Anda di halaman 1dari 259

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 JUDUL PROYEK


“Re-Design Bandar Udara Frans Seda, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa
Tenggara Timur, Dengan Pendekakatan Arsitektur Regionalisme”

1.2 PENGERTIAN JUDUL


a) Re-Design : Sebuah aktivitas melakukan pengubahan
pembaharuan dengan berpatokan dari
wujud desain yang lama di ubah menjadi
baru, sehingga dapat memenuhi tujuan-
tujuan positif yang mengakibatkan
kemajuan.(http://etheses.uinmalang.ac.id/1319/6/
08660049_Bab_2.pdf. Diakses tanggal 20 Februari
2019).
b) Bandar Udara : Area tertentu di daratan atau perairan (ter-
masuk bangunan, instalasi dan peralatan)
yang diperuntukan baik secara keseluruhan
atau sebagian untuk kedatangan,
keberangkatan dan pergerakan pesawat.
(Anex 14 dari International Civil Aviation
Organization atau ICAO. H.K.Martono, Op.cit,
Halaman 51).
c) Frans Seda : Adalah Seorang ekonom terkenal pada era
Orde Baru dan Pendiri Unika Atma Jaya,
yang pada saat itu menjabat sebagai Dekan
Fakultas Ekonomi sekaligus Ketua
Yayasan Atma Jaya. Beliau merupakan
salah satu took penting dalam memajukan
perekonomian Indonesia saat itu, yang juga

1
sangat peduli dengan dunia pendidikan.
(https://atmajaya.ac.id. Diakses pada tanggal 13
Februari 2019). Pada tanggal 09 Agustus
2010, nama Frans Seda diresmikan oleh
Menteri Perhubungan Fredi Numberi,
sebagai Nama Bandar Udara yang
sebelumnya adalah Bandar Udara Wai Oti.
(https://regional.kompas.com/. Diakses tanggal 13
Februari 2019).
d) Kabupaten Sikka : Kabupaten Sikka adalah sebuah Kabupaten
yang terletak di pulau Flores, Propinsi Nusa
Tenggara Timur, Indonesia.Ibukotanya
adalah Maumere. Dahulu Kabupaten Sikka
merupakan sebuah Onderafdeling dan
kemudian menjadi Swapraja yang dipimpin
oleh 12 raja dan ratu secara turun temurun.
Yakni sejak pemerintahan Portugis saat
dipimpin oleh Raja Don Alesu Ximenes da
Silva hingga masa pemerintahan Belanda
oleh Raja Andreas Djati da Silva pada tahun
1874. Saat kepemimpinan Raja J. Nong
Meak da Silva pada tahun 1902 sistem
pemerintahan Swapraja Sikka diubah
dengan sistem Desentralisasi. Hingga
kemudian berlakunya Undang-undang
nomor 69 tahun 1958 tentang pembentukan
daerah tingkat I Bali, Nussa Tenggara Barat,
dan Nusa Tenggara Timur maka pada
tanggal 1 Maret 1958, daerah Swapraja
Sikka dijadikan Derah Tingkat II dengan
ibukotanya Maumere dengan kepala daerah
pertama pada masa itu adalah D. P. C.
Ximenes da Silva. Penyelenggaraan

2
pemerintahannya di dasarkan atas Undang-
undang nomor I tahun 1957 tentang pokok-
pokok pemerintahan daerah. Pada tahun
1967 daerah tingkat II Swapraja Sikka di
ganti namanya menjadi Kabupaten Sikka
dengan kepala daerahnya Laurensius Say.
Kabupaten Sikka dihuni oleh berbagai suku
bangsa. Suku yang Signifikan di Kabupaten
Sikka adalah suku Sikka. Suku Sikka disebut
sebagai bagian dari Etnis Mukang yang
terdiri dari beberapa suku, yaitu suku Sikka,
suku Krowe, suku Mukang dan Muhang,
serta suku Lio. Kawasan pesisir utara cukup
banyak dihuni oleh warga keturunan etnik
Tidung-Bajo, Bugis, serta Jawa dan
Tionghoa. Luas wilayah Kabupaten Sikka
adalah 1.73,9 km2 dengan jumlah penduduk
317.292 jiwa (2017). Kabupaten Sikka
terbagi menjadi 21 Kecamatan, 147 Desa,
dan 13 Kelurahan.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sikka.
Diakses tanggal 13 Februari 2019).

e) Flores : Nama Flores berasal dari Bahasa Portugis


yaitu “ Cabo de Flores, yang berarti Tanjung
Bunga”. Nama tersebut semula di berikan
oleh S.M. Cabot untuk menyebut wilayah
Timur dari pulau Flores. Akhirnya dipakai
secara resmi sejak tahun 1636 oleh Gubernur
Jendral Hindia Belanda, Hendrik Brouwer.
Sebuah studi yang cukup mendalam oleh
Orinbao (1969) mengungkapkan bahwa
nama asli sebenarnya pulau Flores adalah

3
Nusa Nipa (Pulau Ular), dari sudut
Antropologi, istilah ini lebih bermanfaat
karena mengandung berbagai makna
Filosofis, Kultural, dan Tradisi Ritual
masyarakat Flores. Flores termasuk dalam
gugusan Kepulauan Sunda Kecil bersama
Bali dan Nusa Tenggara Barat, dengan luas
wilayah pulau Flores sekitar 14.300 km2.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Flores. Diakses
tanggal 02 Maret 2019).
f) Nusa Tenggara
Timur : Nusa Tenggara Timur adalah sebuah Pro-
pinsi di Indonesia yang meliputi bagian
timur Kepulauan Nusa Tenggara. Propinsi
ini beribukota di Kupang dan memiliki 22
Kabupaten/Kota. Propinsi ini terdiri dari
kurang lebih 550 pulau, tiga pulau utama di
Nusa Tenggara Timur adalah Pulau Flores,
Pulau Sumba, dan Pulau Timor. Selain tiga
pulau utama, Propinsi Nusa Tenggara Timur
juga memiliki beberapa gugus pulau seperti
Pulau Alor, Pulau Lembata, Pulau Rote,
Pulau Sabu, Pulau Adonara, Pulau Solor,
Pulau Komodo, dan Pulau Palue.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggara_Timu
r. Diakses tanggal 02 Maret 2019).
g) Pendekatan : Proses, Cara, perbuatan mendekati bias
berupa kehendak berdamai, bersahabat dan
sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
h) Arsitektur : Menurut J.B. Mangunwijaya, Arsitektur
sebagai Vastuvidya (Wastuwidya) yang
berarti ilmu bangunan. Dalam pengertian
Wastu terhitung pula Tata Bumi, Tata

4
Gedung, Tata Lalu Lintas (Dhara, Harsya,
Yana). Pendapat lain juga dikemukakan oleh
bebrapa ahli seperti Amos Rapoport yang
berpendapat bahwa Arsitektur adalah Ruang
tempat hidup manusia, yang lebih dari
sekedar fisik, tapi juga menyangkut pranata-
pranata budaya dasar. Pranata ini meliputi;
Tata atur kehidupan social dan budaya
masyarakat, yang diwadahi dan sekaligus
mempengaruhi arsitektur. Menurut Francis
DK Ching, Arsitektur membentuk suatu
tautan yang mempersatukan ruang, bentuk,
teknik, dan fungsi. Sedangkan Marcus Pollio
Vitruvius berpendapat bahwa Arsitektur
adalah kesatuan dari Kekuatan atau
Kekokohan (Firmitas), Keindahan
(Venustas), dan Kegunaan atau Fungsi
(Utilitas).
(http://ariehamzahiskandar.blogspot.com. Diakses
tanggal 20 Februari 2019).
i) Regionalisme : Segala sesuatu yang berkaitan dengan
Karakteristik wilayah geografis tertentu
seperti Kota, Kabupaten, dan Daerah lainnya
sebagai sebagai bagian dari suatu negara.
(www.defenisimenurutparaahli.com/pengertian-
regional-dan-contonya/. Diakses tanggal 20 Februari
2019).
j) Arsitektur
Regionalisme : Arsitektur Regionalisme sekitar tahun 1960
(Jenks, 1977), Tumbuh di Negara
Berkembang dan menegaskan pada “ciri
kedaerahan”. Ciri kedaerahan yang
dimaksud berkaitan erat dengan budaya

5
setempat, iklim, dan teknologi pada saatnya
(Ozkan, 1985). Secara Prinsip,
tradisionalisme timbul sebagai reaksi
terhadap adanya kesinambungan antara
yang lama dengan yang baru (Curtis, 1985).
Regionalisme merupakan
peleburan/penyatuan antara yang lama dan
yang baru. Sedangakan Post-Modern
berusaha menghadirkan yang lama dalam
bentuk universal (Jenks, 1977).Menurut
William Curtis (1985), “Regionalisme
diharapkan dapat menghasilkan bangunan
yang bersifat abadi, melebur atau menyatu
antara yang lama dan yang baru, antara
regional dan universal. Kenzo Tange
menjelaskan bahwa Regionalisme selalu
melihat ke belakang, tetapi tidak sekedar
menggunakan karakteristik regional untuk
mendekor tampak bangunan. Arsitektur
Tradisonal mempunyai lingkup regional
sedangkan Arsitektur Modern mempunyai
lingkup universal. Dengak demikian maka
yang menjadi ciri utama regionalisme adalah
menyatunya Arsitektur Tradisional dan
Arsitektur Modern. “It should be noted that
post-modernism covers what is referred to
as concrete regionalism” (Suha Ozkan).
Suha Ozkan membagi Regionalisme
menjadi dua bagian yaitu; Concrete
Regionalism dan Abstract Regionalism.
Concrete Regionalism Meliputi semua
pendekatan kepada ekspresi daerah/regional

6
dengan mencontoh kehebatannya, bagian-
bagiannya, atau seluruh bangunan di daerah
tersebut. Apabila bangunan-bangunan tadi
sarat dengan nilai spiritual maupun
perlambang yang sesuai, bangunan tersebut
akan lebih dapat diterima di dalam
bentuknya yang baru dengan
memperlihatkan nilai-nilai yang melekat
pada bentuk aslinya. Hal ini yang penting
adalah mempertahankan kenyamanan pada
bangunan baru, ditunjang oleh kwalitas
bangunan lama. Sedangkan hal utama dalam
Abstract Regionalism adalah
menggabungkan unsur-unsur kualitas
abstrak bangunan, misalnya Massa, solid
dan void, proporsi, sense of space,
pencahayaan dan prinsip-prinsip struktur
dalam bentuk yang diolah kembali. Ahli lain
berpendapat bahwa Regionalisme, yang
harus dilihat bukan sebagai suatu ragam atau
gaya melainkan sebagai cara berfikir tentang
arsitektur, tidaklah berjalur tunggal tetapi
menyebar dalam berbagai jalur (Budiharjo,
1997).

1.3 LATAR BELAKANG


Penyebaran informasi secara World Wide seharusnya menjadi media
untuk menginformasikan kekayaan budaya dari satu daerah ke daerah
lainnya, namun dampak globalisasi mengakibatkan pencampuran antar
budaya dari luar dan budaya asli suatu daerah. Pengaruh budaya luar
berdampak buruk terhadap budaya lokal yang memungkinkan adanya
budaya yang menjadi punah.

7
Penerapan Arsitektur Regionalisme sebagai Identitas Lokal pada
wajah Kota khususnya Bandar Udara Frans Seda sebagai salah satu gerbang
masuk wilayah pulau Flores, dari dan ke Kota Sikka ditujukan untuk
menjadi penyambut, pemberi kesan budaya pertama kali kepada para
penumpang, memperkenalkan sebagian dari keseluruhan identitas daerah
yang dimiliki dalam bentuk arsitektural.

Gambar 1.1 Bandar Udara Frans Seda


(https://bisniswisata.co.id/bisniswisata/bandara-frans-seda-maumere-ntt/). Diakses taggal 27
Februari 2019

Kabupaten Sikka dapat ditempuh melalui jalur laut, udara, dan darat.
Namun demikian transportasi darat masih belum optimal untuk dapat
digunakan, karena terdapatnya hambatan berupa pegunungan dan hutan
yang harus dilewati. Dengan demikian transportasi yang praktis dapat
digunakan secara optimal yaitu melalui laut dan udara.
Dengan adanya pelabuhan laut dan bandar udara, Kota Maumere
menjadi pintu masuk di pulau Flores. Selain itu Kota Maumere juga menjadi
regional hubungan di jalan nasional Flores, yaitu merupakan jalur
transportasi utama yang melintasi pulau Flores dari Labuan Bajo di sisi
Barat sampai ke Larantuka di sisi timur.

8
Karena banyaknya daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang
tidak dapat di jangkau melalui laut serta adanya peningkatan kebutuhan
akan sarana transportasi udara yang semakin meningkat dari tahun ke tahun,
maka transportasi udara memegang peran yang sangat penting di Kabupaten
Sikka, guna menunjang arus lalu lintas udara antar Propinsi maupun antar
Kabupaten yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Bandar Udara Frans Seda mempunyai Geometri bandara yang cukup
dan lahan yang cukup memadai untuk pesawat berbadan besar. Saat ini
Bandar Udara Frans Seda melayani kedatangan pesawat regular dari bandar
udara Kupang, Waingapu, Makasar, dan Denpasar. Bandar Udara Frans
Seda juga merupakan salah satu penunjang dalam pengembangan
Transportasi dan Kepariwisataan daerah Kabupaten Sikka.

Gambar 1.2 Apron Bandar Udara Frans Seda Maumere


(http://kupang.tribunnews.com/2015/02/26/bangun-terowongan-300-meter-di-bandara-frans-
seda-maumere). Diakses taggal 27 Februari 2019

Bandar Udara Frans Seda Maumere yang saat ini sebagai bandar
udara alternatif untuk Bandar Udara Internasional El Tari Kupang, tentunya
tidak menutup kemungkinan kedepannya dalam jangka waktu menengah
maupun panjang akan dihadapkan dengan peluang yang menantang kinerja
pelayanannya, yaitu dengan semakin meningkatnya mobilitas masyarakat

9
sebagai akibat dari peningkatan aktivitas dengan tata guna lahan yang
bervariasi.
Sarana dan prasaran infrastruktur Bandar Udara Frans Seda
Maumere diharapkan mampu memberikan kualitas pelayanan yang
memadai kepada penggunanya. Nusa Tenggara Timur terdiri dari beberapa
pulau yang berbatasan dengan laut, serta daratan yang cukup luas.
Transportasi menjadi bagian penting dalam menghubungkan daerah-daerah
di setiap pulau, seperti transportasi darat, laut dan udara.
Seiring dengan perkembangan teknologi, permintaan akan
transportasi cepat lebih mendominasi dikarenakan lebih efisiensi waktu.
Transportasi udara menjadi solusi terhadap permasalah tersebut. Aktivitas
bandar udara Frans Seda semakin meningkat dikarenakan jumlah wisatawan
domestik maupun wisatawan mancanegara yang juga mengalami kenaikan
dari tahun ke tahun.

Gambar 1.3 Suasana Bandar Udara Frans Seda Maumere


(http://hubud.dephub.go.id/?id/bandara/detail/199). Diakses taggal 27 Februari 2019

Aktivitas bandar udara Frans Seda semakin meningkat dikarenakan


jumlah wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara yang juga
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Selain potensi pariwisata yang
besar, Sikka juga memiliki potensi budaya. Pembangunan sektor
kebudayaaan dapat dicermati melalui upaya pelestarian dan pengembangan

10
potensi-potensi kebudayaan antara lain mempertahankan kekhasan daerah,
pembinaan sanggar seni dan atraksi budaya, peninggalan situs bersejarah
dan artefak kepurbakalaan.

1.3.1 Latar Belakang Wilayah


1.3.1.1 Secara Astronomis:
Kabupaten Sikka terletak antara 8022’ - 8050 derajat Lintang Selatan
dan 121055’ 40” - 1220 41’ 30” Bujur Timur.Kabupaten Sikka merupakan
bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan
Flores.
1.3.1.2 Berdasarkan Posisi Geografis:
Kabupaten Sikka memiliki batas-batas; Utara-Laut Flores; Selatan-
Laut Sawu; Barat-Kabupaten Ende; Timur-Kabupaten Flores Timur.

1.3.1.3 Berdasarkan Keadaan Geografis:


Sebelum Tahun 2007, Kabupaten Sikka terdiri dari 12 Kecamatan.
Seiring dengan diberlakukan UU Otonomi Daerah, terjadi pemekaran
wilayah Kecamatan menjadi 21 Kecamatan, yaitu; Paga, Tanawawo, Mego,
Lela, Bola, Doreng, Mapitara, Talibura, Waigete, Kewapante, Hewokloang,
Kangae, Nelle, Koting, Palue, Nita, Magepanda, Alok, Alok Barat, dan
Alok Timur.
Kabupaten Sikka merupakan daerah kepulauan dengan total luas
wilayah 7.553,44 km2, dengan total luas daratan 1.731,91 km2 dan total luas
lautan 5.821, 33 km2. Terdapat 18 Pulau baik yang didiami ataupun tidak,
dimana pulau terbesar adalah Pulau Besar (3, 07 %). Sedangkan pulau yang
terkecil adalah Pulau Kambing (Pulau Pamana Kecil) yang luasnya tidak
sampai 1 km2. Dari 18 Pulau yang terdapat di wilayah administratif
Kabupaten Sikka, sebanyak 9 Pulau merupakan pulau yang tidak dihuni dan
9 Pulau dihuni.
Kecamatan Talibura adalah kecamatan yang memiliki luas daerah
terbesar dibandingkan dengan kecamatan yang lainnya yaitu 260, 11 km2
(15, 02 %). Kecamatan yang paling kecil luas wilayahnya adalah kecamatan
Alok, dengan luas wilayah 14, 64 km2 (0, 85 %).

11
1.3.1.4 Berdasarkan Keadaan Iklim:
Wilayah di Kabupaten Sikka memiliki suhu yang cenderung panas.
Dari stasiun meteorologi Maumere tercatat, suhu tertinggi pada tahun 2017
adalah 35, 8 oC. Rata-rata kelembaban udara sepanjang tahun 2017 di
Kabupaten Sikka berkisar antara 67-85 % dengan kelembaban terendah
adalah 26 % pada bulan November dan Desember. Berdasarkan jumlah hari
hujan dalam setahun, jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret.
Sedangkan jumlah hari hujan terendah terjadi pada bulan Juni, Agustus, dan
September.

1.3.1.5 Berdasarkan Jumlah Penduduk dan Ketenagakerjaan:


Penduduk Kabupaten Sikka berdasarkan proyeksi penduduk tahun
2017 adalah 317.292 jiwa, yang terdiri atas 150.023 jiwa laki-laki dan
167.269 jiwa perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sikka
tahun 2017 adalah 0, 85 %. Rasio jenis kelamin tahun 2017 adalah 90, yang
berarti dari 100 perempuan hanya terdapat 90 laki-laki. Kepadatan
penduduk kabupaten Sikka adalh 183 jiwa per km2, yang terpadat adalah
Kecamatan Alok dengan 2.355 jiwa per km2 dan yang paling sedikit adalah
kecamatan Waiblama dengan 51 Jiwa per km2.
Berdasarkan hasil Sakernas tahun 2017, angkatan kerja tahun 2017
berjumlah 147.434 orang atau 46,46 % terhadap penduduk Kabupaten
Sikka. Dari jumlah tersebut 97, 50 berstatus bekerja. Tingkat pengangguran
Kabupaten Sikka tahun2017 tercatat 2,50 dengan TPAK 67,23. Di
Kabupaten Sikka, lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga
kerja adalah sektor perdagangan dan jasa. Sebanyak 70.273 penduduk 15
tahun ke atas yang bekerja berstatus pekerja tidak dibayar (pekerja
keluarga). Jumlah pencari kerja terdaftar pada tahun 2016pada Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sikka adalah 6.878 orang yang
terdiri atas 2.508 laki-laki dan 4.370 perempuan. Sebagian besar pendidikan
tertinggi yang ditamatkan pencari kerja terdaftar tersebut adalah universitas
maupun diploma.

12
Tabel 1.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kabupaten Sikka
Kecamatan Luas (km2) Total Persentase (%)
NO.
(Subdistrict) Area (Square.km) Percentage
1. Paga 82.85 4.78
2. Mego 111.26 6.42
3. Tanawawo 79.78 4.61
4. Lela 31.33 1.81
5. Bola 56.83 3.28
6. Doreng 30.41 1.76
7. Mapitara 81.02 4.68
8. Talibura 260.11 15.02
9. Waigete 217.65 12.57
10. Waiblama 144.36 8.34
11. Kewapante 24.14 1.39
12. Hewokloang 17.58 1.02
13. Kangae 38.43 2.22
14. Palue 41.00 2.37
15. Koting 23.56 1.36
16. Nelle 14.65 0.85
17. Nita 141.07 8.15
18. Magepanda 166.15 9.59
19. Alok 14.64 0.85
20. Alok Barat 62.75 3.62
21. Alok Timur 92.34 5.33
Jumlah 1731.91 100.00
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Sikka / BPS, Sikka dalam angka 2018)

1.3.1.6 Potensi Wisata Di Provinsi Nusa Tenggara Timur:


Jumlah Wisatawan yang mengunjungi Provinsi Nusa Tenggara
Timur tahun 2017 adalah sebanyak 616.538 orang, terdiri atas 93.455
wisatawan Mancanegara dan 523.455 wisatawan Domestik. Peningkatan
jumlah wisatawan selama kurun waktu 5 tahun sekitar 10-15 %. Jumlah ini
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2016 dengan total 496.081
wisatawan. Kabupaten atau kota dengan kunjingan wisatawan terbanyak
tahun 2017 adalah Kota Kupang dengan 267.181 wisatawan, diikuti
Kabupaten Manggarai Barat dengan 134.181 wisatawan.

13
Tabel 1.2 Jumlah Wisatawan Tahun 2013-2017, dan Proyeksinya s/d Tahun 2030
Wisatawan (Visitors)
Tahun (Year) Mancanegara Domestik Jumlah (Total)
(Foreign) (Domestic)
2013 45.107 318.658 363.765
2014 65.939 331.604 397.543
2015 66.860 374.456 441.316
2016 65.499 430.582 496.081
2017 93.455 523.083 616.538
2018 98.128 549.237 647.365
2019 103.034 576.699 679.733
2020 108.186 605.534 713.720
2021 113.595 635.811 749.406
2022 119.275 667.601 786.876
2023 125.239 700.981 826.220
2024 131.501 736.030 867.531
2025 138.076 772.831 910.907
2026 144.980 811.473 956.453
2027 152.229 852.047 1.004.276
2028 159.840 894.649 1.054.489
2029 167.832 939.381 1.107.213
2030 176.224 986.351 1.162.575
(Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur / BPS, NTT dalam angka 2018)

Tabel 1.2 Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Domestik Menurut Kabupaten/Kota di


Propinsi Nusa Tenggara Timur, 2017
Wisatawan (Visitors)
Kabupaten/Kota
Mancanegara Domestik Jumlah (Total)
(Regency/Municipality)
(Foreign) (Domestic)
Sumba Barat 514 3.556 4.070
Sumba Timur 401 14.858 15.259
Kupang - 366 366
Timor Tengah Selatan 62 11.717 11.779
Timor Tengah Utara 277 6.758 7.035
Belu 3.750 24.445 28.195
Alor 94 4.051 4.145

14
Lembata 14 6.796 6.810
Flores Timur 160 20.356 20.516
Sikka 93.455 523.083 616.538
Ende 7.621 22.713 30.334
Ngada 4.240 4.513 8.753
Manggarai 3.375 11.660 15.035
Rote Ndao 608 422 1.030
Manggarai Barat 57.536 76.645 134.181
Sumba Tengah - - -
Sumba Barat Daya 378 5.164 5.542
Nagekeo 47 7.259 7.306
Manggarai Timur 118 1.766 1.884
Sabu Raijua 13 1.215 1.228
Malaka - 1.999 1.999
Kota Kupang 6.530 260.651 267.181
Nusa Tenggara Timur 93.455 523.083 616.583
(Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur / BPS, NTT dalam angka 2018)

Tabel 1.3 Jumlah Daya Tarik Wisata Menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Nusa
tenggaraTimur, 2016*
Daya Tarik Wisata (Tourist Attraction)
Minat
Kabupaten/Kota Khusus Jumlah
Alam Budaya Buatan
(Regency/Municipality) (Special (Total)
(Nature) (Culture) (Artificial)
Interst
Tourism)
Sumba Barat 12 16 1 - 29
Sumba Timur 13 7 - - 20
Kupang 11 5 10 2 28
Timor Tengah Selatan 8 3 4 1 16
Timor Tengah Utara 2 7 - - 9
Belu 10 10 2 - 22
Alor 7 9 2 - 18
Lembata 13 4 1 - 18
Flores Timur 15 8 5 - 28
Sikka 9 17 4 - 30
Ende 15 9 8 - 32

15
Ngada 7 12 5 - 24
Manggarai 6 9 1 - 16
Rote Ndao 11 4 3 - 18
Manggarai Barat 12 4 1 - 17
Sumba Tengah 4 4 - - 8
Sumba Barat Daya 15 15 1 - 31
Nagekeo 4 3 2 - 9
Manggarai Timur 16 13 1 - 30
Sabu Raijua 6 9 2 - 17
Malaka 2 2 - - 4
Kota Kupang 6 2 10 1 19
Nusa Tenggara Timur 204 172 63 4 443
(Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur / BPS, NTT dalam angka 2018)

Tabel 1.4 Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Sikka


Jarak dari
Objek dan Daya Jenis Daya Tarik Foto Objek
No. Lokasi Kota/Kabu
Tarik Wisata Wisata Wisata
paten
I. Wilayah Kabupaten Sikka
Variasi
Kawasan Taman
Kecamatan Alok Koral/Terumbu
Wisata Alam Laut
1. Timur,Alok,Kewapante, 50 Km Karang, Ikan
Gugus Pulau Teluk
Kangae, dan Talibura hias,Konservasi
Maumere
Hutan Pantai.

Perumahan Wuring, Kel. Perumahan di atas


2. Tradisional Suku Wolomarang, Kec. Alok 3 Km laut dan Pasar
Bajo Barat Rakyat

Tempat Ziarah umat


Khatolik,Patung
Patung Kristus Kel. Kota Uneng, Kec.
3. 700 M Yesus yang di
Raja Alok
Berkati oleh Paus
Yohanes Paulus II

16
Tempat
Regalia Kerajaan Kel. Kota Uneng, Kec. penyimpanan
4. 700 M
Sikka Alok pakaian kebesaran
Raja Sikka

Gereja tua
berarsitektur
tradisional Eropa
peninggalan
Portugis dari abad
5. Gereja Tua Sikka Desa Sikka, Kec. Lela 27 Km ke-16 dan 17,
Menino, Senhor,
dan berbagai
perlengkapan
misa/ibadah umat
Khatolik.
Patung Bunda
Maria,Bukit
Wisung Fatima Golgota,Relief
6. Desa Lela, Kec. Lela 24 Km
Lela peristiwa Rosario
dan Stasi Jalan Salib
Umat Khatolik.

Gereja Tua
7. Gereja Tua Lela Desa Lela, Kec. Lela 24 Km berarsitektur Eropa
warisan Belanda

Warisan jaman
Miniatur Perahu
Desa Hewokloang, Kec. Dongson dari Siam
8. Perunggu “Jong 17 Km
Hewokloang Sina yang memiliki
Dobo”
nilai Magis

Bangunan
tradisional dengan
Rumah Adat Desa Hewokloang, Kec. Arsitektur Lokal,
9. 17 Km
“Lepo Kirek” Hewokloang dua buah Gading
gajah,
mangkuk,tempayan

17
keramik, piring, dan
patung kerbau

Patung Bunda Patung setinggi 27


Desa Wuliwutik, Nilo,
10. Maria Segala 14 Km meter, terletak di
Kec. Nita
Bangsa Nilo atas bukit Nilo

Berbagai jenis
peninggalan
Museum Bikon Desa Takaplager, purbakala dan hasil
12. 9 Km
Blewut Kec.Nita temuan binatang
langka dan gading
gajah purba

Desa Kolisia, Kec. Pantai Pasir Hitam,


13. Pantai Waturia 13 Km
Magepanda dan Panorama alam

Mata Air dalam batu


yang memiliki
Desa Kolisia, Kec.
14. Wairnokerua 22 Km sejarah Kerohanian,
Magepanda
Jejak Santo
Fransiskus Xaverius
Bukit Sabana
dengan salib besar
di bukit menyajikan
Desa Magepanda, Kec.
15. Tanjung Kajuwulu 27 Km panorama yang
Magepanda
indah ke arah sekitar
pantai teluk
maumere
Pantai Pasir putih
Pantai Wair Desa Wair Terang, Kec. dan Panorama alam
16. 29 km
Terang Waigete yang memikat dan
ada air terjun

18
Mata Air Panas dan
Mata Air Panas Desa Egon, Kec.
17. 26 km Kawasan Hutan
Blidit Waigete
Lindung

Stalaktik dan
Desa Runut, Kec.
18. Gua Alam Patiahu 30 km Stalakmit yang
Waigete
menawan

Pantai berpasir dan


gulungan ombak
21. Pantai Paga Desa Paga, Kec. Paga 45 Km
yang jauh dari bibir
pantai

Rumah Adat dan


Desa Lenandareta, Kec. Kubur Batu dan
22. Kubur Batu 54 Km
Paga Rumah Adat
Nuabari

Pantai berpasir dan


Desa Wolowiro, Kec.
23. Pantai Koka 49 Km panorama ombak yg
Paga
tenang

Pantai Pasir putih


Pantai Pasir Putih Desa Permaan, Kec.
24. 17 Mil dan Panorama alam
Pulau Pangabatang Alok
yang memikat

Air terjun Kembar


Air Terjun Desa Poma, Kec.
25. 50 Km dengan ketinggian
Murusobe Tanawawo
80 meter

Danau Air Asin


dengan kadar garam
Desa Semparong, Kec.
27. Danau Semparong 47 Mil yang tinggi dan
Alok
memiliki panorama
alam yang memukau

19
Penyulingan Uap
Desa Rokirole, Panas Bumi secara
Penyulingan Uap Kesokoja, Ladolaka, manual untuk
28. 41 Mil
Panas Bumi Nitunglea, Taunggeo, memenuhi
Kec. Palue kebutuhan air
minum
II. Wilayah Kabupaten Ende
Kampung
Tradisional yang
Kampung Adat Desa Saga, Kecamatan
1. 25 Km memiliki Bangunan
Saga Detusoko, Kab. Ende
Tradisional Khas
yang disebut Sa’o
Wisata Alam yang
memiliki danau tiga
Taman Nasional warna dan memiliki
Woloara, Kelimutu,
2. Danau Tiga Warna 64 Km unsur magis
kab.Ende
Kelimutu menurut cerita
masyarakat adat
setempat
III. Wilayah Kabupaten Manggarai
Wisata Alam
Edukasi Penelitian
Rahong Utara, Kepurbakalaan,
1. Liang Bua 39 Km
Kab.Manggarai Manusia Purba
“Homo Florensis”
di temukan
Sebuah Kampung
Adat Kuno yang
dihuni oleh 19
Generasi berturut-
Kampung Adat Satar Lenda, Satar Mese
2. 7 Km turut, dan memiliki
Waerebo Barat, Kab. Manggarai
Ciri Bangunan
Arsitektur
Tradisional yang
unik

20
Wisata Pantai
Kawasan Pulau
dengan ciri pasir
3. Pink Beach Komodo, Labuanbajo, 687 Km
pantai berwarna
Kab. Manggarai barat
merah muda

Wisata Alam, yang


menyajikan Pesona
Sawah dengan
bentuk Jaring Laba-
laba, adalah
4. Sawah Lodok Kab. Manggarai Tengah 20 Km
pembagian petak
sawah berdasarkan
strata social
masyarakat adat
setempat
Salah satu Taman
Nasional yang di
terima sebagai salah
Kawasan Pulau
Pulau Padar-Pulau satu warisan dunia
5. Komodo, Labuanbajo, 687 Km
Komodo Unesco dan menjadi
Kab. Manggarai barat
salah satu pulau
yang tidak di huni
oleh Komodo
IV. Wilayah Kabupaten Ngada
Wisata Budaya
Kampung Adat
Tradisional yang
belum pernah
Kampung Adat Desa Tiworiwu, Kec. tersentu kemajuan
1. 21 Km
Bena Jerebuu, Kab.Ngada teknologi dan
memiliki ciri
Bangunan
berarsitektur
Tradisional

21
Wisata Alam
Taman Wisata
dengan Variasi
2. Alam (TWA) 17 Kec. Riung, Kab. Ngada 70 Km
Koral dan Terumbu
Pulau Riung
Karang Taman laut

Wisata Alam
Wisata Alam Air Mangeruda, Kec. Soa, menyuguhkan
3. 25 Km
Panas Mangeruda Kab. Ngada Keindahan dan Mata
Air Panas alami.

Wisata Budaya yang


menyuguhkan
Ekowisata Keligejo, Kec. Aimere, Pentas Seni (Tarian
4. 45 Km
Lekodolo Kab. Ngada Ja’i) dan Upacara
Adat (Sagi atau
Adat Tinju)
V. Wilayah Kabupaten Flores Timur

Wisata
Istana Raja Kel. Pohon Siri, Kab. Budaya,Regalium
1. 0 Km
Larantuka Larantuka Peninggalan
Kerajaan Larantuka

Wisata Budaya dan


Ongalereng, Solor Barat, Edukasi berupa
2. Pulau Solor 25 mil
Kab. Flores Timur peninggalan Bangsa
Portugis

Wisata Rohani yang


di adakan setiap
Wisata Religi
Kota Larantuka, Kab. masa Paskah yang di
3. Prosesi Samana 0 Km
Flores Timur ikuti oleh setiap
Santa
umat Khatolik di
seluruh dunia
(Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sikka, 2019)

22
1.3.2 Latar Belakang Objek
Bandar Udara Frans Seda terletak di Jl.Angkasa-Maumere,
Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa
Tenggara Timur. Bandar Udara Frans Seda memiliki ukuran Landasan Pacu
2.250 X 45 meter. Jarak dari pusat Kota, sekitar 5 Km.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Frans_Seda). Diakses taggal 27 Februari
2019

1.3.2.1 Data Eksisting Bandar Udara Frans Seda Maumere:


Tabel 1.5 Data Eksisting Bandar Udara Frans Seda Maumere
Nama Bandar Udara Frans Seda
Alamat Jl. Angkasa-Maumere, Kel. Waioti, Kec. Alok Timur,
Kab. Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur
Kota Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur
Kode Pos 86118
Telepon/Fax/Email (0382)21444-21736/(0382)
21920/waiotimof@gmail.com
Pengelola Bandar Udara UPBU Dirjen Perhubungan Udara
Kelas Bandar Udara Kelas II
Kondisi Bandar Udara Beroperasi-Pengembangan
Layanan Rute Penerbangan Denpasar-Labuanbajo-Kupang-Waingapu-Makassar
Luas Lahan Bandar Udara 43,55 Hektar (Sudah bersertifikat) dan 115,55 (belum
bersertifikat)
Rencana Induk (No. dan Tgl.) Proses KM (Keputusan Menteri)
Jam Operasi 11 Jam (Pkl. 06.00-17.00 Wita) GMT +08:00
Kemapuan Operasi ATR-42/ATR-72-500/600, Boeing 737-900 ER
Fungsi Bandar Udara HUB
Pelayanan Lalu Lintas Udara Domestik (Penerbangan Sipil)
Kode IATA MOF
Kode ICAO WATC
Koordinat Bandar Udara 08o 38’ 45,47” LS ; 122o 13’ 48,96” BT
Elevasi Bandar Udara 35 m diatas permukaan laut (mls)/ 115 ft
Fasilitas DPPU Ada
Pelayanan Meteorologi Ada
(Kantor UPBU Bandar Udara Frans Seda, Maret 2019)

23
1.3.2.2 Prakiraan Lalu Lintas Angkutan Udara Bandar Udara Frans Seda
Maumere:
Tabel 1.6 Prakiraan Lalu Lintas Angkutan Udara Bandar Udara Frans Seda Maumere

Pentahapan
No. Deskripsi Keterangan
Tahap I Tahap II Tahap II
I KOMERSIAL
A PENUMPANG
- Tahunan 118.160 307.360 610.112 Penumpang
- Harian 318 926 1.232 Penumpang
- Jam Sibuk 211 466 Penumpang
B KARGO
- Internasional - - -
- Domestik 430 743 972 Ton / hari
C Pergerakan Pesawat
- Tahunan 1.440 2.160 3.210 Pergerakan
- Harian 4 6 9 Pergerakan
D Pesawat Jam Sibuk Harian 4 6 8 Pesawat
B-737 B-737
E Pesawat Terbesar ATR-72
900ER 900ER
(Kantor UPBU Bandar Udara Frans Seda, Maret 2019)

1.3.2.3 Rencana Pengembangan Dan Tahap Pembangunan Bandar Udara Frans


Seda Maumere:
Pada Tahun 2017 pihak Bandar Udara Frans Seda telah melakukan
uji kelayakan fasilitas Bandar Udara Frans Seda.
Tabel 1.7 Prakiraan Lalu Lintas Angkutan Udara Bandar Udara Frans Seda Maumere

No. Uraian Tahap I Tahap II Tahap III Keterangan


FASILITAS
Boeing 737- Boeing 737-
I SISI ATR-72 -
900ER 900ER
UDARA
Kode
1 Referensi 3C 4C 4C -
Bandara

Instrumen Non -
2 Klasifikasi Landas Pacu Non Instrumen Instrumen Non
Presisi
Presisi
Arah Landas
3 - 05-23 05-23 05-23 -
Pacu
Dimensi 2.500x45
4 - 2.250x30 2.500x45 m2
Landas Pacu
- TORA - - - - -

24
No. Uraian Tahap I Tahap II Tahap III Keterangan
TH-05 - 0 0 0 m
TH-23 - 2.250 2.500 2.500 m
- LDA - - - - -
TH-05 - 0 0 m
TH-23 - 2.250 2.500 2.500 m
- ASDA - - - - -
TH-05 - 0 0 0 m
TH-23 - 2.250 2.500 2.500 m
- TODA - - - - -
TH-05 - 0 0 0 m
TH-23 - 2.400 2.590 2.590 m
5 Clear way TH-05 60x30 60x45 60x45 m2
TH-23 60x30 60x45 60x45 m2
Strip Landas
6 - 2.460x150 2.710x300 2.710x300 m2
Pacu
7 Turning Area TH-05 50/100x7,5x2 50/100x7,5x2 50/100x7,5x2 m2
Double TH-23 50/100x7,5x2 50/100x7,5x2 50/100x7,5x2 m2
8 RESA TH-05 60 x 90 60 x 90 60 x 90 m2
TH-23 60 x 60 60 x 90 60 x 90 m2
Landas 97 x 23 97 x 23
9 97 x 23 m2
Hubung 132 x 23 x2 132 x 23 x2
Landas Parkir 120 x 200 120 x 200
10 120 x 200 m2
322 x 150 322 x 150
11 Jumlah Pesawat Parkir Pada apron
Sejenis
Komersial ATR- 1 0 0 Pesawat
42
Sejenis
ATR- 2 3 3 Pesawat
72
Sejenis
B-737 0 1 3 Pesawat
900 ER
12 Alat Bantu Pendaratan
TH-05 Marka Marka Marka -
PAPI, PAPI, Threshold PAPI, Threshold
Threshold Light, Runway Light, Runway
Light, Runway End Indentifier End Indentifier
End Indentifier Lights (REIL), Lights (REIL),
TH-23 -
Lights (REIL), Runway Edge Runway Edge
Runway Edge Lights, Taxiway Lights, Taxiway
Lights, Taxiway Light, Apron Light, Apron
Light, Apron Edge Lights, Edge Lights,

25
No. Uraian Tahap I Tahap II Tahap III Keterangan
Edge Lights, Apron Flood Apron Flood
Apron Flood Lights, Rotating Lights, Rotating
Lights, Rotating Beacon, Wind Beacon, Wind
Beacon, Wind Cone, Landing T Cone, Landing T
Cone, Landing dan Marka dan Marka
T dan Marka
Fasilitas
SSB, VHF
13 Komunikasi SSB, VHF (A/G) -
(A/G) SSB, VHF (A/G)
Penerbangan
14 Fasililitas PLLU AFIS ADC ADC -
Alat Bantu
15 Navigasi GPS GPS -
GPS
Udara
16 Kategori PKP-PK Kategori – V Kategori - VII Kategori - VII
17 Power House 25-25-10 50-50-25 50-50-25 kVA
II FASILITAS SISI DARAT
1 Terminal Penumpang 9.000 12.600 12.600 m2
2 Terminal Kargo 1.420 1.628 1.628 m2
3 Kantor Administrasi 1.800 1.800 1.800 m2
4 Kantor Operasi 1.450 1.450 1.450 m2
5 Lahan BMKG 3.944 3.944 3.944 m2
6 Lahan Taman Meteo 10.000 10.000 10.000 m2
7 Bangunan PKP-PK 1.375 2.395 2.395 m2
Bangunan Catu Daya
8 240 240 240 m2
(Power House)
Lahan Penimbunan
9 7.500 7.500 7.500 m2
Bahan Bakar
Lahan Ground Support
10 1.800 1.800 1.800 m2
Equipment (GSE)
11 Bangunan Workshop 2.250 2.250 2.250 m2
12 Gudang Peralatan 600 600 600 m2
13 Rumah Dinas
a. Tipe 70 140 140 140 m2
b. Tipe 54 378 378 378 m2
c. Tipe 36 288 288 288 m2
14 Hotel - 6.500 6.500 m2
Instalasi Pengolahan
15 300 300 300 m2
Limbah Cair
Instalasi Pengolahan
16 300 300 300 m2
Limbah Padat
Instalasi Pengolahan
17 900 900 900 m2
Air Bersih
18 Jalan Akses 43.475 43.475 43.475 m2

26
No. Uraian Tahap I Tahap II Tahap III Keterangan
Lahan Menara
19 5.153 5.153 5.153 m2
Pengawas
20 Kantor Keamanan 756 756 756 m2
21 Balai Pertemuan - 1.200 1.200 m2
22 Taman Lingkungan - 1.500 1.500 m2
23 Perkantoran Komersial 7.585 7.585 7.585 m2
24 Masjid 900 900 900 m2
Lapangan parkir
25 7.500 15.000 15.000 m2
terminal penumpang
26 Kantin 1.079 1.079 1.079 m2
(Kantor UPBU Bandar Udara Frans Seda, Maret 2019)

1.3.2.4 Batas Lahan Eksisting Bandar Udara dan Batas Lahan Pengembangan
Bandar Udara Frans Seda Maumere:
Tabel 1.8 Batas Lahan Eksisting Bandar Udara Frans Seda Maumere

Sistem Koordinat
Sistem Koordinat Dengan Referensi Ellipsoid WGS-84 (ID-95)
Bandar Udara
Nomor (ACS) Koordinat UTM Koordinat Geografis
Titik X Y X Y Lintang Bujur Timur (BT)
Selatan (LS)
(Meter) (Meter) (Meter ) (Meter) 0
‘ “ 0
‘ “

A1 19,822.44 19,946.65 547,996.91 9,074,955.70 8 22 6.122 123 26 9.389


A2 19,913.71 20,116.29 547,883.81 9,075,111.63 8 22 1.048 123 26 5.686
A3 19,977.32 20,047.36 547,973.53 9,075,138.96 8 22 0.155 123 26 8.618
A4 20,255.89 20,051.78 548,090.63 9,075,391.76 8 21 51.919 123 26 12.438
A5 20,372.34 20,063.64 548,130.55 9,075,501.79 8 21 48.335 123 26 13.739
A6 20,464.19 20,075.83 548,159.50 9,075,589.81 8 21 45.468 123 26 14.682
A7 20,646.72 20,079.65 548,235.39 9,075,755.86 8 21 40.058 123 26 17.158
A8 20,813.42 20,070.26 548,316.29 9,075,901.91 8 21 35.299 123 26 19.798
A9 20,906.83 20,065.43 548,361.24 9,075,983.94 8 21 32.626 123 26 21.264
A10 21,045.00 20,049.14 548,435.96 9,076,101.30 8 21 28.802 123 26 23.703
A11 21,045.00 19,957.30 548,518.67 9,076,061.38 8 21 30.099 123 26 26.409
A12 20,591.64 19,573.20 548,667.56 9,075,486.14 8 21 48.825 123 26 31.298
A13 19,944.63 19,886.88 548,103.86 9,075,039.77 8 22 3.380 123 26 12.883
(Kantor UPBU Bandar Udara Frans Seda, Maret 2019)

27
Tabel 1.10 Batas Lahan Pengembangan Bandar Udara Frans Seda Maumere

Sistem Koordinat Sistem Koordinat Dengan Referensi Ellipsoid WGS-84 (ID-95)


Bandar Udara
Koordinat UTM Koordinat Geografis
Nomor (ACS)
Titik X Y X Y Lintang Bujur Timur (BT)
Selatan (LS)
(Meter) (Meter) (Meter ) (Meter) 0
‘ “ 0
‘ “

B1 19,838.00 19,975.57 547,977.636 9,074,982.282 8 22 5.257 123 26 8.758


B2 19,838.00 20,039.42 547,920.134 9,075,010.031 8 22 4.355 123 26 6.877
B3 19,885.00 20,062.92 547,919.396 9,075,062.572 8 22 2.644 123 26 6.851
B4 19,937.17 20,089.00 547,918.578 9,075,120.893 8 22 0.745 123 26 6.822
B5 21,662.83 20,089.00 548,668.586 9,076,675.052 8 21 10.111 123 26 31.288
B6 21,764.00 20,038.42 548,758.112 9,076,744.179 8 21 7.857 123 26 34.213
B7 21,764.00 19,961.58 548,827.309 9,076,710.786 8 21 8.941 123 26 36.476
B8 21,662.83 19,911.00 548,828.896 9,076,597.689 8 21 12.624 123 26 36.532
B9 20,990.36 19,911.00 548,536.624 9,075,992.048 8 21 32.356 123 26 26.998
B10 20,879.82 19,817.38 548,572.895 9,075,851.808 8 21 36.921 123 26 28.189
B11 20,879.82 19,648.00 548,725.444 9,075,778.191 8 21 39.313 123 26 33.180
B12 20,679.82 19,648.00 548,638.520 9,075,598.068 8 21 45.181 123 26 30.345
B13 20,175.51 19,774.94 548,305.014 9,075,199.052 8 21 58.186 123 26 19.454
B14 19,887.55 19,774.94 548,179.859 9,074,939.708 8 22 6.636 123 26 15.372
B15 19,930.83 19,893.62 548,091.783 9,075,030.273 8 22 3.690 123 26 12.489
(Kantor UPBU Bandar Udara Frans Seda, Maret 2019)

1.3.2.5 Data Lalu Lintas Bandar Udara Frans Seda Maumere:


Tabel 1.11 Lalu Lintas Bandar Udara Fras Seda Maumere, Tahun 2010-2018 dan Proyeksi
Lalu Lintas s/d Tahun 2030

Pesawat Penumpang (Airport Bagasi (Airport Kargo Kg (Airport


(Plane) Passengers) Baggage) Cargo)
Tahun
DTG BRKT DTG BRKT BRKT DTG BRKT
(Year) DTG
(Arriv (Depar (Arrival (Departur (Departur (Arrival (Depart
(Arrival)
al) ture) ) e) e) ) ure)
2010 1.371 1.371 48.185 50.872 491.009 507.467 202.399 175.576
2011 1.569 1.569 69.638 68.139 634.328 685.829 262.012 196.375
2012 1.423 1.423 63.083 63.179 561.104 595.730 231.554 188.064
2013 1.599 1.599 67.513 66.079 674.125 591.500 192.993 85.617

28
2014 1.426 1.426 69.983 68.789 623.322 623.491 275.290 138.193
2015 1.283 1.283 72.802 68.908 593.127 615.934 396.935 216.795
2016 1.572 1.572 89.431 90.027 762.958 754.779 315.865 205.636
2017 1.667 1.667 97.534 96.480 855.751 798.967 222.760 153.973
2018 1.920 1.920 120.690 108.455 1.871.426 866.766 251.230 159.490
2019 2.016 2.016 126.724 113.878 1.964.997 910.104 263.791 167.464
2020 2.117 2.117 133.061 119.571 2.063.247 955.609 276.981 175.838
2021 2.222 2.222 139.714 125.550 3.094.871 1.003.390 290.830 184.629
2022 2.334 2.334 146.699 131.828 3.249.614 1.053.559 305.371 193.861
2023 2.450 2.450 220.049 138.419 3.412.095 1.106.237 320.640 203.554
2024 2.573 2.573 231.051 145.340 3.582.700 1.161.549 336.672 213.732
2025 2.701 2.701 242.604 152.607 3.761.835 1.219.627 353.506 224.418
2026 2.837 2.837 254.734 160.237 3.949.926 1.829.440 371.181 336.628
2027 2.978 2.978 267.471 168.249 4.147.423 2.744.160 389.740 353.459
2028 3.127 3.127 280.845 176.661 4.354.794 2.881.368 409.227 371.132
2029 3.283 3.283 294.887 185.494 4.572.533 3.025.437 429.688 389.689
2030 3.447 3.447 309.631 194.769 4.801.160 3.176.708 451.173 409.173
(Kantor UPBU Bandar Udara Frans Seda, Maret 2019)

1.3.2.6 Data Layanan Angkutan Udara menurut Air Line / Maskapai Penerbangan
Di Bandar Udara Frans Seda Maumere, Tahun 2018:
Tabel 1.12 Air Line / Maskapai Penerbangan

Datang Berangkat
Layanan Rute
Maskapai
Type Pesawat (Arrival) (Departure)
Penerbangan
Penerbangan (Air
(Aircraft Type) (flight route
Line)
services)
WINGS AIR ATR-72-600 116 116 Denpasar-
NAM AIR B-737-500 36 36 Labuanbajo-
GARUDA ATR-72-600 13 13 Waingapu-Kupang-
TRANS NUSA ATR-72-600 62 62 Makasar, dan
227 227 layanan rute
penerbangan antar
Jumlah Kabupaten/Kota
regional daratan
Flores
(Kantor UPBU Bandar Udara Frans Seda, Maret 2019)

29
1.3.2.7 Rencana Induk Nasional Bandar Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur:

Gambar 1.4 Rencana Induk Nasional Bandar udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur
(http://ppid.dephub.go.id/files/datahubud/PM_69_Tahun_2013_Tatanan_Kebandarudaraan_Nasi
onal.pdf). Diakses taggal 27 Februari 2019

1.3.2.8 Daftar Bandar Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur:


Tabel 1.13 Bandar Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Penggunaan Hierarki Klasifikasi
No. Bandar Udara Kota/Lokasi Bandar Udara Bandar Udara Landasan Pacu
2020 2030 2020 2030 2020 2030
1. El Tari Kota Kupang Inter. Inter. PS PP 1B 1B
David Constatin
2. Kab. Rote Ndao Dom Dom P P III III
Saudale
Frans Sales
3. Kab.Manggarai Dom Dom P P III III
Lega
Fransiskus Maumere, Kab.
4. Dom Inter. P PS II 1B
Xaverius Seda Sikka
Kab. Flores
5. Gewayantana Dom Dom P P III III
Timur
H. Hasan
6. Kab.Ende Dom Dom P P II II
Aroeboesman
7. Kabir Kab. Alor Dom Dom P P - -
Labuhan Bajo- Kab. Manggarai
8. Dom Inter. P PS II 1B
Komodo Barat
9. Mali Kab. Alor Dom Dom P P III III
10. Mbay Kab. Nagekeo Dom Dom P P I I
11. Soa Kab. Ngada Dom Dom P P IIIC IIIC
Kab. Sumba
12. Tambolaka Dom Dom P P III 1B
Barat Daya

30
Kab. Sabu
13. Tardamu Dom Dom P P III III
Raijua
Umbu Mehang Kab. Sumba
14. Dom Dom P P II II
Kunda Timur
15. Wunopito Kab. Lembata Dom Dom P P III III
(http://hubud.dephub.go.id/?id/bandara/index/page:1. Diakses taggal 27 Februari 2019)

Perkembangan Bandar Udara Frans Seda Maumere, sampai saat ini


masih memiliki kekurangan baik dari sisi udara (Air Side) maupun dari sisi
darat (Land Side). Oleh karena itu, perlu untuk melakukan pengembangan
sarana dan prasarana Bandar Udara, guna merespon kebutuhan transportasi
udara di Kabupaten Sikka untuk jangka panjang.
Menurut Kepala UPBU Bandara Frans Seda Maumere, Ir. Poltak
Gordon, MT tahun 2019, perlu adanya perencanaan pengembangan Unit
Pelayanan Bandar Udara Frans Seda Maumere berdasarkan (Sumber diolah
penulis);
 Penambahan Personil atau pegawai Bandar Udara
Khususnya Aviation Security guna mengakomodir
pola kerja dalam Bandar Udara Frans Seda dan perlu
di lakukan Upgrade SOP (Standar Operasional
Kerja).
 Pemerintahan Daerah mau membebaskan lahan agar
Pengembangan Bandar Udara Frans Seda dapat
mendukung Ekonomi dan Pariwisata di Kabupaten
Sikka dan wilayah daratan Flores.
 Pelebaran Runway Strip, karena jika di perpanjang
sekitar 400 m lagi, pada tahun 2022 dapat melayani
Pesawat Boeing 737-800, sehingga rute penerbangan
dari Maumere, Kabupaten Sikka bisa langsung
Direct ke Jakarta.
 Dirjen Penerbangan Udara akan berusaha mereview
Masterplan, agar kedepannya Bandar Udara Frans
Seda tidak hanya menjadi bandara tujuan, tetapi bisa
menjadi Bandar Udara Transit yang menghubungkan

31
Kabupaten Sikka dengan wilayah Kabupaten/Kota di
daratan Flores, atau wilayah lain yang ada di Negara
kepulauan ini maupun dalam skala Internasional.
 Pengembangan rancangan Bandar Udara Frans Seda
Maumere, meliputi;
• Runway yang mengacu pada standart.
• Taxiway yang mengacu pada srandart.
• Apron yang mengacu pada standart.
• Perencanaan perkerasan Are Sisi Udara dan
Sisi darat Bandar Udara yang mengacu pada
standart.
• Pengembangan perancangan kembali
Terminal Pennumpang Bandar Udara Frans
Seda Maumere.
• Area parkir kendaraan dan Fasilitas lain yang
mendukung Operasional Bandar Udara Frans
Seda Maumere.
Berdasarkan data yang didapat dari pihak Dinas Perhubungan
Kabupaten Sikka Tahun 2019, pengembangan Bandar Udara Frans Seda
Maumere, perencanaannya berdasarkan (Sumber diolah penulis);
1. Urgenitas pengembangan Bandar Udara Frans Seda
Maumere:
• Pintu gerbang pembangunan di tingkat
wilayah Kabupaten Sikka, maupun wilayah
yang ada di daratan Flores pada umumnya.
• Menunjang kegiatan Pariwisata, Industri dan
perdagangan Kabupaten Sikka dan antar
wilayah yang ada di daratan Flores pada
umumnya.
• Mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi
daerah Kabupaten Sikka serta Hinterlandnya.

32
• Status Bandar Udara Frans Seda Maumere
sebagai bandara alternatif dari Bandara El
Tari Kupang dan menjadi salah satu Bandara
tersibuk yang ada di wilayah daratan Flores.
2. Perhatian Utama dalam pembangunan Infrastruktur,
Ekonomi dan Pariwisata daerah Kabupaten Sikka
serta wilayah daratan Flores pada umumnya:
• Prasarana Transportasi (Darat dan Laut), saat
ini hanya mampu menjadikan Kabupaten
Sikka sebagai wilayah lintasan dari dan ke
wilayah yang ada di daratan Flores.

Gambar 1.5 Tampak Eksterior Bandar Udara Frans Seda Maumere


(Dokumen Pribadi. Maret 2019)

33
Gambar 1.6 Transit Boarding Pass Bandar Udara Frans Seda Maumere
(Dokumen Pribadi. Maret 2019)

34
Gambar 1.7 Tampak Interior Bandar Udara Frans Seda Maumere
(Dokumen Pribadi. Maret 2019)

35
Gambar 1.8 Arrival Passengers Bandar Udara Frans Seda Maumere
(Dokumen Pribadi. Maret 2019)

1.3.2.9 Eksisting Master Plan dan Master Plan Rencana Induk Pengembangan
Bandar Udara Frans Seda Maumere:

Gambar 1.9 Eksisting Masterplan Bandar Udara Frans Seda Maumere


(Kantor UPBU Bandar Udara Frans Seda, Maret 2019)

36
Gambar 1.10 Master Plan Rencana Induk Bandar Udara Frans Seda Maumere
(Kantor UPBU Bandar Udara Frans Seda, Maret 2019)

1.3.3 Dasar Pemilihan Kasus


1.3.3.1 Berdasarkan Data RPJM Daerah (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah) Pemerintah Kabupaten Sikka yang didapat dari BAPPEDA
Tahun 2019, khususnya Perwujudan Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Udara (Sumber diolah penulis):
a) Penyusunan Masterplan Pengembangan Bandar Udara Frans Seda
Maumere;
• Lokasi: Bandara Frans Seda Maumere.
• Sumber Dana: APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara).
• Instansi Pelaksana: Kementerian Perhubungan.
• Waktu Pelaksanaan: Tahap I tahun 2012/2013.
b) Peningkatan Status dan Fungsi Bandara Frans Seda sebagai Bandara
Pengumpul berskala Sekunder;
• Lokasi: Bandara Frans Seda Maumere.

37
• Sumber Dana: APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara), APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Propinsi dan Kabupaten.
• Instansi Pelaksana: Kementerian Perhubungan, Dinas
Perhubungan Provinsi, Dishubkominfo Kabnupaten.
• Waktu Pelaksanaan: Tahap III Tahun 2015/2016
c) Pengembangan sarana dan prasarana Kebandarudaraan;
• Lokasi: Bandara Frans Seda Maumere
• Sumber Dana: APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara), APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Propinsi dan Kabupaten.
• Instansi Pelaksana: Kementerian Perhubungan, Dinas
Perhubungan Provinsi, Dishubkominfo Kabnupaten.
• Waktu Pelaksanaan: Secara berkala Tahap V Tahun 2017-
2022 (Jangka Menengah) dilanjutkan Tahun 2022-2032
(Jangka Panjang) terhitung per lima tahun.
1.3.3.2 Berdasarkan Data yang didapat dari Media Massa:
a) POS KUPANG.COM,MAUMERE – Rencana perluasan Bandar
Udara (Bandara) Frans Seda Maumere guna menjadikan Pulau
Flores sebagai pintu masuk di tengah Pulau Flores segera terwujud.
Kepastian Perluasan landasan pacu menjadi 2.500 meter ini bakal
terwujud setelah masterplan ditandatangani Kementerian
Perhubungan RI. (http://kupang.tribunnews.com/2018/02/21/yohanes-sebut-
ada-dua-alternatif-perluasan-landasan-pacu-bandara-frans-seda-maumere).
Diakses tanggal 02 Maret 2019.
b) MAUMERE, SUARAFLORES.NET-Selain Penghargaan Khusus
Pariwisata 2016 di Unit Penyelenggara Bandara Kelas II se
Indonesia, Bandara Frans Seda juga mendapat Penghargaan
Nominasi (Nominee) Bandara UPBU Kelas II urutan ke-7 terbaik
Indonesia dari 20 UPBU kelas II. (http://www.suaraflores.net/bandara-
frans-seda-masuk-urutan-7-terbaik-se-indonesia/). Diakes tanggal 02 Maret 2019
c) MAUMERE, SUARAFLORES.NET – Pesawat Sikka Air dengan
nomor penerbangan Sikka 242 mengalami kecelakaan setelah

38
mendarat di run way 05 Bandara Frans Seda Maumere, Selasa
(4/12/2018), kurang lebih pukul 15:30 wita. Pesawat type boeing
737-500 registrasi PK-SNI yang mengangkut 86 penumpang serta 5
awak pesawat, mengalami swing ke kiri dan terbakar di Bandara
Frans Seda. “Ini adalah simulasi kecelakaan pesawat terbang
(aircraft accident exercise). Simulasi ini dimaksudkan agar para
penumpang, awak pesawat dan petugas Penanggulangan Keadaan
Darurat (PKD) merespon cepat dalam menghadapi kecelakaan
pesawat, khususnya terjadi di bandara.
(http://www.suaraflores.net/bandara-frans-seda-gelar-simulasi-kecelakaan-
pesawat/). Diakses tanggal 02 Maret 2019

1.3.4 Urgenitas Arsitektur Regionalisme


Budaya yang berkembang di suatu tempat difahami sebagai sistem
yang utuh yang meliputi berbagai aspek, diantaranya adalah arsitektur yang
merupakan perwujudan bendawi dari nilai-nilai budaya dan wadah bagi
kebiasaan masyarakat dalam budaya tersebut (Amos Rapoport).
Perkembangan pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur di
Indonesia cukup membantu kegiatan-kegiatan yang ada di dalam negeri.
Arsitektur Regionalisme lahir sebagai semangat baru di negara
berkembang. Identitas yang dapat mewakili Kultur, iklim dan budaya
lokalnya, serta lentur beradaptasi dengan laju peradaban modern.
Namun, masih kurangnya korelasi antara perkembangan
pembangunan tersebut dengan ciri Arsitektur daerah setempat (Arsitektur
Regionalisme), sehingga karakter atau identitasnya semakin tergerus
perkembangan modern. Indonesia dengan beragam budaya dan karakteristik
ber-Arsitektur yang ada didalamnya harus tetap di lestarikan dengan
memberi ruang dalam perkembangannya.
Pemilihan pendekatan Arsitektur Regionalisme ini, diharapkan
mampu memperkenalkan Identitas Budaya dan Kedaerahan, sebagai upaya
menunjang laju pertumbuhan kegiatan Pariwisata dan mendorong laju
pertumbuhan Ekonomi dan kesejahteraan daerah, serta menunjukan citra

39
kota sebagai salah satu wilayah yang kaya akan budaya di Negara
Kepulauan Indonesia.

1.4 RUMUSAN MASALAH


Dengan pelaksanaan otonomi khusus bagi Propinsi Nusa Tenggara
Timur terutama rencana pengembangan kota Maumere menjadi kota
madya, semakin murahnya harga tiket pesawat dan sarana transportasi udara
yang melalui Bandar Udara Frans Seda Maumere Kabupaten Sikka relatif
lebih lancar dibandingkan Kabupaten lain di daratan Flores dan menjadi
bandar udara alternatif bagi Bandar Udara Internasional El Tari Kupang,
serta dengan melihat potensi yang dimiliki Kabupaten Sikka, maka dapat
dipastikan jumlah pesawat, jenis pesawat, penumpang dan barang dari tahun
ke tahun semakin meningkat. Maka permasalahan yang di hadapi Bandar
Udara Frans Seda Maumere juga semakin kompleks. Berdasarkan
pernyataan-pernyataan tersebut, maka dapat di rumuskan permasalahan-
permasalahan yang ada saat ini, yaitu:
1. Jumlah pesawat, penumpang dan barang yang melalui Bandar
Udara Frans Seda Maumere, terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun.
2. Terbatasnya sarana dan prasarana transportasi udara, baik sarana
fisik maupun manajemen transportasinya.
3. Dengan adanya peningkatan fluktuasi lalu lintas udara, tentunya
dapat dirumuskan bahwa faktor yang paling mempengaruhi
penilaian pelayanan bandar udara terhadap penggunanya, dan
bagaimana persepsi dan ekspektasi pengguna bandar udara
terhadap pelayanan bandar udara yang di berikan.

1.4.1 Permasalahan Umum


Bagaimana me-redesain bangunan Bandar Udara yang mampu
menampung segala kegiatan didalamnya.

40
1.4.2 Permasalahan Khusus
Bagaimana merancang bangunan Bandar Udara di Kabupaten Sikka,
sebagai Identitas diri melalui bentuk bangunan dan elemen pembentuk
ruang dengan pendekatan Arsitektur Regionalisme.

1.5 Tujuan dan Sasaran


1.5.1 Tujuan
Merancang bangunan Bandar Udara yang mampu menampung
segala kegiatan pengguna dan sarana prasarana di dalamnya.

1.5.2 Sasaran
Me-redesain bangunan Bandar Udara Frans Seda Maumere dengan
pendekatan Arsitektur Regionalisme.

1.6 Lingkup Pembahasan


Lingkup pembahasan yang akan di pakai dalam Re-Desain Bandar
Udara Frans Seda, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, yaitu:

1.6.1 Arsitektural
Pembahasan difokuskan pada aspek-aspek yang bersifat arsitektural
yang berkaitan dengan masalah perancangan Bandar Udara ini sendiri.
1. Tinjauan dari Arsitektur Regionalisme.
2. Pemahaman tentang konsep Arsitektur Regionalisme.
3. Rancangan dasar Bandar Udara dan fasilitasnya.
4. Prinsip Desain Arsitektur yang meliputi Aktifitas Pengguna,
Tata Ruang Luar, Tata Ruang Dalam, Standarisasi Ruang, dan
Kebutuhan Ruang.
5. Studi Preseden Bandar Udara yang menggunakan penerapan
Arsitektur Regionalisme.

41
1.6.2 Non-Arsitektural
Pembahasan difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan
tinjauan kepustakaan yang berkaitan dengan perancangan Bandar Udara,
yang meliputi;
1. RPJM Daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah).
2. Peraturan Daerah dan Regulasi wilayah Kota Kabupaten Sikka.
3. Peraturan Direktur Jendral Perhubungan, nomor:
KEP/77/IV/2005, tentang persyaratan teknis pengoperasian
fasilitas teknis Bandar Udara.
4. Anex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization).
5. Keputusan Menteri Perhubungan No.36 Tahun 1993, tentang
Klasifikasi Bandar Udara.
6. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 04 Tahun 1992,
tentang Klasifikasi Bandara berdasarkan status.
7. Keputusan Menteri Perhubungan No.44 Tahun 2002, tentang
Tatanan Kebandarudaraan Nasional.
8. Sarana dan Prasarana, serta Aktivitas Kebandarudaraan.

1.7 Sistematika Penulisan


1.7.1 BAB I : Pendahuluan
Merupakan permulaan dalam penyusunan laporan yang mencakup;
Judul Proyek tentang objek yang akan di re-desain. Pengertian Judul tentang
penjelasan judul proyek yang akan di re-desain. Latar Belakang objek
tentang Latar belakang wilayah, latar belakang objek, dasar pemilihan
kasus, dan urgenitas arsitektur Regionalisme. Rumusan Masalah tentang
permasalahan umum dan permasalahan khusus yang akan di selesaikan.
Tujuan dan Sasaran yang ingin di selesaikan. Lingkup Pembahasan tentang
korelasi Arsitektural dan Non-Arsitektural dengan objek rancangan yang
ingin di selesaikan. Sistematika Penulisan tentang kaidah penulisan karya
ilmiah yang meliputi BAB I Pendahuluan, BAB II Tinjauan Pustaka, BAB
III Metode Perancangan, BAB IV Analisis dan Pembahasan, BAB V
Analisis dan Pembahasan, BAB V Kesimpulan.

42
1.7.2 BAB II : Tinjauan Pustaka
Merupakan tinjauan umum dalam proses perancangan dari beberapa
sumber referensi yang meliputi; Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten
Sikka, Peraturan Dirjen Perhubungan tentang Kebandarudaraan, Studi
Literatur, dan Standart-standart pada rancangan Bandar Udara.

1.7.3 BAB III : Metode Perancangan


Merupakan metode tahap proses mere-desain, latar belakang singkat
mengapa objek harus di re-desain, Alur dan proses perancangan, dan Alur
pola pikir penulis.

1.7.4 BAB IV : Analisis dan Pembahasan


Merupakan tinjauan data dari wilayah Kabupaten Sikka dan Propinsi
Nusa Tenggara Timur, Analisis Site yang akan di re-desain, Program
Ruang, dan Pemahaman tentang Konsep Perancangan.

1.7.5 BAB V : Kesimpulan


Merupakan Kesimpulan dari Lokasi Perencanaan,isu strategis site,
Pendekatan Konsep Peracangan sebagai penyelesaian permasalahan, dan
Solusi desain yang ingin di selesaikan oleh penulis.

1.8 Keaslian Penulisan


Untuk menjaga keaslian pemikiran dan ide-ide serta gagasan tentang
studi tugas akhir, maka penulis mencantumkan beberapa judul yang dapat
digunakan sebagai pembanding dari tugas akhir maupun skripsi yang
pernah diangkat dengan pokok pembahasan berbeda:

a. Judul Penulisan : Re-design Terminal Bandar Udara


Kuabang Di Kabupaten Halmahera Utara – Maluku Utara
Tahun : 2018
Nama : Muhammad Iqbal A.A
Nim : 5140911205
Jurusan : Arsitektur

43
Jenis Karya : Tugas akhir
Perbedaan : Merancang Bandar Udara yang
lebih memfokuskan pada arsitektur lokal yang ada di daerah
tersebut. Sedangkan re-design Bandar Udara Fransiskus
Xaverius Seda, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara
Timur, dengan pendekatan Arsitektur regionalsme lebih
menitik beratkan pada penggabungan antara Arsitektur masa
lalu dan Arsitektur masa kini atau Arsitektur tradisional dan
Arsitektur modern.
Persamaan : Merancang Bandar Udara dengan
menggabungkan unsur budaya setempat, sebagai bentuk
pengenalan terhadap identitas daerah masing-masing.

b. Judul Penulisan : Re-design Bandara Udara


Internasional Supadio Pontianak
Tahun : 2012
Nama : Dimas Kharisma Yunizar
Nim : 5105211035
Jurusan : Arsitektur
Jenis Karya : Tugas akhir
Perbedaan : Merancang Bandara Udara
Internasional dengan kenyamanan sirkulasi sesuai kebutuhan
pengguna. Sedangkan re-design Bandar Udara Fransiskus
Xaverius Seda, Kabupaten Sikka, Flores (NTT), dengan
pendekatan Arsitektur regionalsme lebih menitik beratkan
pada penggabungan antara Arsitektur masa lalu dan Arsitektur
masa kini atau Arsitektur tradisional dan Arsitektur modern.
Persamaan : Merancang Bandar Udara dengan
memenuhi kebutuhan ruang dan juga kebutuhan aktifitas pada
bandara.

44
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Bandar Udara


Tempat kegiatan alih moda transportasi guna memenuhi tuntutan
peningkatan kualitas pelayanan yang terpadu dan berkesinambungan yang
digambarkan sebagai tempat perpindahan moda transportasi udara ke moda
transportasi lain atau sebaliknya. Bandar Udara juga berperan sebagai pintu
gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan pembangunan,
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta keselarasan pembangunan
nasional dan pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan
wilayah di sekitar bandar udara yang menjadi pintu masuk dan keluar
kegiatan perekonomian.
Salah satu peran Bandar Udara berkaitan erat dengan sektor
pariwisata satu daerah, dengan dibukanya akses yang lebih luas dapat
menghubungkan satu daerah, pulau bahkan benua dalam waktu yang
singkat. bandara memiliki fungsi sebagai pintu masuk bagi para wisatawan
baik lokal maupun mancanegara. Selain itu bandara juga berperan dalam
menggerakkan dinamika pembangunan melalui kegiatan perekonomian
yang ada di dalamnya. Saat ini penggunaan transportasi udara mulai
menunjukkan pergerakan yang cukup signifikan seiring meingkatnya
jumlah peminat yang mulai menggunakan jasa penerbangan ini.
Meningkatnya jumlah peminat berimbas pada bertambahnya jumlah
maskapai yang harus disediakan. Banyaknya peminat yang berubah
menggunakan jasa bandara ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu waktu
yang lebih efektif dan efisien serta dapat menjangkau daerah yang jauh
meskipun harganya mahal. Oleh karena seiring banyaknya penumpang yang
mulai menggunakan transportasi udara maka aktivitas di bandara pun
semakin meningkat.

45
2.1.1 Pengertian Bandar Udara
2.1.1.1 Pengertian Bandar Udara menurut Dirjen Perhubungan:
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat
dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang lainnya. (http://hubud.dephub.go.id)
2.1.1.2 Pengertian Bandar Udara menurut Anex 14, ICAO (International Civil
Aviation Organization):
Bandar Udara adalah Area tertentu di daratan atau perairan
(termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik
secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan
pergerakan pesawat. (http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-bandar-
udara-definisi.html)
2.1.1.3 Pengertian Bandar Udara menurut Robert Horonjeff:

: Arus pesawat terbang


: Arus penumpang

Gambar 2.1 Diagram Sistem Bandar Udara


(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

46
Bandar Udara mempunya tiga bagian, yaitu:
1. Lapangan Terbang, merupakan area operasi pesawat
terbang yang terdiri dari Runway, Taxiway, dan Apron.
2. Area Terminal, meliputi Apron, bangunan terminal
penumpang, bangunan untuk cargo, hangar persawat,
area pemeliharaan, dan area parkir kendaraan.
3. Area Pendukung, meliputi Air traffic Control atau
Menara pengawas, Airport Maintenance dan Airport
Utility yang digunakan sebagai pengawas dari Lalu lintas
penerbangan dan pengatur Lalu lintas pesawat yang
berada di bandara.

2.1.2 Undang-Undang Penerbangan


Segala komponen yang menyusun terciptanya sebuah bandara baik
bangunan, kegiatan, fasilitas, tata letak dan kepengurusan sebuah bandara
diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia. Berikut ini beberapa
perundangan dasar penerbangan yang dikutip dari laman Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara melalui media Internet. (http://hubud.dephub.go.id). Di akses
tanggal 23 Maret 2019

Pasal 1 Ayat 1-4


1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk
mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang,
dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan
antar moda transportasi.
2. Kebandarudaraan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
kegiatan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam
melaksanakan fungsi bandar udara untuk menunjang kelancaran,
keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang,
kargo dan/atau pos, keselamatan penerbangan, tempat perpindahan
intra dan/atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional
dan daerah.

47
3. Pangkalan udara adalah kawasan di daratan dan/atau di perairan dalam
wilayah Republik Indonesia yang dipergunakan untuk kegiatan
penerbangan Tentara Nasional Indonesia.
4. Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah suatu sistem kebandar-
udaraan nasional yang memuat tentang hirarki, peran, fungsi,
klasifikasi, jenis, penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan
antar moda serta keterpaduan dengan sektor lainnya.

Pasal 2 Ayat 1

1. Bandar udara sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan


penerbangan, merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan
jasa kebandarudaraan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi lainnya, ditata secara terpadu guna mewujudkan
penyediaan jasa kebandarudaraan sesuai dengan tingkat kebutuhan.

Pasal 3
Tatanan Kebandarudaraan Nasional sekurang-kurangnya memuat:
a. Fungsi, penggunaan, klasifikasi, status, penyelenggaraan, dan
kegiatan bandar udara.
b. Keterpaduan intra dan antar moda transportasi.
c. Keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya.

Pasal 214 Ayat 1


1. Bandar udara sebagai bangunan gedung dengan fungsi khusus,
pembangunannya wajib memperhatikan ketentuan keselamatan dan
keamanan penerbangan, mutu pelayanan jasa kebandarudaraan,
kelestarian lingkungan, serta keterpaduan intermoda dan
multimoda.

Pasal 232 Ayat 1-2


1. Kegiatan pengusahaan bandar udara terdiri atas:
a. Pelayanan jasa kebandarudaraan.
b. Pelayanan jasa terkait Bandar Udara.

48
2. Pelayanan jasa kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat
1.

2.1.3 Fungsi Bandar Udara


Fungsi umum Bandar Udara yaitu untuk menunjang kelancaran,
keamanan dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, kargo dan/atau pos,
keselamatan penerbangan, tempat perpindahan intra dan/atau moda serta
mendorong perekonomian baik daerah maupun secara nasional. Tatanan
Kebandarudaraan nasional yang mengatur penyelenggaraan Bandar Udara
sesuai dengan fungsi, penggunaan, klasifikasi, status, penyelenggaraan dan
kegiatan Bandar Udara. Bandara juga memiliki fungsi komersil yaitu bagian
ruang tertentu yang terdapat di dalam terminal penumpang dapat disewakan
antara lain untuk: restoran, toko, ruang pamer, iklan, pos giro, telepon, bank
dan asuransi, biro wisata dan lain-lain.
Bandar Udara berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3 bagian :
a) Bandar Udara yang merupakan simpul dalam jaringan transportasi
udara sesuai dengan hirarki fungsinya yaitu bandar udara pusat
penyebaran dan bukan pusat penyebaran.
b) Bandar udara sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian
Nasional dan Internasional.
c) Bandar udara sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi.
(http://hubud.dephub.go.id). Diakses Tanggal 23 Maret 2019

2.1.4 Jenis-Jenis Bandar Udara


Pembagian Jenis Bandar Udara, meliputi;
2.1.4.1 Berdasarkan rute penerbangan yang dilayani maka Bandar Udara dibagi
menjadi dua bagian yaitu:
a) Bandar Udara Domestik;
Bandar udara yang hanya menangani penerbangan domestik atau
penerbangan di negara yang sama. Bandara domestik tidak memiliki
fasilitas Bea cukai dan imigrasi dan tidak mampu menangani
penerbangan menuju atau dari bandara luar negeri. Bandara tersebut

49
umumnya memiliki landasan pendek yang hanya dapat menangani
Pesawat jarak pendek/menengah dan lalu lintas regional.
b) Bandar Udara Internasional;
Bandar udara yang dilengkapi dengan fasilitas Bea dan Cukai dan
Imigrasi untuk menangani penerbangan internasional menuju dan
dari negara lainnya. Bandara sejenis itu umumnya lebih besar, dan
sering memiliki landasan lebih panjang dan fasilitas untuk
menampung pesawat besar yang sering digunakan untuk perjalanan
internasional atau antar benua.
2.1.4.2 Berdasarkan Hierarkinya, Bandar Udara terdiri atas:
a) Bandar Udara Pengumpul (Hub);
Bandar Udara yang mempunyai cakupan pelayanan yang luas dari
berbagai bandar udara yang melayani penumpang, dan/atau kargo
dalam jumlah besar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi
secara Nasional atau ke berbagai Propinsi.
b) Bandar Udara Pengumpan (Spoke);
Bandar Udara yang mempunyai cakupan pelayanan dan
mempengaruhi perkembangan ekonomi lokal atau bandar udara
penunjang dari bandar udara pengumpul dan sebagai salah satu
prasarana penunjang pelayanan kegiatan lokal.
2.1.4.3 Berdasarkan bentuk layanan yang disediakan, Bandar Udara dibagi menjadi
dua bagian yaitu:
a) Bandar Udara Umum, sebagai bandar udara yang melayani segala
bentuk kepentingan umum atau lebih dikenal dengan bandar udara
komersial.
b) Bandar udara Khusus, sebagai bandar udara yang melayani
kepentingan khusus seperti kebutuhan Militer.
2.1.4.4 Berdasarkan jenis, luas dan kelengkapan terminal penumpang bandara,
dibagi menjadi dua bagian yaitu, fasilitas umum dan fasilitas pendukung.
Fasilitas tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

50
Tabel II.1 Kelengkapan Fasilitas Umum Terminal Penumpang Bandara
Fasilitas Luas Jenis Ruang
Terminal Standart (Domestik)  Teras Kedatangan dan Keberangkatan
(Arrival and Departure Curbs Side)
 Ruang Lapor Diri (Check-In Area)
 Ruang Tunggu Keberangkatan (Departure
Lounge)
 Ruang Pengambilan Bagasi (Bagage Claim)
120 m2
 Toilet Umum
 Ruang Administrasi
 Telepon Umum
 Fasilitas pemadam api ringan
 Peralatan pengambilan bagasi-tipe meja
 Fasilitas Kursi tunggu
Terminal Standart (Domestik)  Teras Kedatangan dan Keberangkatan
(Arrival and Departure Curbs Side)
 Ruang Lapor Diri (Check-In Area)
 Ruang Tunggu Keberangkatan (Departure
Lounge)
 Ruang Pengambilan Bagasi (Bagage Claim)
 Toilet Umum
240 m2  Ruang Administrasi
 Telepon Umum
 Fasilitas pemadam api ringan
 Peralatan pengambilan bagasi-tipe Gravity
roller
 Fasilitas Kursi tunggu
 Area Komersial
 Kantor Maskapai penerbangan (Air Line)
Terminal Standart (Domestik)  Teras Kedatangan dan Keberangkatan
(Arrival and Departure Curbs Side)
 Ruang Lapor Diri (Check-In Area)
 Ruang Tunggu Keberangkatan (Departure
Lounge)
 Ruang Pengambilan Bagasi (Bagage Claim)
 Toilet Umum
600 m2
 Ruang Administrasi
 Telepon Umum
 Fasilitas pemadam api ringan
 Peralatan pengambilan bagasi-tipe meja
 Fasilitas Kursi tunggu
 Area Komersial
 Kantor Maskapai penerbangan (Air Line)
 Teras Kedatangan dan Keberangkatan
(Arrival and Departure Curbs Side)
 Ruang Lapor Diri (Check-In Area)
 Ruang Tunggu Keberangkatan (Departure
Lounge)
2  Ruang Pengambilan Bagasi (Bagage Claim)
Terminal Standart (Internasional) 600 m
 Toilet Umum
 Ruang Administrasi
 Telepon Umum
 Fasilitas pemadam api ringan
 Peralatan pengambilan bagasi-tipe meja
 Fasilitas Kursi tunggu

51
 Area Komersial
 Kantor Maskapai penerbangan (Air Line)
 Ruang simpan barang hilang
 Fasilitas fiscal
 Fasilitas Bea Cukai dan Imigrasi
 Fasilitas Karantina
(Badan Standart Nasional, 2004)

Tabel II.2 Kelengkapan Fasilitas Umum Terminal Penumpang Bandara


Fasilitas Jenis Ruang
 Penyediaan Ramp untuk setiap perbedaan
Fasilitas Penyandang Cacat (Disabilitas) lantai di dalam bangunan terminal
penumpang (bagi pengguna kursi roda)
 Restoran
 Kios
 Graha
Fasilitas Untuk Penumpang (Ruang
 Kantor Pos dan Giro
Komersial)
 Bank
 Money Changer
 Nursery room
 Kantor Pengelola
 Ruang Mekanikal Elektrikal
 Ruang Komunikasi
Fasilitas Penunjang Terminal penumpang  Ruang Kesehatan
 Ruang Rapat
 Dapur atau Pantry
 Fasilitas Perawatan Pesawat udara
 Jumlah Lot = 0,8 x jumlah penumpang
Fasilitas Parkir Kendaraan Umum waktu sibuk
 Luas = Jumlah Lot x 35 m2
(Badan Standart Nasional, 2004)

2.1.5 Klasifikasi Bandar Udara


Bandar udara dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal.
Klasifikasi Bandar udara sesuai dengan keputusan Menteri Perhubungan
No. 36 Tahun 1993 didasarkan pada beberapa kriteria berikut ini:
1. Komponen jasa angkutan udara.
2. Komponen pelayanan keselamatan dan keamanan penerbangan.
3. Komponen daya tamping bandara (landasan pacu dan tempat parkir
pesawat).
4. Komponen fasilitas keselamatan penerbangan (fasilitas elektronika
dan listrik yang menunjang operasi fasilitas keselamatan
penerbangan).
5. Komponen status dan fungsi bandara dalam konteks keterkaitannya
dengan lingkungan sekitarnya.

52
Sesuai dengan Keputusan Menteri perhubungan No. 44 Tahun 2002
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, pengklasifikasian Bandar
udara dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu kelompok A, B dan C,
pembagian klasifikasi menjadi tiga kelompok didasari oleh Jenis
Pengendalian Ruang udara disekitar Bandara, Fasilitas Bandar Udara dan
Kegiatan Operasi Bandar Udara.
2.1.5.1 Klasifikasi Bandar Udara berdasarkan statusnya menurut Keputusan
Menteri Perhubungan No. KM. 04 Tahun 1992, dibagi menjadi empat yaitu:

 Bandar Udara Internasional;


Berperan dan berfungsi sebagai tempat pelayanan penerbangan
internasional dan pintu gerbang ke dalam suatu negara. Bandar
udara ini memiliki prosedur pelayanan yang berlaku secara
internasional dalam memproses kedatangan dan keberangkatan
penumpang yang meliputi bea cukai, keimigrasian, karantina dan
lain-lain.

 Bandar Udara Propinsi;


Berperan dan berkedudukan sebagai pintu gerbang utama daerah
propinsi, dimana ia melayani jalur pemerbangan domestik dan
internasional, tidak dapat menerima kedatangan dan keberangkatan
yang tidak terjadwal kecuali dalam kondisi tertentu.

 Bandar Udara Perbatasan;


Bandara yang karena letak dan kedudukannya pada suatu daerah
atau wilayah yang berdekatan dengan negara tetangga. Bandar udara
ini melayani jalur domestik dan internasional juga melayani
penerbangan terjadwal dengan negara tetangga.

 Bandar Udara Perintis;


Bandara yang sifatnya sebagai pembuka komunikasi dan
transportasi daerah terpencil dan sulit dijangkau dengan sarana
transportasi yang lainnya. Sifat bandara ini darurat dan terbatas
fasilitasnya, biasanya sering dijumpai di daerah pelosok yang

53
difungsikan untuk melayani pesawat kecil.
2.1.5.2 Klasifikasi Bandar Udara berdasarkan ukurannya:
a) Bandar Udara Kecil :
 Hubungan Apron dengan terminal penumpang sederhana.
 Fasilitas-fasilitas penumpang berada dalam satu zona terpusat.
 Tersedia fasilitas bongkar muat Apron, terminal penumpang,
jalan dan parkir penumpang.
 Terdapat terminal kargo dan bangunan administrasi.
 Tersedianya alat bantu navigasi.

b) Bandar Udara Menengah :


 Hubungan Apron dengan terminal penumpang lebih luas.
 Fasilitas-fasilitas penumpang memiliki zona sendiri.
 Tersedianya fasilitas bongkar muat Apron, terminal penumpang,
jalan dan parkir penumpang, menara kontrol, GSE (Ground
Service Equipment), kantor pemadam kebakaran, fasilitas bahan
bakar.
 Terdapat terminal kargo internasional.
 Terdapat fasilitas Hangar.

c) Bandar Udara Besar :


 Bentuk bangunan dan Apron sudah kompleks.
 Selain Fasilitas yang terdapat pada bandar udara menengah, juga
tersedia The Smooth Taxing pada Apron Taxiway.
 Adanya fasilitas-fasilitas pendukung seperti hotel, shoping
center, dan lain-lain.

Klasifikkasi bandar udara terdiri atas beberapa kelas bandar udara


yang ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional
bandara udara. Kapasitas pelayanan merupakan kemampuan bandar udara
untuk melayani jenis pesawat udara terbesar dan jumlah penumpang /
barang yang meliputi : Kode angka (code number) yaitu perhitungan
panjang landasan pacu berdasarkan referensi pesawat aeroplane reference

54
field length (ARFL). Dan kode huruf (code letter) yaitu perhitungan sesuai
lebar sayap dan lebar / jarak roda terluar pesawat.

Tabel II.3 Kriteria Klasifikasi Bandar Udara


Kode Kode
Panjang Landasan Pacu Berdasarka Jarak Roda Utama
angka huruf Bentang Sayap
n Referensi Pesawat (aeroplane Terluar (Outer Main
(code (code (Wing Span – WS)
reference field length - ARFL) Gear – OMG)
number) letter)
1 ARFL < 800m A WS < 15m OMG < 4.5m
2 800m ≤ ARFL < 1200m B 15m ≤ WS < 24m 4.5m ≤ OMG < 6m
3 1200m ≤ ARFL < 1800m C 24m ≤ WS < 36m 6m ≤ OMG < 9m
4 1800m ≤ ARFL D 36m ≤ WS < 52m 9m ≤ OMG 14m
E 52m ≤ WS < 56m 9m ≤ OMG 14m
F 56m ≤ WS < 80m 14m ≤ OMG < 16m
(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

Klasifikasi berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM


04 Tahun 1992 yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Menteri
No. II/AU – 103 / phb – 85 yang didasarkan sesuai dengan kegiatan
operasional dan kapasitas pelayanannya, yaitu :
 Bandar Udara I A dan Bandar Udara I B.
 Bandar Udara II A dan Bandar Udara II B.
 Bandar Udara III A dan Bandar Udara III B.
 Bandar Udara IV A dan Bandar Udara IV B.
 Bandar Udara V A dan Bandar Udara V B.
 Bandar Udara VI A dan Bandar Udara VI B.
 Bandar Udara VII A dan Bandar Udara VII B.
Menurut Keputusan Menteri No. II/AU-103 / phb-85, daya tampung
terminal penumpang bandar udara dibagi menjadi:

Tabel II.4 Pembagian Bandara Berdasarkan Kapasitas Orang per Tahun


KELAS KAPASITAS (orang per tahun)
I Diatas 1 juta orang
II 500.000 – 1 juta
III 250.001 – 500.000
IV 100.001 – 250.000
V 50.001 – 100.000
VI 25.001 – 50.000
VII Kurang dari 25.000
(Keputusan Menteri No. II/AU – 103 / phb – 85)

55
2.1.6 Konfigurasi Bandar Udara
Konfigurasi Bandar Udara merupakan jumlah (volume lalu lintas)
dan orientasi (arah angina dan luas daerah yang tersedia untuk
pengembangan) landasan pacu dan letak daerah terminal dengan landasan
pacu, yang meliputi:
2.1.6.1 Konfigurasi Runway (Landasan Pacu):
Area Pendaratan atau Landing dan Lepas Landas atau Take Off.
Elemen dasar Runway meliputi perkerasan yang secara struktural cukup
untuk mendukung beban pesawat yang mendarat maupun lepas landas;
seperti Runway, Runway Strip, landasan pacu buangan panas mesin (Blast
pad), Runway Safety Area (RESA), Stopway, dan Clearway.

Gambar 2.2 Konfigurasi Runway


(https://lessonslearned.faa.gov/American625/New_Airport_Diagram.jpg).
Diakses tanggal 28 Februari 2019

Dari konfigurasi Runway (landasan pacu) yang ada di sebuah bandar


udara, dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe pesawat yang diwadahinya
dengan panjang landasan pacu tersebut.

Tabel II.5 Klasifikasi Bandar Udara berdasarkan Tipe Pesawat dan Landasan Pacu
TIPE PESAWAT PANJANG
KELAS BERDASARKAN LANDASAN PACU
JARAK JELAJAH (meter)
I Long Range 3200
II Medium 2600
III Medium 2200
IV Short Range 1600
V General Aviation 500

56
(Ashford, Norman & Wirght, Paul. 1976. Airport Engineering).

Tabel II.6 Klasifikasi Bandar Udara berdasarkan Tipe Pesawat dan Landasan Pacu

BENTANG PANJANG MUATAN PANJANG


PESAWAT PABRIK SAYAP BADAN MAKSIMUM LANDASAN
PESAWAT (m) PESAWAT (m) PENUMPANG PACU (m)

DC-9-32 Douglas 28,45 36,37 115-127 2.286


DC-9-50 Douglas 28,45 40,23 130 2.164,08
DC-9-61 Douglas 45,24 57,12 196-256 3.352,8
DC-9-62 Douglas 45,24 46,16 189 3.505,2
DC-9-63 Douglas 45,24 57,12 196-256 3.627,12
DC-10-10 Douglas 47,35 55,55 270-345 2.743,2
DC-10-30 Douglas 49,17 55,34 270-345 3.352,8
B-737-200 Boeing 28,35 30,48 86-125 1.706,88
B-727-200 Boeing 32,92 46,69 134-163 2.621,28
B-720 B Boeing 39,88 41,68 131-149 1.859,28

B-707-120 B Boeing 39,88 44,23 137-174 2.286

B-707-320 B Boeing 43,41 46,64 141-189 3.505,2

B-747 B Boeing 59,66 69,85 362-490 3.358,8

B-747 SP Boeing 59,66 53,62 288-364 2.438,4

L-1011 Lockheed 47,35 53,75 256-330 2.286

Corovele B Aerospatiale 34,29 32,99 86-104 2.087,88

Hawker-
Trident 2E 29,87 34,98 82-115 2.286
Siddeley
British
BAC 111-200 26,97 28,10 65-79 2.087,88
Aircraft
British
Super VC-10 42,67 52,32 100-163 2.499,36
Aircraft
Airbus
A-300 44,83 53,62 225-345 1.981,2
Industrie
British
Concorde 25,55 61,65 108-128 3.429
Aircraft

57
Aerosaptial

Mercure Dassault 30,53 33,99 124-134 1.981,2

Ilyushin-62 U.S.S.R 43,21 53,11 168-186 3.249,17

Tupolev 154 - 37,54 47,9 128-158 2.100,07

(Ir. Heru Basuki, 1986, “Merancang Merencana Lapangan Terbang”)

Landasan pacu (Runway) merupakan komponen pokok dalam


bandar udara yang digunakan untuk pendaratan (Landing) dan lepas landas
(Take off) pesawat terbang. Elemen-elemen dasar Landasan pacu (Runway)
antara lain:
a) Perkerasan structural sebagai tumpuan pesawat terbang.
b) Bahu landasan yang berbatasan dengan perkerasan structural,
direncanakan sebagai penahan erosi akibat air dan semburan mesin
jet pesawat.
c) Area keamanan landasan pacu (Runway Safety Area), yang terdiri
dari struktur perkerasan, bahu landasan, dan area bebas landasan.
d) Blast Pad, area yang direncanakan untuk mencegah erosi pada
permukaan yang berbatasan dengan ujung landasan pacu.

Runway Designation/Number/Azimuth yang merupakan nomor atau


angka yang menunjukan penomoran landasan pacu dan arah kemiringan
landasan pacu tersebut. Data ini merupakan data yang telah ditetapkan sejak
awal perencanaan dan pembangunan bandar udara.

58
Gambar 2.3 Konfigurasi Penomoran Landasan pacu (Runway)
(http://tfmlearning.faa.gov/publications/atpubs/AIM/Chap2/aim0203.html).
Diakses tanggal 28 Februari 2019

Panjang landasan pacu dipengaruhi oleh jenis pesawat yang


dilayani, temperatur udara sekitar, ketinggian lokasi, tingkat kelembaban,
kemiringan landasan pacu, dan karakteristik permukaan landasan pacu.
Fasilitas landasan pacu ini mempunyai beberapa bagian yang masing-
masingnya mempunyai persyaratan tersendiri.
Jarak untuk menempuh Taxiway yang sesingkat mungkin dari
terminal ke ujung landasan pacu (Runway) serta untuk memperpendek jarak
tempuh yang sesingkat mungkin bagi pesawat yang mendarat (Landing),
maka diperlukan konfigurasi yang tepat. Konfigurasi landasan pacu
(Runway) ada beberapa kombinasi yaitu;

a) Landasan Pacu Tunggal (Single Runway);


Jumlah operasi Lepas landas (Take off) dan pendaratan pesawat
(Landing) kurang lebih sama pada setiap arah, dan kedua ujung
landasan pacu dapat dipakai untuk lepas landas. Selain itu letak
terminal bandar udara juga dekat dengan posisi landasan pacu.

59
Gambar 2.4 Konfigurasi Single Runway
(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

b) Landasan Pacu Sejajar (Parallel Runway);


Landasan pacu ini tergantung pada jumlah dan jaraknya. Landasan
pacu umumnya berjumlah dua, tiga, atau empat. Jarak antara
Landasan pacu (Runway), dipengaruhi oleh kapasitas sistem
keberangkatan (Departure) dan kedatangan (Arivval) pada sebuah
bandar udara.

Gambar 2.5 Konfigurasi Parallel Runway


(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

Parallel Non-Instrument Runway yang tersedia dan digunakan


secara bersamaan (Simultan), kemudian jarak pemisahan minimum
antara Runway Center-line tidak boleh kurang dari:
 210 meter, dimana Code Number Runway tertinggi adalah 3
atau 4.
 150 meter dimana Code Number Runway tertinggi adalah 2.
 120 meter dimana Code Number Runway tertinggi adalah 1.
 Untuk Independent Parallel Approachs, 1.035 meter.
 Untuk Dependent Parallel Approachs, 915 meter.
 Untuk Independent Parallel Departures, 760 meter.

60
 Untuk Segregated Parallel Approachs, 760 meter.

Gambar 2.6 Konfigurasi Jarak Landasan Pacu


(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

c) Landasan Pacu Staggered Parallel Runway;


Konfigurasi Runway yang digunakan bandara khusus untuk lepas
landas (Take Off) dan yang satunya di pakai untuk pendaratan
(Landing). Keuntungan dari konfigurasi ini adalah terdapat
pengurangan jarak landasan hubung, baik untuk lepas landas
maupun untuk pendaratan. Kekurangannya adalah membutuhkan
lahan yang lebih luas.

Gambar 2.6 Konfigurasi Staggered Parallel Runway


(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

61
d) Landasan Pacu bentuk V terbuka (Openning V Runway);
Konfigurasi Opening V Runway diterapkan pada bandar udara yang
memiliki arah angin lemah dan memerlukan landasan pacu lebih
dari satu arah dengan posisi terminal di bagian tengah. Kedua
landasan pacu baik pendaratan dan lepas landas dapat digunakan
saat tiupan angina lemah.

Gambar 2.7 Konfigurasi Openning V Runway


(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

e) Landasan Pacu Silang (Intersection Runway);


Konfigurasi Intersection Runway digunakan pada saat angina relatif
kuat. Bila angina bertiup lemah (kurang dari 20 knots atau 13 knots)
maka kedua landasan pacu dapat digunakan secara bersamaan
namun, apabila angina bertiup kencang, hanya satu landasan pacu
yang dapat digunakan. Kapasitas landasan ditentukan oleh jarak
persilangan terhadap titik awal lepas landas.

Gambar 2.8 Konfigurasi Intersection Runway


(https://www.slideshare.net/sajid93/runway-orientation-presentation). Diakses tanggal 23
Maret 2019

62
2.1.6.2 Konfigurasi Landasan Hubung (Taxiway);
Merupakan bagian dari fasilitas sisi udara bandara yang dibangun
untuk sirkulasi keluar masuk pesawat dari Landasan pacu (Runway) dan
sebagai sarana penghubung antara beberapa fasilitas seperti Aircraft
parking position Taxi-line, Apron Taxiway, dan Rapid-Exit Taxiway.
Sebagian besar Taxiway mempunyai permukaan keras yang merupakan
lapisan Aspal atau beton. Pada jenis bandara yang kecil terkadang
menggunakan batu kerikil atau rumput.

Gambar 2.9 Konfigurasi Taxiway (warna biru)


(https://id.wikipedia.org/wiki/Landasan_gelinding ). Diakses tanggal 28 Februari 2019

Taxiway yang dipakai untuk pembelokan dari runway dengan sudut


yang dibentuk 300 disebut exit-taxiway. Dengan sudut ini diharapkan
pesawat dengan kecepatan 60-65 mil/jam dapat dilayani. Exit Taxiway perlu
dirancang untuk meminimalisir penggunaan runway yang diperlukan oleh
pesawat yang akan mendarat.
Taxiway dengan sudut 250 hingga 450 dari sudut landas pacu disebut
Rapid End Taxiway yang diharapkan dapat digunakan oleh pesawat untuk
keluar meninggalkan runway dengan kecepatan tinggi. Perancangan
Taxiway harus mempertimbangkan jarak antara terminal dan bagian ujung
landasan pacu.

63
Gambar 2.10 Konfigurasi Taxiway, Rapid End Taxiway dan Runway
(http://www.tc.gc.ca/media/images/ca-publications/figure3-1a.gif).
Diakses tanggal 28 Februari 2019

Exit Taxiway diletakkan pada beberapa bagian landasan pacu


sebagai sarana bagi pesawat untuk meninggalkan runway lebih cepat. Lebar
taxiway adalah 30m dengan lebar bahu 10m yang digunakan untuk
mengamankan mesin dari pesawat yang lebih besar. Berikut tabel lebar
taxiway:

Tabel II.7 Lebar Taxiway berdasarkan Code Letter Bandara


Code letter Taxiway width
A 7.5 m
B 10.5 m
15 m ; jika taxiway akan digunakan oleh pesawat
C
dengan sumbu roda < 18m
18 m ; jika taxiway akan digunakan oleh pesawat
dengan sumbu roda > 18m
18 m ; jika taxiway akan digunakan oleh pesawat
D
dengan roda terluar utama < 9m
23 m jika taxiway akan digunakan oleh pesawat
dengan roda terluar utama > 9m.
E 23 m
(http://www.tc.gc.ca/eng/civilaviation/publications/tp312-chapter3-3-4- 4671.html ).
Diakses tanggal 28 Februari 2019

2.1.6.3 Konfigurasi Holding Apron;


Holding Apron disebut juga run-up atau warm-up. Holding Apron
diletakkan pada ujung-ujung runway maupun taxiway yang digunakan

64
untuk pemeriksaan terakhir pesawat dan menunggu izin lepas landas.
Holding Apron dirancang untuk menampung dua hingga empat pesawat.

Gambar 2.11 Konfigurasi Holding Area


(https://www.cfinotebook.net/notebook/aircraft-operations/terminal/airport-markings-and-signs).
Diakses tanggal 23 Maret 2019

2.1.6.4 Konfigurasi Holding Bay;


Holding Bay atau fasilitas parkir sementara adalah apron khusus
berukuran kecil. Beberapa bandar udara dengan jam sibuk membutuhkan
Holding Apron dikarenakan jumlah permintaan pesawat yang akan
memasuki apron tidak cukup sehingga pengendali lalu lintas akan
mengarahkan pesawat-pesawat menuju Holding Bay. Fluktuasi permintaan
jumlah penerbangan pada masa mendatang sulit diprediksi, maka
membutuhkan fasilitas parkir sementara atau disebut Holding Bay.

Gambar 2.12 Konfigurasi Holding Bay


(https://caasref.wordpress.com/apron-safety-lines). Diakses tanggal 23 Maret 2019

65
2.1.6.5 Konfigurasi Apron;
Apron atau disebut juga fasilitas pelataran parkir pesawat adalah
fasilitas sisi udara sebagai tempat menaikkan dan menurunkan penumpang,
pos dan kargo dari pesawat, pengisian bahan bakar, parkir dan perawatan
pesawat. Apron merupakan penghubung antara bangunan terminal dengan
bandar udara. Apron mencakup daerah parkir yang disebut ramp. Pada
bagian ramp, pesawat diparkir di pintu hubung pesawat (gate).
Antara bangunan fisik dan apron terdapat suatu pertemuan dengan
pesawat yang disebut interface. Penempatan suatu apron tergantung pada
penempatan terminal yang akan dirancang. Luas apron didasarkan pada tiga
faktor yaitu; jumlah pintu hubung ke pesawat, ukuran pintu hubung dan
denah parkir pesawat di setiap pintu hubung.
Ada beberapa pertimbangan dalam merancang sebuah Apron, yaitu;
 Menyediakan jarak paling pendek antara landasan pacu
dengan area pesawat berhenti.
 Memberikan keleluasaan pergerakan pesawat untuk
melakukan maneuver.
 Memberikan cukup cadangan daerah pengembangan yang
dibutuhkan jika nantinya terjadi peningkatan permintaan
penerbangan.
 Memberikan efisiensi kemanan dan kenyamanan pengguna
secara maksimal.
 Meminimalkan dampak lingkungan.
Perancangan Apron juga terkait dengan sistem terminal yang
digunakan oleh bandara, antara lain; Terminal bandara dengan konsep
tunggal, konsep linier, konsep dermaga, konsep satelit, konsep transporter,
dan konsep campuran. Aspek yang diperhatikan dalam kelayakan
operasional pada Apron meliputi Dimensi (Panjang dan Lebar), kemiringan
memanjang (Longitudinal Slope), kemiringan melintang (Transverse
Slope), Jenis Perkerasan (Survace Type), kekuatan (Strength), dan Apron

66
Marking yang terdiri dari Apron Edge Marking, Apron Guidance Marking,
Parking Stand and Position marking.

Gambar 2.13 Komponen Pokok Area Bandar Udara


(https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/86/Airport_infrastructure.png).
Diakses tanggal 23 maret 2019

2.1.6.6 Konfigurasi Ground Support Equipment (GSE);


Merupakan area yang disediakan sebagai tempat lalu lintas peralatan
penunjang pendaratandan penerbangan yang terletak di antara Apron dan
terminal penumpang bandara. Luasannya di pengaruhi oleh jenis pesawat
yang dilayani dan jumlah serta jenis peralatan pendaratan dan penerbangan
yang di syaratkan untuk menunjang kinerja operasional bandara tersebut.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2009, Pasal 222, maka setiap personil bandar
udara yang terkait langsung dengan pengoperasian dan/atau pemeliharaan
fasilitas bandar udara, wajib memiliki licensi yang sah dan masih berlaku.
Peralatan Penunjang Pelayanan Darat atau GSE (Ground Support
Equipment) juga merupakan salah satu fasilitas bandar udara yang telah
diatur oleh UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Pasal 219.
Berdasarkan SKEP 91/IV/2008 tentang peralatan pnunjang pelayanan darat
atau GSE, defenisinya adalah; “Alat-alat bantu yang dipersiapkan untuk
keperluan pesawat udara di darat pada saat kedatangan dan/atau
keberangkatan, pemuatan dan/atau penurunan barang, penumpang, kargo
dan pos”.

67
Berdasarkan fungsinya, GSE (Ground Support Equipment) dibagi
menjadi dua bagian, yaitu;
a) GSE Motorized:
Merupakan jenis GSE yang memiliki atau menggunakan tenaga
penggerak (mesin, generator, dan lain-lain). Ada beberapa contoh
jenis GSE Motorized, antara lain Baggage Towing Tractor (BTT),
Aircraft Towing Tractor (ATT), Ground Power Unit (GPU),
Aircraft Starter Unit (ASU), Belt Conveyor Loader (BCL), Lift
Loader (HLD), High Catering Truck (HCT), Passenger Boarding
Stair (PBS), dan Lavatory and Water Service Truck (LWTC).

Gambar 2.14 Komponen GSE (Ground Support Equipment) Motorized


(http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/826-
pengenalan-umum-gse-ground-support-equipment).
Diakses tanggal 23 maret 2019

b) GSE Non-Motorized:
Merupakan jenis GSE yang tidak memiliki atau menggunakan
tenaga penggerak (mesin, generator, dan lain-lain). Ada beberapa
contoh jenis GSE Non-Motorized, antara lain Baggage Cart

68
(Gerobak bagasi atau kargo), Container (Cargo Dollys), Passenger
Stairs Manual, dan Towbar (Penghubung ATT-Pesawat Udara).

Gambar 2.15 Komponen GSE (Ground Support Equipment) Non-Motorized


(http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/826-
pengenalan-umum-gse-ground-support-equipment).
Diakses tanggal 23 maret 2019

2.1.6.7 Konfigurasi Hanggar Pesawat Terbang;


Merupakan sebuah bangunan atau struktur tertutup tempat menaruh,
menyimpan, memperbaiki, dan sebagainya untuk pesawat terbang.

Gambar 2.16 Konfigurasi Hanggar Pesawat Terbang


(https://fire-engineer.com/aircraft-hangar-brisbane-airport). Diakses tanggal 23 maret 2019

69
2.1.7 Penyelenggaraan Bandar Udara
Unit Penyelenggara Bandar Udara mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan jasa kebandarudaraan dan jasa terkait kegiatan keamanan,
keselamatan, keselamatan dan ketertiban penerbangan pada sebuah bandara
secara komersial. Berikut dipaparkan fungsi Unit Penyelenggara Bandar
Udara meliputi;
a) Pelaksanaan penyusunan rencana dan program.
b) Pelaksanaan pengoperasian fasilitas keselamatan, sisi udara, sisi
darat, dan alat-alat besar bandar udara serta fasilitas penunjang.
c) Pelaksanaan perawatan dan perbaikan fasilitas keselamatan, sisi
udara, sisi darat, dan alat-alat besar bandar udara serta fasilitas
penunjang.
d) Penyiapan pelaksanaan pelayanan pengaturan pergerakan pesawat
udara (Apron Movement Control/AMC) serta penyusunan jadwal
penerbangan (slot time).
e) Pelaksanaan pengamanan pelayanan pengangkutan penumpang,
awak pesawat udara, barang, jinjingan, pos dan kargo serta barang
berbahaya dan senjata.
f) Pelaksanaan pengawasan, pengendalian keamanan dan ketertiban di
lingkungan kerja serta pengoperasian, perawatan dan perbaikan
fasilitas keamanan penerbangan dan pelayanan darurat bandar
udara.
g) Pelaksanaan kerjasama dan pengembangan usaha jasa
kebandarudaraan dan jasa terkait bandara udara.
h) Pelaksanaan pengoperasian dan pelayanan fasilitas terminal
penumpang, kargo dan penunjang serta pengelolaan dan
pengendalian hygiene dan sanitasi.
i) Pelaksanaan koordinasi dengan instansi/lembaga terkait
penyelenggaraan bandar udaraPelaksanaan urusan keuangan,
kepegawaian, ketatausahaan, kerumahtanggaan, hukum, dan
hubungan masyarakat; dan Pelaksanaan evaluasi pelaporan.

70
Terdapat pula klasifikasi Unit Penyelenggara Bandar Udara Unit
Pelaksana Teknis Bandar Udara diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelas,
yaitu:
 Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara Kelas I Utama.
 Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara Kelas I.
 Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara Kelas II.
 Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara Kelas III.

2.1.8 Gambaran Kegiatan Bandar Udara


Kegiatan di dalam bandara yang difokuskan pada sistem pelayanan
penumpang (passenger handling system) adalah suatu sistem yang
merupakan penghubung utama antara jalan masuk ke bandar udara dengan
pesawat terbang, mulai dari jalan masuk sampai kedalam pesawat. Sistem
pelayanan penumpang terdiri dari tiga bagian utama dengan kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
a) Daerah pertemuan antara jalan masuk dengan terminal dimana
penumpang diarahkan dari perjalanan darat masuk ke bagian
passenger-proscessing untuk keperluan perjalanan udaranya.
Kegiatan-kegiatannya berupa sirkulasi kendaraan dan parkir, serta
naik turunnya penumpang dari kendaraan menuju pelataran
terminal dan sebaliknya.
b) Bagian pemrosesan merupakan kegiatan yang terjadi di dalam
terminal dimana penumpang melewati proses dalam persiapan
untuk keperluan memulai dan mengakhiri suatu perjalanan udara.
Kegiatan-kegiatan pada bagian ini meliputi proses pembelian tiket,
pengecekan tiket, check-in, lapor masuk bagasi, pengambilan
bagasi, pelayanan pengawasan keamanan.
c) Bagian pertemuan dengan pesawat dimana aktivitas penumpang
berpindah antara bagian pemrosesan dengan pesawat. Kegiatan-
kegiatannya meliputi pemindahan muatan dari dan ke pesawat.
Demikian juga naik dan turunnya penumpang dari dan ke pesawat.

71
Bagian-bagian sistem pelayanan penumpang di dalam area terminal,
yaitu: Access Interface, Processing, Flight Interface.

Gambar 2.17 Konfigurasi Bagian Sistem Pelayanan Penumpang di dalam Area Terminal
(http://www.aripsusanto.com/p/blog-page_14.html). Diakses tanggal 23 maret 2019

2.1.8.1 Access interface:


Bagian yang terdiri dari pelataran terminal, fasilitas parkir, serta
fasilitas penghubung yang memungkinkan penumpang, pengunjung dan
barang untuk masuk dan keluar dari terminal. Fasilitas-fasilitas fisik pada
bagian ini adalah sebagai berikut:
 Pelataran depan bagi penumpang untuk naik dan turun dari
kendaraan, juga menyediakan posisi bongkar muat bagi
kendaraan untuk menuju dan meninggalkan bangunan
terminal.
 Fasilitas parkir mobil yang menyediakan tempat parkir
untuk jangka pendek dan jangka panjang bagi mobil
penumpang dan pengunjung, serta fasilitas-fasilitas untuk
mobil sewaan, angkutan umum dan taksi.
 Fasilitas jalan yang menuju pelataran terminal, pelataran
parkir dan jaringan jalan umum, serta jalan bebas hambatan.
 Fasilitas untuk menyeberang jalan bagi pejalan kaki,
termasuk terowongan, jembatan dan peralatan otomatis
yang memberikan jalan masuk antara fasilitas parkir
kendaraan dengan bangunan terminal.

72
 Jalan lingkungan dan lajur bagi kendaraan pemadam
kebakarann yang menuju ke berbagai fasilitas dalam
terminal dan ke tempat-tempat penyimpanan barang, tempat
truk pengangkut bahan bakar dan lain-lain.

Gambar 2.18 Bagan Access Interface


(Tinjauan Study Arispurtanto uajy). Di akses tanggal 23 Maret 2019

2.1.8.2 Processing:

Bagian yang meliputi pemrosesan penumpang dan bagasi yang


terjadi di dalam bangunan terminal. Fasilitas-fasilitasnya pada terminal
adalah sebagai berikut:
 Tempat pelayanan tiket (ticket counter) dan kantor yang
digunakan untuk penjualan tiket, lapor masuk bagasi
(baggage check-in). Fasilitas administratif dan pelayanan
informasi penerbangan.
 Ruang pelayanan terminal yang terdiri dari daerah umum
dan bukan umum seperti konsesi, fasilitas-fasilitas untuk
penumpang dan pengunjung, tempat perbaikan kendaraan
ground handling, ruangan untuk menyiapkan makanan
sewaktu penerbangan sebelum makanan dibawa ke dalam
pesawat, serta gudang bahan makanan dan barang-barang.
 Lobi untuk sirkulasi penumpang dan ruang tunggu bagi
tamu.

73
 Daerah sirkulasi umum untuk penumpang dan pengunjung
yang terdiri dari daerah-daerah seperti tangga, eskalator, lift,
dan koridor.
 Ruangan untuk bagasi, yang tidak boleh dimasuki secara
umum, untuk menyortir dan proses bagasi yang akan
dimasukkan ke pesawat (outbound baggage space),
 Ruangan bagasi yang digunakan untuk proses bagasi yang
akan dipindahkan dari satu pesawat ke pesawat lain dari
perusahaan penerbangan yang sama ataupun berbeda
(intraline and interline baggage space).
 Ruangan bagasi yang digunakan untuk menerima bagasi dari
pesawat yang tiba kemudian menyerahkan bagasi kepada
penumpang (inbound bagage space).
 Daerah pelayanan dan administrasi bandar udara yang
digunakan untuk manajemen, operasi dan fasilitas
pemeliharaan bandar udara.
 Fasilitas pelayanan pengawasan federal yang merupakan
daerah untuk pemrosesan penumpang yang tiba pada
penerbangan internasional yang kadang digabungkan
sebagai bagian dari elemen penghubung.

Gambar 2.19 Bagan Processing


(Tinjauan Study Arispurtanto uajy). Di akses tanggal 23 Maret 2019

2.1.8.3 Flight Interface:


Bagian yang menghubungkan terminal dengan pesawat yang
diparkir. Pada bagian ini meliputi fasilitas-fasilitas sebagai berikut:

74
 Ruangan terbuka (concourse) untuk sirkulasi menuju ruang
tunggu keberangkatan, yang digunakan untuk menunggu
keberangkatan.
 Ruang keberangkatan yang digunakan penumpang untuk
menunggu keberangkatan.
 Peralatan keberangkatan penumpang yang digunakan untuk
naik dan turun dari dan menuju pesawat dan ruang tunggu
keberangkatan atau ruang kedatangan.
 Ruang operasi perusahaan penerbangan yang digunakan
untuk pegawai, peralatan dan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan kedatangan dan keberangkatan
pesawat.
 Fasilitas-fasilitas keamanan yang digunakan untuk
memeriksa penumpang dan bagasi serta memeriksa jalan
masuk untuk penumpang yang menuju ke daerah
keberangkatan (koordinasi) penumpang.
 Daerah pelayanan terminal, seperti bangunan untuk utilitas
dan pemeliharaan.

Gambar 2.20 Bagan Flight Interface


(Tinjauan Study Arispurtanto uajy). Di akses tanggal 23 Maret 2019

75
2.1.9 Fasilitas Bandar Udara
Berdasarkan Surat Keputusan Jendral Perhubungan Udara Nomor:
SKEP/100/XI/1985, “Para penumpang yang akan berangkat menggunakan
pesawat terbang harus melalui pemeriksaan bagasi, pemeriksaan badan, dan
pemeriksaan barang-barang bawaan”. Untuk memudahkan kinerja petugas
pengamanan bandara, maka pihak pengelolah bandara menentukan daerah-
daerah di bandara yang menjadi daerah-daerah pengamanan, yaitu;
a) Publik Area:
Merupakan suatu daerah yang terdapat di lingkungan bandar udara
untuk umum.
b) Resticted Public Area:
Merupakan suatu daerah yang terdapat di lingkungan bandar udara
yang terbatas untuk umum.
c) Non-Public Area:
Merupakan suatu daerah yang terdapat di lingkungan bandar udara
yang tertutup untuk umum, dimana di dalamnya dilakukan kegiatan-
kegiatan yang sifatnya memerlukan tingkat pengamanan yang
sangat tinggi.

Pengguna yang diperbolehkan memasuki Restricted Public dan


Non-Public Area adalah pengguna yang sudah mendapatkan izin atau
mempunyai Boarding Pass bandara, dan para penumpang yang akan
berangkat, atau penumpang yang baru datang.

Gambar 2.21 Wilayah dan Daerah Pengamanan Bandara


(http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/826-
pengenalan-umum-gse-ground-support-equipment).
Diakses tanggal 23 maret 2019

76
Wilayah dan daerah pegamanan bandara di bagi menjadi beberapa
bagian fasilitas yaitu;

2.1.9.1 Land Side (Sisi Darat):


Merupakan suatu wilayah di sebuah bandara yang merupakan sisi
luar bangunan terminal dan terbuka untuk umum (Public Area) dan di dalam
bangunan terminal yang terbatas untuk umum (Restricted Area). Sisi darat
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu;
a) Terminal Bandara (Concourse):
Merupakan fasilitas untuk mengurus keberangkatan dan kedatangan
penumpang. Di dalam terminal peumpang terdapat Counter Check-
In, Custom Imigration Quarantine atau CIQ untuk terminal bandara
yang melayani penumpang internasional maupun domestic, Area
komersial (pusat perbelanjaan), dan ruang tunggu, serta berbagai
fasilitas untuk kenyamanan penumpang.

b) Trotoar (Curbs):
Merupakan area penumpang naik-turun dari kendaraan dan loading
barang ke dalam terminal penumpang bandara. Trotoar juga di
fungsikan untuk menjaga kenyamanan dan kelancaran para
pengguna pejalan kaki. Trotoar juga menjadi Salah satu tujuan
utama dalam hal manajemen antara aksesibilitas pejalan kaki dengan
lalu lintas kendaraan bermotor.

c) Area Parkir Kendaraan:


Merupakan fasilitas untuk parkir kendaraan penumpang dan
pengantar atau penjemput, termasuk taksi. Area parkir ini juga
diperuntukan bagi penumpang yang membawa kendaraannya
sendiri penumpang yang ingin menitipkan kendaraannya.
Penumpang yang menitipkan kendaraannya di area parkir bandara
mengikuti batas waktu yang ditentukan oleh pihak bandara.

Keputusan Menteri Perhubungan KM No 47 tahun 2002


menyebutkan bahwa Sisi Darat suatu bandar udara adalah wilayah bandar

77
udara yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan operasi
penerbangan. Dalam penetapan standar persyaratan teknis operasional
fasilitas sisi darat, satuan yang digunakan untuk mendapatkan nilai standar
adalah satuan jumlah penumpang yang dilayani. Hal ini karena aspek
efisiensi, kecepatan, kenyamanan keselamatan, keamanan dan kelancaran
penerbangan dapat dipenuhi dengan terjaminnya kecukupan luasan yang
dibutuhkan oleh masing-masing fasilitas.

Gambar 2.22 Land Side Bandar Udara Frans Seda, Maumere


(http://hubud.dephub.go.id/?id/bandara/detail/199).
Diakses tanggal 23 Maret 2019

Gambar 2.23 Area Terminal Penumpang Bandara


(http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/826-
pengenalan-umum-gse-ground-support-equipment).
Diakses tanggal 23 maret 2019

78
2.1.9.2 Air Side (Sisi Udara):
Merupakan suatu wilayah yang diawali dari permulaan pemeriksaan
Imigrasi, ruang tunggu keberangkatan penumpang (Gate), Apron, Taxiway,
dan Runway. Area ini tertutup untuk umum (Non-Public Area) dan jika
masuk kedalam area ini pengguna harus menunjukan Boarding Pass, serta
memiliki fasilitas pelayanan keamanan yang cukup tinggi. Ada dua
komponen pada sisi udara, yaitu;
a) Ramp Side:
 Apron (Area Parkir Pesawar udara):
Area yang digunakan untuk parkir pesawat udara, menaikan
dan menurunkan penumpang, kargo, barang dan pos,
pengisian bahan bakar pesawat udara serta perawatan ringan
suatu pesawat udara.

Gambar 2.24 Area Apron (Parkir Pesawat Udara)


(http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/826-
pengenalan-umum-gse-ground-support-equipment).
Diakses tanggal 23 maret 2019

 Service Road (Area servis untuk pesawat udara):


Jalan yang terletak di dalam bandara dan digunakan oleh
GSE (Ground Support Equipment) atau peralatan layanan
untuk penumpang, barang dan kargo menuju atau dari
pesawat udara.

79
Gambar 2.25 Service Road untuk pesawat udara
(http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/826-
pengenalan-umum-gse-ground-support-equipment).
Diakses tanggal 23 maret 2019

b) Manuvering Side:
 Taxiway (Jalan penghubung Runway dengan Apron):
Jalan atau jalur yang merupakan penghubung antara Apron
dan Runway yang digunakan khusus untuk pesawat udara.

Gambar 2.26 Taxiway untuk pesawat udara


(http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/826-
pengenalan-umum-gse-ground-support-equipment).
Diakses tanggal 23 maret 2019

80
 Runway (Landasan Pacu):
Jalan yang digunakan oleh pesawat udara untuk lepas landas
(Take-Off) dan mendarat (Landing) di bandara.

Gambar 2.27 Runway untuk pesawat udara


(http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/826-
pengenalan-umum-gse-ground-support-equipment).
Diakses tanggal 23 maret 2019

Gambar 2.28 Air Side Bandar Udara Frans Seda, Maumere


(http://hubud.dephub.go.id/?id/bandara/detail/199).
Diakses tanggal 23 Maret 2019

81
2.1.9.3 Fasilitas Pelayanan Bandara:
Fasilitas yang berfungsi memberikan pelayanan operasi dan
keselamatan operasi terkait pelayanan umum. Pelayanan umum yang
diberikan mulai dari informasi berupa audio maupun video kepada
pengguna yang ada di bandar udara ataupun petugas yang terkait langsung
dalam kegiatan kegiatan operasional Kantor bandar udara. Beberapa
peralatan yang termasuk Peralatan Pelayanan Bandara, adalah:

a) PABX (Public Address Branch X-Change):


Perangkat peralatan telepon yang terdiri dari Central unit atau Main
Unit, Pesawat cabang, Kabel-kabel penghubung dan Terminal Box.
Central unit adalah perangkat peralatan utama pengontrol semua
sistem operasi PABX yang berfungsi untuk menghubungkan antar
pesawat cabang dan dengan telephone line PT. TELKOM serta
mengatur, membatasi dan memantau pemakaian masing-masing
pesawat cabang dengan telephone line. Pesawat cabang adalah
pesawat telepon yang dapat berhubungan antara satu pesawat
dengan pesawat-pesawat lain maupun berhubungan melalui
telephone line dalam satu jaringan Central Unit.

b) FIDS (Flight Information Display System):


Merupakan integrasi produk teknologi informasi system sebagai
perangkat software dan perangkat hardware yang dapat menyajikan
informasi tentang aktivitas angkutan udara, seperti pemberitahuan
jadwal keberangkatan, kedatangan pesawat, keterlambatan dan
pembatalan penerbangan dan lain-lain.

c) PAS (Public address system):


Salah satu peralatan system audio yang fungsinya untuk
menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan semua kegiatan
di terminal bandar udara. Informasi ini dapat berupa kegiatan
angkutan udara seperti pemberitahuan jadwal keberangkatan,
kedatangan pesawat, keterlambatan termasuk pembatalan

82
penerbangan dan sebagai pelengkap hiburan audio. IGCS
(Integrated Ground Communication System) Sistem komunikasi
darat ke darat terpadu yang menggunakan system trunking sebagai
alat bantu komunikasi yang digunakan oleh seluruh satuan kerja
yang beroperasi di bandara.

d) HT (Handy Talky):
Peralatan UHF-FM Transceiver (Transmitter dan Receiver) dengan
system multi-channel dan digunakan sebagai sarana komunikasi
point to point (darat ke darat) dalam bentuk portable.

e) DVOR (Doppler Vhf Omni-Directional Range):


Fasilitas yang memiliki kegunaan untuk memberi suatu informasi
kepada penerbang mengenai arah mata angin buatan dan bekerja
pada frekuensi 108 MHz sampai 118 MHz. Sistem Dopper VOR
yang ada di bandara Cilacap terdiri dari dua bagian transmitter
dengan perubahan otomatis apabila terjadi kesalahan dalam
performa atau mati total pada salah satu transmitternya. DVOR
menggunakan antenna tunggal yang memberi pancaran ke segala
arah (omnidirectional) dan 48 antena non directional yang diletakan
mengelilingi antena pusat dalam bentuk lingkaran dengan diameter
44 ft yang memberikan pacaran Dopper. Pola pancaran dari DVOR
dihasilkan antara sinyal refrensi yang dipancarkan oleh antena
carrier dan sinyal Variabel yang dipancarkan oleh antena Sideband.

Gambar 2.29 DVOR (Doppler Vhf Omni-Directional Range)


(https://www.systemsinterface.com/products/navaids/dvor/). Di akses tanggal 23 Maret 2019

83
f) ATC (Air Traffic Controler):
Sebuah menara pengawas (control tower ) atau lebih khusus
sebagai Air Traffic Control Tower, adalah nama dari unit ATC yang
bertanggung jawab untuk pergerakan sekeliling bandara dan juga
nama dari bangunan untuk unit yang mengoperasikan .Banyak
bandara di Indonesia yang tidak mempunyai tower atau
frekuensi,hanya bandara tersibuk sajalah yang mempunyai tower
contohnya Soekarno Hatta yang diatur oleh menara pengawas.
Menara ATC yang permanen mempunyai spesifikasi yang secara
system struktur biasanya berdiri di atas bangunan lain di bandara
untuk memudahkan petugas pemandu lalu lintas udara mengawasi
pergerakan pesawat didarat dan di udara bandara.

Gambar 2.30 ATC (Air Trafic Controller)


(https://sekedar-tahu-aja.blogspot.com/2012/05/pengertian-dan-kegunanaan-pemandu-lalu.html).
Di akses tanggal 23 Maret 2019

Tipikal Menara ATC, terdiri dari beberapa peralatan:


 Radio untuk berkomunikasi dengan pesawat.
 Sistem telepon yang berhubungan dengan jalur suara dan
telepon umum.
 Flight Progress Strip.
 Deteksi sinar (Aviation Light Signals), untuk berkomunikasi
dengan pesawat.
 Alat pengatur angin dan tekanan.

84
 Mempunyai display radar kecil, deteksi pergerakan dan
informasi meteorologi.
Tujuan dari peralatan ini adalah untuk membantu operasi pengaturan
lalu lintas udara untuk menghindari tabrakan antar pesawat udara
menghindarkan pesawat udara yang berada di daerah pergerakan
pesawat dengan penghalang lainnya dan terciptanya keteraturan lalu
lintas udara.

g) Sistem Navigasi (Navigation System):


Semua pesawat terbang dilengkapi dengan sistem navigasi agar
pesawat tidak tersesat dalam melakukan penerbangan. Panel-panel
instrument navigasi pada kokpit pesawat memberikan berbagai
informasi untuk sistem navigasi mulai dari informasi tentang arah
dan ketinggian pesawat. Pengecekan terhadap instrument sistem
navigasi harus seteliti dan seketat mungkin. Kesalahan akibat tidak
berfungsinya system navigasi adalah kesalahan yang fatal dalam
dunia penerbangan. Sanksi yang diberikan adalah dicabutnya ijin
operasi bagi maskapai penerbangan yang melanggar.
 Fasilitas Navigasi di Bandara
Fasilitas Navigasi dan Pengamatan adalah salah satu
prasarana penunjang operasi bandara. Fasilitas ini dibagi
menjadi dua kelompok peralatan, yaitu:
a) Pengamatan Penerbangan.
b) Rambu Udara Radio.
 Peralatan Pengamatan Penerbangan
Peralatan pengamatan Penerbangan terdiri dari:
1. Primary Surveillance Radar (PSR) merupakan
peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui posisi
dan data target yang ada di sekelilingnya secara pasif,
dimana pesawat tidak ikut aktif jika terkena pancaran
sinyal RF (Radar primer). Pancaran tersebut

85
dipantulkan oleh badan pesawat dan dapat diterima
di sistem penerima radar.
2. Secondary Surveillance Radar (SSR) merupakan
peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui posisi
dan data target yang ada di sekelilingnya secara aktif,
dimana pesawat ikut aktif jika menerima pancaran
sinyal RF (Radar sekunder). Pancaran radar ini
berupa pulsa-pulsa mode, pesawat yang dipasangi
transponder, akan menerima pulsa-pulsa tersebut dan
akan menjawab berupa pulsa-pulsa code ke sistem
penerima radar.
3. Air Traffic Control Automation (ATC-
Automation) terdiri dari RDPS, FDPS. ADBS-B
Processing dan ADS-C Processing.
4. Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADS-
B) dan Automatic Dependent Surveillance Contract
(ADS-C) merupakan teknologi pengamatan yang
menggunakan pemancaran informasi posisi oleh
pesawat sebagai dasar pengamatan.
5. Airport Survace Movement Ground Control System
(ASMGCS).
6. Multilateration.
7. Global Navigation Satelite System.

h) Peralatan Rambu dan Radio Satelit:


Peralatan navigasi udara yang berfungsi memberikan signal
informasi berupa Bearing (arah) dan jarak pesawat terhadap Ground
Station peralatan dan memberikan informasi berupa IDENT.

 Non-Directional Beacon (NDB) Fasilitas navigasi


penerbangan yang bekerja dengan menggunakan frekuensi
rendah (low frequency) dan dipasang pada suatu lokasi

86
tertentu di dalam atau diluar lingkungan Bandar udara sesuai
fungsi.
 VHF-Omnidirectional Range (VOR) Fasilitas navigasi
penerbangan yang bekerja dengan menggunakan frekuensi
radio dan dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam atau
di luar lingkungan Bandar udar sesuai fungsinya.
 Distance Measuring Equipment (DME) Alat Bantu navigasi
penerbangan yang berfungsi untuk memberikan panduan
atau informasi jarak bagi pesawat udara dengan stasiun DME
yang dituju (Stant range distance). Penempatan DME pada
umumnya berpasangan.

2.1.10 Tipologi Bandar Udara


Tipologi berasal dari dua suku kata yaitu Tipo yang berarti
pengelompokan dan Logos yang mempunyai arti ilmu atau bidang
keilmuan. Jadi tipologi adalah ilmu yang mempelajari pengelompokan
suatu benda dan makhluk secara umum. Berikut ini adalah beberapa
pengertian tipologi:

a) Tipologi (dalam Arsitektur dan Perancangan Kota)


adalah klasifikasi (biasanya berupa klasikasi fisik suatu bangunan)
karakteristik umum ditemukan pada bangunan dan tempat-tempat
perkotaan, menurut hubungan mereka dengan kategori yang
berbeda, seperti intensitas pembangunan (dari alam atau pedesaan
ke perkotaan) derajat, formalitas, dan sekolah pemikiran (misalnya,
modernis atau tradisional). Karakteristik individu tersebut
membentuk suatu pola. Kemudian pola tersebut berhubungan
dengan elemen-elemen secara hirarkis di skala fisik (dari detail kecil
untuk sistem yang besar).

b) Tipologi secara Harfiah adalah suatu ilmu yang mempelajari segala


sesuatu tentang tipe. Tipologi arsitektur atau dalam hal ini tipologi
bangunan erat kaitannya dengan suatu penelusuran elemen-elemen

87
pembentuk suatu sistem objek bangunan atau arsitektural. Elemen-
elemen tersebut merupakan organisme arsitektural terkecil yang
berkaitan untuk mengidentifikasi tipologi dan untuk membentuk
suatu sistem, elemen-elemen tersebut mengalami suatu proyek
komposisi, baik penggabungan, pengurangan, stilirisasi bentuk dan
sebagainya.

Tipologi arsitektur adalah kegiatan yang berhubungan dengan


klasifikasi atau pengelompokan karya arsitektural dengan kesamaan ciri-ciri
atau totalitas kekhususan yang diciptakan oleh suatu masyarakat atau kelas
sosial yang terikat dengan ke-permanen-an dari karakteristik yang tetap atau
konstan. Kesamaan ciri-ciri tersebut antara lain:
 Kesamaan bentuk dasar dan sifat dasar objek.
 Kesamaan fungsi objek.
 Kesamaan asal-usul sejarah atau tema tunggal dalam suatu
periode atau masa yang terikat oleh ke-permanen-an dari
karakteristik yang tetap atau konstan.

Tipologi dapat digunakan sebagai salah satu metode dalam


mendefinisikan atau mengklasifikasikan objek arsitektural. Tipologi dapat
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu objek dan
analisa perubahan tersebut menyangkut bentuk dasar objek atau elemen
dasar, sifat dasar, fungsi objek serta proses transformasi
bentuknya. Menurut Rafael Moneo, analisa tipologi dibagi menjadi 3 fase
yaitu:
 Menganalisa tipologi dengan cara menggali dari sejarah
untuk mengetahui ide awal dari suatu komposisi; atau
dengan kata lain mengetahui asal-usul atau kejadian suatu
objek arsitektural.
 Menganalisa tipologi dengan cara mengetahui fungsi suatu
objek.

88
 Menganalisa tipologi dengan cara mencari bentuk sederhana
suatu bangunan melalui pencarian bangun dasar serta sifat
dasarnya.

Tipologi dapat digunakan sebagai salah satu metode dalam


mendefinisikan atau mengklasifikasikan objek arsitektural. Tipologi dapat
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu objek dan
analisa perubahan tersebut menyangkut bentuk dasar objek atau elemen
dasar, sifat dasar, fungsi objek serta proses transformasi bentuknya.
Menurut Rafael Moneo, analisa tipologi dibagi menjadi 3 fase yaitu:

 Menganalisa tipologi dengan cara menggali dari sejarah


untuk mengetahui ide awal dari suatu komposisi; atau
dengan kata lain mengetahui asal-usul atau kejadian suatu
objek arsitektural.
 Menganalisa tipologi dengan cara mengetahui fungsi suatu
objek.
 Menganalisa tipologi dengan cara mencari bentuk sederhana
suatu bangunan melalui pencarian bangun dasar serta sifat
dasarnya.
Bandar udara di setiap daerah atau wilayah memiliki tipologi yang
beragam. Tipologi ini menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan
lingkungan binaan wilayah tersebut. Sebagai salah satu alat transportasi,
bandara juga harus memiliki korelasi yang berkesinambungan dengan
aspek-aspek lain seperti pariwisata serta dapat mendukung perekonomian
daerah.
Hal ini juga tidak terlepas dari peraturan kebandarudaraan tentang
tipologi bentuk bangunan serta tipologi alur kegiataan yang ada di dalamnya
harus sesuai. Arsitektur Regionalisme menjadi tolak ukur dalam merancang
tipologi bangunan dan fasilitas bandara.

89
2.2 Tinjauan Teori
Arsitektur merupakan karya seni dan ilmu pengetahuan yang
perkembangannya sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan manusia.
Ilmu tentang arsitektur belum lama berkembang dan dikenal di Indonesia.
Sejak 1954 Ilmu Arsitektur masuk dalam pendidikan di Indonesia,
karenanya wajar-wajar saja jika sering terjadi perdebatan tentang ilmu
Arsitektur.
Salah satu pembahasan Arsitektur ialah teori arsitektur. Dalam hal
ini, akan dibahas teori Regionalisme yang diterapkan dalam dunia
Arsitektur. Regionalisme (kedaerahan) menekankan pada pengungkapan
karakteristik suatu daerah/tempat dalam arsitektur kontemporer.
Pendekatan ini adalah salah satu kritik terhadap Arsitektur Modern yang
memandang arsitektur pada dasarnya bersifat universal.
Regionalisme (kedaerahan) umumnya dijadikan sebagai
pembanding antara tradisional dan modern. Tradisional adalah sikap dan
cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang pada norma dan adat
yang ada secara turun temurun. Tradisional berasal dari kata “tradisi”
artinya adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan oleh kelompok
masyarakat. Tradisionalisme adalah suatu paham yang berdasarkan pada
tradisi (Poerwadarminto. 1976) sedangkan Modern adalah sesuatu yang
baru, belum diterima oleh masyarakat.
Istilah modern sangat menentukan secara visual karya Arsitektur
Tradisional Modern. (Budi Sukada. 2006). Didalam kenyataan karya
Arsitektur Tradisional Modern sulit dibedakan dengan karya Arsitektur
Regionalisme. Teori Regionalisme dijadikan sebagai acuan dalam me-
redesain Bandara seperti yang telah disampaikan sebelumnya dengan
pertimbangan bahwa Arsitektur adalah kajian universal sehingga dapat
diaplikasikan untuk bangunan yang ditujakan sebagai identitas suatu
daerah, dalam hal ini Kabupaten Sikka.

90
2.2.1 Persyaratan Pembangangunan Bandar Udara
Bandar Udara sebagai bangunan komersial yang besar tidak dapat
dibangun disembarang lokasi. Pembangunan bandar udara memiliki
persyaratan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Berikut
persyaratan pembangunan Bandar Udara yang dikutip dari
(http://hubud.dephub.go.id). Di akses pada tanggal 23 Maret 2019
a) Pembangunan bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara
bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya
dikendalikan hanya dapat dilakukan setelah ditetapkan keputusan
pelaksanaan pembangunan oleh Menteri.
b) Pembangunan bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang
udara di sekitarnya tidak dikendalikan hanya dapat dilakukan setelah
ditetapkan keputusan pelaksanaan pembangunan oleh Bupati atau
Walikota.
c) Penyelenggara bandar udara melaksanakan pekerjaan pembangunan
bandar udara paling lambat 1 tahun sejak keputusan pelaksanaan
pembangunan ditetapkan.
Berikut adalah Prosedur Pengajuan Permohonan:
a) Untuk memperoleh keputusan pelaksanaan pembangunan bandar
udara mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal dengan melampirkan :
 Salinan keputusan penetapan lokasi.
 Rencana induk bandar udara.
 Bukti penguasaan tanah.
 Dokumen rancangan teknis bandar udara yang meliputi
rancangan awal dan rancangan teknis terinci sesuai dengan
standar yang berlaku.
 Studi analisis mengenai dampak lingkungan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang.

91
b) Untuk memperoleh keputusan pelaksanaan pembangunan
penyelenggara bandar udara mengajukan permohonan kepada
Bupati/Walikota setempat dengan melampirkan:
 Salinan keputusan penetapan lokasi.
 Rencana induk bandar udara.
 Bukti penguasaan tanah.
 Pertimbangan teknis dari Gubernur sebagai tugas
dekonsentrasi.
 Dokumen rancangan teknis bandar udara yang meliputi
rancangan awal dan rancangan teknis terinci sesuai dengan
standar yang berlaku.
 Studi analisis mengenai dampak lingkungan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang.

c) Direktur Jenderal menyampaikan hasil evalusai kepada Menteri


selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah dokumen diterima secara
lengkap.

d) Menteri menetapkan pelaksanaan pembangunan dengan


memperhatikan hasil evaluasi Direktur Jenderal selambat-
lambatnya 14 hari kerja setelah dokumenditerima secara lengkap.

e) Bupati/Walikota menetapkan pelaksanaan pembangunan selambat-


lambatnya 30 hari kerja setelah dokumenditerima secara lengkap.

Selain beberapa faktor nonfisik diatas, terdapat suatu kondisi


tertentu di sekitar lingkungan bandara yang berpengaruh secara langsung
terhadap kebutuhan akan panjang landasan pacu. Kondisi tersebut adalah:
a) Temperatur
Dalam dunia penerbangan semakin tinggi temperatur maka semakin
panjang landasan pacu yang dibutuhkan karena temperatur yang
tinggi mencerminkan kerapatan udara yang lebih rendah yang
mengakibatkan hasil daya dorong terhadap pesawat yang lebih

92
rendah. Semakin tinggi temperatur juga membahayakan performa
dari mesin pesawat, yaitu campuran beberapa efek. Negatif efek dari
tingginya temperatur udara adalah pesawat membutuhkan landasan
pacu lebih panjang dari biasanya untuk take off, dan berpotensial
melebihi dari runway yang tersedia.
b) Angin Permukaan
Ada tiga angina yang mempengaruhi panjang runway, yaitu;
 Keadaan arah angin yang searah dengan arah pesawat (head
wind), hal ini akan memperpanjang landasan.
 Keadaan arah angin yang berlawanan dengan arah pesawat
(tail wind), hal ini akan memperpendek landasan.
 Keadaan arah angin yang tegak lurus arah pesawat, hal ini
tak mungkin dipakai sebagai perencanaan.
Keadaan tail wind dan head wind untuk bandar udara single runway
dan double runway tidak merupakan suatu masalah karena head
wind dapat dibuat tail wind. Tetapi bila konfigurasi dasar berbentuk
silang di sisi tidak bisa head wind atau tail wind dibuat sama.
Kecepatan angin pada area runway harus diasumsikan bahwa
pendaratan atau lepas landas dari pesawat adalah, dalam keadaan
normal, tidak memungkinkan bila komponen lintas-angin melebihi:
a) 37 km / jam dalam kasus pesawat dengan panjang lapangan
pendaratan sepanjang 1500m atau lebih, kecuali bahwa
ketika landasan pacu rendah dalam pengereman karena
koefisien gesek memanjang dengan beberapa frekuensi,
komponen lintas-angin tidak melebihi 24km / jam.
b) 24 km /jam dalam kasus pesawat dengan panjang lapangan
pendaratan sepanjang 1200m atau sampai dengan tetapi
tidak sampai 1500m.
c) 19km / jam dalam kasus pesawat dengan panjang lapangan
pendaratan kurang dari 1200m.

93
c) Kemiringan Landasan Pacu
Tanjakan landasan akan menyebabkan tuntutan panjang yang lebih
jika dibandingkan dengan panjang landasan datar. Landasan yang
menurun akan memperpendek panjang runway.
d) Ketinggian Bandar Udara
Jika bandar udara letaknya semakin tinggi dari muka air laut maka
kerapatan udaranya semakin rendah yang menyebabkan kurangnya
daya angkat sayap pesawat dan daya dorong mesin pesawat
sehingga membutuhkan runway lebih panjang, yang mungkin dapat
menghambat kinerja pesawat dan menghambat kemampuan pesawat
untuk dikendalikan dengan aman.
Semakin tinggi letak runway dari permukaan air laut, maka
perpanjangannya yaitu setiap naik 1000 feet perpanjangannya 7%.
Semakin rendah kerapatan udara juga membahayakan performa dari
mesin pesawat, yaitu berdampak negatif. Efek dari rendahnya
kerapatan udara adalah:
 Pesawat membutuhkan landasan pacu lebih panjang untuk
take off, dan berpotensial melebihi dari runway yang
tersedia.
 Rendahnya kerapatan udara menghambat kemampuan
pesawat untuk mengudara. Dalam suatu kasus, sebuah
pesawat tidak dapat mengudara dengan cukup cepat untuk
mendapatkan wilayah terbang yang bersih karena bandara
tersebut berada di pegunungan, maka kejadian yang tidak
diinginkan terjadi.
e) Kondisi Permukaan Landasan
Kondisi permukaan landasan dengan adanya genangan air akan
meyebabkan runway lebih panjang karena pada waktu take off
pesawat akan mengalami hambatan-hambatan kecepatan dengan
adanya genangan air tersebut. Untuk pesawat jet oleh NASA dan
FAA dibatasi ketinggian air di landasan pacu maksimal 1,5 inchi.

94
2.2.2 Obstacle dalam Bandar Udara
Rintangan atau obstacle dalam wilayah kebandarudaraan berupa
adanya bangunan atau benda tumbuh, baik yang tetap (fixed) maupun dapat
berpindah (mobile), yang lebih tinggi dari batas ketinggian yang
diperkenankan sesuai dengan Aerodrome Reference Code (Kode Referensi
Landas Pacu) dan Runway Classification (Klasifikasi Landas Pacu) dari
suatu bandar udara.
Rintangan atau obstacle di sekitar wilayah bandar udara diatur demi
keselamatan pesawat yang beroperasi di bandara tersebut dan untuk
mencegah bandar udara menjadi tidak dapat dioperasikan akibat timbulnya
obstacle di sekitar lapangan terbang.

2.2.3 Sistem Lalu Lintas Udara


Sistem jalur udara terdiri dari suatu jaringan alat bantu navigasi dan
sejumlah fasilitas pengendali lalu lintas udara yang memberikan pemisahan
yang aman dan iringan pesawat terbang yang teratur di dalam jangkauan
sistem tersebut. Komponen utama dalam sistem ini adalah:
a) Pusat Pengendali Lalu Lintas Route Udara atau Air Route Traffic
Control Center (ARTCC), memiliki jangkauan100.000 mil, dengan
beberapa sektor dan memiliki beberapa frekuensi khusus untuk
komunikasi dengan pesawat.
b) Fasilitas Pengendali Pendekatan Terminal atau Terminal Approach
Control Facility (TACF), memiliki jangkauan 25-50 mil dari
bandara. TAFC yang dilengkapi dengan radar adalah TRACON
(Terminal Radar Approach Control) atau ARTS (Automated Radar
Terminal System).
c) Menara Pengendali Lalu Lintas Bandar Udara atau Airport Traffic
Control Tower (ATC), dengan jangkauan 5 mil, bertanggung jawab
dalam memberi izin pesawat berangkat dan datang, serta
memberikan informasi keadaan sekitar bandara.

95
d) Stasiun Pelayanan Penerbangan atau Flight Service Stasiun (FSS),
sebagai pemberi informasi penerbangan dan penghubung antar
fasilitas-fasilitas pengendali lalu lintas.

2.2.4 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)


Kawasan keselamatan operasi penerbangan adalah wilayah daratan
dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang
dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin
keselamatan penerbangan.
Pada kawasan keselamatan operasi penerbangan tidak dibenarkan
adanya obstacle yaitu adanya bangunan atau benda tumbuh, baik yang tetap
(fixed) maupun dapat berpindah (mobile), yang lebih tinggi dari batas
ketinggian yang diperkenankan. Kawasan keselamatan operasi penerbangan
dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.31 Kawasan Keselamatan Penerbangan (KKOP)


(http://samratulangi-airport.com/kkop). Diakses tanggal 10 Maret 2019

Kawasan bebas rintangan disekitar bandar udara perlu disediakan


guna kelancaran serta keamanan operasi penerbangan. Batas Obstacle
disekitar kawasan bandar udara harus ditentukan pada:
a) Kawasan Permukaan Kerucut.

96
b) Kawasan Permukaan Horizontal Dalam.
c) Kawasan Permukaan Pendekatan Landasan.
d) Kawasan Permukaan Transisi.

Gambar 2.32 Denah Toleransi kawasan Obstacle pada bandar udara


Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga

Gambar 2.33 Potongan A-A Toleransi kawasan Obstacle pada bandar udara
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga

Gambar 2.34 Potongan B-B Toleransi kawasan Obstacle pada bandar udara
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga

97
Kawasan keselamatan operasi penerbangan suatu bandar udara
merupakan kawasan yang relatif sangat luas, mulai dari pinggir landasan
pacu yang disebut Runway strip membentang sampai radius 15 km dari
Aerodrome Reference Point (ARP) dengan ketinggian berbeda-beda sampai
145 m relatif terhadap Aerodrome Elevation System (AES).

Gambar 2.35 Batas Bangunan untuk Bandar Udara dengan Instrumen Landasan
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga

Kawasan permukaan yang paling kritis terhadap adanya Obstacle


adalah kawasan pendekatan landasan, kawasan kemungkinan bahaya
kecelakaan, kawasan dibawah permukaan transisi, dan kawasan di bawah
permukaan horizontal dalam. Pada zona horizontal dalam, maksimal
ketinggian bangunan di sekitar bandar udara yang diizinkan adalah 45
meter.
Zona area dalam dihitung sejajar mulai dari ujung bahu landasan
hingga radius 4 kilometer. Untuk wilayah yang termasuk dalam kawasan
radar, maksimal ketinggian bangunan yang diizinkan adalah 15 meter atau
sejajar dengan ketinggian radar. Perhitungan ini dilakukan sejauh 3
kilometer dari lokasi radar. Jika ada bangunan yang ketinggiannya melebihi
dari yang ditetapkan, maka akan mengganggu operasi radar dan terjadi
blank spot area.

98
Gambar 2.36 Potongan Jarak Batas Ketinggian dalam Persen Bangunan terhadap Landasan
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga

2.2.5 Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran


(PKP-PK) di Aera Bandar Udara
Tujuan utama pertolongan kecelakaan penerbangan dan layanan
pemadam kebakaran adalah untuk menyelamatkan nyawa. Untuk alasan ini
apabila insiden terjadi pada atau di sekitar bandar udara, kepentingan utama
yaitu peluang terbesar untuk menyelamatkan nyawa. Harus diasumsikan
kemungkinan dapat terjadi setiap saat, dan perlu untuk pemadaman
kebakaran sesegera mungkin yang mungkin terjadi setelah kecelakaan
pesawat atau saat peristiwa, atau setiap saat selama operasi penyelamatan.

Tabel II.8 Kategori Aerodrome Untuk PKP-PK Berdasarkan Panjang Keseluruhan Pesawat
dan Lebar Maksimum Pesawat
Aerodrome Category Aeroplan Overall Length Maximum Fuselage Width
1 0 m up to but not including 9 m 2m
2 9 m up to but not including 12 m 2m
3 12 m up to but not including 18 m 3m
4 18 m up to but not including 24 m 4m
5 24 m up to but not including 28 m 4m
6 28 m up to but not including 39 m 5m
7 39 m up to but not including 49 m 5m
8 49 m up to but not including 61 m 7m
9 61 m up to but not including 76 m 7m
10 76 m up to but not including 90 m 8m

(International Civil Aviation Organization, 2004. Annex 14 – Aerodrome Category for Rescue and
Fire Fighting, table 9-1. Montreal)

99
2.2.6 Karakteristik Pesawat Udara
2.2.6.1 Karakteristik Pesawat Terbang:
Jenis pesawat terbang sangat beragam, tapi dapat digolongkan
menurut tipe populasi dan medium penimbul dorongan yaitu; Mesin Piston,
Mesin Turbo Propeler, Mesin Turbo Jet, dan Mesin Turbo Fan. Ada
beberapa hal atau karakteristik pesawat yang perlu diperhatikan dalam
merancang sebuah bandara.

Tabel II.9 Karakteristik Pesawat dan Pengaruhnya


Karakteristik Rancangan yang Dipengaruhi
Berat Pesawat Terbang Berat pesawat terbang penting untuk menentukan tebal landasan
pacu, landas hubung dan perkerasan apron serta kebutuhan
panjang landasan pacu lepas landas dan pendaratan pada suatu
penerbangan.
Bentang Sayap dan Panjang Bentang sayap pesawat dan panjang badan pesawat
Badan Pesawat mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran
pesawat juga menentukan lebar landasan pacu, landas hubung
dan jarak antar keduanya, serta mempengaruhi jarak manuver
pesawat.
Kapasitas Penumpang Kapasitas penumpang pesawat mempengaruhi dalam penentuan
fasilitas-fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedung-
gedung terminal.
Jejari Putar Pesawat Jejari putar penting untuk mengetahui geometri pergerakan
Terbang sebuah pesawat terbang dimana ia menentukan posisi pesawat
pada apron yang berdekatan dengan gedung-gedung terminal
dan menetapkan jalur yang dilalui pesawat menuju tempat lain
di bandar udara itu. Jejari merupakan fungsi sudut kemudi roda
depan. Sudut maksimum jejari putar bervariasi dari 60° - 80°.
Pesawat yang mempunyai kemampuan memutarkan roda utama
besar dapat memperkecil jejari putar. Tetapi efek yang terjadi
menimbulkan keausan ban yang berlebihan dan dalam beberapa
keadaan dapat mengakibatkan kerusakan pada permukaan
perkerasan landasan. Oleh sebab itu sudut yang tepat kira-kira
50°.
(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

2.2.6.2 Ukuran Pesawat Terbang:


Saat pesawat pertama dibuat dan terbang mengangkasa, ukuran
pesawat terus dibuat semakin besar. Pada tahun 1950-an Boeing
memproduksi 707 yang besar. Kemudian pada tahun 1970, Boeing
memproduksi dan meluncurkan Boeing 747 yang berukuran lebih besar
lagi. Pesawat terbesar pada tahun 2006, dengan jenis Airbus A380
mengangkasa.

100
Airbus 380 adalah pesawat dengan bentang sayap 79,8 meter dan
panjang badan pesawat 73 meter serta kapasitas maksimal 840 penumpang.

Gambar 2.37 Perbandingan Ukuran Pesawat Boing dan Airbus


(http://www.aerospaceweb.org/question/design/q0188.shtml). Diakses tanggal 23 Maret 2019

101
Gambar 2.38 Ukuran Pesawat ATR 72
(https://www.rcgroups.com/forums/attachment.php?attachmentid=3927730).
Diakses tanggal 23 Maret 2019

Dengan adanya berbagai jenis pesawat, maka ukuran posisi pesawat


juga mempengaruhi konfigurasi area pada sisi udara (Air Side) dan dapat
dikelompokan sebagai berikut;

Tabel II.10 Kode Huruf Berhubungan dengan Bentangan Sayap dan Jarak Roda Terluar
Code Letter WINGSPAN Outer Main Gear Wheel Span
A < 15m <4.5m
B 15m - < 24m 4.5m - < 6m
C 24m - < 36m 6m - < 9m
D 36m - < 52m 9m - < 14m
E 52m - < 65m 9m - < 14m
F 65m - < 80m 14m - < 16m
(International Civil Aviation Organization, 2004. Annex 14 – Aerodrome Reference Code Element
2, Table 1-1, Montreal)

102
Bentang sayap dan panjang badan pesawat mempengaruhi ukuran
Apron, ukuran Hanggar, susunan gedung-gedung terminal, lebar landasan
pacu, lebar landasan hubung, jarak landasan pacu dengan landasan hubung,
dan jari-jari maneuver pesawat udara dari taxiway saat akan lepas landas.

2.2.7 Jarak Bebas Apron


Perlu diperhatikan jarak kegiatan di dalam Apron antara Pesawat dengan
area bangunan terminal bandara dan pelaku kegiatan yang ada di dalamnya.
Jarak bebas Apron dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel II.11 Jarak Bebas Antar Pesawat di Apron


Code Letter / Penggolongan Pesawat
Uraian A B C D E F
Jarak bebas antar pesawat 10m 10m 10m 15m 15m 15m
yang parkir dengan pesawat
yang akan tinggal landas (A)
jarak bebas antar pesawat
yang parkir dengan pesawat 4,5m 4,5m 7,5m 7,5m 10m 10m
yang berada di taxilane dan
penghalang lain (B)
Jarak pesawat yang sedang
berjalan dengan pesawat 4,5m 4,5m 7,5m 7,5m 10m 10m
yang berada di lead-in garis
dan pesawat lain (C)
Jarak antara pesawat yang 15m 15m 15m 15m 15m 15m
sejajar yang berada di apron
dan bangunan lain (D)
Jarak antara pesawat dengan
pengisian bahan bakar dan 15m 15m 15m 15m 15m 15m
bangunan (E)
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Gambar 2.39 Konfigurasi Pada sebuah Apron


(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta

103
2.2.8 Layout Pesawat Udara
Pesawat udara saat parkir di sebuah Apron, akan banyak dilakukan
pengecekan dan kegiatan untuk menunjang keselamatan penerbangan serta
naik-turunnya penumpang.

Gambar 2.40 Layout Pesawat di Apron


(Blow, Christopher J, 1991. Airport Terminals. London: Butterworth)

2.2.9 Tipe Parkir Pesawat Udara


Parkir pesawat berhubungan dengan cara bagaimana pesawat
ditempatkan berkenaan dengan bangunan terminal dan cara menuver
pesawat untuk masuk dan keluar dari pintu-hubung. Pesawat dapat
ditempatkan dengan berbagai sudut terhadap bangunan terminal dan apat
keluar atau masuk dari pintu-hubung dengan kekuatan sendiri atau dengan
bantuan alat penarik/pendorong. Tipe-tipe parkir pesawat yang telah
terbukti berhasil digunakan di berbagai bandar udara dan telah dievaluasi
adalah sebagai berikut;

2.2.9.1 Tipe Parkir Dengan Hidung Kedalam ( Nose-In ):

Dalam konfigurasi nose in ini pesawat diparkir tegak lurus dengan


terminal, dengan hidung pesawat berjarak sedekat mungkin dengan
bangunan terminal. Pesawat melakukan manuver pada posisi parkir tanpa
bantuan alat penarik dari GSE (Ground Support Equipment), tetapi untuk
meninggalkan pintu- hubung pesawat didorong sampai jarak yang cukup

104
sehingga memungkinkan pesawat untuk bergerak dengan kekuatan sendiri.
Keuntungan dari konfigurasi ini adalah kebutuhan daerah di pintu-
hubung paling kecil, menimbulkan tingkat kebisingan yang lebih rendah
karena pesawat meninggalkan pintu-hubung tidak dengan kekuatan mesin
sendiri. Kekurangannya adalah harus disediakannya alat pendorong pesawat
dan pintu belakang pesawat tidak dapat digunakan secara efektif oleh
penumpang.

Gambar 2.41 Parkir Pesawat Nose-in


(Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga)

2.2.9.2 Tipe Parkir dengan Hidung ke dalam bersudut (Angel Nose-In):


Konfigurasi ini sama dengan konfigurasi nose in tetapi badan
pesawat bersudut terhadap bangunan terminal. Keuntungan dari parkir
angeled nose in adalah pesawat dapat melakukan manuver saat masuk dan
keluar dari pintu-hubung dengan kekuatan sendiri. Kekurangannya adalah
membutuhkan daerah parkir yang lebih luas dan kebisingan dari suara mesin
cukup dekat dengan bangunan terminal.

Gambar 2.42 Parkir Pesawat Angled Nose-in


(Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga)

105
2.2.9.3 Tipe Parkir Hidung keluar bersudut (Angel Nose-Out):
Dalam konfigurasi Angeled Nose-Out tersebut pesawat diparkir
dengan hidung menjauhi bangunan terminal. Keuntungan dari konfigurasi
ini sama dengan konfigurasi Angeled Nose-In. Demikian juga dengan
kekurangannya ditambah dengan semburan jet dan kebisingan yang
diarahkan ke bangunan terminal.

Gambar 2.43 Parkir Pesawat Angled Nose-Out


(Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga)

2.2.9.4 Tipe Parkir Sejajar:


Konfigurasi dari parkir sejajar ini adalah yang paling mudah untuk
manuver pesawat. Dalam hal kebisingan dan semburan jet dapat dikurangi
karena tidak diperlukan gerakan memutar yang tajam. Baik pintu depan dan
pintu belakang pesawat dapat digunakan oleh penumpang untuk keluar dan
masuk. Namun demikian konfigurasi ini membutuhkan daerah parkir di
pintu- hubung yang lebih besar karena sejajar dengan bangunan terminal.

Gambar 2.44 Parkir Pesawat Sejajar


(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

106
2.2.10 Fasilitas Kebutuhan Ruang Bandar Udara
Terminal penumpang merupakan penghubung utama yang
mempunyai hubungan (Interface) antara lapangan udara (Airfield) dengan
bagian bandar udara yang mencakup fasilitas-fasilitas pelayanan
penumpang, penanganan barang-barang bawaan (Baggage Handling),
penanganan barang-barang kiriman (Cargo Handling), serta kegiatan
administrasi dan pengoperasian pemeliharaan bandar udara.
Terminal penumpang bandar udara juga merupakan sebuah
bangunan di bandar udara, dimana penumpang berpindah dari transportasi
darat. Secara umum ada lima macam pengelompokan kegiatan sehubungan
dengan fungsi terminal, yaitu;
a) Pelayanan yang berhubungan langsung dengan penumpang seperti
Information System, Parking Area, perpindahan intermoda
transportasi, dan lain-lain.
b) Pelayanan penumpang sehubungan dengan perusahaan penerbangan
seperti Ticketing, Check-in, Baggage check, dan lain-lain.
c) Kegiatan pemerintahan seperti Passport control, Karantina, dan
lain-lain.
d) Fungsi-fungsi kewenangan airport yang tidak ada hubungannya
dengan penumpang seperti utilitas, Suppliers, Air Traffic Control
(ATC), dan pusat Meteorologi.
e) Fungsi-fungsi maskapai penerbangan seperti Fuel Supplies,
Engineering, Ramp service, dan lain-lain.

2.2.10.1 Penggolongan Terminal Bandar Udara;


a) Berdasarkan jenis penggunaannya, maka terminal bandara dapat
digolongkan menjadi dua bagian yaitu;
 TerminalPenumpang:
Merupakan bangunan yang disediakan untuk melayani
seluruh kegiatan yang dilakukan oleh penumpang dari mulai
keberangkatan (Departure) hingga kedatangan (Arrival).

107
 Terminal Barang (Cargo):
Merupakan bangunan terminal yang digunakan untuk
kegiatan bongkar muat barang (Cargo). Luasannya
dipengaruhi oleh berat dan volume kargo waktu sibuk yang
dilayani oleh bandar udara tersebut. Fasilitas ini meliputi
gudang, kantor administrasi, parkir pesawat, gedung
operasional, jalan masuk dan tempat parkir kendaraan
umum. Fasilitas– fasilitas tersebut diatas merupakan fasilitas
standar yang dalam penyediaan dan pengoperasiannya
disesuaikan dengan klasifikasi kemampuan bandar udara
bersangkutan.

b) Berdasarkan fasilitasnya, maka terminal bandara dapat digolongkan


menjadi tiga bagian yaitu;
 Terminal Asal Tujuan:
Terminal ini memproses penumpang yang memulai dan
mengakhiri perjalanannya. Fasilitas terminal asal tujuan
meliputi; pelataran depan (Lobby), fasilitas tiket dan bagasi,
dan area parkir relatif lebih besar.

 Terminal Langsung:
Terminal yang menghubungkan jalur penumpang asal dari
pesawat berbadan besar dengan penumpang dari pesawat
berbadan kecil.

 Terminal Transfer atau Transit:


Terminal ini menghubungkan penerbangan kedatangan
(Departure) dan keberangkatan (Arrival). Fasilitas
ruangannya relatif besar sebagai tempat pemrosesan
penumpang yang pindah atau ganti pesawat. Fasilitas
bongkar muat bagasi antar pesawat memiliki Gate yang
saling berdekatan.

108
2.2.10.2 Fasilitas Terminal Bandar Udara;
Fasilitas Bangunan terminal penumpang merupakan bangunan yang
disediakan untuk melayani seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
penumpang dari mulai keberangkatan (Departure) hingga kedatangan
(Arrival). Di dalam terminal penumpang terbagi menjadi dua bagian yang
meliputi;
a) Fasilitas Keberangkatan (Departure):
 Check in counter:
Fasilitas pengurusan tiket pesawat terkait dengan
keberangkatan. Jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah
penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara
tersebut.

 Check in area:
Area yang dibutuhkan untuk menampung proses Check-in
counter. Luasannya dipengaruhi oleh jumlah penupang
waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut.

 Rambu atau Marka terminal bandar udara:


Fasilitas yang meliputi pesan dan papan informasi yang
digunakan sebagai petunjuk arah dan pengaturan sirkulasi
penumpang di dalam terminal. Fasilitas ini dibuat mengikuti
Tata aturan baku dari standar Internasional.

 Fasilitas Custom Imigration Quarantina / CIQ (bandar udara


internasional):
Fasilitas ini meliputi; ruang tunggu, tempat duduk, dan
fasilitas umum seperti toilet, telepon dan fasilitas lainnya
merupakan fasilitas yang harus tersedia pada terminal
keberangkatan. Jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah
penupang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara
tersebut.

109
 Fasilitas Hall keberangkatan:
Dimana Hall ini menampung semua kegiatan yang
berhubungan dengan keberangkatan calon penumpang dan
dilengkapi dengan kerb (Curbs) keberangkatan, ruang
tunggu penumpang, tempat duduk dan fasilitas umum.

b) Fasilitas Kedatangan (Arrival):


 Ruang Kedatangan (Departure Lounge):
Ruang yang digunakan untuk menampung penumpang yang
turun dari pesawat setelah melakukan perjalanan.
Luasannya dipengaruhi oleh jumlah penumpang waktu sibuk
yang dilayani oleh bandar udara tersebut. Fasilitas ini
dilengkapi dengan kerb kedatangan dan Baggage claim area.

 Baggage Conveyor Belt:


Fasilitas yang digunakan untuk melayani pengambilan
bagasi penumpang. Panjang dan jenisnya dipengaruhi oleh
jumlah penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar
udara tersebut.

Gambar 2.45 Konfigurasi Bentuk Baggage Conveyor Belt


(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

110
Tabel II.12 Jarak Bebas Antar Pesawat di Apron

(Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport)

 Fasilitas Custom Imigration Quarantina / CIQ (bandar udara


internasional):
Fasilitas ini meliputi; ruang tunggu, tempat duduk, dan
fasilitas umum seperti toilet, telepon dan fasilitas lainnya
merupakan fasilitas yang harus tersedia pada terminal
keberangkatan. Jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah
penupang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara
tersebut.

Gambar 2.46 Konfigurasi Fasilitas Custom Imigration Quarantine (CIQ)


(http://www.haneda-airport.jp/inter/en/dept/arr_step.html). Di akses tanggal 23 Maret 2019

111
2.2.11 Tinjauan Umum terminal Bandar Udara

Besar dari bangunan terminal dapat dilihat dari jumlah Penumpang


Waktu Sibuk (PWS). Jumlah Penumpang Waktu Sibuk (PWS) tergantung
besarnya jumlah penumpang tahunan bandar udara dan bervariasi untuk tiap
bandar udara. Namun untuk memudahkan perhitungan guna keperluan
verifikasi di gunakan jumlah penumpang waktu sibuk sebagai berikut yang
diambil dari hasil studi oleh JICA.

Jumlah penumpang transfer dianggap sebesar 20% dari jumlah


penumpang waktu sibuk. Jumlah penumpang waktu sibuk digunakan dalam
rumus-rumus perhitungan didasarkan pada ketentuan dalam Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005, kecuali bila
disebutkan lain.

Perlu diketahui bahwa hasil dari perhitungan disini merupakan


kebutuhan minimal sesuai hasil perhitungan dari rumus-rumus yang ada,
dan bentuk ruang dalam sangat terkait dengan proses desain terminal
bandara (layout arsitek).

Tabel II.13 Kategori Terminal dari Penumpang pada Waktu Sibuk dan Jumlah Penumpang
Transfer
Penumpang Waktu Sibuk (Orang) Jumlah Penumpang Transfer (Orang)
> 50 (terminal kecil) 10
101-500 ( terminal sedang) 11-20
Penumpang Waktu Sibuk (Orang) Jumlah Penumpang Transfer (Orang)
501-1500 (terminal menengah) 21-100
501-1500 (terminal besar) 101-300
Catatan: Penumpang waktu sibuk > 1500 memperhitungkan persyaratan yang lebih
khusus.
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

2.2.11.1 Bangunan Terminal Bandara:


a) Terminal Keberangkatan Penumpang (Passenger Departure);
 Kerbs (Curbs):
Secara umum panjang kerb keberangkatan adalah panjang
bagian depan yang bersisian dengan jalan dari bangunan
terminal tersebut.

112
Tabel II.14 Standar Panjang dan Lebar Kerbs
Penumpang Waktu Sibuk (PWS) Lebar Kerb minimal Panjang (m)
< 100 orang 5m Sepanjang Bangunan
>100 orang 10m Terminal
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Hall Keberangkatan:
Hall Keberangkatan harus cukup luas untuk menampung
penumpang datang pada waktu sibuk sebelum mereka masuk
menuju ke check-in area.

Tabel II.15 Rumus Perhitungan Hall Keberangkatan


A= 0,75 { a (l + f) + b } + 10
A = Luas Hall keberangkatan (m2)
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer atau transit
f = jumlah pengantar atau penumpang (2 Orang)
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.16 Hasil perhitungan Luas Hall Keberangkatan


Besar Terminal Luas Hall Keberangkatan (m2)
Kecil 132
Sedang 132-265
Menengah 265-1320
Besar 1320-3960
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Gambar 2.47 Konfigurasi Hall Keberangkatan


(Robert Horonjeff, Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara jilid 2)

113
 Security Gate (Ruang Pemeriksaan dan Keamanan):
Jumlah security gate disesuaikan dengan banyaknya pintu
masuk menuju area steril di dalam terminal penumpang
bandara. Jenis yang digunakan dapat berupa Walk through
Metal detector, Hand held metal detector serta Baggage x-
ray machine. Minimal tersedia masing-masing satu unit dan
minimal 3 orang petugas untuk pengoperasian satu gate
dengan ketiga item tersebut.

Tabel II.17 Kebutuhan Security Gate


Besar Terminal Jumlah Security Gate
Kecil 1
Sedang 1
Besar Terminal Jumlah Security Gate
Menengah 2-4
Besar >5
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Gambar 2.48 Konfigurasi Security Check-in Area


(Robert Horonjeff, Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara jilid 2)

114
 Ruang Tunggu Keberangkatan (Departure Lounge):
Ruang Tunggu Keberangkatan harus cukup untuk
menampung penumpang waktu sibuk selama menunggu
waktu check-in, dan selama penumpang menunggu saat
boarding setelah check in. Pada ruang tunggu dapat
disediakan fasilitas komersial bagi penumpang untuk
berbelanja selama waktu menunggu.

Tabel II.18 Rumus Perhitungan Ruang Tunggu Keberangkatan


A= C- (u.v.k / 30) m2 + 10 %
A = Luas Ruang Tunggu keberangkatan (m2)
C = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
u = rata-rata menunggu terlama (60 menit)
I = Proporsi penumpang menunggu terlama (0,6)
V = Rata-rata waktu menunggu tercepat (20 menit)
k = Proporsi penumpang menunggu tercepat (0,4)
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.19 Hasil perhitungan Luas Ruang Tunggu Keberangkatan


Besar Terminal Luas Ruang Tunggu (m2)
Kecil <75
Sedang 75-147
Menengah 147-734
Besar 734-2200
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Check-In Area:
Check-in area harus cukup untuk menampung penumpang
waktu sibuk selama mengantri untuk check-in.

Tabel II.20 Rumus Perhitungan Check-In Area


A= 0,25 (a + b) m2 + 10 %
A = Luas Ruang Tunggu keberangkatan (m2)
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer atau transit
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.21 Hasil perhitungan Luas Ruang Check-in Area


Besar Terminal Luas Check-in Area (m2)
Kecil <16
Sedang 16-33
Menengah 34-165

115
Besar 166-495
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Check-In Counter:
Meja check-in counter harus dirancang dengan untuk dapat
menampung segala peralatan yang dibutuhkan untuk check-
in (komputer, printer, dan lain-lain) dan memungkinkan
gerakan petugas yang efisien.

Tabel II.22 Rumus Perhitungan Check-In Counter


N = (a+b / 30) tl Counter + 10 %
N = Jumlah Meja
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer atau transit (20%)
tl = waktu pemrosesan Check-In per penumpang (2 menit
per penumpang)
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.23 Hasil perhitungan jumlah Check-in Counter


Besar Terminal Jumlah Check-in Counter
Kecil <3
Sedang 3-5
Besar Terminal Jumlah Check-in Counter
Menengah 5-22
Besar 22-66
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Fasilitas Custom Imigratio Quarantine (CIQ):


Pemeriksaan passport diperlukan untuk terminal penumpang
keberangkatan internasional/luar negeri serta pemeriksaan
orang-orang yang masuk dalam daftar cekal dari imigrasi.

Tabel II.24 Rumus Perhitungan Custom Imigration Quarantine


N = (a+b) . t2 / 60 (+ 10 %)
N = jumlah Gate Passport Control
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer atau transit
t2 = waktu pelayanan Counter (0,5 menit per penumpang)
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

116
Tabel II.25 Jumlah Meja Periksa Custom Imigration Quarantine
Besar Terminal Jumlah Meja Pemeriksa
Kecil 1
Sedang 1-2
Menengah 2-6
Besar 6-17
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Rambu (Sign):
a) Rambu harus dipasang yang mudah dilihat oleh
penumpang.
b) Papan informasi/rambu harus mempunyai jarak
pandang yang memadai untuk diiihat dari jarak yang
cukup jauh.
c) Bentuk huruf dan warna rambu yang digunakan juga
harus memudahkan pembacaan dan penglihatan.
d) Warna untuk rambu harus sejenis dan seragam.
- Hijau untuk informasi penunjuk arah jalan: arah ke
terminal keberangkatan, terminal kedatangan.
- Biru untuk penanda tempat pada indoor: toilet,
telepon umum, restauran.
- Kuning untuk penanda tempat outdoor: papan nama
terminal keberangkatan.
e) Penggunaan simbol dan rambu menggunakan
simbol- simbol yang umum dipakai dan mudah untuk
dipahami.

 Timbang Bagasi (Weigh Baggage):


Jumlah timbangan harus sesuai dengan banyaknya jumlah
Check-In Counter. Timbangan diletakan menyatu dengan
Check-In Counter dan menggunakan jenis timbangan
mekanikal maupun digital. Nilai Deviasi timbangan ± 2,5 %.

117
 Tempat Duduk (Lounge Seat):
Kebutuhan jumlah tempat duduk diperkirakan sebesar 1/3
jumlah penumpang pada waktu sibuk.

Tabel II.26 Rumus Perhitungan Tempat duduk terminal bandara


N = 1/3 x a
N = jumlah tempat duduk yang dibutuhakan
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.27 Jumlah Tempat duduk Terminal Bandara


Besar Terminal Jumlah Meja Pemeriksa
Kecil ≤ 19
Sedang 20-37
Menengah 38-184
Besar 185-550
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Fasilitas Umum (Public Facilities):


Untuk toilet, diasumsikan bahwa 20% dari penumpang
waktu sibuk menggunakan fasilitas toilet. Kebutuhan ruang

perorang ~ 1 m2. Penempatan toilet pada ruang tunggu, hall


keberangkatan, hall kedatangan.
Untuk toilet para penyandang cacat besar pintu
mempertimbangkan lebar kursi roda. Toilet untuk usia lanjut
perlu dipasangi railing di dinding yang memudahkan para
lansia berpegangan.

Tabel II.28 Rumus Perhitungan Luas Toilet


A = P x 0,2 x 1 m2 + 10%
N = jumlah toilet
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.29 Hasil perhitungan Luas Toilet


Besar Terminal Jumlah Meja Pemeriksa
Kecil 7
Sedang 7-14
Menengah 15-66

118
Besar 66-198
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Lift dan Eskalator (Akses Sirkulasi):


Fasilitas untuk akses sirkulasi ini disediakan apabila ruang
dalam bangunan terminal bandara lebih dari satu lantai.

Tabel II.30 Standart Parameter Lift dan Eskalator


Intensitas
No. Jenis Ruang
Penyinaran
Lift:
Total Handling Capacity (%) ≥ 15
a
Waktu Tunggu (detik) < 40
Kebutuhan Ruang (m2/orang) 0,8
Escalator:
Lebar tangga minimal (m) 0,8
b
Kecepatan minimal (m/detik) 0,5
Sudut kemiringan tangga (derajat0) 250
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Penerangan Ruangan Terminal Bandara:


Penerangan buatan di dalam ruang terminal bandara dapat di
lihat pada tabel berikut ini;

Tabel II.31 Standart Penerangan Ruangan Terminal Bandara


Intensitas
No. Jenis Ruang
Penyinaran
1. Public Concourse 100-150 lux
2. Check-In Area 200-250 lux
3. Consession 200-250 lux
4. Ruang Kantor 250-300 lux
5. Ruang Kontrol 200-250 lux
6. Check-In Counter (Kounter Maskapai Penerbangan) 150-200 lux
7. Koridor 75-100 lux
8. Hall Keberangkatan 200-250 lux
9. Ruang CIP (Comercial Important Person) 200-250 lux
10. Area Bagasi (Cargo) 250-300 lux
11. Area Bea Cukai 200-250 lux
12. Area CIQ (Custom Imigration Quarantine Area) 200-250 lux
13. Area Karantina 200-250 lux
14. Toilet 100-150 lux
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

119
 Pengkondisian Udara (Air Conditioner atau AC):
Penggunaan AC pada area terminal penumpang bandara
disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis AC untuk
kenyamanan pengguna dan penumpang di dalam area
terminal bandara.

Tabel II.32 Standart Parameter penggunaan AC pada Terminal Bandara


No. Parameter AC (Air Conditioner) Nilai
1. Suhu Udara Maksimal (C0) 27
2. Kelembaban Maksimal (%) 55
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 PMS Travelator (People Mover System):


Penggunaan PMS tergantung pada luas Terminal
kedatangan. Bila jarak dari ruang tunggu keberangkatan
menuju pintu cukup jauh (≥ 300 meter), maka harus
disediakan ban berjalan untuk pengguna dan penumpang
(People Mover System). Biasanya PMS di gunakan untuk
bandara yang tergolong sibuk dengan jumlah penumpang
waktu sibuk ≥ 500 orang, jika jarak dari terminal menuju
Apron cukup jauh, harus disediakan Transporter (Bis
penumpang bandara) untuk jenis terminal dengan
konfigurasi bentuk Satelit.

Gambar 2.49 Konfigurasi PMS Travelator (People Mover System):


(https://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/04/10/peringkat-terbaru-bandara-bandara-
tersibuk-di-dunia). Di Akses tanggal 23 maret 2019

120
 Gudang:
Untuk gudang Kantor dan operasional bandar udara (bukan
gudang kargo). Sebagai tempat penyimpanan peralatan
perawatan dan perbaikan gedung atau yang berkaitan dengan
operasional gedung di dalam lingkungan bandar udara. Luas

gudang diambil 20-30 m2 untuk tiap 1000 m2 gedung


terminal. Bila jarak antar terminal jauh, maka gudang di buat
untuk melayani tiap-tiap terminal.
Tabel II.33 Luas Gudang Peralatan atau Perawatan Terminal Bandara
Jenis Ruangan Luas Ruangan (m2)
Gudang Peralatan atau Perawatan area 20-30 per 1.000 m2 luas terminal
gedung Terminal bandara
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

b) Terminal Kedatangan Penumpang (Passenger Arrival);


 Baggage Conveyor Belt:
Besaran dari Baggage Conveyor Belt tergantung dari jenis
dan jumlah seat pesawat udara yang dapat dilayani pada satu
waktu. Idealnya satu baggage claim tidak melayani 2
pesawat udara pada saat yang bersamaan.

Tabel II.34 Rumus Perhitungan Baggage Conveyor Belt:


( ∑ 𝒑 𝒙𝒏 )
L= 𝟔𝟎 𝒎𝒆𝒏𝒊𝒕
x 20 menit
∑ 𝒑 𝒙𝒏
L= 𝟑

∑ 𝑝 𝑥𝑛 = Panjang Conveyor Belt


p = konstanta jenis pesawat udara dan jumlah kursi
Ketentuan:
L ≤ 12 meter menggunakan tipe Linier
L > 12 meter menggunakan tipe Circle
L ≤ 3 meter menggunakan tipe Roller
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.35 Konstanta Jenis Pesawat Udara dan Jumlah Seat (Kursi)
Seat (jumlah
Jenis Pesawat Panjang Conveyor Belt Jenis Conveyor
No. kursi N
Udara Minimum (m) Belt
pesawat)
1. F27-30 52 8 3 Gravity Roller
60 12 4 Linier
2. F28-600 65 12 4 Linier

121
85 14 5
3. DC9-32 115 12 4
Linier
127 20 7
4. B737-200 86 14 5
Linier
125 20 7
5. DC10-40 295 40 14
Circle
310 48 16
6. B747-300 408 55 19
Circle
561 60 20
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Baggage Claim Area:


Merupakan area atau tempat dimana para penumpang
mengambil bagasi miliknya di stasiun bandara tujuan.
Tabel II.36 Rumus Perhitungan Baggage Claim Area
A = 0,9 c + 10%
A = Luas Baggage Claim Area (m2)
c = jumlah penumpang datang pada waktu sibuk
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.37 Hasil Perhitungan Luas Baggage Claim Area


Besar Terminal Jumlah Meja Pemeriksa
Kecil ≤ 50
Sedang 51-99
Menengah 100-495
Besar 496-1485
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Fasilitas Custom Imogration Quarantine (CIQ):


Meja pemeriksaan paspor di layani oleh petugas imigrasi
yang memeriksa keaslian paspor dan maksud tujuan
kedatangan penumpang, serta apakah penumpang termasuk
daftar notice dari kepolisian atau Interpol, serta pemeriksaan
barang berbahaya/terlarang yang di bawa penumpang dan
barang terkena Bea masuk. Untuk Rumus dan hasil
perhitungan luas fasilitas Custom Imigration Quarantine
(CIQ) dapat di lihat pada tabel II.24 dan tabel II.25.

122
 Hall Kedatangan:
Hall kedatangan harus cukup luas untuk menampung
penumpang serta penjemput penumpang pada waktu sibuk.
Area ini dapat pula mempunyai fasilitas komersial. Luas area
hall keberangkatan dihitung berdasarkan jumlah penumpang
transfer, jumlah penumpang datang pada waktu sibuk,
jumlah pengunjung per penumpang (2orang).

Tabel II.38 Rumus Perhitungan Hall Kedatangan


A = 0,375 (b+c+2.c.f) + 10%
A = Luas Hall Kedatangan (m2)
b = jumlah penumpang transfer
c = jumlah penumpang datang pada waktu sibuk
f = jumlah pengunjung per penumpang (2 orang)
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.39 Hasil Perhitungan Luas Hall Kedatangan


Besar Terminal Jumlah Meja Pemeriksa
Kecil ≤ 108
Sedang 109-215
Menengah 216-1073
Besar 1074-3218
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Kerbs Kedatangan (Arrival Curbs):


Lebar kerb kedatangan sama seperti pada terminal
keberangkatan dan panjang kerb sepanjang sisi luar
bangunan terminal kedatangan yang bersisian dengan jalan
umum.

Tabel II.40 Hasil Perhitungan Lebar Kerbs Kedatangan


Penumpang Waktu Sibuk Lebar Kerbs Minimal (m) Panjang (m)
≤ 100 5 Sepanjang Bangunan
≥ 100 10 Terminal
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Rambu (Sign):
Rambu / graphic sign pada terminal kedatangan pada intinya
sama dengan pada terminal keberangkatan, yang

123
membedakan hanya isi informasinya (mengenai
kedatangan).

 Fasilitas Umum (Public Fasilities):


Fasilitas umum atau toilet pada terminal kedatangan
mempunyai acuan yang sama seperti pada bangunan
terminal keberangkatan. Untuk Rumus dan hasil perhitungan
luas fasilitas umum (toilet) dapat di lihat pada tabel II.28 dan
tabel II.29.

 Penerangan Ruangan Terminal Bandara:


Standart penerangan untuk ruangan terminal kedatangan
bandara mempunyai acuan yang sama dengan penerangan
untuk ruangan terminal keberangkatan bandara. Untuk
standart penerangan ruangan terminal bandara dapat di lihat
pada tabel II.31.

 Pengkondisian Udara AC (Air Conditioner):


Standart pengkondisian udara AC pada ruangan terminal
kedatangan bandara mempunyai standart yang sama dengan
pengkondisian udara AC pada ruangan terminal
keberangkatan bandara. Untuk standart pengkondisian udara
AC dapat dilihat pada tabel II.32.

 Lift dan Eskalator (Akses Sirkulasi):


Standart akses sirkulasi pada ruangan terminal kedatangan
bandara mempunyai standart yang sama dengan standart
akses sirkulasi pada ruangan terminal keberangkatan
bandara. Untuk standart akses sirkulasi dapat dilihat pada
tabel II.30.

124
 Gudang:
Untuk gudang kantor dan operasional bandar udara (bukan
gudang kargo). Sebagai tempat penyimpanan peralatan
perawatan dan perbaikan gedung atau yang berkaitan dengan
operasional gedung di dalam lingkungan bandar udara. Luas

gudang diambil 20-30 m2 untuk tiap 1000 m2 gedung


terminal. Bila jarak antar terminal jauh, maka gudang di buat
untuk melayani tiap-tiap terminal. Detail luas gudang
peralatan tercantum pada tabel II.33.

2.2.11.2 Terminal Kargo (Cargo):


 Luas Terminal Kargo:

Tabel II.41 Luas Terminal Kargo Bandar Udara


Volume Kargo Rencana Bentuk Terminal
< 5.000 ton / tahun Menyatu
5.000-10.000 ton / tahun Menyatu atau Terpisah
> 10.000 ton / tahun Terpisah
Volume Kargo Rencana (ton) (N) Unit Luasan Gudang (ton/m2) (P)
1.000 2
2.000 3,3
5.000 6,8
10.000 11,5
50.000 15,5
Bentuk Terminal
Ukuran (meter)
Menyatu Terpisah
Kedalaman Standart Terminal Kargo (t)
Gudang AirLine 15-30
15-20
Gudang agen kargo 10-15
Kedalaman Standart Sisi Darat (v)
AirLine Gudang Kargo 40
20-25
Gudang agen kargo-sisi darat 15
Kedalaman Standart Sisi Udara (w)
Jalur GSE (Ground Support Equipment)
10
tersedia

125
Jalur GSE (Ground Support Equipment) tidak
15
tersedia
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

 Parkir Pesawat Kargo:


Untuk parkir pesawat udara kargo, tergantung dari jenis
pesawat udara kargo terbesar yang dilayani, ,jumlah kargo
pertahun, luas yang dibutuhkan sama seperti pada parkir
pesawat udara penumpang, tergantung dari jenis pesawat
udara kargonya. Untuk ilustrasi kebutuhan parkir pesawat
udara digunakan MD-11 dan B-747 sebagai pesawat udara
kargo yang paling banyak digunakan sekarang.

Tabel II.42 Luas Terminal Kargo Bandar Udara


Jenis Pesawat Udara Panjang (m) Lebar (m) Luas Area Minimal (m2)
B-747 70,67 64,94 4.589,4
MD-11 61,37 51,97 3.189,4
(IATA, Airport Development reference Manual, Chapter 5)

Tabel II.43 Jenis Pesawat Udara Kargo


Jenis Pesawat Udara Panjang (m) Lebar (m) Luas Area Minimal (m2)
> Medium Jet 90 meter 100 meter 9.000 m2
Small Jet 55 meter 70 meter 3.850 m2
Propeller 50 meter 60 meter 3.000 m2
(Seminar on Airport Engineering, JICA, 1999)

 Kantor Administrasi Kargo:


Kantor Administrasi pada terminal kargo digunakan untuk
segala keperluan administrasi yang berkaitan dengan kargo.
Luas disesuaikan dengan kebutuhan ruang Kantor.
Diasumsikan luas bangunan Kantor administrasi 10% dari
total luas terminal kargo sudah mencukupi untuk kebutuhan
ruang-ruang Kantor. Bentuk terminal kargo yang diambil
sebagai acuan adalah terminal kargo tanpa jalur GSE
(Ground Support Equipment).

126
Tabel II.44 Luas Kantor Administrasi Kargo
Volume Kargo Rencana Luas Kantor Administrasi
(Ton) Terminal Kargo (m2)
1.000 225
2.000 273
5.000 331
10.000 334
50.000 1.237
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

2.2.11.3 Jalan dan Area Parkir Kendaraan:


 Jalan:
Untuk standart perkerasan pada jalan bandara menggunakan
konstruksi perkerasan lentur.

Tabel II.45 Luas Kantor Administrasi Kargo


Lebar
Lebar Bahu Lebar
No. Jenis Jalan Fungsi Jalan Perkerasan
Jalan (m) Saluran (m)
(m)
Penghubung Jalan
1. Jalan Masuk Umum dengan Variabel Variabel Variabel
Bandara
a. Untuk pemeliaraan
2. Jalan Inspeksi 3-5,5 1 0,5
b. Jalan PKP-PK
a. Untuk PKP-PK
3. Jalan Operasi b. Untuk kendaraan 5 1,5 1
fasilitas dasar bandara
a. Umum
6 1 0,7
4. Jalan Service b. Di depan terminal
13 1,5 1
bandara
a. Untuk kendaraan
Jalan 3-4 1 0,5
5. pribadi
Lingkungan 5 1,5 1
b. Jalan PKP-PK
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 1999. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/347/XII99. Jakarta)

127
 Area Parkir Kendaraan:
Area Parkir kendaraan diusahakan harus sedekat mungkin
terminal bandara atau kawasan yang dilayani dan daya
tampung kendaraan dihitung dari jumlah penumpang pada
waktu sibuk.

Tabel II.46 Rumus Perhitungan Area Parkir Kendaraan


A=Exf
l=Axh
E = Jumlah penumpang jam sibuk
f = jumlah kendaraan per penumpang (0,8)
A = jumlah kendaraan yang parkir
l = luas lahan parkir
h = kebutuhan lahan parkir kendaraan (35 m2)
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

Tabel II.47 Hasil Perhitungan Luas Area Parkir Kendaraan


Penumpang A = E x 0,8 l = A x 35 m2
Waktu Sibuk (E)
≤ 50 ≤ 40 ≤ 1.400
51-100 41-80 1435-2.800
101-500 81-400 2835-14.000
501-1500 401-1200 17.535-42.000
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

2.2.12 Tinjauan Pendistribusian Pesawat Udara


Pendistribusian penumpang dari dan ke pesawat udara memiliki dua
konfigurasi pendistribusian, yaitu;

2.2.12.1 Pendistribusian Horizontal:


Konsep terminal penumpang dari pendistribusian horizontal terdiri
dari empat konsep, yaitu;

a) Konsep Linear:
Terdiri dari ruang tunggu bersama dan derah pelayanan tiket dengan
pintu keluar menuju apron parkir pesawat. Pesawat diparkir di
sepanjang halaman muka gedung terminal. Tipe ini adalah yang
paling banyak digunakan karena penumpang tidak perlu berjalan

128
terlalu jauh menuju pesawat. Pesawat diparkir di sepanjang halaman
muka gedung terminal.

Gambar 2.50 Konfigurasi Terminal dengan Konsep Linear


(Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga)

Kelebihan dari konsep Linear adalah :


 Kemudahan dan kejelasan jalan masuk / pencapaian.
 Jarak berjalan kaki relatif pendek.
 Pengembangan mudah dengan tingkat flesibilitas yang
tinggi.
Kekurangan dari konsep linear adalah:
 Penggunaan kurang memuaskan dan jika dipisah
membutuhkan banyak biaya.

b) Konsep Dermaga (Pier):


Pada tipe ini memungkinkan lebih banyak menampung pesawat,
namun penumpang harus berjalan lebih jauh untuk menuju pesawat
udara. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan APM (Automatic
People Mover) yaitu escalator horizontal atau dengan kereta
pengangkut. Letak pesawat diparkir sejajar mengelilingi sumbu
dengan posisi nose-in.

129
Gambar 2.51 Konfigurasi Terminal dengan Konsep Dermaga (Pier)
(Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga)

Kelebihan dari konsep Dermaga adalah:


 Kemampuannya untuk dikembangkan sesuainya dengan
meningkatnya kebutuhan.
 Relatif lebih ekonomis dari biaya opersi dan modal.
Kekurangan dari konsep Dermaga adalah:
 Jarak berjalan kaki relatif jauh dari pelataran depan pesawat.
 Kurangnya hubungan langsung antara pelataran depan
dengan posisi depan pintu pesawat.

c) Konsep Satelit Terpusat:


Letak pesawat diparkir melingkar, dengan pencapaiannya melalui
konektor. Tipe ini pada umumnya sama dengan tipe dermaga,
memungkinkan menampung pesawat lebih banyak.

Gambar 2.52 Konfigurasi Terminal dengan Konsep Satelit atau Terpusat


(Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga)

130
Kelebihan dari konsep Satelit adalah:
 Kemampuanya menyesuaikan terhadap ruang tunggu
keberangkatan bersama.
 Kemudahan manuver pesawat di sekitar terminal dengan
konsep satelit.
Kekurangan dari konsep Satelit adalah:
 Biaya konstruktif relatif tinggi karena harus disediakan
tempat terbuka yang menghubungkan terminal dengan gate
yang menggunakan konsep satelit.
 Kesulitan memperluas gate yang menggunakan konsep
satelit.

d) Konsep Transporter atau Apron Terbuka:


Pesawat terpisah dari terminal, untuk itu disediakan kendaraan
untuk menghubungkannya. Konsep terminal ini memiliki
fleksibilitas dalam tambahan tempat parkir pesawat untuk
menampung peningkatan permintaan maupun ukuran dari pesawat.

Gambar 2.53 Konfigurasi Terminal dengan Konsep Transpoter atau Apron Terbuka
(Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga)

Kelebihan dari konsep Transpoter adalah :


 Fleksibilitas dalam tambahan tempat parkir pesawat utuk
menampung peningkatan permintaan atau ukuran pesawat.
 Kemampuan melakukan manuver pesawat sendiri.
 Terpisahnya kegiatan-kegiatan pelayanan pesawat dari

131
terminal.

 Tata ruang didalam bangunan terminal dapat efisien.


Kekurangan dari konsep Transpoter adalah :
 Tata ruang didalam bangunan terminal dapat efisien.

2.2.12.2 Pendistribusian Vertikal:


Pendistribusian Vertikal terminal penumpang bandara terdiri dari
tiga konsep pendistribusian, yaitu;

a) KonsepPendistribusian Satu Tingkat:


Pemrosesan bagasi dan penumpang berada pada satu level dengan
apron. Kedatangan dan keberangkatan hanya dilakukan pemisahan
secara horizontal. Sistem ini sangat cocok dengan jumlah
penumpang yang relatif sedikit, proses boarding ke pesawat tidak
memerlukan jembatan penyeberangan melalui gerbang apron.

Gambar 2.54 Konfigurasi Terminal dengan Konsep Pendistribusian Satu Tingkat


(Robert Horonjeff, Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara jilid 2)

b) Konsep Pendistribusian Berdampingan dalam Dua Tingkat:


Pada sistem ini ada pemisahan arus datang dan berangkat, juga
pemisahan antara penumpang dan bagasi. Konfigurasi yang cocok
untuk penumpang dengan lalu lintas penumpang menengah keatas.
Konfigurasi ini penumpang boardiing melalui jembatan lantai atas,
sedangkan aktivitas menaikkan dan menurunkan penumpang dari
kendaraan / mobil yang ada di area bandara (curb) masih dilakukan
di satu level yang sama dengan bangunan terminal.

132
Gambar 2.55 Konfigurasi Terminal dengan Konsep Pendistribusian Berdampingan dalam
Dua Tingkat
(Robert Horonjeff, Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara jilid 2)

c) Konsep Pendistribusian Penumpukan Vertikal:


Sistem ini sangat tergantung pada volume lalu lintas dan tipe lalu
lintasnya. Sistem konfigurasi ini cocok untuk penumpang dengan
skala besar. Fasilitas keberangkatan diletakkan di lantai atas
sedangkan kedatangan diletakkan di lantai dasar. Keduanya
menggunakan gerbang (gate) yang sama.

Gambar 2.56 Konfigurasi Terminal dengan Konsep Pendistribusian Penumpukan Vertikal


(Robert Horonjeff, Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara jilid 2)

2.2.13 Sistem Boarding Pesawat Udara


Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk pengangkutan
penumpang antara terminal dengan pesawat yaitu:
a) Berjalan kaki pada Apron dan menaiki tangga dan akses sirkulasi
yang lain.
b) Jalan kaki melalui pintu penghubung antara terminal dengan
pesawat seperti jembatan penumpang Garbarata (Airbridge).
c) Dengan menggunakan beberapa jenis kendaraan seperti Bis Bandara
(Airport Bus).

133
Metode pengangkutan penumpang ke pesawat tersebut tergantung
pada sistem pemrosesan yang digunakan, tipe parkir pesawat dan denah
sistem parkir pesawat.

Gambar 2.57 Sistem Boarding Pesawat dengan menggunakan Tangga


(http://www.tribunnews.com/lifestyle/2014/08/22/manfaatkan-premium-flex-untuk-ubah-jadwal-
terbang-airasia-sesuka-hati). Di akses Tanggal 23 Maret 2019

Gambar 2.58 Detail Sistem Boarding dengan mengunakan Tangga


(Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga)

Gambar 2.59 Sistem Boarding dengan mengunakan Garbarata atau Airbridge


(http://aircraftinyou.blogspot.com/2014/12/garbarata-atau-airbridge-pertama-kali.html). Diakses
tanggal 23 Maret 2019

134
Gambar 2.60 Detail Sistem Boarding dengan mengunakan Garbarata atau Airbridge
(Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga)

Gambar 2.61 Sistem Boarding dengan mengunakan Bus Bandara


(https://imotorium.com/2016/01/20/serba-serbi-bus-bandara-airport-di-indonesia-ada-iveco-juga-
ternyata/). Diakses tanggal 23 Maret 2019

135
2.2.14 Elemen Penunjang Operasional Bandar Udara
Penunjang operasional bandara merupakan fasilitas yang harus ada
pada bandara tersebut dan memiliki beberapa elemen, yaitu;

a) Sistem Plumbing (Sanitasi Air Bersih):


Tabel II.48 Kebutuhan Air Bersih Bandar Udara
Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan Air Untuk Penumpang 20 Liter / Hari
Kebutuhan Air untuk Karyawan
100 Liter / Karyawan / Hari
Bandara
Jumlah Karyawan 1/200 x jumlah penumpang tahunan
500-1000 Liter / Pesawat yang masuk
Kebutuhan Air untuk Hangar
Hangar / Hari
Kebocoran 20 %
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

b) Garbarata (Airbridge):
Mulai digunakan untuk bandar udara dengan jumlah penumpang
sibuk 500 orang keatas dan pesawat udara yang dilayani adalah
pesawat udara berbadan lebar. Jumlah garbarata yang digunakan
disesuaikan dengan lalu lintas pesawat udara pada jam sibuk. Jumlah
minimal untuk tiap pesawat udara yang membutuhkan garbarata
untuk loading/unloading penumpang adalah satu buah.

c) Peralatan Penunjang Pelayanan Sisi Darat Pesawat (Passenger and


Cargo Loading):
 Mobil Tangga (Truk Penggerak Tangga bagi Penumpang).
 Transpoter (Bus Bandara).
Jumlah mobil tangga dan transporter minimal tersedia masing-
masing satu buah untuk melayani satu pesawat udara pada jam
sibuk.

d) Peralatan Pemantauan Lalu Lintas Orang, Barang dan Kendaraan di


dalam area Terminal bandara (Apron Line Side):
 Integrated Security System.

136
 Closed Circuit Television (CCTV).

Peralatan CCTV digunakan secara integrated untuk memantau


seluruh operasional dan keamanan bandar udara. Asumsi
penggunaan kamera CCTV akan dapat melingkupi ruang seluas

30m2. Kamera ditempatkan pada setiap ruangan pada terminal


sedemikan agar dapat meliputi seluruh ruangan atau tempat-tempat
strategis atau tempat yang dimana banyak orang yang melewati atau
menggunakan ruangan tersebut, seperti jalan masuk, ruangan check-
in, dan lain-lain.

Tabel II.49 Kebutuhan Air Bersih Bandar Udara


Jumlah Camera CCTV
No. Ruangan atau Tempat yang diawasi
Minimal (Unit)
1. Pintu Masuk 1
2. Hall Keberangkatan dan Hall Kedatangan 1
3. Koridor 1
4. Check-In Area 1
Check-In Counter (masing-masing Maskapai Airline
5. 1
yang dilayani)
6. Ruang Tunggu Keberangkatan dan Kedatangan 1
7. Passport Gate (Bagian Imigrasi dan Bea Cukai) 1
8. Boarding Room (Area Pemeriksaan Tiket pesawat) 1
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

2.2.15 Gedung Operasional Penunjang Bandar Udara


2.2.15.1 Gedung Operasional Pertolongan Kecelakaan Penerbangan-Pemadam
Kebakaran (PKP-PK):
Kebutuhan bangunan untuk kendaraan PKP-PK sesuai dengan
kebutuhan kendaraan minimal yang diatur dalam kelompok fasilitas PKP-
PK. Luas bangunan memperhitungkan jumlah kendaraan rescue and fire
fighting minimum dan kendaraan tambahan berupa ambulan.
Tinggi garasi/tempat parkir memperhitungkan tinggi kendaraan dan
tinggi alat penyemprot, diambil tinggi minimal 5 m. tempat parkir / garasi
PKP-PK berupa ruang terbuka tanpa kolom pada tengah ruangan atau

137
penempatan kolom yang seminimal mungkin pada tengah ruangan.
Dilengkapi bak air dengan volume sesuai yang disyaratkan.
Tabel II.50 Klasifikasi kelompok bandara dengan fasilitas PKP-PK yang tersedia
Kebutuhan
Luas Bangunan
Besar Terminal Fasilitas PKP-PK 2 Volume Bak Air
Minimal (m )
Minimal (m3)
1 35 10
Kecil
(Penumpang 2 35 10
Waktu Sibuk ≤ 50
3 35 10
orang)

Sedang 4 55 10
(Penumpang 5 55 20
Waktu Sibuk 51-
100 orang) 6 90 30

7 110 50
Menengah
(Penumpang 8 152 60
Waktu Sibuk 101-
500 orang)

9 185 80
Besar
(Penumpang 10 240 100
Waktu Sibuk 501-
1.500 orang)

(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

2.2.15.2 Menara Kontrol ATC (Air Trafic Controller):


 Letak menara kontrol sedekat mungkin dengan titik tengah
bandar udara dimana pesawat udara melakukan pergerakan.
 Tidak ada obstacle untuk melihat seluruh pergerakan
pesawat udara di bandar udara.
 Ketinggian dinding kabin ± 1,5 m dari lantai kabin.
 Tinggi menara kontrol tidak boleh terlalu tinggi sehingga
menjadi obstacle bagi operasi penerbangan di bandar udara
tersebut.
 Kaca menara kontrol menggunakan kaca yang non- reflektif
(Rayban).

138
Tujuan pelayanan lalu lintas udarayang diberikan oleh ATC
berdasarkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) bagian 170;
 Mencegah tabrakan antar pesawat.
 Mencegah tabrakan antar pesawat di area pergerakan
rintangan di area tersebut.
 Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk
keselamatan dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara.
 Mempercepat dan mempertahankan pergerakan lalu lintas
udara.
 Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam
pencarian pesawat yang memerlukan pencarian dan
pertolongan sesuai dengan organisasi yang dipersyaratkan.

Gambar 2.61 Menara Kontrol ATC (Air Trafic Controller)


(http://quartaaviationtrainingcenter.blogspot.com/2016/11/apa-itu-atc-air-traffic-controller.html).
Diakses tanggal 23 Maret 2019

2.2.15.3 Stasiun Bahan Bakar Pesawat Udara (DPPU):


Cara pengisian bahan bakar ke pesawat udara :
a) Dengan mobil tangki, dan fasilitas yang harus di sediakan adalah :
 Depot penyimpanan bahan bakar.
 Kendaraan tangki pengangkut termasuk tempat parkir dan
garasi.
 Ruang kerja / Kantor.

139
 Ruang untuk peralatan pemadam kebakaran termasuk
bak air.
 Bengkel.
 Shelter pembongkaran dan pengisian bahan bakar ke tangki
mobil pengangkut.
b) Dengan menggunakan system hydrant/pipa, fasilitas yang harus
disediakan:
 Tangki penyimpanan tangki pengisian baru.
 Pengendapan, tangki pengisian ke pesawat udara.
 Stasiun pompa untuk menerima dan pendistribusian bahan
bakar.
 Peralatan pemadam kebakaran.
 Ruang kerja / Kantor.
 Garasi dan gudang peralatan suku cadang.

Tabel II.51 Luas Area Stasiun Bahan Bakar (DPPU)


Luas Area Stasiun Bahan Bakar berdasarkan jumlah
Dimensi Tangki Tangki
Kapasitas
2 Unit 4 Unit 6 Unit
Tangki
Luas Luas Luas
Diameter Tinggi X Y X Y X Y
Area Area Area
Kl (Kilo
r m m m r2 m m r2 m m r2
liter)
5 2,2 2,5 55 25 1.375 55 30 1.650 55 35 1.925
10 2,3 3,9 55 25 1.375 55 30 1.650 55 35 1.925
20 2,7 4,7 60 30 1.800 60 35 2.100 60 40 2.400
50 3,9 6,2 65 35 2.275 65 40 2.600 65 45 2.925
100 5,4 6,2 70 40 2.800 70 45 3.150 70 55 3.950
300 7,8 7,7 80 50 4.000 80 60 4.800 80 75 6.000
500 9,7 7,7 90 60 5.400 90 70 6.300 90 85 7.650
1.000 11,7 10,8 100 70 7.000 100 85 8.500 100 105 7.650
2.000 15,5 12,3 130 80 10.400 130 110 14.000 150 150 10.500
3.000-4.000 19,4 15,2 150 100 15.000 150 140 21.000 150 180 -
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. Jakarta)

2.3 Landasan Teori


Regionalisme hadir pada suatu masa dimana Arsitektur Modern
berusaha memutuskan diri dengan konteks masa lalu, baik dengan ciri
maupun sifat–sifatnya. Pada periode setelahnya, muncul suatu paham

140
idealisme yang bertujuan menemukan tautan antara paham Modernisme
yang berkembang dengan konteks daerah setempat, sebagai akibat dari
krisis identitas yang terjadi, satu diantaranya adalah Regionalisme.
Paham tersebut berkembang pada masa Modernisme yang berpihak
pada ciri kedaerahan, yang berkaitan dengan iklim, budaya setempat, serta
teknologi yang digabungkan antara Modern dengan lokal. Menurut Curtis
(1985), Regionalisme menumbuhkan sebuah harapan bahwa wujud
Arsitektur yang dihasilkan dapat memiliki sifat abadi, serta melebur
menjadi satu antara yang lama dengan kekinian, sebagai bagian dari
universal, namun tetap mengutamakan aspek citra daerah setempat.

2.4 Konsep Pendekatan


2.4.1 Arsitektur Regionalisme
2.4.1.1 Defenisi Arsitektur Regionalisme:
Arsitektur Regionalisme merupakan gerakan pada bidang arsitektur
yang melawan kekosongan identitas pada arsitektur modern dengan
geografis konteks bangunan. Arsitektur regionalisme juga dikatakan
sebagai percampuran antara arsitektur modern dengan arsitektur tradisional.

2.4.1.2 Sejarah Arsitektur Regionalisme:


Arsitektur Regionalisme lahir dari dari usaha untuk memunculkan
identitas dari kekosongan arsitektur modern. Arsitektur regionalisme
berusaha untuk meninggalkan ke-universal-an arsitektur modern dan ingin
memunculkan identitas daerah di mana arsitektur itu berada.
Arsitektur regionalisme diperkirakan mulai berkembang pada tahun
1960 sebagai salah satu perkembangan arsitektur modern yang mempunyai
perhatian besar pada ciri kedaerahan. Kesederhanan yang diangkat oleh
regionalisme erat kaitannya dengan budaya setempat, iklim dan teknologi.
Regionalisme merupakan penyatuan antara arsitektur lama dengan
arsitektur baru.
Menurut William Curtis, regionalisme diharapkan dapat
menghasilkan bangunan yang bersifat abadi, menyatu antara yang lama dan
yang baru, antara regional dan universal. Menurut Kenzo Tange,

141
regionalisme selalu melihat ke belakang, tetapi tidak sekedar menggunakan
karakteristik regional untuk mendekor tampak bangunan.
Menurut Budiharjo (1997), regionalisme harus dilihat bukan sebagai
suatu ragam atau gaya melainkan sebagai cara berfikir tentang arsitektur,
tidaklah menjalur tunggal tetapi menjalar dalam berbagai jalur.

2.4.1.3 Jenis Arsitektur Regionalisme:


Terdapat 3 jenis utama dalam arsitektur regionalisme (Goodwin,
1998), yakni:
a) Vernacular Regionalism:
Merupakan arsitektur berdasarkan kebutuhan lokal dan
menggunakan material konstruksi, dan merefleksikan tradisi lokal.
Vernacular regionalism cenderung pada evolusi untuk
merefleksikan lingkungan, kebudayaan, teknologi dan konteks
sejarah yang ada. Contoh dari vernacular regionalism adalah iglo,
Kota Inca, dan pondok-pondok tradisional seperti pondok Zulu.
Vernacular regionalism terbagi menjadi dua yaitu; Conservative
Regionalism dan Interpretative Regionalism.

1. Conservation Vernacularism:
Conservative Vernacularism merupakan arsitektur vernacular
regionalism yang menggunakan wujud arsitektur tradisional
secara utuh dengan tetap melakukan adat-istiadat yang memang
harus dilakukan. Arsitektur yang sudah tidak dipedulikan oleh
masyarakat seperti teknologi tradisional, material lokal, dan
lingkungan alam sekitar. Inti dari vernakular konservatif adalah
membawa arsitektur tradisional, dan tradisi dalam membangun
untuk menghindari dari kepunahan. Contoh dari arsitektur
conservative vernacularism di Indonesia adalah bangunan-
bangunan tradisional khas daerah di daratan pulau Flores dan
Propinsi Nusa Tenggara Timur.

142
Gambar 2.62 Rumah Adat Mbaru Niang Suku Wae Rebo Manggarai-Pulau Flores
(https://arsitektur12ruangdalam50muliana.wordpress.com/2015/05/08/mbaru-niang-rumah-
tradisional-suku-wae-rebo-pulau-flores/). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Gambar 2.63 Rumah Adat Kampung Bena Bajawa-Pulau Flores


(https://bobo.grid.id/read/08676809/kampung-bena-perkampungan-adat-tertua-di-nusa-tenggara-
timur). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Gambar 2.64 Rumah Adat Musa Laki Suku Lio Ende-Pulau Flores
(https://budaya-indonesia.org/RUMAH-MUSALAKI-RUMAH-ADAT-DARI-NUSA-TENGGARA-
TIMUR-NTT). Diakses tanggal 23 Maret 2019

143
Gambar 2.65 Rumah Adat Lepo Gete Suku Sikka (Kiri) dan Raja Sikka (Kanan) Maumere-
Pulau Flores
(http://blog.davestpay.com/berita/tours/726/yuk-intip-rumahrumah-adat-maumere.html). Diakses
tanggal 23 Maret 2019

Gambar 2.66 Rumah Adat Kiwang Ona Suku Adonara-Pulau Flores


(https://www.flickr.com/photos/125605764@N04/16011281213). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Gambar 2.67 Rumah Adat Uma Mbatangu Suku Sumba-Pulau Sumba


(https://voxntt.com/2018/09/20/ancaman-ekologis-dan-sosial-budaya-masyarakat-sumba/34440/).
Diakses tanggal 23 Maret 2019

144
Gambar 2.68 Rumah Adat Lopo Suku Timor-Timor Tengah Selatan
(https://www.kompasiana.com/prof_yusufhenuk/54f376117455137e2b6c77c1/rumah-adat-pulau-
timor-lopo-di-tts-bukan-sekadar-gubuk). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Prinsip Desain Conservative Regionalism:


 Fungsi dan ruang sesuai dengan adat istiadat.
 Struktur, material dan tahapan konstruksi sesuai dengan
yang telah ditentukan adat.
 Bentuk dan tampilan merupakan murni bangunan
tradisional.
 Utilitas masih tradisional.

2. Interpretative Vernacularism:
Interpretative vernacularism juga bisa disebut dengan neo
vernacular. Pendekatan ini muncul untuk membawa arsitektur
vernakular pada era baru dan fungsi yang kontemporer.
Aplikasinya terdapat pada pariwisata dan budaya, dimana
teknologi yang tidak ada hubungannya dengan budaya daerah
dimanfaatkan untuk membawa kenyamanan modern,
kemudahan konstruksi dan infrastruktur dan utilitas modern.

145
Gambar 2.69 Sea World Club Beach Resort Maumere sebagai contoh Interpretative
Regionalism
(http://www.flores-seaworldclub.com/). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Prinsip desain interpretative regionalism:


 Fungsi dan ruang bisa disesuaikan dengan tujuan
pembangunan.
 Struktur, konstruksi dan utilitas disesuaikan mengikuti
zaman.
 Material menyerupai arsitektur tradisional setempat.
 Massa dan tampilan mengikuti arsitektur tradisional
tanpa mengalami transformasi atau banyak perubahan.

b) Modern Regionalism:
Regionalisme lahir dari sebuah gerakan yang menolak dengan
internasionalism dan modernism. Hal ini karena modernisme sangat
berkaitan dengan kualtias material bangunan, struktur yang mahal,
dan fungsi dari bentuk yang menegakkan bangunan. Banyak arsitek
yang ingin mengadopsi pendekatan regional sehingga untuk
mencapai regionalisme, modernisme menawarkan teknik untuk
mengatasi permasalahan dan menawarkan cara dan syarat keindahan
untuk digunakan.

146
Gambar 2.70 Bangunan baru Kantor Bupati Kabupaten Sikka
(https://www.cendananews.com/2018/10/pembangunan-kantor-bupati-sikka-dilanjutkan.html).
Diakses tanggal 23 Maret 2019

Gambar 2.71 Bangunan Kantor DPRD Kabupaten Sikka


(https://www.indoplaces.com/mod.php?mod=indonesia&op=view_region&regid=3635). Diakses
tanggal 23 Maret 2019

Suha Ozkan dalam Goodwin (1998) membagi Modern


Regionalisme menjadi dua bagian, yaitu:
1. Concrete Regionalism (Regionalisme Konkrit):
Concrete Regionalism meliputi semua pendekatan pada ekspresi
daerah dengan mencontoh bagian atau seluruh bangunan di
daerah tersebut. Apabila bangunan tersebut sarat dengan nilai

147
spiritual maupun perlambangan yang sesuai, maka bangunan
akan lebih bisa diterima di dalam bentuk yang baru dengan
memperlihatkan nilai-nilai yang melekat pada bentuk aslinya.
Hal-hal yang penting adalah mempertahankan kenyamanan pada
bangunan baru yang ditunjang dengan kualitas bangunan lama.
Prinsip desain Concrete Regionalism
 Fungsi, struktur, material dan utilitas dapat disesuaikan
dengan perkembangan zaman.
 Ekspresi bangunan terlihat modern.
 Terapat elemen-elemen dari bangunan yang
mengadaptasi dari wujud arsitektur tradisional setempat
dan mengalami transformasi menjadi wujud yang baru.
 Merespon kondisi iklim dan geografis setempat.

2. Abstract Regionalism (Regionalisme Abstrak)


Abstract regionalism adalah penggabungan unsur-unsur abstrak
bangunan seperti masa, solid dan void, proporsi, sense of space,
pencahayaan dan prinsip-prinsip struktur dalam bentuk yang
telah diolah dari bangunan lama ke dalam bangunan yang baru.
Prinsip desain Abstract Regionalism
 Fungsi, struktur, material dan utilitas dapat disesuaikan
dengan perkembangan zaman.
 Bentuk-bentuk abstrak dalam bangunan daerah seperti
pencahayaan, besaran ruang, proporsi atau nilai-nilai lain
dimasukkan kedalam bangunan baru.
 Sistem struktur, utilitas dan material mengikuti
perkembangan zaman.
 Merespon iklim dan geografi setempat.

c) Critical Regionalism:
Critical Regionalism adalah sebuah pendekatan arsitektur yang
melawan kurangnya makna dalam arsitektur modern dengan

148
menggunakan kekuatan kontekstual dalam memberi makna dan
kesan sebuah tempat. Critical regionalism tetap berakar dari
arsitektur modern namun lebih menyesuaikan dengan konteks
geografi dan budaya setempat. Salah satu contoh critical regionalism
adalah Church of Light karya arsitek Jepang, Tadao Ando yang
mendaptasi nilai-nilai dari agama Zen di Jepang yang mengajarkan
tentang kesederhanaan dan kekosongan.

Gambar 2.72 Church Of Light Karya Tadao Ando


(https://www.archdaily.com/101260/ad-classics-church-of-the-light-tadao-ando). Diakses tanggal
23 Maret 2019

Prinsip desain Critical Regionalism:


 Fungsi, material, struktur dan utilitas mengikuti
perkembangan zaman.
 Ekspresi bangunan terlihat modern dengan elemen-
elemen tertentu yang mengadaptasi dari nilai-nilai
budaya setempat.
 Merespon kondisi iklim dan geografi setempat.

149
Gambar 2.73 Taksonomi Arsitektur Regionalisme (Budihardjo, 1997)
(http://visualheritageblog.blogspot.com/2011/04/masalah-regionalisme-dalam-desain.html).
Diakses tanggal 23 Maret 2019

2.4.2 Strategi Desain


Arsitektur Regionalisme merupakan gerakan arsitektur yang
melawan kekosongan identitas dan makna pada arsitektur modern sehingga
mengadaptasi nilai-nilai atau wujud dari arsitektur setempat. Terdapat
beberapa jenis pada arsitektur regionalisme menurut para ahli namun
penulis memilih arsitektur regionalisme modern untuk diterapkan pada re-
desain Bandar Udara Frans Seda yang direncanakan.
Alasan dipilihnya arsitektur regionalisme modern adalah karena
secara prinsip bangunan yang memiliki fungsi Bandar Udara dapat
diwadahi dengan arsitektur regionalisme modern. Selain itu arsitektur
regionalisme modern dapat membawa wujud baru dari arsitektur tradisional
sehingga dapat membawa edukasi kreatif pada bangunan kepada
masyarakat.
Bangunan Bandar Udara Frans Seda yang direncanakan
menggunakan arsitektur setempat atau arsitektur regionalisme wilayah
Flores dan diadaptasi dari budaya masyarakat Flores untuk menggambarkan
bangunan sebagai salah satu bentuk pengenalan atau identitas melalui
sarana transportasi Bandar Udara.

150
2.5 Studi Kasus Preseden Bandar Udara
2.5.1 Preseden Bandar Udara Internasional dan Domestik di Indonesia
NO. ASPEK BANGUNAN I BANGUNAN II
1. ARSITEKTURAL

New Yogyakarta International


Airport
Soekarno Hatta International Konsep: Arsitektur Lokal
Airport
Konsep: Arsitektur Lokal dan Lokasi : Kulon Progo Yogyakarta,

Arsitektur Post-Modern Indonesia

Lokasi : Jakarta, Indonesia Massa Bangunan : Mengikuti

Massa Bangunan : Orientasi dari Konfigurasi Site

bentuk lingkungan Design : Peerintah D.I.Yogyakarta

Design : Paul Andreu Luas Area : 11.290 m2

Luas Area : 81 Km2 Digunakan : dalam proses


Underconstruction
Digunakan pada tahun 1985
2. ANALISIS
ARSITEKTURAL:

WUJUD

Indentitas Arsitektur Lokal dan


Kebun Tropis di antara Lounge Sebagai wujud identitas kedaerahan
Bandara menekankan pada yang ditampilkan pada fasad dan
hubungan simbiosis dengan alam. naungan bangunan, yang memberi
kesan pengenalan identitas
D.I.Yogyakarta.
DIMENSI

Dengan Skala Kontekstual, Dengan skala identitas Bangunan


Bangunan Bandara Soekarno- Bandara NYIA Yogyakarta, di
Hatta mencerminkan suatu karya jadikan sebagai Bandara Etalase
yang mengagumkan dan Seni dan Budaya pertama di
mempunyai identitas. Indonesia.
WARNA Penggunaan warna yang cerah Penggunaan warna yang asli dari
juga merata dan hanya material porifered metal dengan

151
mengandalkan warna dari material finishing cat untuk pewarnaan
sekaligus sebagai pembeda jenis utilitas disesuaikan dengan fungsi
struktur dan utilitas dalam utilitas masing-masing.
mempermudah memahami
kegunaanya secara efektif.
TEKSTUR

Menampilkan Fasad Bangunan Menampilkan ekspresi seni dan


apa adanya pada komponen budaya setempat pada Fasad
elemen fasad bangunan, Lebih Bangunan,Lebih kontekstual dan
Transparan sehingga kesan jujur menjadi seperti Etalase yang
identitas Arsitektur Lokalnya memperlihatkan Kearifan Lokal
dapat terealisasikan. daerah.
SIRKULASI

Sirkulasi para penumpang dibuat Sirkulasi Para penumpang dibuat


seperti mengikuti flow bangunan dengan perbedaan level lantai
sehingga mempermudah sesuai dengan fungsi masing-
pembagian sirkulasi antara maing.
penumpang internasional dan
nasional.
POLA RUANG
DALAM

Ruang ruang untuk fasilitas publik Fasilitas publik banyak dipisahkan


banyak ditempatkan yang mudah oleh retail –retail seperti penjualan
dijangkau penumpang. oleh oleh dan lainya, antar ruang
pun dibuat seperti mengikuti pola
sirkulasi pengunjung sehingga
pengunjung dapat mudah

152
mengakses setiap ruang yang ada di
bandara.
POLA RUANG
LUAR

Tepatnya depan gate ditujukan Akses Arrival Curb pada area


untuk mengarahakan penumpang Bandara memberi kesan dengan
masuk kebandara dan drop out adanya Etalase Seni kearifan lokal
penumpang dengan area tengah yang di ekspos.
dari bandara merupakan Kebun
Tropis diantara Lounge Bandara.
STRUKTUR

Struktur dan kontruksi merupakan Struktur dan kontruksi merupakan


konsep desain Yang direalisasikan konsep desain Yang direalisasikan
melalui metode prapabrikasi melalui metode prapabrikasi desain
desain industri.Material yang industri.Material yang digunakan
digunakan sudah melalui pabrikasi sudah melalui pabrikasi space truss
space truss sehingga sangat mudah sehingga sangat mudah untuk
untuk membentuk struktur. membentuk struktur.
UTILITAS

Menggunakan eskalator untuk Untuk mempermudah penumpang


mempermudah pengunjung yang membawa bagasi sampai di area
membawa barang/bagasi dan juga pemeriksaan ticketing dan terdapat
sistem plumbing yang di tata rapi bukaan pada atap bangunan, guna
melalui kolom-kolom struktur memanfaatkan intensitas cahaya
namun tetap di perlihatkan. matahari.
(Google.com). Di Akses tanggal 23 Maret 2019

153
2.5.2 Preseden Bangunan Bandara Internasional dan Domestik di Luar
Negeri
2.5.2.1 Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand:

Gambar 2.74 Bangunan Terminal Bandara Suvarnabhumi


(https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Suvarnabhumi). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Nama : Suvarnabhumi Airport


Kode IATA : BKK
Kode ICAO : VTBS
Koordinat : 13o41`33``N 100o45`00``E
Kapasitas : 45 Juta Orang/Tahun
Panjang Runway : 4.000 meter dan 3.700 meter
Konsep Terminal : Central

Bandara Internasional Suvaranbhumi yang memiliki arti Golden


Land ini adalah Bandara internasional yang melayani Kota Bangkok,
Thailand, dan merupakan bandara baru untuk menggantikan Bandara
internasional Don Mueang. Bandara ini resmi di buka untuk penerbangan
terbatas pada tanggal 15 September 2006, dan di buka untuk semua rute
domestik dan internasional pada tanggal 28 September 2006.
Kode Nama BKK diturunkan dari Nama Don Mueang setelah
bandara lama itu meniadakan penerbangan internasionalnya. Bandara ini
terletak di Racha Thewa di Distrik Bang Phli, Propinsi Samut Prakan,

154
sekitar 25 km sebelah timut Bangkok. Nama Suvarnabhumi dipilih sendiri
oleh Raja Bhumibol Adulyajed, merujuk pada kerajaan emas yang diduga
berada di Asia Tenggara. Bandara ini didesain oleh Helmut Jahn dari
Murphy/Jahn Architects.

Gambar 2.75 Interior Bandara Suvarnabhumi


(https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Suvarnabhumi). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Bandara ini mempunyai Menara kontrol tertinggi di dunia (132,2


meter). Luas terminal bandara sekitar 563.000 m2, juga menjadikannya
sebagai bandara yang mempunyai luas terminal tunggal kedua di dunia
dibawah Bandara Internasional Hongkong. Di Asia, bandara ini menjadi
bandara tersibuk keempat dan juga merupakan pertemuan jalur kargo yang
utama.

Gambar 2.76 Menara Kontrol Bandara Suvarnabhumi


(https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Suvarnabhumi). Diakses tanggal 23 Maret 2019

155
Bandara ini memiliki Gaya arsitektur modern, dengan mayoritas
warna metalik dan dan ekspos pada struktur kerangka dan penyangga.
Bandara ini juga banyak menggunakan kaca untuk menunjukan Gaya
arsitekturnya. Untuk mengimbangi modernitasnya, bandara ini
menambahkan instalasi seni yang bergaya khas budaya Thailand berupa
bentuk Paviliun dan patung para Dewa, serta Diorama Asura dalam adegan
Samudramantana.

Gambar 2.77 Paviliun di Lantai Empat Bandara Suvarnabhumi


(https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Suvarnabhumi). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Bandara ini memiliki beberapa fasilitas, antara lain berbagai


restoran makanan siap saji dari berbagai jaringan kuliner internasional,
makanan Asia atau Thailand, dan juga beberapa restoran dan took yang
buka 24 jam di area keberangkatan (Komersial Departure), bahkan terdapat
pula Mushola yang sangat representative di lantai tiga.

Gambar 2.78 Patung Para Dewa dan Diorama Asura dalam Adegan Samudramantan pada
area Interior Bandara Suvarnabhumi
(https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Suvarnabhumi). Diakses tanggal 23 Maret 2019

156
2.5.3 Preseden Bangunan dengan Penerapan Konsep Arsitektur
Regionalisme
2.5.3.1 Masjid Raya Agung, Sumatera Barat:

Gambar 2.79 Masjid Raya Agung, Sumatera Barat


(Google Image.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Gambar 2.80 Masjid Raya Agung, Sumatera Barat


(Google Image.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Masjid raya Sumatera Barat atau dikenal juga dengan sebutan


masjid Mahligai Minang ini merupakan masjid terbesar di Sumatera Barat.
Masjid ini merupakan hasil rancangan arsitek Rizal Muslimin, yaitu
pemenang sayembara desain Masjid Raya Sumatera Barat. Konstruksi
bangunan dirancang menyikapi kondisi geografis sumatera barat yang
beberapa kali di guncang gempa berkekuatan besar.

Gambar 2.81 Bentuk Respon terhadap iklim pada desain Masjid Raya Agung,
Sumatera Barat
(Google Image.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

157
Arsitektur masjid mengikuti tipologi arsitektur Minangkabau
dengan ciri bangunan berbentuk gonjong, jika dilihat dari atas, masjid ini
memiliki 4 sudut lancip yang mirip dengan desain atap rumah gadang,
hingga ukiran minang dan kaligrafi pada dinding bagian eksterior masjid.
Selain untuk beribadah, Masjid Raya Sumatera Barat yang memiliki
kapasitas 20.000 jamaah ini juga di rancang sebagai shelter lokasi evakuasi
korban tsunami yang ada di lantai 2 dan 3. Unsur daerah selain bentuk yang
di adopsi dari bentuk rumah tradisional Minangkabau adalah motif kain
khas minangkabau yang di aplikasikan pada fasad atau tampilan bangunan.

Gambar 2.82 Fasad Masjid, Transformasi dari Motif kain Minangkabau


(Google Image.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

2.5.3.2 Casablancka Residence, Bali:

Gambar 2.83 Bangunan Casablancka Residence, Bali


(Archdaily.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

158
Casablancka Residence merupakan sebuah rumah di daerah
Tabanan, Bali yang dirancang oleh Budi Pradono Architects.

a) Site:
Berada di daerah persawahan dipinggir sungai Kelating, Tabanan,
Bali.

b) Program Ruang:
Penerapan Konsep Arsitektur Regionalisme pad rumah ini,
mengadaptasi dari konsep arsitektur Bali. Program ruang
mengusung konsep Tri Mandala, yaitu konsep spasial yang
menggambarkan tiga bagian alam, dari Nista Mandala (dunia luar
dan bawah), Madya Mandala (dunia tengah menengah), dan Utama
Mandala (wilayah suci paling dalam dan paling penting). Sisi
Tengah merupakan ruang akasaka atau ruang kosong atau Zen yang
dijadikan tempat bermain atau berkumpul. Selain konsep Tri
Mandala, bangunan ini juga menggunakan konsep Sangan Mandala,
yaitu konsep spasial mengenai arah yang membagi area menjadi
Sembilan bagian sesuai dengan delapan arah utama dan pusat atau
titik puncak. Konsep ini terdiri dari beberapa paviliun yang terpisah
dan penempatannya selalu diatur ke arah tengah.

Gambar 2.84 Konsep Program Ruang pada bangunan Casablancka Residence, Bali
(Archdaily.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

159
c) Struktur Konstruksi:
Konsep bangunan menggunakan transformasi bangunan tradisional
Bali yang diberi Nama Taring. Taring merupakan bangunan
sementara yang terbuat dari bambu yang biasanya dibuat untuk
acara khusus seperti pernikahan, kremasi dan lain-lain. Hal yang
paling penting dalam konsep ini adalah pemisahan antara lantai,
dinding dan struktur atap yang saling berdiri sendiri. Hal tersebut
ditransformasikan dengan penggunaan material yang berbeda pada
setiap elemen seperti keramik pada lantai, bata pada dinding, dan
bambu pada atap dan setiap elemen juga dapat berdiri sendiri.

Gambar 2.85 Taring Pada Upacara Adat di Bali


(Google Image.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

Dalam konsep material, bangunan ini menggunakan material alam


sehingga terkesan sederhana dan ramah lingkungan. Penggunaan
batu bata tidak hanya disusun hotizontal namun dibuat secara zigzag
sehingga terlihat lebih dinamis. Strukutr Atap menggunakan
bamboo dan dibuat menyerupai gunung agar pencahayaan alami
dapat masuk melalui atap dan dapat menjadi interaksi antara
penghuni dan langit.

160
Gambar 2.86 Penggunaan Material yang bersifat Natural
(Google Image.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

d) Respon Iklim dan Geografi:


Sebagai respon klimatik di Bali yang merupakan daerah tropis
bangunan ini memaksimalkan penghawaan dan pencahayaan alami.
Penghawaan dan pencahayaan alami direspon dengan banyaknya
bukaan pada dinding bangunan. Penggunaan kipas angin sebagai
pengganti AC pada ruang-ruang publik untuk mengusir hawa panas.
Selain itu bangunan juga merespon tapak dengan baik dengan Cara
mengikuti kontur tanah yang miring.

2.5.3.3 Hotel Ananta Legian, Bali:

Gambar 2.87 Bangunan Hotel Ananta Legian, Bali


(Archdaily.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

161
Ananta Legian Hotel merupakan bangunan hotel yang berada di
daerah Legian, Bali. Hotel ini di rancang oleh PT. Airmas Asri pada tahun
2012. Hotel ini menggunakan konsep arsitektur dan budaya Bali. Ananta
Legian Hotel berada di belakang pantai Legian dan dikelilingi oleh
bangunan pemukiman dan bangunan Hostelery. Hal ini membuat posisi
bangunan hotel mendapatkan view yang kurang maksimal.

a) Bantuk Bangunan:
Pada area Lobby bangunan hotel ini terinspirasi dari candi Bentar
yang disebut Kori Agung, yang difungsikan sebagai gerbang. Pada
tangga besar yang menghubungkan Area Lobby dengan lantai
bawah, mengekspresikan suasana seremonial dalam upacara di Bali
untuk menyambut Imam Besar. Ukiran-ukiran pada dinding area
Lobby bangunan hotel, diambil dari hiasan bunga pada mahkota
penari Legong yang di lukis oleh pelukis Bali yang memiliki makna
dan di tuangkan dalam ukiran GRC dinding. Ukiran-ukiran pada
dinding dengan material GRC ini, berfungsi sebagai Secondary Skin
yang dapat mereduksi panas matahari.

Gambar 2.88 Analogi Transformasi Candi Bentar yang diterapkan pada Area Lobby
bangunan Hotel
(Archdaily.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

162
Gambar 2.89 Motif yang diterapkan pada Secondary Skin Area Lobby bangunan Hotel
(Archdaily.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

b) Respon Iklim dan Geografi:


Untuk merespon site yang memiliki view kurang maksimal, maka
bangunan hotel ini, menciptakan view bangunan ke dalamsite
dengan membuat ruang terbuka di tengah hotel dengan penghijauan
dan vegetasi pada bagian pinggir dan Unsur air di kolam pada bagian
tengah, sehingga menciptakan suasana lembah Bali “Ngarai”.

Gambar 2.90 penghijauan berupa vegetasi dan unsur air yang ada di tengah bangunan hotel
(Archdaily.com). Diakses tanggal 23 Maret 2019

163
Respon klimatik pada bangunan ini menggunakan Secondary Skin
pada tiap bangunan yakni ukiran Lukisan Bali pada area Lobby dan
ruang komunal di bagian Roof Top dan elemen kayu yang disusun
secara horizontal pada fasad bangunan. Selain itu pada setiap kamar
juga terdapat bukaan jendela untuk merespon cahaya dan udara yang
masuk (penghawaan alami). Penggunaan unsur air dan vegetasi di
area tengah tapak bangunan, juga dapat mengurangi atau mereduksi
suhu panas matahari dan meminimalkan penggunaan AC (Air
Conditioner).

2.5.4 Kesimpulan
Arsitektur Regionalisme merupakan gerakan arsitektur yang
melawan kekosongan identitas dan makna pada arsitektur modern, sehingga
mengadaptasi nilai-nilai atau wujud arsitektur setempat. Terdapat beberapa
jenis penerapan pada arsitektur regionalism menurut pendapat para ahli.
Namun peneliti memilih Arsitektur Regionalisme Modern yang
akan diterapkan pada Re-Desain Bandar Udara Frans Seda, Kabupaten
Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur yang akan dirancang. Alasan
dipilihnya Arsitektur Regionalisme Modern, secara prinsip perancangan
sebuah Bandara sebagai salah satu alat transportasi dan pintu gerbang ke
suatu wilayah, ada korelasi dan dapat diwadahi dengan arsitektur
regionalism modern.
Selain itu, Arsitektur Regionalisme Modern dapat membawa wujud
dari Arsitektur Tradisional daerah setempat, sehingga dapat
mengekspresikan identitas daerah yang membawa nilai edukasi kreatif dari
ciri khas tampilan bangunan kepada masyarakat pada umumnya.
Re-Desain bangunan bandara Frans Seda yang direncanakan,
menggunakan Arsitektur Lokal kedaerahan yang ada di wilayah pulau
Flores dan wilayah yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Timur, serta
menggunakan Arsitektur Modern, untuk di adaptasi sebagai ekspresi
indentitas daerah melalui bentuk bangunan bandara sebagai pintu gerbang

164
yang ditujukan kepada masyarakat yang datang mengunjungi daerah
tersebut.
Prinsip Desain Arsitektur Regionalisme Modern, yang akan
diterapkan pada bangunan Bandara ini adalah;
 Menggunakan Struktur dan Utilitas dengan teknologi
modern serta dapat merespon iklim dan kondisi tapak site
dengan baik.
 Mengadaptasi Arsitektur Daerah setempat dan Nusantara
baik konkrit maupun abstrak dengan menerapkan unsur
material daerah dan prinsip-prinsip social dan budayanya ke
dalam gubahan Massa, tapak site, zona ruang dan fasad
bangunan bandara.
 Mengadaptasi budaya transportasi di Indonesia menjadi
wujud elemen arsitektur pada bangunan bandara.

165
BAB III
METODE PERANCANGAN

3.1 Metode Perancangan


Metode merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau
metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk
meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang
memerlukan jawaban. Sedangkan Metode Perancangan dapat diartikan
sebagai cara atau pendekatan yang digunakan dalam merancang bangunan.
Dalam melakukan suatu proses perancangan, dibutuhkan salah satu metode
yang dapat memudahkan perancangan dalam mengembangkan ide
perancangan, yaitu Metode Deskriptif analisis.
Metode ini merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Sujana dan
Ibrahim dalam Soendri). Tahapan metode ini dimulai dengan paparan peristiwa

dan kejadian di lapangan saat ini sehingga menghasilkan suatu pola


perencanaan kemudian dilakukan beberapa tahapan analisis dengan
dilengkapi studi literatur yang mendukung teori.
Metode yang digunakan dalam me-redesain Bandara Udara Frans
Seda, lebih menekankan pada penjelasan secara deskriptif kualitatif
mengenai objek rancangan dan permasalahan yang melatar belakanginya,
kemudian dikembangkan dengan teori yang menjadi standar dalam
perancangan Bandar Udara.

3.1.1 Deskripsi Kualitatif


Ide Perancangan diperoleh dari hasil analisis Issue pengembangan
akses dan jaringan transportasi khususnya transportasi udara yang ada di
daerah Kabupaten Sikka, menurut Pemerintahan Daerah setempat,
kemudian dari data RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
Daerah Kabupaten Sikka, serta mendorong kemajuan perekonomian daerah

166
dan mempromosikan pariwisata yang ada di daerah kabupaten sikka,
daratan flores, beserta wilayah daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Permasalahan umum yang muncul adalah bagaimana menyediakan
infrastruktur, sarana dan prasarana transportasi yang mampu mewadahi
Rencana Pembangunan Daerah dan mendukung perkembangan pariwisata
sebagai ekspresi identitas dari daerah, sehingga persyaratan infrastruktur
dapat terpenuhi.
Tahap awal di mulai dari kenaikan kelas atau tipe bandara menjadi
bandara kelas II, kemudian perluasan bandara Frans Seda, Maumere dan
pelebaran landasan pacu dari 2.250 meter menjadi 2.500 meter, Bandara
Frans Seda, Maumere mendapatkan penghargaan khusus Pariwisata Tahun
2016, di Unit Penyelengara Bandara Kelas II se Indonesia dan menjadi
Bandara dengan Unit Penyelengara Bandar Udara (UPBU) Kelas II urutan
ke-7 terbaik Indonesia dari 20 UPBU.
Selain itu bandar udara Frans Seda, Maumere juga sedang
melakukan evaluasi dan pembenahan struktur pekerjaan khususnya di
bagian Personil Aviation Security, dan Pelebaran Runway Strip sekitar 400
meter, maka pada tahun 2022 bandara Frans Seda, Maumere dapat melayani
Pesawat Boeing 737-800, sehingga bisa langsung Direct ke Jakarta.
Bandara Frans Seda, Maumere merupakan Bandara tersibuk kedua yang ada
di wilayah pulau Flores dan menjadi bandara alternative untuk bandara
Internasional El-Tari Kupang yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

3.1.2 Rumusan Ide


Tahapan pencarian ide dalam me-redesain Bandar Udara Frans
Seda berawal dari beberapa permasalahan yang ada. Perancangan yang
terjadi akan memicu timbulnya sebuah ide perancangan pada objek, yaitu
meningkatnya jumlah penumpang, peningkatan pariwisata daerah, serta
beberapa faktor lain. Tidak hanya itu, Landasan Pacu (Runway) di Bandar
Udara Frans Seda di perpanjang, mempengaruhi fasilitas di lingkungan
Bandar Udara akan lebih kompleks.

167
Tahapan pencarian ide dalam perancangan Bandar Udara Frans Seda
berawal dari beberapa permasalahan yang ada. Permasalahan yang terjadi
akan memunculkan sebuah ide perancangan pada objek, yaitu Penambahan
Fasilitas Terminal Penumpang dan Fasilitas Pendukung lainnya, serta
pelebaran landasan pacu (Runway).

3.1.3 Penentuan Lokasi Perancangan


Penentuan lokasi perancangan merupakan proses awal dalam
merancang sebuah bangunan atau fasilitas infrastruktur lainnya. Dalam
penentuan lokasi perancangan, akan didapat beberapa data melalui studi
literatur dan survey lokasi guna mengetahui potensi dan permasalahan yang
ada di sekitar lokasi perancangan.
Penentuan lokasi perancangan juga harus memperhatikan peraturan
atau regulasi yang berlaku sesuai dengan zona SWP (Satuan Wilayah
Pengembangan), yang sudah di tentukan oleh Pemerintah Daerah maupun
instansi terkait.

3.1.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data


3.1.4.1 Data Awal:
Merupakan kumpulan Issue Pemerintahan Daerah, Data keadaan
wilayah, serta studi literature sebagai pendukung peneliti dalam proses
desain dan penerapan konsep perancangan Bandara. Yang perlu
diperhatikan adalah kualitas pengambilan data yang telah ditentukan
sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari data yang tidak
terpakai karena jauhnya informasi yang di peroleh dari perancangan.

3.1.4.2 Identifikasi Masalah:


Dengan mencari berbagai masalah yang terkait dengan objek
perancangan Bandara. Identifikasi Masalah dapat di peroleh dari beberapa
sumber, yaitu:

168
a) Studi Literatur:
Dari Jurnal Penelitian terkait dengan objek penelitian, surat kabar,
atau media internet yang mendeskripsikan masalah seputar objek
perancangan.

b) Pernyataan Otoritas Pemerintah Daerah Setempat:


Pernyataan yang berasal dari lingkup Perencanaan wilayah dalam
jangka waktu tertentu yang diterbitkan oleh Dinas terkait RPJMD
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah).

c) Pengamatan (Observasi Survey Lokasi):


Pngamatan yang dilakukan terkait dengan Fisik objek maupun
dengan kegiatan yang terkait dengan objek perancangan.

d) Wawancara:
Proses Interaksi langsung dengan berbagai pihak terkait dengan
objek perancangan Bandara.

e) Pengalaman:
Studi kasus terkait dengan objek perancangan yang di dapat dari
orang lain atau pengalaman pribadi.

3.1.4.3 Data Primer:


Merupakan data yang diperoleh dari prose pengambilan data secara
langsung atau survey lokasi, dengan cara mendokumentasikan langsung
baik berupa data foto, transkrip, jurnal, maupun majalah atau surat kabar.
Pengambilan data pad khasus ini dilakukan dengan cara survey lokasi secara
langsung. Data yang diperoleh secara sistematis melalui interaksi dan
wawancara langsung dengan pihak instansi terkait data yang dibutuhkan.
Pelaksanaan survey dilakukan secara langsung dengan
mendokumentasikan data dan fakta apaadanya tanpa di rekayasa. Metode
yang digunakan adalah secara Observasi Partisipatif (pengamatan terlibat),
yaitu pengamat terlibat sebagian sebagai subjek guna mengetahui aktivitas
pengguna bangunan dan ruang yang dibutuhkan dalam proses perancangan.

169
Hasil dari survey ini memperoleh data primer berupa; Luasan dan
batasan site, Kondisi kawasan sekitar site, Vegetasi pada site, Sarana dan
Prasarana sekitar site, serta Infrastruktur berupa jalan dan drainase di dalam
dan sekitar site.

Gambar 3.1 Interior Ruang Dalam Bangunan Bandar Udara Frans Seda Maumere
(Analisis Pribadi survey lokasi. Maret 2019)

Gambar 3.2 Eksterior Ruang Luar Bangunan Bandara Frans Seda Maumere
(Analisis Pribadi survey lokasi. Maret 2019)

Gambar 3.3 Kondisi Tapak di sekitar Bangunan Bandara Frans Seda Maumere
(Analisis Pribadi survey lokasi. Maret 2019)

170
Gambar 3.4 Proses Wawancara Peneliti bersama Petugas Bandara Frans Seda Maumere
(Analisis Pribadi survey lokasi. Maret 2019)

3.1.4.4 Data Sekunder:


Merupakan hasil data atau informasi yang diperoleh secara tidak
langsung dengan objek perancangan mengenai Pelayanan dan Operasional
Bandar Udara. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, baik secara teori,
pendapat ahli, maupun peraturan-peraturan dan kebijakan pemerintah
mengenai perancangan bangunan menjadi dasar perencanaan, sehingga
mampu memperdalam analisis.

3.2 Analisis Perancangan


Dalam proses re-desain harus melalui beberapa tahapan proses
analisis yang bergunan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Analisis
perancangan ini berhubungan langsung dengan obyek rancangan berupa
sarana dan prasarana, fasilitas operasional, dan terminal penumpang yang
ada di bandara Frans Seda, Maumere yang akan di re-desain yang ada
korelasinya dengan tema yang diambil yakni Pendekatan Arsitektur
Regionalisme.
Analsis Perancangan ditujukan untuk memperoleh Besaran Ruang,
Kebutuhan Ruang, Organisasi Ruang, dan Kebutuhan Fungsi Pendukung.

171
Dalam analisis perancangan harus melalui tahapan identifikasi aktivitas
yang terjadi pada objek perancangan.

3.2.1 Analisis Data


Metode ananlisis data terdapat du acara, yaitu;
a) Analisis Data Messo
Melakukan analisis langsung dalam skala lingkungan site. Analisis
mengenai kelebihan dan kekurangan lingkungan site, sehingga
mendapat respon terhadap hasil analisis tersebut.
Infrastruktur Sekitar Site
Aksesibilitas (Sirkulasi)
Analisis
Messo
Ruang Terbuka (Open Space)
Fungsi Bangunan di sekitar site
Gambar 3.5 Skema Analisis Data Messo
(Analisis Pribadi. Maret 2019)

b) Analisis Data Mikro


Melakukan analisis langsung dalam skala site. Analisis mengenai
potensi dan kekurangan pada site, sehingga mendapat respon desain
dalam aspek lingkungan, manusia, dan bangunan.

Eksisting Tapak Site


PERDA (Peraturan Daerah)

Analisis Tata Ruang Dalam dan Luar


Mikro Material
Klimatologi
Tipologi Citra Bangunan
Gambar 3.6 Skema Analisis Data Mikro
(Analisis Pribadi. Maret 2019)

172
3.2.2 Analisis Fungsi
Analisis ini bertujuan untuk menentukan fungsi ruang yang akan
digunakan pada bangunan sesuai dengan kebutuhan yang ada pada objek
perancangan. Pengelompokan fungsi ruang untuk menata pola ruang dan
kebutuhan ruang serta menata kondisi bangunan, sesuai dengan jenis
kegiatan pada re-desain Bandar Udara Frans Seda di Kabupaten Sikka,
Flores, Nusa Tenggara Timur.

3.2.3 Analisis Aktivitas


Merupakan alur aktivitas yang terjadi pada objek perancangan.
Identifikasi Kegiatan di lakukan oleh tiap Pelaku kegiatan, sehingga
mendapatkan kebutuhan ruang sesuai dengan Aktivitas yang terjadi.

Gambar 3.7 Kegiatan atau Aktivitas Bandar Udara


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

3.2.4 Analisis Pengguna


Merupakan hasil analisis yang diperoleh dari analisis pengguna
bandar udara Frans Seda. Tahap ini di lakukan melalui studi literatur
maupun dengan studi observasi dari bangunan yang memiliki fungsi yang
sama.

173
PENUMPANG PETUGAS BANDARA

Gambar 3.8 Pelaku Pengguna Bandar Udara


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

3.2.5 Analisis Kebutuhan Ruang


Merupakan pengelompokan fungsi ruang dari objek perancangan,
sesuai dengan Kegiatan atau aktivitas pengguna. Analisis kebutuhan ruang
terdiri dari kebutuhan ruang dalam dan kebutuhan ruang luar dari obyek
rancangan. Analisis kebutuhan ruang terdiri dari jenis ruang, besaran ruang,
hubungan ruang, serta pengelompokan atau zoning dari ruang yang ada di
obyek rancangan.

Gambar 3.9 Kebutuhan Ruang Bandar Udara


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

174
Kebutuhan Organisasi Besaran
Ruang Ruang Ruang

Aktivitas
Pelaku Kegiatan Sirkulasi

Gambar 3.10 Skema Program Ruang


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

3.2.6 Analisis Tapak


Proses analisis tapak dengan cara mengumpulkan data mengenai
potensi dan permasalahan yang ada di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa
Tenggara Timur. Analisis Tapak meliputi letak site dari obyek rancangan,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau Peraturan dan
Regulasi dari Pemerintah daerah Kabupaten Sikka, dan lain-lain.
Dari proses analisis tapak yang diperoleh dengan mengumpulkan
data maupun survey lokasi secara langsung, maka lebih mudah dalam mere-
desain yang mampu merespon konteks kawasan sekitar obyek rancangan.

3.2.6.1 Analisis Arsitektur Regionalisme:


Menganalisis Prinsip desain dan nilai dari arsitektur regionalisme
dari wilayah Kota kabupaten Sikka, maupun daratan pulau Flores sampai
wilayah yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Timur, yang bisa di
kembangkan dengan analisis lainnya, sehingga mampu mendapatkan
korelasi antara proses me-redesain obyek rancangan dengan pengunaan
material modern.

3.2.6.2 Analisis Persyaratan Tapak:


Analisis yang harus diperhatikan dalam me-redesain obyek
rancangan. Kaitannya dengan Potensi dan permasalahan yang ada di sekitar
tapak maupun di luar area tapak. Analisis persyaratan tapak juga harus
memperhatikan beberapa faktor seperti Kekuatan (Strenghts), Kelemahan
(Weakness), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) yang ada
pada obyek rancangan.

175
3.2.6.3 Analisis Aksesibilitas:
Merupakan akses atau ketercapaian terhadap suatu objek, pelayanan
ataupun lingkungan. Kemudahan akses tersebut diimplementasikan pada
bangunan gedung, lingkungan dan fasilitas umum lainnya. Akses menuju
objek perancangan selalu ramai dari jalan utama. Analisis aksesibilitas
sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan dalam mengatasi
permasalahan yang ada di tapak dengan beberapa pemikiran alternatif dan
mengangkat unsur tema yang dipilih.

3.2.6.4 Analisis View:


Analisis ini digunakan untuk mengetahui Cara dalam mengamati
suatu site dari sisi pengamat (View to site), seta memberi pandangan untuk
luar site (View from site) yang berhubungan dengan obyek perancangan.
Analisis view memiliki cara dalam mengamati, yaitu;
a) View Ke dalam Bangunan.
b) View Keluar Bangunan.

3.2.6.5 Analisis Kebisingan:


Analisis kebisingan digunakan untuk mengetahui seberapa besar
intensitas suara yang sesuai batas yang ditentukan serta disesuaikan dengan
fungsi kawasan terkait obyek perancangan untuk tingkat kebisingannya.
Dalam analisis kebisingan juga terdapat tiga klasifikasi kebisingan yaitu;
kebisingan tinggi, kebisingan sedang, dan kebisingan rendah.

3.2.6.6 Analisis Tautan Wilayah:


Analisis tautan wilayah digunakan untuk mengetahui keterkaitan
atau hubungan kawasan yang satu dengan lainnya pada site obyek
perancagan, sehingga dapat mengetahui keberadaan site tersebut.

3.2.6.7 Analisis Topografi:


Analsis topografi digunakan untuk mengetahui besar dari
kelerengan ataupun ketinggian dari suatu kawasan sehingga dapat

176
digunakan sebagai dasat untuk menentukan fungsi dengan peletakan daerah
yang akan dibangun.

3.2.6.8 Analisis Lingkungan:


Analisis lingkungan digunakan untuk mengetahui perkembangan
kondisi fisik berupa abiotic dan biotik yang ada di dalam site obyek
perancangan.

3.2.6.9 Analisis Iklim dan Lintasan Matahari:


Analisis ini digunakan untuk mengetahui letak dari suatu bangunan
yang dapat disesuaikan dengan lintasan matahari dan arah angin.

3.2.6.10 Analisis Vegetasi:


Analisis Vegetasi digunakan untuk mengetahui kesesuaian jenis
tanaman yang tepat dan dapat dikembangkan pada kawasan yang ada dalam
site obyek perancangan, sebagai pendukung seperti pengurang polusi dan
penunjuk arah.

3.2.6.11 Analisis Drainase:


Analisis drainase ini digunakan untuk mengetahui sistem alira air
yang ada dalam kawasan suatu obyek perancangan.

3.2.6.12 Analisis Bentuk Tatanan Massa:


Analisis Bentuk dan tampilan massa bangunan dilakukan setelah
analisis tapak, analisis Strenght, Weakness, Opportunity, dan Threat,
analisis berdasarkan fungsi, analisis pengguna, aktifitas dan kebutuhan
ruang yang telah ditentukan. Analisis ini diperoleh dari citra bangunan yang
saling mendukung.
Analisis bentuk tatanan massa bangunan ini juga diperoleh dari
fungsi, bentuk, besaran dan organisasi ruang. Hasil dari analisis ini akan di
layout dalam bentuk sketsa-sketsa dasar.

177
3.2.6.13 Analisis Struktur:
Analisis struktur digunakan untuk menganalisis penggunaan
material pada obyek rancangan dan pengaruhnya terhadap lingkungan
sekitar.

3.2.6.14 Analisis Utilitas:


Analisis utilitas digunakan untuk menganalisis kebutuhan utilitas
yang ada pada obyek rancangan sesuai dengan standart yang ditentukan dan
mendukung kinerja pelayanan dalam operasional area atau zona dalam
obyek perancangan yang maksimal.

3.2.6.15 Analisis Konsep Perancangan:


Analisis konsep perancangan digunakan untuk menganalisis
keterkaitan antara data yang di peroleh berupa regulasi dari pemerintah
daerah setempat, standar fungsi obyek rancangan dengan konsep
perancangan secara arsitektural, sehingga menghasilkan ide desain yang
sesuai dengan judul dan tema yang diangkat.

3.3 Sintesis
Merupakan pengolahan dari hasil analisis site dan program ruang,
kemudian menghubungkan antara hasil analisis site dan program ruang,
sehingga menjadi respon desain dalam proses perancangan yang akan di
terapkan. Hasil Sintesis meliputi;
a) Konsep Ruang Luar
 Konsep Tata Landscape.
 Konsep Sirkulasi.
 Konsep Tatanan Massa (Volumetric Studies).
 Konsep Layout Bangunan.
b) Konsep Ruang Dalam
 Konsep Organisasi Ruang.
 Konsep Sirkulasi Ruang Dalam.
 Konsep Layout Ruang Dalam Bangunan.

178
c) Konsep Bentuk Fasad Bangunan.
 Konsep Material tata ruang dalam (Interior) dan tata
ruang luar (Eksterior).
 Konsep Warna dan Texture tata ruang dalam (Interior)
dan tata ruang luar (Eksterior).
 Konsep Pembentuk Elemen Interior dan Eksterior.
d) Konsep Teknologi Bangunan
 Konsep pemilihan Material.
 Konsep Struktur Bangunan.
 Konsep Utilitas Bangunan.

Tata Ruang Luar Tata Ruang Dalam

Konsep Tatanan Konsep Sirkulasi


Konsep Tatanan
Massa Bangunan Ruang Dalam Organisasi Ruang
Landscape
(Volumetric Studies ) Bangunan

SINTESIS

Konsep Fasad Konsep Ornamen Konsep Struktur Konsep Utilitas


Bangunan Banguna Bangunan Bangunan

Citra Identitas Daerah Teknologi Bangunan

Gambar 3.11 Skema Sintesis


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

3.4 Metode Pendekatan Desain


3.4.1 Metode Perancangan Berdasarkan Konsep
Arsitektur regionalisme dikatakan sebagai percampuran antara
arsitektur modern dengan arsitektur tradisional. Arsitektur regionalisme
berusaha untuk meninggalkan ke-universal-an arsitektur modern dan ingin
memunculkan identitas daerah di mana arsitektur itu berada.
Dalam konsep perancangan Arsitektur regionalisme yang akan
diterapkan pada perencanaan Bandara Frans Seda Maumere, ada beberapa
metode yang digabungkan dari prinsip desain arsitektur tradisional dengan
prinsip desain arsitektur modern, sehingga menghasilkan beberapa faktor
yaitu; Vernacular Regionalism dan Critical Regionalism, dan Modern
Regionalism.

179
Dari beberapa Faktor yang mempengaruhi proses perancangan
Bandara, Penulis juga membuat strategi desain untuk metode perancangan
yang akan diterapkan.Proses Strategi desain antara lain Mengenal Identitas
melalui 5 Panca Indra, Local Wisdom, Passive Cooling, dan Modular
Sistem.

Gambar 3.12 Skema Metode Pendekatan Konsep Arsitektur Regionalisme


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

Gambar 3.13 Skema Strategi Desain dari Metode Pendekatan Konsep


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

180
3.4.2 Re-Design
Dalam proses Re-Design perlu memperhatikan dan menganalisa
lebih kritis terhadap objek perancangan yang akan di desain ulang.

Identifikasi Analisa Studi


Masalah Site Preseden

Masalah Konsep Re-Design


(Problem) Desain Bangunan

Gambar 3.14 Skema Metode Re-Design


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

3.5 Alur Proses Perancangan


Merupakan tahapan awal ide perancangan yang diperoleh dari Issue
permasalahan, kemudian dianalisis berdasarkan regulasi dan prinsip desain
terkait dengan obyek perancangan.

Gambar 3.15 Skema Alur Proses Perancangan


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

181
3.6 Alur Pola Pikir

Gambar 3.16 Skema Alur Pola Pikir


(Analisis Pribadi. Maret 2019)

182
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Eksisiting Wilayah Indonesia

Gambar 4.1 Peta Wilayah Indonesia (Warna hijau)


(https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia. Di akses tanggal 11Mei 2019)

Negara Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi


garis khatulistiwa dan berada di antara daratan benua Asia dan Australia,
serta antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia adalah
negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Nama
alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara, dengan populasi penduduk
hampir 270.054.853 jiwa pada tahun 2018.
Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan,
dengan Papua Nugini di Pulau Papua, dan dengan Timor Leste di Pulau
Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan
wilayah persatuan Andaman dan Nikobar di India. Dari Sabang di ujung
Aceh sampai Merauke di tanah Papua, Indonesia terdiri dari berbagai suku
bangsa, bahasa, dan agama.

183
Berdasarkan rumpun bangsa (ras), Indonesia terdiri atas bangsa asli
pribumi yakni Mongoloid Selatan atau Austronesia dan Melanesia, dimana
bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami
Indonesia bagian barat. Secara spesifik, suku bangsa Jawa adalah suku
bangsa terbesar dengan populasi mencapai 41,7 % dari seluruh penduduk
Indonesia.
Semboyan nasional Indonesia, “Bhineka tunggal ika” (Berbeda-
beda namun tetap satu), bermakna keberagaman sosial-budaya yang
membentuk satu kesatuan. Selain memiliki populasi penduduk yang padat
dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alamyang mendukung
tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.
Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki
warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh
kebudayaan India, Arab, Tiongkok, Eropa, dan termasuk kebudayaan
sendiri yaitu Melayu. Arsitektur Indonesia mencerminkan keanekaragaman
budaya, sejarah, dan geografi yang membentuk Indonesia seutuhnya.
Dampak dari bangsa asing datang ke Indonesia membawa
perubahan budaya dengan memberi dampak pada gaya dan teknik
bangunan. Tradisionalnya, pengaruh arsitektur asing yang paling kuat
adalah dari India. Tetapi, Tiongkok, Arab, dan sejak abad ke-19 pengaruh
Arsitektur Eropa menjadi cukup dominan. Ciri khas dari arsitektur
Indonesia Kuno masih dapat dilihat melalui rumah-rumah adat atau istana-
istana kerajaan dari tiap propinsi di Indonesia.

4.1.1 Sejarah Transportasi di Indonesia


Perkembangan transportasi dalam sejarah bergerak dengan sangat
perlahan, berevolusi dengan terjadi perubahan sedikit-demi sedikit.
Perkembangan transportasi setelah zaman industrialisasi dan inovasinya
berjalan dengan sangat cepat, dimulai dari penerapan mesin uap untuk
kereta api dan kapal laut. Penemuan selanjutnya yang sangat mempengaruhi
sistem transportasi adalah dengan adanya inovasi dari mesin turbin gas,
yang kemudian menjadi turbo jet yang digunakan pada pesawat terbang.

184
Transportasi udara baru berkembang ada zaman industrialisasi
dimana tercatat dalam sejarah Orville and Wilbur Wright pada tanggal 17
Desember 1903, berhasil membuat penerbangan pertama, perkembangan
transportasi udara kemudian berkembang pesat, dan sekarang ini digunakan
untuk transportasi jarak menengah dan panjang. Keunggulan utama
transportasi udara adalah kecepatannya, sehingga waktu bertransportasi
menjadi lebih pendek.
Sejarah penerbangan di Indonesia dimulai dengan diangkutnya
Pesawat terbang jenis Antoinette ke Surabaya menggunakan kapal laut.
Tanggal 18 Maret 1911 Gijs Kuller (orang Belanda) mendemonstrasikan
pesawat tersebut terbang di Pasar Turi Surabaya, menjadi penerbangan
pesawat bermotor pertama di Indonesia. Demonstrasinya dilanjutkan ke
Semarang, Yogya, dan Medan, lalu kemudian ke Batavia (Jakarta) dan Solo.

Gambar 4.2 Ilustrasi Penerbangan pertama di Indonesia oleh Gijs Kuller


(https://id.wikibooks.org/wiki/Moda_Transportasi/Sejarah_transportasi.
Di akses tanggal 11Mei 2019)

185
Jan Hilgers (Orang Belanda keturunan Indonesia)
mendemonstrasikan pesawat Foker Skin terbang di Surabaya, kemudian
P.A Koezminski (Orang Rusia) juga mendemonstrasikan pesawat Bleriot
Xia terbang di Batavia. Keduanya melanjutkan demonstrasi di Semarang.
Beberapa penerbangannya tidak mulus dan tidak cocok dengan iklim tropis
Indonesia.
Melihat adanya prospek yang baik bagi penerbangan sipil maupun
militer di Indonesia, maka pada tanggal 1 Oktober 1924 sebuah pesawat
jenis Foker F-7 milik maskapai penerbangan Belanda mencoba melakukan
penerbangan dari Bandara Schippol Amsterdam ke Batavia (sekarang
Jakarta). Penerbangan yang penuh petualangan tersebut membutuhkan
waktu selama 55 hari dengan berhenti di 19 kota untuk dapat sampai di
Batavia dan berhasil mendarat di Cililitan yang sekarang dikenal dengan
Bandar Udara Halim Perdana Kusuma.
Mulai dari demonstrasi penerbangan sampai dengan penggunaan
perbangan sebagai alat transportasi untuk perdagangan dan transportasi
angkutan penumpang, Pesawat udara dikenal sampai saat ini dan menjadi
salah satu alat transportasi yang di butuhkan di Indonesia. Saat ini
perkembangan transportasi penerbangan udara di Indonesia semakin besar,
namun masih ada kendala yang harus kita perhatikan dan menemukan solusi
bersama dalam mengatasinya.
Perkembangan sarana prasarana dan infrastruktur di Indonesia
perlahan dibenahi demi menunjang perekonomian pariwisata dan
pengenalan identitas daerah yang ada di setiap kepulauan di Indonesia.
Permasalahan yang ada sekarang adalah pencapaian transportasi ke
sebagian wilayah di Indonesia masih kurang terjangkau baik lewat
transportasi darat laut maupun udara.
Dengan adanya perkembangan ini, setiap titik transportasi sebagai
pintu gerbang di setiap wilayah di Indonesia harus menerapkan ekspresi
identitas daerahnya untuk memperkenalkan kepada para pendatang,
pengunjung, atau wisatawan tentang budaya daerah, juga mampu menjawab

186
masalah transportasi ke daerah-daerah yang belum terjangkau secara
maksimal.

4.1.2 Letak Wilayah

Gambar 4.3 Peta Wilayah Republik Indonesia


(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com. Di akses tanggal 11Mei 2019)

4.1.2.1 Secara Makro (Propinsi Nusa Tenggara Timur):

Gambar 4.4 Peta Wilayah Nusa Tenggara Timur


(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com. Di akses tanggal 11Mei 2019)

187
Secara Makro lokasi site berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur, yang terdiri dari beberapa pulau dengan etnis suku dan budaya
beserta pariwisata yang beragam. Propinsi ini terdiri beberapa pulau antara
lain Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Adonara,
Pulau Lembata, Pulau Rote, Pulau Sabu, Pulau Solor, Pulau Komodo, dan
Pulau Palue. Propinsi ini terdiri dari kurang lebih 550 pulau, tiga pulau
utama di Nusa Tenggara Timur adalah Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau
Timor Barat.

4.1.2.2 Secara Messo (Pulau Flores):

Gambar 4.5 Peta Wilayah Pulau Flores


(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com. Di akses tanggal 11Mei 2019)

Secara Messo lokasi site berada di Pulau Flores wilayah Propinsi


Nusa Tenggara Timur, yang secara administratif dibagi menjadi delapan
kabupaten dari barat ke timur, antara lain; Kabupaten Manggarai Barat
dengan ibukota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai dengan ibukota
Ruteng, Kabupaten Manggarai Timur dengan ibukota Borong, Kabupaten
Ngada dengan ibukota Bajawa, Kabupaten Nagekeo dengan ibukota Mbay,
Kabupaten Ende dengan ibukota Ende, Kabupaten Sikka dengan ibukota
Maumere, dan Kabupaten Flores Timur dengan Ibukota Larantuka.

188
Pulau Flores berbatasan dengan; Bagian Utara ada Laut Flores dan
Propinsi Sulawesi Tenggara, Bagian Barat ada Pulau Komodo dan Propinsi
Nusa Tenggara Barat, Bagian Timur Pulau Adonara, Pulau Solor, dan Pulau
Alor, serta Bagian Selatan ada Laut Sawu, Pulau Sumba, Pulau Rote dan
Pulau Timor.

4.1.2.3 Secara Mikro (Kabupaten Sikka):

Gambar 4.6 Peta Wilayah kabupaten Sikka


(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com. Di akses tanggal 11Mei 2019)

Secara Mikro lokasi site berada di wilayah Kabupaten Sikka, dengan


batas wilayah bagian barat ada Kabupaten Ende, bagian timur ada

189
Kabupaten Flores Timur, bagian utara ada Laut Flores, dan bagian selatan
ada Laut Sawu.

4.1.3 Lokasi Site


4.1.3.1 Lokasi Site secara Makro:

Gambar 4.7 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Sikka


(BAPPEDA Kab.Sikka. 2019)

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sikka, Nomor 2 Tahun


2011, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2012-2023, yang
tercantum dalam Bagian ke Tiga, Pasal 5 Ayat 2. Poin.h, adalah Bandara
Frans Seda sebagai bandara pengumpul dan pintu gerbang wilayah Flores.

190
Bandar Udara Frans Seda masuk dalam kategori Satuan Wilayah
Pengembangan (SWP) kawasan strategis jaringan transportasi Kabupaten.

Gambar 4.8 Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Sikka


(BAPPEDA Kab.Sikka. 2019)

4.1.3.2 Lokasi Site secara Messo:


Lokasi site Bandar Udara Frans Seda, berada di pinggiran tidak jauh
dari pusat Kota Kabupaten Sikka. Jarak dari Bandara menuju ke pusat Kota
± 3 km. Sedangkan jarak dari bandara menuju ke titik akomodasi wisata dan
kawasan permukiman Kota ± 4-6 km. Selanjutnya jarak radius lebih dari 6
km menuju ke kawasan permukiman pedesaan.

191
Gambar 4.9 Jarak Radius Bandar Udara Frans Seda, Maumere dengan Satuan Wilayah
Administratif Kota Kabupaten Sikka
(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com. Di akses tanggal 11Mei 2019)

Gambar 4.10 Letak Lokasi Site


(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com. Di akses tanggal 11Mei 2019)

Data Penunjang Letak Lokasi Site secara Messo:


A. Bandar Udara Frans Seda, Maumere.
B. Kawasan Konservasi Teluk Maumere.
C. Sea World Club Beach Resort & Dive Center.
D. Kawasan Perbukitan dan Kawasan permukiman Warga Pedesaan.
E. STFK (Sekolah Tinggi Frateran Katolik) Ledalero dan Museum
Daerah Blikon Blewut.

192
F. Kawasan Wisata Rohani Patung Bunda Maria, Nilo.
G. Kawan Perbukitan dan Kawasan Permukiman Perkotaan.
H. Kawasan Hutan Pantai Mangrove, Maumere.

Gambar 4.11 Letak Lokasi Site dengan Satuan Wilayah pengembangan Kawasan
Kabupaten Sikka
(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com. Di akses tanggal 11Mei 2019)

Data Penunjang letak lokasi site dengan Satuan Wilayah Pengembangan


Kawasan Kabupaten Sikka:
A. Bandar Udara Frans Seda, Maumere.
B. Pusat Kota (Kantor Administrasi Pemerintahan Daerah).
C. Rumah Sakit Umum Daerah Tc. Hillers, Maumere.
D. Pasar Alok, Maumere.
E. Stadion Olahraga (Gelora Samador).
F. Terminal Madawat (Transportasi Darat).
G. Hotel Silvia Bintang 4.
H. Pertokoan (Pusat Perbelanjaan).
I. Kampung Tradisional Nelayan Suku Bajo, Wuring.
J. Pelabuhan Laut L.Say, Maumere.
K. Terminal Lokaria (Transportasi Darat).
L. Kilang Minyak PT.Pertamina cabang Maumere, Kabupaten Sikka.
M. Capa Resort & Hotel, Maumere.

193
4.1.3.3 Lokasi Site secara Mikro:

Gambar 4.12 Lokasi Site Bandar Udara Frans Seda Maumere


(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com. Di akses tanggal 11Mei 2019)

Lokasi site berada di Jalan Angkasa –Maumere, Kelurahan Waioti,


Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur,
dengan total luas site sebesar 43,55 Hektar (Sudah bersertifikat) dan lahan
untuk pengembangan sebesar115,55 (Belum bersertifikat). Aturan atau
regulasi pada site terpilih berdasarkan letak dan klasifikasi bangunan
Bandar Udara Frans Seda di Kabupaten Sikka adalah sebagai berikut:
 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 75 % karena berada pada
area SWP (Satuan Wilayah Pengembangan) dengan
kepadatan sedang.
 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter dari tengah (as)
jalan.
 Koefisien Luas Bangunan (KLB) 2.
 Koefisien Dasar Hijau (KDH) 25-30 % dari total luas site.

194
Gambar 4.13 Rencana Induk Pengembangan Bandara Frans Seda, Maumere
(Analisis Pribadi berdasarkan Data dari Kantor UPBU Bandara Frans Seda, Maumere.2019)

Gambar 4.14 Rute Layanan Maskapai Penerbangan Dari dan Ke Bandar Udara
Frans Seda, Maumere
(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com. Di akses tanggal 11Mei 2019)

Rute Maskapai penerbangan (Airline) yang dilayani oleh UPBU


Bandar Udara Frans Seda adalah:
A. Bandar Udara Frans Seda Maumere-Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin Makassar (Rute pulang pergi atau transit).
B. Bandara Udara Frans Seda Maumere-Bandar Udara H. Hasan
Aerobusman Ende-Bandar Udara Soa Ngada-Bandar Udara Mbay

195
Nagekeo-Bandar Udara Frans Sales Lega-Bandar Udara Komodo
Labuan Bajo-Bandar Udara Internasional Lombok-Bandar Udara
Ngurah Rai Bali (Rute pulang pergi atau transit).
C. Bandara Udara Frans Seda Maumere-Bandar Udara Umbu Mehang
Kunda Sumba (Rute pulang pergi atau transit).
D. Bandara Udara Frans Seda Maumere-Bandar Udara Internasional El
Tari Kupang (Rute pulang pergi atau transit).
E. Bandara Udara Frans Seda Maumere-Bandar Udara Gewaya Tana
Larantuka (Rute pulang pergi atau transit).

4.1.4 Analisis Tapak Site


4.1.4.1 Analisis Peraturan Daerah:

Gambar 4.15 Analisis Perda


(Analisis Pribadi.Mei 2019)

Regulasi untuk lokasi site bandara Frans Seda adalah sebagai


berikut:
 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) = 75 %.
Luas lahan pengembangan bandar udara Frans Seda adalah
115,550 Ha. (115,550 Ha x 75%) = 86.662,5 m2.
 Koefisien Luas Bangunan (KLB) = 2.
Luas lahan pengembangan bandar udara Frans Seda adalah
2 x 115,550 Ha = 231.100 Ha. (231.100 Ha / 86.662,5 m2) = 2, 667
atau 3 Lantai.

196
 Ruang Terbuka Hijau (RTH) = 25-30%.
Luas lahan pengembangan bandar udara Frans Seda adalah
(115,550 Ha / 100%) x 30% = 34.665 Ha.
 Garis Sempadan Bangunan (GSB) = 8 meter (dari as jalan) .
 Garis Sempadan Pagar = 6 meter (dari as jalan).

Potensi Site:
 Membuat ruang terbuka hijau, pedestrian, dan halte pemberhentian
kendaraan umum pada area sempadan bangunan.
 Vegetasi sebagai barier untuk menahan kebisingan dari pesawat
terbang.
 KLB yang tersedia disana sudah mencukupi kebutuhan kegiatan
yang di perlukan kebandaraudaraan.

Masalah pada site:


 Kemungkinan area sempadan tidak termanfaatkan dengan baik.

Solusi:
 Agar area sempadan termanfaatkan dengan baik maka dijadikan
sebagai pedestrian dan halte pemberhentian angkutan umum.

Gambar 4.16 Pedestrian


(Analisis Pribadi berdasarkan Google Image.com.Mei 2019)

197
4.1.4.2 Analisis Aksesibilitas:

Gambar 4.17 Analisis Aksesibilitas


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

Jalan depan site adalah jalan utama yang menghubungkan bandara


dan pusat Kota Maumere. Pada jam sibuk operasi bandara, jalan ini akan
lumayan macet dengan volume kendaraan yang cukup padat. Jalan tersebut
adalah satu-satunya sirkulasi utama yang di lalui menuju pusat Kota
Maumere.

Potensi Site:
 Akses sirkulasi pada jalan di luar site merupakan jalan primer yang
memiliki lebar yang cukup dan lumayan tertata dengan baik,
sehingga untuk akses di luar site tidak perlu terlalu di perhatikan,
karena tinggal mengikuti pola sirkulasi yang telah ada dan di
sediakan oleh dinas perhubungan.
 Akses dan transportasi menuju lokasi mudah untuk di jangkau
walaupun tidak memiliki kendaraan pribadi.

Masalah pada Site:


 Pada jam-jam sibuk kerja bandara, jalan di depan lokasi site
mengalami peningkatan volume kendaraan.

198
 Desain jalan di sekitar area site tidak di rancang dengan
mengutamakan pejalan kaki sehingga pejalan kaki tidak nyaman
berjalan di pedestian.

Solusi:
 Memberikan jalan melingkar di jalan depan site sehingga dapat
menghindari kemacetan pada jalan dimaksut dan juga menghindari
terjadinya tabrakan antar sirkulasi kendaraan.
 Membagi jalan menjadi tiga bagian. Dua jalur adalah untuk sirkulasi
kendaraan, dan satu jalur lainnya digunakan untuk pemberhentian
sementara untuk menurunkan penumpang yang akan turun dan
menuju ke area lokasi site. Disamping jalan dapat ditempatkan
sebuah pemberhentian dan tempat tunggu bus, angkot atau taxi dan
kendaraan lainnya.

4.1.4.3 Analisis Matahari:


Kota Kupang memiliki curah hujan cukup rata sepanjang tahun dan
suhu udara yang terbilang sedang. Termasuk kota dalam zona nyaman,
dimana berada pada suhu udara minimum di kota Kupang sekitar 23,9ºC
dan suhu udara maksimum sekitar 30,2 ºC yang di rata-ratakan menjadi
26,6ºC, serta kelembaban rata-rata sebesar 86%. (Kabupaten Sikka dalam angka
2018, BPS).
Namun keadaan Kota Maumere sendiri dapat berubah, karena
perubahan kondisi lingkungan akibat pemanasan global yang saat ini masih
belum teratasi. Selain itu kondisi desain bangunan saat ini yang tengah
dibangun di sekitar site kurang dapat memperhatikan lingkungan, sehingga
diperlukan solusi desain yang dapat memberikan arahan untuk mengatasi
permasalahan tersebut agar tidak lagi menjadi perusak atau pengubah
keadaan lingkungan yang ada.
Berdasarkan klimatologi dan tingginya paparan matahari dan suhu
di area ini, maka perlu diambil strategi desain dasar terutama pada bentuk

199
bangunan dan bukaan untuk mengurangi beban pendinginan suatu
bangunan.

Gambar 4.18 Analisis Matahari


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

Potensi:
Sinar matahari yang masuk ke dalam lokasi site secara langsung berjumlah
besar sehingga bisa di gunakan untuk pencahayaan alami pada siang hari,
namun untuk memasukan cahaya agar bangunun mendapat cahaya alami
dengan durasi lama pada bagian bukaan atau jendela harus di buat alternatif
untuk menanggulangi kelebihan sinar matahari.

Masalah:
 Minimnya vegetasi di lokasi site sehingga matahari menyinari
langsung ke lokasi site.
 Tingkat panas yang di barikan cahaya matahari dari pagi hingga
siang berjumlah besar.
 Pada siang hari matahari tepat bearada di atas kepala memberikan
cahaya dan panas merata ke seluruh bagian site. Namun panas

200
memantul kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada
atmosfer.
 Penyinaran langsung terhadap site menyebabkan diperlukannya
penambahan vegetasi untuk mencadangkan oksigen.
 Matahari yang timbul dari sebelah timur dan tenggelam di bagian
barat pada jam tertentu akan menimbukan silau yang membuat
penguna tidak merasanyaman.
 Paparan sinar matahari langsung tidak baik untuk kesehatan.

Solusi:
 Bangunan di hadapkan ke arah barat, di karenakan bangunan di
hindarkan secara langsung dari matahari. Sedangkan pada bagian
timur akan di berikan shading otomatis, sehingga tidak memasukan
cahaya matahari secara langsung.
 Shading digunakan agar cahaya matahari tidak masuk langsung
keruangan yang membuat pandangan menjadi silau dan ruangan
menjadi panas. Shading ini bekerja secara otomatis menyesuaikan
intensitas cahaya.
 Kaca anti panas dan silau digunakan sebagai peredam panas dan
silau matahari sehingga panas dan cahaya yang masuk tidak
menyebabkan ruangan menjadi panas dan silau.
 Penggunaan Batu Alam Pada Lantai
Lantai atau dinding batu alam digunakan agar dapat menjaga suhu
ruangan tetap nyaman.

201
4.1.4.4 Analisis Angin dan Curah Hujan:

Gambar 4.19 Analisis Angin dan Curah Hujan


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

Untuk wilayah Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang


mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (iklim muson), iklim
panas (iklim tropis), dan iklim laut. Indonesia yang merupakan negara
kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan
air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi.
Di Kota Maumere sendiri curah hujan tercatat 2.585 mm, curah
hujan cukup rata sepanjang tahun. Banyaknya hari hujan setiap bulan antara
10-30 hari dan kelembaban udara tercatat 86%. Angin pada umumnya
bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan
arah 220° bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau
bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140°
dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/jam. (Kabupaten Sikka dalam angka 2018,
BPS).
Angin Muson Timur merupakan angin yang bertiup sepanjang bulan
April hingga bulan oktober sifatnya kering yang menagkibatkan wilayah-
wilayah atau daerah-daerah di Indonesia mengalami musim kemarau atau
musim kering. Angin Muson Barat merupakan angin yang bertiup
sepanjang bulan oktober hinga bulan April yang basah sehingga membawa
musim hujan atau penghujan.

202
Potensi:
 Selama musim penghujan selama 6 bulan, air hujan yang ada jika
dikelola dengan baik, dapat di manfaatkan untuk membantu
memenuhi kebutuhan air bangunan seperti penyiram tanaman dan
fungsi lain yang tidak terlalu membutuhkan kualitas air yang benar-
benar bersih.
 Angin yang ada dapat di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
dengan memanfaatkan penghawaan alami.

Masalah:
 Musim penghujan selama 6 bulan mengakibatkan genangan-
genangan yang cukup banyak di dalam area site karena debit air
hujan yang lumayan besar.
 Angin yang bertiup membawa debu-debu dari area sekitar site
masuk ke dalam site.
 Dengan semakin tingginya bangunan, akan lebih besar pula tekanan
angin terhadap bangunan yang akan di buat.
 Tekanan angin yang kuat berpotensi merusak bangunan.

Respon:
 Penghawaan Alami
 Angin bergerak dari tenggara ke arah barat laut dan sebaliknya.
Bukaan bangunan disesuaikan dengan arah datangnya angin
sehingga penyebaran udara/angin yang masuk ke dalam bangunan
terbagi secara merata.
 Dengan 4R Water System, paling kurang 6 bulan musim penghujan
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bangunan.
Pengolahan air buangan berupa air bekas cuci kendaraan & air kotor
dari lavatory juga dapat di saring untuk dipakai kembali untuk
kebutuhan dengan penggunaan air yang tidak memerlukan air
kualitas bersih, seperti penyiraman tanaman.

203
Selain itu dapat diterapkan desain taman dengan system zero water
waste. Yaitu pembentukan kemiringan tanah menuju satu titik
terendah.

Gambar 4.20 Respon 4R Water System


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

4.1.4.5 Analisis View:

Gambar 4.20 Analisis View


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

Potensi:
• Bangunan dapat menciptakan view yang menarik di dalam
bangunan di karenakan site yang cukup luas.
• Bangunan dapat memanfaatkan perda untuk meninggikan bangunan
sehingga mendapatkan obyek view dari dalam ke luar bangunan.
• Bangunan dapat memanfaatkan konsep high-tech untuk
menciptakan view dari luar ke dalam bangunan.

204
Masalah:
• Bangunan terminal terlalu jauh dari batas terluar site terutama
kearah view jalan sekitar. Selain itu view kearah jalan juga akan
tertutup oleh pengembangan bangunan-bangunan pendukung
bandar udara.

• View kearah jalan lintas antar provinsi akan tertutup oleh


pengembangan bangunan-bangunan pendukung bandar udara

• View sekitar site tidak ada yang menarik untuk di jadikan obyek
pemandangan.

Respon:
 Taman penyerap polusi dibagi 2 yakni dalam dan luar ruangan.
Selain itu, Taman ini juga berperan penting dalam penciptaan view.
Merubah view negatif menjadi positif. Di buat pada area tengah
bangunan sebagai pencipta view baru yang bersifat positif.

Gambar 4.21 Ruang terbuka Hijau di dalam Bangunan


(Google/sddwff-wehal. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

 Memberikan bukaan yang besar agar memberikan view dari dalam


ke luar bangunan dan sebaliknya menciptakan view dari luar ke
dalam bangunan.

205
Gambar 4.21 Respon Bukaan agar menciptakan View dari dalam Bangunan
(. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

 Bangunan di jadikan vertikal agar menjadi tinggi untuk menangkap


view yang jauh dari site.

Gambar 4.22 Respon Bangunan dibuat vertikal


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

206
4.1.4.6 Analisis Infrastruktur:

Gambar 4.23 Analisis Infrastruktur


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

Potensi:
 Infastruktur pada area site sudah lumayan berkembang, jaringan
listrik, jaringan komunikasi, pedestrian dan juga akses jalan raya
sudah dengan mudah dapat di akses atau digunakan.

Masalah:
 Tidak semua area mendapatkan jaringan listrik dengan baik.
 Terdapat beberapa lampu jalan yang rusak.
 Tiang jaringan komunikasi terlalu jauh dari bangunan.
 Jalan raya yang ada tidak terlalu optimal atau masih mengalami
kerusakan seperti memiliki lubang-lubang dan genangan air.
 Tidak adanya pedestrian ke arah jalan raya.

Respon:
 Penambahan titik lampu di setiap jalan masuk bandara, dibuat
dengan mode zig-zag sehingga tidak terlalu memakan banyak
biaya, namun dapat menerangkan jalan dengan baik.

207
 Penambahan pedestrian pada area jalan raya, agar memudahkan
pengunjung yang tidak memakai kendaraan pribadi.

4.2 Analisis Programing


4.2.1 Kegiatan Pengguna dan Kebutuhan Ruang
4.2.1.1 Keberangkatan Penumpang Internasional:

Tabel 4.1 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Datang Gerbang Masuk

Mengambil Karcis Parkir Pos Karcis Masuk

Parkir Kendaraan Area Parkir

Istirahat Public Hall/ Lobby/Taman

Mengambil Uang ATM

Mencari Informasi Information Centre

Masuk Area Check-In Security Check

Check-In Area Check-In

Cek Imigrasi Ruang Cek Imigrasi

Berbelanja Retail-Retail

Makan Dan Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Musholla

Menunggu Ruang Tunggu

Menuju Pesawat Koridoor Keberangkatan

208
Bublle Diagram Aktifitas Keberangkatan Internasional

4.2.1.2 Keberangkatan Penumpang Domestik:

Tabel 4.2 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Datang Gerbang Masuk

Mengambil Karcis Parkir Pos Karcis Masuk

Parkir Kendaraan Area Parkir

Istirahat Public Hall/ Lobby/Taman

Mengambil Uang ATM

Mencari Informasi Information Centre

Masuk Area Check-In Security Check

Check-In Area Check-In

Berbelanja Retail-Retail

Makan Dan Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

Menunggu Ruang Tunggu

Menuju Pesawat Koridoor Keberangkatan

209
Bublle Diagram Aktifitas Keberangkatan Domestik

4.2.1.3 Kedatangan Penumpang Internasional:

Tabel 4.3 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Turun Pesawat -

Masuk Area Kedatangan Pintu Masuk

Cek Imigrasi Ruang Cek Imigrasi

Mengambil Bagasi Area Pengambilan Bagasi

Cek Barang Ruang Cek Barang

Mencari Informasi Information Centre

Berbelanja Retail

Makan, Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

Menunggu Public Hall/ Lobby/Taman

Keluar Pintu Keluar

210
Bublle Diagram Aktifitas Kedatangan Internasional

4.2.1.4 Kedatangan Penumpang Domestik:

Tabel 4.4 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Turun Pesawat -

Masuk Area Kedatangan Pintu Masuk

Mengambil Bagasi Area Pengambilan Bagasi

Mencari Informasi Information Centre

Berbelanja Retail-Retail

Makan, Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

Menunggu Public Hall/ Lobby/Taman

Keluar Pintu Keluar

211
Bublle Diagram Aktifitas Kedatangan Domestik

4.2.1.5 Transit Penumpang Internasional:

Tabel 4.5 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Turun Pesawat -

Masuk Area Kedatangan Pintu Masuk

Menunggu Keberangkatan Ruang Tunggu

Berbelanja Retail-Retail

Makan Dan Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

Menuju Pesawat Koridoor Keberangkatan

Bublle Diagram Aktifitas Penumpang Transtit Internasional

212
4.2.1.6 Transit Penumpang Domestik:

Tabel 4.6 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Turun Pesawat -

Masuk Area Kedatangan Pintu Masuk

Menunggu Keberangkatan Ruang Tunggu

Berbelanja Retail-Retail

Makan Danminum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

Menuju Pesawat Koridoor Keberangkatan

Bublle Diagram Aktifitas Penumpang Transtit Domestik

4.2.1.7 Pengantar:

Tabel 4.7 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Datang Gerbang masuk

Mengambil karcis parkir Pos karcis masuk

Parkir kendaraan Area parkir

Mencari informasi Information centre

213
Istirahat Public Hall/ Lobby/Taman

Mengambil uang ATM

Berbelanja Retail-retail

Makan dan minum Restaurant/coffee shop/fast food

BAB/BAK Toilet

Wudhu Tempat wudhu

Sholat Mushalla

Keluar Pintu keluar

Bublle Diagram Aktifitas Pengantar

4.2.1.8 Penjemput:

Tabel 4.8 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Datang Gerbang Masuk

Mengambil Karcis Parkir Pos Karcis Masuk

Parkir Kendaraan Area Parkir

Mencari Informasi Information Centre

Istirahat/Menunggu Kedatangan Public Hall/ Lobby/Taman

Mengambil Uang ATM

214
Berbelanja Retail

Makan Dan Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

Keluar Pintu Keluar

Bublle Diagram Aktifitas Penjemput

4.2.1.9 Pengelola Bandar Udara:

Tabel 4.9 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Datang Gerbang Masuk

Parkir Kendaraan Area Parkir Pengelola

Mengambil Uang ATM

Bekerja Ruang Kerja

Rapat Ruang Rapat

Mengawasi Aktifitas Bandara Menara Pengawas

Mengatur Utilitas Ruang Utilitas

Menyimpan Arsip Ruang Arsip

215
Menyimpan Barang Gudang

Berbelanja Retail

Makan Dan Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food/

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

Keluar Pintu Keluar

Bublle Diagram Aktifitas Pengelola Bandara

4.2.1.10 Pengelola Cargo:

Tabel 4.10 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Datang Gerbang Masuk

Parkir Kendaraan Area Parkir Pengelola

Mengambil Uang ATM

Bekerja Ruang Kerja

Rapat Ruang Rapat

Mengawasi Barang kiriman Hall Barang

Mengatur Utilitas Ruang Utilitas

Menyimpan Arsip Ruang Arsip

Menyimpan Barang Gudang

216
Berbelanja Retail

Makan Dan Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food/

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

Keluar Pintu Keluar

Bublle Diagram Aktifitas Pengelola Cargo

4.2.1.11 Pengelola Restoran/Fast Food/Coffee Shop:

Tabel 4.12 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Datang Gerbang Masuk

Parkir Kendaraan Area Parkir Pengelola

Membersihkan Ruangan Area Restaurant/Fast Food/Coffee Shop

Bekerja Ruang Kerja

Menerima Bayaran Area Kasir

Menyimpan Bahan Makanan Gudang

Mengambil Uang ATM

Berbelanja Retail

Makan Dan Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food

217
Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

Keluar Pintu Keluar

Bublle Diagram Aktifitas Pengelola Foodcourt

4.2.1.12 Pengelola Counter Taxi:

Tabel 4.13 Aktifitas Pengguna dan Kebutuhan Ruang


Aktivitas Pengguna Kebutuhan Ruang

Datang Gerbang Masuk

Parkir Kendaraan Area Parkir Pengelola

Membersihkan Ruangan Area Pemesanan Taxi

Melayani Pemesanan Taxi Ruang Kerja

Menerima Bayaran Area Kasir

Menyimpan Barang Jualan Gudang

Mengambil Uang ATM

Berbelanja Retail

Makan Dan Minum Restaurant/Coffee Shop/Fast Food

Bab/Bak Toilet

Wudhu Tempat Wudhu

Sholat Mushalla

218
Keluar Pintu Keluar

Bublle Diagram Aktifitas Pengelola Counter Taxi

4.2.2 Besaran Ruang


4.2.2.1 Presentasi Sirkulasi:

Tabel 4.14 Tabel Presentasi Sirkulasi


Presentase Keterangan

5-10% Standar Minimum

20% Kebutuhan Keleluasaan Sirkulasi

30% Kebutuhan Kenyamanan Fisik

40% Tuntutan Kenyamanan Psikologis

50% Tuntutan Spesifik Kegiatan

70-100% Keterkaitan Dengan Banyak Kegiatan

(Time saver standart of building type, 2nd edition, didalam eprints.undip.ac.id)

4.2.2.2 Perhitungan Jumlah Pengelola:


Asumsi perbandingan antara pengelola dan penumpang adalah 1:8 pada jam
sibuk. Maka dapat diperhitungkan sebagai berikut:
Jumlah pengelola = 1/8 x jumlah penumpang total pada jam sibuk (TPHP)
=1/8 x 3.003 =375 karyawan.

219
Tabel 4.15 Asumsi Pembagian Jumlah Karyawan
Karyawan Administrasi Karyawan Operasional Karyawan Teknik

Ka = 25% x total karyawan Ko = 50% x total karyawan Kt = 25% x total karyawan

= 25% x 375 = 93 orang = 50% x 375 = 187 orang = 25% x 375 = 93 orang

(Time saver standart of building type, 2nd edition, didalam eprints.undip.ac.id)

4.2.2.3 Perhitungan Jumlah Pintu Keberangkatan:


a) TPHP Domestik 9 penerbangan per-jam.
b) Asumsi lama waktu orang memeriksa tiket untuk masuk kepesawat
adalah 20 menit.
Jumlah pintu keberangkatan domestik = 20 menit x 9 penerbangan = 180
menit / 60 = 3 Pintu.

4.2.2.4 Fasilitas Ruang Parkir:


Pengelompokan jenis alat transportasi yang digunakan oleh pengguna bandar
udara Frans Seda Maumere, masing-masing adalah:

a) Kelompok Pengelola:
Yang termasuk kelompok pengelola adalah transportasi untuk karyawan
administrasi, operasional, dan teknik.

 Mobil:
25% x 375 orang = 93 orang. Diasumsi mobil pengelola biasanya
hanya mengangkut 2 orang. Jadi 93/2 = 46 Unit.
 Motor:
60% x 375 orang = 225 orang. Diasumsikan motor pengelola untuk
satu orang. Jadi 225/1 =225 Unit
 Bus:
5% x 375 orang = 56 orang. Diasumsikan sebuah bus dapat
mengangkut 30 orang. Jadi 56/30 = 2 Unit.

220
Tabel 4.16 Analisis Besaran Parkir Untuk Pengelola
Jenis Present Kapasitas Jumlah Luasan Sirkulasi Luasan
kendaraan ase angkut unit parkir (m) (%) (m2)

Mobil 25 % 2 46 2,5m x 5m 100 1.150

Motor 60 % 1 225 1m x 2m 100 900

Bus 15 % 30 2 12m x 3m 100 114

Total 2.164

b) Kelompok Pengunjung
Yang termasuk pengunjung adalah alat transportasi untuk pengantar,
penumpang, dan penjemput.

 Mobil:
40% x 3.003 orang = 1.201 orang. Diasumsikan sebuah mobil
mengankut empat orang. Jadi 1.201/4 = 300 unit
 Taxi:
30% x 3.003 orang = 900 orang. Diasumsikan sebuah taxi
mengankut empat orang. Jadi 900/4 = 225 unit
 Motor:
25% x 3.003 orang 750 orang. Diasumsikan sebuah motor untuk satu
orang. Jadi 750/1 = 750 unit
 Bus:
5% x 3.003 orang = 150 orang. Diasumsikan sebuah bus untuk tiga
puluh orang. Jadi 150/30 = 5 unit

Tabel 4.17 Analisis Besaran Parkir Untuk Pengunjung


Jenis Present Kapasitas Jumlah Luasan Sirkulasi Luasan
kendaraan ase angkut unit parkir (m) (%) (m2)

Mobil 40 % 4 300 2,5m x 5m 100 7.500

Taxi 30 % 4 225 2,5m x 5m 100 5.625

Motor 25 % 1 750 1m x 2m 100 3.000

221
Bus 5% 30 5 12m x 3m 100 360

Total 16.486

Jadi total jumlah kebutuhan parkir dan pengelola adalah 2.164 +


16.486 = 18.650 m2.

4.2.2.5 Kerb Terminal:

Tabel 4.18 Besaran Kerb Teminal


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Area keberangkatan - Diasumsikan jumlah penupang - 10 % dari 3.003 = 300


datang bertahap 10%tphp. orang
- Jumlah penumpang pada waktu - 300,3 x 0.095 x 0,94
sibuk = 3.003 penumpang =26,816 m = 27 m x 10 m
- 0.095 adalah ketetentuan dari = 270 m2
direktorat jendral perhubungan
- 0,94 proporsi penumpang yang
mengunakan taxi/ mobil
- Lebar kerb minimal 10 m adalah
ketetentuan dari direktorat jendral
perhubungan
Area kedatangan - Diasumsikan jumlah penupang - 20 % dari 3.003 = 600
pergi bertahap 20%tphp. orang
- Jumlah penumpang pada waktu - 600 x 0,095 x 0,94 =
sibuk = 3.003 penumpang 53,633 m = 54 m x 10 m
- 0,095 adalah ketetentuan dari = 540 m2
direktorat jendral perhubungan
- 0,94 proporsi penumpang yang
mengunakan taxi/ mobil
- Lebar kerb minimal 10 m adalah
ketetentuan dari direktorat jendral
perhubungan
Sirkulasi 10 % + 10% dari 810

Total 891 m2

222
4.2.2.6 Taman:

Tabel 4.19 Besaran Taman


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Taman - Diasumsikan taman mampu - 60% dari 3.003 = 1.801


menapung 60%TPHP. orang x 1 m2= 1.801m2
- Jumlah penumpang pada waktu
sibuk = 3.003 penumpang
- Dari standar N-AD luasan 1satu
orang dan barang bawaan 1 m2
Sirkulasi70 % + 70% dari 3.061

Total 3.61

4.2.2.7 Public Hall:

Tabel 4.20 Besaran Ruang Public Hall


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Area keberangkatan dan - Diasumsikan ruang mampu - 60% dari 3.003 = 1.801
area kedatangan menampung 60% TPHP. orang x 1 = 1.801 m2
- Jumlah penumpang pada waktu - 40% dari 3.003 = 1.201
sibuk = 3.003 penumpang orang x 0,75 = 900 m2
- Diasumsikan pengantar/penjemput - 1.801 m2 + 900 m2 = 2.701
adalah 40% TPHP m2
- Dari standar N-AD luasan 1satu - Jadi luas ruangan adalah
orang dan barang bawaan 1 m2 2.701 m2
- Standar dimensi satu orang 0,75m2
Sirkulasi 30 % + 30% dari 2.701

Total 3.511

223
4.2.2.8 Check-In Area:

Tabel 4.21 Besaran Check-In Area


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Counter check-in - Diasumsikan penumpang transit - 20 % dari 3.003 = 600


adalah 20 % dari TPHP orang
- Jumlah penumpang pada waktu - 0,25 x (600 + 3.003) / 60 x
sibuk = 3.003 penumpang 2 menit = 120 m2
- 0,25 dan 60 adalah ketetentuan dari
direktorat jendral perhubungan
-2 menit proses check-inper-
penumpang adalah ketetentuan dari
direktorat jendral perhubungan
Area cheek-in - Diasumsikan penumpang transit - 20 % dari 3.003 = 600
adalah 20 % da TPHP - 0,25 x (600 + 3.003) =
- Jumlah penumpang pada waktu 900 m2
sibuk = 3.003 penumpang - 120 m2 + 900 m2 = 1.020
- 0,25 dan 60 adalah ketetentuan dari m2
direktorat jendral perhubungan
Sirkulasi 50 % + 50% dari 1.020

Total 3.511 m2

4.2.2.9 Hall Keberangkatan Dan Kedatangan:

Tabel 4.22 Besaran Ruang Hall Keberangkatan


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Area keberangkatan - Asumsi luasan ruang minimal - 60% dari 3.003 = 1.801
mampu menampung 60% TPHP. orang x 1m2 = 1.801 m2
- Jumlah penumpang pada waktu
sibuk = 3.003 penumpang
- Dari standar N-AD luasan 1satu
orang dan barang bawaan 1 m2
Area kedatangan - Asumsi luasan ruang minimal - 30 % dari 3.003 = 900
mampu menampung 30% TPHP. orang x 1 m2 = 900 m2
- Jumlah penumpang pada waktu
sibuk = 3.003 penumpang

224
- Dari standar N-AD luasan 1satu
orang dan barang bawaan 1 m2
Sirkulasi 40% + 40% dari 2.701

Total 3.511 m2

4.2.2.10 Ruang Tunggu Keberangkatan:

Tabel 4.23 Besaran Ruang Tunggu Keberangkatan


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Ruang tunggu - Dari standar N-AD luasan 1satu - 3.003 x 1 m2 = 3.003 m2


keberangkatan orang dan barang bawaan 1 m2
- Jumlah penumpang pada waktu
sibuk = 3.003 penumpang
Sirkulasi 40 % + 40% dari 3.003

Total 3.511 m2

4.2.2.11 Pintu Keberangkatan:

Tabel 4.24 Besaran Ruang Tunggu/Pintu Keberangkatan


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Pintu keberangkatan - Dari standar N-AD luasan 1satu - 237 orang @ pintu = 237
domestik orang dan barang bawaan 1 m2 m2
- Terdapat 10 buah pintu - 237 m2 x 10 = 2.370 m2
keberangkatan pesawat biasa dan 1
pesawat 747-400
Pintu keberangkatan - Dari standar N-AD luasan 1satu - 237 Orang @ pintu = 237
internasional orang dan barang bawaan 1 m2 m2
- Terdapat 2 buah pintu - 237 m2 x 2 = 474 m2
keberangkatan pesawat biasa dan 1 - 2.370 m2 + 474 m2 = 2.844
pesawat 747-400 m2
Sirkulasi 30% + 30% dari 2.844 m2

Total 3.511

225
4.2.2.12 Ruang Transit:

Tabel 4.25 Besaran Ruang Transit


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Ruang transit - Diasumsikan penumpang transit 20 % dari 3.003 = 600 orang


adalah 20 % dari TPHP x 1 m2 =600 m2
- Jumlah penumpang pada waktu
sibuk = 3.003 penumpang Dari
standar N-AD luasan 1satu orang
dan barang bawaan 1 m2
Sirkulasi 40% + 40% dari 600

Total

4.2.2.13 Baggage Clame:

Tabel 4.26 Besaran Baggage Claim


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Area Baggage claim - Diasumsikan jumlah penumpang - 50 % TPHP 3.003 = 1.501


datang adalah 50 % TPHP =0,9 x 1.501 = 1.350 m2
- Jumlah penumpang pada waktu
sibuk = 3.003 penumpang 0,9
adalah ketetentuan dari direktorat
jendral perhubungan
Bagagage conveyor belt - Diasumsikan jumlah penumpang - 50 % penumpang waktu
datang adalah 50 % TPHP sibuk 3.003 = 1.501
- Jumlah penumpang pada waktu - 1.501 / 237 = 13
sibuk = 3.003 penumpang - 60/20 menit = 3
Diasumsikan lama waktu pengambilan bagasi dalam
pengambilan basi selama 20 menit. 1 jam
- Perkiraan jumlah penumpang - 13/3 = 4 buah conveyor x
pesawat biasa 237 orang 90 m2 = 360 m2
- Standard luas conveyor 90 m2 @ - 1.350 m2 + 360 m2 = 1.710
amoeba
Sirkulasi 30% + 30% dari 1.710m2

Total 2.223m2

226
4.2.2.14 Area Operator Maskapai:

Tabel 4.27 Besaran Area Operator Maskapai Pesawat Udara


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Kantor administrasi - Satandar SNI untuk ruang kerja - 5orang x 5 m2 = 25 m2


maskapaidan pelayanan adalah 5m2/orang - 15 maskapai x 25 m2 = 375
tiketing - Terdapat 9 maskapai pada bandar m2
udara lama dan dengan
bertambahnya kapasitas
bandarakemungkinan akan masuk
beberapa maskapai baru
diasumsikan 6 maskapai
- Diasumsikan terdapat 5 petugas
dikantor administrasi dan pelayanan
tiketing
Kantor pelayanan bagasi - Satandar SNI untuk ruang kerja - 3 orang x 5 m2 = 15 m2
adalah 5m2/orang - 15 maskapai x 15 m2 =
- Terdapat 9 maskapai pada bandar 225m2
udara lama dan dengan
bertambahnya kapasitas bandara
kemungkinan akan masuk beberapa
maskapai baru diasumsikan 6
maskapai
- Diasumsikan terdapat 3 petugas
dikantor Pelayanan bagasi
Kantor operasional - Satandar sni untuk ruang kerja - 5 orang x 5 m2 = 25 m2
maskapai adalah 5m2/orang - 15 maskapai x 25 m2 = 375
- Terdapat 9maskapai pada bandar m2
udara lama dan dengan
bertambahnya kapasitas
bandarakemungkinan akan masuk
beberapa maskapai baru
diasumsikan 6 maskapai
- Diasumsikan terdapat 5 petugas
dikantor operasional maskapai
Sirkulasi 30% +30% dari 975 m2

Total 1.267 m2

227
4.2.2.15 Area Inspeksi Pemerintah:

Tabel 4.28 Besaran Inspeksi Pemerintah


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Beacukai - Satandar SNI untuk ruang kerja - 5 petugas x 5 m2 = 25 m2


adalah 5m2/orang
- Diasumsikan terdapat 5 petugas
dikantor beacukai
Imigrasi - Satandar SNI untuk ruang kerja - 20 menit x7 = 140 menit /
adalah 5m2/orang 60 menit = 2 jam setngah
- Terdapat 7 pesawat penerbangan untuk 1 tempat
internasional per-jamnya pengecekan.
- Diasumsikan terdapat 20 petugas - Berarti harus ada minimal
keimigrasian 3 tempat pengecekan
- Diasumsikan cek imigrasi satu dibulatkan menjadi empat
penerbangan 20 menit tempat pengecekan dua
- Perkiraan jumlah penumpang untuk keberangkatan dan
pesawat biasa 237 Orang dua untuk kedatangan
- Dari standar N-AD luasan 1satu - 5 petugas x 5 m2 x4 tempat
orang dan barang bawaan 1 m2 pengecekan = 100 m2
- 237 x 1 m2 x 4 tempat
pengecekan = 948 m2
Karantina - Satandar SNI untuk ruang kerja - 3 petugas x 5 m2 =15 m2
adalah 5m2/orang - 4m x 4m x 2 ruang = 32 m2
- Diasumsikan terdapat 3 petugas
dikantor karantina
- Diasumsikan ada 1 ruang karantina
hewan dan 1 ruang karantina
tumbuhan masing masing 4 m x4 m
Sirkulasi 30% + 30% dari 1020 m2

Total 1.326 m2

228
4.2.2.16 Konsesi:

Tabel 4.29 Besaran Ruang Konsesi


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Ruang konsesi - Diasumsikan luas ruang konsesi - 17% dari 53.654 = 9.121
17% luas keseluruhan gedung m2
Total 9.121 m2

4.2.2.17 Ruang Pengelola Bandar Udara:

Tabel 4.30 Besaran Ruang Pengelola Bandar Udara


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Ruang pengelola - Satandar SNI untuk ruang kerja - 20% dari 375 = 75 orang
bandara adalah 5m2/orang - 75 orang x 5m2 = 375 m2
- Diasumsikan dari jumlah
keseluruhan pengelola, 20% yang
menggunakan ruangan
- Jumlah pengelola 375 orang
Sirkulasi 30% + 30% dari 375

Total 487

4.2.2.18 Ruang Check Kesehatan:

Tabel 4.31 Besaran Cek Kesehatan


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Ruang cek kesehatan - Satandar SNI untuk ruang kerja - 3 x 5 = 15 m2 x 2 = 30 m2


adalah 5m2/orang
- Diasumsikan terdapat satu dokter
dan dua perawat
- Ruang cek kesehatan berada di area
keberangkatan dan kedatangan
Sirkulasi 30% + 30% dari 30 m2

Total 39 m2

229
4.2.2.19 Akomodasi Dan Hotel:

Tabel 4.32 Besaran Akomodasi Atau Hotel


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Akomodasi dan hotel - Diasumsikan jumlah penguna hotel - 2% dari 3.003 = 60 orang x
bandara 2 % dari jumlah 7,5 m2 = 450 m2
penumpang TPHP
- Jumlah penumpang pada waktu
sibuk = 3.003 penumpang
Diasumsikan besar ruang tidur 2,5
m x 3 m = 7,5 m2
Sirkulasi 30% + 30% dari 450 m2

Total 585

4.2.2.20 Servis Dan Penunjang:

Tabel 4.33 Besaran Ruang Servis Dan Penunjang


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Ruang informasi - Disumsikan luas ruang untuk - 16 m2 x 4 unit = 64m2


melayani penumpang adalah 4 m x
4 m = 16 m2
- Disumsikan ada 4 unit ruang
informasi yaitu : 2 diarea steril
keberangkatan dan kedatangan serta
2 diarea non steril keberangkatan
dan kedatangan
Atm - Disumsikan luas untuk box ATM - 4 m2 x 10 Bank = 40 m2 x
adalah 2 m x 2 m = 4 m2 2 tempat = 80m2
- Disumsikan Atm center ada
beberapa ATM diantaranya., BRI,
BNI, BCA, Mandiri, CIMB Niaga,
Permata, Panin, BII, BTN
- Disumsikan ada 1 area perletakan
ATM Dimasing-masing ruang steril
dan non steril
Public telepon - Disumsikan luas untuk telepon - 4 m2 x 2 box telpon = 8 m2
umum adalah 2 m x 2 m = 4 m2 x 2 tempat = 16m2

230
- Disumsikan ada dua box telpon
umum.
- Disumsikan1 tempat perletakan
telepon dimasing-masing area
umum ruang steril dan non steril.
Gudang - Luas gudang barang diasumsikan 8 - 8 m x 8 m = 64m2 x 2 = 128
m x 8m. m2
- Terdapat 1 gudang dimasing-
masing area keberangkatan dan
kedatangan
Dapur/pantry - Diasumsikan dapur/pantry 10 m x - 10 m x 10 m = 100 m2
10 m.
Sirkulasi 30% +30% dari 426 m2

Total 554 m2

a) Toilet:

Tabel 4.34 Besaran Toilet


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Toilet - Diasumsikan 20% dari TPHP - 20% dari 3.003 = 600


menggunakan fasilitas toilet. orang x 1 = 600 m2.
- Jumlah penumpang pada waktu
sibuk = 3.003
penumpangKebutuhan ruang per
orang 1 m2.
Sirkulasi 30% + 30% dari 600 m2

Total 780

b) Mushola:

Tabel 4.35 Besaran Mushola


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Mushalla - Luasan optimal sholat adalah pada - 1% dari 3.003 = 30 orang x


waktu sujud dengan luasan 1,50 m x 1,125 = 33,75 m2 x 3 area
0,75 = 1,125 m2. = 101 m2

231
- Jumlah penumpang pada waktu -
sibuk = 3.003 penumpang
Disumsikan 2 % dari TPHP secara
berkala.
- Terdapat 3 buah musholla di dalam
terminal penumpang Yaitu area non
steril, area steril sebelum masuk
ruang tunggu keberangkatan dan
ruang tunggu keberangkatan.
Sirkulasi 30% + 30% dari 101 m2

Total 131

c) Area Bermain Anak:

Tabel 4.36 Besaran Area Bermain Anak


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Ruang bermain anak - Diasumsikan jumlah penumpang - 2% dari 3.003 = 60 orang x


yang membawa anak adalah 2 % 2 m2 = 120 m2
dari TPHP
- Jumlah penumpang pada waktu
sibuk = 3.003 penumpang
Diasumsikan kebutuhan ruang
berman anak satu orang 1.5m2
Sirkulasi 30% + 30% dari 120m2

Total 156

d) Utillitas:

Tabel 4.37 Besaran Ruang Utilitas


Nama Ruang Studi Besaran Ruang Besaran Ruang

Ruang AHU - Diasumsikan 1 buah RuangAHU - 62.775 m2/3000 m2 = 21


berukuran 4 m x 7 m = 28 m2 AHU x 28 m2 = 585 m2
- Diasumsikan 1 Buah AHU untuk
3.000 m2

232
- Luas keseluruhan bangunan
terminal adalah62.775 m2
Ruang Panel - Diasumsikan 1 ruang panel4 m x 4 - 62.775 m2/5000 m2 = 13
m = 16 m2 ruang x 12 m2 = 208 m2
- Diasumsikan 1 ruangan panel untuk
5.000 m2
- Luas keseluruhan bangunan
terminal adalah62.775 m2
Sirkulasi 30% + 30% dari 793m2

Total 1.30 m2

4.2.2.21 Total Luas Keseluruhan Ruang:

Tabel 4.39 Luas Ruang Keseluruhan


No Nama Ruang Besaran Ruang

1 Parkir pengelola 2.164 m2

2 Parkir pengunjung 16.486 m2

3 Kerb terminal 891 m2

4 Taman 3.061 m2

5 Public hall 3.511 m2

6 Check-in 1.530 m2

7 Hall 3.781 m2

8 Ruang tunggu keberangkatan 4.204 m2

9 Ruang tunggu/pintu keberangkatan 3.697 m2

10 Ruang transit 840 m2

11 Baggage claim 2.223m2

12 Area operator maskapai 1.267 m2

13 Area inspeksi pemerintah 1.326 m2

14 Konsesi 9.121 m2

233
15 Ruang Pengelola Bandara 487 m2

16 Ruang cek kesehatan 39 m2

17 Akomodasi dan Hotel 585 m2

18 Servis dan penunjang 554 m2

19 Toilet 780 m2

10 Mushola 131 m2

21 Ruang bermain anak 156 m2

22 Utilitas 130 m2

Total luas seluruh ruang yang diperlukan 56.964 m2

4.3 Analisis Sturktur


4.3.1 Sistem Struktur
4.3.1.1 Sistem Struktur rigid frame (Rangka Kaku):
Struktur rangka kaku (rigid frame) adalah struktur yang terdiri atas
elemen-elemen linier, umumnya balok dan kolom, yang saling dihubungkan
pada ujung-ujungnya oleh joints (titik hubung) yang dapat mencegah rotasi
relatif di antara elemen struktur yang dihubungkannya. Dengan demikian,
elemen struktur itu menerus pada titik hubung tersebut. Seperti halnya balok
menerus, struktur rangka kaku adalah struktur statis tak tentu.
Banyak struktur rangka kaku yang tampaknya sama dengan sistem
post and beam, tetapi pada kenyataannya struktur rangka ini mempunyai
perilaku yang sangat berbeda dengan struktur post and beam. Hal ini karena
adanya titik-titik hubung pada rangka kaku.
Titik hubung dapat cukup kaku sehingga memungkinkan
kemampuan untuk memikul beban lateral pada rangka, dimana beban
demikian tidak dapat bekerja pada struktur rangka yang memperoleh
kestabilan dari hubungan kaku antara kaki dengan papan horisontalnya.
Cara yang paling tepat untuk memahami perilaku struktur rangka
sederhana adalah dengan membandingkan perilakunya terhadap beban
dengan struktur post and beam. Perilaku kedua macam struktur ini berbeda

234
dalam hal titik hubung, dimana titik hubung ini bersifat kaku pada rangka
dan tidak kaku pada struktur post and beam. Pada struktur post and beam,
struktur akan memikul beban beban vertikal dan selanjutnya beban
diteruskan ke tanah.
Pada struktur jenis ini, balok terletak bebas di atas kolom. Sehingga
pada saat beban menyebabkan momen pada balok, ujung-ujung balok
berotasi di ujung atas kolom. Jadi, sudut yang dibentuk antara ujung balok
dan ujung atas kolom berubah. Kolom tidak mempunyai kemampuan untuk
menahan rotasi ujung balok. Ini berarti tidak ada momen yang dapat
diteruskan ke kolom, sehingga kolom memikul gaya aksial, Apabila suatu
struktur rangka kaku mengalami beban vertikal seperti di atas, beban
tersebut juga dipikul oleh balok, diteruskan ke kolom dan akhirnya diterima
oleh tanah. Beban itu menyebabkan balok cenderung berotasi.
Tetapi pada struktur rangka kaku akan terjadi rotasi bebas pada
ujung yang mencegah rotasi bebas balok. Hal ini dikarenakan ujung atas
kolom dan balok berhubungan secara kaku. Hal penting yang terjadi adalah
balok tersebut lebih bersifat mendekati balok berujung jepit, bukan terletak
secara sederhana.

Gambar 4.24 Sistem Struktur Post and Beam


(https://www.google.com/Post+and+Beam. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

235
4.3.2 Komponen Struktur
Bagian-bagian yang dapat membentuk suatu struktur yang dimana masing-
masing memiliki kekuatan maksimumnya.

4.3.2.1 Pondasi:
Merupakan jenis kontruksi yang menjadi dasar dan pondasi ini
berfungsi sebagai penopang bangunan yang ada di atasnya dan ini bertujuan
untuk diteruskan secara bertahap dan merata ke lapisan tanah. Namun
terdapat juga pengertian pondasi yang lain yang mengatakan bahwa pondasi
adalah kontruksi yang telah diperhitungkan sebaik mungkin sehingga hal ini
dapat menjamin keseimbangan dan kestabilan bangunan terhadap berat
yang akan dibebankan pada pondasi tersebut.

1. Pondasi Bore Pile:


Pondasi Bore Pile adalah jenis pondasi dalam yang berbentuk tabung,
yaitu berfungsi meneruskan beban struktur bangunan diatasnya dari
permukaan tanah sampai lapisan tanah keras di bawahnya. Pondasi bore
pile memiliki fungsi yang sama dengan pondasi tiang pancang atau
pondasi dalam lainya. Perbedaan di antara keduanya adalah pada cara
pelaksanaan pengerjaanya. Jasa pelaksanaan pondasi bore pile diawali
dari pembuatan lubang di tanah dengan cara tanah di bor terlebih dahulu
kemudian penginstalan besi tulangan ke dalam lubang yang dilanjutkan
dengan pengecoran bore pile dengan trem.

Gambar 4.25 Pondasi Bore Pile


(http://kavlingmurahpontianak.com/pengertian-pondasi-dan-jenis-jenis.
Diakses tanggal 11 Mei 2019)

236
2. Pondasi Batu Kali:
Pondasi batu kali merupakan jenis pondasi yang digunakan untuk jenis-
jenis bangunan yang sederhana, biasanya jenis pondasi ini digunakan
untuk jenis bangunan yang berlantai satu, dimana tanah tersebut
merupakan jenis kondisi yang keras yang terletak sangat dekat ditambah
lagi tanah tersebut susah digali karena kondisinya berbatuan.

Gambar 4.26 Pondasi pondasi batu kali


(http://kavlingmurahpontianak.com/pengertian-pondasi-dan-jenis-jenis.
Diakses tanggal 11 Mei 2019)

3. Pondasi Telapak:
Pondasi telapak merupakan pondasi yang sering digunakan untuk
bangunan-bangunan yang bertingkat. Jenis pondasi telapak ini yang
digunakan pada jenis-jenis bangunan yang sederhana misalnya jenis
bangunan yang satu lantai. Karena jenis pondasi satu lantai bisa
menggunakan jenis pondasi seperti batu kali atau batu bata.

237
Gambar 4.27 Pondasi Telapak
(http://kavlingmurahpontianak.com/pengertian-pondasi-dan-jenis-jenis.
Diakses tanggal 11 Mei 2019)

4. Pondasi Sumuran
Pondasi sumuruan ini merupakan salah satu dari jenis pondasi yang
seriing digunakan untuk jenis bangunan yang bertingkat. Jenis ini
memliki kedalaman dibawah tanah lebih dari 2 meter. Pondasi sumuran
ini dibuat dengan tehnik menggali tanah yang berbentuk bulat sampai
ke kedalaman tanah yang keras, kemudian diisii dengan semen beton.

Gambar 4.28 Pondasi Sumuran


(http://kavlingmurahpontianak.com/pengertian-pondasi-dan-jenis-jenis.
Diakses tanggal 11 Mei 2019)

238
5. Sloof
Sloof adalah jenis konstruksi beton bertulang yang biasanya dibuat pada
bangunan rumah atau gedung, posisi sloof terdapat pada lantai satu atau
lantai dasar. Inilah sebabnya kita jarang melihat bentuk sloof saat
bangunan sudah berdiri tegak. Walau bentuknya tidak terlihat tetapi
fungsinya sangat dibutuhkan dalam suatu bangunan.Sloof juga
berfungsi untuk memikul beban dinding, sehingga dinding tersebut
berdiri pada beton yang kuat, sehingga tidak terjadi penurunan dan
pergerakan yang bisa mengakibatkan dinding rumah menjadi retak atau
pecah.

Gambar 4.30 Sloof


(www. http://histeel.co.id. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

6. Kolom:
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul
beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang
memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan
pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan
runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total
(total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996);
 Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini
merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan
pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan

239
pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk
memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada
tempatnya.
 Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan
yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok
memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling
membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari
tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk
menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga
mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur
sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud.
 Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan
yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil
atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok
memanjang.

Gambar 4.31 Kolom


(www. http://histeel.co.id. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

7. Balok:
Sistem rangka yang digunakan adalah sistem rangka baja. Rangka baja
dipilih karena mudah dalam pemasangannya, mampu memberi bentang
yang lebih lebar, lebih presisi dalam ukuran dan fleksibilitas bentuknya.

240
Gambar 4.32 Balok
(www. http://histeel.co.id. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

4.4 Analisis Utilitas


4.4.1 Sistem Air Bersih
a) Up Feed System:
Dalam sistem ini pipa distribusi langsung dari tangki bawah (ground
tank) dengan pompa langsung disambungkan dengan pipa utama
penyediaan air bersih pada bangunan, dalam hal ini menggunakan
sepenuhnya kemampuan pompa. Karena terbatasnya tekanan dalam
pipa dan dibatasinya ukuran pipa cabang dari pipa utama tersebut,
sistem ini terutama dapat diterapkan untuk perumahan dan gedung-
gedung kecil yang rendah. Pembuatan relatif murah tetapi pompa cepat
rusak. Kerugian sistem ini adalah:
 Pompa bekerja terus.
 Ketinggian terbatas karena kekuatan pipa terbatas untuk
mengantisipasi tekanan air di dalamnya.

241
Gambar 4.34 Skema Up Feed System
(Analisis Pribadi. Mei 2019)

b) Down Feed System:


Dalam sistem ini air ditampung dulu di tangki bawah (ground tank),
kemudian dipompakan ke tangki atas (upper tank) yang biasanya
dipasang di atas atap atau di lantai tertinggi bangunan. Dari sini air
didistribusikan ke seluruh bangunan. Sistem tangki atap ini cukup
efisien diterapkan karena:
 Selama airnya digunakan, perubahan tekanan yang terjadi pada
alat plumbing hampir tidak berarti.
 Sistem pompa yang menaikkan air ke tangki atas bekerja secara
otomatis dengan cara yang sangat sederhana sehingga kesulitan
dapat ditekan.
 Perawatan tangki sangat sederhana dibandingkan dengan
misalnya tangki tekan.

242
Gambar 4.35 Skema Down Feed System
(Analisis Pribadi. Mei 2019)

c) Drainase:
Indonesia merupakan negara yang memiliki dua musim yaitu musim
hujan dan panas. Kedua musim ini memiliki waktu yang hampir
seimbang yaitu 6,4 bulan hujan dan 4,8 bulan Panas. Yang menjadi
permasalahannya adalah pada saat musim hujan yang berpotensi
terjadinya banjir. Oleh sebab itu perlu adanya sistem drainase yang
mampu mengalirkan atau meresapkan air dengan baik. Untuk
menyelesaikan masalah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

 Alternatif 1;

Gambar 4.36 Biopori Sebagai Resapan Skala Kecil


(https://alamendah.org/.Di Akses tanggal 11 Mei 2019)

243
 Alternatif 2;

Gambar 4.37 Sumur Resapan Sebagai Resapan Skala Sedang


(http://imagebali.net/. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

d) Kelistrikan:
Untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan untuk keperluan bandar udara
maka mengunakan beberapa sumber tenaga listrik yaitu:
a) Panel Surya;
Area site merupakan daerah beriklim tropis yang berarti
memiliki panas matahari yang dapat dimanfaatkan menjadi
energi listrik. Sehingga dipilihlah panel surya sebagai sumber
alternatif untuk pasokan listrik pada bandar udara. Pemilihan
panel surya juga untuk menggurangi penggunaan listrik yang
berbahan dasar minyak bumi.

Gambar 4.38 Skematik Sistem Panel Surya


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

244
b) Sistem Genset Dan PLN;
Penggunaan genset dan PLN sebagai sumber listrik utama
apabila tenaga listrik dari panel surya kurang atau bermasalah.

Gambar 4.39 Skematik Sistem Genset dan PLN


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

e) Penghawaan:
Sebuah gedung terminal penumpang bandar udara yang memiliki
ukuran besar tentu harus memiliki sistem penghawaan yang baik agar
kondisi termal di bangunan tetap membuat para pengguna merasa
nyaman. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka menggunakan dua
alternatif yaitu:
1. Penghawaan Alami;
Dalam upaya penghematan litrik dan didukung oleh kawasan
yang berada ditepian pantai sehingga memungkinkan untuk
menciptakan penghawaan alami dengan cara membuat bukaan-
bukaan agar udara bisa masuk ke dalam ruang. Penghawaan
alami akan lebih berperan pada ruang publik sebelum masuk ke
area keberangkatan dan kedatangan karna berdekatan dengan
taman.

Bukaan Pada Bngunan


Angin
Angin

Gambar 4.40 Skematik Sistem Penghawaan Alami


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

245
c) Alternatif 1

Gambar 4.41 Langsung Berhubungan dengan Udara Luar


(http://www.skyscrapercity.com/. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

d) Alternatif 2

Gambar 4.42 Bukaan Pada Pinggir Ruang


(https://pixabay.com/. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

2. Penghawaan Buatan:
Penghawaan buatan akan berperan pada area keberangkatan dan
kedatangan karena kulit bangunan pada area ini akan
menggunakan material solit yang membuat ruangan menjadi
kurang nyaman (panas).

246
Gambar 4.43 Skematik Sistem Penghawaan Ac Central
(Analisis Pribadi. Mei 2019)

Keterangan
Pipa Udara Dingin
Pipa Udara Panas
Chiller
Cooling Cooling Tower
Chiller Tower
AHU
Out Udara Panas

AHU Out In In Udara Dingin

Zona Zona Publik


AHU Out In Kedatangan Out In

Gambar 4.44 Skematik Sistem Penghawaan Ac Central Bangunan


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

f) Pencahayaan:
Untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan pada bandar udara baik siang
maupun malam hari maka dapat mengunakan dua sumber pencahayaan
yaitu:
1. Pencahayaan Alami;
Dalam upaya penghematan pengunaan listrik maka pada siang
hari sumber pencahayan akan lebih memaksimalkan cahaya
matahari.

247
Menggunakan material kaca atau fiber pada atap
untuk memasukkan sinar matahari

Cahaya
Matahari

Menggunakan
Terminal Penumpang
material kaca Menggunakan
pada fasad untuk material kaca pada
memasukkan fasad untuk
sinar matahari memasukkan sinar
matahari

Gambar 4.45 Skematik Sisem Pencahayaan Alami


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

e) Alternatif 1

Gambar 4.46 O’Hare International Airport


(http://www.tripextras.com/Mei. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

248
f) Alternatif 2

Gambar 4.47 Incheon International Airport


(http://english.visitkorea.or.kr/. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

2. Pencahayaan Buatan;
Sumber pencahayaan buatan akan lebih berperan pada malam
hari sebagai sumber utama untuk segala kegiatan di bandar
udara.

Menggunakan panel atap penyimpan tenaga listrik dari


matahari pada siang hari dan malam langsung berfingsi
sebagai panel lampu yang menerangi ruang

Gambar 4.48 Skematik Panel Atap dua Fungsi


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

249
g) Alternatif 1

Gambar 4.49 Pencahayaan Bagian Dalam Bandar Udara


(http://www.philipshalam.com/, Di akses tanggal 11 Mei 2019)

h) Alternatif 2

Gambar 4.50 Pencahayaan Bagian Luar dan Dalam Bandar Udara


(hhttps://en.wikimedia.org/,Di akses tanggal 11 Mei 2019)

g) Keamanan Bangunan:
Sebuh bangunan besar seperti bandar udara sangat memerlukan sistem
keamanan yang baik agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
seperti pencurian, kebajaran, dan bencana alam. Berikut beberapa solusi
dari permasalan-permasakahan tersebut.
1. Penanggulangan Kebakaran:
 Fire Alarm;

250
Gambar 4.51 Sistem Hydrant
(http://hbsautomation.com/.Di akses tanggal 11 Mei 2019)

 Hydrant;

Gambar 4.52 Sistem Hydrant


(http://dckarya.co.id/. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

 Sprintkler;

Gambar 4.53 Sistem Sprinkler Otomatis


(http://www.rajyogfire.com/. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

251
 Tangga Darurat;

Gambar 4.54 Tangga Darurat


(http://www.propertidong.com/. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

 Rambu-Rambu Lalu Lintas;

Gambar 4.55 Rambu Jalur Evakuasi


(https://apoteksyafana.blogspot.co.id/. Di akses tanggal 11 Mei 2091)

 CCTV (Control Camera Television);

Gambar 4.56 Sistem CCTV


(http://hbsautomation.com/. Di akses tanggal 11 Mei 2019)

252
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Lokasi Perencanaan


Secara Messo lokasi site berada di Pulau Flores wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur, yang secara administratif dibagi menjadi delapan
kabupaten dari barat ke timur, antara lain; Kabupaten Manggarai Barat
dengan ibukota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai dengan ibukota
Ruteng, Kabupaten Manggarai Timur dengan ibukota Borong, Kabupaten
Ngada dengan ibukota Bajawa, Kabupaten Nagekeo dengan ibukota Mbay,
Kabupaten Ende dengan ibukota Ende, Kabupaten Sikka dengan ibukota
Maumere, dan Kabupaten Flores Timur dengan Ibukota Larantuka.
Pulau Flores berbatasan dengan; Bagian Utara ada Laut Flores dan
Propinsi Sulawesi Tenggara, Bagian Barat ada Pulau Komodo dan Propinsi
Nusa Tenggara Barat, Bagian Timur Pulau Adonara, Pulau Solor, dan Pulau
Alor, serta Bagian Selatan ada Laut Sawu, Pulau Sumba, Pulau Rote dan
Pulau Timor. Secara Mikro lokasi site berada di wilayah Kabupaten Sikka,
dengan batas wilayah bagian barat ada Kabupaten Ende, bagian timur ada
Kabupaten Flores Timur.
Posisi letak geografis wilayah pulau Flores yang banyak berbukit
dan banyak pegunungan, membuat akses sirkulasi transportasi barang dan
jasa, dari dan menuju ke daerah-daerah yang ada di wilayah Flores cukup
sulit dan butuh waktu lama untuk sampai ke setiap daerah. Sampai dengan
saat ini masyarakat di Pulau Flores masih mengandalkan jalur transportasi
udara dan laut. Meskipun transportasi darat sudah ada, tapi sarana
infrastruktur jalan masih kurang baik sebagai penghubung.

253
5.2 Isu Strategis Site
5.2.1 Latar Belakang Isu
Berawal dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Sikka (RPJM Daerah, Tahun 2022-2030), Pengembangan
fasilitas sarana dan prasaran transportasi udara UPBU Bandara Frans Seda
Maumere, juga menjadi salah satu fokus penting. Hal ini menjadi point
untuk mendukung perkembangan Ekonomi dan Pariwisata Daerah
Kabupaten Sikka. Bandara Frans Seda Maumere sampai sekarang menjadi
pintu gerbang utama dan menjadi salah satu bandara tersibuk untuk wilayah
pulau Flores.
Bandar Udara Frans Seda Maumere yang saat ini sebagai bandar
udara alternatif untuk Bandar Udara Internasional El Tari Kupang, tentunya
tidak menutup kemungkinan kedepannya dalam jangka waktu menengah
maupun panjang akan dihadapkan dengan peluang yang menantang kinerja
pelayanannya, yaitu dengan semakin meningkatnya mobilitas masyarakat
sebagai akibat dari peningkatan aktivitas dengan tata guna lahan yang
bervariasi.
Pihak UPBU Bandara sudah melakukan pengembangan sarana dan
prasarana baik dari peningkatan pengamanan (Aviation Security),
pengembangan fasilitas sisi udara (Air Side) dan fasilitas sisi darat (Land
Side), seperti pelebaran Landasan Pacu (Runway) dan pengembangan luas
Apron untuk mendukung kebutuhan parkir pesawat, pengembangan fasilitas
Bandara (Terminal Penumpang, Terminal Kargo, Perumahan dan Kantor
pelayanan Bandara, dan lain-lain), serta fasilitas pendukung (Hotel dan
fasilitas Komersial).
Dari proyeksi lalu lintas pesawat, penumpang dan barang sampai
dengan tahun 2030, sangat besar sehingga perlu adanya pengembangan atau
Re-Design ulang Bandara Frans Seda Maumere dengan melakukan tahapan
pengembangan yang merata dan berkelanjutan untuk mendukung akses
transportasi, Ekonomi dan Pariwisata Daerah, serta menjadi pintu gerbang
utama untuk mengekspresikan identitas dari setiap wilayah yang ada di
pulau Flores.

254
5.2.2 Latar Belakang Pemilihan Konsep Arsitektur Regionalisme
Pemilihan konsep Arsitektur Regionalisme dalam mere-desain
Bandara Frans Seda Maumere, karena jenis dan unsur Arsitektur
Regionalisme yang ada di wilayah pulau Flores sangat beragam. Hal ini
menjadi point dalam memperkenalkan dan mengekspresikan identitas
daerah yang ada di wilayah pulau Flores kepada pengunjung, lewat sarana
dan prasarana pelayanan dari bandara Frans Seda Maumere sebagai pintu
gerbang transportasi.
Pemilihan Konsep Arsitektur Regionalisme juga diharapkan mampu
mengikuti perkembangan arsitektur modern tanpa menghilangkan unsur-
unsur arsitektur tradisional Flores dari penggunaan arsitektural, material
dan struktural.

5.3 Solusi Penyelesaian Desain

Gambar 5.1 Solusi Penyelesaian Desain


(Analisis Pribadi. Mei 2019)

255
Gambar 5.2 Skematik bagan solusi penyelesaian desain
(Analisis Pribadi. Mei 2019)

a) Permasalahan Umum:
Mere-desain Bandara yang mampu menampung kegiatan pengguna.
 Program Ruang;
Agar Bandar udara mampu menampung segala kegiatan
penggunanya maka dilakukan penganalisaan aktifitas pengguna,
kebutuhan ruang, besaran Ruang dan persyaratan ruang.

b) Permasalahan Khusus:
Bandar udara yang mampu memudahkan aktivitas Penggunanya.
 Teknologi dan Struktur;
Teknologi dan struktur yang akan dijadikan sarana untuk
mempermudah aktifitas pengguna di bandar udara.

256
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sikka. Tentang Sikka Dalam Angka, Tahun 2018.
Pemerintahan Daerah Kabupaten Sikka
Dinas Pariwisata Kabupaten Sikka. Tentang Objek dan Daya Tarik Wisata
Kabupaten Sikka, Tahun 2018. Pemerintahan Daerah Kabupaten Sikka
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sikka, BAPPEDA. Peta
Rencana Pola Ruang dan Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten
Sikka, Tahun 2018. Pemerintahan Daerah Kabupaten Sikka
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sikka, BAPPEDA. Peraturan
Daerah Kabupaten Sikka, Nomor 2 Tahun 2011. Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Tahun 2012-2023. Pemerintahan Daerah Kabupaten Sikka
Dinas Pekerjaan Umum & Perumahan Kabupaten Sikka, PUPR. Tentang
Penyempurnaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi
Bagian Wilayah Maumere, Tahun 2018. Pemerintahan Daerah Kabupaten
Sikka
UPBU Bandar Udara Frans Seda Kabupaten Sikka. Tentang Data Eksisting
Pengembangan Bandara Frans Seda dan Proyeksi Lalu Lintas Udara
Bandara Frans Seda, Tahun 2018. Pemerintahan Daerah Kabupaten Sikka
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013, Tentang Tatanan
Kebandarudaraan Nasional
Badan Standarisasi Nasional Tahun 2004, Tentang Terminal Penumpang Bandar
Udara
Iqbal A.A, Muhammad (2018). Re-Desain Terminal Bandar Udara Kuabang,
Kabupaten Halmahera Utara-Maluku Utara. Universitas Teknologi (UTY)
Yogyakarta
Kharisma Yunizar, Dimas (2012). Re-Desain Bandar Udara Internasional Supadio
Pontianak. Universitas Teknologi (UTY) Yogyakarta
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

257
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993, Tentang Sarana
Transportasi
Annex 14, dari International Civil Aviation Organization (ICAO)
D.K Ching, Francis. (1979). Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan Edisi Ketiga,
Erlangga, Jakarta
Mangunwijaya, JB. (1992). Wastu Citra. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Peraturan Direktur Jendral Perhubungan Udara Nomor SKEP/77/VI/2005, Tentang
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara
Horonjeff, Robert. Planing & Design of Airport
Paul, Norman & Wright, Ashford. (1976). Airport Engineering
Basuki, Heru. Ir. (1986). Merancang Merencana Lapangan Terbang
Neufert, Ernest. (2002). Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Erlangga, Jakarta
Budiharjo, (1997). Taksonomi Arsitektur Regionalisme

258
Lanjutttttt:

Hitam putih : 216-219,235-240,242

Warna : 234,241,243-252,255-256

259

Anda mungkin juga menyukai