Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena
portein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan pengatur.
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H O sama
seperti karbohidrat dan lemak. Namun selain ketiga unsur-unsur tersebut protein juga
mengandung N, fosfor, belerang dan juga unsur-unsur logam lainnya.
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk antara lain primer, sekunder,
tersier dan juga kwartener.Struktur primer merupakan srtuktur linier asam amino
dalam protein. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk
struktur berikutnya. Dalam struktur protein terdapat ikatan-ikatan yang mempengaruhi
kestabilan struktur tersebut. Ikatan-ikatan ini menyebabkan terjadinya interaksi antar
molekul dalam protein dan mempengaruhi sifat protein. Protein dapat berinterkasi
dengan protein lain karena adanya ikatan hidrogen dan perubahan gugus sulfuhidril
dan disulfida. Interaksi molekuler tersebut membentuk suatu jaringan tiga dimensi
yang mengakibatkan tekstur protein menjadi kompak, dan dengan struktur tiga
dimensi tersebut maka protein dapat memerangkap sejumlah air. Dengan
terperangkapanya air dapat terjadi peristiwa gelasi protein yang dibantu dengan
adanya denaturasi parsial terlebih dahulu. Suatu protein dapat dikatakan terdenaturasi
apabila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein mengalami
perubahan. Sebagian besar protein globuler mudah mengalami denaturasi. Jika ikatan-
ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, maka molekul tersebut
akan mengembang.
Protein berdasarkan sumbernya dibagi menjadi protein nabati dan protein hewani.
Protein dari sumber nabati lebih baik bagi tubuh dibanding protein hewani (Susianto,
dkk., 2008). Sumber makanan berprotein tinggi yang baik dan mudah dicerna dapat
diperoleh antara lain dari ikan, daging, kacang-kacangan, susu, yoghurt, telur, dan
produk olahannya. Kacang-kacangan telah lama dikenal sebagai sumber protein,
selain mudah diperoleh dan harganya terjangkau, kacang-kacangan juga banyak
mengandung asam amino yang dapat saling melengkapi dengan asam amino pada
beras, jagung dan gandum
Kandungan protein dalam makanan umumnya ditetapkan berdasarkan total
nitrogen yang terkandung di dalamnya yang disebut sebagai protein kasar. Penetapan

1
protein kasar bertujuan untuk menentukan jumlah protein total di dalam bahan
pangan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka untuk mengetahui kadar protein total di
dalam makanan ataupun pangan dilakukan metode secara kualitatif dan kuantitatif

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan protein?
2. Penentuan analisis protein secara kuantitatif?
3. Penentuan analisis protein secara kualitatif?

Tujuan
Mengetahui dan memahami pengertian dan penentuan analisis protein dalam
suatu makanan atau pangan dengan menggunakan metode tertentu.

2
BAB II
PENGERTIAN PROTEIN

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama")
adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer
dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan
peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan
kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi
semua sel makhluk hidup dan virus. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat
penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam
tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain
berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang
membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan
(imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen
penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber
gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu
membentuk asam amino tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid,
dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu,
protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia.
Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang
dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi
translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya
tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi,
terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.

3
BAB III
STRUKTUR KIMIA

Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu
sampai beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang
terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur
karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen; beberapa asam amino di samping itu
mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan kobalt.
Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein. Terdapat dua puluh jenis asam
amino yang diketahui sampai sekarang yang terdiri atas sembilan asam amino esensial
(asam amino yang tidak dapat dibuat tubuh dan harus didatangkan dari makanan) dan
sebelas asam amino nonesensial. Asam amino terdiri atas atom karbon yang terikat
pada satu gugus karboksil (- COOH), satu gugus amino (- NH2), satu atom hidrogen
(- H) dan satu gugus radikal (- R) atau rantai cabang.
t.a.atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil (-COOH), satu gugus
amino (- NH2), satu atom hidrogen (- H) dan satu gugus radikal (- R) atau rantai
cabang.

Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan memiliki berbagai macam
struktur yang khas pada masing-masing protein. Karena protein disusun oleh asam
amino yang berbeda secara kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui

4
ikatan peptida dan bahkan terkadang dihubungkan oleh ikatan sulfida. Selanjutnya
protein bisa mengalami pelipatan-pelipatan membentuk struktur yang bermacam-
macam. Adapun struktur protein meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur
tersier, dan struktur kuartener (Gambar 2).

Gambar 3. Reaksi pembentukan peptida melalui reaksi dehidrasi (Voet & Judith, 2009).

Gambar 4. Struktur primer dari protein (Campbell et al., 2009).

5
Struktur primer merupakan struktur yang sederhana dengan urutan-urutan asam
amino yang tersusun secara linear yang mirip seperti tatanan huruf dalam sebuah kata
dan tidak terjadi percabangan rantai (Gambar 4). Struktur primer terbentuk melalui
ikatan antara gugus α–amino dengan gugus α–karboksil (Gambar 3). Ikatan tersebut
dinamakan ikatan peptida atau ikatan amida (Berg et al., 2006; Lodish et al., 2003).
Struktur ini dapat menentukan urutan suatu asam amino dari suatu polipeptida (Voet
& Judith, 2009).
Struktur sekunder merupakan kombinasi antara struktur primer yang
linear distabilkan oleh ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang
tulang belakang polipeptida. Salah satu contoh struktur sekunder adalah α-heliks dan
β-pleated (Gambar 5 dan 6). Struktur ini memiliki segmen-segmen dalam
polipeptida yang terlilit atau terlipat secara berulang. (Campbell et al., 2009; Conn,
2008).

Gambar 5. Struktur sekunder α-heliks (Murray et al, 2009).

6
Gambar 6. Struktur sekunder β-pleated (Campbell et al., 2009).

Struktur α-heliks terbentuk antara masing-masing atom oksigen karbonil pada


suatu ikatan peptida dengan hidrogen yang melekat ke gugus amida pada suatu ikatan
peptida empat residu asam amino di sepanjang rantai polipeptida (Murray et al, 2009).
Pada struktur sekunder β-pleated terbentuk melalui ikatan hidrogen antara daerah
linear rantai polipeptida. β-pleated ditemukan dua macam bentuk, yakni antipararel
dan pararel (Gambar 7 dan 8). Keduanya berbeda dalam hal pola ikatan hidrogennya.
Pada bentuk konformasi antipararel memiliki konformasi ikatan sebesar 7 Å,
sementara konformasi pada bentuk pararel lebih pendek yaitu 6,5 Å (Lehninger et al,
2004). Jika ikatan hidrogen ini dapat terbentuk antara dua rantai polipeptida yang
terpisah atau antara dua daerah pada sebuah rantai tunggal yang melipat sendiri yang
melibatkan empat struktur asam amino, maka dikenal dengan istilah β turn yang
ditunjukkan dalam Gambar 9 (Murray et al, 2009).

Gambar 7. Bentuk konformasi antipararel (Berg, 2006).

Gambar 8. Bentuk konformasi pararel (Berg, 2006).

7
Gambar 9. Bentuk konformasi β turn yang melibatkan empat residu asam amino
(Lehninger et al., 2004).

Struktur tersier dari suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas
pola struktur sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan
antara rantai samping (gugus R) berbagai asam amino (Gambar 10). Struktur ini
merupakan konformasi tiga dimensi yang mengacu pada hubungan spasial antar
struktur sekunder. Struktur ini distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan
hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen, dan ikatan hidrofobik. Dalam struktur ini,
ikatan hidrofobik sangat penting bagi protein. Asam amino yang memiliki sifat
hidrofobik akan berikatan di bagian dalam protein globuler yang tidak berikatan
dengan air, sementara asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum akan berada
di sisi permukaan luar yang berikatan dengan air di sekelilingnya (Murray et al, 2009;
Lehninger et al, 2004).

8
Gambar 10. Bentuk struktur tersier dari protein denitrificans cytochrome C550
pada bakteriParacoccus denitrificans (Timkovich and Dickerson, 1976).

Struktur kuarterner adalah gambaran dari pengaturan sub-unit atau promoter


protein dalam ruang. Struktur ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan
struktur tersier yang akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang
berperan dalam struktur ini adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis,
hidrogen, dan hidrofobik. Protein dengan struktur kuarterner sering disebut juga
dengan protein multimerik. Jika protein yang tersusun dari dua sub-unit disebut
dengan protein dimerik dan jika tersusun dari empat sub-unit disebut dengan protein
tetramerik (Gambar 11) (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009).

9
Gambar 11. Beberapa contoh bentuk struktur kuartener.

BAB IV

PRINSIP ANALISIS

Analisis berasal dari kata “analusis” dari bahasa Yunani. Istilah tersebut kemudian
diserap ke bahasa Latin yang mempunyai arti yaitu: Ana = kembali, dan Luein = melepas.
Berdasarkan asal kata itulah analisis kini diartikan sebagai upaya pemisahan atau penguraian
suatu kesatuan materi bahan menjadi komponen senyawa-senyawa penyusunnya, sehingga
hasil (data) yang diperoleh dapat dikaji lebih lanjut. Pada umumnya, prinsip analisis protein
mencakup beberapa hal, antara lain menera jumlah atau kandungan protein dalam bahan
pangan, menentukan tingkat kualitas protein dari sudut gizi, serta menelaah protein sebagai
suatu bahan kimia misalnya secara biokimiawi, fisiologis, reologis, dan lain-lain.

10
BAB V
ANALISIS

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri
atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan
reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol,
metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.

5.1 Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah
dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan.
Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi
ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole
yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk
magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat
dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa
saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila
pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat
berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol,
karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein
yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan
hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi

11
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini
memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang
mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer.
Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam
yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai
dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.

5.2 Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: metode konvensional,
yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan
untuk menghitung kadar protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode Lowry, metode
spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV dengan menggunakan alat dan
digunakan untuk menghitung kadar protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam
amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam
sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium
sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk
dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan
tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat
diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi
perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2
reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang
dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I).
4. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang
mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang

12
untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar
kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat
digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu
dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm.
Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio
absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.

BAB VI
Sumber Kesalahan dalam Analisis

1. Kesalahan sistematis
Kesalahan sistematis merupakan jenis kesalahan yang mempengaruhi hasil
pengukuran dan terjadi secara pasti dan berulang-ulang. Kesalahan jenis ini akan tetap
terjadi meski di dalam praktek kita telah melaksanakan prosedur dengan tingkat
ketelitian tinggi. Kesalahan sistematis tidak bias dieliminasi dengan cara
replikasi(mengulang percobaan secara duplo atau riplo). Kalibrasi dengan
menggunakan bahan standar yang sudah diketahui dengan pasti kadarnya, merupakan
syarat mutlak untuk mengurangi kesalahan pengukuran jenis ini diantaranya adalah :

13
o Penerapan Metode Analisis yang kurang sesuai. Pada analisis kimia pemilihan
metode yang kurang tetap akan mempengaruhi hasil pengukuran, karena
metode yang tidak sesuai dengan bahan yang dianalisis sering menimbulkan
reaksi samping yan tidak diinginkan, contoh: pada penetapan kadar protein
dengan metode biuret. Metode ini kurang dapat menggambarkan kandungan
protein yang sebenarnya, karena disamping bereaksi dengan protein, reagen
biuret juga bereaksi dengan karbohidrat.
o Penanganan Reagen yang Tidak Sesuai dengan Prosedur.
Kesalahan pada hasil pengukuran juga dapat terjadi karena kita menyimpan
reagen pereaksi pada kondisi yang tidak semestinya da melampaui batas
kadaluarsa sehingga ada kemugkinan peraki yang digunakan sudah berkurang
baik konsentrasi maupun aktifitasnya,Contoh : penyimpanan larutan NaOH
terlalu lama akan menyebabkan konsentrasinya berubah jauh, dikarenakan
NaOH bersifat higroskopis dan mudah mengikat gas CO2.
o Pemakaian Perlatan yang Kurang Memenuhi Syarat Analisis.
Peralatan yang kotor dan kurang terawat, jelas akan mengakibatkan kesalahan
negatif pada hasil pengukuran, karena kemungkinan masih ada zat yang
tertinggal pada alat tersebut waktu digunakan kembali. Oleh karena itu
dilaboratorium kimia, penanganan dan pemeliharaan peralatan perlu dilakukan
ekstra ketat agar memperkecil kemungkinan terjadi kesalahan sistematis.
2. Kesalahan Acak
Kesalahan acak adalah kesalaha hasil pengukuran yang terjadi sewatu-waktu,
tergantung pada tingkat ketelitian praktikan dalam mengerjakan suatu prosedur
analisis. Kesaahan jenis ini tidak selalu terjadi pada setiap kegiatan analisis di
laboratorium, dan kemungkinan terjadinya perbandingan terbalik dengan
tigkat ketelitian dan tanggung jawab praktikan. Percobaan duplo dan tripl
merupakan syarat mutlak untuk memperkecil keslahan hasil pengukuran yang
bersumber pada kesalahan acak. Yang termasuk kesalahan jenis, diantaranya :
o Kesalahan dalam pengambilan contoh dan persiapan sampel.
Kejadian dimana pada saat praktek, praktikan sering kali tidak mengikuti
prosedur yang benar sehingga sampel yang dianalisis tidak homogen atau
masih banyak mengandung komponen yang dapat mengganggu jalannya
reaksi yang kita inginkan.
o Kesalahan Pembaca Skala pada Alat Ukur.

14
Penempatan batas miniskus pada alat ukur sangat tergantung pada
ketajaman mata pengamat.Perubahan kondisi lingkungan yang sangat
drastis, misalnya naiknya suhu kamar, akan menyebabkan hasil
pengukuran menyimpang dari kondisi yang sebenarnya.Contoh:
pembacaan skala absorbance pada ruangan yang berAC akan
mendatangkan hasilyang berbeda jika dibandingkan dengan skala diruang
non AC.
o Kesalahan dalam Pengerjaan Prosedur. Sebagai contoh pada penetapan
kadar karotene pada bahan makanan.

Pemaparan jenis-jenis kesalahan pada bagian ini, dimaksudkan agar kita lebih berhati-
hati dalam melakukan analisis.

BAB VII
KESIMPULAN

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena
portein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan pengatur.
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H O sama
seperti karbohidrat dan lemak. Namun selain ketiga unsur-unsur tersebut protein juga
mengandung N, fosfor, belerang dan juga unsur-unsur logam lainnya.
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk antara lain primer, sekunder,
tersier dan juga kwartener. Struktur primer merupakan srtuktur linier asam amino

15
dalam protein. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk
struktur berikutnya.
Prinsip analisis protein mencakup beberapa hal, antara lain menera jumlah atau
kandungan protein dalam bahan pangan, menentukan tingkat kualitas protein dari
sudut gizi, serta menelaah protein sebagai suatu bahan kimia misalnya secara
biokimiawi, fisiologis, reologis, dan lain-lain. Analisis protein dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu ; Secara kualitatif dan kuantitatif. Dalam melakukan analisis
terdapat sumber kesalahan, yang di bagi menjadi kesalahan sistematis dan acak. Agar
tidak terjadi kesalahan dalam menganalisis protein maka perlu ketelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. “struktur dasar dan sifat kimia protein”


http://gz203pdg.blogspot.com/2011/05/struktur-dasar-dan-sifat-kimia-protein.html
(diakses pada 02 maret 2013)

Anonim. 2012. ”Struktur dan Fungsi Protein” http://biology-


community.blogspot.com/2012/09/struktur-dan-fungsi-protein.html (diakses pada 02
maret 2013).
Dr. Ir. Anang Mohamad Legowo, MSc., 2004. Analisis Pangan. Universitas Diponegoro:
Semarang.

16
Dwijazz. 2010. “Praktikum Kimia Pangan”
.http://dwijazz.wordpress.com/2010/04/28/praktikum-kimia-pangan/ (diakses pada 02
maret 2013)
Luryyonna. 2011. Reaksi Analisis Protein. Tersedia online:
http://zahirrazuka.wordpress.com/2011/01/24/reaksi-analisis-protein/ (03 Maret 2013)
Ni Putu Agustini, SKM., M.Si., dkk. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Makanan. Denpasar:
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Denpasar.
Winarno, F.G. 2002. “Kimia Pangan dan Gizi”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Wikipedia. 2013. “Protein” http://id.wikipedia.org/wiki/Protein . (diakses pada 02 maret
2013).

17

Anda mungkin juga menyukai