Anda di halaman 1dari 4

FENOMENA PERPINDAHAN MASSA, PANAS, DAN MOMENTUM

PADA COOLING TOWER

Cooling tower merupakan peralatan yang digunakan untuk menurunkan


suhu aliran air dengan cara mengekstraksi panas dari air dan mengemisikan panas
ke atmosfer (Pratiwi dkk, 2014). Cooling tower dapat didefinisikan sebagai alat
penukar kalor yang fluida kerjanya adalah air dan udara (El-Wakil, 1992). Air
sebagai fluida yang digunakan pada proses pendinginan umumnya masih dalam
kondisi relatif panas dan dikontakkan dengan udara untuk menurunkan suhunya.
Cooling tower telah banyak digunakan terutama pada industri yang memanfaatkan
air sebagai alat/media pendingin untuk berbagai peralatan yang memerlukannya
(Johanes, 2010). Proses pendinginan air dengan udara dalam cooling tower dapat
terjadi karena adanya serangkaian proses perpindahan ketika air dan udara saling
berkontakan. Proses perpindahan yang terjadi dalam sistem kerja cooling tower
yaitu perpindahan massa, panas, dan momentum.

Gambar 1. Cooling Tower Diagram


(Sumber: WaterSignal, 2018)

1. Perpindahan Massa dan Panas


Menurut Welty dkk (2008), sistem yang terdiri dua atau lebih komponen
dengan konsentrasi berbeda dari titik ke titik, maka ada kecenderungan massa
ditransfer untuk meminimalkan perbedaan konsentrasi pada sistem. Perpindahan
satu unsur dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi lebih rendah disebut perpindahan
massa. Perpindahan massa memiliki dua tipe, yaitu perpindahan karena konveksi
(convective mass transfer) dan difusi (diffusive mass transfer).
Perpindahan panas terjadi karena perbedaan temperatur di dalam suatu
benda atau antara benda yang lain hingga pada kesetimbangan temperatur tertentu.
Perpindahan energi dari bagian suhu tinggi kebagian suhu rendah dapat terjadi
secara konduksi, konveksi atau radiasi. Perpindahan panas juga dapat terjadi
secara gabungan dari ketiga cara tersebut (Komarudin dkk, 2017).
Cooling tower bekerja mengunakan kombinasi perpindahan panas dan
perpindahan massa untuk mendinginkan air terutama yang terjadi antara air dan
udara basah. Menurut Homzah (2018), perpindahan massa di cooling water terjadi
selama proses pendinginan air dengan udara. Air akan mengalami penguapan
sebagian selama proses, sehingga laju aliran massa air pendingin berkurang.
Kehilangan air karena penguapan ini disebut evaporation loss yang berkaitan
dengan perpindahan panas yang terjadi tiba-tiba. Laju alir massa air juga dapat
berkurang karena adanya drift loss. Drift loss adalah air yang yang terjebak dalam
aliran udara sehingga terbawa ke atas (Aprianti dkk, 2018). Air yang hilang akibat
losses akan digantikan oleh air penambah (makeup water).
Evaporation losses dapat dikurangi dengan penggunaan drift eliminator
pada cooling tower. Drift eliminator akan menangkap tetes-tetes air yang terjebak
di dalam aliran udara agar air tidak hilang atau terbawa ke atmosfer. Drift loss
dapat diminimalisir dengan cara menggunakan aliran cross current. Aliran cross
current dapat membuat udara bergerak memotong secara tegak lurus terhadap
aliran air pada bahan pengisi (packing) cooling tower (Aprianti dkk, 2018).
Proses perpindahan kalor pada cooling tower terjadi dari air panas ke
udara tak jenuh. Kontak langsung antara air panas dan udara akan menyebabkan
terjadinya penguapan sebagian air tersebut. Perpindahan panas yang terjadi adalah
panas sensibel dan laten. Proses laju perpindahan panas sensibel dari permukaan
air panas ke udara merupakan proses perpindahan panas secara konveksi. Variabel
yang menentukannya adalah koefisien konveksi, luas bidang kontak (permukaan
basah) dan beda temperatur air dan udara (Johanes, 2011).
Perubahan fase cair menjadi uap memerlukan energi yang dikenal sebagai
panas laten uap. Prinsip ini digunakan pada cooling tower dengan menciptakan
kondisi dimana air panas menguap dengan adanya udara yang bergerak. Keadaan
tersebut menyebabkan panas air diekstrak dan ditransfer ke udara. Proses tersebut
dikenal dengan evaporative cooling. Prinsipnya terlihat sederhana, tetapi proses
perpindahan kalor yang terjadi cukup kompleks (Hill dkk, 1990).
Efisiensi kerja cooling tower dipengaruhi oleh perpindahan panasnya.
Perpindahan kalor lebih baik maka diperlukan packing yang sesuai sehingga
terjadi kontak yang baik antara air panas dengan udara sebagai media pendingin.
Laju perpindahan kalor dari air panas ke udara pendingin ditentukan oleh waktu
kontak dan luas permukaan antar fase (Johanes, 2011).
Efisiensi cooling tower dapat ditingkatkan lagi dengan cara mengatur
flowrate dari air ataupun udara. Efisiensi cooling tower ini akan mempengaruhi
temperatur cooling water yang dihasilkan dalam proses. Flowrate udara yang
semakin tinggi dan semakin rendahnya flowrate air akan membuat temperatur
cooling water yang dihasilkan semakin rendah. Temperatur cooling water yang
dihasilkan semakin rendah membuat efisiensi cooling tower semakin meningkat.
Flowrate udara dapat dipercepat dengan cara memperbanyak dan mempercepat
putaran fan yang digunakan. Peningkatan luas permukaan dan waktu kontak dapat
dilakukan dengan memperbanyak bahan pengisi (packing) dan mempertinggi
cooling tower yang digunakan (Aprianti dkk, 2018).

2. Perpindahan Momentum
Perpindahan momentum dalam fluida merupakan studi yang mengkaji
pergerakan fluida dan mempelajari gaya yang menyebabkan terjadinya gerakan
fluida tersebut (Welty dkk, 2008). Perpindahan momentum di cooling tower
terjadi ketika kontak antara air panas dan udara pendingin. Droplet air panas
mengalami seretan (drag) sewaktu jatuh dari ketinggian akibat bertabrakan dan
bergesekan dengan udara pendingin yang dihembuskan dari bawah. Arah air dan
udara pendingin yang bertabrakan dapat terjadi baik secara counter current
maupun cross current. Aliran air panas dan udara pendingin bergerak secara
turbulen. Seretan yang dialami oleh droplet air panas menyebabkan hilangnya
momentum, sehingga kecepatan aliran air panas akan menurun. Faktor eksternal
yang mempengaruhi perpindahan momentum adalah gaya gravitasi yang bekerja
terhadap droplet air panas yang melawan seretan dari udara pendingin.
DAFTAR PUSTAKAs

Aprianti, T., Priyantama, E. D., dan Tanuwijaya, F. I. 2018. Menghitung Efisiensi


dan Losses Cooling Tower Unit Refinery PT. Wilmar Nabati Indonesia
Pelintung. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 24(3): 57-59.
El-Wakil, M. M. 1992. Instalasi Pembangkit Daya, Jilid 1, Cetakan I. Jakarta:
Erlangga.
Hill, G. B., Pring, E. J., dan Osborn, P. D. 1990. Cooling Towers Principles and
Practice 3rd Edition. Inggris: Butterworth-Heinemann.
Homzah, O. F. 2014. Analisa Performasi pada Menara Pendingin dengan
Menggunakan Analisis Eksergi. Jurnal Desiminasi Teknologi. Vol. 2(1):
23-28.
Johanes, S. 2010. Karakteristik Menara Pendingin dengan Bahan Isian Ijuk.
Forum Teknik. Vol. 33(3): 188-193.
Johanes, S. 2011. Komparasi Karakteristik Menara Pendingin Menggunakan
Beberapa Tipe Susunan Pipa-pipa sebagai Pendistribusi Cairan. Forum
Teknik. Vol. 34(1): 67-75.
Komarudin, Saputra, R., dan Baskoro, S. Y. 2017. Analisis Pengaruh Penyerapan
Kalor terhadap Efisiensi Cooling Tower pada Tungku Induksi Pengecoran
Logam di Polman Astra. Vol.13(1): 11-21.
Pratiwi, N.P., Nugroho, G., dan Hamidah, N. L. 2014. Analisa Kinerja Cooling
Tower Induced Draft Tipe Lbc W-300 terhadap Pengaruh Temperatur
Lingkungan. Jurnal Teknik POMITS. Vol. 7(7): 1-6.
WaterSignal. 2018. How to Save with Cooling Tower Credits. [Online]
https://www.environmental-expert.com/articles/how-to-save-with-cooling-
tower-credits-684174. (Diakses pada tanggal 4 Oktober 2019).
Welty, J. R., Wicks, C. E., Wilson, R. E., dan Rorrer, G. L. 2008. Fundamentals of
Momentum, Heat, and Mass Transfer. Oregon: John Wiley and Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai