Anda di halaman 1dari 33

1.

Pengukuran Kekerasan ( Firmness test ) pada buah

A. Pendahuluan
Latar Belakang

Salah satu proses yang terjadi selama pamasakan buah (komoditi


hortikultura) setelah panen adalah penurunan kekerasan buha atau buah semakin
lunak. Proses tersebut disebabkan oleh degradasi komponen-komponen penyusun
dinding sel. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh petani adalah
memanen buah terlalu awal ketika mereka belum matang dan belum
menghasilkan rasa yang enak. Beberapa sayuran, jika dibiarkan untuk tumbuh
besar, akan menjadi terlalu berserat atau terlalu banyak biji untuk bisa dimakan
enak. Pada kebanyakan tanaman hortikultura, jika anda memanennya bersamaan
maka anda dipastikan mendapat banyak produk yang belum matang atau terlalu
matang. Dengan menggunakan indeks kematangan sebagai standard panen maka
akan sangat mengurangi susut saat pre-sortasi. Untuk beberapa hasil panen ini
dapat melibatkan penggunaan refraktometer untuk mengukur kadar gula atau
sebuah alat penetrometer untuk mengukur kekerasan.
Pengukuran kekerasan/kelunakan buah dapat dilakukan secara kualitatif
dengan cara menekan dengan jari atau secara kuantitatif menggunakan
penetrometer. Prinsip kerja dari penetrometer adalah mengukur kedalaman
tusukan dari jarum penetrometer per bobot beban tertentu dalam waktu tertentu
(mm/g/s).

Tujuan
Untuk Mengetahui tingkat kekerasan pada buah pisang muda, pisang
matang dan pisang tua.

1
B. Tinjauan Pustaka

Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal menjadi 2 macam


istialah yang sulit dibedakan, ialah pematangan atau maturity yang berarti bahwa
buah tersebut menjadi matang atau tua yang kadang-kadang belum bias dimakan
karena rasanya yang belum enak dan istilah ripening atau pemasakan, dimana
buah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa enak (Afandi, 1984).
Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada
umumnya buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia
maupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas
terhadap metabolismedalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu
perubahan kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya (Kader.
2002).
Perubahan tingakat keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi
aktifitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu
mengkatalis degradasi protopektinyang tidak larut menjadi substansi pectin yang
larut. Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan
buah-buahan (Sianturi. 2008).

2
C. Hasil dan Pembahasan
Hasil

Titik x σ
Fase Ketuaan Ulanga Penguk Nilai Tingkat tiap X tiap σ
Buah n uran P Kekerasa bua tiap bua Tiap
Sampel Buah n h Fase h Fase
1 2.35 2.07891
1 2 2.2 1.946214 2.13 0.22
3 2.7 2.388535
1 2.6 2.300071
Perkembanga
2 2 2.2 1.946214 2.24 2.25 0.27 0.24
n ( Muda)
3 2.8 2.476999
1 2.5 2.211607
3 2 2.6 2.300071 2.38 0.23
3 3 2.653928
1 1.05 0.928875
1 2 0.83 0.734253 0.89 0.14
3 1.15 1.017339
1 1.05 0.928875
Penuaaan /
2 2 1.1 0.973107 1.10 0.97 0.26 0.16
Pematangan
3 1.6 1.415428
1 0.95 0.84041
3 2 1.15 1.017339 0.91 0.09
3 1 0.884643
1 1.1 0.973107
1 2 0.85 0.751946 0.84 0.11
3 0.9 0.796178
Terlalu 1 1 0.884643
matang( 2 2 0.9 0.796178 0.79 0.81 0.08 0.12
senescence ) 3 0.8 0.707714
1 1.1 0.973107
3 2 0.7 0.61925 0.81 0.17
3 0.95 0.84041

Analisa Data
4P
Tingkat Kekerasan jika (P = 2.7) 𝜏= πd2
4 ∗ 2.7
𝜏 = 3.14 ∗ 1.22
10.8
𝜏 = = 4.52

𝜏 = 2.388 kg cm-3

3
1
Rata-rata Tiap buah = 𝑥̅ = 𝑛 (X1 + … + Xn)
1
𝑥̅ = 3 (2.07891 +1.946214+2.388535)
𝑥̅ = 2.13

1
Rata-rata Tiap Fase = 𝑥̅ = 𝑛 (X1 + … + Xn)
1
𝑥̅ = 3 (2.13 +2.24+2.38)
𝑥̅ = 2.25

(𝑋1 −𝑥̅ )2 + (𝑋𝑛 −𝑥̅ )2


Standar Deviasi = √ 𝑛
(2.07−2.13)2 + (1.94−2.13)2 + (2.38−2.13)2
=√ 3

= 0.22
1
Rata-rata Standar Deviasi = 𝑥̅ = 𝑛 (X1 + … + Xn)
1
𝑥̅ = 3 (0.22 0.27+0.23)
𝑥̅ = 0.24

Pembahasan

Perbedaan nilai dari kekerasan buah pada tiap tiap Fase yang berbeda
dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah tersebut. Nilai kekerasan buah
cenderung menurun selama penyimpanan akibat proses pematangan. Beberapa hal
yang menyebabkan penurunan kekerasan buah adalah suhu, tempat penyimpanan,
respirasi dan transpirasi. Dan pada saat muda produksi etilen dari buah tersebut
rendah, dan memyebabkan daging dari buah tersebut keras.
Perbedaan tingkat kekerasan antar komoditi pertanian lebih diakibatkan
oleh varietas dan tingkat etilen, dan tingkat respirasi dari komoditi itu sendiri.
Tingkat kekerasan pada buah mangga berbeda-beda berdasarkan tingkat
kemasakan buah tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kekerasan
buah adalah adalah suhu, tempat penyimpanan, respirasi dan transpirasi.
Perubahan fisik dan kimia yang terjadi pada proses pematangan buah dan sayuran
meliputi turgor sel, karbohidrat, gula sederhana, protein, pigmen, dan senyawa
lainnya seperti turunan fenol dan asam organik.

4
D. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat di simpulkan bahwa

1. Tingkat kekerasan pada buah pisang berbeda-beda berdasarkan tingkat


kemasakan buah tersebut.
2. Tingkat Kekerasan pada buah pisang berbeda pada tiap bagian, ujung, badan,
dan pangkal.
3. Tingkat kekerasan yang paling tinggi terdapat pada bagian pangkal.
4. Tingkat kekerasan buah pisang yang paling tinggi terdapat pada fase muda.

Saran
Diharapkan kedepan praktikum lebih baik dan terencana

E. Daftar Pustaka
Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Penerbit Alumni. Bandung.

Hartanto R. dan C. Sianturi. 2008. Perubahan Kimia, Fisika Dan Lama Simpan
Buah Pisang Muli dalam Penyimpanan Atmosfir Pasif. Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18
November 2008

Kitinoja, L. dan A.A. Kader. 2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen


Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura (Edisi ke 4) Juli 2002. Pen.
Utama, I.M.S. Denpasar. Universitas Udayana.

5
2. Pengukuran tingkat kemanisan (soluble solid ) pada buah

A. Pendahuluan
Latar Belakang
Secara alami, tanaman memproduksi hormon untuk mematangkan buah.
Namun banyak petani atau pedagang banyak juga yang mematangkan buahnya
dengan cara diperam. Proses ini menghasilkan gas etilen yang merambat dari
molekul ke molekul. Hal itu yang mendasari memberi kalsium karbida (kalsium
karbit) dalam proses pematangan buah.
Setiap buah umumnya mengandung air, protein. Lemak, karbohidrat
(termasukgula), mineral dan vitamin. Zat-zat ini sering disebut sebagai zat nutrisi.
Selain zatnutrisi, beberapa jenis buah ada yang memiliki zat lain berupa aneka
golongan asam dantanin. Asam yang sering ditemukan dalam buah ialah asam
malat, asam oksalat, asamsitrat dan asam malonat.Gabungan zat nutrisi dengan
asam atau tanin inilah yang mempengaruhi rasa dankelezatan buah. Buah yang
kandungan gulanya rendah dengan kadar air tinggi akan terasahambar. Bila
kandungan gula dan asamnya seimbang, rasanya menjadi manis-manis asam.Jika
kandungan asamnya lebih tinggi, rasanyapun menjadi asam. Bila buah
mengandungtanin cukup banyak, akan terasa kelat kalau dimakan.

Tujuan
Untuk mengetahui tingkat kemanisan dari berbagai macam jenis buah.

6
B. Tinjauan Pustaka
Buah yang masih muda umumnya mengandung asam atau tanin relatif
tinggi. Seiringdengan bertambahnya umur buah, kandungan zat-zat ini semakin
berkurang. Oleh karenaitu, rasa manisnya pun semakin tua semakin
bertambah.Contoh buah yang waktu masih muda banyak mengandung asam ialah
jeruk. ApabilaAjeruk dipetik terlalu muda, kandungan asam oksalat yang masih
tinggi menyebabkannya Aterasa asam. Buah salak dan belimbing adalah contoh
buah yang tinggi kadar taninnyasewaktu masih muda. Itulah sebabnya buah ini
rasanya kelat kalau dipetik muda.II (Sunita. 2001).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemanisan BuahTanaman bisa
berbuah manis atau tidak tergantung dari faktor-faktor dalam dan luar. Faktor
dalam berupa sifat genetik tanaman, sedangkan faktor luar meliputi tanahdan
iklim, pemeliharaan, serta umur petik buah.A.Faktor Dalam atau Sifat Genetik
TanamanMeskipun dipetik, pada umur cukup tua, ada buah yang rasanya tetap
tidak manis.Jeruk nipis dan buah malaka merupakan contohnya. Meskipun dipetik
tua, jeruk nipistetap terasa asam dan buah malaka tetap terasa kelat(Achmad.
1985).
Sifat kimia buah dan sayur tidak akan terlepas dari substansi kimia yang
terkandung dalam buah dan sayur tersebut. Salah satunya yaotu tingkat keasaman
yang sangat dipengaruhi oleh kansungan asam karbonat( Vitamin C) yang bersifat
asam pada komoditi tersebut. Sedangkan untuk padatan tertentu dipengaruhi oleh
massa gula yang terlarut dalam air suatu larutan(Anna.1994)

7
C. Hasil dan Pembahasan
Hasil

X σ σ
Nama Brix
Ulangan x tiap tiap tiap Tiap
Buah Buah
Sampel buah Fase buah Fase
10.1
1 9.9 9.933 0.153
9.8
9.8
Jeruk 2 9.7 9.767 9.822 0.058 0.089
9.8
9.8
3 9.7 9.767 0.058
9.8
11.7
1 11.9 11.9 0.2
12.1
11.9
Pepaya 2 11.7 11.77 11.82 0.115 0.163
11.7
12
3 11.7 11.8 0.173
11.7
12.6
1 12.6 12.6 0
12.6
12.6
Nenas 2 12.7 12.67 12.62 0.058 0.019
12.7
12.6
3 12.6 12.6 0
12.6
Analisa Data
1
Rata-rata Tiap buah = 𝑥̅ = 𝑛 (X1 + … + Xn)
1
𝑥̅ = 3 (10.1+9.9+9.8)
𝑥̅ = 9.933

1
Rata-rata Tiap Fase = 𝑥̅ = 𝑛 (X1 + … + Xn)
1
𝑥̅ = 3 (9.933+9.767+9.767)
𝑥̅ = 9.822

8
(𝑋1 −𝑥̅ )2 + (𝑋𝑛 −𝑥̅ )2
Standar Deviasi = √ 𝑛
(10.1−9.933)2 + (9.9−9.933)2 + (9.8−9.933)2
=√ 3

= 0.153
1
Rata-rata Standar Deviasi = 𝑥̅ = 𝑛 (X1 + … + Xn)
1
𝑥̅ = 3 (0.153+0.058+0.058)
𝑥̅ = 0.089

Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan nilai kemanisan dari jeruk atau


brix dari jeruk adalah sebesar 10.1 persen, sedangkan nilai kemanisan jeruk atau
brix jeruk dari referensi adalah sekitar 10 persen. Jika dibandingkan tingkat
kemanisan jeruk dari hasil praktikum dengan tingkat kemanisan jeruk dari
referensi sama.
Berdasarkan praktikum tingkat kemanisan papaya adalah 12.0 persen,
sedangkan tingkat kemanisan papaya berdasarkan referensi adalah sekitar 12.0.
dari tingkat kemanisan yaitu sebesar 12 persen maka dapat disimpulkan bahwa
pepaya yang diuji memiliki rasa yang manis.
Tingkat brix dari nenas dari hasil praktikum yaitu sebesar 12.7, sedangkan
tingkat kemanisan nenas dari referensi adalah sekitar 20 persen. Perbedaan ini
terjadi karena alat yang digunakan untuk mengukur nenas sebelumnya digunakan
untuk mengukur brix dari pepaya dan jeruk, alat yang digunakan terkontaminasi
dengan bahan sebelumnya, maka menyebebkan rtingkat brix nenas berbeda
dengan yang ada di referensi.
Tingkat kemanisan anatara satu buah dengan buah lainnya berbeda antar
satu dengan yang lainnya. Hal ini diakibatkan oleh kandungan yang terkandung
didalam buah yang diuji, kadar vitamin dan kadar air sangat berpengaruh dalam
tingkat kemanisan suatu buah atau produk.

9
D. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat kemanisan antar satu buah dengan buah yang lain berbeda, hal ini lebih
dipengaruhi oleh vitamin dan kadar air yang terkandung didalam buah.
2. Tingkat kemanisan buah jeruk dan buah pepaya adalah sebesar 10 persen dan
12 persen
3. Tingkat kemanisan nenas berdasarkan referensi adalah sebesar 20 persen
4. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kemanisan dari buah adalah
refractometer

Saran
Diharapkan kedepan praktikum lebih baik dan terencana

E. Daftar Pustaka
Djaeni Sediaoetama, M. Sc, Prof. Dr. Achmad. 1985. Tingkat Kemanisan buah
dan sayur Jakarta : Dian rakyat

Almastsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.

Poedjiadi, Anna.1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-PRESS

10
3. Pengukuran pH pada Produk Pertanian

A. Pendahuluan

Latar Belakang

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat


keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai
kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion
hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan
pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif
terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan
persetujuan internasional.
Buah merupakan salah satu hasil pertanian yang pada umumnya digunakan
sebagai bahan makanan mempunyai beberapa kimia. Sifat kimia buah berbeda
untuk setiap jenisnya. Kandungan kimia dari buah dapat mengalami perubahan
yang tergantung pada peranan fisiologis, derajat kematangan dan
sebagainya.Beberapa sifat kimia buah yang perlu diketahui adalah total asam,
kadar pektin, vitamin C dan pHnya. Sifat kimia buah inilah yang perlu diketahui
karena kandungan zat-zat tersebut dianggap dapat mempengaruhi sifat fisik serta
kimia secara keseluruhan sehingga dapat mempengaruhi mutu dari buah-buahan
tersebut. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan analisis terhadap beberapa
jenis buah-buahan misalnya seperti nanas,jeruk, jambu biji dan labu
siam..Analisis merupakan penguraian bahan menjadi senyawa-senyawa
penyusunnya yang kemudian dipakai sebagai data untuk menetapkan komposisi
bahan tersebut.

Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat kemanisan dari
berbagai macam jenis buah

11
B. Tinjauan Pustaka

Buah tomat yang telah dipanen akan tetap melangsungkan respirasi. Proses
respirasiyang menyebabkan pembusukan ini terjadi karena perubahan-perubahan
kimia dalam buah tomatdari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C
menjadi Vitamin C, dan dari karbohidratmenjadi gula, yang menghasilkan CO2,
H2O, dan etilen. Akumulasi produk-produk respirasiinilah yang menyebabkan
pembusukan. Respirasi ini tidak dapat dihentikan namun bisadihambat yaitu
dengan menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah. Penyimpanan
suhurendah dapat dilakukan secara sederhana dalam lemari es, namun di tempat
ini kelembabannyatinggi. Mengingat barang-barang yang mudah menguap juga
tersimpan di dalam lemari es prosesrespirasi buah tomat tidak dapat dihambat
dengan sempurna(Deddy. 1992).
Pentingnya pH dalam keamanan produk pangan sudah tidak bisa dibantah
lagi. Nilai pH suatu produk pangan sangat menentukan terhadap jenis
pengemasan, pengolahan, dan pengawetan yang akan digunakan dalam proses
produksi. Sebab, nilai pH akan mempengaruhi karakteristik produk, baik dari segi
mikrobiologi, kimia, maupun sensori(Sutardi, 1990).
Pentingnya pH, terutama berkaitan dengan aspek mikrobiologi.
Pertumbuhan mikroorganisme seperti kapang, khamir, dan bakteri sangat
dipengaruhi oleh pH. Nilai pH yang sangat rendah atau sangat tinggi akan
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Namun, pada prakteknya tidak ada
satupun produk pangan yang “acceptable”, yang memiliki pH ekstrim. Sehingga,
dibutuhkan metode-metode pengawetan lain, seperti penambahan pengawet,
pembekuan, proses termal, dan sebagainya untuk mengontrol pertumbuhan
mikroorganisme tersebut (Winarno. 2004).

12
C. Hasil dan Pembahasan
Nama Jus Ulangan pH x tiap X tiap σ tiap σ Tiap
Buah Sampel buah Fase buah Fase
3.99
1 4.01 4.003333 0.011547
4.01
4
JAMBU
2 4.01 4.006667 4.004444 0.005774 0.007698
BIJI
4.01
4
3 4 4.003333 0.005774
4.01
3.77
1 3.77 3.77 0
3.77
3.78
JERUK 2 3.78 3.78 3.776667 0 0
3.78
3.78
3 3.78 3.78 0
3.78
3.68
1 3.68 3.68 0
3.68
3.68
MANGGA 2 3.68 3.68 3.676667 0 0.003333
3.68
3.67
3 3.66 3.67 0.01
3.68

Pembahasan
pH pada produk pertanian diakibat kan oleh vitamin yang terkandung
didalamnya, Buah merupakan salah satu hasil pertanian yang pada umumnya
digunakan sebagai bahan makanan mempunyai beberapa kimia. Sifat kimia buah
berbeda untuk setiap jenisnya. Kandungan kimia dari buah dapat mengalami
perubahan yang tergantung pada peranan fisiologis, derajat kematangan dan
sebagainya.Beberapa sifat kimia buah yang perlu diketahui adalah total asam,
kadar pektin, vitamin C dan pHnya.

13
Masyarakat di Indonesia pada umunya memiliki lebih menyukai jus yang
memiliki rasa yang manis, artinya pH untuk jus yang manis tersebut harus lebih
dari pada 7. Hal ini dikarenakan pH mempengaruhi citarasa manis atau asam
suatu produk dipasaran, khususnya jus.
Jus mangga pada umumnya memiliki nilai pH optimum yaitu 4, hal ini
menunjukan bahwa jus mangga masih memiliki rasa yang asam. Sedangkan untuk
jus jeruk miliki nilai optimum untuk pH sebesar 3.98, dan untuk jus jambu biji
memiliki pH optimum yaitu sebesar 4.00

D. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Dari praktikum pengukuran tingkat pH pada produk pertanian dapat
disimpulkan bahwa:
1. pH pada produk pertanian berbeda, hal ini akibatkan oleh Sifat kimia buah
berbeda untuk setiap jenisnya.
2. pH optimum untuk jus jeruk adalah sebesar 3.98
3. pH sangat lah memperngaruhi citarasa dari produk jus itu sendiri
4. Diantara 3 sampel mangga memiliki kadar asam yang tinggi

Saran
Diharapkan kedepan praktikum lebih baik dan terencana

E. Daftar Pustaka

Muchtadi, Deddy. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan


(Petunjuk Laboratorium). PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar
Universitas Pangan Dan Gizi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia. Jakarta

14
4. Chiling Injury pada Buah/Sayuran
A. Pendahuluan
Latar Belakang
Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami
kerusakan (perishable), seperti mudah busuk dan mudah susut bobotnya.
Diperkirakan jumlah kerusakan ini bisa mencapai 5 -25 % pada negara-negara
maju dan 20 – 50 % pada negara – negara berkembang (Kader, 1985). Oleh
karena itu, untuk mengurangi tingginya prosentase kerusakan pada komoditas
buah-buahan ini, perlu dipahami penanganan pasca panen yang tepat, agar ketika
buah tersebut sampai ke tangan konsumen tetap dalam keadaan segar (fresh
quality). Namun sebelum kita lebih jauh membahas bagaimana penanganan yang
tepat terhadap buah-buahan selepas panen, yang perlu diketahui terlebih dahulu
ialah jenis-jenis kerusakan, faktor-faktor penentu mutu, dan juga sifat-sifat
fisiologis buah-buahan selama pasca panen hingga pengangkutan dan
penyimpanan.
Pengaturan suhu dan penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat dapat
mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan pada komoditi hortikultura.
Namun, jika pelaksaan keduanya tidak tepat malah akan menyebabkan kerusakan
dan penurunan kualitas produk seperti chilling injury dan degreening. Sehingga
pengetahuan akan pemanfaatan teknologi tersebut menjadi penting untuk
dipelajari.

Tujuan
Untuk mengetahui tingkat kerusakan dingin yang terjadi pada pisang dan
jeruk.

15
2. Tinjauan Pustaka
Chilling injury merupakan kerusakan akibat lingkungan pada suhu
lingkungan rendah. Disamping itu akan menyebabkan buah berkurang
kekerasannya, aroma, dan umur simpan. Buah akan menjadi lunak sehingga
aroma buah akan berubah menjadi agak busuk dan umur simpan menjadi pendek
serta dapat mendatangkan mikroba dan akhirnya buah akan busuk. Setelah buah
mengalami perubahan fisik / kerusakan maka nilai jual di pasaran akan turun
bahkan tidak dapat dijual karena tidak bisa lagi dikonsumsi sebagaimana
layaknya(Wang, C.Y. 1990)
Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal
sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap
kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat kaitannya dengan
proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan di mana
akan menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat;
susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau
tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai konsumen; susut nilai
gizi yang berpengaruh terhadap kualitas buah (Obien. 2001).

Suhu pendinginan yang digunakan tergantung pada jenis buah, biasanya


suhu pendinginan cocok untuk buah-buahan seperti "strawberry", apel, mangga
dan juwet. Sedang pisang, advokat, nenas dan semangka lebih baik tidak disimpan
di dalam lemari es, karena pada suhu di bawah 13,30C akan terjadi "chilling
inyury". Buah seperti nenas, pepaya dan pisang bila disimpan di dalam lemari
pendingin sebelum matang, setelah dikeluarkan lagi tidak akan mengalami
pematangan yang normal (Jhon. 1992).

16
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil
Buah Tomat
Ulangan Suhu Bentuk Perubahan
Hari ke
sampel Pendingin Warna Kekerasan Lainnya
1 15 Merah keras segar
1 2 15 Merah keras segar
3 15 Merah keras segar
1 14 Merah keras segar
2 2 14 Merah keras segar
3 14 Merah keras segar
1 13 Merah keras lembek
3 2 13 Merah keras lembek
3 13 Merah keras lembek
1 14 Merah keras lembek
4 2 14 Merah keras lembek
3 14 Merah keras lembek
1 12 Merah keras lembek
5 2 12 Merah keras lembek
3 12 Merah keras lembek
1 10 Merah keras memar
6 2 10 Merah keras memar
3 10 Merah keras memar
1 15 Merah keras memar
7 2 15 Merah keras memar
3 15 Merah keras memar

17
Pisang
Ulangan Suhu Bentuk Perubahan
Hari ke
sampel Pendingin Warna Kekerasan Lainnya
1 15 Kuning Sedang segar
1 2 15 Kuning Sedang segar
3 15 Kuning Sedang segar
1 14 Kuning Sedang segar
2 2 14 Kuning Sedang segar
3 14 Kuning Sedang segar
1 13 Kuning Sedang lembek
3 2 13 Kuning Sedang lembek
3 13 Kuning Sedang lembek
1 14 Kuning Sedang lembek
4 2 14 Kuning Sedang lembek
3 14 Kuning Sedang lembek
1 12 Kuning Sedang lembek
5 2 12 Kuning Sedang lembek
3 12 Kuning Sedang lembek
1 10 Kuning Lembek lembek
6 2 10 Kuning Lembek lembek
3 10 Kuning Lembek lembek
1 15 Kuning Lembek lembek
7 2 15 Kuning Lembek lembek
3 15 Kuning Lembek lembek

Pembahasan
Pengaruh chilling injuri pada buah adalah kerusakan, kerusakan yang
terjadi antara satu komoditi dengan komoditi yang lainnya berbeda. Dampak dari
chilling injuri antar satu produk dengan produk lainnya berbeda, sebagai contoh :
pisang yang disimpan pada suhu yang rendah dapat berubah warna menjadi
kecoklatan, sedangkan tomat yang disimpan pada suhu yang terlalu rendah akan
berkerut kulitnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi chilling injury : Suhu , Lama
penyimpanan pada suhu tertentu , Sensitivitas produk terhadap pendinginan
(tergantung komoditi, varitas dan tingkat kematangan).
Cara mencegah terjadinya chilling injuri adalah dengan menjaga suhu
kritis dari produk yang kita simpan, menjaga waktu penyimpanan, precoling yang
bertujuan menghilangkan panas lapang.

18
D. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
1. Chiling injury adalah kerusakan yang terjadi akibat penyimpanan dingin
2. Pisang merupakan komoditi yang tidak dapat disimpan didalam suhu dingin
dalam waktu yang lama
3. apabila tomat disimpan dalam suhu yang didingin terlalu lama maka akan
menyebabkan kulit bagian luar dari tomat menjadi berkerut.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi chilling injury : Suhu , Lama penyimpanan
pada suhu tertentu , Sensitivitas produk terhadap pendinginan (tergantung
komoditi, varitas dan tingkat kematangan).

Saran
Diharapkan kedepan praktikum lebih baik dan terencana

E. Daftar Pustaka
Wang, C.Y. 1990. Chilling Injury of Horticultural Crops, CRC Press, Boca Raton
FL, 313 pp.
Rachmawan, Obien. 2001. Modul Dasar Pengeringan, Pendinginan dan
Pengemasan Komoditas Pertanian. Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan. Jakarta.
Syarief, Atjeng M dan Kumendong, Jhon. 1992. Petunjuk Laboratorium
Penyimpanan Dingin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IPB. Bogor.

19
5. Organoleptik ( Sensory Evaluation )

A. Pendahuluan

Latar Belakang

Sifat organoleptik bahan dan produk pangan merupakan hal pertama yang
diperhatikan oleh konsumen, sebelum mereka menilai lebih jauh misalnya pada
aspek nilai gizinya. Di industri pangan, pengujian sifat organoleptik dapat
dilakukan untuk tujuan pengembangan dan pengujian mutu produk. Kesimpulan
yang diperoleh dari suatu pengujian organoleptik sangat tergantung pada tahap
persiapan, keterandalan panelis, sarana dan prasarana, jenis analisis organoleptik
serta metode analisis data. Oleh karena itu, pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk dapat melakukan pengujian organoleptik yang baik perlu
dimiliki.

Tujuan
Untuk mengetahui cara pengujian organoleptik

20
B. Tinjauan Pustaka
Penilaian Indera yang di gabungkan dengan uji Organoleptik yang
meliputi tekstur, warna dan rasa banyak digunakan untuk menilai kualitas suatu
komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena
dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung dan terhitung cukup teliti. Dalam
beberapa hal penilaian indera bahkan dapat melebihi ketelitian alat yang paling
senditif (Soewarno. 1981).
Penilaian Indera merupakan kelebihan sensorik yang hanya dimiliki oleh
orang tertentu dan tidak dapat di turunkan ataupun di ajarkan pada orang lain.
Kelebihan sensorik ini hanya dimiliki oleh dirinya sendiri secara pribadi.
Kelebihan inilah yang memunculkan penilaian indera untuk menguji suatu
kualitas bahan pangan secara organoleptik dengan cara merasa, meraba, dan
melihat untuk menentukan kualitas makanan (Sarastani. 2011).
Uji organoleptik adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui rasa
dan bahu (kadang-kadang termasuk penampakan) dari suatu produk makanan,
minuman, obat dan produk lain. Dalam melakukan pengujian tersebut para
peneliti menggunakan manusia sebagai obyek yang biasa dinamakan dengan
panelis (Susiwi. 2009).

21
C. Hasil dan Pembahasan
Hasil
Nama Skor
Kode
Jus Warna
4613 ABC 2
Country
4875 1
choise
2587 Buavita 1
4269 Buavita 1
2173 ABC 2

Nama Skor
Kode
Jus Kecerahan
3173 ABC 2
Country
4324 1
choise
2691 Buavita 0
4358 Buavita 0
2269 ABC 1

Nama Skor
Kode
Jus Aroma
4648 ABC 3
Country
4532 3
choise
4751 Buavita 1
4241 Buavita 3
2478 ABC 4

Nama
Kode Skor Rasa
Jus
3373 ABC 7
Country
3587 4
choise
3269 Buavita 3
3478 Buavita 8
3262 ABC 9

Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum nilai yang diberikan oleh panelis berbeda
antara satu dengan yang lain, hal ini karenakan perbedaan dalam indra perasa,
penciuman, dan penglihatan antara satu panelis dengan panelis yang lainnya.

22
Untuk penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel
bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau sekelompok orang
yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif.
Jadi penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan subyektif dari para
panelis dengan orosedur sensorik tertentu yang harus dituruti.

D. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
1. Uji organoleptik meruapakan pengujian menggunakan panca indra dari
manusia.
2. Uji organoleptik sangat diperlukan dalam menentukan mutu dari suatu produk.
3. Panelis dalam pengujian organoleptik memiliki penilaian yang berbeda pada
produk.

Saran
Diharapakan praktikum kedepan lebih baik lagi

E. Daftar Pustaka
Soekarto, Soewarno T., 1981, Penilaian Organoleptik, untuk Industri Pangan dan
Hasil Pertanian, PUSBANGTEPA / Food Technology Development
Center, Institut Pertanian Bogor.
Sarastani, D. 2011. Materi Kuliah Analisis Organoleptik. Jurusan Supervisor
Jaminan Mutu Pangan, Diploma IPB, Bogor.
S, Susiwi. 2009. Materi Kuliah Regulasi Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia
FPMIPA_Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

23
6. Menentukan Tingkat Ketuan Berdasarkan Dimensi Buah

A. Pendahuluan
Latar Belakang

Penentuan saat panen secara visual sudah tidak dapat menjamin mutu buah
seperti yang diharapkan. Pendekatan yang lebih obyektif diperlukan agar saat
panen dapat ditentukan kriteria ketuaan buah telah mencapai tingkat
perkembangan dan mutu yang baik.
Kualitas buah-buahan dapat ditentukan dari waktu pemanenannya. Buah
yang dipanen terlalu cepat akan menyebabkan ukuran buah masih kecil, warnanya
masih hijau, dan belum memilki aroma yang khas. Akan tetapi pemanenan yang
telat menyebabkan kekerasan buah menjadi berkurang yang berefek pada
banyaknya kerusakan yang terjadi akibat pengangkutan untuk pendistribusian.
Oleh sebab itu, waktu pemanenan buah yang tepat sangat penting untuk
memperoleh kualitas buah yang diharapkan.

Tujuan
Untuk mengetahui tingkat ketuaan buah berdasarkan dimensi buah.

24
B. Tinjauan Pustaka
Ketuaan panen adalah keadaan perkembangan dimana tanaman atau
bagian-bagian dari tanaman telah memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sesuai
dengan tujuan dari panen. Lebih jauh ketuaan panen dibedakan menjadi dua
macam yaitu ketuaan fisiologis dan ketuaan komersil. Ketuaan panen secara
fisiologis adalah ketuaan dimana tanaman atau bagian-bagian dari tanaman telah
mencapai pertumbuhan perkembangan puncak, tetapi belum memasuki masa
penuaan(Marimin. 2007).
Beberapa indikator dari ketuaan fisiologis adalah akumulasi bagian
padatan telah maksimum dan pada beberapa jenis buah seperti pepaya
kemunculan warna kuning mulai tampak. Sedangkan ketuaan komersil tidak
berhubungan dengan fisiologis tanaman dan bagian-bagiannya, tetapi
berhubungan dengan kegunaan tanaman atau bagian-bagian dari tanaman yang
dipanen(Broto. 1994).
Tingkat ketuaan produk pada saat panen mempengaruhi mutu akhir
produk, daya simpan, dan kemungkinan terjadinya penyimpangan fisiologis.
Sebagai misal, buah yang akan dikonsumsi dalam keadaan matang, bila dipanen
pada keadaan masih muda akan mempunyai warna kulit yang tidak merata ketika
matang, rasa yang kurang enak, aroma yang kurang bila dibandingkan dengan
buah yang matang normal, yaitu buah yang sama tetapi dipanen dalam keadaan
tua penuh (Raharja, S. 2010).

25
C. Hasil dan Pembahasan
Hasil
TOMAT
TINGKAT ULANGAN HASIL
SU SN X σ
KETUAAN SAMPEL (D)
I 53 21 53.42
TOMAT MUDA II 52 6 52.12 52.7467 0.651
III 52 35 52.7
I 42 28 42.56
TOMAT MATANG II 42 9 42.18 43.74 2.381
III 46 24 46.48
I 44 45 44.9
TOMAT TUA II 43 7 43.14 44.1467 0.907
III 44 20 44.4

PISANG
TINGKAT ULANGAN SU SN
KETUAAN SAMPEL Panjang X σ
I 82.5 25 83
PISANG
II 80 45 80.9
MUDA
III 101 30 101.6 88.5 11.39
I 95.5 65 96.8
PISANG II 90 0 90
MATANG III 96.5 20 96.9 94.57 3.955
I 77 30 77.6
PISANG
II 69.6 26 70.12
TUA
III 77.8 38 78.56 75.43 4.621

Analisa Data

Rata-rata Tiap buah = 𝑥̅ = 𝑛1 (X1 + … + Xn)


𝑥̅ = 13 (53.42+52.12+52.7)
𝑥̅ 52.747

26
2 2
(𝑋1 −𝑥
̅) + (𝑋𝑛 −𝑥̅ )
Standar Deviasi = √ 𝑛

(53.42−52.74)2 + (52.12−52.74)2 + (52.7−52.74)2


=√
3

= 0.651

Pembahasan
Pada dasarnya tidak semua buah yang sudah matang memiliki ukuran yang
lebih besar dengan buah yang belum matang, hal ini dikarenakan kandungan
nutrisi dalam buah yang sudah matang lebih banyak dibandingkan dengan nutrisi
yang terdapat pada buah yang masih muda.
Ukuran dimensi buah tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur kematangan
dari buah itu sendiri, hal ini dikarenakan tidak semua buah yang matang memiliki
ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan buah yang muda. Salah satu yang
menjadi tolak ukur dari tingkat kematangan dari suatu buah adalah, warna, dan
bau.

D. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Ukuran buah tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan kematang dari
buah
2. Buah yang matang dan tua dapat ditandai pada warna dan bau nya.
3. Buah yang tua tidak selalu memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan
dengan buah yang muda.

Saran
Diharapkan praktikum kedepan lebih terencana dan tetap.

27
E. Daftar Pustaka
Marimin. 2007. Penangan Pasca Panen. IPB Press. Bogor.

Raharja, S. 2010. Standarisasi Mutu Hasil Pertanian. Teknologi Industri


Pertanian. IPB. Bogor.

Broto, W. 1994. Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Perpustakaan. Pertanian dan
Komunikasi Penelitian , Bogor.

28
7. Pengukuran Massa Jenis dan Volume Buah- buahan

A. Pendahuluan

Latar Belakang

Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.


Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi
dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi
(misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda
bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah (misalnya air). Satuan SI
massa jenis adalah kilogram per meter kubik (kg·m-3).
Berat jenis dari produk pertanian dapat digunakan untuk menduga
kematangan dari buah. Volume merupakan salah satu sifat fisik yang banyak
digunakan dalam perhitungan awal menduga sifat fisik yang lain seperti massa
jenis. Volume bahan pangan dapat dihitung dengan menggunakan pengukuran
berdasarkan pendekatan aproksimasi (pendekatan geometris) dan dengan
menggunakan metode platform scale.

Tujuan

Untuk mempelajari cara penentuan volume dan massa jenis dengan


metode pengukuran menggunakan platfom scale

29
B. Tinjauan Pustaka
Pada pemasakan buah, kandungan zat-zat terlarut dan oleh karena itu berat
jenis bertambah. Itulah sebabnya mengapa telah diusulkan kemungkinan
menggunakan berat jenis sebagai metode pengujian kemasakan secara cepat.
Buah-buah yang mengapung di atas air mempunyai berat jenis lebih kecil, jadi
masih belum masak. Buah-buah yang tenggelam mempunyai berat jenis lebih
besar dari 1, total zat terlarut lebih banyak dan oleh karena itu berarti sudah
matang (Pantastico, 1989).
Bahan pangan pada umumnya dalam bentuk cairan dan padatan, meskipun
demikian bukan berarti bahan-bahan air tidak mengandung bahan-bahan padatan
(solid) dan begitu juga sebaliknya, dalam bahan padatan terdapat pula bahan cair.
Pada bahan pangan uji sifat fisik biasanya dilakukan terhadap kekerasan, warna,
rasa, dan bau bahan tersebut. Sedangkan uji kimia dapat dilakukan terhadap PH,
total asam, dan kadar gula. Diantara sifat fisik tersebut berat dan volume biasanya
dipakai untuk pemutuan buah berdasarkan kuantitas. Dalam kegiatan pascapanen
lainnya seperti pengemasan dan pengangkutan, sifat fisik sangat diperhatikan
(Suharto, 1991).
Pada berbagai tingkat kematangan buah dan sayuran, sifat fisik dan kimia
bahan tersebut berbeda-beda. Uji sifat fisik biasanya dilakukan terhadap
kekerasan, warna, rasa, dan bau bahan tersebut. Sedangkan uji kimia dapat
dilakukan terhadap PH, total asam, dan kadar gula (Solube Solida) (Khatir, 2006).

30
C. Hasil dan Pembahasan
Hasil
a. volume berdasarkan perhitungan
Tingkat
volume( Massa
Ketuaa Ulangan SU SN HASIL X σ X σ
cm3) Jenis
n
46 1.5 46.075
I 151.151 0.4883
53 8 53.4
JERUK 53 7 53.35
II 213.182 166.15 41.62 0.455 0.525 0.09
MUDA 56 3.5 56.175
44 6 44.3
III 134.103 0.6309
51 5 51.25
49 8 49.4
I 195.31 0.555
60 0.5 60.025
JERUK 48 1 48.05
MATA II 175.777 188.32 10.89 0.5632 0.56 0
NG 57 2 57.1
48 7 48.35
III 193.875 0.5612
62 4 62.2
47 0.5 47.025
I 162.903 0.5905
55 5 55.25
JERUK 47 2.5 47.125
II 160.117 168.11 11.52 0.5471 0.569 0.02
TUA 54 1.5 54.075
47 9 47.45
III 181.321 0.5681
60 8 60.4

b. Volume Berdasarkan Percobaan


Tingkat
ULANGAN X1 X2 X3 Volume X σ BJ X σ
Ketuaan
I 73.8 410.4 487.8 77.4 0.953
JERUK
II 97 410.4 508.2 97.8 86.67 10.33 0.992 0.98 0.024
MUDA
III 84.6 410.4 495.2 84.8 0.998
I 108.4 410.4 524.4 114 0.951
JERUK
II 99 410.4 512.4 102 110.3 7.234 0.971 0.96 0.013
MATANG
III 108.8 410.4 525.4 115 0.946
I 96.2 410.4 509.2 98.8 0.974
JERUK TUA II 87.6 410.4 499.2 88.8 98.47 9.504 0.986 0.97 0.016
III 103 410.4 518.2 107.8 0.955

31
Pembahasan
Berat jenis dapat dijadikan sebagai ukuran buah sudah mencapai
kematangan atau tidak. Sebagai contoh adalah pada buah durian, buah durian yang
telah mencapai titik kematangan, berat jenisnya lebih kecil dibandingkan dengan
berat jenis pada saat buah durian masih muda. Volume juga dapat dijadikan
sebagai tolak ukur suatu buah telah mencapai kematangannya.
Berdasarkan hasil praktikum terjadi perbedaan antara volume yang dicari
dengan perhitungan dengan volume yang didapat dari metode platform scale.
Sebagai contoh adalah pada ulangan I dari perhitungan didapat bahwa nilai V=
151 cm3, BJ = 0,4883, sedangkan dengan metode platform scale didapat bahwa
nilai V= 77,4 cm3, BJ = 0,953. Perbedaan ini terjadi dikarena didalam mengukur
menggunakan metode platform scale, tidak sesuai.

D. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Dari hasil praktikum didapatkan kesimpulan bahwa :
1. Dalam menentukan tingkat kematangan dari suatu buah, kita dapat
menggunakan tolak ukur volume dan berat jenis buah.
2. Tidak semua buah yang matang memiliki berat jenis yang lebih kecil dari pada
buah yang muda.
3. Volume buah yang matang lebih besar dibandingkan buah yang muda.

Saran
Diharapkan praktikum kedepan lebih baik

32
E. Daftar Pustaka

Kanoni, Sri, 1999. Handout Viskositas TPHP. Universitas Gadjah Mada:


Yogjakarta.

Khatir, Rita, 2006. Penuntun Praktikum Fisiologi dan Teknologi Penanganan


Pasca Panen. Faperta_UNSYIAH: Banda Aceh.

Pantastico, 1989. Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah-buahan dan


Sayuran-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press:
Jogjakarta.

Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai