Anda di halaman 1dari 103

Mendidik Anak Sholeh Menurut Sahabat Ali

Dalam Kitab Nahj al-Balaghah

Seri Pendidikan Anak

DR. ABDUL MUKMIN, M.Pd.I


KATA PENGANTAR

Anak merupakan anugerah Allah yang besar yang harus disyukuri, dan bentuk

ungkapan syukur yang baik adalah mendidik anak tersebut dengan pendidikan yang sesuai

dengan yang dikehendakiNya. Pendidikan apapun yang diberikan kepada anak pasti dia

menerimanya, Karena anak ibarat tanah kosong yang subur, tanaman apapun yang

ditanamnya pasti akan tumbuh. Atau dengan kata lain, anak ibarat kertas putih, coretan dan

tulisan apapun yang akan ditulisnya pasti bisa.

Oleh karena itu pendidikan anak sangat penting dalam keselamatan dan kelangsungan

hidupnya di masa yang akan datang. Jika kita mendidiknya dengan pendidikan yang baik,

kelak dia akan tumbuh besar dalam kebaikan. Dan sebaliknya, jika kita mendidiknya dengan

pendidikan yang buruk, kelak dia akan tumbuh dan berkemnbang dalam keburukan. Ada

pepatah Arab mengatakan : Barang siapa yang tumbuh dan berkembang atas sesuatu

pendidikan, maka dia akan terbiasa sampai tua dalam pendidikan tersebut. Seorang anak yang

tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang penuh dengan cinta kasih, maka dia akan

tumbuh dan berkembang dengan cinta kasih. Seorang anak yang sejak kecil tumbuh dan

berkembang dalam keluarga yang sering bertengkar, mencaci maki, penuh dengan kekerasan,

maka dia akan tumbuh dalam keadaan penuh dengan kebencian, kekerasan dan sering

bertengkar.

Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat Rasul yang sukses dalam mendidik

anak-anaknya, yaitu Hasan dan Husein yang disebut oleh Rasul saw sebagai 2 pemuda ahli
surga. Buku kecil ini memuat tentang kiat-kiat pendidikan anak menurut sahabat Ali bin Abi

thalib yang layak untuk dijadikan contoh dan teladan dalam pendidikan anak. Semoga buku

yang sederhana ini dapat memberikan pencerahan bagi para pembaca dan menambah

wawasan dalam hal pendidikan anak. Selamat membaca.


DAFTAR ISI

BAB I

A. Pendahuluan 6

B. Batasan dan Rumusan masalah 9

C. Tujuan penelitian 9

D. Manfaat penelitian 9

BAB II​ : ALI BIN ABI TALIB DAN NAHJH AL-BALAGHAH

A. Biografi Ali bin Abi Thalib 11

B. Karakteristik dan kelebihannya 15

C. Sekilas tentang kitab Nahj al-Balaghah 25

1. Biografi Pengarang 25

2. Refrensi 26

3. Karakteristik dan kelebihannya 28

BAB III​: Kajian Teoritis Tentang Pendidikan

A. Pengertian pendidikan 34

1. Pendidikan Secara Umum 37

2. Pendidikan Secara Khusus 39

2.1. Usaha Sadar Orang Dewasa 40

2.2. Bantuan Terhadap Anak 41

2.3. Lingkungan Yang Baik 42


B. Tujuan Pendidikan 44

C. Metode Pendidikan 48

1. Keteladanan 49

2. Pembiasaan 49

3. Pengawasan 51

4. Perintah 52

5. Larangan 52

6. Ganjaran 53

7. Hukuman 54

BAB IV ​: Metode Pendidikan Ali bin Abi Thalib

A. Pengertian dan Tanggung Jawab Pendidikan 55

B. Tujuan Pendidikan 59

C. Pendidikan Terprogram 66

1. Pendidikan Pra Natal 66

2. Pendidikan Pasca Natal 67

D. Pendidikan Tak Terprogram 71

E. Metode Pendidikan 74

1. Melalui Do’a 74

2. Nasehat Yang Baik 75

3. Keteladanan 77

4. Dengan Cerita 78
5. Tukar Pikiran dan Diskusi 79

6. Pergaulan Yang Baik 80

BAB V : Penutup

A. Kesimpulan 82

B.Saran 82

Daftar Pustaka 83
PENDAHULUAN

Peradaban modern yang dimulai dengan renaisance pada abad ke 16 kemudian

diikuti oleh reformasi industri pada abad ke 18 telah melahirkan beberapa ironi. Di satu

sisi peradaban tersebut telah mencapai kesuksesan yang gemilang secara material dengan

membangun impian hidup menjadi kenyataan. Namun di sisi lain peradaban ini telah

mengantarkan umat manusia kejurang kehancuran masal. Gejala-gejala sosial yang kita

tangkap baik dari media masa atau lainnya makin hari kian memprihatinkan. Dekadensi

moral, pelecehan seksual, tindakan kriminal, pelanggaran HAM dan etika sudah tidak tabu

lagi. Dengan demikian manusialah yang membangun peradaban dan ia jualah yang

merobohkan dengan tangannya sendiri.

Ini semuanya tidak terlepas dari ekses sebuah pendidikan yang mempunyai peran

penting dalam kehidupan dan kebahagiaan umat manusia. Hal itu karena manusia

dilahirkan di muka bumi dalam keadaan yang paling lemah dibanding mahluk lainnya.

Oleh karena itu untuk mencapai perkembangan dan kesempurnaan hidupnya manusia

sangat membutuhkan pendidikan yang mencakup segala aspeknya; fisik, mental,

intelektual dan spritual.

John Dawey menyatakan bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi

sosial, sebagai bimbingan, dan sarana pertumbuhan yang mempersiapkan, membukakan

dan membentuk disiplin hidup. Pernyataan ini setidaknya mengisyaratkan bahwa


begaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, mereka tetap memerlukan adanya
1
pendidikan.

Pada dasarnya, Allah swt yang telah menciptakan manusia adalah yang paling

bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan kepada umat manusia sebagai mana

dalam firmannya :

‫اِ ﱠن َﻋﻠَْﯿﻨَﺎ ﻟَْﻠ ُﻬﺪَى‬


2
“Sesungguhnya hanya atas kamilah petunjuk itu”

Hal itu dimaksudkan agar manusia tidak tersesat dan terjerumus ke dalam jurang

kehancuran dan sesuai dengan tujuan penciptaannya yaitu sebagai khalifah di bumi.

Thabathaba’i dalam tafsirnya ​al-Mizan menjelaskan bahwa bimbingan

Allah kepada mahluknya ada dua macam; Pertama, ​al-Hidayah al-Takwiniyyah y​ aitu

bimbingan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan alam semesta seperti

dengan memberikan hukum alam sebagai mana dalam firmannya :

‫اَﻟﱠ ِﺬ ْي َﺧﻠَ َﻖ َﻓ َﺴﻮﱠى َواﻟﱠ ِﺬ ْي َﻗ ﱠﺪ َر َﻓ َﻬﺪَى‬

“ Dialah yang telah menciptakan dan menyempurnakan ciptaanya dan Dialah


3
yang telah menentukan ukuran kemudian memberikan petunjuk”

Kedua, ​al-Hidayah al-Tasyri’iyyah y​ aitu bimbingan yang berhubungan dengan

syare’at, seperti tentang akidah yang benar, amal shaleh, perintah dan larangan, ancaman
4
dan anjuran. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman :

‫ْﻞ اِﻣﱠﺎ ﺷﺎَ ِﻛ ًﺮا َواِﻣﱠﺎ َﻛ ُﻔ ْﻮ ًرا‬


َ ‫اﻟﺴﺒِﯿ‬
‫اِﻧﱠﺎ َﻫ َﺪ ْﯾﻨَﺎ ُه ﱠ‬

1
Jalaluddin, ​Teknologi Pendidikan (​ Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),67
2
Q.S.Al-Lail,12
3
Q.S. Al-A’la, 3
4
Al-Thaba’thaba’i, ​Al-Mizan, vol.7​(Beirut, Muassasah al-a’lami, li al-Mathbu’at, 1991), 358.
“​Sesungguhnya kami telah memberikan petunjuk kepadanya, apakah dia
5
bersyukur atau mengigkarinya.

Oleh karena itu dalam hal ini Allah swt mengutus para rasul sebagai wakil dan

duta yang mengemban misi ilahi yaitu memberikan petunjuk dan bimbingan kepada umat

manusia menuju jalan yang lurus sebagaimana dalam firmannya :

‫ُﺴﺘَ ِﻘﯿ ٍْﻢ‬


ْ ‫اط ﻣ‬ ِ ‫َواِﻧﱠ َﻚ ﻟَﺘَ ْﻬ ِﺪ ْي اِﻟَﻰ‬
ٍ ‫ﺻ َﺮ‬

“​Dan sesungguhnya Engkaulah yang memberikan petunjuk menuju jalan yang


6
lurus”

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa para rasul adalah refresentasi

Tuhan kepada umat manusia. Dan bagi kita adalah Muhammadlah yang berhak untuk

dijadikan panutan dan sumber petunjuk ilahiyah tadi. Karena dialah yang mendapatkan

bimbingan langsung dari Allah swt sebagaimana dalam sabdanya : “ Tuhanku telah

mendidikku maka Dia telah menyempurnakan pendidikanku”.

Sepeninggal beliau yang patut untuk kita jadikan rujukan antara lain; pertama,

keluarga Rasul (Ahl al-Bayt), Sahabat yang setia dan para ulama rabaniyyin yang

merupakan pewaris para nabi. Terkait dengan ahlul bauyt, karena mereka adalah

manusia-manusia yang telah mendapatkan bimbingan dan didikan langsung dari rasul saw

dan telah disucikan oleh Allah dari segala noda dan dosa sebagaimana dalam firman Allah

: ​“ Sesungguhnya Allah berkehendak untuk menghilangkan dosa dari kalian ahl al-bayt
7
dan mensucikan kalian dengan sesuci-sucinya”

5
Q.S. Al-Dahr, 3
6
Q.S. Al-Syura 52
7
Q.S. Al-Ahzab,33
Para ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ​ahl al-bayt d​ alam ayat ini
8
adalah lima orang; Rasulullah saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein. Dan diantara mereka

yang banyak mendapatkan bimbingan dan didikan langsung dari Rasul saw adalah Ali bin

Abi Thalib sebagaimana dalam sabdanya :

‫َار ْاﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤ ِﺔ َو َﻋﻠِ ﱞﻲ ﺑَﺎﺑُ َﻬﺎ‬


ُ ‫اَﻧَﺎ د‬

“​Aku adalah rumah hikmah (pusat ilmu dan kebijakan) dan Ali adalah pintunya”
9
.

Dan tentunya masih banyak lagi riwayat-riwayat yang menjelaskan akan

keagungan pribadi Ali bin Abi Thalib dan kedalaman ilmunya. Namun demikian

kajian-kajian tentang Ali bin Abi Thalib khususnya yang berkaitan dengan pendidikan

Islam masih langka.

Atas dasar ini penulis berkeinginan untuk mengungkap lebih jauh tentang konsep

pendidikan Ali bin Abi Thalib dalam mendidik anak secara islami. Semoga buku kecil ini

dapat menambah khazanah keilmuan kita khususnya dalam bidang pendidikan dan dapat

memberikan wawasan dan wacana baru bagi para pendidik, guru, orang tua dan praktisi

pendidikan.

8
Al-Muslim, ​al-Jami’ al-Shahih,​ vol.4 (Beirut, Dar al-Fikr, tt) 130. Al-Wahidi, ​Asbab al-Nuzul​, (Beirut, Dar al-Fikr,
tt) 239. Al-tirmizi​, Sunan al-tirmizi,​vol. 5(Beirut, Dar al-Fikr, tt) 41. Ibnu Katsir,​Tafsir al-Qur’an al-Adzim​,vol. 3(
Beirut, Dar al-Fikr, tt), 483. Al-Suyuthi, ​al-Ithqan,​ (Beirut, Dar al-Fikr,tt) 240.
9
Al-Tirmizi, ​Sunan al-Tirmizi​, vol.5 (Beirut, Dar al-Fikr, tt), 402.
ALI BIN ABI TALIB DAN NAHJ AL-BALAGHAH

A. Biografi Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Talib adalah seorang tokoh bangsawan Quraisy yang dilahirkan di
10
ka’bah pada hari jum’at tanggal 13 Rajab tahun 30 tahun gajah. Ibunya adalahseorang

bangsawan Quraisy yang bernama Fatimah binti asad bin Hasyim dan ayahnya juga

seorang terhormat Quraisy yang disegani dan berwibawa yaitu Abu Thalib atau Abdu

Manaf bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Melihat dari nasabnya, Ali memiliki keturunan
11
yang sangat mulia yaitu ayah dan ibu keturunan Hasyim. Ketika baru lahir ibunya

menamainya dengan nama Haidar yang berarti singa, sama dengan arti nama kakeknya.
12
Namun kemudian Rasulullah menamainya dengan nama Ali. Hal itu diakui sendiri oleh

Aleh Ali sebagaimana yang diungkapkannya dalam sebuah syair ketika melawan Marhab

dalam perang Khaibar yang berbunyi: “Akulah orang yang dinamai Haidar oleh ibuku”.

Di masa kanak-kanak Ali dibesarkan dipangkuan ibunya, kemudian ketika berumur 7

tahun Ali diasuh dan dibesarkan oleh Rasul. Diriwayatkan bahwa ketika orang-orang

Quraisy tertimpa paceklik yang berkepanjangan, Rasulullah berkata kepada kedua

pamannya Hamzah dan Abbas, “marilah kita meringankan beban Abi Thalib pada masa

krisis seperti ini”. Kemudian mereka mendatangi abu Thalib seraya memintanya untuk

memberikan anaknya kepada mereka. Abu Thalib berkata : “Biarkan Aqil untukku dan

ambillah mana yang kalian sukai”! Maka Abbas mengambil Thalib, Hamzah mengambil

10
Jawad Ja’far al-Khalilli,​Amir al Mu’minin Ali bin Abi Thalib,​ (Beirut, Al-Irsyad li al-Thiba’ah wa al-Nasyr, tt), 15.
11
Al-Atsir, ​Usd al-Ghabah ​, vol.3 (Beirut: Dar al-Fikr, tt), 388.
12
Al-Halabi, ​Insan al-Uyun fi shirat al-amin al-Ma’mun,​ vol.1 ( Mesir, Matba’ah al-Musthafa, tt), 432
13
Ja’far dan Rasul mengambil Ali. Sejak itulah Ali tumbuh dan dibesarkan di dalam

dekapan Rasul, mendapatkan bimbingan dan pendidikan langsung serta merasakan kasih

sayang, kecintaan dan kebaikan Rasul .

Ali senantiasa bersama Rasul dan selalu membantunya baik dalam keadaan suka

maupun duka. Ketika Rasul melakukan ​khalwat di gua Hira Ali seringkali ikut

bersamanya. Pada permulaan dakwahnya Rasul senantiasa mendapatkan ejekan dan cacian

dari anak-anak orang Quraisy, maka Alilah yang berusaha menyingkirkan mereka dan

bahkan memukuli mereka demi Rasul. Ketika Rasulullah melakukan dakwahnya kepada

kerabat dekat dan keluarganya dari Bani Hasyim dan meminta mereka untuk

mendukungnya sambil berkata : “ Siapa yang mau membantuku dalam misi ini, kelak dia

akan menjadi ​wazir​ku, ​washik​ u dan khalifah setelah aku ? maka Alilah yang memenuhi
14
permintaan Rasul.

Ketika Rasul berhijrah ke Madinah, Ali rela mengorbankan dirinya untuk tidur di

tempat Rasul di saat orang-orang kafir Quraisy sudah siap-siap dan berjaga-jaga diluar

untuk membunuh Rasul. Atas sikapnya ini Allah menurunkan ayat yang berbunyi :

‫ف ﺑِ ْﺎﻟ ِﻌﺒَﺎ ِد‬


ٌ ‫ﺎت اﷲِ َواﷲُ َر ُؤ ْو‬
ِ ‫ﺿ‬َ ‫َﺸ ِﺮ ْي ﻧَ ْﻔ َﺴ ُﻪ ْاﺑﺘِ َﻐﺎ َء َﻣ ْﺮ‬
ْ ‫َو ِﻣ َﻦ اﻟﻨﱠﺎس َﻣ ْﻦ ﯾ‬
ِ

Artinya : Dan diantara manusia ada yang menjual dirinya hanya karena

mengharapkan kerelaan Allah swt dan Allah Maha mengasihi hamba-hamba-Nya (Q.S.
15
Al-Baqarah:207).

Pada awal Hijrah ke Madinah, Rasul mempersaudarakan kaum muhajiran dan

anshar. Ali berkata : Wahai Rasulullah engkau telah mempersaudarakan mereka satu

13
Abu al-fida. ​Al-Tarikh​, ( ttp, tp,tt) 117
14
Ibnu Katsir, ​Tafsir al-Qur’an al-Adhim​, jil. 3 (Beirut: Dar al-Ihya, 1969), 350-351.
15
Al-Atsir, ​Usd al-Ghabah​, 601.
persatu, sedangkan aku tidak? Kemudian Rasul berkata : Engkau adalah saudaraku di
16
dunia dan di akherat. Kedekatan Ali dengan Rasulullah menjadi lebih erat lagi ketika Ali

dikawinkan oleh Rasul dengan buah hatinya Fatimah al-Zahra di saat banyak dari kalangan

sahabat yang meminangnya ditolak oleh Rasul. Dari perkawinan inilah garis keturunan

Rasul dimulai dengan lahirnya pemuda-pemuda ahli surga yaitu Hasan dan Husein.

Ali senantiasa berada di samping Rasul dalam setiap keadaan apalagi pada saat-saat

genting. Sejarah telah mencatat bahwa Ali telah berperan aktif dalam beberapa peperangan

selain perang Tabuk. Diriwayatkan bahwa separuh dari korban perang badar dari pihak

kaum musyrikin adalah di tangan Ali. Alilah yang berusaha melindungi Rasul dari

serangan musuh pada perang Uhud. Ali juga yang berani memenuhi tantangan Amr bin

Abd Wud dan berduel dengannya hingga tewas. Ali pula yang dipercayakan oleh Rasul

untuk membuka benteng Khaibar dan melakukan duel dengan pendekar Yahudi Marhab

hingga tewas.

Ali di mata Rasulullah bukan hanya sebagai keluarga, saudara, menantu dan sahabat

terkemuka, namun lebih dari itu ia mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Rasul

seperti halnya kedudukan Harun di sisi Musa, sebagaimana dalam sabdanya yang masyhur

ْ ‫ﻻ َﻧ ِﺒ ﱠﻲ َﺑ ْﻌﺪ‬
‫ِي‬ ‫ِﻦ ُﻣ ْﻮ َﺳﻰ اِ ﱠ‬
َ ‫ﻻ اَﱠﻧ ُﻪ‬ ُ ‫ﺿﻰ اَ ْن َﺗ ُﻜ ْﻮ َن ِﻣﱢﻨ ْﻲ ِﺑ َﻤ ْﻨ ِﺰﻟَ ِﺔ َﻫ‬
ْ ‫ﺎر ْو َن ﻣ‬ َ ‫اَ َﻣﺎ َﺗ ْﺮ‬

“Apakah kamu tidak suka bahwa kedudukanmu disisiku sebagaimana kedudukan


17
Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku”

Al-Tirmidzi, ​Sunan al-Tirmidzi​, jil.5 (Mesir: Matba’ah al-Musthafa, tt) 635.


16

Al-Muslim, ​Shahih al-Muslim,​ vol.7 (Beirut: Dar al-Fikr, tt), 120 ; Al-Bukhari, ​Shahih al-Bukhari,v​ ol. 5 (Beirut:
17

Dar al-Fikr, tt), 24; Al-Tirmidi, ​Sunan al-Tirmidi​, vol.5 (Beirut: Dar al-Fikr, tt),407.
Kedudukan yang tinggi di sisi rasul inilah yang menjadikan sebagian para sahabat

merasa iri terhadapnya. Ali juga aktif dalam setiap aktififitas yang dilakukan oleh Rasul.

Baginya Rasul adalah bukan hanya sebagai saudara sepupunya, mertuanya, namun lebih

dari itu Rasul adalah gurunya, pembimbing spiritualnya dan idolanya. Ali dijuluki oleh

Rasul dengan julukan ​Abu Turab.​ Dan julukan inilah yang sangat disenanginya. Hal itu

karena, pada satu saat rasul mendatangi rumahnya dan tidak mendapatinya, kemudian

rasul bertanya kepada Fatimah, “Dimana anak peramamu? Fatimah menjawab: “di

Masjid”. Kemudian Rasul mendapatinya terlentang di masjid, pakaiannya terlepas dan

punggungnya berdebu, kemudian Rasul menghilangkan debu dari punggungnya seraya


18
berkata : “Duduklah wahai Abu Turab” . Ali juga dijuluki dengan ​Abu al Hasan k​ arena
19
dinisbahkan kepada anaknya Hasan. Ali adalah orang yang paling dicintai oleh Rasul. 15.

Oleh karena itu kecintaan kepadanya dianggap sebagai imam dan kebenciannya adalah

kemunafikan sebagaimana dalam sabdanya :

‫ﻀ َﻚ اِ ﱠ‬
‫ﻻ ﻣُﻨﺎَ ِﻓ ٌﻖ‬ َ ‫ُﺆ ِﻣ ٌﻦ َو‬
ُ ‫ﻻ ﯾُ ْﺒ ِﻐ‬ ‫ﱡﻚ اِ ﱠ‬
ْ‫ﻻ ﻣ‬ َ ‫ُﺤﺒ‬
ِ ‫َﻻﯾ‬

“Tidak ada orang yang mencintaimu kecuali orang yang beriman dan tidak ada yang
20
membencimu kecuali orang munafik”

Ketika Rasul wafat di saat para sahabat sibuk membicarakan tentang ​Khilafah​, Ali

beserta kerabatnya memandikan jenazahnya Rasulullah, mengkafaninya dan menyolatinya.

Di masa khalifah Abu Bakar ketika kaum muslimin terpecah belah, Ali berusaha untuk

berdiri di tengah-tengah mempersatukan kembali kaum muslimin dan tidak mau diadu

18
Al-Bukhari, ​Sahih, v​ ol.2, 157; Al-Muslim, ​Sahih,​ vol. 2,(Bandung:Maktabah Dahlan,tt), 460.; Al-Tirmidi, ​Sunan​,
vol5, 638.
19
Al-Tirmidi, ​Sunan​, 637.
20
Ibid, 635.
domba. Sejarah mencatat bahwa di saat seperti itu Abu Sufyan datang sambil mengejeknya

dan menertawainya serta menawarkan tentara untuk melawan Abu Bakar, namun Ali

menolaknya demi persatuan kaum muslimin dan kejayaan Islam. Karena dia tahu bahwa
21
yang diinginkan oleh Abu Sofyan adalah kehancuran Islam . Di masa pemerintahan Umar,

Ali juga berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan pelik yang dihadapi oleh Umar

dan hal itu diakui sendiri oleh Umar sebagaimana dalam ucapannya yang terkenal “ Andai

tidak ada Ali akan binasalah Umar”.

Di Masa pemerintahan Usman, Ali juga berusaha untuk tetap menjaga keutuhan

kaum muslimin dengan memberikan nasihat, bimbingan baik kepada kaum muslimin

secara umum atau kepada khalifah Usman secara khusus. Disaat terjadi pemberontakan

terhadap khalifah Usman, Ali menyuruh Hasan dan Husain untuk berjaga-jaga di depan

pintu rumah Usman, namun pemberontak berusaha masuk lewat atap rumah sehingga

terbunuhlah Usman dan akhirnya Ali dibaiat oleh kaum muslimin untuk menjadi khalifah.

Ini merupakan sebuah baiat yang dilaksanakan secara aklamasi yang belum pernah terjadi

sebelumnya. Ali pada akhirnya mendapat giliran menjadi khalifah Rasul, namun

sayangnya umat Islam sudah terkontaminasi oleh cinta kepada dunia dan ta’asub jahiliyah,

sehingga banyak dari kalangan kaum muslimin yang akhirnya menarik baiatnya dan

kemudian memeranginya. Dengan demikian terjadilah peperangan-peperangan besar yang

menelan banyak korban dari kedua belah pihak. Sejarah telah mencatat pada awal

pemerintahanya, Ali dihadapkan dengan pembelotan dari sahabat-sahabat terkemuka

21
Al-Tabari, ​Tarikh,​ vol.3, 202-2-3; Al-Asir, ​Al-Kamil fi al-Tarikh,​ vol.2, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah,tt),189.
seperti Talha dan Jubair serta istri Rasul Aisyah binti Abu Bakar, sehingga terjadilah

peperangan yang disebut dengan perang ​Jamal ​yang dimenangkan oleh pihak Ali.

Ali juga dihadapkan dengan pembelotan orang-orang Syam yang dipimpin oleh

Mu’awiyah dan Amr bin Ash sehingga terjadilah perang ​Siffin​. Pada awal peperangan,

pasukan Ali hampir meraih kemenangan, namun disaat itulah Mu’awiyah menyuruh

pasukannya untuk mengangkat Al Qu’ran di atas tombaknya, sebagai tanda perdamaian.

Ali menyuruh pasukannya untuk terus melakukan perlawanan.sampai titik darah

penghabisan, karena ia mengetahui bahwa itu adalah tipu muslihat belaka, namun

sebagian besar pasukannya tidak melanjutkan peperangan sehingga terjadilah ​Tahkim y​ ang

pada akhirnya merugikan pihak Ali secara politik sehingga muncullah kelompok yang

keluar dari kepemimpinannya yang dikenal dengan ​Khowarij​. Kelompok ini menganggap

bahwa baik Ali maupun Muawiyah adalah kafir karena ber​tahkim k​ epada selain Allah

sehingga keduanya harus dibunuh dan akhirnya pada tanggal 19 Ramadhan tahun ke 40 H.

Ali dibunuh oleh seorang ​Khowarij y​ ang bernama Abd Rohman bin Muljam dan pada

tanggaal 21 Ramadhan Ali menghembuskan napasnya yang terakhir. Keluarga Rasul

berduka, kaum Muslim merasakan kehilangan seorang pemimpin agung, guru besar,

pendidik sejati, penunjuk jalan ilahi Ali bin Abi Talib.

B. Karakteristik Dan Kelebihan Ali

Berbicara mengenai karakteristik Ali tidaklah mudah, mengingat banyaknya

​ enganggap bahwa
perbedaan persepsi di kalangan kaum Muslim. Sebagian ​Ahl Sunnah m
Ali adalah sahabat biasaa, meskipun banyak keistimewaan dan kelebihan yang dimilikinya.

Karenanya dia berada pada urutan ke – 4 setelah Abu Bakar, Umar dan Usman.

Banyaknya hadits yang menegaskan akan kelebihan dan keistimewaan Ali di sisi

Rasul tidak bisa mendongkrak posisinya, kareNa hadis-hadis itu dianggaap ​maudhu’ d​ an

merupakan kreatifitas orang-orang Syiah belaka. Hal itu sebagaimana yang dinyatakan
22
oleh Ibnu Khaldun dalam ​Muqaddimah -​nya. Hal senada diungkapkan juga oleh Ibn
23
Taimiyah dalam kitabnya ​Minhaj al-Sunnah . Walapun demikian banyak dari kalangan

Ahl Sunnah y​ ang meyakini bahwaa Ali adalah sahabat yang paling utama setelah Rasul

dan mempunyai manakib, kelebihan dan keistimewaan, yang luar biasa di sisi Rasul

sehingga, mereka juga mengakui keshahihan hadits-hadits yang berhubungan dengan

kelebihan-kelebihan Ali, sebagian dari mereka antara lain : Ibn Kasir, Al-Suyuti,

Al-Khawarizmi, Ibn Maghazili, dll. Namun keistimewaan dan kelebihan Ali serta

kecintaaan terhadapnya hanyalah sebuah wacana tidak sampai menjadi pokok keyakinan.

Hal yang sama juga diyakini oleh ​Mu’tazilah., ​Sebagian dari mereka menganggap bahwa

Ali berada pada posisi jauh di bawah Abu Bakar dan Umar, namun sebagian yang lain

meyakini bahwa Ali adalah sahabat yang paling utama setelah Rasul dan memiliki

kelebihan yang tidak dimiliki oleh selainnya seperti yang dijelaskan oleh Ibn Abi al Hadid
24
al-Mu’tazili dalam kitabnya Syarh Nahj al-Balaghah .

Berbeda dengan Syiah, mereka menganggap bahwa Ali adalah Ahlul bayt Nabi yang

memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan telah disucikan oleh Allah dari noda dosa,

serta ia dalah seorang ​Washi,​ ​Khalifah d​ an ​Imam ​setelah Rasul. syiah menganggap bahwa

22
Ibn Khaldun, ​Muqaddimah,​ (Mesir: Al-Matba’ah al-Bahiyyah al-Misriyyah, tt), 171.
23
Ibn Taimiyyah, ​Minhaj al-sunnah al-Nabawiyyah, ​vol. 3-4,(Beirut: Al-Matbu’ah al-Ilmiyyah, tt),27.
24
Al-Hadid, ​Syarh Nahj al-Balaghah,​ jil. 1,(Beirut: Dar al-Fikr,tt),6.
Rasul telah berwasita dan mengangkat Ali sebagai Imam dan pengganti Rasul sepeninggal
25
beliau.

Memang Ali memiliki daya tarik dan daya tolak yang sangat kuat. Daya tariknya

menarik semua orang yang kagum dan mencintainya. Dan daya tolaknya menolak orang

yang membencinya. Murtadha Muthahari dalam bukunya ​Keagungan Ali bin Abi Thalib,​

menjelaskan bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki daya tarik dan daya tolak yang luar biasa.

Orang yang mencintainya akan rela mengorbankan dirinya dan semua yang dimilikinya

demi cintanya kepada Ali. Dan begitu juga sebaliknya orang yang membencinya akan rela

mengorbankan dirinya dan semua yang dimilikinya untuk memusuhi Ali bahkan
26
membunuhnya . Kisah Amr bin Al Humq yang dibunuh oleh Muawiyah karena tidak mau

melaknat Ali adalah bukti akan hal tersebut. Begitu juga Abdurrahman bin Muljam yang
27
rela untuk dibunuh karena benci dan ingin membunuh Ali .

Terlepas dari pro dan kontra tentang pribadi Ali bin Abi Talib, Penulis mendapatkan

bahwa Ali bin Abi Tholib adalah pribadi agung yang memiliki banyak keistimewaan dan

kelebihan khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan yang perlu diungkap dan

dipaparkan sehingga kita layak untuk mengambil konsep-konsepnya. Ali bin Abi Talib

memiliki kelebihan dan keistimewaan yang luar biasa yang diakui oleh kawan atau lawan.

Ibn Abi al-Hadid menegaskan bahwa: “Apa yang harus kukatakan terhadap orang yang

musuh-musuhnya telah mengakui kelebihannya dan tidak dapat menutupinya. Bani

Umayyah dinasti kuat yang dapat menaklukkan wilayah Barat dan Timur telah berusaha

untuk menyembunyikan dan menutp-nutupi kelebihan Ali. Namun semakin ditutup-tutupi,

25
Ibn Khaldun,​Muqaddimah,​ 197
26
Mutahari, ​Karakter Agung Ali bin Abi Talib​, (Jakarta:Pustaka Zahra,2003),31.
27
Al-Tabari, ​Tarikh,​ vol.6,83
28
maka semakin tersebar luas” . Imam Ahmad berkata : “Tidak ada riwayat tentang

kelebihan para sahabat sebanyak yang diriwayatkan tentang Ali. Ali memiliki kelebihan
29 30
yang banyak” Al-Zamakhsyari menjelaskan ada 18 kelebihan Ali yang tidak dimiliki

oleh sahabat lainnya. Pertama, Ali adalah orang yang dipercaya oleh Rasul untuk

mengembalikan amanat dan titipan kepada pemiliknya saat hijrah Rasul. Dan juga yang

ditinggalkan Rasul saat perang Tabuk, sehingga menangis seraya berkata : “Wahai

Rasulullah, sesungguhnya. Orang Quraisy berkata bahwa Rasul telah membenciku

sehingga meninggalkanku”. Maka Rasul berkata :“Tidakkah kamu suka bahwa

kedudukanmu disisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada Nabi

setelahku”. Kedua, Ketika Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar Nabi

mempersaudarakan dirinya dengan Ali sambil berkata : “Engkau adalah saudaraku di dunia

dan di akhirat”. Ketiga, Ali mendapatkan pujian sebagai Sayyid (Pemimpin) ketika berkata

kepada Fathimah sebagaimana dalam sebuah hadits :

َ ْ ‫َز ْو ُﺟ َﻚ َﺳﯿﱞﺪ ِﻓﻰ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ َو‬


‫اﻻ ِﺧ َﺮ ِة‬

“Ali Suamimu adalah sayyid di dunia dan di akherat”.

Keempat, Ali adalah ​wali ​ kaum Mukminin sebagaimana Firman Allah :

ْ ‫اﻟﺰ َﻛﺎ َة َو ُﻫ ْﻢ َرا ِﻛﻌ‬


‫ُﻮ َن‬ ‫ُﺆﺗُ ْﻮ َن ﱠ‬ َ ‫اﻟﺼ‬
ْ ‫ﻼ َة َوﯾ‬ ‫ُﻮ َن ﱠ‬ َ ‫ْﻦ أَ َﻣﻨُ ْﻮا اﻟَ ِﺬﯾ‬
ْ ‫ْﻦ ﯾُ ِﻘ ْﯿﻤ‬ َ ‫ﱡﻜ ُﻢ اﷲُ َو َر ُﺳ ْﻮﻟُ ُﻪ َواﻟﱠ ِﺬﯾ‬
ُ ‫اِﻧﱠ َﻤﺎ َوﻟِﯿ‬

“Sesungguhnya ​wali kalian adalah Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang beriman

yang menunaikan salat dan mengeluarkan zakat dan mereka orang-orang yang ruku” (Q.S.

Al-Maidah:55).

28
Al-Hadid, ​Syarh,​ vol.1,6.
29
Al-‘Asqalani, ​al-Ishabah​,vol.2,(Beirut: Dar al-Fikr,1978),507
30
Abdurrahman al-Syarqawi, ​Ali Imam al-Muttaqin,​ (London:Ibrahim al-Hajj,tt),34.
Ayat ini diturunkan untuk Ali ketika sedang sholat di masjid. Di saat ruku’ datang

seorang yang meminta-minta kepadanya, kemudian Ali mengulurkan tanganya ke belakang

dan memberi isyarat kepadanya untuk mengambil cincinnya, lalu dia mengambil cincin

tersebut dari jari-jarinya. Dalam kesempatan lain Rasul berkata :

َ ‫َﻣ ْﻦ ُﻛ ْﻨ ُﺖ َﻣ ْﻮ‬
َ ‫ﻻ ُه َﻓ َﻌﻠِ ﱞﻲ َﻣ ْﻮ‬
‫ﻻ ُه‬

“Barang siapa yang menjadikan aku sebagai ​walin​ ya, maka Ali adalah ​wali​ nya juga”

Kelima,Ali adalah orang yang paling pandai di bidang hukum sebagai hadits Rasul:

ُ‫ﻀ‬
‫ﺎﻛ ْﻢ َﻋﻠِﻲ‬ َ ‫اَ ْﻗ‬

“Yang paling pandai hukum di antara kalian adalah Ali”

Keenam, Orang yang mencintai Ali adalah orang yang beriman dan yang

membencinya adalah Munafik, sebagaimana sabda Rasul :

‫ﻀ َﻚ اِﱠﻻ ﻣُﻨﺎَ ِﻓ ٌﻖ‬ ْ ‫ﱡﻚ اِﱠﻻ ﻣ‬


َ ‫ُﺆ ِﻣ ٌﻦ َو‬
ُ ‫ﻻ ﯾُ ْﺒ ِﻐ‬ َ ‫ُﺤﺒ‬
ِ ‫َﻻ ﯾ‬

Ketujuh, Rasulullah tidak menemui para sahabatnya karena Ali bin Abi Talib.

Diriwayatkan bahwa para sahabat mencari Rasulullah dan saling memanggil Rasulullah

satu sama lain; apakah ada Rasulullah ? Kemudian Rasul datang bersama Ali, mereka

berkata : Kami mencarimu wahai Rasulullah. Rasul berkata bahwa Abul Hasan

mengeluhkan sakit di perutnya, karenanya kami terlambat menemui kalian.

Kedelapan, Dia adalah pintu ilmu Rasul sebagaimana dalam sabdanya :

َ‫اَﻧﺎَ َﻣ ِﺪ ْﯾﻨَ ُﺔ ْاﻟ ِﻌ ْﻠﻢ َو َﻋﻠِ ﱞﻲ ﺑﺎَﺑُﻬﺎ‬


ِ
“Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya”.

Kesembilan, Dia memiliki telinga yang ​wa’iyah (yang dapat memahami) Ketika

ٌ ‫اﻋﯿ‬
turun ayat berbunyi: ‫َﺔ‬ ِ ‫ َواُ ُذ ٌن َو‬Rasul meminta kepada Allah untuk menjadikan telinga Ali
yang dimaksud dalam ayat itu. Lalu Ali berkata : “Aku tidak pernah lupa sesuatu setelah

itu dan tidak ada lupa bagiku.”

Dan tentunya masih banyak lagi kelebihan-kelebihan Ali yang disebut oleh

Zamakhsyari yang tidak penulis kemukakan semuanya.

Memang, kalau kita melihat biografi Ali bin Abi Talib yang sejak kecil bersama

Rasul, mendapatkan bimbingan langsung darinya, maka sudah barang tentu akan memiliki

kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Al-Siba’i menilai bahwa hubungan antara dua figur pemimpin umat ini telah terjadi

dengan akrabnya sejak dini dan secara alami jiwa suci nabi dan moralitasnya telah
31
mengkristal dan tertransformasi dengan baik dalam diri Ali .

George Gordak seorang orientalis yang sangat kagum dengan figuritas Ali

menyatakan bahwa “Keunggulan pribadinya terbentuk dalam atmosfir suci bersama

sepupunya, ketajaman ​basyiroh y​ ang dimilikinya telah melapangkan jalan kesejatian,


32
kebenaran sebagaimana yang telah dibukakan Nabi.” .

Subhi Sholeh mensinyalir bahwa keakraban keduanya tidak hanya berkisar pada

hubungan ​basyiroh tetapi juga, merambah pada upaya manusia untuk mencapai ​ma’rifah.​

Hal itu diperkuat dengan seringnya Nabi mengajak Ali menuju gua Hiro’ untuk

ber​tahannut bahkan beberapa kali ia berada dalam dekapan Nabi saat menerima wahyu

dari Allah seperti dalam pernyataannya : “Akupun menyaksikan sinar wahyu dan risalah
33
menghirup pula semerbaknya nur nubuwah.”

31
Mustafa Al-Siba’I, ​Udhamauna fial-Tarikh al-Islami,​ (Beirut: Al-Maktab al-Islami,1985),167.
32
George Gordak, ​Suara Keadilan sosok Agung Ali bin Abi Talib​,( Jakarta: Lentera, 1997), 25).
33
Subhi Saleh,​Nahj al-Balaghah​,(Beirut:Dar al-Fikr,tt),301
Dari kedakatan inilah Ali banyak menambah ilmu Rasul. Sehingga tidak heran jika

dia dianggap sebagai pintu ilmu Rasul. Kitab Nahj al-Balaghah merupakan salah satu bukti

akan kedalaman ilmu Ali dalam berbagai bidang.

Ibn Abi Hadid dalam ​Syarhn​ ya mengatakan bahwa seluruh cabang ilmu bersumber
34
dari Ali bin Abi Talib . Lebih lanjut dia menyebutkan bahwa Mu’tazilah madzhab tauhid

dan keadilan diambil dari Ali bin Abi Talib. Hal itu mengingat Wasil bin ‘Atha yang

merupakan pelopornya adalah murid dari Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad

Al-Hanafiyyah dan Muhammad al-Hanafiyah belajar dari ayahnya Ali bin Abi Talib.

Begitu juga halnya dengan Asy’ariyah karena Abul Hasan penggagas teori Al- Asy’ariyah

adalah murid dari Al-Juba’i yang merupakan salah satu tokoh Mu’tazilah. Sedangkan
35
Imamiyah dan Zaidiyah sangat jelas kecenderungannya kepada Ali bin Abi Talib .

Sama halnya di bidang Fiqh. Abu Hanifah belajar dari Imam Ja’far Shodiq dan Imam

Ja’far Shodiq belajar dari ayah-ayahnya sampai kepada Imam Ali. Imam Ahmad bin

Hanbal belajar dari Imam Syafi’i , Imam Syafi’i belajar dari Imam Malik, Imam Malik
36
belajar dari Robiat al-Ro’yi dari Ikrimah dari Anas dan Ibnu Abbas dan dari Ali .

Di bidang ilmu bahasa Arab, Nahwu, Ali bin Abi Thalib adalah pelopornya. Dialah

yang mengajarkan kepada Abu Aswad Al-Duali tentang kalimat isim, fiil, huruf,
37
pembagian isim ma’rifat dan nakiroh, pembagian I’rob, rofa’, nasab, jar dan jazm, dll.

34
Al-Hadid, ​Syarh,​ 6
35
Ibid
36
Ibid
37
Ibid.
Disamping ilmu pengetahuan yang dalam Ali bin Abi Talib juga memiliki

kepribadian, budi pekerti yang luhur, disamping keberanian yang tak terkalahkan. Inilah

yang membuat orang-orang sekitarnya mencintainya dan segan kepadanya.

Sejarah telah mencatat bahwa Ali telah memaafkan dan membebaskan

lawan-lawannya baik dalam perang Jamal, perang Siffin dan perang Nahrawan.

Ketika Malik Al-Asytar memenjarakan Marwan bin al-Hakam dalam peperangan

Jamal kemudian dia dihadapkan kepada Ali, Ali tidak memperlakukannya dengan kejam,
38
Ali hanyaa muncaci sikapnya yang berkhianat, kemudian melepaskannya . Ali juga

memaafkan Abdullah bin Zubair padahal dia yang mengobarkan fitnah dan memimpin
39
perang Jamal . Ketika tentara Mu’awiyah lebih dahulu sampai di sungai Furot, mereka

melarang tentara Ali untuk mengambil air dari sungai tersebut. Namun ketika Ali beserta

tentaranya berhasil mengusir mereka, Ali membiarkan mereka untuk mengambil air dari

sungai tersebut sambil berkata : “Ambillah keperluan air kalian dan pulanglah ke kemah

kalian biarkanlah mereka karena Allah telah memenangkan kalian atas mereka karena
40
kedholiman dan kesewenang-wenangan mereka” .

Ali pernah memanggil budaknya berkali-kali, namun dia tidak memenuhi

panggilannya, kemudian Ali keluar dan mendapati budaknya di depan pintu kemudian

berkata: “Kenapa kamu tidak memenuhi panggilanku ? Dia menjawab : “Saya malas

menjawabmu dan saya merasa aman akan siksaanmu”, maka Ali berkata : “Segala puji

38
Al-Balagh, ​Amir al-Mu’minin Ali bin Abi Talib​, vol.3 (Teheran:Muasasasah al-Balagh, 1988),80.
39
Ibid,76
40
Ibid,77.
bagi Allah yang telah menjadikan aku termasuk orang yang memberikan rasa aman kepada
41
orang lain, maka pergilah kamu dan kamu sekarang bebas, merdeka karena Allah” .

Diantara bukti akan kebaikan perangai beliau adalah perlakuannya terhadap Abd

Rahman bin Muljam yang telah membunuhnya. Ali berpesan kepada keluarganya untuk

memberi makanan, minum dan memperlakukan secara baik kepadanya. Dalam wasiat

terakhirnya dia berkata kepada Hasan dan Husain : “Penjarakan orang ini berilah dia

makan dan minum, perlakukan dia secara baik, jika saya hidup saya lebih berhak untuk

memperlakukan dia, apakah saya menghukumnya atau membebaskannya, dan jika saya

mati maka itu terserah kamu, jika kamu ingin membunuhnya maka janganlah kamu
42
cincang” .

Ali tidak pernah marah kecuali jika kebenaran dinodai hukum-hukum Allah

dilanggar atau hak asasi manusia diinjak-injak.

Ali juga dikenal sebagai orang yang sangat dermawan. Diriwayatkan bahwa ayat

yang berbunyi :

ً َ ‫ﺮا َو َﻋ‬ ‫ْﻞ َواﻟﻨﱠﻬﺎَر ِﺳ‬


ِ ‫ْﻦ ﯾُ ْﻨ ِﻔ ُﻘ ْﻮ َن اَ ْﻣ َﻮاﻟَ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺎﻟﻠﱠﯿ‬
َ ‫اَﻟﱠ ِﺬﯾ‬
‫َﺤ َﺰﻧُ ْﻮ َن‬
ْ ‫ﻻ ُﻫ ْﻢ ﯾ‬ ِ ‫ف َﻋﻠَﯿ‬
َ ‫ْﻬ ْﻢ َو‬ ٌ ‫ﻻ َﺧ ْﻮ‬ ِ ‫ﻼﻧِﯿَﺔ َﻓﻠَ ُﻬ ْﻢ اَ ْﺟ ُﺮ ُﻫ ْﻢ ِﻋ ْﻨ َﺪ َرﺑ‬
َ ‫ﱢﻬ ْﻢ َو‬ ِ

“Orang-orang yang menginfakkan hartanya di waktu malam dan siang secara rahasia atau

terang-terangan maka bagi mereka pahala di sisi tuhannya dan tidak ada ketakutan serta

kekhawatiran atas mereka. (Q.S. Al-Baqarah:274)

Ayat ini diturunkan untuk Ali, ketika Ali memiliki 4 dinar, kemudian dia

menginfakkan 1 dinar di malam hari, 1 dinar di siang hari, 1 dinar lagi secara
43
terang-terangan dan 1 dinar secara rahasia .

41
Ibid,78
42
Al-Asir, ​Usd,​ 615
43
Ibid,601
Begitu juga ayat yang berbunyi :

ً ‫ﻠﻰ ُﺣﺒﱢ ِﻪ ِﻣ ْﺴ ِﻜ ْﯿﻨًﺎ َوﯾَﺘِ ْﯿﻤًﺎ َواَ ِﺳﯿ‬


‫ْﺮا‬ ‫ُﻮ َن ﱠ‬
َ ‫اﻟﻄﻌﺎَ َم َﻋ‬ ْ ‫َو ﯾ‬
ْ ‫ُﻄ ِﻌﻤ‬

Artinya : Dan mereka memberi makanan kepada orang yang dicintainya; orang

miskin, anak yatim dan orang tahanan.

Ayat diatas diturunkan untuk Ali dan keluarganya ketika mereka hendak berbuka

puasa tiba-tiba datang seorang miskin meminta makanan kemudian Ali memberikan

makanan berbukanya kepada orang miskin tersebut. Pada hari kedua datanglah anak yatim

meminta makanan, maka Ali memberikan makanan berbukanya kepada anak yatim

tersebut. Pada hari ketiga datanglah seorang tawanan yang meminta makanan, maka Ali
44
memberikan makanan berbukanya kepada seorang tawanan tersebut .

Ali juga dikenal sebagai seorang yang sangat zuhud terhadap dunia ketika dia masuk

bait al Mal d​ an melihat banyak tumpukan emas dan perak Ali berkata : “Wahai emas dan

perak tipulah selain aku, aku telah mentalakmu 3 kali, tidak ada rujuk kepadaku, umurmu
45
sedikit, kehidupanmu hina, bahayamu banyak”. Hasan menceritakan bahwa ayahnya

ketika meninggal dunia tidak meninggalkan apa-apa.

Ia juga dikenal orang yang sangat tawadhu dalam bergaul dengan orang lain. Imam

Shadiq meriwayatkan : “Amirul Mukminin mencari kayu, mengambil air dan menyapu,

sedangkan Fatimah menumbuk dan membuat roti, ia senantiasa memberi keperluan

keluarganya dengan tangannya sendiri, berjalan di pasar sendiri tanpa disertai oleh

pembantu, pengawal atau tentara. Diriwayatkan dari belaiu bahwa pada suatu hari Ali

keluar menuju sahabat-sahabatnya sambil menaiki kuda, kemudian mereka berjalan di

44
Al-Razi, ​Tafsir al-Fakhr al-Razi,​ vol.15(Beirut:Dar al-Fikr,tt),243-244
45
Al-Balagh​, Amir​,70
belakangnya, maka Ali menoleh kepada mereka seraya berkata : apakah kalian ada

keperluan ? mereka menjawab : tidak, hanya kami ingin berjalan bersamamu, Ali berkata

kepada mereka : Pergilah kalian karena jalannya orang orang yang berjalan bersama orang
46
yang naik kuda itu berbahaya bagi yang naik dan merendahkan yang berjalan” .

Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang menyebutkan akan keagungan pribadi

Ali yang tidak mungkin penulis angkat semua.

C. SEKILAS TENTANG NAHJ AL-BALAGHAH

1. Biografi Pengarang

Nahj Al-Balaghah ditulis oleh Abu Hasan Muhammmad bin Husain bin Ibrahim bin

Musa Al Kadim bin Ja’far Shodiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin

Husain bin Ali bin Abi Talib.

Adapun Ibunya Fatimah binti Husain bin Ali bin Husain bin Ali bin Muhammad bin

Ali bin Husain bin Ali bin Abi Talib.

Abul Hasan dijuluki Syarif Ar-Rodhi’, Beliau dilahirkan pada tahun 359 H. Dia

adalah seorang yang ahli di bidang Al-Qur’an, fiqih, fara’id, sastra dan sya’ir. Dalam

bidang Al-Qur’an beliau mengarang kitab yang berjudul ​Hadaiq Al-Ta’wil y​ ang

membahas tentang tafsir Al-Qur’an. Dalam bidang hadist beliau mengarang kitab

Al-Majazah al-Nabawiyah ​yang mencakup tentang ​majaz​, ​ist’aroh d​ an lainnya pada

361 hadist Rasul. Dalam bidang Sya’ir beliau adalah termasuk orang yang ahli. Beliau
47
menulis sebuah buku yang berjudul “​Diwan Al-Radi” .

46
Ibid.
47
Muh. Abduh, ​Syarh Nahj al-Balaghah​,(Mesir:Matba’ah al-Istiqamah,tt),3.
Setelah mengkaji perkataan-perkataan Ali beliau tertarik untuk menyusunnya dan

mengumpulkanya dari lembaran-lembran dan dokumen-dokumen yang ada dalam

sebuah kitab yang berjudul ​“Nahj Al-Balaghah”​. Kitab Nahj Al-Balaghah mencakup

239 khutbah, 79 surat dan 480 ungkapan-ungkapan pendek (kata-kata mutiara) yang

diucapkan oleh Ali bin Abi Talib selama hidupnya.

Tujuan Syarif Radhi menulis kitab ini tercermin pada ucapannya dalam ​muqoddimah

bahwa sejak masa remaja dia memulai menulis kitab ​Khasais al Aimah ​yang mencakup

sifat-sifat baik mereka dan ucapan-ucapannya. Ketika dia menyelesaikan kitab ini

teman-temannnya meminta dia untuk menulis kitab khusus yang mencakup ucapan-ucapan

Amir al-Mu’minin Ali bin Abi Talib dalam segala bidangnya; khutbah, nasehat dan sastra,

mengingat Ali adalah simbul ​fashahah d​ an ​balaghoh ​dan ucapannya adalah bersumber dari
48
ilmu Allah dan ucapan Nabi.

Atas dasar inilah Al-Radi memenuhi permintaan tersebut dan mulai menulisnya.

Beliau wafat pada hari ahad tanggal 6 Muharrom tahun 406 dengan meninggalkan

karangan-karangan kitab sebanyak 17 kitab dan yang paling menonjol adalah kitab Nahj

Al-Balaghoh.

2. Referensi Nahj Al-Balaghah

Ada sebagian ulama’ yang menganggap atau meragukan keaslian ucapan-ucapan Ali

dalam kitab Nahj al-Balaghah dan menganggap bahwa kitab ini adalah karya dan

ucapan Syarif Radhi sendiri. Di antara mereka adalah Al-Dahabi. Mereka menganggap

48
Al-Radi, ​Nahj al-Balaghah,​ (Teheran:Muassasah Nasyr al-Islami,tt),2.
demikian diantaranya karena di dalam Nahj al- Balaghah tidak ada sanad yang

bersambung kepada Ali bin Abi Talib. Pendapat semacam ini menurut hemat penulis

perlu dikaji kebenarannya. Hal itu mengingat dalam banyak tulisan, khutbah ataupun

surat Ali dalam kitab tersebut terdapat referensi dan rujukan yang ditulis oleh Syarif

Radhi sendiri. ini membuktikan bahwa Syarif Rodhi hanya mengumpulkan dan menulis

kembali teks-teks surat, khutbah, atau kata mutiara Ali dari kitab-kitab yang sudah ada

sebelumnya. Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis kutip beberapa referensi dari

beberapa khutbah, surat atau kata mutiara yang masih ada hingga sekarang antara lain :

1. Khutbah No. 32 dari kitab Al-bayan Wa al-Tibyan karya Al-Jahid.

1. Khutbah No.89 diriwayatkan dari Mus’ab bin Shodaqoh dari Imam Ja’far Shodiq

sebagaimana tertulis dalam naskah Ibn Abi al-Hadid dan nama khutbahnya adalah

Al-Asbakh.

1. Khutbah No. 180 diriwayatkan dari Nauf Al-Bukali.

1. Surat No. 54 dinukil dari Maqamat Abi Ja’far Al-Iskafi.

1. Surat No. 74 dinukil dari Mahfud Hisyam Al-Kalabi.

1. Surat No. 75 dari kitab Al-Jamal karya Al-Wahidi

1. Surat No. 78 dari al-Maghozi karya Said bin Yahya Al-Umawi.

1. Kata Mutiara No. 7 diriwayatkan dari Dhoror Al-Dhobai.

1. Surat No. 88 diriwayatkan dari Imam Moh. Al-Baqir.

1. Kata Mutiara No.104 diriwayatkan dari Al-Bukali

1. Kata Mutiara No.147 dinukil dari Kumail bin Ziyad Al-Nakhoi

1. Kata Mutiara No.373 diambil dari tarikh Al-Tabari.


1. Kata Mutiara No.375 diriwayatkan dari Abi Juhaifah

1. Kata Mutiara No.343 diriwayatkan dari Sa’lab bin al ‘Arobi

1. Kata Mutiara No.464 dinukil dari kitab Al-Mukhtadhob karya Al Mubarrot.

1. Kata Mutiara No.4 diambil dari Abil Ubaid Al-Qosim bin Salam.

Dan masih banyak lagi referensi-referensi dan rujukan yang diambil oleh Syarif

Rodhi dalam Kitab Nahjul Balaghah.

3. Karakteristik Dan Kelebihan

Kitab Nahj Al-Balaghoh merupakan salah satu kitab yang mendapatkan perhatian

lebih dari para ulama kaum muslimin baik sunni ataupun syi’i. Hal itu dapat kita lihat dari

banyaknya para ulama’ yang menulis syarh kitab tersebut. berikut ini kami sebutkan

beberapa ulama’ yang mensyarahinya antara lain :


49
A.Ulama’ Ahlus Sunnah :

1. Muhammad Bin Umar yang dikenal dengan Al-Fahrur Rozi wafat pada tahun 606 H.

2. Abdul Hamid Bin Muhammad yang dikenal dengan Ibn Abi al-Hadid Al-Mu’tazili

wafat pada tahun 656 H, Beliau mensyarahi kitab Nahj Al-Balaghoh selama 4 tahun 8

bulan dan dianggap syarh yang paling lengkap dan paling baik.

3. Al-Mulla sa’duddin At-Tiftazani Al-Syafi’I wafat pada tahun 792 H. mengarang kitab

Al-Muthowal, Al-Irsyad, Tahdibun Nuthuk.

4. Qiwam al-Din Yusf bin Hasan, Qodi’ Baghdad wafat pada tahun 922 H.

49
Mu’tamar Nahj al-Balaghah, ​Nadrah Haula Nahj al-Balaghah​,(Damaskus: Al-Mustasyariyah
al-Saqafiyah,1993),26.
5. Hasan bib Muhammad Al-Hanafi, termasuk ulama’ bahasa dan hadist wafat pada tahun

659 H.

6. Syeikh Muhammad Abduh mufti negara Mesir, wafat pada tahun 1323 H.

7. Muhammad Mukhidin Dosen Fakultas Adab Universitas Al-Azhar.

8. Ust.Muhammad Hasan Na’d Al-Rasofi.

9. Doktor Subhi al-Shalih ulama Libanaon wafat pada tahun 1408 H.


50
B.Ulama’ Syiah :

1. Sayid Alamah Ali Bin Nashir dalam kitabnya A’lam Nahj Al-Balaghoh.

1. Sayid Diyauddin Abi al- Ridho Fadl al-Allah dalam kitabnya At-Ta’lik ‘ala al-Nahj

Al-Balaghah Al-Rawandi.

1. Abi al Hasan Muhammad Bin Husain Al-Baihaqi dalam kitabnya Hada’iq al Hadaiq.

1. Kamaludin Maitsam bin Ali bin Maitsam Al-bahrbni dalam kitabnya Nahj Al-Balaghah.

1. Abi al-Hasan Ali Bin Hasan Al-Zawari dalam kitabnya Roudhat al-Abrar fi syarh Nahj

al-Balaghah.

1. Syeikh Bahauddin Muhammad bin Husain bin Abd al Samad Al-Nuh dalam kitabnya

Syarh Nahj al-Balaghah wafat pada tahun 131 H.

1. Syeikh Imam Fahruddin bin Muhammad bin Ali At-Thoriqi dalam kitabnya

Al-Muqtatofat fi syarh Nahj al-Balaghah wafat pada tahun 185 H.

1. Al-Allamah Sayid Habibullah bin Sayid Muhammad Al-Musawi Al-Khu’i dalam

kitabnya Manhaj al-Baro’ah.

50
Ibid.
1. Al-Allamah Muhammad bin Abi Turab Al-Hasani dalam kitabnya Bahjat al-Hada’iq

wafat pada tahun 1100 H.

1. Al-Allamah Al-Khotib Al-Ustad Sayid Muhammad Kadim bin Sayid Muhammad

Ibrahim Al-Musawi Al-quzwaini.

Selain kitab-kitab syarh yang ditulis dalam Bahasa Arab juga terdapat kitab syarh

yang ditulis Bahasa Versi,Urdu dan Gujarat.

Di samping itu banyak para ulama’ setelah syarif Radhi’ yang memberikan tambahan

perkataan imam Ali yang tidak tertulis dalam kitab Nahj Al-Balaghah yang disebut dengan
51
Al-Mustadrokat ‘Ala Nahj al-Balaghoh . Karena Syarif Radhi sendiri mengakui bahwa dia

tidak dapat memuat seluruh ucapan Ali. Karena itu masih banyak ucapan-ucapan Ali yang

tidak dimasukkan dalam kitabnya. Diantara kitab mustadrakat adalah sbb :

1. Abdullah bin Isma’il bin Ahmad Al-Hanafi dalam kitabnya Al-Tanzil.

1. Ahmad bin Yahya bin Ahmad bin Nako dalam kitabnya Mulhaq Nahj Al-Balaghoh

yang memuat sebagian khutbah Amir al-Mu’minin yang tidak tertulis dalam Nahj

al-Balaghoh.

1. Sayid Kholaf bin Abd Muthalib Al-Musya’syai dalam kitabnya Al-Nahj al- Karim.

1. Al-Imam Al-Hadi dalam kitabnya Mustadrok Nahj al-Balaghah.

1. Syeh Ja’far Al-Hadi dalam kitabnya Nahj al-Balaghah Al-Tsani.

Selain dari pada itu banyak karangan-karangan yang di tulis oleh para ulama’ yang

berkaitan dengan Nahj al-Balaghah, baik berupa terjemahan, pembahasan tentang

51
Ibid.
referensinya dan pembelaan terhadapnya atau kajian-kajian yang berhubungan dengan

Nahj al-Balaghah, dianatara kitab-kitab tersebut adalah

1. Tuhfat al- Abidin kitab kecil yang mencakup nasehat-nasehat yang diambil dari Nahj

al-Balaghah dikarang oleh sayid Mahdi bin sayid Shaleh Al-Hasani Al-Thaba’thaba’i

Al-Hakim, wafat pada tahun 1312 H.

1. Muntakhobat min nahj al-Balaghah karangan sayid Muhammad Adi bin Sayid

Muhammad bin Hidayatullah bin Husain Al-syah Abdul Udaini, wafat pada tahun 1334

H.

1. Kashfussitar ‘An-Nahj al-Balaghah karanagn Syeh ahmad Al-Kasyani

1. Dirasat fi Nahj al-Balaghah karangan syeh Muhammad Mahdi Syamsudin Al-Maliki.

1. Mashodir Nahj al- alaghoh fi Madarik Nahju al-Balaghah karangan sayid Al-Sahestani.

1. Madarik Nahj al-Balaghah karya Syeh imam Al-Hadi

1. Madahir Nahj al-Balaghah wa Asaniduh karya abdul Zahro Al-Husaini

1. Rowai’ Nahj al-Balaghah karya george Gordak

Kitab Nahj al-Balaghah juga telah di terjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia

antara lain : Ke dalam Bahasa Inggris, Persi, Urdu dan termasuk Bahasa Indonesia.

Banyak para ulama’ setelah mengadakan penelitian tentang kitab Nahj al- Balaghah

memeberikan tanggapan dan komentar . Ibn Abi al-Hadid al-Mu’tazili berkata : “Adapun

keindahan bahasa Ali maka dia adalah ​imam al-fusaha wa sayyid al-bulagha.​ Ucapannya
52
di bawah ucapan tuhan dan di atas ucapan makhluk”

52
Al-Hadid, ​Syarh,​ 8.
Dalam kesempatan yang lain al-Hadid membandingkan ucapan-ucapan Ali dengan

ucapan para ahli sastra seperti Ibn Nabatah, Umru al-Qais, Abu Nawas dan lainnya.

Selanjutnya dia menyimpulkan bahwa tidak ada ucapan yang lebih fasih, lebih tinggi, lebih
53
baik dari pada ucapan amir al-mu’minin Ali.

Syeh Muhammad Abduh berkata : “Saya telah mempelajari sebagian

lembaran-lembarannya dan merenungi kalimat-kalimatnya dari berbagai topik dan

pembhasan yang berbeda-beda terbayang padaku bahwa dalam setiap keadaan sekalipun

terdapat peperangan yang berkobar maka keindahan bahasa tetap memiliki kekuatan dan
54
yang mengatur negara tersebut adalah : pembawa benderanya yang tangguh yaitu Ali ” .

Al-Jahid berkata : “Kalimat-kalimat imam Ali ini yang kami dapatkan adalah

sempurna, mencukupi, kaya, melebihi dari cukup tidak kurang sedikitpun dan paling

baiknya ucapan yang mana sedikitnya mencukupi yang banyak seakan-akan Allah SWT

telah memberinya keagungan dan menutupinya dengan cahaya hikmah sesuai dengan niat

pemiliknya dan fatwa pembicaraannya”.

George Gordak berkata : Sesungguhnya orang-orang semasanya tidak ada yang

menandingi Al-Imam dalam ilmu Bahasa Arab, kemampuanya dan logikanya yang benar

serta kekuatan otak yang luar biasa membantu dia untuk menyusun dasar-dasar Bahasa

Arab dan qaidah-qaidahnya yang bersumber pada argumen dan menunjukkan akan

kemampuan logikanya untuk menimbang dan mengkiaskan, maka dia adalah benar-benar

peletak dasar-dasar ilmu bahasa arab dan pembuka jalan bagi orang yang datang

setelahnya”.

53
Ibid,143.
54
Muh. Abduh, ​,Syarh,​1​.
Muhammad Hasan Nail Al-Rasafi berkata : “Nahj al-Balaghah adalah kitab yang

dijadikan oleh Allah sebagai hujjah yang nyata bahwa Ali adalah sebaik-baik contoh hidup

bagi cahaya Qur’an, kebijakannya, ilmunya, petunjuknya, I’jaznya dan kefasehanya.

Dalam kitab ini telah terkumpul pada Ali apa-apa yang tidak terkumpul pada

pemimpin-pemimpin besar, filosof ulung, ulama’-ulama’ robbani, dari tanda-tanda

kebijakan, etika berpolitik yang baik dan semua nasehat-nasehat yang cemerlang serta

sebagai bukti yang nyata akan keutamannya dan kebaikan budinya”.


KAJIAN TEORITIS TENTANG PENDIDIKAN

A. Pengertian Pendidikan

Dalam bahasa Yunani ada dua istilah yang hampir sama bentuknya yaitu ​Paedagogie

dan ​Paedagogiek​. ​Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan Paidagogiek berarti ilmu

pendidikan. ​Paedagogiek atau ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki,

merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. ​Paidagogik berasal dari bahasa

Yunani ​paedagogie​ yang berarti pergaulan dengan anak-anak.

Paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang pada zaman Yunani kuno yang

pekerjaannya mengatur dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Juga dirumahnya

anak-anak tersebut selalu dalam pengawasan dan penjagaan dari para ​Paedagogos​.

Paedagogos berasal dari kata ​Paidos (anak) dan ​Agoge (saya membimbing, memimpin). Jadi
55
pendidikan berarti memimpin anak-anak .

Menurut Bahasa Arab, ada tiga kata yang menurut para cendekiawan pendidikan

Islam yang dapat berarti pendidikan; yaitu ​Tarbiyah​, ​Ta’lim d​ an ​Ta’dib. ​Namun istilah yang

paling populer adalah Tarbiyah. Kata tarbiyah secara etimologi berasal dari tiga kata kerja ;

‫ُﻮ‬
ْ ‫َﺮﺑ‬
ْ ‫َرﺑَﺎ ﯾ‬ yang berarti berkembang, ‫ﱢﻰ‬
ْ ‫ُﺮﺑ‬
َ ‫ َرﺑﱠﻲ ﯾ‬yang berarti tumbuh dan ‫َﺮ ﱡب‬
ُ ‫ َر ﱠب ﯾ‬yang berarti

memperbaiki dan mendidik.

55
Ngalim Purwanto, ​Ilmu Pendidikan, Teoritis dan Praktis,​ (Bandung:PT Rosda Karya,2003),3
Atas dasar ini Tarbiyah berarti kepemimpinan, kepengurusan, perkembangan dan

perubahan dalam kitab ​Lisan al Arab t​ erdapat arti yang menunjukkan pada masa kanak-kanak

bahwa ​tarbiyah a​ dalah ungkapan kata yang dipakai untuk memperhatikan anak dengan

memberikan makan, mengawasi dan melaksanakan perbuatan yang baik kepadanya hingga
56
dewasa.

Istilah kedua adalah ​ta’lim y​ ang berasal dari kata ‫ َﻋﻠﱠ َﻢ ﯾُ َﻌﻠﱢ ُﻢ‬yang berarti mengajar.

Menurut Abdul Fatah Jalal, kata ​ta’lim ​lebih terbatas pada usaha ​transfer of knowledge ​dari
57
pendidik ke anak didik .Istilah ketiga adalah ​ta’dib ​yang berasal dari kata ‫ اَ ﱠد َب ﯾُ َﺆ ﱢد ُب‬yang

berarti mendisiplinkan tubuh, jiwa dan ruh. Menurut Syed Naqueb Al-Attas, ​ta’dib berarti

pengenalan dan pengakuan yang tepat dalam hubungannya dengan kemampuan dan potensi

jasmaniyah, intelektual dan ruhaniyah. Karena itu menurutnya istilah yang paling tepat untuk
58
pendidikan adalah ​ta’dib.

Menurut hemat saya ketiga istilah tersebut tidaklah kontradiktif. Namun

masing-masing memiliki arti yang saling melengkapi. Di mana kata ​tarbiyah lebih mengarah

pada perkembangan fisik, ​ta’lim lebih menonjol dalam perkembangan intelektual dan kata

ta’dib l​ ebih menunjukkan arti perkembangan dibidang moral.

Secara terminologi pendidikan mempunya banyak definisi yang satu sama lain saling

melengkapi. Perbedaan definisi tersebut disebabkan karena perbedaan budaya, ideologi dan

sosial budaya para ahli pendidikan. Berikut ini kami kutib beberapa definisi pendidikan

menurut para ahli :

56
Ibnu Manzur, ​Lisan al ‘Arab​ (Beirul : Dar al Ma’arif, TT), 1547.
57
Abdul Fatah Jalal, ​Min Usul al-Tarbiyah fi al-Islam​, (Kairo:Dar al-Kutub,1977),14.
58
Syed Naqueb Al-Attas, ​Konsep Pendidikan Dalam Islam​, terj. Haedar Baqir, (Bandung: Mizan, 1992),60.
Menurut Filosof Yunani Plato berpendapat bahwa kesempurnaan manusia dapat

direalisasi dengan pendidikan dan keseimbangan dua unsur fisik dan mental pada anak. Dia

mendefinisikan pendidikan adalah memberikan kepada fisik dan mental semua yang dapat
59
mengantarkan kepada keindahan dan kesempurnaannya .

Adapun menurut muridnya Aristoteles yang memusatkan pendidikan pada

tujuan pendidikan adalah sebagai berikut : “Tujuan pendidikan adalah agar seseorang dapat

mengerjakan segala hal yang bermanfaat dan penting, baik dalam keadaan perang atau damai

dan mengerjakan hal-hal yang baik untuk sampai kepada kebahagiaan serta menyiapkan akal

untuk mendapatkan ilmu sebagaimana tanah disiapkan untuk tumbuh-tumbuhan dan tanaman”
60
.

Menurut Hubbel pendidikan yang sempurna adalah “menjaga kesehatan tubuh

dan kekuatan fisik sehingga dapat meningkatkan kekuatan akal dan badannya , menambah

daya tangkapnya, kecerdasannya serta membiasakan untuk mengambil kesimpulan dengan

cepat , menciptakan kelembutan perasaannya dan mengerjakan kewajiban-kewajibannya


61
dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya”.

Herbert mendefinisikan pendidikan adalah “mempersiapkan seseorang untuk

hidup sempurna dalam arti kuat fisiknya, sempurna akhlaknya, teratur pemikirannya,

mengetahui bagaimana bergaul dengan orang lain, menghargai keindahan alam, mengetahui

59
Kamil Sulaiman dan Ali al-Abdullah,​ Al-Tarbiyah usuluha, Turuquha Wasailuha ​(Bairut : Manshurot Majalah
Al-saqafah, 1965), 76.
60
Ibid, 176.
61
Kamil Al-Tarbiyah, 178.
bagaimana mengatur urusannya, melaksanakan kewajibannya dan memenfaatkan semua yang
62
diberikan Allah kepanya sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya dan orang lain” .

Pestalozzi mendefinisikan “pendidikan adalah mengembangkan kekuatan anak


63
secara sempurna dan sesuai” .

Adapun menurut Frobel salah seorang ahli T.K. berpendapat bahwa “pendidikan

adalah upaya membuka potensi-potensi anak yang terpendam sebagai mana terbukanya
64
tumbuh-tumbuhan dan bunga” .

Sedangkan John Dawey menegaskan bahwa pendidikan sebagai proses adaptasi atau
65
interaksi siswa dengan linkungannya . Ia berkata : “Pendidikan ialah sebuah pembentukan

dan penataan berbagai aktifitas individu-individu dan kemudian memasukkan mereka ke

dalam cetakan-cetakan tertentu, yaitu perubahan proses menjadi sebuah aksi sosial yang
66
diterima oleh orang lain” .

John Milton mendefinisikan pedidikan yang sempurna adalah yang menjadikan

manusia mampu mengerjakan semua pekerjaan baik yang umum atau khusus dengan teliti dan
67
ahli baik dalam saat damai atau perang . Menurut Hesly pendidikan ialah “mengembangkan

potensi anak sehingga menjadi seorang yang mampu untuk mengatur kehidupan yang
68
bahagia” , senada dengan ini, Letsry berkata “pendidikan adalah pekerjaan yang dilakukan

62
Muh Said & Junimar Affan, ​Mendidik dari Zaman ke Zaman​,(Bandung: Jeammars,1987),220.
63
Ibid, 216.
64
Ibid, 226
65
Ibid,236
66
Baqir Syarif al-Qarasyi, ​Nidham al-Tarbawi fi al-Islam​,( Teheran: Dar al-Kutub al-Islami,1996),33.
67
Ibid,32.
68
Ibid,33
untuk mengembangkan anak atau pemuda dan ia merupakan sekumpulan kebiasaan-kebiasaan
69
berfikir atau pekerjaann tangan dan budi pekerti yang baik” .

Menurut John Simon “pendidikan adalah sebuah cara yang dapat merubah akal jadi
70
lain begitu pula dengan hati sehingga menjadi hati yang lain” .

Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, menyatakan bahwa “pendidikan

pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran
71
(Intelek)​ dan jasmani anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.

Secara lebih Filosofi Moh. Natsir dalam tulisannya ​Idiologi pendidikan Islam

menyatakan, yang dimaksud pendidikan Islam ialah suatu pimpinan Jasmani Rohani menuju

kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti yang sesungguhnya.

Dan tentunya masih banyak lagi definisi-definisi tentang pendidikan yan tidak

mungkin penulis tulis semuanya. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pendidikan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Pendidikan secara umum

2. Pendidikan secara khusus

1.1. Pendidkan Secara Umum

Pendidikan dalam arti umum adalah segala proses pembekalan, bimbingan,

penyiapan anak baik dilakukan oleh dirinya atau orang lain bahkan oleh kejadian-kejadian

alam, secara sengaja atau tidak yang dapat meningkatkan potensinya, fisik, phisikis,

intelektual, spiritual, moral, individual, sosial.

69
Ibid.
70
Ibid,32
71
Ki Hajar Dewantara,​ masalah kebudayaan, kenang-kenagan promosi Doktor Honoris Causa (​ Yogyakarta, 1967),
42.
Pendidikan dengan arti yang umum ini memiliki semua pengaruh yang diakibatkan

oleh tiga faktor ; Keturunan, Lingkungan dan Kehendak. Yang dapat mempengaruhi

pengembangan potensinya dan penyiapan dirinya baik secara sengaja atau tidak.

Semua pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau oleh dirinya, dan semua

kejadian yang terjadi disekitarnya yang dapat mempengaruhi jiwanya, baik diwaktu dalam

kandungan atau masa kanak-kanak semua ini mempengaruhi dirinya dan dianggap sebagai

pendidikan secara umum.

Stewert Mil menyatakan bahwa pendidikan dalam arti yang umum mencakup semua

pekerjaan yang kita lakukan untuk diri kita dan semua yang dilakukan oleh orang lain yang

dapat mengantarkan pada kesempurnaan kita. Dan juga mencakup semua pengaruh-pengaruh

yang tidak langsung yang terjadi pada kebiasaan-kebiasaan dan kejadian-kejadian yang

memiliki tujuan yang berbeda-beda seperti undang-undang, aturan-aturan, bentul-bentuk

pemerintahan, seni, perindustrian dan berbagai kejadian sosial kemasyarakatan bahkan

faktor-faktor alam yang bukan kendali manusia seperti pemandangan alam dan lainnya.

Jadi pendidikan secara umum meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi

pembinaan budi pekerti baik dari manusia atau lainnya, bahkan dari hal-hal yang keluar dari

keinginan manusi seperti pemandangan-pemandangan alam yang memiliki pengaruh

pendidikan dan meningkatkan kepribadiannya. Seseorang yang melihat gambar bagus

misalnya kemudian dia tertarik dan imaginasinya berkembang maka ini juga disebut

pendidikan. Oleh karena itu sering kita mendengar orang berkata : aku telah dididik oleh
72
zaman dan kejadian-kejadian .

72
Baqir , ​Al-Nidham ​, 34.
1.2. Pendidikan Secara Khusus

Pendidikan dalam arti khusus adalah ​usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang

yang dewasa terhadap anak-anak untuk membantu dalam rangka mengembangkan

kepribadiannya secara sempurna dengan menciptakan lingkungan yang memadai sehingga

menjadi pribadi yang seimbang dan dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Menurut

Ngalim purwanto dalam bukunya, ​Ilmu Pendidikan​, menegaskan bahwa “pendidikan adalah

segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin

perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan. Atau lebih jelas lagi pendidikan

adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam
73
pertumbuhannya (Jasmani dan Rohani) agar berguna bagi dirinya dan masyarakatnya”.

Menurut Undang-undang RI N0.20 tentang pendidikan tahun 2003 :Pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari sini maka pendidikan secara khusus memiliki beberapa unsur penting yaitu :a.

Usaha sadar orang dewasa. b. Bantuan terhadap anak didik .c. Lingkungan yang baik. d.

Tujuan yang jelas e. Metode dan sarana pendidikan yang baik. Untuk lebih jelasnya,

poin-poin di atas akan kami jelaskan berikut ini :

2.1. Usaha Sadar Orang Dewasa

73
Ngalim Purwanto, ​Ilmu pendidikan, ​10.
Pendidikan harus dilakukan dengan penuh kesadaran;diakukan dengan sengaja,

mempunyai tujuan dan program yang jelas yang dapat meningkatkan potensinya. Dan usaha

untuk itu harus dilakukan oleh orang dewasa, karena jika kita tinjau dari segala seginya orang

dewasa itu benar-benar mengetahui siapa dirinya dan apa yang diperbuat, baikkah atau buruk.

Jadi menjadi dewasa dan kedewasaan itu mempunyai arti kesusilaan juga. Ia

mempertanggung jawabkan keadaannya dan segala perbuatannya. Orang dewasa mempunyai

sifat tetap dan teratur. Padanya terdapat keselarasan antara jasmani dan rohaninya. Kestabilan

inilah yang memungkinkan ia mendidik. Ia benar-benar tahu siapa dirinya, apa yang dapat dan

tidak dapat dikerjakannya. Ia tidak bergantung pada kecil yang selalu minta penghargaan
74
dan keputusan dari orang lain jika ia menginginkan sesuatu .

Untuk lebih jelasnya, disini kami berikan perbandingan antara gejala-gejala

kekanakan dan gejala kedewasaan. Menurut Dwi Nugraha Hidayanto, pribadi dewasa susila

itu sendiri memiliki beberapa karakteristik yaitu : a. Mempunyai individualitas yang utuh. b.

Mempunyai sosialitas yang utuh. C. Mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai

kemanusiaan. D. Bertindak sesuai dengan norma dan nilai-nilai itu atas tanggung jawab
75
sendiri dami kebahagiaan dirinya dan kebahagiaan orang lain. Selanjutnya Nugroho

menegaskan bahwa orang dewasa dapat disifati secara umum melalui gejala-gejala

kepribadiannya, yaitu: a. Telah mampu mandiri. B. Dapat mengambil keputusan batin sendiri

atas perbuatannya. C. Memiliki pandangan hidup, dan prinsip hidup yang pasti dan tetap. D.

Kesanggupan untuk ikut serta secara konstruktif pada matra sosio kultural. E. Kesadaran akan
76
norma-norma. F. Menunjukkan hubungan pribadi dengan norma-norma.

74
Ibid, 14.
75
Dwi Nugroho Hidayanto, ​Mengenal Manusia dan Pendidikan​, (Yogyakarta: Liberty,1988),43
76
Ibid, 44.
Dengan demikian pendidikan harus dilakukan oleh seorang pendidik yang memenuhi

syarat minimal yaitu kedewasaan.

2.2 Bantuan Terhadap Anak

Dalam pemahaman modern anak adalah sebuah individu yang aktif yang memiliki

kelebihan-kelebihan, potensi yang dapat mengetahui, mencipta, berkarya jika dikembangkan.

Seorang pendidik hendaknya membantu dan membimbing anak dalam rangka

mengembangkan potensinya yang terpendam. Seperti halnya seorang dokter yang tidak dapat

menyenbuhkan pasiennya secara langsung. Dia hanya membantu pasiennya untuk

menyembuhkan dirinya sendiri. Karena didalam dirinya terdapat potensi-potensi alamiyah

yang tugasnya adalah menjaga keseimbangan tubuh.

Tugas seorang dokter adalah berupaya membangkitan ini agar bekerja sesuai dengan

tugasnya yang alami secara sempurna. Begitu juga halnya seorang pengajar ia harus berperan

membantu anak dalam belajar sendiri dengan menciptakan suasana-suasana yang dapat

membangkitkan potensinya yang terpendam sehingga dapat melakukan belajar secara mandiri

dan terarah. Dengan demikian, pendidikan tidak sama dengan mencetak atau menciptakan

atau memaksakan kehendak si anak didik. Menurut Froebel tujuan pendidikan ialah

membantu anak-anak mengembangkan kesanggupan-kesanggupan mereka agar tercapai

persatuan rohaniah dengan Yang Mutlak. Dalam hubungan ini, pertumbuhan sang anak itu

merupakan satu segi dari Yang Mutlak. Pertumbuhan sang anak itu merupakan satu segi dari

yang Mutlak. Karena berilah kesempatan kepada anak-anak untuk berkembang


77
sebebas-bebasnya. Dengan demikian tercapailah persatuan rohaniah dengan Yang Mutlak.

77
Muh. Said, ​Mendidik​,227.
2.3. Lingkungan Yang Baik

Lingkungan dalam pengertian umum, berarti situasi di sekitar kita. Dalam lapangan

pendidikan, arti lingkungan itu luas sekali yaitu segala yang berada diluar diri anak, dalam
78
alam semesta. Lingkungan adalah faktor yang paling penting dalam pendidikan. Anak-anak

akan dapat dipengaruhi oleh lingkungannya dengan tanpa disadaari. Lingkungan juga

memberikan sumbangan dalam mewujudkan sebuah tingkat kesempurnaan yang tinggi.

Sarana-sarana yang dapat membangkitakn potensi siswa yang terpendam terdapat pada

lingkungan yang baik. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang menghormati

kepribadian anak, memberikan rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab, membangkitkan

keinginan untuk belajar, berotodidak sehingga ia dapat mengenal kebenaran-kebenaran, ilmu

pengetahuan dengan bimbingan seorang guru.

Lingkungan yang baik ini dapat berupa lingkungan keluarga yang harmonis, sekolah

yang bertanggung jawab, aturan-aturan pemerintahan, kurikulum, buku, kegiatan, metode dan

sarana pendidikan yang sesuai dengan idiologi, moral, ilmu jiwa dan ilmu sosial yang benar.

​ enyebutkan macam-macam
Abu Ahmadi dalam bukunya ​Ilmu Pendidikan m

lingkungan yaitu: Lingkungan dalam, lingkungan fisik, lingkungan budaya, lingkungan sosial
79
dan lingkungan spritual. Ki Hajar Dewantoro membedakan lingkungan pendidikan menjadi
80
tiga, yang kita kenal dengan Tri Pusat Pendidikan yaitu : Keluarga, sekolah dan masyarakat.

Dengan lingkungan yang baik, maka tujuan pendidikan -kepribadian yang baik- akan

mudah direalisir. Jika kepribadian seseorang semakin sempurna maka dia pasti dapat

78
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiati, ​Ilmu Pendidikan,​ (Jakarta: PT. Rineke Cipta, 1991),64.
79
Ibid, 65-66.
80
Ibid,66
berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga dia berperan aktif untuk membangun

masyarakatnya kearah yang lebih baik, maju dan berperadaban.

Hal itu karena pendidikan berbeda dengan pengajaran. Perbedaan pendidikan dengan

pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan

kepribadian anak didik disamping transfer ilmu dan keahlian karena pengajaran dapat

dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, bahkankan transformasi nilai dan

pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Sedangkan pengajaran lebih

berorintasi pada pembentukan tukang-tukang atau para spesialis yang terkurung dalam

spesialisasinya yang sempit, karena itu perhatian dan minatnya lebih bersifat tertulis.

Jika system pendidikan barat sekarang ini disebut-sebut mengalami krisis yang akut

itu tak lain karena proses yang terjadi dalam pendidikan tak lain dari sekedar pengajaran.

Pendidikan yang berlangsung dalam suatu system tak lebih dari suatu proses transfer ilmu dan

keahlian dalam kerangka tekno struktur yang ada. Akibatnya pendidikan katakanlah

pengajaran menjadi suatu komoditi belaka dengan berbagai implikasinya terhadap kehidupan
81
social kemasyarakatan .

B. TUJUAN PENDIDIKAN

Tujuan pendidikan adalah sesuatu yang ingin dicapai, diraih, dan dihasilkan dari

sebuah proses pendidikan. Tujuan pendidikan tentunya sangat dipengaruhi oleh sipendidik itu

sendiri. Dan sipendidik akan dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, idiologi, lingkungan,

zaman dimana dia tinggal. Karena itu tujuan pendidikan orang materialisme berbeda dengan

81
Azyumardi Azra, ​Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi menuju melenium Baru,​ ( Jakarta: PT Logos Wacana
Ilmu, 1999),3.
orang yang idealisme. Orang ateis juga berbeda dengan orang yang beragama dan begitu

seterusnya.

Karena pandangan hidup manusia itu berlainan, berbeda-beda pula apa yang hendak

dicapai dengan pendidikan itu. Jadi titik berat yang dituju berbeda-beda pula. Dari sekian

philosofi pendidikan yang melatarbelakangi sebuah proses pendidikan, minimal ada 4 tujuan

pendidikan yaitu :

1. Tujuan Spritual

Beberapa pakar pendidikan Islam menegaskan bahwa tujuan dasar pendidikan dan

pembelajaran adalah kesucian diri, kemurnian diri serta pembangunan hubungan dengan
82
Allah. Ini adalah tujuan tertinggi dan maksud yang paling mulia. Dengan demikian semua

proses pendidikan dimaksudkan untuk membawa si anak agar ia selalu berbakti kepada

tuhannya, selalu hidup menuruti dan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh agamanya

Anak dididik bukan hanya untuk kehidupan sekarang melainkan dipersiapkan untuk hidup di

akherat nanti.

Al-ghozali berkata : “wahai para pemuda telah banyak malam yang telah engkau

lalui dengan pencarian pengetahuan serta penelusuran buku-buku dan engkau tantang dari

tidur, aku tidak tahu niatmu. Jika itu untuk mendapatkan urusan dunia ini, mengumpulkan

rongsokannya, memegang posisinya serta belagak didepan orang lain, maka celakalah engkau,

namun apabila niatmu untuk memakmurkan sunnah-sunnah nabi, memperbaiki akhlakmu,

serta menghinakan jiwa yang cenderung buruk maka banyak balasan membahagiakan akan
83
menjadi milik kamu” .

82
Baqir, ​Al-Nidam​, 37
83
Ibid.
Frobel mengatakan bahwa pendidikan harus menjadikan individu merasakan

jiwa-jiwa batin mereka, menyadari watak, serta mempercayai keesaan Tuhan. Ia harus

mengarahkan individu pada kemurnian hidup yang suci yang dimulai dari kesadaran akan

tuhan, watak, serta ruh manusia. Ia juga menegaskan bahwa tujuan dari pendidikan

seharusnya mempresentasikan sebuah kehidupan., kejiwaan dan kebaikan yang murni dan
84
suci.

Para pakar pendidikan telah sepakat atas gagasan menghilangkan segala pendidikan

yang tidak mengarahkan pada kesempurnaan dan disiplin diri yang berada dilingkungan

pandidikan.

Willula berkata : “tujuan pendidikan adalah memperbaiki apa yang rusak dari

ayah-ayah kita. “Dapat mencapai demikian dengan mengambil kesadaran yang tepat akan

Tuhan, membahagiakan ayah dan menetapkan diri kita pada jalannya melalui
85
kebaikan-kebaikan” .

Ketika menegaskan tentang aspek moral pendidikan. John Locke berkata : “Kebaikan
86
merupakan tujuan utam pendidikan” .

2. Tujuan Material

Sekelompok ahli pendidikan mempercayai bahwa aspek material mestinya harus

diutamakan. Mereka mendidik anak-anak untuk dapat dan sanggup hidup didunia ini, yang

penuh dengan rintangan dan kesukaran yang harus diatasinya untuk mencapai kebahagiaan

hidupnya. Beberapa ahli pendidikan Inggris telah menamakan tujuan ini sebagai tujuan roti

dan mentega ​(Bread And Butter Goal)​. Pendapat ini bagaimanapun memiliki sebuah nilai,

84
Ibid.
85
Ibid.
86
Ibid
karena manusia cenderung untuk hidup selama-lamanya perlu mendapatkan penghasilan serta

mencari sarana-sarananya yang sungguh merupakan hal paling wajib demi kelangsungan

individu-individu dan para tanggungangannya.

Pada abad ke18 dan ke 19 dan mungkin hingga abad ini, di mana ilmu pengaetahuan

dan teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat, orang lebih mengutamakan

hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan duniawi dan kebendaan (materialilstik) dari

pada hal-hal yang berhubungan dengan kerohaniaan

3. Tujuan Sosial

Beberapa ahli pendidikan berpendirian bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan

pada aspek sosial. John Dewey seorang ahli filsafat dan ahli pendidikan Amerika berpendapat

bahwa pendidikan kemasyarakatanlah yang lebih penting dari pada pendidikan individual.

Tujuan pendidikan menurut Dewey ialah membentuk manusia untuk menjadi warga negara

yang baik. Untuk itu di sekolah-sekolah diajarkan segala sesuatu kepada anak yang perlu bagi

kehidupannya di masyarakat sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara.


87
Pendeknya pendidikan hendaknya mempersiapkan anak untuk hidup di dalam masyarakat .

4. Tujuan Individual.

Beberapa ahli pendidikan yang lain meyakini bahwa tujuan utama proses pendidikan

ialah pencapaian pertumbuhan kesempurnaan individu-individu berdasarkan kecenderungan

dan kemampuan masyarakat. Kelompok ini lebih mengutamakan individual dari pada

kepentingan masyarakat. J.J. Rousseou umpamanya lebih mementingkan pendidikan individu

dari pada pendidikan kemasyarakatan. Ia berpendapat manusia itu ketika dilahirkan adalah

87
Ngalim, Ilmu Pendidikan, 24.
baik, suci dan kebanyakan anak itu menjadi rusak, karena manusia itu sendiri atau karena

masyarakat. Oleh karena itulah Roussoue dalam pendidikannya mangajarkan agar anak-anak

didalam dididikan sesuai dengan alamnya. Alam anak-anak itu baik pembawaan anak itu

adalah baik. Maka dari itu kembangkan pembawaan-pembawaan anak itu sesuai dengan

alamnya. Reossou adalah pengajar pendidikan menurut alam sehingga hukuman dalam

pndidikan ia menganjurkan pendidikan adalah hukuman alam. Alamlah yang akan


88
mendidiknya .

Dan tentunya masih banyak lagi tujuan-tujuan pendidikan yang tidak penulis

cantumkan disini karena keterbatasan, namun demikina kalau kita cermati dari konsep tentang

pendidikan tersebut di atas maka tujuan pendidikan hendaknya harus merupakan tujuan ideal

yang memiliki penekanan yang sama dalam semua aspek; spiritual, material, individual dan

sosial.

Tujuan pendidikan menurut Undang-undang No. 20 tentang pendidikan BAB II

pasal 2 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berahlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

C. METODE PENDIDIKAN

88
Ibid.
Dapat pula dikatan pekerjaan mendidik itu dibagi dua aspek yaitu bentuk atau corak

dan isi.Yang dimaksud dengan isi adalah segala sesuatu yang mencakup tujuan atau rencana

yang hendak dicapai oleh si pendidik. Sedangkan yang dimaksud bentuk atau corak ialah

mengenai tingkah laku si pendidik terhadap anak didiknya seperti melarang, memberi anjuran,

perintah, menasehati dan menghukum. Didalam ilmu pendidikan usaha-usaha atau perbuatan

si pendidik yang ditujukan untuk melaksanakan tugas pendidikan disebut dengan alat-alat
89
pendidikan. Untuk memilih alat-alat pendidikan manakah yang baik dan sesuai maka

hendaknya seorang pendidik memperhatikan 4 hal beriktu :a.Tujuan apakah yang hendak

dicapai dengan alat itu ?b. Siapa yang menggunakan alat itu ?c.Anak yang mana yang dikenai

alat itu ?d.Bagaimana menggunakan alat itu ?

Empat hal ini sangat penting diperhatikan oleh si pendidik untuk dapat

mengefektifkan metode-metode tersebut.

Menurut Abdullah Nasikh Ulwan dalam ​bukunya “Tarbiayat al Aulad fi al Islam​”

minimal ada 5 metode pendidikan yaitu :1.Pendidikan dengan keteladanan.2.Pendidikan

dengan pembiasaan.3. Pendidikan dengan nasehat. 4.Pendidikan dengan pengawasan.5.


90
Pendidikan dengan hukuman .

.Sedangkan menurut Ngalim purwanto alat pendidikan ada 6; a.Pembiasaan, b.


91
Pengawasan.c.Perintah.d.Larangan.e.Ganjaran. f.Hukuman.

Untuk lebih jelasnya kami akan memberikan uraian singkat tentang metode-metode

diatas :

1. Keteladanan

89
Ibid,176.
90
Abdullah Nasikh Ulwan, ​Tarbiyat al Aulad fi al Islam​, (Beirut: Dar al Salam tt), 632
91
Purwanto, Ilmu, 176.
Teladan adalah sumber pengaruh yang dapat menimbulkan kecenderungan pada anak didik

untuk menirunya. Teladan dapat berasal dari pendidik, anak didik yang lain atau lingkungan
92
sekitarnya, Teladan tersebut dapat luhur maupun hina . Dengan demikian keteladanan

merupakan metode pendidikan yang paling ampuh dalam mempersiapkan anak baik fisik,

mental, moral, sosial dan lain-lain, karena pendidik adalah merupakan idola bagi anak jika

pendidik tersebut berbuat kebaikan maka sudah pasti anak itu akan mengikuti secara sadar

atau tidak, bahkan akan terkesan didalam jiwanya dan perasaannya baik secara sadar atau

tidak. Karena itu keteladanan merupakan faktor yang paling penting dalam kebaikan anak dan

kerusakannya, jikan pendidiknya jujur, terpercaya, sopan, mulia, berani dan menjaga harga

diri maka anak akan tumbuh dalam kejujuran, amanah, kesopanan,, kemulyaan, keberanian

dan penuh harga diri. Tapi jika pendidiknya pembohong, penghianat, tidak sopan, pengecut

dan rendahan maka anak akan tumbuh dan berkembang atas kebohongan, hianat, tidak tahu

sopan santun, pengecut dan rendah diri.

2. Pembiasaan

Istilah kebiasaan berarti perbuatan yang berlangsung secara mekanis, berhubung


93
telah berkali-kali terulangnya. Pembiasaan juga merupakan salah satu alat pendidikan yang

terpenting terutama bagi anak-anak yang masih kecil. Anak kecil belum menginsapi apa yang

dikatan baik dan apa yang dikatak buruk dalam arti susila, juga anak kecil belum mempunya

kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti orang dewasa tetapi mereka sudah

mempunyai hak seperti hak dipelihara, hak mendapat perlindungan dan hak mendapat

92
Ag. Soejono, ​Ilmu Pendidikan Umum,​ (Bandung: CV Ilmu,tt), 153.
93
Ibid,159.
pendidikan sedangkan anak kecil belum kuat ingatannya ia cepat lupa apa yang sudah dan

baru terjadi.

Oleh sebab itu sebagai permulaan, pembiasaan merupakan alat satu-satunya sejak

dilahirkan anak-anak harus dilatih dengan kebiasaan dan perbuatan-perbuatan yang baik

seperti dimandikan dan ditidurkan pada waktu tertentu, memberi makan dengan teratur dan

sebagainya.

Anak-anak dapat menurut dan patuh kepada peraturan dengan jalan membiasakannya

dengan perbuatan-perbuatan yang baik didalam rumah tangga atau keluarga, di sekolah dan

juga di tempat lain. Menurut Ngalim Prwanto pembiasaan yang baik penting artinya bagi

pembentukan watak anak-anak dan juga terus berpengaruh pada anak itu sampai hari tuanya.

Membiasakan anak untuk melakukan perbuatan tertentu memang sulit namun itu akan
94
melekat pada itu dan sulit untuk dihilangkan .

Ag. Soejono menyebutkan ada empat bentuk pembiasaan;1.Dengan cara paksaan.2.

Kebiasaan dalam taraf ​human. 3. Kebiasaan dalam taraf animal.4. Kebiasaan dari tingkatan

animal menuju ke tingkatan human. Perbuatan kebiasaan semacam inilah yang mengandung
95
nilai luhur.

Para penganut aliran ​Behafiorisme dan ​Fisikologi ​Individual telalu mengutamakan

pentingnya kebiasaan dalam pendidikan. ​Behafiorisme berpendapat bahwa dasar atau

keturunan itu tidak ada hasil pendidikan terutama ditentukan oleh pengaruh yang diterima

anak dari dunia sekitarnya, termasuk juga pendidikan. Demikian pula ​Fisikologi ​Individual

94
Purwanto, Ilmu,177.
95
Ag Soejono, Ilmu, 159.
memandang kecil arti bakat dan keturunan, sedangkan pengaruh lingkungan dan pendidikan

sangat dilebih-lebihkan.

3. Pengawasan

Pembiasan yang baik membutuhkan pengawasan. Demikian pula aturan-aturan dan

larangan-larangan dapat berjalin dengan baik jika disertai dengan pengawasan yang terus

menerus, artinya pendidik hendaklah konsekwen apa yang telah dilarang hendaknya selalu

dijaga jangan sampai dilanggar dan apa yang telah diperintahkan jangan sampai diingkari juga

pengawasan ini penting sekali untuk menjaga bila mana ada bahaya-bahaya yang dapat

merugikan pekembangan anak-anak baik jasmani dan rohaninya.

Pengawasan itu penting sekali dalam pendidikan anak-anak, tanpa pengawasa berarti

membiarkan anak-anak berbuat sekehendaknya, karena anak belum dapat membedakan mana

yang baik dan mana yang buruk. Anak yang dilahirkan tumbuh sendiri menurut alamnya akan

menjadi manusia yang hidup yang menuruti hawa nasfunya. Memang ada pula ahli pendidik

yang manganut adanya kebebasan yang penuh dalam pendidikan Rousseau umpanya adalah

salah seorng pendidik yang beranggapan bahwa semua anak sejak dilahirkan adalah baik

menurutnya anak hendaknya dibiarkan tumbuh menurut alamnya yang baik itu sehingga

mengenai hukumannya pun Rousseau menganjurka hukuman alam. Tetapi para ahli didik

umumnya sependapat bahwa pengawasan adalah alat didik yang paling penting dan harus

dilaksanakan, biarpun berangsur-angsur anak itu diberikan kebebasan. Jadi kebebasan

bukanlah pangkal atau permulaan pendidikan melainkan kebebasan itu yang hendak diperoleh

dalam pendidikan karena tujuan mendidik adalah membentuk anak supaya akhirnya dapat

berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas perbuatannya, mendidik kearah kebebasan.
Pengawasan menurut Abdullah Nasikh Ulwan meliputi :a. Pengawasan di bidang

keimanan.b. Pengawasan di bidang ahlak.c.Pengawasan di bidang ilmu pengetahuan.d.

Pengawasan di bidang kesehatan.e.Pengawasan di bidang mental.f. Pengawasan di bidang


96
sosial. G. Pengawasan di bidang spiritual.

4. Perintah

Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut seorang yang harus dikerjakan oleh

orang lain melainkan dalam hal ini termasuk peraturan-peraturan lain yang harus dipatuhi

oleh anak-anak. Tiap-tiap perintah dan peraturan harus mengandung norma kesusilaan, tentu

saja perintah tersebut harus sudah dikerjakan dan dilakukan oleh si pendidik terlebih dahulu

jika tidak maka, perintah tersebut tidak akan memberikan hasil pendidikan. Ngalim Purwanto

berpendapat supaya perintah-perintah yang dilancarkan oleh sipendidik terhadap anak

didiknya dapat ditaati sehingga dapat tercapai apa yang dimaksud, hendaklah

perintah-perintah itu memenuhi syarat tertentu diantaranya :

a. Perintah hendaklah terang dan singkat jangan terlalu banyak komentar sehingga mudah

dimengerti oleh anak.

b. Perintah harus disesuaikan dengan keadaan dan umur anak serta kesanggupan anak.

c. Perintah harus bersifat luas dan lunak sehingga tidak terlalu keras kedengarannya.

d. Jangan terlau banyak dan berlebih-lebihan memberi perintah sebab dapat mengakibatkan
97
tidak patuh dan menentang .

5. Larangan

96
Ulwan, ​Tarbiyat,7​ 35-746.
97
Purwanto, ​Ilmu,​ 180.
Disamping perintah sering kita melarang sesuatu pada anak. Larangan biasanya

dilakukan untuk mencegah anak untuk berbuat yang tidak baik. Namun demikian seorang

pendidik hendaknya tidak banyak memberikan larangan. Karena anak yang dilarang dalam

segala perbuatan dan perlakuannya sejak kecil dapat terhambat perkembangan jasmani dan

rohaninya. Menurut Ngalim Purwanto anak yang sering mendapatkan larangan dapat

mengakibatkan bermacam-macam sifat atau sikap yang tidak baik pada anak itu sendiri,

seperti keras kepala atau melawan, pemalu dan penakut, perasaan kurang harga diri, kurang

mempunyai perasaan tanggung jawab, pemurung atau pesimis, acuh tak acuh terhadap
98
sesuatau (​apatis​) dan sebagainya. Larangan lebih baik dirubah menjadi perintah atau seruan.

6. Ganjaran

Ganjaran adalah penghargaan yang setimpal kepada anak didik yang telah

mengerjakan sesuatu dengan baik. Ganjaran merupakan salah satu alat pendidikan yang

dengannya anak dapat merasa senang karena perbuatan dan pekerjaan mendapat penghargaan.

Selayaknya pendidik bermaksud supaya dengan ganjaran itu anak menjadi lebih giat lagi

usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dicapainya. Dengan kata

lain anak menjadi keras kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi.

Jadi maksud ganjaran itu yang terpenting bukanlah hasil yang dicapai seorang anak,

melainkan dengan hasil yang telah dicapai oleh anak itu pendidikan bertujuan membuat kata

hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak itu.

Ganjaran tidak sama dengan upah. Upah ialah sesuatu yang mempunyai nilai sebagai

ganti rugi dari suatu pekerjaan atau suatu jasa. Upah adalah pembayaran suatu tenaga, pikiran

98
Ibid,181.
atau pekerjaan yang telah dilakukan oleh seseorang. Besar kecilnya upah memiliki

perbandingaan tertentu dengan berat ringannya pekerjaan atau banyak sedikitnya hasil yang

telah dicapai. Sedangkan ganjaran sebagai alat pendidikan tidak demikian halnya. Ia harus

mempunyai nilai pendidikan yaitu dapat memberi semangat dan merespon anak didik agar

lebih giat lagi boleh jadi anak yang pintar yang sudah memiliki semangat yang cukup tidak

perlu mendapat ganjaran. Dan sebaliknya anak yang malas dan sedikit menampakkan

keseriusannya dan kesungguhannya dalam belajar atau lainnya yang bersifat positif perlu

mendapatkan ganjaran. Tentunya si pendidik harus memperhatikan kondisi si anak-anak didik

dengan senang hati. Sehingga tidak menimbulkann iri hati, dengki dan hal-hal yang kontra

produktif.

Ganjaran memiliki banyak macamnya misalnya dengan menganggukkan kepala,

memuji, memberi hadiah, atau lainnya.

7. Hukuman

Hukuman ialah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh

seseorang (orang tua, guru dan sebagainya) sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan, atau

kesalahan. Sebagai alat pendidikan hukuman hendaklah :

a. Senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran.

b. Selalu bertujuan kearah perbaikan ; hukunan itu hendaknya diberikan untuk kepentingan

anak itu sendiri.

Ada beberapa teori tentang hukuman antara lain :


a. Teori pembalasan. Menurut teori ini hukuman diadakan sebagai balas dendam terhadap

kelalaian dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Tentu saja teori ini tidak boleh

dipakai dalam pendidikan di sekolah.

b. Teori perbaikan, menurut teori ini, hukuman dipakai untuk membasmi kejahatan. Jadi

maksud hukuman itu ialah untuk mempebaiki si pelanggar agar tidak berbuat kesalahan

semacam itu lagi. Teori inilah yang bersifat ​Pedagogis,​ karena bermaksud memperbaiaki si

pelanggar.

c. Teori perlindungan. Menurut teori ini pelanggaran diadakan untuk melindungi masyarakat

dari kegiatan-kegiatan yang tidak tegas. Dengan adanya hukuman ini, masyarakat dapat

dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh si pelanggar.

William Stern membedakan tiga macam hukuman yang disesuaikan dengan tingkat

perkembangan anak yaitu :

1. Hukuman​ ​Assosiatif​ (hukuman dihubungkan dengan pelanggaran)

2. Hukuman​ ​Logis​ (hukuman sebagai sebab logis dari pelanggaran)

3. Hukuman​ ​Normative​ (hukuman yang dimaksud untuk memperbaiki norma-norma anak)

Disamping ini ada pembagian hukuman yang lain :

1. Hukuman alam (yang tidak sengaja)

2. Hukuman yang disengaja

Agar hukuman ini dapat efektif, Ngalim Purwanto menggaris bawahi bahwa

hukuman itu harus memperhatikan hal-hal berikut ini :

a. Hukuman harus ada dengan kesalahan.

b. Hukuman harus disesuaikan dengan kepribadian anak.


c. Hukuman harus diberikan dengan adil.
99
d. Guru harus sanggup memberi maaf setelah hukuman itu dilaksanakan.

Inilah hal yang perlu untuk penulis angkat mengenai kajian teoritis pendidikan untuk

menjadi barometer dan tolak ukur konsep pendidikan, Ali Bin Abi Thalib yang ada dalam

kitab Nahj al Balaghah yang menjadi obyek penelitian penulis.

99
Ibid,192
METODE PENDIDIKAN ALI BIN ABI THALIB

A. Pengertian dan Tanggung Jawab Pendidikan

Dalam pembahasan terdahulu dijelaskan bahwa kata Pendidikan diistilahkan dalam

bahasa Arab dengan kata ​tarbiyah, ta’dib dan ta’lim. Dalam hal ini Ali bin Abi Talib telah

mensinyalir tiga kata tersebut yang memiliki konotasi dengan hak pendidikan anak. Ali berkata :

‫ﺼﯿَ ِﺔ اﷲِ َﻓ َﺤ ﱡﻖ ْاﻟ َﻮﻟَ ِﺪ‬


ِ ‫ْﺊ اِﱠﻻ ِﻓﻲ َﻣ ْﻌ‬ ‫ﱢ‬ ِ ‫ َﻓ َﺤ ﱡﻖ ْاﻟ َﻮاﻟِ ِﺪ َﻋﻠَﻰ ْاﻟ َﻮﻟَ ِﺪ اَ ْن ﯾ‬.‫ﻘﺎ‬ ‫ﻠﻰ ْاﻟ َﻮﻟَ ِﺪ َﺣ‬
ٍ ‫ُﻄ ْﯿ َﻌ ُﻪ ِﻓﻲ ُﻛﻞ َﺷﯿ‬ َ ‫ﻘﺎ َواِ ﱠن ﻟِْﻠ َﻮاﻟِ ِﺪ ِﻋ‬ ‫اِ ﱠن ﻟِْﻠ َﻮﻟَ ِﺪ َﻋﻠَﻰ ْاﻟ َﻮاﻟِ ِﺪ َﺣ‬

‫ُﺤ ِﺴ َﻦ اَ َدﺑَ ُﻪ َوﯾُ َﻌﻠﱢ َﻤ ُﻪ ْاﻟ ُﻘ ْﺮأَ َن‬ ْ ‫ﻠﻰ ْاﻟ َﻮاﻟِ ِﺪ اَ ْن ﯾ‬
ْ ‫ُﺤ ِﺴ َﻦ اِ ْﺳ َﻤ ُﻪ َوﯾ‬ َ ‫َﻋ‬

“Sesungguhnya seorang ayah memiliki hak atas anaknya dan seorang anak memiliki hak atas

ayahnya. Adapun hak ayah atas anaknya adalah hendaknya si anak mentaatinya dalam segala hal

kecuali dalam berma’siat kepada Allah. Dan hak anak atas ayahnya adalah hendaknya si ayah
100
memberikan nama yang baik, memperindah budi pekertinya dan mengajarinya al-Qur’an.

Dalam ucapan di atas, Ali menyebutkan hak pendidikan anak dengan menggunakan kata

yuhassin adabahu​ yang berarti ​ta’dib ​dan ​yu’allimhu y​ ang sama dengan ​ta’lim.

Dalam kesempatan yang lain, Ali menyebutkan kata ​tarbiyah ​yang memiliki akar kata

rabba, s​ebagaimana dalam ucapannya ketika memuji orang-oarang Anshar:

‫ﻼ ِط‬ ‫َﺎط َواَْﻟ ِﺴﻨَﺘِ ِﻬ ْﻢ ﱢ‬


َ ‫اﻟﺴ‬ ِ ‫اﻟﺴﺒ‬
‫ْﻬ ْﻢ ﱢ‬ ْ ْ َ ‫ﻼ َم َﻛ َﻤﺎ ﯾ‬
ِ ‫ُﺮﺑﱢﻲ اﻟ َﻔﻠ َﻮ َﻣ َﻊ ِﻏﻨَﺎﺋِ ِﻬ ْﻢ ﺑِﺎَ ْﯾ ِﺪﯾ‬ ِ ْ ‫ﱠﻮ‬
َ ‫اﻻ ْﺳ‬ ْ ‫ُﻫ ْﻢ َواﷲِ َرﺑ‬

100
Ali bin Abi Thalib, Nahj al-Balaghah, edit. Syarif Radhi, ucapan ke 399 (Qom, Matba’ah Muassasah al-Nasyr
al-Islami,tt), 185.
“Mereka demi Allah telah memelihara Islam sebagaimana mereka memelihara kuda dengan

tangan-tangan mereka yang dermawan dan ucapan-ucapan mereka yang fasih dan tegas
101
walaupun mereka dalam keadaan yang penuh dengan kemulyaan.”

Ucapan di atas menyebutkan bahwa Ali telah menyinggung penggunaan kata ​Rabba

untuk agama Islam dan kuda yang tentunya dapat pula digunakan untuk anak. Dengan demikian

dapat kita ambil kesimpulan bahwa Ali lebih dahulu menyebutkan pendidikan dengan kata

ta’dib,​ ​ta’lim dan ​tarbiyah. ​Hanya saja kalau kita meneliti lebih jauh tentang ucapan Ali di atas,

ada penegasan yang jelas antara tiga kata tersebut. Kata ​ta’dib lebih mengarah pada pendidikan

mental dan budi pekerti. Sedangkan kata ​ta’lim lebih mengarah pada pendidikan intelektual dan

tarbiyah l​ ebih dekat pada pendidikan fisik dan pemeliharaan jasmani.

Jadi dengan demikian dapat berarti bahwa pendidikan menurut Ali adalah segala upaya

yang bertujuan untuk meningkatkan potensi fisik, mental spritual dan intelektual anak menuju

kesempurnaanya.

Ketiga aspek ini harus mendaptkan porsi pendidikan yang seimbang menuju

kesempurnaanya. Walaupun nampaknya aspek mental spritual dan intelektual mendapatkan

penekanan yang lebih signifikan. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Ali sendiri dalam

beberapa ucapannya, antara lain:

‫َﺔ‬ َ ‫ُﺠ ﱠﺪ َدٌة َو ْاﻟ ِﻔ ْﻜ َﺮ ُة ِﻣ ْﺮأٌَة‬


ٌ ‫ﺻﺎ ِﻓﯿ‬ َ ‫َاب ُﺣﻠَ ٌﻞ ﻣ‬ َ ْ ‫اَْﻟ ِﻌ ْﻠ ُﻢ ِو َراﺛَ ٌﺔ َﻛ ِﺮ ْﯾ َﻤ ٌﺔ َو‬
ُ ‫اﻻد‬

101
Ibid, ucapan ke 465,190
“Ilmu pengetahuan adalah harta yang patut dimulyakan, perilaku baik adalah busana baru dan
102
pikiran adalah cermin yang jernih”

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata kepada anaknya Hasan :

‫ُﺠ ُﺐ َواَ ْﻛ َﺮ ُم ْاﻟ َﺤ َﺴ ِﺐ ُﺣ ْﺴ ُﻦ ْاﻟ ُﺨﻠُ ِﻖ‬


ْ ‫ﺶ ْاﻟ َﻮ ْﺣ َﺸ ِﺔ اَْﻟﻌ‬
ُ ‫َﺮ ْاﻟ َﻔ ْﻘﺮ اَْﻟ ُﺤ ْﻤ ُﻖ َواَ ْو َﺣ‬ ْ ُْ ْ ْ
ِ ُ ‫اِ ﱠن اَ ْﻏﻨَﻰ اﻟ ِﻐﻨَﻰ اَﻟ َﻌﻘﻞ َواَﻛﺒ‬

“Sesungguhnya kekayaan yang paling besar adalah akal (intelektual), dan kemiskinan trbesar

adalah kedunguan, keliaran yang paling liar adalah bangga diri dan prestasi yang paling mulia
103
adalah budi pekerti yang baik.”

Dalam kesempatan Ali berkata :

َ ‫ْﺮ َﻛ ْﺎﻟﻤ‬
‫ُﺸﺎ َو َر ِة‬ َ ‫ﻻ َﻇ ِﻬﯿ‬
َ ‫َب َو‬ َ ْ ‫اث َﻛ‬
ِ ‫ﺎﻻد‬ َ ‫ْﺮ‬ َ ‫ﻻ ِﻏﻨَﻰ َﻛ ْﺎﻟ َﻌ ْﻘ ِﻞ َو َﻻ َﻓ ْﻘ َﺮ َﻛ ْﺎﻟ َﺠ ْﻬ ِﻞ َو‬
َ ‫ﻻ ِﻣﯿ‬ َ

“Tak ada kekayaan seperti akal (intelektual) tidak ada kemiskinan seperti kebodohan, tak ada
104
warisan seperti budi pekerti yang baik dan tak ada dukungan seperti musyawarah”.

Ali menganggap bahwa seorang anak adalah mahluk yang sangat lemah yang

memerlukan bantuan pengajaran dan pendidikan yang baik. Pendidikan budi pekerti menurutnya

adalah yang lebih pertama dan utama. Anak diumpamakan oleh Ali seperti tanah yag kosong.

102
Ibid,150
103
Ibid,153.
104
Ibid, 155.
Benih apapun yang disebarkan kepadanya ia akan terima dan akan tumbuh sebagaimana dalam

ucapannya kepada Hasan :

َ ‫َﺸﺘَ ِﻐ َﻞ ﻟُﺒ‬
‫ﱡﻚ‬ َ ‫ْﻞ اَ ْن ﯾ َْﻘ ُﺴ َﻮ َﻗ ْﻠﺒ‬
ْ ‫ُﻚ َوﯾ‬ َ ‫َب َﻗﺒ‬ َ ْ ِ‫َرﺗُ َﻚ ﺑ‬
ِ ‫ﺎﻻد‬ ْ ‫ْﺊ َﻗﺒِﻠَْﺘ ُﻪ َﻓﺒَﺎد‬ ْ ْ
ٍ ‫ض اﻟ َﺨﺎﻟِﯿَ ِﺔ َﻣﺎ اُﻟ ِﻘ َﻲ ِﻓ ْﯿ َﻬﺎ ِﻣ ْﻦ َﺷﯿ‬ ِ ‫َواِﻧﱠ َﻤﺎ َﻗ ْﻠ ُﺐ ْاﻟ َﺤﺪ‬
َ ْ ‫َث َﻛ‬
ِ ‫ﺎﻻ ْر‬

“Sesungguhnya hati seorang pemuda (anak) bagaikan tanah yang kosong, apapun yang

dilemparkan kepadanya dia akan menerimanya. Oleh karena itu aku cepat-cepat mendidikmu
105
dengan budi pekerti yang baik sebelum hatimu menjadi keras dan otakmu menjadi sibuk”

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

ُ ‫َﺼ ُﺮ َك ﺛُ ﱠﻢ ﺗَﺒ‬
‫ْﺼ ُﺮ ُه ﺑ َْﻌ َﺪ َذﻟِ َﻚ‬ َ ‫َﻀ ﱡﻞ َﻓ ْﯿ ِﻪ ﺑ‬ َ ‫ﱠﺮ ِﻓ ْﯿ ِﻪ َر ْأﯾ‬
ِ ‫ُﻚ َوﯾ‬ َ ْ ‫ﺎﻫ ًﻼ ﺛُ ﱠﻢ َﻋﻠِ ْﻤ َﺖ َو َﻣﺎ اَ ْﻛﺜَ َﺮ َﻣﺎ ﺗَ ْﺠ َﻬ ُﻞ ِﻣ َﻦ‬
ُ ‫اﻻ ْﻣ ِﺮ َوﯾَﺘَ َﺤﯿ‬ ُ ‫َﻓﺎِﻧﱠ َﻚ اَو‬
ِ ‫ﱠل َﻣﺎ ُﺧﻠِ ْﻘ َﺖ َﺟ‬

“Maka sesungguhnya pertama kali kamu diciptakan tidak mengetahui apa-apa kemudian kamu

mengetahui dan alangkah banyaknya sesuatu yang tidak kamu ketahui, yang membingungkan

pekiranmu dan menyesatkan pandanganmu kemudian setelah itu kamu mengetahui kembali”.

Ali mengakui bahwa anak adalah generasi masa depan yang harus dididik sesuai dengan

kebutuhannya dan potensinya sebagaimana dalam salah satu ucapannya kepada Hasan yang

berbunyi :

ِ ‫ﺎﻋ ِﻦ َﻋ ْﻨ َﻬﺎ َﻏ ًﺪا اِﻟَﻰ ْاﻟ َﻤ ْﻮﻟُ ْﻮ ِد ْاﻟ ُﻤ َﺆﻣ‬


‫ﱠﻞ َﻣ َﺎﻻ‬ ‫اﻟﺴﺎ ِﻛﻦ َﻣ َﺴﺎ ِﻛ َﻦ ْاﻟ َﻤ ْﻮﺗَﻰ ﱠ‬
ِ ‫اﻟﻈ‬ ْ ‫ُﻤ ِﺮ ْاﻟﻤ‬
ِ ‫ُﺴﺘَ ْﺴﻠِ ِﻢ ﻟِﻠ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ ﱠ‬ ْ ‫ﺎن ْاﻟ ُﻤ ْﺪﺑِ ِﺮ ْاﻟﻌ‬ ‫ﺎن ْاﻟ ُﻤ ِﻘ ﱢﺮﻟِ ﱠ‬
ِ ‫ﻠﺰ َﻣ‬
ْ ْ
ِ ‫ِﻣﻦ اﻟ َﻮاﻟِ ِﺪ اﻟ َﻔ‬

.....‫ﯾُ ْﺪ َر ُك‬

105
Ibid 125
“Dari seorang ayah yang (tak lama lagi) akan mati, yang mengakui kesukaran-kesukaran masa,

yang telah berpaling dari kehidupan, yang telah menyerah kepada (petaka) waktu, yang

menyadari kejahatan-kejahatan dunia yang sedang hidup dalam kediaman orang mati dan

berpisah dari mereka dari suatu hari; kepada putera yang memiliki harapan yang penuh
106
tantangan` ......”

Dengan demikian di satu sisi Ali mengakui bahwa anak adalah lemah, kosong, gampang

menerima apapun yang ia terima, namun di sisi lain dia memiliki potensi yang terpendam yang

sangat besar. Tugas pendidikan adalah menggali potensi-potensi yang terpendam tersebut

sehingga menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya kelak di masa

yang akan datang.

Dalam hal ini nampaknya Ali telah merintis teori pendidikan modern seperti yang

digagas oleh John Locke dengan teori Tabulasanya yang menyebutkan bahwa anak adalah ibarat

kertas yang kosong.

Dan pendidikan ini menurutnya adalah merupakan tanggung jawab orang tua bukan

orang lain. Jika orang tua tidak mempu untuk mendidiknya kemudian menyerahkannya kepada

orang lain maka hal itu bukan berarti tanggung jawabnya berpindah. Namun demikian orang tua

tetap harus mendidiknya.

B.TUJUAN PENDIDIKAN

106
Ibid, 124.
Tujuan pendidikan menurut Ali adalah tertanamnya taqwa kepada Allah swt dalam diri

anak yang merupakan pangkal budi pekerti yang baik. Sehingga dengan taqwa tersebut anak

didik akan memiliki dedikasi yang tinggi, budi pekerti yang baik, berguna bagi dirinya,

keluarganya dan masyarakatnya. Dalam banyak surat, khutbah dan wasiatnya Ali selalu

menegaskan akan pentingnya taqwa dalam kehidupan baik di dunia maupun di akherat. Sebagai

mana yang tertulis dalam salah satu wasiatnya kepada Hasan dan Husein, Ali berkata :

‫ات ﺑَ ْﯿﻨِ ُﻜ ْﻢ‬


ِ ‫ﻼ ِح َذ‬
َ‫ﺻ‬َ ‫ْﻊ و ُْﻟ ِﺪ ْي َواَ ْﻫﻠِ ْﻲ َو َﻣ ْﻦ ﺑَﻠَ َﻐ ُﻪ ِﻛﺘَﺎﺑِ ْﻲ ﺑِﺘَ ْﻘ َﻮى اﷲِ َوﻧَ ْﻈ ِﻢ اَ ْﻣ ِﺮ ُﻛ ْﻢ َو‬ ُ ‫ﺻﯿ‬
َ ‫ْﻜ َﻤﺎ َو َﺟ ِﻤﯿ‬ ِ ‫اُ ْو‬

“Aku wasiatkan kepadamu, kepada seluruh anakku dan kepada orang yang menerima tulisanku

dengan taqwa kepada Allah, keteraturan urusan kalian dan mendamaikan dua orang yang sedang
107
bertengkar diantara kalian”.

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata kepada Hasan :

‫اﻻوﱠﻟُ ْﻮ َن‬
َ ْ ‫ﻀﻰ َﻋﻠَْﯿ ِﻪ‬
َ ‫ﻻ َﺧ َﺬ ﺑِ َﻤﺎ َﻣ‬ َ ‫ﺿ ُﻪ اﷲُ َﻋﻠَﯿ‬
ََ ‫ْﻚ َو‬ َ ‫ﺎر َﻋﻠَﻰ َﻣﺎ َﻓ َﺮ‬
ُ‫ﺼ‬ َ ِ‫اﻻ ْﻗﺘ‬ ِ ‫اﻋﻠَ ْﻢ ﯾَﺎ ﺑُﻨَ ﱠﻲ اَ ﱠن اَ َﺣ ﱠﺐ َﻣﺎ اَْﻧ َﺖ ﺗَ ْﺄ ُﺧ ُﺬ ﺑِ ِﻪ ِﻣ ْﻦ َو‬
ِ ْ ‫ﺻﯿﱠﺘِ ْﻲ ﺗَ ْﻘ َﻮى اﷲِ َو‬ ْ ‫َو‬

‫اﻟﺼﺎﻟِ ُﺤ ْﻮ َن ِﻣ ْﻦ اَ ْﻫ ِﻞ ﺑَ ْﯿﺘِ َﻚ‬


‫ِﻣ ْﻦ اَﺑَﺎﺋِ َﻚ َو ﱠ‬

“Dan ketahuilah wahai anakku, sesungguhnya yang paling aku sukai dari kamu dalam

mengerjakan wasiatku adalah taqwa kepada Allah, selalu mengerjakan apa yang diwajibkan oleh

Allah atas kamu dan mengambil apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang terdahulu dari
108
ayah-ayahmu dan orang-orang sholeh dari keluargamu” .

107
Ibid, 135.
108
Ibid,125.
Dalam salah satu khutbahnya Ali menjelaskan tentang keuntungan-keuntungan taqwa

kepada Allah, dia berkata :

“ Kemudian dari pada itu, saya nasehati anda untuk bertaqwa kepada Allah, Yang menciptakan

anda untuk pertama kalinya; kepadaNya tempat kembali anda, padaNya terletak keberhasilan

tujuan anada, dan padaNya berakhir semua hasrat anda, KepadaNya mengarah jalan anda yang

benar dan ia adalah tujuan taqwa anda. Sesungguhnya taqwa adalah obat bagi hati anda,

penglihatan bagi kebutaan jiwa anda, penyembuhan bagi sakit tubuh anda, pelurus keburukan

dada anda, penyuci kecemaran pikiran anda, cahaya dari kegelapan mata anda, hiburan bagi
109
ketakutan hati anda dan kecerahan bagi suramnya kejahilan anda.”

Adapun model ideal orang yang bertaqwa adalah sebagaimana yang dia jelaskan ketika

menjawab pertanyaan salah seorang sahabatnya yang bernama Hammam. Diriwayatkan bahwa

Hammam meminta kepada Ali untuk mensifati kepada dirinya tentang gambaran orang yang

bertaqwa. Pada awalnya Ali menolak. Namun karena Hammam memaksa maka Ali

mengabulkan permintaannya, seraya Ali berkata :

“ Kemudian dari pada itu, Allah Yang Maha suci dan Maha Mulia menciptakan semua ciptaan.

Ia menciptakan mereka tanpa suatu keperluan akan ketaatan mereka atau supaya selamat dari

perbuatan dosa mereka, karena dosa dari seseorang yang berbuat dosa tidak merugikan Dia dan

109
Ibid,98.
tidak pula ketaatan orang yang mentaatiNya menguntungkanNya. Ia telah membagi-bagikan

rizki mereka dan telah menetapkan bagi mereka kedudukan mereka di dunia’.

‘ Maka orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang memiliki sifat mulia; bicaranya benar,

pakaiannya sederhana, gayanya merendah. Mereka menutup mata mereka terhadap apa yang

telah diharamkan Allah, dan mereka menempakan telinga mereka kepada untuk mendengarkan

ilmu pengetahuan yang berguna. Jiwa-jiwa mereka saat menghadapi musibah sama halnya ketika

mereka dalam kesenangan. Andai tidak ada ajal yang membatasi hidup mereka niscaya ruh-ruh

mereka tidak akan tinggal pada jasadnya walaupun sekejap, karena kegairahan mereka akan

ganjaran dan ketakutan mereka akan siksaan. Pencipta di mata mereka sangatlah agung sehingga

semua yang selainNya adalah kecil. Mereka seakan-akan telah melihat surga dan menikmatinya

dan juga mereka seakan-akan telah melihat neraka dan sedang mengaggung siksaanya”.

“ Hati mereka sedih, mereka terlindung dari kemungkaran, badan mereka kurus, keperluan

mereka sedikit dan jiwa mereka suci. Merka menanggung kesukaran untuk waktu yang sempit

dan sebagai akibatnya mereka mendapatkan kesenangan untuk waktu yang panjang. Itu adalah

perniagaan yang menguntungkan yang dimudahkan Allah bagi mereka. Dunia menginginkan

mereka, namun mereka tidak menginginkannya. Ia menangkap mereka tetapi mereka

membebaskan diri darinya dengan tebusan.”

“Di malam hari mereka berdiri di kakinya sambil membaca bagian-bagian dari al-Qur’an dan

membacanya dengan tartil yang dengannya mereka menjadi sedih dan dapat menjadi obat bagi

penyakitnya. Jika mereka membaca ayat-ayat yang menimbulkan gairah untuk surga mereka

mengikutinya dengan ingin sekali mendapatkannya dan ruh mereka sangat menginginkannya dan

mereka merasa seakan-akan surga berada di hadapannya. Dan bilamana mereka mendapatkan
ayat-ayat yang mengandung ancaman neraka mereka membungkukan telinga hatinya kepadanya

dan seakan-akan bunyi neraka dan jeritan mereka mencapai telinga mereka. Mereka

membungkukan punggung mereka, bersujud pada dahinya, telapak tangannya, lututnya dan jari

kakinya seraya memohon kepada Allah yang Maha Mulia untuk keselamatan mereka. Di siang

hari mereka adalah orang-orang yang tabah, terpelajar, bijaksana dan taqwa. Takutnya kepada

Allah telah membuat mereka kurus seperti panah. Apabila orang melihat mereka ia akan

menyangka bahwa mereka sakit padahal mereka tidak sakit dan juga akan menyangka mereka

telah gila padahal keprihatinannya yang besar telah membuat mereka gila”.

“ Mereka tidak puas dengan amal mereka yang sedikit, dan tidak memandang perbuatan mereka

yang besar sebagai yang besar. Mereka selalu menyalakan dirinya sendiri dan takut akan

perbuatan mereka sendiri. Bila mereka dipuji, mereka berkata: “Saya lebih tahu tentang diri saya

ketimbang orang lain. Dan Tuhan saya lebih mengenal saya dari siapapun. Ya Allah janganlah

Engkau siksa kami karena apa yang mereka katakan. Dan jadikanlah kiranya saya lebih baik dari

apa yang mereka pikirkan tentang saya, dan ampunilah saya atas kekuarangan yang mereka tidak

ketahui”

“Tanda-tanda mereka adalah bahwa anda akan melihat mereka mempunyai kekuatan dalam

agama, tekad berbareng dengan kelembutan, iman dengan keyakinan, gairah dalam mencari ilmu

dengan kesabaran, sabar dalam kesulitan, sederhana dalam kekayaan, khusu’ dalam ibadah,

syukur dalam kelaparan, sabar dalam kesulitan, keinginan pada yang halal, keridhaan pada

petunjuk, dan kebencian pada keserakahan. Ia melaksanakan amal kebajikan tetapi masih merasa

takut. Di sore hari keinginannya adalah syukur, dan di pagi hari keinginannya adalah zikir,

memasuki malam dalam keadaan cemas akan kelupaan dan memasuki pagi dalam keadaan
gembira akan karunia yang Allah berikan kepadanya.Apabila jiwanya sulit bersabar untuk

menghadapi sesuatu yang tidak ia sukai dia tidak meminta apa yang dia sukai. Kesenangannya

hanya pada sesuatu yang langgeng, dan kezuhudannya hanya pada hal yang tidak kekal.

Kesabarannya bercampur dengan ilmunya, ucapannya denganamalnya, harapannya

pendek,kesalahannya sedikit, hatinya khusu’, jiwanya menerima apa adanya, makannya sedikit,

urusannya selalu mudah, selalu menjaga agamanya, egonya mati, marahnya tertahan,

kebaikannya selalu diharapkan, dan kejahatannya darinya tertolak, jika berada dikalangan orang

yang lalai dia termasuk orang yang selalu ingat, dan jika berada ditengah-tengah orang yang

ingat tidak termasuk orang yang lalai, selalu memaafkan orang yang menzaliminya, memberi

kepada orang yang menolaknya, menyambung hubungan kepada orang yang memutusnya, jauh

kekejiannya, lembut ucapannya, tidak ada kemungkarannya, selalu ada kebaikannya, selalu

mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk, dalam keadaan goncang dia tetap

tenang, dan ketika mendapatkan musibah dia tetap bersabar, ketika mendapatkan karunia dia

bersyukur, tidak semena-mena terhadap orang yang membencinya, dan tidak berbuat dosa

kepada orang yang mencintainya, mengakui kebenaran sebelaum ada saksi, tidak

menyia-nyiakan amanat yang dititipkannya, dan tidak lupa apa yang diingatkannya, tidak

memberi julukan-julukan yang jelek, dan tidak menyakiti tetangga, tidak merasa sengan atas

musibah orang lain, tidak memasuki kebatilan dan tidak keluar dari kebenaran.

“Apabila diam, diamnya tidak menyusahkan, jika ketawa suaranya tidak tinggi, jika dizaliminya

dia bersabar hingga Allahlah yang membalasnya, bersusah payah menjaga dirinya, dan orang

lain merasa aman dari kejahatannya, menyusahkan dirinya untuk akheratnya dan membuat orang

merasa aman darinya, dia menjauhi oranglain karena zuhud dan penyucian dan kedekatannya
dengan orang lain karena kecintaan, bukan menjauhi karena kecongkakan dan mendekati karena
110
tipu daya” .

Diriwayatkan bahwa setelah mendengar ciri-ciri orang yang bertakwa ini Hammam

merasa bahwa dia termasuk dari mereka dan mendadak pingsan hingga menemui ajalnya.

Dengan demkian tujuan ideal pendidikan menurut Ali adalah terbentuknya karakter

taqwa dalam diri seorang anak didik. Ali menolak tujuan pendidikan hanya untuk kepentingan

dunia semata atau hal-hal yang bersifat materialistik. Bahkan Ali seringkali mengingatkan

kepada kita akan bahaya-bahaya dunia yang senantiasa menipu kita dari tujuan yang sebenarnya

yaitu kehidupan di akherat.

Diriwayatkan bahwa ketika Darrar bin Hamzah Al-Dibabi pergi kepada Muawiyah dan

Muawiyah menanyainya tentang Ali, ia berkata :

“Saya bersaksi bahwa saya telah melihatnya pada beberapa kesempatan ketika malam telah larut

dan ia sedang berdiri di mihrab sambil memegang janggutnya seraya mengerang seperti orang

digigit ular dan menangis seperti orang dalam kesedihan lalu ia berkata : Hai dunia, hai dunia,

menjauhlah dari saya! Mengapa anda menghadirkan diri kepada saya? Adakah anda sangat

menginginkan saya? Hal itu tidak akan terjadi. Tipulah selain aku. Aku tidak peduli padamu,

Aku telah menceraikanmu tiga kali yang tidak akan kembali padamu. Kehidupan anda singkat.

Kepentinganmu sedikit, yang diharapkan darimu sedikit. Sayang, bekal sedikit sedangkan jalan
111
masih panjang, perjalanan masih jauh dan perjumpaan dengan Tuhan sangat sulit.

110
Ibid,95-96
111
Ibid, 159.
Dalam kesempatan yang lain Ali berkata : Kebaikan itu bukanlah banyaknya harta dan

anak, namun kebaikan adalah banyaknya ilmu, agungnya budi pekerti dan banyaknya ibadah

kepada Tuhan. Dan jika kamu berbuat salah maka hendaknya kamu meminta ampun dan jika

kamu berbuat baik hendaknya memuji Tuhanmu. Kebaikan di dunia hanya untuk dua orang;

orang yang berbuat salah lalu meminta ampun dan orang yang berlomba untuk melakukan
112
kebaikan.

Ali sangat mengecam orang-orang yang belajar hanya untuk mendapatkan harta semata,

atau orang-orang yang hanya menginginkan kepuasan ego dan syahwatnya. Hal ini sebagaimana

yang ia katakan kepada Kumail al-Nakha’i dalam sebuah percakapan singkat. Kumail

meriwayatkan bahwa Amir al-Mu’minin Ali bin Abi Talib memegang tangan saya lalu

membawa saya ke pekuburan . Kemudian ia menarik nafas keluhan yang dalam seraya berkata :

“Wahai Kumael, hati ini adalah wadah. Sebaik-baik wadah adalah yang dapat memelihara isinya.

Karena itu peliharalah apa yang akan saya katakan kepada anda. Manusia itu ada tiga kelompok;

pertama adalah orang yang berilmu dan rohaniawan, berikutnya adalah pencari ilmu yang berada

di jalan keselamatan kemudian berikutnya adalah orang-orang yang bodoh yang dungu yang

mengikuti setiap orang yang mengajaknya dan tunduk kepada setiap arah angin. Mereka tidak

mendapatkan petunjuk dari cahaya ilmu dan tidak bersandar pada tiang yang kokoh”.

“Wahai Kumael, Ilmu lebih baik dari pada harta. Ilmu akan menjagamu sementara kamu harus

menjaga harta. Harta akan berkurang dengan dibelanjakan sedangkan ilmu akan bertambah jika

di keluarkan. Orang yang mencari harta akan sirna dengan kesirnaan hartanya”.

112
Ibid, 158.
“ Wahai Kumael, pengetahuan adalah keimanan yang diamalkan. Bersamanya manusia

mendapatkan ketaatan dalam hidupnya dan nama baik setelah matinya. Pengetahuan adalah

penguasa sedangkan harta dikuasai. Wahai Kumael, orang yang mengumpulkan harta adalah

orang mati sekalipun mereka masih hidup, sementara orang yang dikaruniahi pengetahuan akan

tetap ada sepanjang masa. Tubuh mereka tidak ada tetapi gambar mereka tetap ada pada hati

mereka. Lihat! Di sini ada setumpuk ilmu pengetahuan. Lalu Ali menunjuk ke dadanya. Saya

ingin mendapatkan orang yang memilikinya. Ya saya mendapatkan orang (semacam itu). Tetapi

ia tidak dapat diandalkan, ia akan memanfaatkan agama untuk kepentingan duniawi

mempamerkan nikmat-nikmat Allah kepada hamba-hambanya, dan dengan

argumentasi-argumentasinya ia menguasai wali-waliNya. Ia tunduk kepada para penyeru

kebenaran yang tidak memiliki ketajaman bashirah di hatinya. Dia akan selalu merasa ragu setiap

kali ada hal yang datang meragukannya. Bukan yang ini atau yang itu. Atau bukan orang yang

senantiasa tenggelam dalam syahwat, dikuasai oleh hawa nafsu, atau orang yang serakah

mengumpulkan harta dan menumpuknya. Mereka bukanlah orang-orang yang menjaga agama

Contoh yang tepat bagi mereka adalah ternak yang dikembalakan. Beginilah, ilmu akan hilang
113
dengan matinya orang-orang yang membawanya.”

Dari keterangan di atas, jelas sekali bahwa Ali sangat mengecam orang-orang yang

belajar hanya untuk mencari harta, kedudukan, dan kesenagan duniawi semata. Sekalipun

demikian bukan berarti seseorang dilarang untuk mencari harta atau dunia. Ali juga menyadari

bahwa manusia hidup sekarang di dunia sehingga mustahil dapat melepaskan diri dari

113
Ibid, 164.
urusan-urusannya dan tidak mencintainya. Namun yang ia inginkan adalah agar dunia tidak

dijadikan sebagai tujuan akhir kehidupannya sehingga dia lupa akan akheratnya. Kehidupan

dunia hanyalah jembatan untuk menuju kehidupan akherat. Karena itu dunia harus dijadikan

sebagai alat untuk mempersiapkan diri menuju akherat sebagai mana yang ia tegaskan dalam

wasiatnya kepada putranya Hasan berikut ini:

َ ‫ﺻﻠَ ْﺤ َﺖ ﺑِ ِﻪ َﻣ ْﺜ َﻮ‬
‫اك‬ َ ‫اِﻧﱠ َﻤﺎ ﻟَ َﻚ ِﻣ ْﻦ ُد ْﻧﯿ‬
ْ َ‫َﺎك َﻣﺎ ا‬

“Bahwasannya seharusnya duniamu adalah yang dapat mempaerbaiki tempat kembalimu kelak”
114

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

َ ‫اﻟﺮ ُﺟ ُﻞ َﻋ‬
‫ﻠﻰ ُﺣ ﱢﺐ اُ ﱢﻣ َﻬﺎ‬ َ ُ‫ﻻ ﯾ‬
‫ﻼ ُم ﱠ‬ َ ‫ﺎس اَﺑْﻨﺎَ ُء اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ َو‬
ُ ‫اَﻟﻨﱠ‬

“ Manusia adalah anak-anak dunia maka bukanlah suatu yang tercela seseorang mencintai
115
ibunya”.

Ali juga berkata : “Ada dua jenis pekerja di dunia. Pertama, orang yang bekerja di dunia

untuk dunia. Dan pekerjaannya membuat dia tidak peduli terhadap kehidupan akheratnya, ia

takut akan kemiskinan orang-orang yang akan ditinggalkannya tetapi dirinya merasa aman

tentang hal itu. Maka dia menghabiska umurnya demi keuntungan orang lain. Kedua, orang yang

bekerja di dunia untuk kehidupan setelahnya mewarisinya sehingga dia menjaganya sendiri”

Selain dari pada itu tujuan pendidikan menurut Ali lebih menekankan aspek sosial dari

pada individual. Menurutnya kesuksesan individual tidak akan berarti apa-apa jika tidak

berdampak positif terhadap masyarakatnya dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu

kesuksesan individual harus dibarengi dengan kesuksesan sosial. Karenanya, pendidikan harus

114
Ibid, 128.
115
Ibid, 178.
menekankan aspek sosialnya disamping aspek individualnya. Hal itu sebagaimana yang ia

sampaikan kepada putranya Hasan :

“ Wahai anakku, jadikanlah dirimu sebagai ukuran (untuk bergaul) antara kamu dengan orang

lain. Cintailah orang lain sebagai mana kamu suka untuk dicintai, dan janganlah kamu berbuat

sesuatu yang tidak disukai oleh orang sebagaimana kamu juga tidak suka untuk diperlakukan

seperti itu, janganlah berbuat zalim sebagaimana kamu juga tidak suka untuk dizalimi, berbuat

baiklah kepada orang lain sebagaiman kamu suka orang lain berbuat baik kepadamu, pandanglah

yang buruk pada diri kamu buruk juga bagi orang lain, terimalah perlakuan orang lain

terhadapmu sebagaimana kamu suka untuk diterima oleh mereka, janganlah kamu bicara sesuatu

yang tidak kamu ketahui, sekalipun yang kamu ketahui itu sedikit, jangan katakan kepada orang
116
lain suatu perkataan yang kamu sendiri tidak suka untuk dikatakan seperti itu.”

Ali menganggap bahwa puas dan bangga terhadap diri sendiri tanpa memperdulikan

orang lain hanyalah merupakan bencana dan malapetaka. Jika seseorang mendapatkan karunia

kesuksesan dirinya maka dia harus dipersembahkan untuk tuhannya dan masyarakat sekitarnya.

Ali berkata :

‫ﺼ ِﺪ َك َﻓ ُﻜ ْﻦ اَ ْﺧ َﺸ َﻊ َﻣﺎ‬ َ ‫ْﺮ َك َواِ َذا اَْﻧ َﺖ َﻫ َﺪﯾ‬


ْ ‫ْﺖ ﻟِ َﻘ‬ ُ َ ‫ﺎﺳ َﻊ ِﻓﻰ َﻛ ْﺪ ِﺣ َﻚ َو‬ ْ َ ِ ‫اﻟﺼ َﻮاب وأَ َﻓ ُﺔ‬ ِ ْ ‫اﻋﻠ َﻢ اَ ﱠن‬
ِ ‫ﺎزﻧًﺎ ﻟِ َﻐﯿ‬
ِ ‫ﻻ ﺗَﻜ ْﻦ َﺧ‬ ْ ‫َﺎب َﻓ‬
ِ ‫اﻻﻟﺒ‬ ِ ِ َ ‫ﺿ ﱡﺪ‬ ِ ‫ﺎب‬
َ ‫اﻻ ْﻋ َﺠ‬ ْ ‫َو‬

َ ‫ﺗَ ُﻜ ْﻮ ُن ﻟِ َﺮﺑ‬
‫ﱢﻚ‬

“ Dan ketahuilah bahwa kagum terhadap diri sendiri adalah bertentangan dengan kebenaran dan

petaka bagi jiwa, maka berusahalah dengan keras, dan janganlah kamu menjadi penyimpan harta

116
Ibid, 126.
untuk orang lain, jika kamu mendapatkan karunia kesuksesan maka jadilah orang yang paling
117
merendah kepada tuhanmu”.

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

ِ ْ ‫ﺎب ﯾ َْﻤﻨَ ُﻊ‬


‫اﻻ ْز ِدﯾَﺎ َد‬ ِ ْ َ‫ا‬
ُ ‫ﻻ ْﻋ َﺠ‬

“Kagum terhadap diri sendiri menghalangi seseorang untuk maju”

‫ُﻋ ْﺠ ُﺐ ْاﻟ َﻤ ْﺮ ِء ﺑِﻨَ ْﻔ ِﺴ ِﻪ اَ َﺣ ُﺪ ُﺣ ﱠﺴﺎ ِد َﻋ ْﻘﻠِ ِﻪ‬


118
“ Kekaguman seseorang terhadap dirinya sendiri adalah salah satu musuh akalnya”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Ali adalah

mencetak pribadi anak menjadi manusia yang bertakwa dan berjiwa sosial. Untuk merealisir

tujuan di atas Ali telah menggariskan beberapa metode pendidikan yang harus dilakukan oleh

setiap pendidik yang mengharapkan anak didiknya menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi

masa yang akan datang.

Ali memandang bahwa pendidikan dapat dibagi menjadi dua bagian; pertama, pendidikan

dalam arti khusus , yang terprogram, terencana yang melibatkan orang tua, guru, pendidik,

sekolah dan lainnya. Kedua, pendidikan dalam arti umum, yang tak terprogram, mandiri yang

tidak membutuhkan orang lain. Masing-masing dari jenis pendidikan ini, perlu mendapatkan

perhatian dari para orang tua dan pendidik. Untuk lebih jelasnya di sini akan kami paparkan

masing-masing dari dua jenis pendidikan ini.

117
Ibid, 126.
118
Ibid, 169
C. PENDIDIKAN TERPROGRAM

Dalam pembahasan yang lalu, kita telah mengetahui bahwa pendidikan dapat terbagi

menjadi dua bagian; pendidikan dalam arti khusus dan dalam arti yang umum. Pendidikan dalam

arti khusus dapat kita sebut dengan pendidikan terprogram, artinya pendidikan yang sudah

direncanakan baik oleh orang tua di rumah atau guru di sekolah. Pendidikan ini harus terprogram

dengan rapi; memiliki tujuan yang jelas dan metode atau cara-cara yang khusus dan jelas pula.

Menurut Ali pendidikan ini memiliki beberapa tahapan yang harus dilalui yang dapat dibagi

menjadi tiga tahap; a. Pra natal. B. 7 tahun pertama. C. 7 tahun ke dua. D. 7 tahun ke 3.

1. Pendidikan Pra natal

Menurut Ali pendidikan itu harus dimulai sejak anak itu masih belum dilahirkan ke

dunia, bahkan sejak pertama kali seseorang hendak menikah. Dalam hal ini seseorang hendaknya

memilih calon ibu/ayah yang baik; nasab, kepribadian, akhlak, kecerdasan, agama, dan lainnya

yang dapat mendidik anak-anaknya kelak. Ali memperingatkan kepada kita agar tidak

mengawini perempuan-perempuan yang dungu. Dalam hal ini Ali berkata :

ٌ ‫ﺿﯿ‬
‫َﺎع‬ ِ ‫ﻼ ٌء َو َوﻟَ ُﺪ َﻫﺎ‬ ُ ‫ْﺞ ْاﻟ َﺤ ْﻤ َﻘﺎ ِء َﻓﺎِ ﱠن‬
َ َ‫ﺻ ْﺤﺒَﺘَ َﻬﺎ ﺑ‬ ُ ‫اِﯾ‬
َ ‫ﱠﺎﻛ ْﻢ َوﺗَ ْﺰ ِوﯾ‬

“ Hati-hatilah kamu mengawini perempuan-perempuan yang dungu, karena berteman denganya,


119
merupakan bencana dan anaknya akan disia-siakan.​ ​

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

119
Al-Kulaini, ​Furu’ al-Kafi, ​vol.2,3, Al-Qarasyi, ​Al-Nizam al-Tarbawi, ​53.
ُ ‫َﻛ ْﻢ َﻓﺎِ ﱠن ْاﻟ َﻮﻟَ َﺪ ﯾ‬
‫َﺸ ﱡﺐ َﻋﻠَْﯿ ِﻪ‬ ُ ‫ﻻد‬
َ ‫ﺿ ُﻊ اَ ْو‬ ْ ‫اُْﻧ ُﻈ ُﺮ ْوا َﻣ ْﻦ ﯾ‬
َ ‫َﺮ‬

“ Lihatlah kepada orang yang akan menyusui anak-anak kalian, karena mereka akan dibesarkan
120
olehnya”

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

َ ‫ﻨﺴﺎ ِء َو ْاﻟ َﻤ ْﺠﻨُ ْﻮﻧَ ِﺔ َﻓﺎِ ﱠن اﻟﻠﱠﺒ‬


‫َﻦ ﯾ ُْﻌ ِﺪ ْي‬ َ ‫َﻦ ْاﻟﺒ َْﻐ ِﻲ ِﻣ َﻦ اﻟﱢ‬ َ ُ َ ‫ﺗَ َﻮ ﱠﻗ ْﻮا َﻋ‬
ِ ‫ﻠﻰ اَ ْو َﻻ ِدﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ﻟﺒ‬

“ Jagalah anak-anak kalian dari air susu perempuan yang lacur dan gila karena sesungguhnya air
121
susu itu menular”

Dari keterangan di atas dapat kita pahami bahwa pendidikan itu sudah harus

direncanakan dan diatur sejak pemilihan calon iateri/suami. Sehingga diharapkan pemilihan

calon isteri atau suami dilakukan secara seksama dan hati-hati, tidakdari satu segi saja misalnya

kecantikan bahkan harus dari beberapa segi; keturunan, kepribadian dan lainnya.

Selanjutnya, ketika seseorang hendak melakukan hubungan seksual, Ali mengajarkan

agar menjaga etika-etikanya. Hal itu dimaksudkan agar anak yang dihasilkan dari hubungan

seksual tersebut menjadi anak yang berkwalitas fisik, mental dan intelektualnya. Diantara etika

hubungan seksual menurut Ali adalah sebaga berikut : Hendakanya dalam keadaan berwudu,

membaca do’a yang dianjurkan, tidak banyak berbicara, tidak menghadap kiblat atau

membelakanginya, tidak dalam keadaan berdiri, tidak melihat bagian dalam kemaluan wanita,
122
dan lainnya .

Ketika anak berada dalam kandungan, Ali juga memberikan perhatian yang cukup, agar

janin yang dikandungnya tetap sehat.

120
Al-Hadi Kasyif al-Ghita, ​Mustadrak Nahj al-Balaghah,​ (Beirut: Maktabah al-Andalus,tt), 171.
121
Al-Adib, ​Manhaj,​ 162.
122
Al-Tibrisi, ​Makarim al-Akhlak,​ ........
2. Pendidikan Pasca natal

Setelah anak itu dilahirkan, maka tentunya juga ada beberapa cara untuk melakukan

langkah-langkah pendidikan menurut Ali sesuai dengan tahap perkembangan anak yang harus

diperhatikan.

Pada tahun pertama, langkah yang harus dilakukan oleh orang tua adalah mengazani

telinga kanan dan mengiqomati telinga kirinya. Hal itu dilakukan agar memberikan pengajaran

pertama kepada anak tentang tauhid kepada Allah swt. Langkah selanjutnya adalah memberi

nama yang baik. Nama yang baik adalah sebuah harapan dan doa bagi nasib anak kelak di

kemudian hari. Dalam hal ini Ali berkata :

ْ ‫ﻠﻰ ْاﻟ َﻮاﻟِ ِﺪ اَ ْن ﯾ‬


‫ُﺤ ِﺴ َﻦ اِ ْﺳ َﻤ ُﻪ‬ َ ‫َو َﺣ ﱡﻖ ْاﻟ َﻮﻟَ ِﺪ َﻋ‬
123
“Dan hak anak atas ayahnya adalah hendaknya dia memberi nama yang baik bagi anaknya”

Setelah memberi nama yang baik, langkah berikutnya adalah menyusuinya dengan ASI.

Karena menurut Ali tidak ada air susu yang lebih baik dari air susu ibunya. Hal itu sebagaimana

dalam salah satu ucapannya :

‫َﻦ اُ ﱢﻣ ِﻪ‬ َ ً َ ‫اﻟﺼﺒ ﱡﻲ اَ ْﻋ َﻈ َﻢ ﺑ‬


ِ ‫َﺮ َﻛﺔ ِﻣ ْﻦ ﻟﺒ‬ َ ‫َﺮ‬
ِ ‫ﺿ ُﻊ ﺑِ ِﻪ ﱠ‬ ٍ ‫َﻣﺎ ِﻣ ْﻦ ﻟَﺒ‬
ْ ‫َﻦ ﯾ‬

“ Tidak air susu yang diminum oleh anak lebih banyak barakahnya -manfaatnya- lebih dari susu
124
ibunya”

Dan tentunya apa yang dinyatakan oleh Ali ini sesuai dengan perkembangan ilmu

kedokteran dewasa ini. Karena dengan menyusu kepada ibunya, anak tidak hanya mendapatkan

air susu, namun lebih dari itu anak akan mendapatkan kehangatan kasih dan sayang dari ibunya

yang tidak akan bisa digantikan oleh minuman apapun.

123
Al-Radi, ​Nahj​, 185.
124
Al-Hadi​, Mustadrak, ​ 171.
Pada tahap berikutnya sampai umur 7 tahun, menurut Ali hendaknya seorang anak

mendapatkan kasih sayang yang penuh dari orang tuanya, memberikan kesempatan yang cukup

untuk bermain seenaknya. Anak pada masa-masa seperti ini diumpamakan oleh Ali sebagaimana

raja yang harus ditaati. Dalam hal ini Ali berkata :

‫ْﺤﺎﻧَﺘُ َﻚ َﺳ ْﺒﻌًﺎ‬
َ ‫َوﻟَ ُﺪ َك َرﯾ‬
125
“ Anakmu adalah bunga yang wangi ketika tujuh tahun pertama”

Pendidikan dengan cinta dan kasih sayang adalah pilar utama dalam mendidik anak.

Karena pada tahapan ini anak hanya membutuhkan cinta dan kasih sayang dari orang lain

khsusnya orang tua. Karena itu banyak sekali riwayat yang menyebutkan akan kecintaan Ali

terhadap anak-anaknya. Ali berkata :

‫ْﺢ ْاﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ‬ َ ْ ُ ‫رﯾ‬


ِ ‫ْﺢ اﻟ َﻮﻟ ِﺪ ِﻣ ْﻦ ِرﯾ‬ ِ

“Bau anak adalah bau dari surga”

‫ﺎن ﻟِْﻠ َﻮاِﻟ ِﺪ ِﻋ ْﺘ ُﻖ َر َﻗﺒَ ٍﺔ‬ َ ِ‫اِ َذا ﻧَ َﻈ َﺮ ْاﻟ َﻮاﻟِ ُﺪ ا‬


َ ‫ﻟﻰ َوﻟَ ِﺪ َه َﻓ َﺴ ﱠﺮ ُه َﻛ‬

“Jika seorang ayah melihat anaknya kemudian ia merasa senang kepadanya maka baginya

-pahala- membebaskan budak”

َ ‫َر َﺟ ًﻪ ِﻓﻰ ْاﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ َﻣ ِﺴﯿ‬


ٍ ‫ْﺮ َة َﺧ ْﻤ َﺴ ِﺔ َﻋ‬
‫ﺎم‬ َ ‫ﻻ ِد ُﻛ ْﻢ َﻓﺎِ ﱠن ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺑِ ُﻜ ﱢﻞ ُﻗﺒْﻠَ ٍﺔ د‬
َ ‫اَ ْﻛﺜِ ُﺮ ْوا ِﻣ ْﻦ ُﻗﺒْﻠَ ِﺔ اَ ْو‬

“ Perbanyaklah mencium anak-anak kalian, karena dengan satu ciuman kalian akan mendapatkan
126
kedudukan yang tinggi -derajat- di surga sejauh perjalanan 500 tahun”

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

َ ‫اُْﺗ ُﺮ ْك َوﻟَﺪ‬
‫َك َﺳ ْﺒﻌًﺎ‬

125
Labib beidun, ​Tasnif Nahj al-Balaghah,​ (Beirut: Dar al-Ta’lim, tt), 318.
126
Al-Adib, ​Manhaj, 1​ 56.
127
“ Biarkanlah anakmu pada umur tujuh tahun” .

Dalam wasiatnya kepada Hasan dan Husein Ali berkata :

َ َ‫ﺄن ْاﻟ َﻤ ْﻮ َت ﻟَ ْﻮ اَﺗ‬


‫ﺎك اَﺗَﺎﻧِ ْﻲ َﻓ َﻌﻨَﺎﻧِﻲ ِﻣ ْﻦ اَ ِﻣ ْﺮ َك َﻣﺎ ﯾ ُْﻌﻨِﯿ ْﻨ ِﻲ ِﻣ ْﻦ‬ ‫ﺻﺎ ﺑَﻨِ ْﻲ َو َﻛ ﱠ‬ َ ‫ﺻﺎﺑ‬
َ َ‫َﻚ ا‬ ‫َﻞ َو َﺟ ْﺪﺗُ َﻚ ُﻛﻠﱢ ْﻲ َﺣﺘﱠﻰ َﻛ ﱠ‬
َ َ‫ﺄن َﺷ ْﯿﺌًﺎ ﻟَ ْﻮ ا‬ ْ ‫ﻀﻲ ﺑ‬
ِ ‫َو َو َﺟ ْﺪﺗُ َﻚ ﺑ َْﻌ‬

‫اَ ِﻣ ْﺮ ﻧَ ْﻔ ِﺴ ْﻲ‬

“ Saya mendapati kamu adalah bagian dari ku bahkan seluruhnya, hingga seakan akan jika ada

sesuatu yang menimpamu seakan-ia menimpaku, dan andai kematian menjemputmu seakan-akan
128
ia menjemputku, kesusahanmu adalah kesusahanku juga”

Anak pada 7 tahun pertama ini harus mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan waktu

bermain yang cukup. Karena hal itu merupakan kesenangannya dan kebutuhannya. Anak yang

banyak mendapatkan tekanan, perintah, marah, pada tahapan ini akan sangat mengganggu

kepribadiannya. Hal itu disebabkan oleh hilangnya keceriahan dan kesenangannya yang

mengakibatkan terhambatnya proses perkembangannya. Oleh karenanya dalam keadaan apapun

anak pada usia seperti ini hendaknya dibiarkan selama tidak membahayakan jiwanya.

Tahap berikutnya adalah 7 tahun kedua. Pada tahapan ini pendidikan menurut Ali dimulai

dengan memperbaiki budi pekerti dan mengajarinya ilmu-ilmu pengetahuan yang dibutuhkannya

khsusnya yang berkaitan dengan agama secara benar. Ali berkata :

‫َك َﺳ ْﺒﻌًﺎ َو َﻋﻠﱢ ْﻤ ُﻪ َﺳ ْﺒﻌًﺎ‬


َ ‫اُْﺗ ُﺮ ْك َوﻟَﺪ‬

129
“ Biarkanlah anakmu hingga umur 7 tahun kemudian ajarilah pada 7 tahun kedua”

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

127
Ibid, 160.
128
Ibid, 156.
129
Al-Amili, ​Wasail al-Shi’ah,​ vol.7, 194. Lihat al-Adib, Nahj, 160.
َ ‫ُﺤ ِﺴ َﻦ اَ َدﺑَ ُﻪ َوﯾُ َﻌﻠﱢ َﻤ ُﻪ ْاﻟ ُﻘ ْﺮ‬
‫أن‬ ْ ‫ﻠﻰ ْاﻟ َﻮاﻟِ ِﺪ اَ ْن ﯾ‬
ْ ‫ُﺤ ِﺴ َﻦ اِ ْﺳ َﻤ ُﻪ َوﯾ‬ َ ‫َو َﺣ ﱡﻖ ْاﻟ َﻮﻟَ ِﺪ َﻋ‬

“ Dan hak anak terhadap orang tuanya adalah hendaknya ia memperindah namanya, budi
130
pekertinya dan mengajarinya al-Qur’an” .

Apa yang diajarkan oleh Ali ternyata sesuai dengan apa yang digembor-gemborkan

sekarang ini dengan wajib belajar 9 tahun. Pada tahapan ini anak mulai terdorong untuk

mengetahui dunia luar sekitarnya. Sehingga ia merasa haus akan ilmu pengetahuan dan berbagai

informasi lainnya. Oleh karenanya, pendidikan budi pekerti yang baik dan pengajaran terhadap

berbagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya kelak merupakan salah satu kebutuhannya.

Namun demikian pendidikannya tetap berdasarkan cinta dan kasih sayang. Sehingga emosi anak

akan terbimbing, otaknya terasah dan budi pekertinya terkontrol dengan baik. Dengan demikian

anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan seimbang.

Dalam pernyataan di atas, Ali menyebutkan akan pentingnnya pendidikan al-Qur’an pada

anak-anak di masa-masa seperti ini. Pengajaran al-Qura’an di sini adalah mencakup pendidikan

tantang agama. Mengingat al-Qur’an adalah landasan pertama dan utama dari agama. Ini berarti

pendidikan tentang agama harus diperkenalkan terlebih dahulu kepada anak-anak sebelum ia

mengenal yang lainnya. Karena menurutnya hanya pendidikan tentang agamalah yang dapat

menjadikan anak bertakwa kepada tuhannya yang merupakan tujuan akhir dari pendidikan itu

sendiri.

Dalam hal ini anak harus diperkenalkan dengan akidah, seperti tentang ketuhanan,

kenabian dan hari akhir, juga tentang syare’at seperti salat, puasa, serta tentang akhlak seperti

tentang kejujuran, kesetiaan, kemuliaan dan lainnya.

130
Al-Radi, ​Nahj​, 185.
Di samping tentang keagamaan, menurut Ali, anak tentunya harus dikenalkan dengan

berbagai macam ilmu pengetahuan yang dibutuhkannya di masa yang akan datang. Hal itu

sebagaimana yang ia katakan dalam salah satu wasiatnya kepada Hasan :

:” Wahai anakku, sekalipun saya tidak mencapai usia yang dicapai orang-orang sebelum saya,

namun saya melihat ke dalam prilaku mereka dan memikirkan peristiwa-peristiwa dari

kehiudpan mereka. Saya berjalan di antara reruntuhan mereka sampai seakan-akan saya menjadi

salah satu dari mereka. Sesungguhnya karena urusan-urusan mereka telah saya ketahui,

seakan-akan saya telah hidup dengan mereka dari awal hingga akhirnya. Oleh karena itu saya

telah mampu membedakan yang kotor dari yang jernih, dan yang manfaat dari yang madarrat.

Saya telah memilihkan untukmu yang terbaik dari hal-hal itu. Dan saya telah mengumpulkan

bagimu pokok-pokok yang baik dan menjauhkan yang buruk. Karena saya merasakan urusanmu

sebagai seorang ayah yang sangat menyayangi, saya bertekad untuk mendidik budi pekertimu,

sehingga kamu dalam menghadapi masa depanmu memiliki niat yang tulus dan jiwa yang

bersih.dan saya memulai mengajari kamu kitab Allah swt dan ta’wilannya, syareat Islam dan

hulum-hukumnya, halal dan haramnya, saya tidak boleh melewatkan ini bagimu. Saya takut

kamu merasa bingung sebagaimana bingungnya orang-orang karena hawa nafsu dan berbagai
131
macam perbedaan pendapat di antara mereka”.

Dari keterangan di atas jelaslah bahwa Ali lebih menekankan pentingnya pendidikan dan

pengajaran agama sebelum ilmu pengetahuan yang lainnya. Para pendidik baik orang tua di

rumah atau guru di sekolah hendaknya memberikan perhatian yang lebih terhadap pendidikan

dan pengajan agama pada anak-anaknya sejak dini khususnya pada usia 7-14 tahun.

131
Al-Radi, Nahj, 125.
Tahap berikutnya adalah usia 14 tahun hingga dewasa. Pada masa ini anak sedang

mengalami masa transisi; dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Karenanya pada masa ini

anak cenderung mencari jati dirinya sehingga kadang-kadang tidak mau diatur, seenaknya

sendiri, suka membrontak, dan sifat-sifat negatif lainnya. Pada tahap ini Ali mengajarkan kepada

kita agar kita menjadikan anak sebagai teman yang dekat. Dengan menganggapnya sebagai

teman kita akan dapat memberikan bimbingan dan arahan yang benar. Hal itu sebagaimana

dalam pernyataannya yang berbunyi :

‫ﺎﺣ ْﺒ ُﻪ َﺳ ْﺒﻌًﺎ‬
ِ ‫ﺻ‬َ ‫َك َﺳ ْﺒﻌُﺎ َو َﻋﻠﱢ ْﻤ ُﻪ َﺳ ْﺒﻌًﺎ َو‬
َ ‫اُْﺗ ُﺮ ْك َوﻟَﺪ‬

“ Biarkanlah anakmu pada umur tujuh tahun pertama, ajarilah pada tujuh tahun ke dua dan

bertemanlah dengannya pada tujuh tahun ketiga”

Dalam hal ini, lebih dahulu mengajarkan kepada kita tentang psikologi perkembangan

anak dan bagaimana cara menghadapinya. Anggapan sebagai teman adalah cara yang paling

tepat untuk menghadapi anak yang menginjak masa pubertas. Karena dengan menjadi temannya,

ia akan merasa lebih terbuka, bisa berbagi suka dan duka, dan tidak cenderung kaku. Karena itu

perlakuan pendidik baik orang tua atau guru harus memperlakukannya benar-benar sebagai

teman. Perintah, larangan, yang dilakukan dengan top down harus dihindari. Sebaliknya,

musyawarah, diskusi, tukar pikiran, sharing, berbagi pengalaman dan cerita harus selalu

dilekukan. Sehingga menambah kedekatan dan keakraban. Ini sama sekali tidak berarti

merendahkan derajat orang tua atau guru sebagai pendidik Justru dengan beginilah materi

pendidikan akan mudah diterima oleh anak.

Anak akan sangat menghargai orang tua atau guru yang memperlakukannya sebagai

temannya dibanding orang tua atau guru yang berlagak sombong, mau menang sendiri, diktator,
dan selalu memaksakan kehendaknya pada anak-anaknya. Justru, anak akan semakin

membangkang membandel jika selalu diperlakukan seperti anak-anak; disuruh, dipaksa,

dimarah-marahi. Dia akan selalu merasa ditindas dan didholimi oleh orang tuanya dan gurunya.

Sehingga jangan disalahkan jika anak tersebut tidak betah di rumah dan selalu main dengan

teman-temannya, pulang malam, tidak menghiraukan lagi terhadap orang tuanya, selalu

membangkang dan memberontak. Itu semuanya karena cara pandang kita yang salah terhadap

anak yang sudah menginjak masa-masa seperti ini.

Guru atau orang tua harus bisa memahami kondisi anak dan selalu berusaha membantu

mencari pemecahan pada setiap permasalahan yang dihadapi anak-anaknya. Mereka harus

menjadi partner, fasilitator dan sekaligus sebagai pembimbing dan penasehat pribadinya.

Inilah tahap-tahap yang diajarkan oleh Ali dalam mendidik anak dari pra natal sampai

dewasa.

D. PENDIDIKAN TAK TERPROGRAM

Menurut Ali, disamping pendidikan yang terprogram yang direncanakan dengan matang

oleh orang tua di rumah atau guru di sekolah, ada pendidikan yang tidak terprogram yang lebih

banyak pengaruhnya terhadap kepribadian anak.

Dalam pembahasan tentang pengertian pendidikan secara umum bahwa semua kejadian,

kegiatan, bahkan gambar, pemandangan yang dapat memberikan dan meningkatkan kwalitas

diri anak maka dapat dikatakan sebagai pendidikan. Pendidikan dalam arti umum ini dapat kita

katakan di sini sebagai pendidikan tak terprogram.


Pendidikan tak terprogram adalah pendidikan yang dilakukan oleh diri sendiri dengan

melihat dan membaca keadaan dan kejadian yang terjadi di sekitarnya, baik terjadi pada dirinya

atau pada orang lain. Pendidikan tak terprogram dapat kita sebut juga dengan pendidikan secara

mandiri atau juga pendidikan alam. Alamlah yang mendidik anak tersebut menjadi lebih dewasa

dan lebih matang dalam menghadapi kehidupannya. Pendidikan seperti ini lebih luas

cakupannya. Ia dapat memberikan pendidikan dalam segala seginya; spritual, intelektual, sosial,

politik, dan individual.. Dan juga pendidikan ini lebih lama masanya yaitu dari mulai masa

dewasa hingga akhir hayatnya.

Ketika anak menginjak masa dewasa ia tidak berarti tidak membutuhkan pendidikan, dia

tetap membutuhkan pendidikan. Namun sistem pendidikannya menurut Ali tidak lagi menjadi

beban dan tanggungan orang tuanya, dia harus mendidik dirinya sendiri dengan pendidikan yang

diajarkan oleh alam sekitarnya. Dia harus dapat mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian

alam. Karena pada hakikatnya, semua kejadian yang terjadi di muka bumi ini banyak

mengandung hikmah dan pelajaran yang tersembunyi. Jika kita dapat mengambil hikmah dan

pelajaran dari setiap kejadian alam itu niscaya kita akan dapat meningkatkan kwalitas diri kita,

baik secara individual, sosial, interlektual maupun spritual. Dalam hal ini Ali berkata :

‫َﺎر‬ ِ ْ ‫َﺮ َواَ َﻗ ﱠﻞ‬


َ ‫اﻻ ْﻋﺘِﺒ‬ َ ‫َﻣﺎ اَ ْﻛﺜَ َﺮ ْاﻟ ِﻌﺒ‬

“ Betapa banyak pelajaran-pelajaran dan betapa sedikitnya orang yang mengambil pelajaran
132
tersebut”

‫ﱢ‬ َ َ ْ ِ ‫ُﺆ ِﻣﻦ َﻓ ُﺨ ْﺬ‬ ْ ُ َ َ ‫اَْﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤ ُﺔ‬


ِ ‫اﻟﺤﻜ َﻤﺔ َوﻟ ْﻮ ِﻣ ْﻦ اَ ْﻫ ِﻞ اﻟﻨ َﻔ‬
‫ﺎق‬ ِ ْ ‫ﺿﺎﻟﺔ اﻟﻤ‬

132
Al-Radhi, ​Nahj,​ 177.
“Hikmah (kebijakan) adalah barang hilangnya orang yang beriman, maka ambillah hikmah itu
133
sekalipun dari orang munafik”.

Ali juga berkata :

َ َ‫ﱠﺔ َﻣ ْﻦ َﻇ َﻔ َﺮ ﺑِ َﻬﺎ ﻧ‬
‫ﺼ َﺐ َو َﻣ ْﻦ َﻓﺎﺗَ ُﻪ ﺗَ ِﻌ َﺐ‬ َ ‫اﻻ ْﻣﻨِﯿ‬ ِ ‫اﻻﻣﱠﺎل )اﻻﻋﻤﺎل( َوﯾُ َﻘ ﱢﺮ ُب ْاﻟ َﻤﻨِﯿﱠ َﻪ َوﯾُﺒ‬
ُْ ‫َﺎﻋ ُﺪ‬ َ ْ ‫ُﺠ ﱢﺪ ُد‬
َ ‫َان َوﯾ‬ َ ْ ‫َﺨﻠُ ُﻖ‬
َ ‫اﻻ ْﺑﺪ‬ ْ ‫اَﻟ ﱠﺪ ْﻫ ُﺮ ﯾ‬

“ Waktu itu menciptakan tubuh-tubuh, menyegarkan hasrat, mendekatkan kepada kematian, dan

membawa pergi keinginan, barang siapa yang berhasil denganyapun merasa susah dan yang tak
134
mendapatkan kebaikannya juga susah”

Dengan memperhatikan kejadian-kejadian yang terjadi di sekitar, kita akan banyak

mendapatkan pelajaran-pelajaran yang sangat berharga dalam segala segi kehidupan kita. Ali

berkata :

‫َار َﻣ ْﻮ ِﻋ َﻈ ٍﺔ ﻟِ َﻤ ْﻦ اِﺗﱠ َﻌ َﻆ ﺑِ َﻬﺎ‬


ُ ‫َار َﻋﺎ ِﻓﯿَ ٍﺔ ﻟِ َﻤ ْﻦ َﻓ ِﻬ َﻢ َﻋ ْﻨ َﻬﺎ َودَاُر ِﻏﻨًﻰ ﻟِ َﻤ ْﻦ ﺗَ َﺰ ﱠو َد ِﻣ ْﻨ َﻬﺎ َود‬
ُ ‫ﺻ ﱠﺪ َﻗ َﻬﺎ َود‬
َ ‫ﺻ ْﺪ ٍق ﻟِ َﻤ ْﻦ‬ ُ ‫اِ ﱠن اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ د‬
ِ ‫َار‬

“ Sesungguhnya dunia adalah rumah kebenaran bagi orang yang menilainya, tempat keamanan

bagi orang yang memahaminya, suatu rumah kekayaan bagi orang yang mengumpulkan bekal
135
darinya, dan rumah pelajaran bagi orang yang menarik pelajaran darinya.”

Ali juga berkata :

‫ْﺼ َﺮ َﻓ ِﻬ َﻢ َو َﻣ ْﻦ َﻓ ِﻬ َﻢ َﻋﻠِ َﻢ‬


َ ‫ْﺼ َﺮ َو َﻣ ْﻦ اَﺑ‬
َ ‫َﺮ اَﺑ‬ َ ‫ﺎﺳ َﺐ ﻧَ َﻔ َﺴ ُﻪ َرﺑِ َﺢ َو َﻣ ْﻦ َﻏ ِﻔ َﻞ َﻋ ْﻨ َﻬﺎ َﺧ ِﺴ َﺮ َو َﻣ ْﻦ َﺧ‬
َ ‫ﺎف اَ ِﻣ َﻦ َو َﻣ ْﻦ اِ ْﻋﺘَﺒ‬ َ ‫َﻣ َﻦ َﺣ‬

“ Barang siapa yang mengintropeksi dirinya akan beruntung, dan barang siapa yang lupa akan

dirinya akan rugi, siap yang merasa takut dia akan aman, dan siapa yang mengambil pelajaran

133
Ibid, 157.
134
Ibid, 156.
135
Ibid, 163.
dia akan mengenal, siapa yang mengenal dia akan memahami dan siapa yang memahami ia akan
136
mengetahui”.

Ali juga berkata :

‫ْﺮ َك‬ َ َ ْ ٌ ‫ﺻﺎ ِﻓﯿ‬


ِ ْ ‫َﺔ َو‬ َ ‫اَْﻟ ِﻔ ْﻜ َﺮ ُة ِﻣ ْﺮأٌة‬
ِ ‫ﺎﺻ ٌﺢ َو َﻛ َﻔﻰ اَ َدﺑًﺎ ﻟِﻨَﻔ ِﺴﻚ ﺗَ َﺠﻨﱡﺒُﻚ َﻣﺎ َﻛ ِﺮ ْﻫﺘَ ُﻪ ﻟِ َﻐﯿ‬
ِ َ‫َﺎر ُﻣ ْﻨ ِﺬ ٌر ﻧ‬
ُ ‫اﻻ ْﻋﺘِﺒ‬

“ Berpikir adalah cermin yang jernih, mengambil pelajaran adalah penasehat yang memberi

peringatan, cukup menjadi budi pekertimu ketika kamu menjauhkan apa yang tidak kamu sukai
137
dari orang lain”.

Pendidikan yang dilakukan secara mandiri bersama kejadian-kejadian alam baik yang

menimpa dirinya atau orang lain ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Ia brlangsung kapan

saja dan di mana saja sampai ajal menjemputnya. Karenanya orang yang belajar menurut Ali

tidak boleh merasa puas, harus senantiasa haus dan tidak pernah kenyang sebagaimana pula

orang yang mencari harta kekayaan. Hal iru sebagaimana dalam salah satu pernyataannya :

‫ﺎن َﻃﺎﻟِ ُﺐ ِﻋ ْﻠ ٍﻢ َو َﻃﺎﻟِ ُﺐ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ‬ ْ َ ‫ُﻮ َﻣﺎن‬


ِ ‫ﻻ ﯾَﺸﺒَ َﻌ‬ ِ ْ ‫َﻣ ْﻨﻬ‬

138
“Dua orang rakus tak pernah kenyang; pencari ilmu dan pencari dunia”.

Dari keterangan di atas, dapat kita pahami bahwa pendidikan yang dilakukan secara mandiri

melalui kejadian alam atau lainnya tidak akan ada habisnya. Dan setiap orang hendaknya tidak

136
Ibid, 169.
137
Ibid, 182.
138
Ibid 190.
pernah merasa puas terhadap ilmu dan pelajaran yang dia dapatkan. Dia harus senantiasa mencari

dan mengambil pelajaran dari setiap kejadian, keadaan, baik yang dialaminya sendiri atau yang

dialami oleh orang lain. Dengan demikian berarti Ali lebih dahulu mencanangkan pendidikan

seumur hidup (long live education) sebelum pakar-pakar pendidikan dewasa ini.

E. METODE PENDIDIKAN

Menurut Ali bin Abi Talib, pendidikan anak harus dilakukan dengan cara yang baik.

Adapun alat pendidikan yang baik menurutnya adalah sebagai berikut :

1. Melalui Doa

Menurut Ali doa merupakan salah satu alat pendidikan yang baik. Karena dengan doa

Allah akan mengkabulkan permintaan hambanya.. Jika seorang ayah meminta kepada Allah akan

kebaikan dan kesalihan anaknya, niscaya Allah akan mengkabulkan doanya. Dalam hal ini Ali

berkata :

َ ‫اﻻ َﺟﺎﺑ‬
....... ‫َﺔ‬ ِ ْ ‫ُﺤ َﺮ ِم‬
ْ ‫ َﻣ ْﻦ اُ ْﻋ ِﻄ َﻲ اﻟ ﱡﺪ َﻋﺎ َء ﻟَ ْﻢ ﯾ‬:‫ُﺤ َﺮ ْم اَ ْرﺑَﻌًﺎ‬
ْ ‫َﻣ ْﻦ اُ ْﻋ ِﻄ َﻲ اَ ْرﺑَﻌًﺎ ﻟَ ْﻢ ﯾ‬

“Barang siapa yang dikaruniai empat hal tidak akan terhalang dari empat hal; barang siapa yang
139
dikarunia doa maka tidak akan terhambat dari terkabulnya doa tersebut” .

Namun demikian, tetap doa harus dibarengi dengan usaha. Karena doa tanpa usaha

adalah sia-sia. Ali berkata :

139
Ibid, 163.
َ ِ‫ﺎﻟﺮا ِﻣ ْﻲ ﺑ‬
‫ﻼ َوﺗَ ٍﺮ‬ ‫ﻼ َﻋ َﻤ ٍﻞ َﻛ ﱠ‬
َ ِ‫اﻋﻲ ﺑ‬
ِ ‫اَﻟ ﱠﺪ‬

140
“Seorang pendoa yang tanpa usaha bagaikan seoarang pemanah yang tanpa busur”

Ali juga menasehati anaknya Hasan untuk senantiasa memperbanyak berdoa

sebagaimana yang tertera dalam wasiatnya :

َ ‫ﻻ َﺟﺎﺑَ ِﺔ َواَ َﻣ َﺮ ﻟَ َﻚ اَ ْن ﺗَ ْﺴﺄَﻟَ ُﻪ ﻟِﯿ ُْﻌ ِﻄﯿ‬


‫ َﻓ َﻤﺘَﻰ ِﺷ ْﺌ َﺖ‬....‫َﻚ‬ ِ ْ ‫ض َﻗ ْﺪ اَ ِذ َن ﻟَ َﻚ ﺑِﺎﻟ ﱡﺪ َﻋﺎ ِء َوﺗَ َﻜ ﱠﻔ َﻞ ﻟَ َﻚ ﺑِﺎ‬ ‫اﻋﻠَ ْﻢ اَ ﱠن اﻟﱠ ِﺬ ْي ﺑِﯿَ ِﺪ ِه َﺧ َﺰاﺋِ ُﻦ ﱠ‬
َ ْ ‫اﻟﺴ َﻤﻮاَ ِت َو‬
ِ ‫اﻻ ْر‬ ْ ‫َو‬

َ ‫اﺳﺘَ ْﻤ َﻄ ْﺮ َت َﺷﺄ ﺑِﯿ‬


.....‫ْﺐ َر ْﺣ َﻤﺘِ ِﻪ‬ َ ‫اِ ْﺳﺘَ ْﻔﺘَ ْﺤ َﺖ ﺑِﺎﻟ ﱡﺪ َﻋﺎ ِء اَْﺑ َﻮ‬
ْ ‫اب ﻧِ َﻌ ِﻤ ِﻪ َو‬

“Ketahuilah bahwa Zat yang di tangannya kerajaan langit dan bumi telah mengizinkan kamu

untuk berdoa maka dia menjamin untun mengkabulkan doa tersebut, dan telah menyuruh kamu

untuk meminta kepadanya untuk memberimu........Maka kapa saja kamu mau mintalah kepada

Allah dengan berdoa dibukakan pintu-pintu nimatnya dan diturunkannya limpahan


141
karuniaNya...”

2. Nasehat yang baik

Nasehat menurut Ali adalah salah satu alat pendidikan yang baik. Karenanya Ali tidak

segan-segan untuk memberikan nasehat-nasehat yang baik kepada anak-anaknya. Sampai pada

detik-detik terakhir, ketika Ali hendak menghembuskan nafasnya yang terakhir, Ali tidak

segan-segan untuk memberikan nasehat dan wasiatnya yang terakhir kepada anak-anaknya

Hasan dan Husein. Hal itu karena menurut dia hanya dengan nasehatlah hati akan menjadi hidup

dan bergairah sebagaimana dalam salah satu ucapannya kepada Hasan :

140
, Ibid, 180.
141
Ibid, 127.
.... ‫ﱢر ُه ﺑِ ْﺎﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤ ِﺔ‬ ْ َ ‫َﻚ ﺑِ ْﺎﻟ َﻤ ْﻮ ِﻋ َﻈ ِﺔ َواَ ِﻣ ْﺘ ُﻪ ﺑِﺎﻟﱠ‬
ِ ‫ﺰﻫﺎ َد ِة َو َﻗ ﱢﻮ ِه ﺑِﺎﻟﯿَ ِﻘﯿ‬
ْ ‫ْﻦ َوﻧَﻮ‬ َ ‫اَ ْﺣﻲ َﻗ ْﻠﺒ‬
ِ

“ Hidupkan hatimu dengan nasehat yang baik, matikanlah dengan kematian, kuatkanlah dengan
142
keyakinan dan sinarilah dengan kebijakan. ”

Ali juga mengajarkan kepada kita akan pentingnya nasehat sehingga tidak selayaknya

seseorang harus dipukul untuk melakukan sesuatu. Karena menurutnya hanya binatang yang

mebutuhkan pukulan. Seorang yang berakal cukup dengan nasehat saja. Hal itu sebagaimana

dalam ucapannya sebagai berikut :

‫ﻻﺗﱠﺘ ِﻌ ُﻆ اِﱠﻻ ﺑِ ﱠ‬
‫ﺎﻟﻀ ْﺮ ِب‬ ََ ‫َاب َو ْاﻟﺒَ َﻬﺎﺋِ َﻢ‬ َ ْ ِ‫ﻼ ِﻣ ِﻪ َﻓﺎِ ﱠن ْاﻟ َﻌﺎ ِﻗ َﻞ ﯾَﺘﱠ ِﻌ ُﻆ ﺑ‬
ِ ‫ﺎﻻد‬ َ ‫ﻌﻈ ُﺔ اِﱠﻻ اِ َذا ﺑَﺎﻟَ ْﻐ َﺖ ِﻓﻰ اِْﯾ‬
َ ِ‫ﱠﻦ َﻻ ﺗَ ْﻨ َﻔ ُﻌ ُﻪ ْاﻟ‬
ْ ‫ﻻ ﺗَ ُﻜ ْﻮﻧَ ﱠﻦ ِﻣﻤ‬
َ ‫َو‬

“ Dan janganlah kamu menjadi orang yang tidak dapat mengambil menfaat dari nasehat kecuali

jika disakiti dengan keras, karena sesungguhnya orang yang berakal cukup dengan nasehat, dan
143
hanya binatng yang tidak dapat mengambil pelajaran kecuali dengan pukulan.”

Dengan demikian Ali juga tidak sependapat dengan cara pendidikan yang menggunakan

kekerasan secara pisik. Karena hal itu lebih tepat untuk diterapkan pada binatang bukan pada

manusia. Karena itu, nasehat yang baik memiliki peran yang penting dalam pendidikan.

Tentunya untuk memberi nasehat seorang pendidik harus melihat situasi dan kondisi anak didik.

Karena kondisi pisik atau mental yang sedang lelah sulit untuk menerima nasehat. Ali berkata :

142
Ibid, 125.
143
Ibid, 127.
‫َﻞ َﺷ ْﻬ َﻮﺗِ َﻬﺎ َواِ ْﻗﺒﺎَﻟِ َﻬﺎ َﻓﺎِ ﱠن ْاﻟ َﻘ ْﻠ َﺐ اِ َذا اَ ْﻛ َﺮ َه َﻋ ِﻤ َﻲ‬
ِ ‫َﺎرا َﻓﺄﺗُ ْﻮ َﻫﺎ ِﻣ ْﻦ ِﻗﺒ‬ ً ‫اِ ﱠن ﻟِْﻠ ُﻘﻠُ ْﻮ ِب َﺷ ْﻬ َﻮ ًة َواِ ْﻗﺒ‬
ً ‫َﺎﻻ َواِ ْدﺑ‬

“ Sesungguhnya hati memiliki gairah, kesemangatan dan kemundurannya, maka datangilah ia


144
saat-saat gairah dan semangat, karena jika hati tidak suka maka dia akan buta”.

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

‫ﻒ ْاﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤ ِﺔ‬
َ ِ‫َان َﻓﺎ ْﺑﺘَ ُﻐ ْﻮا ﻟَ َﻬﺎ َﻃ َﺮاﺋ‬ ‫ُﻞ َﻛ َﻤﺎ ﺗَﻤ ﱠ‬
َ ْ ‫ُﻞ‬
َ ‫اﻻ ْﺑﺪ‬ ‫اِ ﱠن َﻫ ِﺬ ِه ْا ُﻟﻘﻠُ ْﻮ َب ﺗَﻤ ﱡ‬

“ Sesungguhnya hati ini merasa letih sebagai mana juga badan, maka carilah baginya
145
ucapan-ucapan yang indah”.

Dengan demikian, hendaknya pemberian nasehat atau pembelajaran dilakukan ketika

anak dalam keadaan siap dan senang untuk menerima pelajaran. Dalam penemuan sekarang

disebutkan bahwa belajar akan semakin efektif jika dilakukan dalam keadaan senang (fun).

3. Keteladanan

Alat pendidikan yang paling baik menurut Ali adalah keteladanan. Karena tanpa

keteladanan, pendidikan apapun akan kandas dan tidak akan membuahkan hasil. Keteladanan

harus lebih dahulu dilakukan sebelum memberi nasehat atau lainnya. Dalam hal ini Ali berkata :

ْ َ ‫ْﺮﺗِ ِﻪ َﻗﺒ‬
َ ‫َﻜ ْﻦ ﺗَ ْﺄ ِد ْﯾﺒُ ُﻪ ﺑِ ِﺴﯿ‬ َ ‫ﺼ َﺐ ﻟِﻨَ ْﻔ ِﺴ ِﻪ اِ َﻣﺎﻣًﺎ َﻓ ْﺎﻟﯿَ ْﺒﺪ َْأ ﺑِﺘَ ْﻌﻠِﯿْﻢ ﻧَ ْﻔ ِﺴ ِﻪ َﻗﺒ‬
ِ ْ ِ‫ْﻞ ﺗَﺄ ِدﯾْﺒِ ِﻪ ﺑِﻠِ َﺴﺎ ﻧِ ِﻪ َو ُﻣ َﻌﻠﱢ ُﻢ ﻧَ ْﻔ ِﺴ ِﻪ اَ َﺣ ﱡﻖ ﺑ‬
‫ﺎﻻ ْﺟ َﻼ ِل ِﻣ ْﻦ‬ ُ ‫ْﻞ ﺗَ ْﻌﻠِﯿْﻢ َﻏﯿْﺮ ِه َو ْﻟﯿ‬
ِ ِ ِ َ َ‫َﻣ َﻦ ﻧ‬
‫ﱢ‬
ِ ‫ُﻣ َﻌﻠ ِﻢ اﻟﻨﱠ‬
‫ﺎس َو ُﻣ َﺆ ﱢدﺑِ ِﻬ ْﻢ‬

144
Ibid, 168.
145
Ibid.
“Barang siapa yang menjadikan dirinya sebagai pemimpin maka hendaknya dia memulai dengan

mengajari dirinya sebelum mengajari orang lain. Dan hendaknya pendidikannya melalui

prilakunya sebelum dengan lidahnya dan pengajar dirinya lebih patut untuk dimuliakan dari pada
146
pengajar dan pendidik orang lain”.

Ali menganggap bahwa keteladanan adalah salah satu faktor keberhasilah pendidikan.

Jika seorang pendidik tidak mengamalkan ilmunya maka tidak akan ada anak didik yang

berusaha untuk belajar, memperbaiki diri dan meningkatkan kwalitas pribadinya. Karena itu

keteladan menurut Ali merupakan pilar agama dan dunia. Ali berkata kepada Jabir: Wahai Jabir,

pilar agama dan dunia ada 4; Seorang alim yang mengamalkan ilmunya, seorang bodoh yang

tidak malas untuk belajar, seorang dermawan yang tidak kikir dan seorang fakir miskin yang

tidak menjual akheratnya dengan dunianya. Maka jika seorang alim tidak mengamalkan ilmua

niscaya orang bodoh akan malas untuk belajar, jika orang kayanya kikir akan hartanya niscaya
147
orang miskinnya akan menjual akheratnya dengan dunianya”

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

َ ْ ‫ارح َو‬
‫اﻻ ْرﻛﺎَ ِن‬ ْ َ ُ َ َ ‫ﻠﺴ‬ ‫ﻒ َﻋ َ ﱢ‬
َ ‫ﺿ ُﻊ ْاﻟ ِﻌ ْﻠﻢ َﻣﺎ َو َﻗ‬
َ ‫اَ ْو‬
ِ ِ ‫ﺎن َوا ْرﻓ َﻌﻪ َﻣﺎ ﻇ َﻬ َﺮ ِﻓﻰ اﻟ َﺠ َﻮ‬
ِ َ ‫ﻠﻰ اﻟ‬ ِ

“ Ilmu yang paling rendah adalah ilmu yang terhenti hanya pada lidah dan yang paling tinggi
148
adalah ilmu yang tampak pada anggota tubuh”

Keteladanan meniscayakan seseorang untuk lebih banyak bekerja dari pada berbicara.

Karena sebelum berbicara dia harus sudah mengerjakannya terlebih dahulu sebelum orang lain.

146
Ibid, 156.
147
Ibid , 183.
148
Ibid, 158.
Ali sangat mengecam orang yang benyak bicara. Hal itu karena orang yang banyak bicara pasti

akan banyak kesalahannya. Ali berkata :

َ ‫ﺎت َﻗ ْﻠﺒُ ُﻪ د‬
‫َﺧ َﻞ‬ َ ‫ﻼ ُﻣ ُﻪ َﻛﺜُ َﺮ َﺧ َﻄﺄُ ُه َو َﻣ ْﻦ َﻛﺜُ َﺮ َﺧ َﻄﺎ ُؤ ُه َﻗ ﱠﻞ َﺣﯿَﺎﺋُ ُﻪ َو َﻣ ْﻦ َﻗ ﱠﻞ َﺣﯿَﺎﺋُ ُﻪ َﻗ ﱠﻞ َو َر ُﻋ ُﻪ َو َﻣ ْﻦ َﻗ ﱠﻞ َو َر ُﻋ ُﻪ َﻣ‬
َ ‫ﺎت َﻗ ْﻠﺒُ ُﻪ َو َﻣ ْﻦ َﻣ‬ َ ‫َو َﻣ ْﻦ َﻛﺜُ َﺮ َﻛ‬

َ ‫اﻟﻨﱠ‬
‫ﺎر‬

“Barang siapa yang banyak bicara pasti banyak salahnya, barang siapa yang banyak salahnya

kurang malunya, barang siapa yang kurang malunya berarti kurang wara’nya, dan barang siapa

yang kurang wara’nya berarti mati hatinya dan barang siapa yang mati hatinya ia masuk neraka”.
149

4. Dengan cerita sejarah

Ali menganggap bahwa cerita merupakan salah satu alat pendidikan. Dengan cerita, anak

akan mendapatkan banyak penglaman dan pelajaran yang berharga. Disamping itu cerita akan

memberikan wawasan yang luas tentang kehidupan. Karenanya dalam wasiatnya kepada Hasan

Ali menegaskan akan pentingnya mempelajari sejarah orang-orang terdahulu baik tentang

kesuksesannya atau kegagalannya. Ali berkata :

. ‫واﻋﺮض ﻋﻠﯿﻪ اﺧﺒﺎر اﻟﻤﺎﺿﯿﻦ وذﻛﺮه ﺑﻤﺎ اﺻﺎب ﻣﻦ ﻛﺎن ﻗﺒﻠﻚ ﻣﻦ اﻻوﻟﯿﻦ وﺳﺮ ﻓﻲ دﯾﺎرﻫﻢ ﻓﺎﻧﻈﺮ ﻓﯿﻤﺎ ﻓﻌﻠﻮا وﻋﻤﺎ اﻣﺘﻘﻠﻮا‬

“Dan perhatikanlah sejarah orang-orang terdahulu, ingatkanlah akan apa yang menimpa

orang-orang sebelum kamu, berjalanlah di rumah-rumah mereka dan lihatlah apa yang mereka
150
kerjakan dan dari apa mereka pindah ..”.

Selanjutnya Ali juga berkata kepada putra-putranya :

149
Ibid, 181.
150
Ibid, 125.
َ ‫ﻻ ْﺧ ُﺬ ﺑِ َﻤﺎ َﻣ‬
‫ﻀﻰ َﻋﻠَْﯿ ِﻪ‬ َ ‫ﺿ ُﻪ اﷲُ َﻋﻠَﯿ‬
َ ‫ْﻚ َوا‬ َ ‫ﻠﻰ َﻣﺎ َﻓ َﺮ‬
َ ‫ﺎر َﻋ‬
ُ‫ﺼ‬ َ ِ‫اﻻ ْﻗﺘ‬
ِ ْ ‫ﺻﯿﱠﺘِ ْﻲ ﺗَ ْﻘ َﻮى اﷲِ َو‬ ‫اﻋﻠَ ْﻢ ﯾَﺎ ﺑُﻨَ ﱠﻲ اَ ﱠن اَ َﺣ ﱠﺐ َﻣﺎ اَْﻧ َﺖ أَ َﺧ َﺬ ﺑِ ِﻪ اِ ﱠ‬
ِ ‫ﻟﻲ ِﻣ ْﻦ َو‬ ْ ‫َو‬

... ‫ﻮن ِﻣ ْﻦ اَ ْﻫ ِﻞ ﺑَ ْﯿﺘِ َﻚ‬ ‫اﻻوﱠﻟُ ْﻮ َن ِﻣ ْﻦ اَﺑَﺎﺋِ َﻚ َو ﱠ‬


َ ‫اﻟﺼﺎﻟِ ُﺤ‬ َْ

“ Ketahuilah wahai anakku, bahwa yang paling aku cintai kamu ambil dari wasiatku adalah

takwa kepada Allah dan mengerjakan apa yang diwajibkan Allah kepadamu dan mengambil apa

yang dilakukan oleh orang-orang terdahuu dari ayah-ayahmu dan orang-orang sholeh dari
151
keluargamu....”

Dan ternyata akhir-akhir ini di temukan bahwa cerita merupakan salah satu alat

pendidikan yang efektif dan menyenangkan bagi anak.

5. Tukar pikiran dan diskusi

Selain dengan cerita Ali juga mengajarkan akan pentingnya tukar pikiran dan diskusi

dalam mendidik anak. Tentunya yang dimaksud dengan diskusi di sini adalah bukan hanya

sebatas diskusi ilmiyah namun berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kepentingan

dalam kehidupannya, hendaknya sering dadakan sharing, tukar pikiran untuk mencari

penyelesaiannya. Bahkan dalam perkembangan ilmu pendidikan dewasa ini, anak harus

senantiasa dilatih untuk belajar memecahkan masalah (problem solving). Karena hal itu jelas

akan mengasah otaknya dan mencerdaskannya. Dalam hal ini Ali berkata :

‫َار َﺳ َﺔ ْاﻟﻌُﻠَ َﻤﺎ ِء َو ُﻣﻨَﺎ َﻗ َﺸ َﺔ ْاﻟ ُﺤ َﻜ َﻤﺎ ِء‬


َ ‫َواَ ْﻛﺜِ ُﺮ ُﻣﺪ‬

151
Ibid.
“Perbanyaklah belajar kepada para ulama dan berdiskusi dengan orang-orang bijak”.

Namun demikian, diskusi harus dimaksudkan untuk mencari tambahan pengetahuan dan

informasi bukan untuk menguji atau menyombongkan diri. Ali sangat mengecam akan hal

tersebut sebagaimana dalam salah satu ucapannya :

‫ﺎﻫ ِﻞ ْاﻟ ُﻤﺘَ َﻌﻨﱢ ِﺖ‬


ِ ‫ﻒ َﺷﺒِ ْﯿ ٌﻪ ﺑِ ْﺎﻟ َﺠ‬
َ ‫ﺎﻫ َﻞ ْاﻟ ُﻤﺘَ َﻌﻠﱢ َﻢ َﺷﺒِ ْﯿ ٌﻪ ﺑِ ْﺎﻟ َﻌﺎﻟِﻢ َواِ ﱠن ْاﻟ ِﻌﺎﻟِ َﻢ ْاﻟ ُﻤﺘَ َﻌ ﱢﺴ‬
ِ ِ ‫ﻻ ﺗَ َﺴ ْﻞ ﺗَ َﻌﻨﱡﺘًﺎ َﻓﺎِ ﱠن ْاﻟ َﺠ‬
َ ‫َﺳ ْﻞ ﺗَ َﻔ ﱡﻘﻬًﺎ َو‬

“ Bertanyalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tapi jangan bertanya untuk mengetes

(menyombongkan diri), Karena orang bodoh yang belajar menyerupai seorang alim yang

terpelajar dan orang yang terpelajar yang suka mengetes (menyombongkan diri) menyerupai
152
orang bodoh yang sombong”.

6. Pergaulan yang baik

Pergaulan merupakan salah satu alat pendidikan yang harus diatur dan disetting. Karena

pergaulan mempunyai pengaruh yang sangat dahsyat terhadap pendidikan anak. Jika anak

bergaul dengan teman-teman yang baik, niscaya ia akan menjadi baik. Tetapi sebaliknya, jika

anak bergaul dengan teman-teman yang jelek niscaya ia akan cepat terpengaruh mejadi anak

yang jelek. Dalam hal ini Ali mengingatkan kepad putranya Hasan dengan berkata :

‫ْﻞ َﻓﺎِﻧﱠ ُﻪ ﯾ َْﻘ ُﻌ ُﺪ َﻋ ْﻨ َﻚ اَ ْﺣ َﻮ َج َﻣﺎ ﺗَ ُﻜ ْﻮ ُن اِﻟَْﯿ ِﻪ َواِﯾﺎﱠ َك‬ ِ ‫ُﺼﺎ َد َﻗ َﺔ ْاﻟﺒ‬


ِ ‫َﺨﯿ‬ َ ‫َﻀ ﱡﺮ َك َواِﯾﺎﱠ َك َوﻣ‬
ُ ‫ُﺮ ْﯾ ُﺪ اَ ْن ﯾَ ْﻨ َﻔ َﻌ َﻚ َﻓﯿ‬ َ ْ ‫ُﺼﺎ َد َﻗ َﺔ‬
ِ ‫اﻻ ْﺣ َﻤ ِﻖ َﻓﺎِﻧﱠ ُﻪ ﯾ‬
َ ‫ﯾَﺎ ﺑُﻨَ ﱠﻲ اِﯾ‬
َ ‫ﱠﺎك َوﻣ‬

َ ‫ْﻚ ْاﻟ َﻘ ِﺮﯾ‬


‫ْﺐ‬ َ ‫ْﻚ ْاﻟﺒَ ِﻌ ْﯿ َﺪ َوﯾُ ْﺒ ِﻌ َﺪ َﻋﻠَﯿ‬
َ ‫اب ﯾُ َﻘ ﱢﺮ ُب َﻋﻠَﯿ‬ ‫اب َﻓﺎِﻧﱠ ُﻪ ﻛﺎَ ﱠ‬
ِ ‫ﻟﺴ َﺮ‬
‫ْ ﱠ‬
ِ ‫ُﺼﺎ َد َﻗ َﺔ اﻟ َﻜﺬ‬
َ ‫ُﻚ ﺑِﺎﻟﺘﱠﺎ ِﻓ ِﻪ َواِﯾﺎﱠ َك َوﻣ‬
َ ‫ﺎﺟﺮ َﻓﺎِﻧﱠ ُﻪ ﯾَﺒِ ْﯿﻌ‬ ْ َ َ ‫َوﻣ‬
ِ ِ ‫ُﺼﺎ َد َﻗﺔ اﻟ َﻔ‬

152
Ibid, 179.
“ Wahai anakku, hati-hatilah kamu bergaul dengan orang yang dungu karena dia ingin

memanfaatkan kamu sehingga membahayakanmu, dan hati-hatilah kamu bergaul dengan orang

yang kikir, karena dai akan menduduki kamu saat kamu membutuhkan kepadanya, hati-hatilah

kamu bersahabat dengan orang yang fajir karena dia akan menjualmu dengan harga yang sangat

murah, dan hati-hatilah kamu bersahabat dengan orang yang pembohong, karena dia seperti
153
fatamorgana, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”.

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

‫ﱢﻦ ﻟَ َﻚ ِﻓ ْﻌﻠَ ُﻪ َوﺑَ َﻮ ﱡد اَ ْن ﺗَ ُﻜ ْﻮ َن ِﻣ ْﺜﻠَ ُﻪ‬


ُ ‫ُﺰﯾ‬ َ ِ‫ﺼ َﺤ ِﺐ ْاﻟ َﻤﺎ‬
َ ‫ﺋﻖ َﻓﺎِﻧﱠ ُﻪ ﯾ‬ َ
ْ َ‫ﻻ ﺗ‬

“ Janganlah kamu bersahabat dengan orang yang dungu, karena dia menghiasi perbuatannya
154
dihadapanmu dan menginginkan agar kamu sepertidia”.

Dalam kesempatan yang lain Ali berkata :

‫ﺸﺮ ﻣ ُْﻠ ِﺤ ٌﻖ‬


‫اﻟﺸ ﱠﺮ ﺑِﺎﻟﱠ ﱢ‬
‫َﺔ ْاﻟ ُﻔ ﱠﺴﺎق َﻓﺎِ ﱠن ﱠ‬
ِ
َ ‫ﺎﺣﺒ‬
َ ‫ُﺼ‬ َ ‫َواِﯾ‬
َ ‫َﺎك َوﻣ‬

“ Hati-hatilah kamu dari pergaulan dengan orang-orang yang fasik, karena sesungguhnya
155
kejahatan akan selalu menempel pada kepada orang yang menyertainya”.

Ali juga berkata :

‫ﺎﺣﺒِ ِﻪ‬
ِ ‫ﺼ‬ ٌ ‫ُﻌﺘَﺒ‬
َ ِ‫َﺮ ﺑ‬ ْ ‫ﺎﺣ َﺐ ﻣ‬ ‫ْﻞ َر ْأﯾً ًﻪ َوﯾُ ْﻨ ِﻜ ُﺮ َﻋ َﻤﻠُ ُﻪ َﻓﺎِ ﱠن ﱠ‬
ِ ‫اﻟﺼ‬ ُ ‫َﺔ َﻣﻦ ﯾَ ِﻔﯿ‬
َ ‫ﺎﺣﺒ‬ َ ‫اﺣ َﺬ ْر ﻣ‬
َ ‫ُﺼ‬ ْ ‫َو‬

“ Hati-hatilah bersahabat dengan orang yang pikirannya negatif dan perbuatannya salah karena
156
seseorang tergantung dari sahabatnya” .

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa menurut Ali, pergaulan memiliki pengaruh

yang besar dalam pendidikan anak. Seorang anak akan dapat terpengaruh oleh kawannya sendiri.

153
Ibid, 153.
154
Ibid,177.
155
Ibid, 148.
156
Ibid, 148.
Jika dia mempunyai kawan yang jelek, fasik, kikir, dungu, selalu berpikir negatif, besar

kemungkinan dia akan terpengaruh dengan kawannya tersebut. Oleh karena itu seorang pendidik

atau orang tua hendaknya selalu mengawasi pergaulan dan persahabatan anak-anaknya, agar

pendidikan yang ditanamkannya tidak sia-sia.

Inilah yang dapat kami gali dari konsep pendidikan anak menurut Ali bin Abi Talib yang

termuat dalam kitab Nahj al-Balaghah.

BAB V: PENUTUP
A. KESIMPULAN

1. Pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua secara mutlak. Hal itu karena, hak anak

atas orang tuanya antara lain; memberi nama yang baik, memperbaiki akhlaknya dan

mengajarkannya Al-Qur’an.

2. Seorang anak ibarat tanah yang kosong yang subur, tanaman apapun yang disemainya pasti

akan tumbuh. Oleh karena itu pendidikan pertama yang harus diberikan kepada anak adalah

pendidikan akhlak sebelum menerima pendidikan lainnya.

3. Tujuan pendidikan yang paling utama adalah untuk menggapai taqwa kepada Allah swt.

Karena hanya dengan takwa seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di

akherat.

4. Pendidikan anak ada dua ; pertama, pendidikan terprogram yang diawali dengan pemilihan

pasangan yang benar, pendidikan pra natal, pendidikan pasca natal 7 tahun pertama, 7 tahun

kedua dan 7 tahun ketiga. Kedua pendidikan tidak terprogram yaitu pendidikan dengan

mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian yang terjadi setiap hari.

5. Metode pendidikan ada 5; melalui do’a, nasehat yang baik, keteladanan, cerita, diskusi dan

pergaulan yang baik.

B. Saran-saran

1. Bagi para pemuda yang hendak mencari pasangan hidup, maka hendaknya selektif dalam

memilih isteri. Jangan memilih isteri hanya karena kecantikan, harta dan keluarganya, tapi
pilihlah karena ketakwaan, akhlak dan agamanya yang baik. Karena, isteri merupakan ibu dari

anak-anak kita yang akan menjadi madrasah pertama bagi mereka.

2. Bagi orang tua hendaknya mengajarkan akhlak dan budi pekerti serta agamanya terlebih

dahulu sebelum mengajari yang lainnya. Jadikan pendidikan al-qur’an merupakan prioritas

utama dalam mendidik anak-anak.

3. Bagi para orang tua hendaknya menjadi teladan bagi anak-anaknya, karena pendidikan yang

baik adalah melalui keteladanan. Anak lebih berkesan melihat prilaku orang tuanya

disbanding nasehatnya.

4. Bagi orang tua, hendaknya memilih sekolah yang selektif. Usahakan sekolah yang terdapat

pendidikan agamanya, sehingga jadi apapun anak itu dia tetap terkontrol oleh pendidikan

agamanya. Diharapkan, apabila dia menjadi pengusaha, maka akan menjadi pengusaha yang

taat beragama dan lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abduh Moh, Syarh Nahj al- Balaghah, Mesir, ​Mathba’ah al-Istiqamah,​ tanpa tahun.

Abu Ahmadi, Nur Uhbiati, ​Ilmu Pendidikan, J​ akarta, Rineke Cipta, 1991.

Agustian Ary Ginanjar, ​Emotional Spritual Quotient,​ Jakarta, Arga Wijaya Persada, 2001.

Al-Adib, Moh. Husein, ​Lamahat min al-Tarbiyah al-Islamiyah,​ Najaf, Manabi’

al-Tsaqafah al-Islamiyah, 1381.

Al-Amili, ​Wasail al-Syi’ah,​ Beirut, Dar Ihya Turas al-’Arabi,tt.

Al-Asir, ​Usd al-Ghabah​, Beirut, Dar al-Fikr, tt.

-------- ,​Al-Kamil fi al-Tarikh​, Beirut, Dar al-Fikr, tt.

Al-’Asqalani, ​al-Ishabah​, Beirut, Dar al-Fikr, 1978.

Al-Attas Naqueb Sayyid, ​Konsep Pendidikan Islam,​ Bandung, Mizan, 1992.

Al-Bahraini, Kamal al-Din, ​Syarh Nahj al-Balaghah,​ Teheran, al-Mathba’ah al-Haidari,

1381.

Al-Balagh, ​Amir al-Mu’minin Ali bin Abi Thalib,​ Teheran, Muassasah al-Balagh, 1980.

Al-Buthi, Said Ramadhan Moh., Tajribah al-Tarbiyah al-Islamiyah​, Damaskus,

al-Maktabah al-Umawiyah, tanpa tahun.

Al-Fida, Tarikh, ttp, tp, tt.

Al-Hadi Kasyif al-Ghita, ​Mustadrak Nahj al-Balaghah​, Beirut, Maktabah al-Andalus, tt.

Al-Halabi, ​Insan al-Uyun fi sirat al-Amin wa al-Ma’mun​, Mesir, Matbaat al-Mustafa, tt.

Al-Khalili Ja’far Jawad, ​Amir al-Mu’minin Ali bin Abi Talib​, Beirut Al-Irsyad li

al-Tiba’ah wa al-Nashr, tt.


Al-Kufi, Moh. Bin Sulaiman, ​Manaqib al-Imam Amir al-Mu’minin,​ Qum al-Nahdhoh,

1412.

Al-Muslim, ​Al-Jami’ al-Sahih,​ Beirut, Dar al-Fikr, tt.

Al-Uzaizi Ali dan Rukes bin Zaid, ​Al-Imam Ali Asad al-Islam wa Qadisuhu,​ Najaf,

Mathba’ah al-Nu’man, 1997.

Al-Quraisyi, Baqir Syarif, ​Al-Nidham al-Tarbawi fi al-Islam​,Najaf, Dar al-Kitab al-Islami,

1391.

Al-Razi, ​Tafsir al-Kabir,​ Beirut Dar al-Fikr, tt.

Al-Syarqawi Abdurrahman, ​Ali Imam al-Muttaqin​, London, Ibrahim alHajj, tt.

Al-Siba’i, ​Udzamauna fi al-Tarikh al-Islami,​ Beirut al-Maktab al-Islami, 1985.

Al-Tabari​, Tarikh al-Umam wa al-Mulk,​ Beirut, Dar al-Fikr, tt.

Al-Thabatabai, ​Al-Mizan​, Beirut, Muassasah al-A’lami al-Matbu’at, 1991.

Al-Tirmidi, ​Sunan al-Tirmidi​, Beirut, Dar al-Fikr, tt.

Al-Suyuthi, ​Al-Itqan,​ Beirut, Dar al-Fikr, tt.

Azra Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,​

Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999.

Beidun Labib, ​Tashnif Nahj al-Balaghah​, Beirut, Dar al-Fikr, tt.

De Porter Bobbi & Reardon Mark, ​Quantum Teaching​, terj. Ary Nilandari, Bandung,

Kaifa, 2002.

Dewantara Ki Hajar, ​Masalah Kebudayaan, Kenang-kenangan Promosi Doktor Honoris

Causa​, Yoyakarta 1967.


Dryden Gordon, ​The Learning Revolution, terj. Revolusi cara Belajar​, penyunting Ahmad

Baiquni, Bandung, Kaifa, 2000.

Gordak George, ​Suara Keadilan , Sosok Agung Ali bin Abi Thalib,​ Jakarta, Lentera, 1997.

Hasbullah, ​Dasar-dasar Ilmu Pendidikan​, Jakarta ,Raja Grafindo, 2003.

Hidayanto Dwi Nugraha, ​Mengenal Manusia dan Pendidikan,​ Yogyakarta, Liberti, 1988.

Ibn Abi al-Hadid, ​Syarh Nahj al-Balaghah​, Beirut, Dar al-Fikr, tanpa tahun.

Ibn al-Maghazili, ​Manaqib Ali bin Abi Thalib,​ Teheran, al-Mathba’ah al-Islamiyah, 1394

Ibn Mandzur​, Lisan al-’Arab,​ Beirut Dar al-Ma’arif tt.

Ibn Kasir, ​Tafsir al-Qur’an al-Adhim​, Beirut, Dar al-Fikr, tt.

Ibn Khaldun​, Muqaddimah,​ Mesir, Matba’ah al-Bahiyyah al-Misriyyah, tt.

Jama’ah min Asatizah al-Tarbiyah, ​al-Mu’allim wa al-Tarbiyah​, Lebanon al-Syirkah

al-Alamiyah li al-Kitab, tanpa tahun.

Jalal abdul Fatah, ​Min Ushul al-Tarbiyat al-Islam,​ Kairo, Dar al-Kutub, 1977.

Jalaluddin, ​Teknologi Pendidikan​, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002.

Kamil Sulaeman, Ali Al-Abdullah, ​Al-Tarbiyyah Ushuluha, Turuquha, Wasaluha​, Beirut,

Majalah al-Saqafah, 1965.

Muthahhari Murtadha, ​Karakter Agung Ali bin Abi Thalib,​ terj. Moh Hasyim, Jakarta,

Pustaka Zahra, 2002.

Mustasyar al-Tsaqafah al-Jumhuriyah al-Islamiyah al-Iraniyah bi Damasykus, ​Nadzrah

haula Nahj al-Balaghah li al-Imam Ali​, 1993.


Mu’tamar Nahj al-Balaghah, ​Nadhrah Haula Nahj al-Balaghah,​ Damaskus,

al-Mustasyariyyah al-Saqafiyyah, 1993.

Moh. Arifin. ​Ilmu Pendidikan Islam​, Jakarta, Bumi Aksara, 1994.

Moh. Said, ​Mendidik dari Zaman ke Zaman,​ Bandung, Penerbit Jemars, 1987.

Moh. Taqi Falsafi, ​Anak antara Kekuatan Gen dan Pendidikan​, terj. Najib Husein

al-Idrus, Jakarta, Cahaya, 2002.

Purwanto Ngalim, ​Ilmu Pendidikan, Teoritis dan Praktis​, Bandung, Remaja Rosda Karya,

2003.

Salam Sholihin, ​Imam Ali Pejuang Kerakyatan,​ Jakarta Islamic Research Institute, 1980.

Saleh Subhi, ​Nahj al-Balaghah​, Beirut Dar al-Fikr, tt.

Reza Ali Sayyed, ​Puncak kefasihan Nahj al-Balaghah,​ terj. Moh Hasyim Assegaf,

Jakarta, Lentera 1997.

Radhi Syarif, ​Nahj al-Balaghah,​ Qum, Muassasah al-Nasyri al-Islami, 1408.

Quthb Muhammad, ​Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyah​, Mesir, Dar al-Qalam, tanpa tahun.

Seojono Ag, ​Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum,​ Bandung, CV Ilmu, tt.

‘Ulwan Abdullah Naseh, ​Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam​, Beirut, Dar al-Salam, tanpa tahun.

Van de Carr, Rene & Lehrer March, ​Cara Baru Mendidik Anak Sejak Kandungan​, terj.

Alwiyah Abdurrahman, Bandung, Kaifa, 1999.

Zakiyah Daradjat, ​Ilmu Pendidikan Islam, ​Jakarta, Bumi Aksara, 1996.

Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 1993.

Anda mungkin juga menyukai