Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUSTAKA

A. Larutan
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang
terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat berpariasi. Larutan
dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sebagian
kecil solute relative terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang
mengandung sebagian besar solute. Solute adalah zat terlarut. Sedangkan solvent (pelarut) adalah
medium dalam mana solute terlarut (Baroroh, 2004).

Menurut Keenan (1996) larutan dapat dibedakan menjadi beberapa sifat, yaitu sebagai
berikut:

1. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil zat terlarut relatif terhadap
jumlah zat pelarut.
2. Larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar jumlah zat terlarut.
3. Larutan lewat jenuh adalah larutan yang tidak dapat melarutkan zat terlarut atau sudah
terjadi pengendapan.
4. Larutan belum jenuh adalah larutan yang masih bisa untuk melarutkan zat terlarut atau
belum terjadi atau terbentuk endapan.
5. Larutan tepat jenuh adalah larutan yang menimbulkan endapan.

B. Konsentrasi
Konsentrasi digunakan untuk menyatakan komposisi larutan secara kuantitatif. Konsentrasi
didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut dalam tiap satuan larutan atau pelarut. Dan dinyatakan
dalam satuan volume zat terlarut dalam sejumlah volume (berat, mol) tertentu dari pelarut
(Baroroh, 2014)

Menurut Baroroh (2004) satuan-satuan dari konsentrasi adalah sebagai berikut:

1. Fraksi Mol
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen dengan jumlah mol
seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.
2. Persen Berat
Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.
3. Molalitas (m)
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.
4. Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
5. Normalitas (N)
Normalitas menyatakan jumlah ekivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan.
6. Persen massa (%(b/b))
Berat bahan yang terkandung dalam 100g larutan.
7. Persen volume (%(v/v))
Volume bahan yang terkandung di dalam 100 ml larutan.
8. Persen berat per volume %(b/v))
Berat bahan yang terkandung di dalam 100 ml larutan
9. Parts Per Million (ppm)
Menyatakan kandungan suatu senyawa dalam larutan.

C. Pengenceran
Pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara
menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan senyawa
kimia yang pekat diencerkan, kadangkadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat
terjadi padapengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam
sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan
ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat menyebabkan
air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik. Jika kita berada di dekatnya,
percikan asam sulfat ini bisa merusak kulit (Khopkar, 1990). Menurut john (2011), rumus yang
digunakan pada pengenceran adalah sebagai berikut:

M1 x V1 = M2 x V2

Dimana :

M1 = Molaritas larutan sebelum pelarutan

V1 = Volume larutan sebelum pelarutan

M2 = Molaritas larutan sesudah pelarutanV2 = Volume Molaritas larutan sesudah


pelarutan

D. Pencampuran
Pencampuran merupakan penggabungan dari dua atau lebih senyawa, baik itu berbentuk cair,
padat, maupun gas. Proses pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk
keseragaman dari beberapa konstituan baik likuid-solid (pasta), atau solid-solid dan kadang-
kadang likuid-gas. Berbagai proses pencampuran harus dilakukan di dalam industri pangan
seperti pencampuran susu dengan coklat, tepung dengan gula atau CO2 dengan air. Pencampuran
bertujuan untuk mencampurkan satu atau lebih bahan dengan menambahkan satu bahan ke dalam
bahan lainnya, sehingga dihasilkan suatu bentuk yang seragam dari beberapa konstituen baik
padat, padat-cair, maupun cair-gas. Prinsip dari pencampuran adalah berdasarkan pada
peningkatan pengayakan dan distribusi dua atau lebih beberapa komponen yang mempunyai sifat
berbeda, yang mana derajat pencampuran dapat dikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan,
keadaan produk atau jumlah energi yang diperlukan untuk melakukan pencampuran.
Pencampuran bermanfaat untuk mendapatkan hasil dari pencampuran dari beberapa bahan agar
didapatkan karakteristik bahan yang sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan
(Wirakartakusumah, 1992).

E. Larutan Uji Molisch

Uji molisch ditemukan oleh Hans Molisch, seorang ahli tumbuhan (Botanist) dari Austria.
Beliau lahir pada 6 Desember 1856 dan menjadi menjadi profesor di University of Prague,
Vienna University, Tohoku University, dan University of India.

Larutan uji molisch adalah uji yang memiliki prinsip hidrolisis karbohidrat menjadi
monosakarida. Uji ini bukan uji spesifik untuk karbohidrat. Uji ini ditandai dengan warna ungu
kemerah-merahan untuk reaksi positif, sedangkan warna hijau untuk negatif. (Sumardjo, 2006).

F. Larutan Uji Benedict

Uji Benedict berdasarkan pada gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas akan
mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O
(kuprooksida) berwarna merah bata.

G. Larutan Uji Seliwanoff

Uji Seliwanoff adalah uji kimia yang dilakukan untuk membedakan gula aldosa dan ketosa.
Ketosa dibedakan dari aldosa via gugus fungsi keton/aldehida gula tersebut. Jika gula tersebut
mempunyai gugus keton, ia adalah ketosa. Sebaliknya jika mengandung gugus aldehida, ia
adalah aldosa. Uji ini didasarkan pada fakta bahwa ketika dipanaskan ketosa lebih cepat
terdehidrasi dari pada aldosa.
H. Larutan Uji Barfoed

Uji Barfoed memiliki prinsip berupa mekanisme Cu2+ dari pereaksi Barfoed dalam suasana
asam akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi monosakarida dari pada disakarida (biru) dan
menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata. (Sumardjo, 2006)

DAFPUS TP

Baroroh, Umi L.U. 2004. Diktat Kimia Dasar 1. Universitas Lambung Mangkurat: Banjar Baru

Keenan, 1986, Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia: Jakarta

John dan Rachmawati. 2011. Chemistry 3A. Erlangga: Jakarta

Wirakartakusumah, Aman. dkk, 1992. Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan. Institut
Pertanian Bogor: Bogor

Sumardjo.2006.Pengantar Kimia.Jakarta: EGC.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Larutan Uji Molisch

Uji molisch ditemukan oleh Hans Molisch, seorang ahli tumbuhan (Botanist) dari Austria.
Beliau lahir pada 6 Desember 1856 dan menjadi menjadi profesor di University of Prague,
Vienna University, Tohoku University, dan University of India.

Larutan molisch termasuk sebagai larutan pengenal senyawa pengenal yang disebut
dengan reagensia. Larutan molisch merupakan larutan regensia untuk mengenal karbohidrat dan
wol berdasarkan pada adanya dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat untuk menghasilkan aldehid
yang bekondensasi dengan dua molekul fenol dalam hal ini alfanatrol. Uji ini ditandai dengan
warna ungu kemerah-merahan untuk reaksi positif, sedangkan warna hijau untuk negatif.
(Sumardjo, 2006

Pada pengamatan ini larutan molisch dibuat dengan campuran alfanatrol dengan alcohol
atau dengan perbandigan 1 gram : 10 ml yakni sebannyak 2 gramm alfanatrol dilarutkan dalam
100 ml larutan alcohol

B. Larutan Uji Barfoed

Uji barfoed adalah uji yang bertujuan untuk mengetahui adanya gula monosakrida pereduksi
pada bahan pangan. Jelas terlihat bahwa uji ini lebih spesifik daripada uji benedict yang hanya
bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi saja dalam bahan pangan. Pereaksi yang
digunakan pada percobaan ini adalah larutan barfoed.

Larutan barfoed merupakan campuran dari kupri asetat Cu(CH3COO)2 dan asam asetat
dalam air. Larutan ini akan bereaksi dengan gula-gula pereduksi (monosakarida) sehingga
dihasilkan endapan merah kuprooksida. Dalam suasana asam ini, gula reduksi yang termasuk
dalam golongan disakarida memberikan reaksi yang sangat lambat dengan larutan barfoed
sehingga tidak terdapat endapan merah kecuali pada waktu percobaan yang diperlama
(Sudarmadji, 2007).

Pada pengamatan ini larutan barfoed dibuat dengan 6,65 gramm Cu-Asetat dilarutkan
kedalam 100 ml air, kemudian ditambahkan 0.95 asam asetat

Pereaksi barfoed digunakan untuk membedakan monosakarida dan disakarida. Barfoed


merupakan pereaksi yang bersifat asam lemah. Disakarida akan dapat dihidrolisis sehingga
bereaksi positif dengan pemanasan yang lebih lama. Disakarida akan memberikan hasil positif
berwarna biru tua bila didihkan cukup lama hingga terjadi hidrolisis. Reaksi ini positif untuk
monosakarida. Dengan kata lain untukmembedakan monosakarida, dengan disakarida tergantung
berapa lama pemanasan sampai terbentuk endapan tembaga oksida yang berwarna biru tua . Pada
uji barfoed, mekanisme terbentuknya endapan adalah sebagai berikut. Pereaksi larutan barfoed
yang mengandung kupri asetat akan bereaksi dengan gugus aldehid atau gugus keton pada
karbohidrat dalam sampel. Gugus karbonil bebas pada karbohidrat tersebut akan mereduksi ion
Cu2+ dari kupri asetat menjadi Cu+.

DAFPUS BAHASAN

Sudarmadji. S. dkk. 2007. Analisis bahan makanan dan pertanian. Liberty : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai