Permasalahan Dalam BPJS Kesehatan
Permasalahan Dalam BPJS Kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan
a. Pelayanan Kesehatan Kurang Memuaskan
Terdapat pemberitaan mengenai pelayanan yang dinilai tidak memuaskan
terhadap pasien atau peserta oleh BPJS Kesehatan di Jawa Timur pada tahun
2017. BPJS Watch Jawa Timur melakukan survei yang bermaksud untuk
mengetahui perkembangan kondisi pelayanan kesehatan terhadap peserta JKN
dan KIS di Jawa Timur dan ada 7 temuan yang kurang memuaskan. Dari survey
tersebut, didapatkan ada setidaknya tujuh permasalahan yakni :
(Izzatussayidati, 2018)
1) Lamban dan lamanya waktu tunggu yang dibutuhkan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.
Rata-rata waktu di puskesmas atau klinik sekitar 2 jam. Sedangkan di rumah
sakit membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Waktu tersebut meliputi
pengambilan nomor antrean, mendaftar di loket, antre di ruang tunggu,
penanganan dan pemeriksaan serta mendapatkan obat. Sedangkan antre untuk
mendapatkan tindakan operasi hingga 3 bulan. Di sisi lain ada penanganan
dengan pemeriksaan hanya dilakukan sebentar dan teburu-buru dalam tempo
sekitar 5 menit
2) Sistem rujukan masih buruk dan belum terstruktur dengan baik. Tidak ada
kerjasama yang baik antara fasilitas kesehatan, melempar pasien sehingga
rujukan pasien berlapis di puskesmas maupun di rumah sakit.
3) Tingkat pelayanan terhadap peserta JKN dan KIS dirasa kurang baik.
Sebagian besar pasien melaporkan petugas fasilitas tidak ramah saat
memberikan pelayanan.
4) Pemeriksaan kesehatan bersifat parsial terhadap pasien penderita lebih dari 1
penyakit diminta memimilih salah satu penanganan.
5) Prosedur administrasi yang masih rumit dalam mendapatkan layanan
seharusnya cukup menggunakan kartu JKN dan KIS, tetapi fasilitas kesehatan
mempersyaratkan kelengkapan tambahan pengurus SEP (surat eligibilitas
peserta), surat rujukan, fotokopi KTP dan KK seperti saat pasien akan
menjalani pemeriksaan laboratorium dan pengambilan obat ke apotek.
6) Masih terdapat pasien JKN KIS dipungut biaya tambahan seperti biaya obat,
biaya kamar, dan pembelian alat. (Dalam https://news.detik.com/berita-jawa-
timur/d-3529039/pelayanan-tidak-memuaskan-bpjs-di-jatim-disorot.
Diakses pada 30 Oktober 2019 pada pukul 16.00 WIB)
b. Pelayanan Kesehatan yang Tidak Adil
Masalah lain, yang tidak kalah penting, yaitu adanya perbedaan pelayanan
antara pasien umum dengan pasien program BPJS (Kurniawan, 2015). Perbedaan
kepuasan pasien pada pasien yang menggunakan BPJS dan umum. Pada variabel
kepuasan pasien terdapat perbedaan yang signifikan antara pasien BPJS dengan
umum. Pasien BPJS mempunyai kepuasan yang lebih rendah dibanding yang
umum. Hal ini dikarenakan adanya pelayanan yang tidak efektif dan efisien
(Pertiwi, 2017).
c. Pelayanan Untuk Penyakit Kronis yang Menyulitkan
Penyelenggaraan BPJS Kesehatan terdapat kendala dalam pemberian obat
kronis pada peserta BPJS Kesehatan yaitu penderita diabetes melitus, hipertensi,
asma, penyakit paru obstruktif kronis, epilepsi, skizofrenia, stroke dan Sindroma
Lupus Eritromatosus (SLE) yang membutuhkan pengobatan dalam jangka
panjang namun pasien hanya dapat diresepkan obat untuk 3-7 hari sesuai skema
pembayaran INACBG di rumah sakit. Hal tersebut menyebabkan pasien harus
berulang kali mencari rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk
selanjutnya melanjutkan pengobatannya ke rumah sakit (Wijaya, 2019).
Pemberian obat masih dicicil terhadap pasien kronis, sehingga pasien
harus bolak balik dan obat yang diberikan dirasakan kueang tepat, karena sudah
dikonsumsi dalam jangka waktu lama tetapi pasien tidak kunjung sembuh
(Dalam https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3529039/pelayanan-tidak-
memuaskan-bpjs-di-jatim-disorot. Diakses pada 30 Oktober 2019 pada pukul
16.00 WIB)
2. Hutang BPJS Kesehatan Semakin Bertambah
Menurut Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, ada hal
darurat yang harus dibenahi pemerintah untuk menangani permasalahan BPJS
Kesehatan. Hal urgent (darurat) yang perlu segera dieksekusi pertama oleh
pemerintah adalah membantu solvabilitas (kemampuan untuk melunasi seluruh
utang) BPJS Kesehatan yang memang mempunyai kesulitan membayar utang ke
RS. Persoalan ini mengakibatkan RS memiliki kesulitan juga melakukan transaksi
operasionalnya, seperti membeli obat, membayar dokter, dan para medis serta
karyawan lainnya, membayar alat kesehatan dan sebagainya,
Solusi dari pemerintah, pemerintah sudah berencana menaikkan iuran PBI
(Penerima Bantuan Iuran) sebesar Rp19.000 yakni menjadi Rp 42.000 per orang
tiap bulan, yang dimulai 1 Agustus 2019. Adanya kenaikan iuran PBI berpotensi
mendapatkan tambahan iuran PBI sekitar Rp12,7 triliun. Namun, rencana kenaikan
tersebut tidak kunjung dieksekusi sehingga utang BPJS Kesehatan semakin besar
dan denda 1 persen terus meningkat.
Bila persoalan kenaikan iuran PBI sejak 1 Agustus 2019 sulit dilaksanakan,
maka seharusnya pemerintah memberikan dana bantuan kepada BPJS Kesehatan.
Hal ini seperti yang dilakukan pemerintah pada 2018 lalu dengan mengucurkan
dana bantuan sebesar Rp10,2 triliun. Dana bantuan yang harus dikucurkan
pemerintah pada 2019 merupakan konsekuensi dari tidak naiknya iuran JKN di
tahun 2018. Jadi, BPJS Kesehatan dapat segera membayar klaim RS pada 2019 ini.
Dengan demikian, utang klaim RS tidak terbawa ke 2020 dan kembali menjadi
beban JKN pada 2020 nanti.
Timboel meyakini, pemerintahan Jokowi tetap berkomitmen mendukung
kelangsungan program JKN. Oleh karena itu, rencana pembentukan tim yang
dijanjikan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk mengatasi masalah
BPJS Kesehatan butuh koordinasi dengan lembaga. Salah satunya, mendorong
Kementerian Keuangan mengeksekusi penyelamatan program JKN, yaitu
memberikan bantuan kepada BPJS Kesehatan minimal sebesar Rp13 triliun.
(Dalam https://www.liputan6.com/health/read/4096807/bpjs-watch-ungkap-
masalah-bpjskesehatan-yang-harus-segera-dibenahi. Diakses pada 30 Oktober
2019 pukul 16.15 WIB)
3. Kecurangan Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medisnya dalam Memberikan
Pelayanan Kesehatan kepada Pasien Asuransi Kesehatan BPJS
Ada indikasi terjadi permainan dalam penetapan jenis dan merek obat oleh
dokter rumah sakit yang bersifat komersial (Kurniawan, 2015). Dalam suatu
penelitian di Puskesmas di Jakarta Selatan, menyatakan bahwa sikap rumah sakit
yang masih mencari alasan untuk tidak melayani warga miskin peserta penerima
bantuan iuran tersebut. Alasan rumah sakit tidak melayani warga miskin bermacam-
macam, dan umumnya beralasan karena kamar pasien sudah penuh. Padahal ketika
dicek banyak kamar kosong (Anggraeni, 2017)
Dalam suatu berita, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Jawa Timur,
Handaryo menyatakan, pembayaran untuk rumah sakit didasarkan klaim diagnosis
penyakit pasien. Paket plafonnya didasarkan pada diagnosis pula. Hal ini sering
dimanfaatkan dokter atau rumah sakit. “Jika paketnya habis, pasiennya dipulangkan
dulu, lalu disuruh rawat lagi,” ungkap Handaryo. BPJS beberapa kali menemukan
kenakalan tersebut. Kenakalan itu dinilai BPJS bukan karena pihaknya tidak
berpihak kepada pasien atau rumah sakit. Tapi, karena kenakalan rumah sakit yang
ingin menarik untung. “Ada yang fraud seperti itu. Kalau sudah seperti itu, ya kami
suruh mengembalikan dananya,” ujarnya. Kecurangan tersebut tentu merugikan.
Karena itu, BPJS menegaskan, jika ada indikasi kesengajaan, pihaknya tidak hanya
bakal menarik dananya. Tapi, juga bakal menerapkan sanksi yang lebih tegas. Salah
satunya, pemutusan hubungan kerja sama. (Dalam
https://www.jawapos.com/features/humaniora/05/08/2018/tak-mau-disalahkan
bpjs-ungkap-kenakalan-rumah-sakit-dan-dokter/. Diakses pada tanggal 30 Oktober
2019 pukul 22. 21 WIB)
4. Pembiayaan
a. Sudut pandang Pelayanan Kesehatan
Metode pembiayaan BPJS adalah membayar tagihan rumah sakit sesuai standar
biaya perawatan, yang sudah diputuskan oleh pemerintah (nama skemanya INA-
CBG), yang mungkin jumlahnya lebih rendah dari biaya aktual rumah sakit.
Metode ini disinyalir ikut mempengaruhi kemauan rumah sakit menyediakan
jumlah kamar untuk peserta BPJS (Widiastuti, 2017).
b. Sudut pandang pihak BPJS
Ada keluhan keluhan dari pihak BPJS juga seperti pembayaran premi oleh
peserta BPJS yang tidak pernah tepat waktu. Banyak peserta BPJS yang lambat
bayar atau membayar tidak sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Serta banyak
peserta BPJS yang tidak melanjutkan pembayaran premi ketika sudah sembuh
(Wijaya, 2019).
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3529039/pelayanan-tidak-memuaskan-
bpjs-di-jatim-disorot. Diakses pada 30 Oktober 2019 pada pukul 16.00 WIB
https://www.liputan6.com/health/read/4096807/bpjs-watch-ungkap-masalah-
bpjskesehatan-yang-harus-segera-dibenahi. Diakses pada 30 Oktober 2019 pukul
16.15 WIB
https://www.jawapos.com/features/humaniora/05/08/2018/tak-mau-disalahkan-
bpjs-ungkap-kenakalan-rumah-sakit-dan-dokter/. Diakses pada tanggal 30 Oktober
2019 pukul 22. 21 WIB
https://katadata.co.id/berita/2019/08/21/sri-mulyani-beberkan-empat-penyebab-
defisit-bpjs-keuangan. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 pukul 22.00 WIB