Anda di halaman 1dari 18

2.2.

4 Pembiayaan dan Billing (M4-Money)


Berdasarkan hasil wawancara tentang sistem keuangan di
Ruang Bobo RSUD Dr. Soetomo didapatkan data berikut:
1 Sumber Dana
Sebagian besar pembiayaan ruangan dan pelatihan petugas ruangan
berasal dari Rumah sakit yang diperoleh dari APBD Propinsi Jawa Timur
dan dari pembayaran IRNA Anak. Sedangkan pembiayaan pasien sebagian
besar dari BPJS dan biaya sendiri (umum). Biaya perawatan yang berlaku
saat ini sesuai kelas perawatan. Sumber dana sarana dan prasarana, listrik, air
dan telepon dan lainnya sudah terpusat dan diatur oleh DPA (Dokumen
Pelaksanaan Anggaran) Irna Anak.
2 Jenis Pembiayaan Pasien : BPJS
Mandiri dan Umum 3 Alur Pelayanan
Pasien
a. Umum

Pasien
IGD POLI

Pengurusan pasien Pengurusan pasien


baru di IGD baru di GDC bidang
admisi

Ruangan Ruangan

Gambar 2.6 Alur Pelayanan Pasien Umum RSUD Dr. Soetomo


68

b. BPJS
Pasien

IGD POLI

Emergensi Non emergensi

Tanpa surat rujukan Persyaratan surat


rujukan
IGD
Pengurusan rekam
medis pasien baru di
Pengurusan rekam GDC
medis pasien baru
IRD
SEP
(Surat Elegibilitas Peserta)

Pengurusan BPJS di Tim Pengendali

IKPK untuk
mendapatkan SIM

Gambar 2.7 Alur Pelayanan Pasien BPJS

Alur penerimaan klien di rawat jalan menggunakan BPJS yaitu klien


melakukan proses transaksi di loket BPJS. Mekanisme pembayaran di loket BPJS
terdiri dari dua jenis yaitu transaksi program SIM dan SEP. Syarat penerbitan SEP
adalah meyerahkan fotokopi kartu BPJS dan menunjukkan yang asli serta
fotokopi surat rujukan sebanyak 2 lembar dan surat rujukan yang asli. Kemudian
klien mendapatkan SEP. Apabila klien harus MRS pada hari itu maka klien harus
memperbarui SEP di loket BPJS dengan menyerahkan SEP lama dan surat
permintaan rawat inap.
Pada saat klien dengan status memakai BPJS rawat inap di rumah sakit
maka berkas yang harus disediakan dan diserahkan kepada petugas administrasi
adalah fotokopi kartu BPJS, fotokopi KTP 1 lembar, fotokopi surat rujukan 1
lembar, billing pelayanan, SEP 1 lembar, fotokopi surat rujukan (apabila masuk
69

dari poli) sebanyak 2 lembar, resume medis, kelengkapan severity level 3 seperti
fotocopy hasil laboraturium pendukung diagnosis, bukti transfer darah, laporan
operasi dan tindakan besar. Bagi bayi baru lahir terdapat syarat surat keterangan
lahir, kartu keluarga, surat nikah, KTP orang tua. Syarat untuk mengurus surat
keterangan lahir adalah fotokopi KSK, fotokopi KTP suami istri, fotokopi
buku/akta nikah, fotokopi kartu BPJS masing-masing berkas rangkap 3. Berkas
tersebut kemudian diserahkan ke loket BPJS dalam jangka waktu 2x24 jam
setelah klien KRS. Kemudian berkas tersebut diverifikasi dan akan diklaimkan ke
pihak BPJS.
Peserta BPJS terdiri dari:
a. PBI (Penerima Bantuan Iuran)
Peserta PBI merupakan peserta yang iuran BPJSnya ditanggung oleh
pemerintah antara lain program jamkesmas, jamkesda, SKTM dan Kartu
Indoensia Sehat (KIS). Peserta PBI mendapatkan kelas perawatan kelas
III dan tidak diperbolehkan mengajukan kelas perawatan yang lebih
tinggi.
b. Non PBI
Peserta Non PBI antara lain adalah pegawai swasta, PNS (guru, dosen,
TNI, POLRI dan PNS dengan profesi yang lain). Peserta BPJS Non PBI
ini mendapatkan kelas perawatan kelas II dan bisa mengajukan kelas
perawatan yang lebih tinggi. BPJS Non PBI menanggung anak ke 1, 2
dan 3. Anak yang lahir dari ibu yang berstatus BPJS Non PBI maka anak
secara otomatis memiliki status BPJS sama dengan ibunya dengan syarat
harus melengkapi syarat administrasi dalam jangka waktu 3x24 jam.
c. Mandiri atau Umum
Peserta BPJS mandiri merupakan peserta yang pembayaran iuran BPJS
dilakukan secara mandiri atau pribadi bukan dari perusahaan. Peserta
BPJS mandiri ini mendapat pelayanan sesuai dengan kelas BPJS yang
didaftarkan dan dapat mengajukan kelas perawatan yang lebih tinggi.
Anak yang lahir dari ibu dengan status BPJS tidak secara otomatis
berstatus BPJS. Pada sata ibu mengandung sudah dapat mendaftarkan
janinnya menjadi peserta BPJS dengan syarat anak yang didaftarkan
70

sudah memiliki denyut jantung. Bukti bahwa janin telah memiliki denyut
jantung adalah dengan memberikan hasil USG. Pada saat pendaftaran
memakai nama ibu. Berkas yang harus disiapkan untuk mendaftarkan
janin menjadi peserta BPJS adalah membawa USG kandungan, kartu
keluarga dan KTP orang tua.
d. Tarif Rawat Inap
Tabel 2.39 Tarif Pelayanan Ruang Bobo RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Kelas Perawatan Tarif
Bobo I (Kelas 1) Rp. 110.000,00
Fasilitas :
a. 1 Bed Pasien
b. 1 Bed penunggu
c. 1 Meja bedside
d. 1 Kursi bedside
e. 1 Kamar mandi dalam
f. 1 TV luar
g. AC
h. Handrub
Bobo II (Kelas II) Rp 55.000,00
Fasilitas :
a. 2 Bed Pasien
b. 2 Meja Bedside
c. 2 Kursi Bedside
d. Kamar Mandi Luar
e. TV Luar
f. AC
g. Hand Rub
Nakula Sadewa (Kelas III) Rp 45.000,00
Fasilitas :
a. 3 Bed Pasien
b. 3 Meja Bedside
c. 3 Kursi Bedside
d. Kamar mandi dalam
e. TV luar
f. AC
g. Hand rub
Sumber : Data Primer (2018)
71

e. Tarif Pelayanan Rawat Inap


Tabel 2.40 Tarif Pelayanan Rawat Inap (hari)
No. Jenis Pelayanan Tarif Kelas Tarif Kelas Tarif Kelas
I II III
1. Biaya Akomodasi Rp 110.000 Rp 55.000 Rp 45.000
2. Jasa Konsultasi Rp 75.000 Rp 25.000 Rp 15.000
Rawat Inap
3. Jasa Keperawatan Rp 15.000 - -
4. Jasa 1x visite Rp 75.000 - -
5. Biaya Rp 15.000 Rp 15.000 Rp 10.000
Administrasi
Sumber : Data Primer (2018)
f. Tarif Tindakan Keperawatan di Rawat Inap
Berikut Jasa Pelayanan Keperawatan yang sering dilakukan oleh perawat
di Ruang Bobo RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Tabel 2.41 Tarif Tindakan Keperawatan
No Jenis Tindakan Tarif Tarif Tarif
Kelas I Kelas II Kelas III
1. Rehidrasi Rp 61.000 Rp 53.000 Rp
2. Injeksi IV/IM/SC/IC Rp 61.000 Rp 53.000 Rp 10.000
3. Pemasangan Infus Rp 37.000 Rp 41.600 Rp 28.000
4. Pelepasan Infus Rp 14.000 Rp 12.000 Rp 10.000
5. Pengambilan sampel Rp Rp 28.600 Rp 19.000
darah
6. Pengambilan sampel Rp Rp 29.000 Rp 0
darah BGA
7. Pengambilan Kultur Rp 28.600 Rp 22.000 Rp 19.000
8. Pemberian Nebulizer Rp Rp 41.000 Rp
9. Pemasangan Transfusi Rp Rp 41.000 Rp 10.000
10. Pemasangan sitostatika Rp 474.000 Rp 412.000 Rp
(kemoterapi)
Sumber : Data Primer (2018)
Untuk tarif tindakan keperawatan di ruang Bobo yang lain didasarkan
pada paket perawatan penyakit yang diderita oleh pasien yang diketahui
oleh IKPK (Ikatan Kerjasama Pembiayaan Kesehatan) dari Pihak BPJS.
g. Tarif Diet Pasien
Tabel 2.42 Tarif Diet Pasien
Kelas Perawatan Tarif
Kelas I Rp 39.000
Kelas II Rp 33.000
Kelas III -
Sumber : Data Primer (2018)
72

h. Jenis Pembayaran Pasien


Daftar jenis pembayaran pasien 3 bulan terakhir (Januari-Februari-Maret
2018) di Ruang Bobo RSUD Dr. Soetomo Surabaya antara lain:
Tabel 2.43 Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Bobo I RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
No. Jenis Januari Februari Maret
Pembayaran
1. BPJS Non PBI 14 22 20
2. Umum - 2 -
Total 14 24 20
Sumber : Data Primer (2018)

Tabel 2.44 Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Bobo II RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
No. Jenis Januari Februari Maret
Pembayaran
1. BPJS Non PBI 53 49 64
2. Umum 1 1 1
3. BPJS PBI 7 - -
Total 61 50 65
Sumber : Data Primer (2018)

Tabel 2.45 Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Nakula Sadewa RSUD
Dr. Soetomo Surabaya
No. Jenis Januari Februari Maret
Pembayaran
1. BPJS Non PBI 13 15 29
2. BPJS PBI 4 8 2
Total 17 23 31
Sumber : Data Primer (2018)

i. Billing system
Pelaksanaan billing pasien di Ruang Bobo RSUD Dr. Soetomo Surabaya
dilakukan oleh petugas administrasi ruangan. Adanya petugas yang
melaksanakan billing dapat mengurangi beban kerja perawat. Untuk
pembayaran, pasien umum dilakukan di kasir IRNA anak, sedangkan
untuk pembayaran BPJS dilakukan di Tim Pengendali.
73

j. Penggajian Pegawai
1) Gaji Pokok
Gaji pegawai dengan status kepegawaian PNS mendapatkan gaji dari
negara, sedangkan Pegawai Non PNS mendapatkan gaji dari RSUD
Dr. Soetomo sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya Nomor 188.4/737/301/SK/2011
tanggal 20 Januari 2011 tentang pedoman pemberian gaji pegawai
harian kontrak di lingkungan RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang
terdiri dari gaji pokok, remunerasi, serta tunjangan daerah.
Berikut adalah rincian gaji pokok pegawai berdasarkan status
kepegawaian dan golongan:
a. Golongan IIIC : Rp 3.300.000,00
b. Golongan IIIB : Rp 3.100.000,00
c. Golongan III A : Rp 2.935.000,00
d. Golongan IID : Rp 2.886.000,00
e. Golongan IIC : Rp 2.669.000,00
f. BLUD : Rp 2.445.000,00
k. Remunerasi
Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat Ruang Bobo, remunerasi
mulai ada sejak kurang lebih beberapa tahun yang lalu. Remunerasi
merupakan pengganti dari jasa pelayanan yang diberikan setiap 1 bulan
sekali. Ada dua jenis remunerasi yaitu remunerasi IKUM (Indeks Kerja
Umum) dan Remunerasi IKI (Indeks Kerja Individu).
l. Status Kepegawaian
Tabel 2.46 Status Kepegawaian dan Golongan Karyawan Ruang Inap
Bobo RSUD Dr. Soetomo Surabaya
No. Nama Pegawai Status Golongan Pendidikan
Kepegawaian Terakhir
1. Sulistiawati Ningsih PNS IIID S1
2. Ari Oktiweni PNS IIIB S1
3. Mesiran PNS IIIB D3
4. Sri Restu PNS IIIA D3
5. Pujiati PNS IIIB D3
6. Panca R PNS IID D3
7. Lely S PNS IIIA D3
8. Ratih M BLUD - D3
74

9. Eka Purnama BLUD - D3


10. Wina T BLUD - D3
11. Sri Hidayati PNS IID D3
12. Fitri Purwanti BLUD - D3
13. Sri Harini BLUD - D3
14. Leny R BLUD - D3
15. Retno Ayu D BLUD - D3
16. Rizka Uhtia PNS IIIA S1
17. Noor S BLUD - D3
18. Ika W BLUD - S1
19. Ninik Dwi P PNS IIIA S1
20. Mega Purnama BLUD - S1
21 Heny Sulistyorini PNS IIIC S1
22. Supaat PNS IIIB SLTA
23. Da’iyah PNS IIIB S1
24. Sri Unarti PNS - SLTA
25. Mudaimah PNS IIIB SMP
26. Pulung Iriana PNS IID SMA
27. Dian Setya PNS IIIC S1
28. Nuril BLUD - SMA
29. Marsini PNS IIIB SMA
30. Alfiatus BLUD - SMA
31. Rina S PNS IIIA S1
Sumber : Data Primer (2018)

2.2.5 Mutu (M5-Mutu)


Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat
kepuasaan rata-rata serta penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode
etik profesi (Azwar, 1996).
Mutu pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan
kesehatan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan
dimata masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok
profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan,
kesakitan, kesengsaraan yang di alami pasien dan keluarganya. Salah satu
indikator dari mutu pelayanan keperawatan itu adalah apakah pelayanan
keperawatan yang diberikan itu memuaskan pasien atau tidak. Kepuasan
merupakan perbandingan antara kualitas jasa pelayanan yang di dapat dengan
keinginan, kebutuhan, dan harapan (Tjiptono, 2004).
75

Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan
struktur, proses, dan outcome system pelayanan rumah sakit. Secara umum aspek
penilaian meliputi evaluasi, dokumentasi, instrument, dan audit (EDIA)
(Nursalam, 2015). Menurut Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (2018)
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin keselamatan
pasien maka rumah sakit perlu mempunyai program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien (PMKP) yang menjangkau ke seluruh unit kerja di rumah
sakit.
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 02 April
2018 Ruang Bobo dan Nakula Sadewa RSUD DR. Soetomo Surabaya telah
menerapkan upaya penjaminan mutu perawatan pasien, dimana terdapat beberapa
aspek penilaian penting, diantaranya sebagai berikut:
1. Patient safety
Berdasarkan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1/ SNARS
(2018) seluruh pejabat structural dan pemberi layanan wajib mendorong
pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP),
berupaya mendorong pelaksanaan budaya mutu dan keselamatan (quality
and safety culture), secara proaktif melakukan identifikasi dan
menurunkan variasi, menggunakan data agar fokus kepada prioritas isu
dan berupaya menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan. Sasaran
keselamatan pasien (SKP) yang dikeluarkan oleh SNARS, Standar
Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (Kemenkes, 2011) dan JCI accreditation,
maka sasaran tersebut meliputi 6 elemen berikut :
1) Sasaran 1 : Mengidentifikasi Pasien dengan Benar
Sasaran ini memiliki 2 (dua) maksud dan tujuan yakni untuk
memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan atau tindakan
dan untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan oleh
pasien. Identifikasi pasien dilakukan untuk menghindari kesalahan pasien.
Identifikasi dilakukan dengan menggunakan gelang untuk identitas pasien
di pasang saat pasien dilakukan penilaian risiko mulai dari IGD atau di
ruang perawatan.Gelang terdiri dari 4 warna yang memiliki definisi
tersendiri pada masing-masing warna.
76

a. Gelang pink digunakan untuk pasien perempuan.


b. Gelang biru digunakan untuk pasien laki-laki.
c. Gelang kuning digunakan untuk pasien risiko jatuh.
d. Gelang merah digunakan untuk pasien alergi.
e. Gelang ungu digunakan untuk pasien tidak dilakukan resusitasi.
Menurut Kemenkes (2011) standar gelang identitas berwarna pink
atau biru berisi identitas pasien meliputi nama lengkap pasien, nomor
rekam medik, jenis kelamin pasien, dan tanggal lahir. Identifikasi pasien
dilakukan dengan mencocokan gelang identitas yang dipakai pasien.
Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan terdapat
paling sedikit 2 (dua) dari 3 (tiga) bentuk identifikasi, yaitu nama pasien,
tanggal lahir, nomor rekam medik, atau bentuk lainnya (misalnya, nomor
induk kependudukan atau barcode). Nomor kamar pasien tidak dapat
digunakan untuk identifikasi pasien. Identifikasi pasien dilakukan ketika
penerimaan pasien baru, pemberian obat, pemberian terapi sebelum
melakukan prosedur/tindakan dan discharge planning.
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 02 April 2018, penerapan
gelang identitas di Ruang Bobo sudah sesuai dengan kriteria Kemenkes
yakni berwarna pink atau biru berisi identitas pasien meliputi nama
lengkap pasien, nomor rekam medik, jenis kelamin pasien, dan tanggal
lahir, pada pengkajian semua pasien telah diberikan gelang identitas oleh
perawat. Namun terdapat beberapa pasien yang tidak memakai gelangnya
yakni 1 dari 6 pasien di Ruang Nakula Sadewa, dan 2 dari 6 pasien di
Ruang Bobo 1 dikrenakan pasien mengeluh tangannya gatal ketika
memakai gelang pasien. Pada pengkajian tersebut juga didapatkan data
bahwa 12 dari 25 (48%) keluarga pasien belum memahami tujuan dan
manfaat dari pemasangan gelang identitas dikarenakan lupa meskipun
perawat telah menjelaskan tujuan dan manfaat dari pemasangan gelang
pasien.

2) Sasaran 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif


Menurut Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (2018)
komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak
77

mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang


bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan
pasien.
Komunikasi efektif yang digunakan yaitu menggunakan metode
SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation). SBAR
digunakan pada saat berkomunikasi dengan tim kesehatan yang lain,
timbang terima, berkomunikasi dengan teman sejawat, konsultasi pasien,
dan melaksanakan informed consent. SBAR juga digunakan pada saat
komunikasi atau perintah secara verbal ataupun telepon, staf yang
menerima pesan harus menuliskan dan membacakan kembali kepada
pemberi pesan dan dalam pemberi pesan harus menandatangani dalam
waktu 1x 24 jam. Kolom comunicator yang ditandatangani oleh perawat
yang menerima dan kolom advisor yang ditandatangani oleh dokter yang
memberikan advice. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal
02 April 2018, komunikasi efektif yang sudah diterapkan di Ruang Bobo
RSUD Dr.Soetomo yaitu menggunakan metode SBAR. Pada stempel
readback, juga sudah ditandatangani oleh perawat yang menerima dan
oleh dokter sesuai ketentuan yang ada.

3) Sasaran 3 : Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai


(high alert medications)
Obat high alert adalah obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi
dan dapat menyebabkan cedera serius pada pasien jika terjadi kesalahan
dalam penggunaannya. Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas obat risiko
tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik;
obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan
sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan
Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa
ucapan mirip (NORUM); dan elektrolit konsentrat seperti potasium klorida
dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan
konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan
konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi
78

20%, 40%, atau lebih (SNARS, 2018). Untuk meningkatkan keamanan


obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan risiko spesifik
dari setiap obat dengan tetap memperhatikan aspek peresepan,
menyimpan, menyiapkan, mencatat, menggunakan, serta monitoringnya.
Obat high alert harus disimpan di instalasi farmasi/unit/depo. Bila rumah
sakit ingin menyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di depo
farmasi yang berada di bawah tanggung jawab apoteker. Selain itu, sebagai
perawat salah satu cara untuk mewaspadai pemberian obat, yaitu
menggunakan double crosscheck mulai dari proses persiapan sampai
pemberian ke pasien.
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 02 April 2018,
didapatkan kewaspadaan tentang obat yang perlu diwaspadai sudah
dilakukan menggunakan double cross check dan dengan memisahkan obat-
obat high alert pada tempat yang telah disediakan. Selain itu perawat
Ruang Bobo sudah memberikan label pembeda antara high alert dan
LASA. Namun untuk obat yang akan diinjeksikan penamaan belum
dilakukan dengan labeling (etiket), penamaan masih ditulis menggunakan
spidol permanen yang meliputi nama pasien dan jenis obat sehingga belum
memenuhi standart. Penerapan prinsip 7 benar di Ruang Bobo Dr.Soetomo
sudah dilakukan. Dalam penyimpanan obat high alert di Ruang Bobo
sudah sesuai standar JCI (2011) dimana obat high alert disimpan pada
0
suhu dingin antara 2-8 C maka disimpan dalam lemari
pharmaceutical refrigerator dan dokter harus mengambil sendiri obat
0
high alert ke farmasi, sedangkan disimpan pada suhu ruangan 25 C
maka disimpan dalam lemari yang diberikan penanda khusus. Ruang
Bobo menyediakan trolly emergency berisi obat high alert yang sudah
diberi label pada setiap obat dan troli tersebut dalam keadaan tersegel
sebagai kebutuhan jika sewaktu-waktu ada kondisi yang mengancam
jiwa.

4) Sasaran 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang


benar, dan pembedahan pada pasien yang benar
Ketepatan sebelum melakukan tindakan terdiri dari tiga hal yaitu
tepat lokasi, tepat pasien, dan tepat prosedur. Proses untuk memastikan
79

tepat lokasi yaitu menggunakan SPO pemberian marker atau penanda


lokasi operasi yang diberikan oleh dokter operator menggunakan spidol
permanen. Proses untuk memastikan tepat pasien yang dilakukan di
ruangan yaitu menggunakan crosscheck pada gelang identifikasi
sedangkan tepat prosedur dilakukan di ruang operasi menggunakan
beberapa check list untuk mencegah kesalahan prosedur. Prosedur
pembedahan dilakukan melalui tiga tahap yaitu:
a. Sign in, dilakukan sebelum pasien di anestesi konfirmasi ke pasien,
keluarga dan tim anestesi.
b. Time out, dilakukan sebelum melakukan insisi, dikonfirmasikan kepada
tim bedah.
c. Sign out, dilakukan sebelum ruang operasi.
Berdasarkan hasil pengkajian pada periode (Januari-Februari) 2018
di Ruang Bobo RSUD Dr.Soetomo untuk memastikan tepat pasien
dilakukan menggunakan crosscheck pada gelang identifikasi, tepat
prosedur dilakukan dengan cara ruangan sudah menyediakan form check
list pre operasi sedangkan tepat lokasi dipastikan dengan pemberian
marker atau penanda lokasi operasi menggunakan spidol permanen oleh
dokter di ruangan sebelum operasi.

5) Sasaran 5 : Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan
di lingkungan fasilitas kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait
pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi pasien dan petugas
kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di
semua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing
disebabkan oleh kateter, infeksi pembuluh/aliran darah terkait pemasangan
infus baik perifer maupun sentral, dan infeksi paru-paru terkait
penggunaan ventilator.
Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi
lainnya adalah dengan menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan.
Pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) tersedia dari World
Health
80

Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi pedoman kebersihan


tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh
rumah sakit.
Sebagai upaya pencegahan infeksi,di Ruang Bobo RSUD Dr.
Soetomo telah terbentuk tim Pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI).
Selain tim PPI terdapat tim surveillance untuk mengetahui kejadian infeksi
setiap hari. Pendataan infeksi setiap hari dilakukan di masing-masing
ruangan oleh IPCLN kemudian dijadikan satu setiap bulannya oleh IPCN
(Depkes RI, 2012). Berdasarkan hasil pengkajian kepada pasien dan
keluarga pada tanggal 02 April 2018 didapatkan bahwa perawat sudah
menerapkan lima momen mencuci tangan yang ditetapkan oleh WHO,
namun masih ada sebagian besar perawat belum patuh menerapkannya
yakni saat setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien. Dalam
pemberian health education mengenai cara cuci tangan yang benar sudah
dilakukan melalui media berupa poster yang di tempel di dinding. Tetapi
sosialisi dan demonstrasi tentang mencuci tangan jarang dilakukan. Saat
dikaji, 12 dari 25 keluarga pasien (48%) tidak melakukan cuci tangan
dengan benar (belum memahami 6 langkah cuci tangan menurut WHO).
Tabel 2.47 Kepatuhan Cuci Tangan Oleh Petugas RSUD Dr. Soetomo
Bulan Januari-Februari 2018
Cuci tangan
No Bulan
N D %
1 Januari 14 34 41,18
2 Februari 27 40 67,5
Sumber: Data Sekunder Rekapitulasi Administrasi Bobo (2018)

a. Phlebitis
Penilaian phlebitis dilakukan pada periode Januari-Februari 2018
dengan instrumen VIS (Visual Infussion Score). Berdasarkan hasil
penilaian tersebut didapatkan semua pasien (100%) tidak mengalami
phlebitis pada saat dilakukan pengkajian. Selain itu berdasarkan hasil
pengkajian dan observasi pada tanggal 2 April 2018 diperoleh hasil dari
25 pasien tidak ada yang mengalami phlebitis.
81

Tabel 2.48 Kejadian Phlebitis pada Pasien di Ruang Bobo RSUD Dr.
Soetomo pada bulan (Januari-Februari) 2018
Phlebitis
No Bulan
N D %
1 Januari 0 0 0
2 Februari 0 0 0
Sumber: Data Sekunder Rekapitulasi Administrasi Bobo (2018)

Tabel 2.49 Kejadian Phlebitis pada Pasien di Ruang Bobo RSUD Dr


Soetomo pada tanggal 2-6 April 2018
Phlebitis 02/04/2018 03/04/2018 04/04/2018 05/04/2018 06/04/2018
Ya 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Tidak 25 (100%) 28 (100%) 28 (100%) 29 (100%) 28 (100%)
Total 25 (100%) 28 (100%) 28 (100%) 29 (100%) 28 (100%)

Sumber: Data Primer (2018)

b. ISK (Infeksi saluran kemih)


Penilaian risiko ISK dilakukan pada tanggal 02-06 April 2018 melalui
observasi dan instrumen penilaian ISK. Pasien yang dirawat di Bobo
RSUD Dr.Soetomo tidak ada yang mengalami ISK karena sebagian
besar pasien tidak terpasang kateter.

Tabel 2.50 Kejadian ISK pada Pasien di Ruang Bobo RSUD Dr.
Soetomo pada tanggal 02-06 April 2018
S
ISK 02/04/2018 03/04/2018 04/04/2018 05/04/2018 06/04/2018
Ya 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Tidak 25 (100%) 28 (100%) 28 (100%) 29 (100%) 28 (100%)
Total 25 (100%) 28 (100%) 28 (100%) 29 (100%) 28 (100%)
Sumber: Data Primer (2018)

c. ILO (Infeksi Luka Operasi)


Pengkajian ILO dilakukan pada tanggal 02-06 April 2018 melalui
observasi dan instrumen ILO.

Tabel 2.51 Kejadian ILO pada Pasien di Ruang Bobo RSUD Dr.
Soetomo pada tanggal 02 – 06 April 2018
ILO 02/03/2018 03/04/2018 04/04/2018 05/04/2018 06/04/2018

Ya 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)


Tidak 25 (100%) 28 (100%) 28 (100%) 29 (100%) 28
(100%)
82

Total 25 (100%) 28 (100%) 28 (100%) 29 (100%) 28


(100%)
Sumber: Data Primer (2018)

d. Health Associated Pneumonia


Berdasarkan penilaian pneumonia yang dilakukan pada tanggal 02-06
April 2018 dengan CPIS (Clinical Pulmonary Infection Score)
diperoleh hasil bahwa dari semua pasien yang dirawat di Ruang Bobo
RSUD Dr. Soetomo tidak ada yang mengalami health associated
pneumonia.

6) Sasaran 6 : Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh


Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk
jatuh dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni
disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi, perubahan mendadak kondisi
pasien, serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan
asesmen selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus
menetapkan kriteria untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko
tinggi jatuh (SNARS, 2018).
Berdasarkan data yang diperoleh dari tim pengendalian mutu, di
Ruang Bobo RSUD Dr. Soetomo pada bulan Januari-Maret 2018,
pengkajian risiko jatuh pada pasien dilakukan pada saat awal pasien
masuk ke ruangan rawat inap menggunakan form sesuai dengan usia
pasien anak yaitu form penilaian resiko jatuh humpty dumpty. Pemberian
intervensi pada pasien disesuaikan dengan kriteria rendah atau tinggi
berdasarkan SPO yang telah ada. Salah satu contoh intervensi
penangulangan pasien risiko jatuh yaitu pemasangan tanda kuning risiko
jatuh pada gelang ID, tanda segitiga kuning risiko jatuh pada bed atau
infus stand pasien, harus ada satu penunggu pasien dan side rail harus
selalu ditutup serta memastikan ke keluarga untuk selalu menutupnya,
menganjurkan keluarga pasien untuk minta bantuan perawat dalam
tindakan apapun. Pada saat pengkajian ke ruangan Bobo didapatkan
setiap pasien telah didampingi oleh keluarga dan keluarga tidak lupa
83

untuk selalu menutup side rail setiap kali akan meninggalkan pasien.
Penilaian risiko jatuh umumnya ada pada setiap status pasien tetapi
belum diisi secara rutin setiap hari. Berdasarkan hasil data 2 bulan
terakhir (Januari-Februari) 2018 didapatkan data insiden pasien jatuh
selama perawatan rawat inap di Rumah Sakit mencapai target 0%.

Tabel 2.52 Insiden Pasien Jatuh Selama Perawatan Rawat Inap di Rumah
Sakit pada bulan (Januari-Februari) 2018
No Bulan N D Prosentase (%)
1 Januari 2 164 1,22
2 Februari 0 0 0
Sumber: Data Sekunder Rekapitulasi Administrasi Bobo (2018)

a. Restrain
Pasien yang dirawat di Ruang Bobo RSUD Dr. Soetomo tidak ada
yang dilakukan restrain pada tanggal 02-06 April 2018, pemberian
restrain tidak dianjurkan untuk di terapkan di Ruang Bobo, hal tersebut
dikarenakan dengan intervensi restrain menimbulkan efek samping
mengganggu tumbuh kembang anak dan berisiko mencederai.

2. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit


Penilaian kepuasan pasien di Ruang Bobo sudah dilakuan evaluasi.
Berdasarkan data kepuasan pasien pada tanggal 02 April 2018, dari 25
keluarga pasien diambil sampel 10 keluarga, dapat diketahui bahwa sebagian
besar pasien dan keluarga pasien merasa puas dengan pelayanan kesehatan
yang telah diberikan.
Tabel 2.143 Kepuasan Pasien di Ruang Bobo RSUD Dr. Soetomo pada
tanggal 02 April 2018
No Keterangan Sangat Tidak Puas
Tidak Puas Sangat Puas
1 Perawat mampu menangani 0 Puas 1 8
masalah perawatan dengan tepat 1
dan professional 0%
2 Perawat mampu memberikan 0 10% 80% 80%
informasi tentang tenaga yang 2 5 3
merawat, sarana prasarana RS,
peraturan RS dan mengenai 0%
penyakit yang diderita 20% 50% 30%
3 Perawat mampu memberikan 0
pelayanan yang berkualitas 0% 2 7 1
20% 70% 10%

Anda mungkin juga menyukai