosialization). Meneruskan atau mewariskan norma-norma, tradisi-tradisi
dan nilai-nilai yang selama ini dianut oleh orang-orang yang berinteraksi di dalam
masyarakat.
3. Fungsi Pengawasan Sosial (Social Control). Masyarakat senantiasa mengharapkan warganya
untuk mentaati norma-norma dan nilai-nilai yang dianut melalui penetapan hukum, peraturan
dan sistem-sistem penegakkannya.
4. Fungsi Partisipasi Sosial (Social Participation). Masyarakat menyediakan wahana bagi para
anggotanya untuk mengekspresikan aspirasi-aspirasi dan kepentingan-kepentingannya guna
terbangunnya jaringan dukungan dan pertolongan melalui interaksi dengan warga masyarakat
yang tergabung dalam kelompok-kelompok, asosiasi-asosiasi dan organisasi-organisasi.
5. Fungsi Gotong Royong (Mutual Support). Keluarga-keluarga, teman-teman, para tetangga,
kelompok sukarela dan asosiasi-asosiasi profesional yang tergabung dalam sebuah
masyarakat biasanya saling membantu satu sama lain.

2.2 Kajian tentang Lanjut Usia


2.2.1 Pengertian Lanjut Usia

Definisi lanjut usia yang paling utama dilandasi peraturan yang mengacu pada Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia bahwa lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Lebih lanjut lagi
dalam undang-undang tersebut juga mendeskripsikan pengertian lanjut usia sebagai berikut :

1. Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas.


2. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
3. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Menurut Otto Pollak dikutip dalam Tody Lalenoh (1993), lanjut usia adalah orang-orang
yang mengalami proses kemunduran baik secara jasmani maupun rohani. Tambahan menurut
Surini & Utomo dalam Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) mendefinisikan lanjut usia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua
individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO (World Helath Organization) yang
dikutip oleh Lilik Ma’rifatul Azizah (2011), seseorang disebut lanjut usia (elderly) jika berumur
60-74 tahun. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis
menjadi 4 kelompok yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun


2. Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 sampai 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun

2.2.2 Karakteristik Lanjut Usia

Menurut Marry Buckly (1972) yang dikutip oleh Argyo Demartoto (2007), karakteristik usia
lanjut adalah sebagai berikut :

1. Usia
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila orang tersebut berusia tua dan orang tersebut
mengerti serta menghayati sebagai orang tua. Usia sebagai suatu faktor sekaligus merupakan
tantangan dan pusat perhatian. Hal ini terjadi karena pengambilan alih sikap-sikap dari luar
( sikap masyarakat terhadap lanjut usia ) menjadi sikap yang dimiliki oleh lanjut usia
merupakan salah satu faktor kepribadian manusia.
2. Kematian
Kematian merupakan fakta kehidupan bagi semua orang sebagai ancaman yang tidak dapat
dihindarkan dan ditanggapi secara berbeda-beda oleh para lanjut usia. Lanjut usia adalah
seseorang yang secara berangsur-angsur berada dalam dunia kehidupan yang semakin
menurun dan menghadapi kematian yang semakin hari semakin dekat.
3. Intensifikasi (peningkatan)
Umumnya orang lanjut usia menjadi lebih egosentris. Mereka kurang bertenggang rasa
dengan yang lainnya tetapi sibuk memikirkan atau merenungkan tentang kematian, agama,
dirinya sendiri, dan keadaan jasmaninya. Kondisi ini merupakan perilaku orang lanjut usia
yang berisifat alamiah yang merupakan reaksi pertahanan diri terhadap penolakan
masyarakat akan dirinya.
4. Penyakit Orang usia lanjut pada umumnya dikelilingi oleh penyakit sehingga mereka
biasanya dalam keadaan sakit. Dan yang perlu dipahami adalah akibatakibat emosional dari
penyakit terhadap semangat dan kekuatan lanjut usia.
5. Kesepian dan keterasingan Sebagian besar orang usia lanjut berada dalam situasi kesepian
sebagai akibat kehilangan berbagai aspek dalam kehidupannya. Seperti kehilangan sahabat,
anak, istri, atau suami.

2.2.3 Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Menurut Ericksson, kesiapan lansia untuk beradatasi atau menyesuaikan diri terhadap
perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap
sebelumnya.Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan
sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang
disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan
sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dll. Adapun tugas
perkembagan lansia adalah sebagai berikut:

1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.


2. Mempersiapkan diri untuk pensiun
3. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya
4. Mempersiapkan kehidupan baru
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangannya.

2.2.4 Kebutuhan Lanjut Usia


Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia
dalam buku “Pedoman Pelayanan Harian Lanjut Usia (Day Care Services)” menjabarkan
beberapa kebutuhan lanjut usia, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan biologis
Kebutuhan yang berkaitan dengan fisik lanjut usia. Misalnya kebutuhan akan makan-minum,
tempat tinggal, tempat istirahat, olahraga, seksual, dan kesehatan.
2. Kebutuhan sosial
Kebutuhan yang berkaitan dengan hubungan social lanjut usia dalam berinteraksi sosial
dengan anak, cucu, tetangga, dan sesama lanjut usia, serta berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan sosial.
3. Kebutuhan emosional
Kebutuhan yang berkaitan dengan pengungkapan perasaan lanjut usia seperti kebutuhan
untuk menyalurkan perasaan suka, duka, cinta, bangga, dihargai, dihormati, bercerita
pengalaman, hiburan, rekreasi, dan memberikan nasehat.
4. Kebutuhan rohani
Kebutuhan yang berkaitan dengan keinginanuntuk mendapatkan ketenangan jiwa dan
kedekatan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya kebutuhan melaksanakan ibadah
keagamaan (sholat, berdoa, sembahyang), memerdalam iman (pengajian, pendalaman kitab
suci), dan melakukan kegiatan amal (kegiatan ke panti asuhan, memberi bantuan kepada
orang tidak mampu, dan sebagainya).
5. Kebutuhan intelektual
Kebutuhan untuk dapat menambah pengetahuan, keterampilan, dan mempertahankan daya
ingat. Misalnya kebutuhan membaca buku dan koran, mengisi teka-teki silang, membuat
kerajinan tangan, melakukan permainan dan sejenisnya.
6. Kebutuhan ekonomi
Kebutuhan yang berkaitan dengan pengelolaan penghasilan dan kekayaan lanjut usia.
Misalnya mengurus penghasilan, rumah, tanah, perusahaan, dan harta kekayaan lainnya.

2.2.5 Permasalahan Lanjut Usia


Pedoman Pelayanan Harian Lanjut Usia dari Kementerian Sosial RI Tahun 2010
memaparkan tentang permasalahan yang biasanya dihadapi oleh Lanjut Usia, yaitu sebagai
berikut :

1. Penurunan kemampuan gerak, pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa, dan daya ingat
2. Penyakit degeneratif
3. Kesepian
4. Mengatur harta dan warisan.

Selain yang dimaksudkan oleh Kementerian Sosial RI tahun 2010, terdapat pula pemaparan
tentang masalah yang dihadapi oleh Lanjut Usia yaitu yang dikeluarkan oleh Todi Lalenoh
(1996) adalah sebagai berikut :

1. Permasalahan Fisik
Permasalahan fisik yang dialami Lanjut Usia pada umumnya disebabkan karena menurunnya
metabolisme tubuh, fungsi-fungsi sel, dan proses pembakaran di jaringan sehingga tulang
punggung menjadi kaku, mobilitas sendi terbatas, dan tulang-tulang menjadi rapuh.
Permasalahan fisik dan kesehatan lebih dipermasalahkan oleh Lanjut Usia daripada
permasalahan lainnya seperti keuangan, kesepian dan perasaan tidak berguna karena sangat
menghambat dan paling dirasakan oleh seseorang pada usia lanjut.
2. Permasalahan
Psikologis Permasalahan psikologis yang dimaksud yaitu adanya perasaan kesepian, perasaan
tidak berguna karena keadaannya yang kurang meridapat perhatian baik oleh keluarga
maupun masyarakat. Sehingga hal ini menjadi masalah bagi orang-orang yang berusia lanjut.
3. Permasalahan Sosial Ekonomi
Permasalahan sosial ekonomi berkaitan dengan hambatan-hambatan dalam pelaksaaan
peranan-peranan sosial dan ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada hakekatnya permasalahan Lanjut Usia yang paling mendasar di Indonesia adalah
masalah kesehatan yang melebihi permasalahan keuangan, kesepian dan perasaan tidak
berguna karena masih besarnya kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan.

2.2.6 Definisi Lanjut Usia Terlantar


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998, lanjut usia
terlantar adalah lanjut usia yang tidak potensial. Secara operasional, pengertian “Lanjut usia
terlantar adalah seseorang berusia 60 tahun atau lebih yang karena faktor tertentu tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya”.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, lanjut usia terlantar
adalah seseorang yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu
tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurut Tody Lalenoh (1993:69) lanjut usia
terlantar adalah mereka yang telah berusia 55 tahun ke atas, tidak mempunyai kemampuan dan
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk kepentingan hidup sehari-hari, tidak memiliki sanak
keluarga yang dapat memberikan suatu bantuan untuk kelangsungan hidupnya.

2.2.7 Indikator Lanjut Usia Terlantar

Salah satu jenis dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yaitu lanjut usia terlantar.
Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, lanjut usia telantar
memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Tidak terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan;dan


2. Terlantar secara psikis, dan sosial.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan


Lanjut Usia, lanjut usia terlantar setiap orang yang lanjut usia (60 tahun ke atas) tidak
mempunyai/berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupan sehari-hari dengan
indikator sebagai berikut :

1. Usia 60 tahun ke atas (laki-laki/ perempuan)


2. Makan kurang dari dua kali setiap harinya
3. Tidak bersekolah/ tidak tamat sekolah/ tamat SD
4. Pakaian yang dimiliki kurang dari empat pasang
5. Tempat tidur berpindah-pindah (tidak tetap)
6. Saat sakit tidak mampu berobat ke fasilitas kesehatan
7. Ada atau tidak ada keluarga, sanak saudara atau orang lain yang mau dan mampu
mengurusnya.
2.2.8 Penyebab Lanjut Usia Terlantar

Penyebab lanjut usia terlantar menurut Tody Lalenoh dalam buku Gerontologi dan Pelayanan
Lanjut Usia (1993) adalah sebagai berikut:

1. Ketiadaan sanak keluarga, kerabat dan masyarakat lingkungan yang dapat memberikan
bantuan tempat tinggal dan penghidupan.
2. Kesulitan hubungan antara lanjut usia dengan keluarga dimana selama ini ia tinggal.
3. Ketiadaan kemampuan keuangan/ekonomi dari keluarga yang menjamin penghidupannya
secara layak.
4. Kebutuhan penghidupannya tidak dapat dipenuhi melalui lapangan kerja yang ada.
5. Perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari orang tua, serta urbanisasi
yang menyebabkan lanjut usia terlantar.

2.2.9 Relevansi Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia Terlantar

Lanjut usia fokus pada seluruh layanan yang mereka terima, asesmen yang efektif,
perencanaan perawatan, dan peninjauan adalah aspek yang paling penting dari peran kerja sosial
dari sudut pandang mereka karena pekerjaan sosial dirancang dan terintegrasi seluruh paket
layanan. Para Pekerja Sosial (Pekerja sosial) adalah bagian penting dalam lembaga-lembaga
yang memberikan pelayanan kepada lansia. Di beberapa negara, misalnya, saat ini bahkan sudah
menetapkan bahwa setiap perawatan lansia di rumah itu wajib mempekerjakan seorang pekerja
sosial. Di bawah ini adalah beberapa keahlian pekerja sosial pada ranah lansia, yaitu

1. Brokering Service (Layanan Perantara) Lansia adalah kelompok manusia yang memiliki
kebutuhan khusus untuk difasilitasi, karena diantara mereka ada yang kesulitan dalam urusan
transportasi, komunikasi, dan lain-lain yang menyebabkan mereka butuh dibantu dalam
pemenuhan kebutuhan mereka.
2. Case Management or Care Management service ( Manajemen kasus/perawatan ) Fungsi
manajer kasus bagi klien lansia adalah: case finding (menemukan kasus), presceening
(penyaringan), intake, assessment, goal setting (membuat tujuan akhir), care planning
(merencanakan layanan), capacity building (penguatan kapasitas), care plan implementation
(mengimplementasikan rencana, re-assessment (assessment ulang), and termination
(pengakhiran).
3. Advocacy ( Advokasi ) Seringnya, layanan terhadap lansia itu memiliki kekurangan di sana-
sini, maka seorang pekerja sosial harus melakukan advokasi terhadap lembaga pelayanan
agar selalu ada penyempurnaan dan perbaikan layanan bagi lansia.
4. Individual and Family Counseling (Konseling pribadi dan keluarga) Fokus intervensi dengan
konseling itu adalah untuk mengetahui secara pasti kebutuhan dan potensi klien, kebutuhan
dan potensi keluarganya, dan sistem sumber apa saja yang bisa digunakan untuk membantu
pemenuhan kebutuhan mereka semua itu.
5. Grief Counseling (Konseling saat mengalami kesedihan) Lansia sering mengalami kesedihan
karena kehilangan orang-orang yang mereka cintai, baik isteri, suami, anak, cucu, dan harta-
bendanya, atau bahkan kehilangan kesehatan badan dan mentalnya. Oleh karena itu pekerja
sosial lansia harus bisa melaksanakan konseling pada saat lansia mengalami hal-hal tersebut.
6. Adult Day Care Service (Perawatan sehari-hari pada orang dewasa) Pekerja sosial dalam hal
ini memberikan layanan konseling bagi individual dan keluarganya, penjangkauan, dan
menjadi broker bagi mereka, memberikan dukungan, layanan kelompok, dan membuat
rencana layanan keperawatan yang akan dilaksanakan oleh lembaga pemberi layanan
keperawatan.
7. Crisis intervention services (Layanan intervensi saat mengalami krisis) Peran ini dilakukan
pekerja sosial agar situasi krisis menjadi stabil dan menghubungkan klien dan keluarganya
dengan lembaga pemberi layanan khusus lansia atau layanan apapun yang dibutuhkan klien.
8. Adult foster care services (Layanan pengasuhan orang dewasa) Pekerja sosial menyediakan
layanan ini dengan menyelaraskan dengan tempat tinggal keluarga besar dari lansia tersebut,
memonitor kualitas kehidupan klien selama ikut tinggal bersama keluarga besarnya.
9. Adult protective services (Layanan perlindungan orang dewasa) Layanan perlindungan ini
diberikan kepada lansia yang mengalami atau berpotensi mengalami gangguan fisik,
gangguan keuangan (hartanya dicuri), salah perlakuan, pembiaran dari keluarganya.
10. Support and therapeutic groups (Kelompok dukungan dan terapi) Pekerja sosial terkadang
perlu membuat kelompok dukungan dan kelompok terapi bagi lansia dan bagi keluarganya.
Kedua kelompok ini sangat berguna bagi lansia yang memasuki masa pensiun, mengatasi
sakit seperti penyakit Alzeimer, penyalahgunaan alkohol, narkoba, klien yang akan
meninggal, lansia yang mengalami depresi, atau kendala emosional lainnya.
11. Respite care (Layanan 24 jam) Ketika seorang lansia membutuhkan layanan 24 jam di
rumahnya, maka pekerja sosial bisa memberikan layanan tersebut sehingga bisa berperan
menjadi “istri” atau anggota keluarganya sepanjang hari.
12. Transportation and housing assistance (Bantuan transportasi dan perumahan) Pekerja sosial
bisa menjadi broker dalam menyediakan layanan transportasi dan mencarikan rumah yang
layak di komunitasnya (keluarga besar lansia).
13. Social services in hospitals and nursing homes (Layanan sosial di rumah sakit dan perawatan
di rumah) Pekerja sosial di rumah sakit dan layanan keperawatan rumah, bisa melakukan
assessment tentang kebutuhan sosial lansia, pendidikan kesehatan bagi lansia dan
keluarganya, layanan langsung (semisal konseling) kepada lansia, keluarganya, dan orang-
orang yang berpengaruh kepadanya, advokasi, merencanakan pelepasan dari RS, membangun
komunikasi, partisipasi pada perencanaan program, memberikan konsultasi dalam
membangun lingkungan terapi, dan berpartisipasi dalam membuat layanan yang
memaksimalkan lansia untuk menjadi mandiri dengan potensi yang dimilikinya.

2.3 Kebijakan dan Program dalam Penanganan Lanjut Usia

2.3.1 Kebijakan dan Program Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial yang Relevan
dengan Lanjut Usia Terlantar

Kebijakan Penanganan Lanjut Usia Terlantar Beberapa kebijakan penanggulangan dan


pemberdayaan lanjut usia terlantar di Indonesia antara lain :

a. Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945


b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
c. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia.
d. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
e. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Upaya Pelaksanaan Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
g. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional
Lanjut Usia
h. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 93 tahun 2005 tentang Keanggotaan Komisi
Nasional Lanjut Usia.
i. Keputusan Menkokesra Nomor : 15/ Kep/ Menko/ Kesra/ IX/ 1994 tentang Panitia Nasional
Pengembangan Lanjut Usia dalam Kehidupan Bangsa.
j. Keputusan Menkokesra Nomor : 05/ KepMenko/ Kesra/ VIII/ 1989 tentang Pembentukan
Kelompok Kerja Tetap Kesejahteraan Lanjut Usia.
k. Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan
Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan
Sosial.
l. Peraturan Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut
Usia.

2.3.2 Program Penanganan Masalah Lanjut Usia Terlantar

Program dan pelayanan sosial bagi lansia terlantar merupakan salah satu usaha untuk
mengentaskan persoalan lansia terlantar. Pelayanan yang dibuat telah ada baik dari pemerintah
maupun masyarakat. Beberapa program Nasional untuk penanganan lanjut usia adalah sebagai
berikut :

1. Program Asistensi Lanjut Usia Terlantar (ASLUT)


Program Asistensi Sosial Lanjut Usia Telantar (ASLUT) merupakan program pemerintah
yang melaksanaan amanat UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
melalui Kementerian Sosial RI untuk memberikan perlindungan sosial bagi lanjut usia tidak
potensial dan telantar. Pelaksanaan program Asistensi Sosial Lanjut Usia Telantar (ASLUT)
memiliki pedoman pelaksanaan yang telah diatur melalui Peraturan Menteri Sosial Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Asistensi Sosial Lanjut Usia Telantar. Program ini
ditujukan untuk membantu pemenuhan sebagian kebutuhan dasar hidup Lanjut Usia
Terlantar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
Kementerian Sosial memberikan tunjangan ASLUT sebesar Rp 200.000, per bulan / per
orangnya, kriteria penerima ASLUT yang pertama adalah dari usia 65 ke atas.
2. Bina Keluarga Lanjut Usia (BKL)
Bina Keluarga Lenjutature (BKL) adalah kelompok kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga yang memiliki kapasitas dalam
perawatan, perawatan dan pemberdayaan agar usia dapat meningkatkan kesejahteraannya.
3. Program Jaminan Kesehatan yaitu BPJS Kesehatan dan Kartu Indonesia Sehat
Program BPJS Kesehatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan adalah Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN), program ini merupakan program pemerintah yang bertujuan memberikan
kepastian kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan
sejahtera. Peserta JKN terdiri dari Peserta Penerima luran (PBI) yaitu peserta yang termuat
pada hasil pendataan Program Perlindungan Sosial dari BPS yang kriterianya termasuk ke
dalam fakir miskin dan Peserta Non Penerima Baniuan luran (Non PBI) yaitu setiap orang
yang tidak tergolong fakir miskin. Sekarang, kartu BPJS kesehatan baik itu PBI maupun
nonPBI diganti menjadi Kartu Indonesia Sehat (KIS).
4. BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai)
Pada Tahun 2017, Presiden Joko Widodo lewat Kementerian Sosial RI meluncuran program
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Pada program ini, Presiden mengarahkan agar bantuan
sosial makin diintegerasikan secara non tunai dan subsidi pangan akan dikonversi dengan
bantuan pangan melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Program BPNT ini mengubah
metode subsidi beras yang sebelumnya disalurkan dengan harga murah untuk ditebus terlebih
dahulu menjadi didapatkan lansung oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Program
BPNT digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di tempat pembelian bantuan pangan
yang dinamakan elektronik warung gotong royong (e-warong) atau agen BNI yaitu agen
bank,pedagang dan / atau pihak lain yang bekerja sama dengan pemerintah yang tergabung
dalam Himpunan Bank Negara (HIMBARA) serta telah ditetapkan sebagai tempat pembelian
Bantuan Pangan Non Tunai. E-Warong ini pun bisa milik seorang anggota KUBE jasa yaitu
yang menerima PKH dan memiliki tempat untuk menjadi agen dari program BPNT ini.
5. Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
Pos pembinaan terpadu untuk masyarakat usia lanjut disuatu wilayah tertentu yang sudah
disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan
kesehatan. Posbindu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui
pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas
dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial
dalam penyelenggaraannya. Posbindu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat
untuk bersama-sama menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan masyarakat untuk
melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan pelayanan sesuai kebutuhan
dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum. kebutuhan dalam upaya
peningkatan status gizi masyarakat secara umum.
6. Paket Bantuan Usaha Produktif
Upaya ini dilaksanakan Departemen Sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
kemandirian lanjut usia melalui kegiatan-kegiatan sektor informal di rumah masing-masing,
baik secara individual maupun berkelompok. Dengan bimbingan instansi teknis terkait
bersama organisasi sosial, pekerja sosial masyarakat dan relawan sosial, kegiatan tersebut
diharapkan dapat berkembang di masa datang, terutama dengan dukungan warga masyarakat
mampu/pengusaha yang berperan selaku bapak angkat.
7. Program Kerukunan Tetangga
Kegiatan ini sifatnya informal, dilaksanakan secara sukarela oleh warga suatu lingkungan
tetangga untuk mengadakan hubungan dengan para lanjut usia yang hidupnya sendirian atau
mengalami masalah tertentu sehingga memerlukan kedekatan hubungan dengan lingkungan
sosialnya. Walaupun informal, program tersebut kerap kali diorganisasikan secara
professional oleh badan sosial.
8. Panti Werda
Pada umumnya panti werda memberikan akomodasi dan pelayanan atau perawatan jangka
panjang bagi lanjut usia yang tidak mempunyai sanak keluarga dan tidak mampu menyewa
rumah sendiri, yang mengalami masalah hubungan keluarga anak atau sanak keluarganya.

2. 4. Kajian Sistem Pemerintahan Lokal

Peraturan Bupati Cianjur No 13 tahun 2018 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintah Desa dan Perangkat Desa
Pasal 1
1. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliku batas-batas wilayah yang
berwenag untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asa usul, dan atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan NKRI
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu Perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Desa.
1. Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan
kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan melaksanakan tugas dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2. Badan Permusyawarat Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang
melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk
Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis
3. Perangkat Desa adalah pembantu Kepala Desa dalam ururaan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
4. Sekretaris Desa adalah pimpinan sekretariat Desa yang merupakan unsur Perangkat Desa
yang bertugas membantu Kepala Desa dalam bidang adminitrasi pemerintahan.
5. Kepala Dusun adalah unsur Perangkat Desa yang bertugas membantu Kepala Desa
sebagai pelaksana teknis.
6. Kepala Seksi adalah unsur Perangkat Desa yang bertugas membantu Desa sebagai
pelaksana teknis.
7. Kepala Urusan adalah unsur Perangkat Desa yang bertugas membantu Sekretaris Desa
dalam bidang administradi pemerintahan
8. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat.
Pasal 2
bagian
1) Kepala Desa menyusun rancangan Peraturan Desa tentang susunan organisasi dan tata
kerja Pemerintah Desa berdasarkan kebutuhan dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
2) Kepala Desa mengusulkan rancangan Peraturan Desa tentang susunan organisasi dan tata
kerja Pemerintah Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.

PERATURAN BUPATI TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI,


TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA PERANGKAT DAERAH DI
LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR. BAB I KETENTUAN
UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Cianjur.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
4. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyej
ahterakan masyarakat.
5. Bupati adalah Bupati Cianjur.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten-Cianjur.
7. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
8. Sekretariat Daerah adalah unsur staf yang mempunyai tugas membantu Bupati dalam
penyusunan kebijakan dan pengoordinasian administratif terhadap pelaksanaan tugas
Perangkat Daerah serta pelayanan administratif.
9. Sekretariat Dewan Perwakilan Ralryat Daerah yang selanjutnya disebut Sekretariat
DPRD adalah unsur pelayanan administrasi dan pemberian dukungan terhadap tugas dan
fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
10. Inspektorat adalah. unsur .pengawas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
11. Dinas Daerah adalah Perangkat Daerah yang dibentuk untuk melaksanakan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
12. Badan Daerah adalah Perangkat Daerah yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi
penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
13. Kecamatan adalah Perangkat Daerah yang dibentuk dalam rangka meningkatkan
koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan
masyarakat desa dan kelurahan. 14. Kelurahan adalah perangkat Kecamatan yang
dibentuk untuk membantu atau melaksanakan sebagian tugas camat.
1. Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan yang selanjutnya disingkat UPTD/UPTB adalah unit
kerja pada Dinas Daerah/Badan Daerah yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu.
2. Eselon adalah tingkatan jabatan struktural.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Cianjur.
BAB II SUSUNAN PERANGKAT DAERAH
Pasal 2 Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Cianjur sebagai berikut:
a. Sekretariat Daerah;
b. Sekretariat DPRD;
c. Inspektorat;
d. Dinas Daerah, terdiri atas:
1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan;
2. Dinas Kesehatan;
3. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;
4. Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran;
5. Dinas Sosial;
6. Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olah Raga;
7. Dinas Pertanian, Perkebunan, Pangan, dan Hortikultura;
8. Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan;
9. Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan
Perlindungan Anak;
10. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
11. Dinas Pemberd ayaar- Masyarakat dan Desa;
12. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu-Satu Pintu;
13. Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Menengah, Perdagangan dan Perindustrian;
14. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
15. Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik
16. Dinas Perhubungan;
17. Dinas Lingkungan Hidup;
18. Dinas Kearsipan dan Perpustakaan; dan
19. Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan.
a. Badan Daerah terdiri atas:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
2. Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah;
3. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah; dan
4. Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah.
a. Kecamatan terdiri atas:
1. Kecamatan Agrabinta;
2. Kecamatan Bojongpicung;
3. Kecamatan Cianjur;
4. Kecamatan Cibeber.
5. Kecamatan Cilaku;
6. Kecamatan Ciranjang;
7. Kecamatan Cugenang;
8. Kecamatan Cikalongkulon;
9. Kecamatan Campaka;
10. Kecamatan Cibinong;
11. Kecamatan Cidaun;
12. Kecamatan Campakamulya;
13. Kecamatan Cikadu;
14. Kecamatan Cijati;
15. Kecamatan Cipanas;
16. Kecamatan Gekbrong;
17. Kecamatan Haurwangi;
18. Kecamatan Karangtengah;
19. Kecamatan Kadupandak;
20. Kecamatan Leles;
21. Kecamatan Mande;
22. Kecamatan Naringgul;
23. Kecamatan Pacet;
24. Kecamatan Pagelaran;
25. Kecamatan Pasirkuda;
26. Kecamatan Sukaluyu;
27. Kecamatan Sukaresmi;
28. Kecamatan Sukanagara;
29. Kecamatan Sindangbarang;
30. Kecamatan Takokak;
31. Kecamatan Tanggeung;
32. Kecamatan Warungkondang.
2.4 Kajian tentang Praktik Pekerja Sosial Komunitas

1. Definisi Pekerja Sosial


Definisi pekerjaan sosial selalu berbeda sepanjang sejarah, terutamanya dari para ahli. Tahun
2014 International Federation of Social Work (IFSW) bersama International Association of
Schools of Social Work (IASSW) melakukan pembaruan definisi pekerjaan sosial. Definisi
tersebut berlaku secara global dan dapat diperluas di tingkat regional maupun nasional yaitu The
social work profession promote social change, problem solving in human relationships and the
empowerment and liberation of people to enchange well-being. Utilizing theories of human
behavior and social systems, social work intervenes at the points where people interact with
their environment. Principles of human rights and social justice are fundamental to social work
(IFSW, 2014).
Berdasarkan definisi di atas, profesi pekerjaan sosial memiliki mandat utama, diantaranya
memfasilitasi perubahan sosial, pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan serta
kebebasan individu. Berdasarkan definisi yang dibuat oleh IFSW juga terdapat prinsip-prinsip
pekerjaan sosial. Prinsip-prinsip tersebut adalah penghargaan akan martabat dan rasa berharga
pada manusia, tidak melakukan kejahatan, menghargai keberagaman dan menjunjung hak asasi
manusia dan keadilan sosial.
2. Definisi Pekerjaan Sosial Komunitas
Menurut Netting, Kettner dan McMurtry (2004:6) menyatakan bahwa “macro practice is
professionally guided intervention designed to bring about planed change in organizations and
communities”. Pekerja sosial komunitas didefinisikan sebagai profesi yang melakukan sebuah
intervensi profesional dalam membuat perencanaan perubahan di dalam organisasi dan
komunitas.
Praktik makro dilakukan berdasarkan kepada varietas model praktik serta nilai dan etika
professional pekerja sosial komunitas. Aktivitas praktik makro berfokus kepada organisasi,
masyarakat dan kebijakan (Netting, Kettner dan McMurtry, 2004:6-7). Ruang lingkup intervensi
komunitas yang dikemukakan oleh Kenneth Wilkinson (1991) dalam Isbandi (2008:117-118)
dimana mereka melihat komunitas sekurang-kurangnya mempunyai tiga unsur:
 Adanya batasan wilayah atau tempat (territiry or place).
 Merupakan suatu ‘organisasi sosial’ yang menyediakan kesempatan untuk warganya
agar dapat melakukan interaksi antar wargga secara regular.
 Interaksi sosial yang dilakukan terjadi karena adanya kepentingan yang sama.
Praktik pekerjaan sosial makro adalah suatu praktik profesional dalam melakukan usaha
intervensi dalam pengembangan masyarakat dan analisis kebijakan sosial. Intervensi Makro
adalah intervensi yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas atau taraf hidup masyarakat
dengan pendekatan kolektivitas. Pekerjaan sosial makro dikenal dengan pengembangan
masyarakat. Isbandi Rukminto Adi (2013: 163) menyatakan bahwa: Beberapa negara yang
sedang berkembang, seperti Indonesia dan Filipina, istilah pengembangan masyarakat dapat
dilihat dari sudut pandang mikro ataupun makro. Dari perspektif makro, istilah pengembangan
masyarakat digunakan sebagai pembangunan seluruh bangsa, sedangkan dalam arti sempit
(mikro), istilah pengembangan masyarakat di Indonesia sering dipadankan dengan pembangunan
masyarakat desa dengan mempertimbangkan desa dan kelurahan berada pada tingkatan yang
setara sehingga pengembangan masyarakat (desa) setara dengan pengembangan masyarakat
lokal (locality development).
Menurut Brokensha dan Hodge dalam Isbandi Rukminto Adi (2013: 150) menyatakan bahwa
pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup
keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat.
3. Model – model Pengembangan Masyarakat
Jack Rothman dalam Netting (2004) menyatakan bahwa terdapat tiga model yang berguna
dalam memahami konsepsi tentang pekerjaan sosial dengan masyarakat, yakni:
a. Pengembangan Masyarakat Lokal (Locality Development), pada dasarnya mempunyai tujuan
untuk menjadikan perubahan-perubahan masyarakat melalui keterlibatan dari orang-orang,
organisasiorganisasi setempat di dalam menentukan tujuan-tujuannya. Sasaran
pengembangan masyarakat lokal adalah masyarakat yang masih kuat ikatannya.
b. Perencanaan Sosial (Sosial Planning), menekankan pada proses teknis untuk memecahkan
masalah-masalah yang terdapat dalam masyarakat berupa aktifitas untuk memecahkan
masalah dan melibatkan sejumlah sistem yang ada dalam masyarakat serta menentukan
prioritas sumber-sumber dan program yang defentif. Perencanaan sosial diadakan dengan
tindakan yang rasional untuk mengontrol perubahan-perubahan yang terjadi. Perencanaan
sosial juga diartikan sebagai proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan
menetapkan tindakan dalam 60 memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan,
pengangguran, kenakalan remaja, kesehatan masyarakat yang buruk dan tingginya kematian
bayi.
c. Aksi Sosial (Sosial Action), aksi sosial merupakan suatu gerakan sosial untuk mencapai suatu
tujuan kesejahteraan sosial melalui perundang-undangan, gerakan sosial, dan menstimulasi
pemerintah untuk membuat perundangundangan atau peraturanperaturan bagi tingkat
pusat maupun daerah. Aksi sosial menekankan pada bagianbagian penduduk yang
mengalami penderitaan, golongan ini perlu diorganisasikan agar dapat memberikan
sumbangan yang positif dalam kehidupan masyarakat. Aksi sosial ini berhubungan dengan
usaha untuk menciptakan kondisi sosial yang lebih adil serta usaha untuk memperbaiki
kebijakan sosial dan kebijaksanaan umum. Teknik yang paling disering dilakukan dalam
model aksi sosial adalah kampanye sosial.
d. Kampanye sosial pada dasarnya ditujukan untuk mempengaruhi pihak lain agar memenuhi
tuntutan perubahan yang ingin dicapai. Beberapa bentuk atau media untuk melakukan
kampanye sosial seperti menulis artikel, dialog publik dengan pembuat kebijakan dan
melakukan happening art dalam bentuk kesenian.
4. Proses Intervensi Komunitas
Ife (2008:335) mengemukakan mengenai proses intervensi komunitas adalah pengembangan
masyarakat atau intervensi komunitas lebih diarahkan pada proses bukan hasil, merupakan
penekanan yang sama radikalnya pada perubahan dan partisipasi dari bawah. Pendekatan ini
sama-sama memerlukan reorientasi, utamanya bagi banyak pekerja masyarakat yang telah
terbiasa berfikir didasarkan pada hasil. Proses intervensi komunitas menurut Philips (2009)
yakni sebagai berikut:

 Pengorganisasian kelompok-kelompok penting


 Perumusan atau kesepakatan visi terhadap masa depan secara kolektif
 Asset mapping, yaitu inventarisir aset yang dimiliki masyarakat
 Perencanaan, mencakup pengumpulan data mengenai sikap dan opini tentang masa depan,
penetapan ranking terhadap berbagai peluang yang ada, penetapan berbagai kebijakan yang
relevan, pemetaan dukungan dan inisiatif masyarakat, dan perumusan rangkaian kegiatan
secara rinci.
 Penguatan partisipasi publik dan implementasi dan evaluasi
5. Strategi, Taktik, dan Teknik
1) Strategi Intervensi Komunitas
Setiap strategi tersebut memiliki taktik tersendiri, diantaranya kerjasama (collaboration),
kampanye sosial dan kontes. Berikut penjelasannya:
 Kerjasama (Collaboration)
Collaboration yaitu strategi pengembangan masyarakat yang dilakukan jika
kelompok sasaran atau komunitas sudah memahami apa yang akan dan harus
dilakukan. Selain itu, komunitas sasaran sudah memiliki kehendak atau kesepakatan
bersama untuk melaksanakan kegiatan yang akan dilakukan. Taktik yang digunakan
yaitu implementasi dan capacity building.
 Kampanye Sosial (Social Campaign)
Kampanye sosial adalah suatu upaya untuk mempengaruhi anggota sistem sasaran
agar sistem tersebut menyadari bahwa perubahan memang benar-benar
dibutuhkan dan dengan demikian sumber yang dibutuhkan dapat dialokasikan.
Taktik yang digunakan yaitu pendidikan atau penyuluhan, persuasi, dan
pemanfaatan media masa. Pendidikan atau penyuluhan adalah taktik yang
digunakan untuk tujuan memberikan pemahaman kepada kelompok sasaran agar
mereka mampu menerima apa yang akan dilakukan dan terlibat secara aktif.
 Kontes (contest)
Kontes adalah strategi yang dilakukan apabila lebih banyak pihak-pihak yang
dirugikan atau pihak yang menolak mengenai suatu kebijakan dikarenakan kekuasa
tersebut menindas kelompok tertentu, dianggap tidak adil, dan merugikan
kelompok. Taktik yang digunakan yaitu advokasi, mediasi dan negosiasi. Advokasi
adalah taktik yang dilakukan oleh pekerja sosial untuk memperjuangkan
kepentingan kelompok sasaran dengan cara memediasi suatu permohonan kepada
pihak lain (kelompok dominan, pemerintah daerah, legislatif) agar ada pengganti
akan kerugian yang dialami masyarakat.
2) Teknik Intervensi Makro
Pekerja sosial makro dalam melakukan praktiknya dapat menerapkan beberapa teknik,
dibawah ini:
a. Community Involvement (CI), Neighborhood Survey Study (NSS) atau Home Visit, dan
Community Meeting Forum (CMF)
Firsan (2011: 54-55) mengemukakan bahwa Community Involvemennt (CI) yaitu teknik
dimana praktikan meleburkan diri / melibatkan diri dalam berbagai kegiatan
masyarakat, baik kegiatan formal maupun informal, baik individu maupun kelompok
yang bertujuan untuk menciptakan keterbukan masyarakat dalam memberikan
informasi-informasi yang diperlukan serta menghindari adanya tekanan dari pihak
manapun.
Neighborhood Survey Study (NSS) adalah nama lain dari home visit atau kunjungan
rumah yang merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan jalan mengunjungi
rumah siswa untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi dan melengkapi
data siswa yang sudah diperoleh dengan teknik lain (WS. Winkel, 2005:76). Community
Meeting Forum (CMF) atau pertemuan masyarakat merupakan kegiatan non berupa
forum musyawarah warga di tingkat RT. RT yang merupakan wadah untuk melakukan
jajak kebutuhan (need asesssment) bagi penyiapan usulan kegiatan yang akan
dilaksanakan.
b. Metodelogy Participatory Assesment(MPA)
Metode Assesment Partisipatif adalah salah satu tehnik dalam menjaring ide, kebutuhan,
serta masalah yang dirasakan oleh warga. Dayal, et, al (2000), Methodology for
Participatory Assessments (MPA) adalah metode yang dikembangkan untuk
menjalankan penilaian suatu proyek pembangunan masyarakat (community
development). MPA merupakan alat yang berguna bagi pembuat kebijakan, manajer
program dan masyarakat, sehingga masayarakat setempat dapat memantau
kesinambungan pembangunan dan mengambil tindakan yang diperlukan agar menjadi
semakin baik. Langkah-langkah yang dapat dilakukan, sebagai berikut :
 Masyarakat diajak untuk mendefinisikan masalah/kebutuhan yang mereka rasakan
 Fasilitator memberi penguatan tentang definisi masalah/kebutuhan yang
dikemukakan masyarakat
 Seluruh peserta pertemuan diminta untuk menuliskan kebutuhan/masalah yang ada
di lingkungannya pada meta card. Satu meta card mewakili satu jenis
kebutuhan/masalah
 Masyarakat diajak untuk mendefinisikan masalah/kebutuhan yang dirasakan
 Fasilitator memberi penguatan tentang definisi masalah/kebutuhan yang
dikemukakan masyarakat
 Seluruh peserta pertemuan diminta untuk menuliskan kebutuhan/masalah yang ada
di lingkungannya pada meta card. Satu meta card mewakili satu jenis
kebutuhan/masalah
 Kebutuhan/masalah yang sudah ditulis kemudian ditempel di depan, di tempat yang
sudah disediakan
 Setiap orang diminta untuk menempelkannya sendiri tidak diwakilkan Meta card
yang sudah ditempelkan kemudia dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan atau
masalah yang sejenis (cluster).
 Meminta bantuan masyarakat untuk melakukan pengelompokkan secara bergantian
 Setiap kelompok kebutuhan/masalah kemudian diberi judul (titel). Titel tersebut
harus merangkum semua jenis kebutuhan/masalah yang ada di kelompokknya.
Pemberian titel / judul dilakukan secara musyawarah.
c. Technology of Participation (TOP)
Technology Of Participatory adalah suatu teknik fasilitasi untuk membantu kelompok
dalam pembuatan keputusan secara partisipatif. Dalam melakukan teknik ini terdapat tiga
tahap yaitu:
 Tahap Diskusi
Tahap diskusi yaitu serangkaian pertanyaan yang memandu kelompok di dalam
proses dialog yang berfokus pada pokok bahasan atau pengalaman bersama, saling
bertukar pikiran tanpa bertengkar dan memperdalan wawaan atau kemampuan
memecahkan masalah diantara anggota kelompok.
 Tahap Lokakarya
Tahap lokakarya adalah proses yang mengorganisasi para anggota kelompok ke arah
pendalaman diskusi dan mencapai konsesus atau kesepakatan bersama tentang
tindakan yang tepat dilakukan oleh kelompok. Tahap ini menyatukan pendapat dan
menjabarkan kembali hasi diskusi yag didapatkan.
 Tahap Rencana Tindak
Rencana tindak adalah proses tujuh langkah yang mengorganisir para anggota
kelompok ke arah penyusunan rencana tindakan yang realistis dan mudah
dilaksanakan. Langkah-langkah tersebut adalah penentuan konteks, lingkaran sukses,
kondisi obyektif, menyatakan komitmen, menentukan tindakan yang diperlukan,
penjadwalan dan penugasan, serta refleksi.
d. Participatory Rural Appraisal (PRA)
PRA adalah cara yang digunakan dalam melakukan kajian untuk memahami keadaan
atau kondisi desa dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Tekniknya yaitu:
 Direct Observation (Observasi Langsung). Direct Observation adalah kegiatan
observasi langsung pada obyek-obyek tertentu, kejadian, proses, hubunganhubungan
masyarakat, dan mencatatnya. Tujuan dari teknik ini adalah untuk melakukan cross-
check terhadap jawaban-jawaban masyarakat.
 Semi-Structured Interviewing (SSI) atau Wawancara Semi Terstruktur. Teknik ini
adalah wawancara yang mempergunakan panduan pertanyaan sistematis yang hanya
merupakan panduan terbuka dan masih mungkin untuk berkembang selama interview
dilaksanakan. SSI dapat dilakukan bersama individu yang dianggap mewakili
informasi, misalnya wanita, pria, anak-anak, pemuda, petani, dan pejabat lokal.
 Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus). Teknik ini berupa diskusi
antara beberapa orang untuk membicarakan hal-hal bersifat khusus secara mendalam.
Tujuannya untuk memperoleh gambaran terhadap suatu masalah tertentu dengan lebih
rinci.
 Transect (Penelusuran). Transek merupakan teknik penggalian informasi dan media
pemahaman daerah melalui penelusuran dengan berjalan mengikuti garis yang
membujur dari suatu sudut ke sudut lain di wilayah tertentu.
 Pemetaan Sosial. Teknik ini adalah suatu cara untuk membuat gambaran kondisi
sosial-ekonomi masyarakat, misalnya gambar posisi pemukiman, sumbersumber mata
pencaharian, peternakan, jalan, dan sarana-sarana umum. Hasil gambaran ini
merupakan peta umum sebuah lokasi yang menggambarkan keadaan masyarakat
maupun lingkungan fisik
6. Peran Pekerja Sosial
Sesuai dengan diktum pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu
dirinya sendiri”, praktik pekerjaan sosial makro sangat memperhatikan pentingnya partisipasi
sosial dan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, peran pekerja sosial dalam pekerjaan
sosial makro berpusat pada tiga visi yang dapat diringkas menjadi 3P, yaitu: pemungkin
(enabling), pendukung (supporting), dan pelindung (protecting). Menurut Payne (1986) ada
beberapa peran yang dapat dimainkan pekerja sosial dalam konteks pekerjaan sosial makro
Empat peran di bawah ini sangat relevan diketahui oleh para pekerja sosial dalam setting
makro, yaitu:
A. Fasilitator
Peranan “fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering
dipertukarkan satu-sama lain. Peran sebagai pemungkin atau fasilitator bertujuan untuk
membantu klien agar menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional.
Menurut Barker (1987:49) pencapaian tujuan diperlukan beberapa strategi, meliputi:
pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan
perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan
asset-asset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah
dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya.
B. Broker
Secara umum broker dikenal sebagai penghubung akan permasalahan atau kendala yang
dihadapi masyarakat. Ada tiga tugas utama dalam melakukan peranan sebagai broker, yaitu:
 Mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat.
 Menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten.
 Mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhankebutuhan klien.
C. Mediator
Pekerja sosial dalam setting makro sering melakukan peran mediator dalam berbagai
kegiatan pertolongannya. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan
yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Pekerja sosial berperan
sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara anggota kelompok dan sistem
lingkungan yang menghambatnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan
peran mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai
macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakekatnya
diarahkan untuk mencapai “solusi menang-menang” (win-win solution).

Anda mungkin juga menyukai