Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG WANITA 65 TAHUN DENGAN STEMI INFERIOR DAN


AV BLOCK GRADE I
Diajukan untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior
di bagian Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing :
dr. Bambang Joni, Sp.PD, K-Ger

Disusun oleh :
Inne Pratiwi Farissa
22010112210167

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Inne Pratiwi Farissa


NIM : 22010112210167
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK Undip
Judul Kasus : Seorang Wanita 65 tahun dengan STEMI Inferior dan AV Block
derajat I
Pembimbing : dr.Bambang Joni, Sp.PD, K-Ger

Semarang, Desember
2013
Pembimbing,

dr. Bambang Joni, Sp.PD, K-Ger

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama : Ny. S
Umur : 65 tahun
Pekerjaan : tidak bekerja
Alamat : Jalan Jolotundo RT 02 RW 02
Kecamatan Gayamsari Kota Semarang
Agama : Islam
No.CM : C452466
No.register : 7487589
Masuk RSDK : 29 November 2013
Tanggal Pemeriksaan : 30 November 2013

I.2 DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal


1. CHF NYHA IV 30/12/13 1. Riwayat sakit jantung 30/12/13
2. STEMI Inferior 30/12/13 pada bulan Agustus
3. AV Block derajat I 30/12/13 tahun 2013
4. Hipertensi stage I 30/12/13 2. Riwayat Hipertensi 1 30/12/13
5. Anemia Mikrositik 30/12/13 tahun, kontrol
Hipokromik 30/12/13 tidak teratur
6. Sindroma Geriatri : 3. Riwayat sosial-
intellectual ekonomi kurang 30/12/13
impairment,
impairment of vision

3
I.3 DATA DASAR
I.3.1 Data Subyektif
Data diperoleh dari autoanamnesis dengan pasien dan alloanamesis dengan anak
pasien pada tanggal 30 November 2013 pukul 11.00 di bangsal Geriatri Paviliun
Prof.dr.Boedhi Darmojo RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : sesak
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sesak. Sesak dirasakan
saat pasien sedang berjalan menuju ke masjid yang berjarak ±100 meter dari
rumahnya.
Kuantitas : Sesak dirasakan sepanjang hari baik saat beraktivitas maupun beristirahat
Kualitas : Sesak membuat pasien tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti
makan, mandi, secara mandiri dan harus dibantu oleh anaknya.
Faktor yang memperberat : Sesak dirasakan semakin lama semakin memberat, dan
diperberat oleh aktivitas ringan seperti berjalan.
Faktor yang memperingan : Sesak sedikit berkurang bila pasien duduk dan
beristirahat. Pasien merasa lebih nyaman bila tidur dengan menggunakan bantal
tinggi (2 bantal)
Gejala penyerta :
Sistem Gastrointestinal:
Mual (-), demam (-), frekuensi BAB sering (-), BAB cair (-), BAB putih seperti
dempul (-), BAB hitam/ berdarah (-), nyeri perut (-), nyeri ulu hati (-), nyeri telan
(-), tersedak (-), nyeri gigi (-)
Sistem Saraf:
Pusing (-), nyeri kepala (-) dan terasa kaku pada tengkuk leher belakang,
sempoyongan bila berdiri/berjalan (-), kaku saat berjalan (-), gemetar (-),
kelemahan anggota gerak tungkai (-), bicara pelo (-), kesadaran menurun (-),
kejang (-), bicara tidak nyambung (-), kadang tidak mengenali orang (-),

4
kesemutan (-), mondar-mandir keluar rumah (-), pegal daerah punggung (-), nyeri
menjalar sampai ke kaki (-), gangguan tidur (-)
Sistem Respirasi:
Sesak napas (+), batuk (-) , nyeri dada saat bernapas (-), batuk darah (-), hidung
meler (-), hidung tersumbat (-), mengi (-)
Sistem Kardiovaskuler:
Nyeri dada menjalar ke bahu (+), payah jika bekerja (+), sesak saat berbaring
sehingga harus duduk dengan bantal tinggi (+), berdebar-debar (+), bengkak
kedua kaki (-)
Sistem Ekskresi:
BAK lancar lebih dari 5 kali sehari warna kuning jernih. Nyeri BAK (-), sulit
menahan kencing (-) kencing keluar sebelum sempat ke kamar mandi (-), kencing
tidak lancar (-), kencing tidak tuntas (-), kencing berdarah (-), kencing batu (-),
nyeri kencing (-)
Sistem Endokrin dan reproduksi
Mudah haus (-), mudah lapar (-), sering kencing di malam hari (-), berat badan
turun banyak (-).
Sistem Muskuloskeletal
Nyeri sendi (-), nyeri punggung (-), tinggi badan berkurang (-), gerak berjalan
terbatas (-), kaku sendi lutut di pagi hari (-), bunyi berderik saat bergerak (-), kaki
gemetar jika berjalan (-)
Sistem Panca indera
Kurang pendengaran (-), bicara tidak nyambung (-), telinga berdenging (-),
keluhan penglihatan (+), hanya bisa mengenali orang dari jarak dekat (+)
pandangan seperti tertutup kabut (+).

5
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pada bulan Agustus tahun 2013, pasien dirawat di RSUD Kota Semarang
karena keluhan yang sama. Oleh dokter, pasien dikatakan sakit jantung dan
darah tinggi. Pasien dirawat selama 1 minggu dan diperbolehkan pulang
dengan anjuran rutin kontrol. Pasien diberikan obat pulang Amlodipin dan
ISDN diminum sekali sehari.
- Pasien memiliki riwayat sakit tekanan darah tinggi (+) sejak 1 tahun yang
lalu, pasien tidak rutin kontrol dan minum obat tidak teratur.
- Riwayat sakit kencing manis disangkal
- Riwayat sesak napas karena asma disangkal, alergi (-)
- Riwayat batuk lama (lebih dari 2 minggu) disangkal
- Riwayat operasi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
- Riwayat sakit darah tinggi, kencing manis, sakit jantung dalam keluarga
disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang lansia, sebelum sakit pasien bekerja sebagai penjual
sayuran di warung miliknya dibantu oleh anak-anaknya. Pasien tidak pernah
menempuh pendidikan formal di sekolah. Pasien memiliki 7 orang anak yang sudah
mandiri. Pasien tinggal bersama kelima orang anaknya dan 5 cucunya. Suami pasien
sudah meninggal dunia saat pasien berusia 30 tahun karena sakit. Biaya hidup sehari-
hari dengan menggunakan uang hasil jualan dan penghasilan dari anak-anaknya.
Penghasilan sebulan tidak menentu (±500.00-750.000). Pasien tinggal di rumah
miliknya yang berukuran ±7 x 5 meter, memiliki 1 ruang tamu dengan jendela, 1
ruang keluarga, 2 kamar tidur dengan jendela, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Dinding
tembok, alas plesteran semen, atap menggunakan genteng, sirkulasi udara dan sinar

6
matahari cukup masuk ke dalam rumah. Sumber air minum menggunakan PAM,
penerangan listrik PLN, memasak menggunakan kompor gas. Sehari pasien makan 3
kali, nasi dengan lauk pauk (tahu, tempe, telur), mandi 2 x sehari. Biaya pengobatan
di rumah sakit menggunakan Jamkesmas.
Kesan : sosial ekonomi kurang.

Ruang Kamar tidur Dapur


Keluarga
Kamar
Ruang Tamu mandi
Kamar
tidur

Lain-lain :
Pasien tidak merokok, tinggal serumah dengan anaknya yang merokok (+)

7
Riwayat Fungsional
- Sebelum masuk RS bulan Agustus 2013
Pasien bekerja sebagai penjual sayuran di warungnya. Pasien masih mampu
mengangkat barang yang cukup berat dan mendorong gerobak sayur. Dalam
melakukan aktivitas sehari-hari seperti pergi ke pasar untuk membeli sayuran,
atau membersihkan rumah, memasak, ke kamar mandi dapat dilakukan oleh
pasien secara mandiri. Pasien tidak merasakan kesulitan bila BAB dan BAK.
- Sejak sakit jantung bulan Agustus 2013
Pasien sering merasakan sesak bila beraktivitas berat, sehingga pasien sudah
tidak lagi ke pasar untuk membeli sayuran, pasien juga hanya duduk berjualan
di warungnya saja, tidak dapat mengangkat beban yang berat ataupun
mendorong gerobak sayur. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti
makan, mandi masih dapat dilakukan secara mandiri, namun pasien berjalan
dengan pelan-pelan dan terkadang dibantu oleh anaknya.
- Saat dirawat bulan November 2013 di RS
Pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur, pasien masiih merasa sesak,
memerlukan bantuan untuk berubah posisi. Pasien dipasang nasl kanul
oksigen dan tidur dengan posisi agak tinggi. Setiap hari pasien minum susu 3
x 200 cc, makan 3 x sehari. Pasien masih dapat diajak berkomunikasi dengan
baik.

8
INDEKS KATZ ( Menilai AKS) 30 November 2013
No Aktivitas Mandiri Tergantung 30-11-2013

1. Bathing Memerlukan bantuan Memerlukan bantuan Tergantung


hanya pada 1 bagian dalam mandi lebih
tubuh (bagian belakang dari 1 bagian tubuh
/ anggota tubuh yang dan saat masuk serta
terganggu) atau dapat keluar dari bak
melakukan sendiri mandi / tidak dapat
mandi sendiri
2. Dressing Menaruh pakaian & Tidak dapat Tergantung
mengambil pakaian, memakai pakaian
memakai pakaian, sendiri atau tidak
’brace’, & menalikan berpakaian sebagian
sepatu dilakukan sendiri
3. Toilletting Pergi ke toilet, duduk Memakai ’bedpan’ Tergantung
berdiri dari kloset, atau ’comode’ atau
memakai pakaian mendapat bantuan
dalam, membersihklan pergi ke toilet atau
kotoran (memakai memakai toilet
’bedpan’ pada malam
hari saja & tidak
memakai penyangga
mekanik)
4. Transfering Berpindah dari dan ke Tidak dapat Tergantung
tempat tidur & melakukan / dengan
berpindah dari dan ke bantuan untuk
tempat duduk (memakai berpindah dari & ke

9
atau tidak memakai alat tempat tidur / tempat
bantu) duduk
5. Continence BAK & BAB baik Tidak dapat Tergantung
mengontrol sebagian
/ seluruhnya dalam
BAB & BAK,
dengan bantuan
manual / kateter
6. Feeding Mengambil makanan Memerlukan bantuan Tergantung
dari piring / yang untuk makan atau
lainnya & memasukkan tidak dapat makan
ke dalam mulut (tidak semuanya atau
termasuk kemampuan makan per-
untuk memotong parenteral)
daging & menyiapkan
makanan seperti
mengoleskan mentega
di roti)
Klasifikasi menurut Indeks Katz :
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali bathing & 1 fungsi lain
D : Mandiri, kecuali bathing, dressing, & 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali bathing, dressing, toiletting & 1 fungsi lain
F : Mandiri,kecuali bathing,dressing,toiletting,transfering &1 fungsi lain
G : Ketergantungan untuk semua 6 fungsi di atas
Kesan : Katz G (Ketergantungan untuk semua 6 fungsi di atas)

10
Pada saat dirawat di RS, pasien tidak dapat berubah posisi tidur. Pasien memerlukan
bantuan dari anak pasien dan perawat untuk berubah posisi. Pasien selalu tiduran.

Berikut adalah skor untuk mengukur risiko dekubitus pada pasien.


SKOR NORTON (Untuk Mengukur Risiko Dekubitus)
Penilaian Skor 30-11-2013
Kondisi fisik umum :
 Baik 4 3
 Lumayan 3
 Buruk 2

 Sangat buruk 1

Kesadaran :
 Komposmentis 4 4
 Apatis 3
 Konfus/soporus 2

 Stupor/koma 1

Aktivitas :
 Ambulan 4 1
 Ambulan dengan bantuan 3
 Hanya bisa duduk 2

 Tiduran 1

Mobilitas :
 Bergerak bebas 4 2
 Sedikit terbatas 3
 Sangat terbatas 2

 Tak bisa bergerak 1

11
Inkontinensia :
 Tidak ada 4 4
 Kadang-kadang 3
 Sering inkontinensia urin 2

 Inkontinensia alvi & urin 1

Skor total 14

Kategori : Skor 16-20 : kecil sekali/tak terjadi


12-15 : kemungkinan kecil terjadi
< 12 : kemungkinan besar terjadi
Skor : 14
Kesan : kemungkinan kecil terjadi ulkus dekubitus

Riwayat Gizi
- Pasien biasanya makan 3x/hari dengan nasi ± 1 piring dan habis. Lauk sayur
dan tempe tahu, daging, ayam, telur, dan sering gorengan, senang masakan
asin (tinggi garam)
- Pasien minum minum air putih 4-5 gelas/hari,sering minum teh manis setiap
hari 1gelas dengan 3 sendok teh gula pasir
- Masakan di rumah sehari-hari sering masak sendiri, tidak menggunakan MSG

Riwayat Psikiatri
- Sebelum masuk RS, kegiatan pasien selama di rumah biasanya berjualan
sayuran di warungnya, membersihkan rumah, menonton televisi, memasak
dan mengurus cucu. Pasien selalu melakukan aktivitas di dalam rumah.
Aktivitas sehari-hari mengurus cucu, kadang menyapu, mengurus diri.
Hubungan dengan tetangga masih baik. Pasien kadang keluar rumah dan
mengobrol dengan tetangga. Hubungan pasien dengan keluarga juga baik.

12
Pemeriksaan Status Mental :
Keadaan umum : seorang wanita 65 tahun, tampak sesuai umur, berkulit sawo
matang, penampilan cukup bersih dan rapi, rambut berwarna putih, terpasang infus
RL 16 tetes/menit dan nasal kanul oksigen
Perilaku & Aktivitas Psikomotor : normoaktif
Kesadaran : jernih
Sikap : kontak psikis + wajar, dapat dipertahankan.
Mood : euthyme
Afek : serasi
Gangguan Persepsi : halusinasi (-), ilusi (-)
Bentuk Pikir : realistik
Proses Pikir : lancar
Isi Pikir : waham (-)

SKALA DEPRESI GERIATRI


Pilihan jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan anda dalam satu
minggu terakhir:
”Apakah...........”
1. Anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Ya TIDAK
2. Anda telah meninggalkan banyak kegiatan / minat / kesenangan anda? YA
Tidak
3. Anda merasa kehidupan anda kosong? YA Tidak
4. Anda merasa sering bosan? YA Tidak
5. Anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya TIDAK
6. Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri anda? YA Tidak
7. Anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? Ya TIDAK
8. Anda sering merasa tidak berdaya? YA Tidak
9. Anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan mengerjakan sesuatu
yang baru? YA Tidak

13
10. Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat anda dibanding
kebanyakan orang? YA Tidak
11. Anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan? Ya TIDAK
12. Anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini? YA Tidak
13. Anda merasa anda penuh semangat? Ya TIDAK
14. Anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? YA Tidak
15. Anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada anda? YA
Tidak
Jawaban pasien : digaris bawahi
Skor : Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal dan huruf besar
 Tiap jawaban bercetak tebal dan bergaris bawah mempunyai nilai 1
 Skor antara 1-4 menunjukkan keadaan baik/tidak depresi
 Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
 Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
Skor = 1
Kesan: keadaan baik/ tidak depresi

14
Untuk Skala Depresi Geriatri, Kuesioner Status Mental dan Mini Mental State Exami
nation
KUESIONER STATUS MENTAL
No DAFTAR PERTANYAAN JAWABAN
1 Tanggal berapakah hari ini? (bulan, tahun) B
2 Hari apakah ini B
3 Apakah nama tempat ini? B
4 Berapa nomor telepon atau alamat rumah Bapak/Ibu? S
5 Berapa umur Bapak/Ibu? S
6 Kapan Bapak/Ibu lahir? B
7 Siapakah nama presiden kita sekarang S
8 Siapakah nama presiden sebelum ini? S
9 Siapakah nama gadis ibu Anda? B
10 Hitung mundur 3-3 dari 20! S
0 – 2 kesalahan = baik
3 – 4 kesalahan = gangguan intelek ringan
5 – 7 kesalahan = gangguan intelek sedang
8 – 10 kesalahan = gangguan intelek berat
Bila penderita tidak pernah sekolah, nilai kesalahan diperbolehkan +1 dari nilai diatas
Hasil = 5 kesalahan.
Kesan : gangguan intelek sedang

15
MINI MENTAL STATE EXAMINATION
Max Nilai
ORIENTASI
5 ( 5) Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa?
5 (3) Sekarang kita berada dimana? (Nama rumah sakit, jalan, nomor
rumah, kota kabupaten, provinsi)
REGISTRASI
3 (3) Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda,misalnya : satu
detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah respon mengulang
ketiga nama benda tersebut. Ulangi hingga benar
menyebutkan. Hitung jumlah percobaan dan catat : 2 kali.
ATENSI DAN KALKULASI
5 (1) Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
“ WAHYU “ (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan.
RECALL
3 (3) Tanyakan kembali nama tiga benda yang telah disebut di atas.
Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.
BAHASA
9 (7) a. Apakah nama benda ini? Perlihatkan pensil atau arloji
(2 nilai)
b. Ulangi kalimat berikut : “ JIKA TIDAK, DAN ATAU
TAPI (1 nilai)
c. Laksanakanlah 3 buah perintah ini: Peganglah selembar
kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas tersebut
pada pertengahan dan letakkan di lantai (3 nilai )
d. Bacalah dan laksanakanlah perintah berikut: “

16
PEJAMKAN MATA ANDA” (1 nilai)
e. Tuliskanlah sebuah kalimat (1 nilai)
f. Tirulah gambar ini (1 nilai )

Jumlah skor : 22
Kategori : Skor 24-30 : normal
17-23 : Probable gangguan kognitif
0-16 : definite gangguan kognitif
Skor : 22
Kesan : probable gangguan kognititif

I.3.2 Data Obyektif


PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 30 November 2013 pukul 11.30 di Bangsal
Geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Keadaan umum : Tampak lemah, terpasang nasal kanul oksigen, dispneu (+),
terpasang infus RL
Kesadaran : Composmentis, GCS E4V5M6=15
Tanda vital : TD : 150/100 mmHg (berbaring)
RR : 27x/menit
N : 65x/menit,reguler, isi dan tegangan cukup
t : 37,20C
Status gizi : BB : 52 kg
TB : 151 cm
IMT : 22,8 kg/m2
Kesan : normoweight

17
Kepala : mesosefal
Kulit : turgor cukup, pucat (-)
Mata : konjungtiva palpebra pucat(-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : discharge (-/-), tinitus (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
Hidung : epistaksis (-/-), discharge (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : bibir pucat (-), bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi
berdarah (-), pursed lip breathing (-), gigi palsu (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : trakeaditengah, pembesaran nnll -/-, JVP R+1cm
Thorax : bentuk normal, retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal
(-), sela iga melebar (-)
Cor
Inspeksi :Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :Ictus cordis teraba di SIC V 2cm medial linea
Medioclavicularis sinistra, kuat angkat (-), melebar (-),
pulsasi epigastrial (-), pulsasi parasternal (-).
Perkusi :Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : SIC V linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC V 2 cm lateral linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi : HR= 65x/menit, reguler, BJ I-II normal , bising (-),
gallop(-)
Pulmo depan dan belakang
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Pada SIC V ke bawah paru dextra dan sinistra redup
Pada SIC V ke atas paru dextra dan sinistra didapatkan
sonor.

18
Auskultasi : Pada SIC V keatas paru dextra dan sinistra SD vesikuler +/+,
ST (-)
Pada SIC IV kebawah paru dextra dan sinistra
SD : vesikuler +/+, ST RBH +/+

RBH (+) RBH (+)

Abdomen :
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

19
PEMERIKSAAN NEUROLOGIKUS (Nn CRANIALES)
N I(OLFAKTORIUS) Kanan Kiri
Subjektif + +
Objektif + +

N II (OPTICUS) Kanan Kiri


Tajam Penglihatan >3/60 >3/60
Lapangan Penglihatan sama dengan pemeriksa sama dengan
pemeriksa
Melihat Warna + +
Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan

N III (OCULOMOTORIUS) Kanan Kiri


Sela Mata 2,5 cm 2,5 cm
Pergerakan bulbus bebas bebas
Strabismus - -
Nystagmus - -
Eksoftalmus - -
Pupil Diameter 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil bulat bulat
Reflek terhadap sinar + +
Reflek konsensual + +
Melihat kembar - -

N IV (TROCHLEARIS) Kanan Kiri


Pergerakan mata + +
Sikap bulbus sentral sentral
Melihat kembar - -

20
N V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri
Membuka mulut + +
Mengunyah + +
Menggigit + +
Reflek kornea + +
Sensibilitas Muka + +

N VI (ABDUSCEN) Kanan Kiri


Pergerakan mata ke lateral + +
Sikap bulbus sentral sentral
Melihat kembar - -

N VII(FACIALIS) Kanan Kiri


Menutup mata + +
Memperlihatkan gigi + +
Bersiul + +
Mengerutkan dahi + +
Perasaan lidah 2/3 depan Tidak dilakukan

NVIII (VESTIBULOKLEARIS) Kanan Kiri


Tes Gesekan + +
Detik Arloji + +
Test Rinne Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan
Tes Scwabach Tidak dilakukan

N IX(GLOSSOPHARYNGEUS)
Perasa lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Sensibilitas pharynx Tidak dilakukan

21
N X (VAGUS)
Arcus pharynx: simetris uvula, di tengah
Bicara :+
Menelan :+
N XI(ACCESORUS) Kanan Kiri
Mengangkat bahu + +
Memalingkan kepala + +

N XII (HYPOGLOSSUS)
Pergerakan lidah : simetris
Tremor lidah :-
Artikulasi :-
Deviasi :-

Ekstremitas : superior inferior


Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Cap. Refill <2”/ <2” <2”/ <2”
Refleks fisiologis N/N N/N
Refleks Patologis -/- -/-
Tonus N/N N/N
Kekuatan 5-5-5/5-5-5 5-5-5/5-5-5
Sensibilitas +N/+N +N/+N

22
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin dan Kimia Klinik
Tanggal 29/11/13 1/12/13 4/12/13 Nilai normal
Hb 7,5 8,3 12,1 12-15 gr%
Ht 24 26,2 39,3 35-47 %
Eritrosit 3,4 3,6 5,2 3.9-5,6 jt/mm3
MCH 21,9 22,9 23,5 27-32 pg
MCV 70,2 72 76,3 76-96 fl
MCHC 31,7 31,8 30,8 29-36 g/dl
Leukosit 10,1 10,4 6,0 4-11 rb/mm3
Trombosit 344,2 240,9 206 150-400 rb/mm3
GDS 125 80-110 mg/dl
CKMB 184 7-25 U/l
Troponin 9,07 <0,01

Ureum 28 15-39 mg/l


Kreatinin 0,76 0,6-1,30 mg/dl
Na 142,1 136-145 mmol/l
K 4,15 3,5-5,1 mmol/l
Chlorida 106,8 98-107 mmol/l
PTT/PTTK 16,8/13,7
APTT/K 49,8/31,1
Kolesterol total 157 50-200 mg/dl
Trigliserida 90 30-150 mg/dl
HDL 41 35-60 mg/dl
LDL 96 62-130 mg/dl
Asam urat 4,7 2.6-7.2 mg/dl

23
Tanggal 3/12/13

TIBC : 246

Serum Iron : 9

X-FOTO THORAX (29 NOVEMBER 2013)

Cor : apeks kordis bergeser ke laterokaudal


Kalsifikasi arkus aorta
Pulmo : Corakan vaskuler kasar
Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
sudut kostofrenikus kanan kiri lancip
Kesan : - suspek kardiomegali
- Kalsifikasi arcus aorta
- Tak tampak infiltrat pada paru

24
HASIL PEMERIKSAAN EKG

29 November 2013

Irama : sinus
HR : 55x/menit
axis : normoaxis
gel P : 0,08 detik, P mitral (-), P pulmonal (-), P terminal forced (-) di V1
PR interval : 1,08 detik
QRS kompleks : 0,12 detik

25
ST segmen : elevasi di lead III, aVF. Depresi di lead V2-V6, I, aVL
T wave: Tall T : (-), T inverted (-)
S V1 + R V5/V6 < 35 mm, R/S < 1
Kesan : sinus bradikardi, STEMI inferior, AV block derajat I

HASIL ECHOCARDIOGRAPHY (4 Desember 2013)

Dimensi ruang jantung : dalam batas normal

LVH (+) konsentrik, pericardial effusion (-), trombus (-)

Hipokinetik segmen anteroseptum setinggi basal, segmen lain normokinetik

Fungsi sistolik LV normal dengan LVEF 63%

Fungsi diastolik LV menurun dengan E/A > 2. (gangguan restriktif)

Fungsi sistolik RV menurun dengan TAPSE : 12,2 mm

Katup-katup :

Aov : 3 cuspis, kalsifikasi (+) minimal di ketiga cuspis, mild to moderate AR (+)

AS(-)

MV : mild MR (+) MS (-)

TV : moderate TR (+)

PV : Mild PR (+) moderate PH (+)

Kesan : HHD, moderate AR, mild MR, moderate TR, mild PR

26
I.3.3 DAFTAR ABNORMALITAS

1. Sesak sepanjang hari baik saat beraktivitas maupun beristirahat, lebih nyaman
bila tidur dengan menggunakan bantal tinggi.
2. Nyeri dada (+) sebelah kiri, terasa seperti tertindih beban berat dan terasa panas,
dijalarkan sampai ke punggung dan bahu kiri
3. Keluar keringat dingin (+)
4. Dada berdebar-debar (+)
5. Keluhan gangguan penglihatan berkabut seperti tertutup kabut sejak 1 tahun
yang lalu
6. RPD : Riwayat sakit jantung (+) dirawat di RSUD Kota Semarang 10 hari
7. RPD : riwayat sakit darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol dan
minum obat tidak teratur.
8. Skor AKS indeks KATZ G
9. Skor Norton kemungkinan kecil terjadi ulkus decubitus
10. Kuesioner status mental : gangguan intelek sedang
11. MMSE : probable gangguan kognitif
12. Tekanan darah : 150/100
13. EKG tanggal 28 November 2013 : sinus bradikardi, AV block derajat I, ST
elevasi di lead II, II, aVF, ST depresi di lead I, aVL, V2-V6
14. Laboratorium (28/11/13) anemia mikrositik hipokromik, CKMB : 184,
troponin 9,07
15. X foto thoraks : suspek kardiomegali (LV)

27
IV. DAFTAR MASALAH
A. Sindroma Geriatri
sindroma serebral (-)
konfusio (-)
gangguan otonom (-)
inkontinensia (-)
jatuh (-)
kelainan tulang dan patah tulang (-)
dekubitus (-)

B. AKS
Immobility Isolation
Impaction Impotence
Instability Immuno-deficiency
Iatrogenic Infection
Intelectual impairment Inanition
Insomnia Impairment of vision, smell and hearing
Incontinence Impecunity

C. Problem Medis
1. STEMI Inferior
2. AV Block derajat I
3. Hipertensi stage I
4. Skor AKS → skor KATZ G
5. Anemia mikrositik hipokromik
6. Katarak senilis
7. Kuesioner status mental : gangguan intelek sedang
8. MMSE : probable gangguan kognitif

28
V. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1. STEMI inferior dan AV Block derajat I
Assesment : Komplikasi STEMI, Faktor risiko PJK
Ip Dx : Profil lipid, asam urat, GD I/II, HbA1C, EKG serial/12 jam,
Echocardiography
Ip Rx :
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IVFD RL 16 tpm
Heparinisasi 600 unit/jam
Aspirin 80 mg
Plavix 75 mg
Ip Mx : keadaan umum, tanda vital dan keluhan nyeri dada atau sesak, balance
cairan.
Ip Ex :
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya disebabkan oleh proses
degenerative yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah jantung
yang menyebabkan jantung kekurangan oksigen sehingga terjadi
kematian sel-sel otot jantung.
2. Menjelaskan kepada pasien diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa
pemeriksaan echocardiography untuk melihat keadaan jantung, fungsi
jantung, dan pergerakan jantung.
3. Menjelaskan pada pasien untuk beristirahat dan tidak mengejan agar
tidak meningkatkan beban jantung

2. Hipertensi stage I
Assesment : - Etiologi primer
- Etiologi sekunder (Glandula Suprarenal, Tiroid, Reno
vascular hypertension).
- Faktor resiko penyakit jantung iskemik lainnya

29
-Tanda-tanda komplikasi (retinopati hipertensi)
Ip Dx : Profil lipid, GD I/II, asam urat, kimia klinik, konsul mata
Ip Rx : Lisinopril 5 mg
Diet rendah garam 1700 kkal
Ip Mx : keadaan umum dan tanda vital
Ip Ex :
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya disebabkan oleh proses
degenerative pada pembuluh darah sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan darah
2. Menjelaskan kepada pasien diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa
pemeriksaan laboratorium untuk kadar gula darah, lemak dan kolesterol,
serta asam urat untuk mengetahui adakah kemungkinan faktor risiko lain
yang menyebabkan penyakit jantung yang diderita.
3. Menyarankan pada pasien untuk mengurangi aktivitas / pekerjaan jika
nyeri bertambah berat dan memperbanyak istirahat.
4. Menjelaskan pada pasien untuk mengurangi konsumsi makanan yang
asin dan mengandung MSG (penyedap rasa).
5. Edukasi untuk rutin kontrol ke dokter dan minum obat antihipertensi
secara teratur.

3. Immobilitas (KATZ G)
Assesment : pneumonia, thrombosis, dekubitus
IP Dx : profil lipid darah (kolesterol, LDL, HDL, trigliserida), darah rutin,
GD I / II, HbA1c, X-foto thoraks
IP Rx : Konsul rehabilitasi medik untuk mobilisasi bertahap
IP Mx : Indeks Katz dan skor Norton, keadaan umum dan tanda vital

30
IP Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai keadaan pasien
tentang pembatasan aktivitas kegiatan sehari-harinya supaya keluarga
membantu bila pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien tidak terlalu
banyak melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan beban kerja jantung
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk merubah posisi tidur
miring ke kanan dan kiri setiap 2 jam sekali untuk mengurangi risiko
terjadinya luka di punggung

4. Katarak Senilis
Assesment : -
Ip Dx : slit lamp biomikroskopi  konsul mata
Ip Rx : sesuai dengan penataksanaan dari Bagian Mata
Ip Mx : visus, keluhan gangguan penglihatan
Ip Ex : menjelaskan kepada pasien bahwa terdapat kekeruhan pada lensa
mata dan penatalksanaan lebih lanjut akan diberikan oleh dokter spesialis
mata.

5. Anemia Mikrositik Hipokromik


Assesment : Defisiensi Fe
Ip Dx : Serum iron, ferritin, TIBC Gambaran darah tepi, hitung jenis,
retikulosit
Ip Rx : Transfusi PRC sampai dengan Hb 10g%
Ip Mx : reaksi alergi, anafilaktik, dan reaksi transfusi lain,
pemeriksaan Hb ulang post transfusi
Ip Ex : menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien akan diberikan
transfusi darah karena rendahnya kadar hemoglobin di darah

31
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ASPEK KESEHATAN LANJUT USIA (GERIATRI)1,2


A. Teori Proses Menua
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Populasi lansia (usia ≥ 60 tahun) semakin
meningkat. Diperkirakan 600 juta di tahun 2000 dan diramalkan menjadi 2 milyar di
tahun 2050. Dengan semakin berkembangnya teknologi kesehatan, populasi lansia
akan semakin meningkat dan demikian berpengaruh pada angka ketergantungan.
Demikian juga problem kesehatan yang ditemui pada populasi lansia semakin
banyak.
Ada beberapa teori proses menua, antara lain:
1. Teori genetic clock
Setiap spesies memiliki jam genetik yang akan berhenti sesuai waktunya. Usia
harapan hidup dipengaruhi pula oleh jenis kelamin.
2. Mutasi somatik (error catastrophe)
Faktor lingkungan (radiasi, zat kimia) yang toksik atau karsinogenik menyebabkan
kesalahan transkripsi dan translasi DNA sehingga timbul kesalahan yang
menyebabkan metabolit berbahaya (mutasi)
3. Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi berulang menyebabkan kemampuan sistem tubuh mengenal diri sendiri
sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang mengenai berbagai macam jaringan.
4. Teori menua akibat metabolisme
Semakin banyak metabolisme, akan semakin cepat timbul proses degenerasi

32
5. Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas sebagai produk sampingan respirasi aerob dihasilkan menumpuk
melebihi kapasitas anti radikal bebas tubuh (SOD, katalase, glutation peroksidase)
sehingga menimbulkan kerusakan sel
Menua atau menjadi tua merupakan proses yang dialami oleh semua orang dan
tidak dapat dihindari. Yang dapat diusahakan adalah tetap sehat ada saat menua
“Healthy Aging”. Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang
dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif.

B. Perubahan dalam Proses Penuaan


Perubahan dalam penuaan terdiri dari perubahan anatomi, patologi, dan
psikososial akibat proses menua. Pada panca indra didapatkan perubahan degeneratif
otot akomodasi, jaringan ikat periorbita, fungsi kelenjar lakrimalis, perubahan
elastisitas lensa, degenerasi neuron kortikal sehingga visus dapat terganggu. Fungsi
telinga juga menurun akibat hilangnya sel rambut pada organ corti. Dalam sistem
pencernaan terjadi atrofi mukosa, penurunan aliran darah, turunnya elastisitas otot
dan tulang rawan laring sehingga timbul gangguan pengecapan, turunnya refleks
batuk dan menelan, kesulitan mencerna makanan, perubahan nafsu makan,
malabsorbsi makanan. Dengan ini lansia akan mudah tersedak dan mengalami
kekurangan gizi. Sistem kardiovaskuler berubah di mana terjadi penebalan dan
kekakuan dinding pembuluh darah, degenerasi katup jantung sehingga terjadi
penurunan curah jantung dan mempengaruhi aliran darah otak. Sistem respirasi
berubah di mana elastisitas alveolus menurun, terjadi degenerasi epitel, dan
kelemahan otot pernapasan sehingga kapasitas vital menurun dan refleks batuk
menurun. Dengan ini lansia peka terhadap pneumonia dan mudah mengalami gagal
respirasi.
Perubahan T4 menjadi T3 menurun sehingga metabolisme menurun pada
lansia. Hormon seksual menurunkan fertilitas, estrogen yang menurun mempengaruhi
metabolisme tulang sehingga mudah timbul osteoporosis. Transmisi asetilkolin,

33
dopamin, dan noradrenalin terganggu sehingga lansia mudah mengalami hipotensi
postural dan kesulitan regulasi suhu. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya
usia akibat perubahan degeneratif.
Kulit menjadi atrofi dan mengalami penipisan lemak subkutan sehingga
elastisitasnya menurun. Hal ini menyebabkan lansia mudah terkena abrasi dan infeksi
kulit. Degenerasi tulang rawan, ligamen, dan jaringan sendi membuat penurunan
elastisitas dan mobilitas sendi yang menimbulkan kekakuan pada lansia. Sistem
imunologi menurun dengan hasil timbulnya penyakit autoimun dan kanker. Secara
umum postur tubuh lansia juga akan menjadi bungkuk sehingga mudah terjadi nyeri
punggung.

C. Asesmen Kesehatan dan Penyakit Pada Usia Lanjut


Konsep kesehatan usia lanjut meliputi status fungsional individu yang
bermanifestasi pada aktivitas hidup sehari-hari (fisik, sosial, psikis), sindroma
geriatrik, serta penyakit pada usia lanjut. Penanganan geriatrik dipusatkan pada
strategi pencegahan meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier lewat
modifikasi perilaku dan gaya hidup.
Sifat penyakit pada lansia memiliki perbedaan mendasar dengan penyakit pada
dewasa umumnya menyangkut beberapa hal berikut:
Parameter Usia lanjut Usia muda
Etiologi  Endogen (dari dalam)  Eksogen (dari luar)
 Tersembunyi  Jelas, nyata
 Kumulatif/multipel  Spesifik, tunggal
 Lama terjadi  Recent
Awitan gejala  Insidious, kronik  Florid (jelas sekali)
 Tidak khas  Khas, memenuhi
hukum Parsimoni
(gejala dan tanda khas

34
untuk masing-masing
penyakit)
Perjalanan penyakit  Kronik/menahun,  Self-limiting
progresif,  Memberi kekebalan
menyebabkan cacat
lama
 Menjadi rentan
penyakit lain
Variasi individual  Beragam  kecil

Oleh karena itu penanganan penderita geriatri harus menyeluruh (holistik) dengan
model analisis multi disiplin (asesmen geriatri). Asesmen ini bertujuan menegakkan
diagnosis kelainan yang fisiologis maupun patologis, menemukan adanya
impairment, disabilitas, atau handicap yang perlu rehabilitasi, menilai sumber daya
ekonomi, sosial, dan lingkungan pasien.

D. Sindroma Geriatri
Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat penuaan
dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari penyakit
pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri antara lain adalah:
 “the O complex” : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders, impaired
homeostasis
 “the big three” : intelectual failure, instability, incontinence
 “the 14 I” : Imobility, Impaction, Instability, Iatrogenic, Intelectual Impairment,
Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence, Immunodefficiency, Infection,
Inanition, Impairment of Vision, smelling, hearing, Impecunity

35
Menurut Brocklehurst, Allen et al dikenal istilah geriatric giants sebagai berikut:
1. Sindroma serebral
Pada lanjut usia terjadi penurunan aliran darah otak sekitar 30 mL/100gram
jaringan otak/menit. Metabolisme otak juga menurun karena terjadi atrofi neuron.
Normal pada dewasa nilainya 50 mL/100 gram/menit. Penurunan aliran darah
otak hingga 23 mL/100 gram/menit dapat menimbulkan sindroma serebral, yaitu
perubahan patologik pembuluh darah otak. Gejala yang timbul dapat berupa
gejala umum (rigiditas, peningkatan refleks, tendensi condong ke belakang, sulit
berjalan) gejala klinis daerah yang diperdarahi karotis (TIA, stroke, arteritis) dan
vertebrobasiler (drop attack, TIA).
Penurunan aliran darah otak pada lansia dapat disebabkan oleh sebab mekanik
maupun akibat perubahan autoregulasi aliran darah otak. Secara mekanik
didapatkan bahwa pada lansia terbentuk osteofit pada vertebra sehingga
menimbulkan jepitan pada arteri vertebralis yang menyuplai darah ke otak lewat
susunan vertebrobasiler. Selain itu degenerasi diskus intervertebralis membuat
arteri vertebralis menjadi berkelok-kelok dengan akibat turunnya aliran darah
menuju ke otak. Dengan demikian gerakan leher dapat membuat lansia
kekurangan sirkulasi darah otak dan tiba-tiba terjatuh.
Karena autoregulasi sebagai mekanisme proteksi otak mengalami penurunan,
sedikit perubahan tekanan darah atau diameter arteri otak akan mengurangi aliran
darah otak yang sulit dikompensasi oleh lansia. Kelainan vaskuler
arteriosklerosis mengurangi perfusi otak yang menimbulkan infark lakuner.
Hipoksemia akibat gangguan respirasi atau kardiovaskuler (gagal jantung,
bronkopneumonia, interaksi obat) juga menurunkan aliran darah otak. Diabetes
dan hipertensi menurunkan aliran darah otak dengan timbulnya angiopati.
2. Konfusio Akut dan Dementia
Konfusio akut adalah gangguan menyeluruh fungsi kognitif yang ditandai oleh
memburuknya secara mendadak derajat kesadarah dan kewaspadaan dan proses
berpikir yang berakibat terjadinya disorientasi. Penyebab konfusio dapat akibat

36
penyebab intraserebral, penurunan nutrisi serebral, penyebab toksik, kegagalan
mekanisme homeostatik, dan lain-lain seperti nyeri, depresi, perubahan
lingkungan, obat-obatan.
Dementia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Perjalanannya bertahap dan tidak ada gangguan kesadaran. Biasanya dementia
tidak didiagnosis karena dianggap wajar oleh masyarakat. Gangguan memori
yang menurun tanpa perubahan fungsi kognitif dan ADL dinamakan Mild
Cognitive Impairment. Sebagian keadaan ini akan berkembang menjadi
dementia.
Diagnosis dementia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan Mini Mental
State Examination dan penyebab pastinya dengan pemeriksaan patologi.
Dementia dibagi menjadi 4 golongan: dementia degeneratif primer/Alzheimer
(50-60%), dementia multi infark (10-20%), dementia reversibel/sebagian
reversibel (20-30%), dan gangguan lain (5-10%).
Penyebab dementia yang reversibel dapat dibuat matriks jembatan keledai
berikut:
D : drugs
E : emotional (emosi, depresi)
M : metabolik/endokrin
E : eye and ear (mata dan telinga)
N : nutrisi
T : tumor trauma
I : infeksi
A : arteriosklerosis
Prinsip tatalaksana dementia adalah optimalisasi fungsi pasien, mengenali dan
mengatasi komplikasi, rawat berkelanjutan, informasi pada keluarga, dan nasihat
pada keluarga.

37
3. Gangguan otonom
Pada lansia terjadi penurunan kolin-esterase dan aktivitas reseptor kolin yang
berakibat penurunan fungsi otonom. Beberapa gangguannya adalah hipotensi
ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih, gerakan esofagus dan
usus besar.
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan sistolik/diastolik sebanyak 20
mmHg pada saat berubah dari posisi tidur ke posisi tegak setelah 1-2 menit. Hal
ini terjadi akibat penurunan isi sekuncup jantung dan perpindahan darah ke posisi
bawah tubuh. Biasanya tidak menimbulkan gejala karena mekanisme
kompensasi. Namun pada lansia dapat terjadi adanya penurunan elastisitas
pembuluh darah, gangguan barorefleks akibat tirah baring lama, hipovolemia,
hiponatremia, pemberian obat hipotensif, atau penyakit SSP maupun neuropati
lain (parkinson, CVD, diabetes mellitus). Gejala bisa berupa penurunan
kesadaran atau jatuh. Penatalaksanaannya adalah meninggikan kepala waktu
tidur. Terapi farmakologis dapat menggunakan hormon mineralokortikoid,
simpatomimetik, atau vasokonstriktor lainnya seperti fluorokortison, kafein,
pindolol.
Gangguan regulasi suhu juga ditemukan pada lansia sehingga mereka rentan
mengalami hipertermia maupun hipotermia. Hipertermia adalah suhu inti tubuh >
40,6oC, disfungsi saraf pusat hebat (psikosis, delirium, koma). Sementara itu
hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh di bawah 35oC.
4. Inkontinensia
Inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) tanpa disadari, dalam jumlah
dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan
atau sosial. Ini bukan konsekuensi normal dari pertambahan usia. Penyebab
inkontinensia berasal dari kelainan urologik (radang, batu, tumor), kelainan
neurologik (stroke, trauma medula spinalis, dementia), atau lainnya (imobilisasi,
lingkungan). Inkontinensia dapat akut di saat timbul penyakit atau yang
kronik/lama.

38
Inkontinensia akut yang biasanya reversibel dapat diformulasi dengan akronim
DRIP yang merupakan Delirium, Restriksi mobilitas retensi, Infeksi inflamasi
impaksi feses, Pharmasi poliuri. Juga dengan akronim DIAPPERS : Delirium,
Infection, Atrophic vaginitis/uretheritis, Pharmaceuticals, Physiologic factor,
Excess urine output, Restricted mobility, Stool impaction.
Inkontinensia menetap dapat terjadi akibat aktivitas detrusor berlebih (over active
bladder), aktivitas detrusor yang menurun (overflow), kegagalan uretra (stress
type), atau obstruksi uretra.
Tatalaksana inkontinensia urin meliputi behavioral training (bladder training,
pelvic floor exercise), farmakologis, pembedahan. Obat yang digunakan dapat
meliputi antikolinergik antispasmodik (imipramin) untuk tipe urgensi/stres, α-
adrenergik agonis (pseudoefedrin, fenilpropanolamin) untuk tipe stres atau
urgensi, estrogen agonis(oral/topikal) untuk tipe stres atau urgensi, kolinergik
agonis (betanekol), α-arendergik antagonis (terasozine) untuk tipe overflow atau
urgensi karena pembesaran prostat. Pembedahan meliputi juga kateterisasi
sementara (2-4 kali sehari) atau menetap.
5. Jatuh
Jatuh adalah kejadian tidak diharapkan dimana seorang jatuh dari tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya. Sebanyak 30%
lansia ≥ 65 tahun mengalami jatuh. Kondisi jatuh dipengaruhi stabilitas badan
yang ditunjang oleh sistem sensorik (penglihatan, pendengaran, vestibuler,
proprioseptif), susunan saraf pusat, kognisi, dan fungsi muskuloskeletal. Ia juga
dipengaruhi faktor ekstrinsik seperti pengaruh obat dan kondisi lingkungan.
Penyebab jatuh ada beragam, antara lain kecelakaan, nyeri kepala dan atau
vertigo, hipotensi ortostatik, obat-obatan (diuretik, antihipertensi, antidepresan
trisiklik, sedatif, antipsikotik, hipoglikemk, alkohol), proses penyakit (aritmia,
TIA, stroke, parkinson), idiopatik, dan sinkop (drop attack, penurunan CBF).
Jatuh menimbulkan komplikasi perlukaan jaringan lunak dan fraktur (terutama
pelvis, kolum femoris), imobilisasi, disabilitas, risiko meninggal. Jatuh perlu

39
dicegah dengan identifikasi semua faktor risiko intrinsik maupun ekstrinsik,
penilaian pola berjalan dan keseimbangan (tes romberg), dan pemeriksaan rutin.
Setiap lansia selalu harus ditanyakan riwayat jatuh dan evaluasi status kesehatan.
Tatalaksana jatuh adalah pencegahan sesuai dengan etiologi yang dirasa memberi
risiko terjadinya jatuh.
6. Kelainan tulang dan patah tulang
Setiap tahun 0,5-1% dari berat tulang wanita pasca menopause dan pria > 80
tahun menurun. Penurunan ini timbul di bagian trabekula. Kelainan tulang yang
timbul dapat berupa osteoporosis, osteomalasia, osteomielitis, dan keganasan
tulang.
Patah tulang/fraktur pada usia lanjut terutama akibat osteoporosis, ada 3 jenis
yang terutama, yaitu fraktur sendi koksa (collum femoris), fraktur pergelangan
tangan (colles), dan kolumna vertebralis (crush, multipel, atau baji).
7. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan kulit sampai jaringan di bawah kulit, menembus otot
sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga timbul gangguan sirkulasi darah setempat. Ulkus dekubitus
terjadi terutama pada tonjolan tulang. Usia lanjut memiliki potensi dekubitus
karena jaringan lemak subkutan berkurang, jaringan kolagen dan elastis
berkurang, efisiensi kapiler pada kulit berkurang. Pada penderita imobil, tekanan
jaringan akan melebihi tekanan kapiler, sehingga timbul iskemi dan nekrosis.
Proses ini dipengaruhi oleh tekanan, daya regang, gesekan, dan kelembaban.
Semua pasien lansia yang imobil harus dinilai skala Norton untuk risiko
dekubitus. Skor di bawah 14 berkaitan dengan risiko tinggi timbulnya ulkus.
Pencegahan ulkus dapat dilakukan dengan membersihkan kulit, mengurangi
gesekan dan regangan dengan berpindah posisi, asupan gizi yang cukup, menjaga
kelembaban kulit. Perlu diingat komplikasi ulkus dekubitus adalah sepsis.

40
2.2 Infark Miokard20-40
2.2.1. Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan
oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus.20
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan
vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus
atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor,
volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan
vaskulitis.
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis
sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria
35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.

Sumber : Leonard of Lily. Pathophysiology of Heart Disease- A Collaborative Product of Chemichal


Disease, Chapter 6 Ischaemic Heart Disease. Philadelphia : Lippincott Williams & Willkins, 2011.

41
Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner
kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri
kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri.
Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks
jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan
mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam
sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.21

2.2.2. Etiologi dan Faktor Resiko


Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara
lain: 22
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan

42
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan
aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali
lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention
(PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark
miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

43
Sumber : Leonard of Lily. Pathophysiology of Heart Disease- A Collaborative Product of Chemichal
Disease, Chapter 6 Ischaemic Heart Disease. Philadelphia : Lippincott Williams & Willkins, 2011.

Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah,
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner
meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum
usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik.23 Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar
serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi
buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik.24
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama
kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini
diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan
laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini

44
sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga
karena adanya efek perlindungan estrogen. 25
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida
serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP)
menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The
Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar
kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard.26
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia.26
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar
50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris,
sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan
rokok.24
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-
30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas
dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan
dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus
tipe II.24
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan

45
resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006). Resiko terkena infark miokard
meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C
dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.

2.2.3. Patologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai
dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak
ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan
lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.24
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi
endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel
endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-
molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-
trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan
produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam
migrasi dan pertumbuhan sel.24
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag
berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag
yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor
pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke
dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak
menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari
lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa
atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.

46
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.27
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia
yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau
subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan
berelaksasi.27
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi
dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi
karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak
dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun.
Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan
durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan
apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20
menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard.27
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner,
maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan
perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang
waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI
hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non

47
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner .28
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural).
Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat
yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat
mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial
terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi
pada waktu berbeda-beda.27

2.2.4. Gejala Klinis


Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif
dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun
pemberian nitrogliserin.29 Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang
merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard.
Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar
ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang
menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah
makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan
oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat.30
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin
dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini
dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak
berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa
dingin.31
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat.29 Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung.31 Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard
berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.

48
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal. 29
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik
abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung
tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting
suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar
dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien
infark miokard transmural tipe STEMI.31

2.2.5. Diagnosis
Diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu :29
1. Adanya nyeri dada
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
3. Peningkatan petanda biokimia.
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen
ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika
trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST.
Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam
unstable angina atau Non STEMI.32
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.33 Oleh
sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah
yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-
MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan

49
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).34 Peningkatan kadar serum protein-protein
ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.35

EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard


Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel
berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak
menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai
defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q
disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman
EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark
miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan
abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang
Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan
dalam.36
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area
tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses
depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan
terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat
yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan
ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury
subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal.
Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.36
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih
negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak
menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam
gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah
gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari
epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi
subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi.36

50
Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi
infark dapat ditentukan dari perubahan EKG.24 Penentuan lokasi infark berdasarkan
perubahan gambaran EKG dapat dilihat di Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi


segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis
kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria usia≥40 tahun, STEMI
ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi
pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa
menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005). Lokasi
Perubahan gambaran EKG Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL
Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang
T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau

51
gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL). Inferior Elevasi
segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF Inferoseptal Elevasi segmen ST
dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3 True posterior Gelombang R tinggi di
V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2 RV
infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan
konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI
beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang
datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di
V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi
segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi
segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin
memperkuat dugaan Non STEMI.37

Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark Miokard


Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus
kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa),
troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa) (Maynard, 2000). Troponin C berikatan
dengan ion Ca2+ dan berperan dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama
kontraksi otot jantung. Berat molekulnya adalah 18.000 Dalton. Troponin I yang
berikatan dengan aktin, berperan menghambat interaksi aktin miosin. Berat
molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang berikatan dengan tropomiosin
dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi kontraksi otot. Berat molekulnya
adalah 37.000 Dalton. Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada
otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal dalam hal komposisi
imunologis, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan skeletal identik..38

52
Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang
tinggi pada sitosol dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol, yang
merupakan prekursor tempat pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa
troponin dalam bentuk bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam
keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi dalam darah (Rottbauer, 1996).
Keberadaan cTnT dalam darah diawali dengan keluarnya cTnT bebas bersamaan
dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak. Selanjutnya cTnT yang berikatan
dengan miofibril terlepas, namun hal ini membutukan waktu lebih lama.31
Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar cTnT
pada infark miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh
keluarnya cTnT bebas dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT yang
terikat pada miofibril. Oleh sebab itu, pelepasan cTnT secara sempurna berlangsung
lebih lama, sehingga jendela diagnostiknya lebih besar dibanding pertanda jantung
lainnya. 38
Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang
reversible atau irreversible. Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat
mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan
proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan
pergeseran elektrolit, edema sel dan hilangnya integritas membran sel. Dalam hal
kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam
sitosol melalui transpor vesikular. Setelah itu terjadi difusi bebas dari isi sel ke dalam
interstisium yang mungkin disebabkan rusaknya seluruh membran sel. Peningkatan
kadar laktat intrasel disebabkan proses glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian
diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH
dan aktifasi enzim proteolitik menyebabkan disintegrasi struktur intraseluler dan
degradasi protein terikat. Manifestasinya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat
iskemia, cTnT dari sitoplasma dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaaan ini
berlangsung terus menerus selama 30 jam sampai persediaan cTnT sitoplasma habis.
Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan

53
terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke dalam darah.
Masa pelepasan cTnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan kadarnya
turun.38
Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT
mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi
selama 7-14 hari (Ramrakha, 2006). cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih
lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali normal
(Samsu, 2007). Diagnosis infark miokard ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT
dalam 12 jam sebesar ≥0.03 μg/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi atau
infark pada lembaran EKG dan nyeri dada.39

54
2.3 HIPERTENSI
A. Definisi Hipertensi
Menurut WHO tahun 2001, secara umum hipertensi adalah suatu keadaan
dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50
tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Harus
dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
memastikan keadaan tersebut dan pada kejadian berulang dapat meningkatkan risiko
terhadap penyakit stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal.
Pengertian ini juga sesuai dengan sistem klasifikasi yang ada pada saat ini, yaitu
sesuai dengan JNC VII. Klasifikasi hipertensi penting untuk penentuan diagnosis dan
kebijakan para klinisi dalam penanganan yang optimal mengingat komplikasi yang
dapat ditimbulkan.6
B. Klasifikasi Hipertensi
Menurut JNC VII, tekanan darah dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu : normal,
pre-hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2. Klasifikasi ini berdasarkan
pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang baik, yang
pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat.
Tekanan Tekanan Obat Awal
Klasifikasi Modifika
Darah Darah
Tekanan si Gaya Tanpa Dengan
Sistolik Diastolik
Darah Hidup indikasi Indikasi
(mmhg) (mmhg)
Normal <120 < 80 Anjuran Tidak perlu Gunakan obat
menggunakan yang spesifik
Pre
120 – 139 80 – 89 Ya obat anti dengan indikasi
Hipertensi
hipertensi (risiko)
Untuk semua Gunakan obat
Hipertensi kasus gunakan yang spesifik
140 – 159 90 – 99 Ya
Stage I diuretik jenis dengan indikasi
thiazide (risiko).

55
dengan Kemudian
pertimbangan tambahkan
ACEi, ARB, dengan obat anti
BB, CCB, atau hipertensi
kombinasikan (diuretik, ACEi,
Gunakan ARB, BB, CCB)
kombinasi 2 seperti yang
obat ( biasanya dibutuhkan
Hipertensi
≥ 160 ≥ 100 Ya diuretik jenis
Stage II
thiazide) dan
ACEi/ARB/B
B/CCB

Pasien dengan pre-hipertensi memiliki resiko dua kali lipat untuk berkembang
menjadi hipertensi. Dimana berdasarkan dari tabel tersebut, diakui perlu adanya
peningkatan edukasi pada tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai modifikasi
gaya hidup dalam rangka menurunkan dan mencegah perkembangan tekanan darah
ke arah hipertensi. Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu strategi dalam
pencapaian tekanan darah target, mengingat hipertensi merupakan salah satu penyakit
degeneratif yang disebabkan oleh perilaku gaya hidup yang salah.7

C. Penyebab hipertensi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esensial dan
hipertensi sekunder.
a. Hipertensi esensial ( primer/idiopatik ).
Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan
hemodinamik utama pada jenis ini adalah peningkatan resistensi perifer. Yang
menjadi penyebab jenis ini adalah faktor genetik ( terlihat dari adanya riwayat
penyakit kardiovaskuler dari keluarga, sensitivitas pada natrium, kepekaan

56
terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskular terhadap vasokonstriktor,
dan resistensi insulin ) dan faktor lingkungan ( makan garam berlebihan, stress
psikis, dan obesitas ).
b. Hipertensi sekunder
Prevalensinya hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi. Hipertensi
ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin
(hipertensi endokrin), obat dan lain-lain.

D. Faktor risiko hipertensi


Faktor risiko terjadinya hipertensi yaitu, sebagai berikut :
 Usia
Risiko terjadinya hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
Pada usia pertengahan tahun, laki – laki lebih berisiko untuk mengalami
hipertensi sedangkan wanita lebih berisiko untuk mengalami hipertensi
setelah menopause.
 Ras
Hipertensi lebih sering terjadi pada ras hitam, seringkali terjadi pada usia
muda jika dibandingkan dengan ras kulit putih putih. Komplikasi serius,
seperti stroke dan serangan jantung, lebih sering terjadi pada ras kulit
hitam.
 Riwayat keluarga
 Overweight atau obesitas
Individu dengan overweight dan obesitas memiliki risiko untuk mengalami
hipertensi. Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar pasokan
darah yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi
jaringan. Seiring dengan peningkatan volume yang melalui pembuluh
darah, maka tekanan pada dinding kapiler pun meningkat.

57
 Kurang aktif bergerak.
Individu yang kurang aktif secara fisik memiliki kecenderungan memiliki
denyut jantung lebih tinggi. Semakin tinggi detak jantung, semakin berat
jantung harus bekerja di setiap kontraksi dan semakin kuat tekanan pada
arteri. Selain itu, kurang aktivitas fisik meningkatkan risiko kegemukan.
 Merokok
Merokok tidak hanya akan meningkatkan tekanan darah sementara tetapi
zat kimia yang terkandung di dalamnya akan merusak permukaan dinding
arteri, hal ini akan menyebabkan arteri akan menyempit, dan tekanan darah
akan meningkat.
 Diet tinggi garam ( sodium)
Diet tinggi garam dapat menyebabkan retensi cairan tubuh yang akan
meningkatkan tekanan darah.
 Diet kurang potasium
Potasium membantu menyeimbangkan kadar sodium dalam sel. Diet
kurang potasium akan menyebabkan akumulasi sodium dalam darah.
 Diet kurang vitamin D
Mekanisme defisiensi vitamin D dengan peningkatan tekanan darah belum
sepenuhnya dimengerti. Vitamin D diduga berefek pada enzim yang
diproduksi oleh ginjal yang akan mempengaruhi tekanan darah.
 Alkohol
Mengkonsumsi banyak alkohol dapat menyebabkan tubuh melepaskan
hormon yang dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung.
 Stres
 Penyakit kronik
Individu yang menderita kolesterol, diabetes, penyakit ginjal kronik dan
sleep apneu berisiko untuk mengalami hipertensi8

58
Komplikasi target Organ ( TOD) pada hipertensi:
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Penebalan dinding arteri atau plag aterosklerosis
- Creatinin : pria > 1,3-1,5 mg/dl
Wanita > 1,2-1,4mg/dl
- Mikroalbuminuria : 30-300mg/24jam
Albumin creatinin ratio : pria ≥ 22, wanita ≥ 31mg/g
Penyakit Penyerta pada hipertensi :
 Penyakit serebrovaskular
 Penyakit jantung : infark miokard
Angina
Revaskularisasi koroner
Gagal jantung kongestif
 Penyakit ginjal : nefropati diabetik
Gagal ginjal
 Penyakit Vaskular perifer
 Retinopati lanjut : perdarahan, eksudat dan papil edema

Langkah diagnosis diambil untuk mengetahui :


1. Tingkat tekanan darah yang tetap
2. Mengidentifikasi hipertensi sekunder.
3. Mengevaluasi faktor risiko lainnya, kerusakan target organ dan penyakit
penyerta
Langkah- langkah pemeriksaan meliputi :8
1. Pengukuran tekanan darah berulang.
Tekanan darah mengalami variasi yang besar baik dalam sehari
maupuin di antara hari yang berbeda sehingga pengukuran tekanan darah
harus dilakukan beberapakali pada keadaan yang berbeda. Jika tekanan

59
darah hanya meningkat ringan maka pengukuran diulang selama beberapa
bulan. JNC 7 menyebutkan bahwa diagnosis hipertensi ditegakkan
berdasarkan rata-rata dari 2 atau lebih pengukuran posisi duduk pada
setiap 2 atau lebih kunjungan.
2. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang seharusnya dicari adalah :
- Lama dan level tekanan darah sebelumnya.
- Gejala yang mengarah pada hipertensi sekunder dan obat yang dapat
menyebabkan naiknya tekanan darah.
- Gaya hidup seperti diet lemak hewani, garam dan alkohol, merokok,
aktifitas fisik dan penambahan berat badan sejak awal usia dewasa.
- Riwayat penyakit dahulu : penyakit jantung koroner, gagal jantung,
diabetes melitus, gout, dislipidemi, bronkospasme, atau penyakit
lainnya dan obat yang dipakai.
- Terapi antihipertensi sebelumnya.
- Riwayat pribadi, keluarga dan lingkungan.
3. Pemeriksaan fisik
Pengukuran tekanan darah juga dilakukan pada lengan kontralateral.
Pemeriksaan fisik harus mencari adanya tanda kerusakan target organ,
faktor risiko ( obesitas sentral) dan kemungkinan penyebab hipertensi
sekunder yaitu :
Tanda hipertensi sekunder :
- Tanda sindroma Cushing
- Stigmata kulit neurofibromatosis ( feokromositoma)
- Palpasi pembesaran Ginjal ( ginjal polikistik)
- Murmur abdomen ( hipertensi renovaskular)
- Murmur precordial ( Koartasio aorta)
- Tekanan darah femoral yang berkurang dan denyut yang terlambat
dan mengurang ( koartasio aorta)

60
Tanda kerusakan organ :
- Otak : murmur di arteri leher, defek motorik dan sensorik.
- Kelainan funduskopi.
- Jantung : tanda pembesaran jantung, irama jantung, gallop, ronki
basah, dan udem.
- Arteri perifer : pulsasi yang hilang, berkurang atau asimetri,
ekstremitas dingin dan lesi kulit iskemi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin meliputi : Gula darah, Kolesterol total, HDL, TGA
puasa, asam urat, creatinin serum, Kalium serum, Hemoglobin dan
hematokrit, urinalisis, dan elektrokardiogram.
Pemeriksaan yang direkomendasikan : Ekokardiografi, USG karotis, C-
reactive Protein, Mikroalbuminuria, proteinuria kwantitatif, funduskopi.
Pemeriksaan lebih lanjut :
- Hipertensi komplikasi: pemeriksaan fungsi otak, jantung dan ginjal.
- Pemeriksaan hipertensi sekunder : pemeriksaan renin, aldosterone,
kortikosteroid, katekolamin, arteriografi, USG ginjal dan adrenal, MRI
otak.

Terapi
Pedoman untuk memulai terapi anti hipertensi berdasarkan dua kriteria yaitu :
1. Total risiko kardiovaskuler
2. Level tekanan sistolik dan diastolik.
Rekomendasi terapi WHO/ISH tidak lagi terbatas pada hipertensi stage 1
dan 2 tetapi juga penderita dengan tekanan darah normal tinggi. Bukti- bukti
penelitian menunjukkan bahwa penderita dengan tekanan darah < 140/90
dengan riwayat stroke, TIA , jika tidak diterapi memiliki insiden kejadian
Kardiovaskular 17% dalam 4 tahun, dan risiko turun 24%dengan penurunan

61
tekanan darah ( PROGRESS Study), demikian juga pada HOPE study
terhadap penderita normotensi dengan risiko koroner tinggi.
Pemberian terapi pada penderita dengan tekanan darah normal tinggi
terbatas pada penderita dengan risiko tinggi sedangkan penderita dengan
risiko sedang dan rendah hanya dilakukan pengawasan ketat dan perubahan
gaya hidup.
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan
efektifitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko kardiovaskular. Sebagai
contoh, perencanaan diet natrium 1600 mg mempunyai efek yang sama
dengan pemberian terapi 1 macam obat.
Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi
Perkiraan Penurunan
Modifikasi Rekomendasi Tekanan darah
sistolik
- Penurunan BB Pertahankan BMI 18,5-24,9 5-20 mmHg/ 10 kg
- Perencanaan pola Konsumsi kaya buah, sayur dan 8-14 mmHg
makan rendah lemak
- Diet rendah Natrium Diet Natrium tidak lebih dari 2,4 g 2-8 mmHg
Na atau 6 g NaCl
- Aktivitas Fisik Aktifitas aerobik minimal 30 4-9 mmHg
menit sehari
- Konsumsi alkohol Konsumsi alkohol tidak lebih dari 2-4 mmHg
sedang 2 gelas sehari.

Terapi Farmakologi
Bukti-bukti penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah
dengan obat Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, angiotensin

62
receptor blockers (ARBs), β blocker, calcium chanel blocker dan thiazhide akan
mengurangi semua komplikasi hipertensi.
Thiazide, berdasarkan hasil beberapa penelitian , merupakan dasar dari terapi
hipertensi. Diuretik merupakan terapi hipertensi yang dapat mencegah
komplikasi kardiovaskuler yang tak tertandingi. Diuretik dapat meningkatkan
efektivitas antihipertensi dari berbagai jenis obat, dan bermanfaat dalam
mencapai target tekanan darah dan lebih baik dari golongan antihipertensi lain.
Thiazide seharusnya digunakan sebagai terapi awal bagi sebagian besar pasien
hipertensi, baik tunggal maupun kombinasi dengan obat lain.
Target Terapi
Target penurunan tekanan darah adalah kurang 140/90mmHg yang dapat
menurunkan komplikasi penyakit jantung.
Pada penderita hipertensi dengan diabetes dan penyakit ginjal maka
targetnya adalh kurang dari 130/80mmHg. Pada lanjut usia penurunan tekanan
sistolik di bawah 140 mmHg sulit dicapai. Bila proteinuria <1g/hari maka target
tekanan darah adalah 130/85mmHg dan bila > 1g/hari maka targetnya adalah
125/75mmHg.
Strategi Terapi
Pada kebanyakan pasien, terapi dimulai bertahap, dan target tekanan
darah dicapai dalambeberapa minggu.Untuk mencapai target tekanan darah, tidak
jarang diperlukan kombinasi dengan beberapa obat. Pada Hipertensi Stage 1,
terpi dimulai dengan monoterapi. Penelitian ALLHAT, yang merekrut stage 1
dan 2 menunjukkan bahwa 60% penderita tetap menggunakan monoterapi.
Penelitian HOT pada Hipertensi stage 2 dan 3 menunjukkan hanya 25-40%
penderita yang tetap monoterapi. Pada penderita diabetes, kebanyakan penderita
memerlukan sekurang-kurangnya 2 obat.
Berdasarkan tingkat tekanan darah awal dan ada atau tidaknya
komplikasi, tampaknya baik monoterapi maupun kombinasi cukup beralasan.
Keuntungan menggunakan monoterapi adalah bila penderita ternyata tidak

63
toleran dengan obat pertama maka dapat segera diketahui dan diganti obat lain.
Sedangkan keuntungan terapi kombinasi adalah lebih besar kemungkinan
mengontrol tekanan darah dan komplikasi, masing-masing obat dapat diberi
dengan dosis kecil sehingga efek samping minimal.
Kombinasi obat yang direkomendasikan adalah :
- Diuretik dan β blocker
- Diuretik dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonist
- Calcium antagonist dan diuretik
- Calcium antagonist dan B Blocker
- Calcium antagonis dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonis
- α blocker dan β blocker
- Kombinasi lain : obat efek sentral demham ACE inhibitor dan angiotensin
receptor antagonist

Hipertensi pada Lanjut Usia9,10,11


Dua pertiga penderita lanjut usia (>65 tahun) menderita hipertensi.
Patofisiologi hipertensi dan penyakit jantung hipertensif pada usia lanjut sedikit
berbeda dengan yang terjadi pada usia yang lebih muda :
 Akibat perubahan dinding aorta dan pembuluh darah akan terjadi peningkatan
tekanan darah sistolik tanpa perubahan tekanan darah diastolik. Peningkatan
TD sistolik akan meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya akan
mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha
kompensasi/adaptasi.
Hipertrofi ventrikel ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-kelamaan
malah akan menambah beban kerja jantung dan menjadi suatu proses patologis.
 Terjadi penurunan fungsi ginjal akibat penurunan jumlah nefron sehingga kadar
renin darah akan turun. Sehingga sistem renin-angiotensin diduga bukan
sebagai penyebab hipertensi pada lansia.

64
 Terjadi perubahan pengendalian simpatis terhadap vaskular. Reseptor α-
adrenergik masih berespons tapi reseptor ß-adrenergik menurun responsnya.
 Terjadi disfungsi endotel sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer.
 Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi hipotensi
postural (penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg atau lebih yang
terjadi akibat perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi berdiri). Ini terjadi
akibat berkurangnya sensitivitas baroreseptor dan menurunnya volume plasma.
 Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi.
Terapi pada lanjut usia prinsipnya sama dengan terapi hipertensi golongan usia
muda tetapi dengan dosis awal yang lebih rendah.2 Dalam beberapa penelitian
menunjukkan bahwa yang menjadi lini pertama pada terapi hipertensi sistolik
terisolasi adalah diuretik dan Calcium antagonis dihydropyridine.
Jenis-jenis hipertensi pada usia lanjut
1. Hipertensi sistolik saja
Hipertensi ini terdapat 6-12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada
wanita. Insidensi meningkat dengan bertambahnya usia
2. Hipertensi diastolik
Terdapat antara 12-14% penderita diatas usia 60 tahun terutama pada pria. Insiden
meningkat dengan bertambahnya usia.
3. Hipertensi sistolik-diastolik
Terdapat antara 6-8%% penderita diatas usia 60 tahun lebih banyak pada wanita.
Insiden meningkat dengan bertambahnya usia.

Komplikasi
Hipertensi merupakan penyakit primer yang memerlukan penanganan yang tepat
sebelum berkomplikasi ke penyakit lainnya seperti gagal jantung, infark miokard,
penyakit jantung koroner, dan penyakit ginjal yang akhirnya dapat berakhir pada

65
kerusakan organ. Keadaan hipertensi yang disertai dengan penyakit penyerta ini
membutuhkan obat antihipertensi yang tepat yang berdasarkan pada beragam hasil
percobaan klinis. Penanganan dengan kombinasi obat kemungkinan dibutuhkan.
Penentuannya disesuaikan dengan penilaian pengobatan sebelumnya, tolerabilitas
obat serta tekanan darah target yang harus dicapai.9,10

66
E. Penatalaksanaan hipertensi9

Modifikasi gaya hidup

Target tekanan darah tidak terpenuhi


(<140/90 mmHg) atau (<130/80 mmHg pada
pasien DM, penyakit ginjal kronik, ≥ 3 faktor
risiko atau adanya penyakit) penyerta
tertentu)

Obat antihipertensi inisial

Dengan indikasi khusus Tanpa indikasi khusus

Obat-obatan untuk Hipertensi tingkat I Hipertensi tingkat II


indikasi khusus
tersebut ditambah (sistolik 140-159 mmHg atau (sistolik 160 mmHg
obat antihipertensi diastolik 90-99 mmHg) atau diastolik >100
(diuretik ACEi, BB, mmHg)
Diuretik golongan Tiazide.
CCB) Dapat dipertimbangkan Kombinasi dua obat.
pemberian ACEi, BB, CCB atau Biasanya diuretik
kombinasi) dengan ACEi atau BB
atau CCB

Target tekanan darah tidak


terpenuhi

Optimalkan dosis obat atau berikan


tambahan obat antihipertensi lain.
Pertimbangkan untuk konsultasi dengan
67
dokter spesialis.
2.4 Katarak Senilis
Proses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan di dalam bola mata, media refrakta
menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus menjadi kurang tajam
dibandingkan saat usia muda. Keluhan silau, pandangan terganggu timbul akibat
proses penuaan pada kornea dan lensa.
Perjalanan pproses katarak senilis (kekeruhan lensa pada usia tua) melalui 4 stadium :
- Stadium insipiens
Belum ada keluhan penurunan visus, kekeruhannya pada korteks di daerah
ekuator, yang dapat ditegakkan diagnosisnya bila pupil dilebarkan
- Stadium immatura
Kekeruhan lensa lebih merata, sudah menimbulkan keluhan visus, saat itu
terjadi inhibisi cairan ke dalam lensa, sehingga bentuk lensa menjadi
mencembung yang menyebabkan perubahan refraksi ke arah miopi, selain itu
juga dapat terjadi komplikasi glaucoma sekunder, karena bilik mata depan
menjadi lebih dangkal dan sudut iridokornealis menjadi lebih sempit.
- Stadium matura
Kekeruhan lebih padat dan merata, pemeriksaan reflex fundus tidak tampak.
Pada stadium ini indikasi paling baik untuk dilakukan operasi ekstraksi katarak.
- Stadium hipermatur
Pada stadium ini korteks lensa telah mencair, sehingga nucleus tidak lagi pada
posisi sentral, menggeser ke bawah dan dapat bergoyang bila nola mata
bergerak. Kapsula lentis mengalami eksfoliasi yang dapat menyebabkan Lens
Induced Uveitis dan glaucoma sekunder.
Kausa dari katarak belum diketahui secara jelas, akan tetapi penyakit diabetes
mellitus dapat mempercepat terjadinya katarak. Perubahan biokimiawi yang dapat
ditemukan adalah meningkatnya jumlah protein insoluble dan ion kalsium dalam
lensa, berkurangnya glutation dan vitamin C. Pada kebutaan akibat katarak, visus
terendah seper-tidak-terhingga (Light Perception) dapat dilakukan rehabilitasi dengan
operasi ekstraksi katarak dan pemasangan lensa intra okuler. Bila ada kontra indikasi

68
dilakukan pemasangan lensa intra okuler, maka dapat diganti dengan memakai
kacamata dengan ukuran +10 Dioptri pada mata yang refraksinya emetropia.

69
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, seorang wanita berusia 65 tahun datang dengan keluhan sesak.
Sesak dirasakan setiap saat baik sedang beraktivitas maupun beristirahat. Sesak
membuat pasien tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, mandi,
secara mandiri dan harus dibantu oleh anaknya. Sesak dirasakan semakin lama
semakin memberat, dan diperberat oleh aktivitas ringan seperti berjalan. Sesak sedikit
berkurang bila pasien duduk dan beristirahat. Pasien merasa lebih nyaman bila tidur
dengan menggunakan bantal tinggi (2 bantal). Pasien juga mengeluhkan nyeri dada
(+) di sebelah kiri, nyeri seperti tertindih beban berat dan terasa panas. Nyeri
dijalarkan sampai ke punggung dan bahu kiri. Selain itu, keluar keringat dingin (+)
dada berdebar-debar (+) membuat pasien merasa sangat ketakutan dan cemas.
Pada geriatri tidak hanya dinilai dari aspek medik saja, namun juga melakukan
assesment dari segi fisik, psikologik, dan sosial ekonomi. Interaksi dari 3 komponen
tersebut menggambarkan keadaan fungsional organ/dan atau tubuh secara
keseluruhan, yang dapat dimengerti, merupakan gambaran “kesehatan” secara luas
pada usia lanjut. Pada usia lain hal ini tidak terjadi, dan keadaan fisik, psikis, dan
sosial ekonomi seolah-olah tidak saling berkaitan.
Penyakit pada usia lanjut berbeda tampilan dan perjalanan alamiahnya dibanding
penyakit pada golongan populasi muda. Pada populasi muda setiap penyakit pada
satu organ yang disebabkan oleh agen tertentu akan memberikan gejala dan tanda
yang khas bagi penyakit dan organ yang bersangkutan. Pada populasi usia lanjut hal
tersebut tidak bisa dilakukan, karena gejala dan tanda yang timbul adalah tidak khas
dan menyelinap, karena merupakan akibat dari berbagai keadaan penurunan
fisiologik dan berbagai keadaan patologik yang bercampur menjadi satu ditambah
lagi dengan adanya pengaruh lingkungan dan sosial-ekonomi serta gangguan psikis.
Oleh karena itu untuk mendiagnosis kelainan atau penyakit yang ada perlu diadakan

70
analisis multidimensional, yang mencakup bukan saja keadaan fisik, tetapi juga
keadaan psikis, sosial, dan lingkungan dari penderita.
Setelah dilakukan assesment yang mencakup 3 komponen tersebut, pasien ini
menderita menderita STEMI inferior dengan AV Block derajat I, hipertensi stage I,
anemia mikrositik hipokromik, imobilitas KATZ G, pasien memiliki segi pendukung
yang baik. Selama ini, anak pasien selalu memperhatikan dan merawat pasien,
bahkan anak pasien yang mengantarkan pasien berobat ke Puskesmas dan Dokter bila
sakit. Dari segi lingkungan rumah pasien juga sudah mendukung untuk kesembuhan
dan keamanan pasien, karena ventilasi dan pencahayaan yang cukup, WC duduk
namun tidak ada pegangan di tembok untuk pasien berjalan, serta lantai licin terutama
lantai kamar mandi. Faktor internal pada pasien ini seperti sesak dan nyeri dada kiri.
Kita ketahui bahwa mobilitas pasien untuk berjalan mulai terbatas karena sesaknya.
Fungsi depresi pada pasien ini : baik / tidak depresi; Mini Mental Score Examination
: probable gangguan kognitif ; Skor Norton (mengukur risiko dekubitus) :
kemungkinan kecil terjadi dekubitus; indek Katz (menilai AKS) : G, tergantung
untuk semua fungsi; kuesioner status mental : gangguan intelek sedang. Sindroma
geriatri : sindroma serebral (-), konfusio (-), gangguan otonom (-), inkontinensia (-),
jatuh (-), kelainan tulang atau patah tulang (-), dekubitus (-), AKS : Immobility (+),
Impairment of vision (+), intellectual impairment (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, dispneu (-),
terpasang nasal kanul oksigen, infus RL. TD: 150/100 mmHg (berbaring), RR:
27x/menit, N: 100x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, t: 36,70C (aksiler).
Dari hasil anamnesis keluhan sesak dan nyeri dada sebelah kiri yang tidak
berkurang dengan beristirahat serta pemeriksaan EKG dan laboratorium didapatkan
ST Elevasi di lead II, III, dan aVF disertai peningkatan CKMB : 184 dan troponin :
9,07 pasien didiagnosis mengalami STEMI inferior dan AV Block derajat I, dan
Hipertensi stage I.
STEMI (ST-elevation Myocardial Infarct) terjadi ketika aliran darah menurun
tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner. Perkembangan perlahan dari stenosis

71
koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat
terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri
koroner tersumbat cepat dan mendadak. Nyeri dada penderita infark miokard serupa
dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya
hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin.29 Gejalanya adalah rasa sakit
pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua
tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah
kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena
kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada
juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat.30 Rasa nyeri hebat sekali
sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Pasien terus menerus
mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang
dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan
berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin.31
Pada pasien ini terdapat sesak disertai nyeri dada sebelah kiri (+) yang terasa
seperti tertindih benda berat dan panas, dijalarkan ke bahu kiri dan punggung, tidak
membaik bila beristirahat. Pasien memiliki riwayat dirawat di RSUD Kota Semarang
3 bulan yang lalu dan didiagnosis sakit jantung dan hipertensi. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, control dan berobat tidak teratur. Pada
pemeriksaan X foto thoraks didapatkan kesan suspek kardiomegali (LV), kalsifikasi
arcus aorta.
Penatalaksanaan awal pasien ini saat tiba di UGD adalah memberikan
penanganan terhadap kegawatdaruratan STEMI yaitu dengan memberikan oksigenasi
nasal kanul 3 lpm, heparinisasi 3000 unit bolus, distop dan diganti dengan SP
cedocard 0,6 cc/jam, clopidogrel 300 mg, aspilet 80 mg, ISDN 3x5 mg (jika nyeri
dada), captopril 2x65 mg. Saat di bangsal, pasien diberikan oksigen 3 lpm nasal
kanul, aspilet 1x80 mg, Plavix 75 mg, heparinisasi 600 unit/jam selama 48 jam
dengan monitoring keadaan umum, tanda vital, balance cairan, EKG serial tiap 12
jam.

72

Anda mungkin juga menyukai