Anda di halaman 1dari 4

DIGLOSIA DALAM RAGAM BAHASA INDONESIA FORMAL

Diajukan Untuk Memanuhi Tugas Mata Kuliah Sosiolinguistik

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

OLEH:

INDAH NINA UJUNG


1602040082

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Diglosia

Menurut Ferguson (1959), Diglosia adalah suatu situasi kebahasaan yang relative
stabil, dimana selain terdapat sejumlah dialek-dialek utama (lebih tepat ragam-ragam
utama) dari satu bahasa, terdapat juga sebuah ragam lain. Dialek-dialek utama
diantaranya bisa berupa sebuah dialek standar atau sebuah standar regional. Ragam lain
yang bukan dialek-dialek utama memiliki ciri-ciri yaitu :

1. Sudah sangat terkodifikasi


2. Gramatikalnya lebih kompleks
3. Wahana kesusasteraan yang tertulis yang sangat luas dan dihormati
4. Dipelajari melalui pendidikan formal
5. Digunakan terutama dalam bahasa tulis dan bahasa lisan formal
6. Tidak digunakan oleh lapisan masyarakat manapun untuk percakapan sehari-
hari.

Ferguson membahas diglosia ini dengan mengemukakan Sembilan topik, yaitu


fungsi, prestise, warisan kesusastraan, pemerolehan, standarisasi, stabilitas, gramatikal,
leksikon, dan fonologi.

Data Percakapan Ragam Formal ( Beku dan Resmi )

Siswi 1 : Ujud-ujud pada sore hari ini yang pertama untuk kedua orang tua kita,
semoga orang tua kita selalu diberi kesehatan, rezeki yang cukup untuk
membiayai kita yang ada di asrama.

Siswi 2 : Amin.

Siswi 1 : Untuk keempat suster kita semoga selalu diberi kesabaran untuk
mendidik kita yang ada di asrama.
Siswa 2 : Amin.

Siswa 1 : Untuk unit satu, dua, dan tiga, semoga kami selalu rukun da damai
serta diberi kelancaran dalam belajar sehingga kami dapat mengerjakan TES
dengan baik dan jujur dan dapat hasil yang memuaskan.

Siswa 2 : Amin.

Siswa 1 : untuk orang yang sedang sakit semoga cepat sembuh dan bisa
melakukan aktivitas sepertia biasa.

Siswa 2 : Amin.

Siswa 1 : Untuk istri Pak Paena. Valentina Sri Handayani. Semoga arwah beliau
dapat diterima di sisi Tuhan dan segala dosanya diampuni dan keluarga yang
ditinggalkan sapat diberi ketabahan.

Siswa 2 : Amin.

Percakapan diatas dituturkan oleh 18 siswi kelas XII IPA dan IPS ( identitas diri
dan status social siswi yang menjadi pertisipan). Topik pembicaraan yaitu perihal
ujud doa, situasi yang tergambar dalam peristiwa percakapan tersebut
menunjukkan situasi khidmat untuk tujuan dan maksud doa bersama.

Analisis data diatas membuktikan bahwa dalam interaksi percakapan partisipan


memperlihatkan adanya fenomena diglosia sesuai dengan ciri-ciri atau penandanya. Data
teranalisis menutur ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya yang menandakan ragam
formal. Dari data diatas terlihat seluruh percakapan menggunakan bahasa Indonesia ragam
formal, sebagai contohnya pada kutipan tuturan “Ujud-ujud pada sore hari ini yang pertama
untuk kedua orang tua kita, semoga orang tua kita selalu diberi kesehatan, rezeki yang cukup
untuk membiayai kita yang ada di asrama”.

Pemakaian bahasa Indonesia ragam formal menunjukkan ragam bahasa tinggi ( T )


kaitannya dengan fungsi bahasa yang digunakan untuk berdoa ( Ritual Keagamaan ). Ciri yang
menandai ragam formal pada percakapan tersebut berdasarkan : topic yang dibahas yaitu
mengenai ujud doa, hubungan antarpembicara yaitu sesame teman sebaya, gaya atau ragam
percakapan saat pembicaraan terjadi yaitu ragam resmi atau formal dalam situasi doa, dan
penggunaan kata ganti untuk menyebut diri sendiri dalam ragam formal menggunakan kata
“saya, serta penggunaan imbuhan yang jelas seperti pada kata ( diberi, mendidik, diterima).

Analisis ini dinyatakan bahwa tuturan para siswi saat menyampaikan ujud-ujud doa
sebagai pengantar sebelum dimulainyan doa, terbukti menggunakan bahasa Indonesia ragam
formal dimana ciri atau penandanya tersebut menunjukkan adanya suatu fenomena diglosia.

Anda mungkin juga menyukai