Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI HUTAN

ACARA VI

DIAGRAM PROFIL HUTAN

Disusun oleh :

Nama : Awanda Sifa Maharani

NIM :18/424042/KT/08617

Co-Ass : David Simanjuntak

Shift : Senin, 15.30 WIB

LABORATORIUM EKOLOGI HUTAN


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ACARA VI
DIAGRAM PROFIL HUTAN

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Membuat diagram profil hutan secara subyektif

II. DASAR TEORI


Profil hutan menunjukan situasi nyata posisi pepohonan dalam hutan,
sehingga langsung dapat dilihat ada tidaknya strata hutan secara visual dan
jualitatif. Pembuatan diagram profil dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai stratifikasi tegakan dengan memproyeksikan
tajuk (Resosoerdarmo, dkk. 1985)
Suatu sketsa dari profil vegetasi sepanjang garis transek sangat berguna
untuk penelitian satwa liar, terutama untuk penelitian burung dan primate yang
meempati suatu habitat hutan. Komposisi dari suatu profil habitat sangat
bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan tentang hubungan antara derajat
kelimpahan satwa liar dengan tipe habitatnya. Ukuran petak contoh untuk
pemetaan diagram profil suatu habitat disesuaikan dengan peneliti dan kondisi
lingkungan tempat dilakukan penelitian (Soemarwoto, 2004)
Menurut Schomaker, et al (2007) dalam Agustini,dkk (2016), proses
fotosintesis yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang
memengaruhi kondisi tajuk vegetasi yang ada. Kondisi tajuk dapat digunakan
sebagai parameter untuk mengetahui tingkat kesehatan dari suatu pohon (Stone
& Haywood, 2006 dalam Agustini,dkk., 2016). Adanya gangguan yang terdapat
pada sel dan jaringan daun seperti hama, cekaman lingkungan, dan penyakit
dapat mengubah tajuk, penyusutan kanopi, dan jika telah melampaui intensitas
gangguan tertentu maka akan dapat menyebabkan kematian pada pohon tersebut
(Cunningham.,et al,2007;Horton.,2011 dalam Agustini,dkk., 2016).
Menurut Indryanto (2008) dalam Damayanti,dkk (2017), sifat toleransi
pohon terhadap sinar matahar dapat memengaruhi tingkat stratum antar pohon.
Dengan adanya stratum kita dapat mengetahui kelas umur dari vegetasi yang
ada. Menurut data dari Balai Taman Nasional Way Kambas (2006) dalam
Damayanti,dkk (2017), spesies yang termasuk dalam stratum C,D, dan E seperti
, parutan, laban, plangas, kopen, dan berasan merupakan spesies endemik hutan
hujan dataran rendak TNWK. Spesies-spesies ini memiliki tingkat petumbuhan
yang lengkap serta mendominasi struktur pertumbuhan.
Menurut Hardja dan Gregoire (2008) dalam Zulkarnain,dkk (2015),
untuk memvisualisasikan vegetasi di hutan dapat menggunakan aplikasi yang
ditujukan untuk merepresentasikan kondisi nyata struktur, sebaran dan
stratifikasi komunitas vegetasi dalam suatu petak tertentu. Aplikasi yang
dimaksud adalah software Spacially Explicit Individual-based Forest Simulator
(SexI-FS) versi 2.1.0.
Hujan tropika terkenal karena pelapisannya. Ini berarti bahwa populasi
campuran di dalamnya disusun pada arah yang vertikal dengan jarak teratur
secara tak sinambung. Meskipun ada beberapa perbedaan yang perlu dibahas
kemudian, hutan itu secara khas menampilkan tiga lapisan pohon. Lapisan
pohon ini dan lapisan lain yang terdiri dari belukar serta tanaman terma
diuraikan sebagai berikut:
1. Lapis paling atas (tingkat A) terdiri dari pepohonan setinggi 30-45 m.
Pepohonan muncuk keluar ini mencuat tinggi di atas sudur hutan, bertajuk
lebar, dan umumnya tersebar sedemikian rupa sehingga tidak saling
bersentuhan membentuk lapisan yang bersinambung. Bentuk khas tajuknya
sering digunakan untuk spesies tertentu di wilayah tertentu. Pepohonan yang
mencuat itu sering berakar agak dangkal dan berbanir.
2. Lapis pepohonan kedua (tingkat B) di bawah yang mencuat tadi, ada
kalanya disebut juga tingkat atas, terdiri dari pepohonan yang tumbuh
sampai ketinggian sekitar 18-27 m. pepohonan di tumbuh lebih fokus dan
cenderung membentuk sudur yang bersinambung. Tajuk sering membulat
atau memanjang dan tidak selebar seperti pada pohon yang mencuat.
3. Lapis pepohonan ketiga (tingkat C, yang juga dinamakan tingkat bawah,
terdiri dari pepohonan yang tumbuh hingga tinggi sekitar 8-14 m.
Pepohonan di sini sering mengandung bentuk yang agak beraneka tetapi
cenderung membentuk lapisan yang rapat, terutamA di tempat yang lapisan
keduanya tidak demikian.
4. Selain dari lapisan pepohonan tersebut, terdapat lapis belukar yang terdiri
dari spesies dengan ketinggian yang lebih kecil dari 10 m. terdapat dua
bentuk lapisan belukar: yang memiliki percabangan dekat tanah dan karena
tak mempunyai sumbu utama; dan yang menyerupai pohon kecil karen
mempunyai sumbu utama yang jelas, yang sering dinamakan pohon kecil
dan mencakup pohon muda dari jenis pohon yang lebih besar
5. Yang terakhir, terdiri dari lapis terna yang terdiri dari tumbuh-tumbuhan
yang lebih kecil yang terdiri atas kecambah pepohonan yang lebih besar dari
yang tumbuh , atau spesies terna (Ewusie, 1990)

III. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Tali
2. Roll meter
3. Pita meter
4. Hagameter
5. Kompas
6. Tally sheet
7. Alat tulis

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :


1. Spesies pohon dengan tinggi ≥ 5 m
IV. CARA KERJA

Mengambil data berupa spesies


pohon, posisi pohon dalam
kuadrat, tinggi pohon, panjang
batang bebas cabang, tebal tajuk,
Membuat kuadrat
panjang tajuk sejajar panjang
berukuran 8 m x 60 m
kuadrat, tinggi tajuk terluar,
keliling pohon serta skets pohon
untuk semua spesies pohon
dengan tinggi ≥ 5 m.

Memproyeksikan gambar
tersebut pada garis sumbu x
Berdasarkan data sumbu x dan y, posisi
bidang lain di bawah gambar
pohon digambarkan sebagai titik dalam
tersebut untuk melukiskan posisi
bidang 8 x 60 m2 dan tiap titik
pohon dalam diagram profil,
dilengkapi gambar garis yang
dengan sumbu y untuk tinggi
mencerminkan panjang tajuk.
pohon dan sumbu x untuk posisi
pohon.
DAFTAR PUSTAKA

Agustini, Luciasih dan Ragil SB Irianto. 2016. Hubungan Antara Kondisi Tajuk
Eucalyptus pellita F. Muell Dengan Infeksi Penyakit Busuk Akar. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman. Vol. 13, No. 1, Hal. 1-11.

Damayanti, Dwi Rahayu, Afif Bintoro, dan Trio Santoso. 2017. Permudaan Alami
Hutan Di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala
Penet Taman Nasional Way Kambas. Jurnal Sylva Lestari. Vol. 5, No. 1,
Hal. 92-104.

Ewusie , J.Y.1990.Ekologi Tropika. IPB.Bogor

Rososoedarmo, S., Kartawinata, K., dan Soegiarto, A.1985.Pengantar Ekologi.


IKIP.Jakarta

Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan.


Jakarta.

Zulkarnain, S.Kasim, dan H. Hamid. 2015. Analisis Vegetasi Dan Visualisasi Struktur
Vegetasi Hutan Kota Baruga, Kota KendariI. Jurnal Hutan Tropis. Vol.
3, No. 2, Hal. 99-109.

Anda mungkin juga menyukai