Anda di halaman 1dari 21

AMALIYAH SEPUTAR KELAHIRAN DAN DALILNYA

Tugas Mata Kuliah Aswaja


Dosen Pembimbing: Ja’far Shodiq, S.HI., M.H

Disusun oleh :
Kelompok 5
Choiril Amalia (121710002)
Widya Cahyani Bachri (121930015)

FAKULTAS SEKOLAH VOKASI PRODI DIPLOMA III


KEBIDANAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
JL. VETERAN N0. 53 A LAMONGAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua limpahan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Amaliyah Seputar Kelahiran dan Dalilnya” ini dengan
lancar.

Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah
wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya kami dapat memperbaiki bentuk
ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Kami mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang terkandung


didalamnya. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati kami berharap kepada
para pembaca untuk memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah
ini.
Terima Kasih.

Lamongan, 14 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan ...................................................................................................2
1.4 Manfaat ................................................................................................3

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Adzan Dan Iqamah Pada Telinga Bayi .................................................4
2.2 Upacara 7 Hari Dan Cukur Rambut Bayi .............................................5
2.3 Walimatut Tasmiyah Dan Pemberian Nama ........................................7
2.4 Aqiqah ................................................................................................12

BAB IV : PENUTUP
3.1 Kesimpulan .........................................................................................18
3.2 Saran ...................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah diterimannya kehadiran Islam di Nusantara dengan kondisi
keagamaan masyarakat yang menganut paham animisme (Hindu-Budha),
tidak bisa dilepaskan dari cara dan model pendekatan dakwah para mubaligh
Islam kala itu yang ramah dan bersedia menghargai kearifan budaya dan
tradisi lokal. Sebuah pendekatan dakwah yang terbuka dan tidak antisipati
terdapat nilai-nilai normatif di luar Islam, melainkan mengakulturasikannya
dengan membenahi penyimpangan-penyimpangan di dalamnya memasukkan
ruh-ruh keislaman ke dalam subtstansinya. Maka lumrah jika kemudian corak
amaliah ritualitas muslim Nusantara (khususnya Jawa) hari ini, kita saksikan
begitu kental diwarnai dengan tradisi dan budaya khas lokal, seperti ritual
selametan, kenduri, dan lain-lain.
Amaliah keagamaan seperti itu tetap dipertahankan karena kaum
Nahdliyyin meyakini bahwa ritual-ritual dan amaliyah yang bercorak lokal
tersebut. Hanyalah sebatas teknis atau bentuk luaran saja, sedangkan yang
menjadi substansi didalamnya murni ajaran-ajaran Islam. Dengan kata lain,
ritual-ritual yang bercorak tradisi lokal hanyalah bungkus luar, sedangkan
isinya adalah nilai-nilai ibadah yang dianjurkan oleh Islam.
Dalam pandangan kaum Nahdliyyin, kehadiran Islam yang dibawa oleh
Rasulullah saw. Bukanlah untuk menolak segala tradisi yang mengakar
menjadi kultur budaya masyarakat, melainkan sekedar untuk melakukan
pembenahan-pembenahan dan pelurusan-pelurusan terhadap tradisi dan
budaya yang tidak sesuai dengan risalah Rasulullah saw. Budaya yang telah
mapan menjadi nilai normatif masyarakat dan tidak bertentangan dengan
ajaran Islam akan mengakulturasikannya bahkan mengakuinnya sebagai
bagian dari budaya dan tradisi Islam itu sendiri. Dalam hal ini, Rasululullah
saw. Bersabda: “ apa yang dilihat orang Muslim baik, maka hal itu baik disisi
Allah.” (HR. Malik).

1
Kendati demikian, amaliah dan ritual keagamaan kaum Nahdliyin
seperti itu, sering mengobsesi sebagian pihak untuk menganggapnya sebagai
praktik-praktik sengkritisme, mitisme, khurafat, bid’ah bahkan syirik.
Anggapan demikian sebenarnya lebih merupakan subyektifitas akibat
terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit dan dangkal serta tidak benar-
benar memahami hakikat amaliah dan ritual-ritual hukum Nahdliyyin
tersebut. Pihak-pihak yang seperti ini, wajar apabila kemudian dengan mudah
melontarkan ‘tuduhan’ bid’ah atau syirik terhadap amaliah dan ritualitas
kaum Nahdliyyin, seperti ritual tahlilan, peringatan Maulid Nabi, Istighfar,
Pembacan berzanji, Manaqib, Ziarah kubur, dan amaliah-amaliah lainnya.
Tuduhan-tuduhan bid’ah seperti itu, sangat tidak berdasar baik secara
dalil maupun ilmiah, dan lebih merupakan sikap yang mencerminkan
kedangkalan pemahaman keislaman. Sebab sekalipun terdapat kaidah fiqh
yang menyatakan: “hukum asal ritual ibadah adalah haram”.

2.1 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud adzan dan iqamah pada telinga bayi ?
2. Apa yang dimaksud upacara 7 hari dan cukur rambut bayi ?
3. Apa yang dimaksud Walimatut tasmiyah dan pemberian nama ?
4. Apa yang dimaksud aqiqah?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Menjelaskan amaliyah seputar kelahiran dan dalilnya
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan pengetahuan tentang adzan dan iqamah pada telinga bayi
b. Memberikan pengetahuan tentang upacara 7 hari dan cukur rambut bayi
c. Memberikan pengetahuan tentang walimatut tasmiyah dan pemberian
nama
d. Memberikan pengetahuan tentang aqiqah

1.4 Manfaat

2
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan
kebidanan.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petugas kesehatan
khususnya bidan dalam memberikan asuhan kebidanan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Adzan dan Iqomah pada telinga bayi


Salah satu bentuk pendidikan terhadap anak yang sering dilakukan
dalam tradisi masyarakat kita adalah membacakan adzan dan iqamah ketika
anak tersebut baru saja dilahirkan. Bagaimana hukumnya melakukan hal
tersebut? Apakah pernah diajarkan Rasulullah SAW?
Para ulama sepakat bahwa sunnah hukumnya mengumandangkan adzan
dan iqamah pada saat seorang bayi terlahir ke dunia. Dalam Al-Fiqh al-Islam
wa Adillatuhu, juz I, hal 61 dinyatakan bahwa adzan juga disunnahkan untuk
perkara selain shalat. Di antaranya adalah adzan di telinga anak yang baru
dilahirkan. Seperti halnya sunnnah untuk melakukan iqamah di telinga
kirinya. Kesunnahan ini dapat diketahui dari sabda Nabi SAW yang
diriwayatkan oleh Abi Rafi’ :

ْ‫ن‬
ِْ ‫سي‬ ِْ ‫سلَّ َْمْأذَّنَْْفِيْْأذ‬
َ ‫نْالح‬ َ ‫علَي ِْهْ َو‬
َ ْْ‫صلّيْللا‬ ْ ْ‫ْ َرأيتْْ َْرسو َْل‬,َ‫عَنْْأبِيْ َْرافِعْْأنَّهْْ ْقَال‬
َ ِْ‫للا‬
‫سننْأبيْداود‬--ْ‫صالَ ِْة‬ ِ َ‫ِحينَْ َولَدَتهْْف‬
َّ ‫اط َمةْْبِْال‬
Dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ ia berkata: Aku melihat Rasulullah SAW
mengumandangkan Adzan di telinga Husain ketika siti fatimah
melahirkannya. (Yakni) dengan Adzan shalat. (HR Abu Dawud).1
Lalu tentang fadhilah dan keutamaannya, Sayyid Alawi al-Maliki dalam
Majmu’ Fatawa wa Rasa’il menyatakan bahwa mengumandangkan adzan di
telinga kanan dan iqamah di telinga kiri hukumnya sunnah. Para ulama telah
mengamalkan hal tersebut tanpa seorangpun mengingkarinya.
Sayyid Alawi menyatakan, perbuatan itu ada relevansinya untuk
mengusir syaitan dari anak yang baru lahir tersebut. Karena syaitan akan lari
terbirit-birit ketika mereka mendengar adzan sebagai mana yang keterangan

4
yang ada dalam hadits. Dengan demikian jelaslah hukun dan fungsi
mengumandangkan adzan dan iqamah untuk anak yang bari lahir.

2.2 Sejarah Cukur Rambut


Adat mencukur rambut bayi yang baru dilahirkan sebenarnya bukanlah
hanya sekedar tradisi yang sudah lama melekat di masyarakat, tetapi juga
anjuran dan ajaran agama. Tentu dibalik tradisi mencukur rambut terdapat
banyak manfaat, banyak nilai positif terutama bagi kesehatan bayi.
Tradisi mencukur rambut bayi merupakan suatu perayaan bagi sebuah
keluarga karena hadirnya sebuah pelita hati, permata baru. Perlu mengundang
kerabat dekat, sahabat atau tetangga untuk ikut menyaksikan kebahagiaan
yang dirasakan keluarga itu sekaligus memberikan nama yang bagus yang
bermakna do’a, agar setiap orang yang memanggil namanya ikut mendo’akan
sesuai nama si bayi.
Selepas tujuh hari daripada hari bersalin itu, lazimnya diadakan kenduri
nasi kunyit, karena itulah harinya adat mencukur rambut kepala si bayi itu
dijalankan dan sekaliannya memberi nama kepada si bayi/anak.
Tetapi adakalanya upacara itu dilaksanakan agak berlainan, artinya
tidak mengikut kepada ketentuan memberi nama anak pada saat upacara
pencukuran rambut. Disebabkan, ada yang melakukan pencukuran rambut itu,
ketika bayi telah berumur satu atau satu setengah tahun. Adakalanya pula
ketika anak telah pandai berjalan.
Upacara memotong rambut atau mencukur rambut ini mempunyai
maksud, konon – untuk membuang sial pada rambut yang dibawa sejak lahir.
Selain itu kononnya, ujung rambut yang dibawa sejak lahir itu, jika tidak
dibuang, si bayi akan senantiasa dirundung malang.
Biasanya acara itu dilakukan dalam acara tasmiyah atau aqiqah dalam
agama islam. Acaranya dikemas dalam bentuk syukuran atau tasyakuran saat
tali pusat bayi telah lepas. Tak jarang sebuah keluarga mengundang grup
rebana, marawis, habsi atau markabanan untuk melengkapiacara aqiqah itu.
Pada dasarnya tradisi potong rambut bayi yang baru lahir adalah salah
satu sunnah rosul dimana rambut yang di potong nantinya akan ditimbang

5
kemudian beratnya akan ditukarkan dengan emas dan di shodaqohkan kepada
yang berhak menerimanya. sunnahnya acara potong rambut dibarengi dengan
acara aqiqah, yaitu pemotongan hewan qurban, untuk laki laki 2 ekor
kambing dan untuk perempuan 1 ekor kambing, serta pemberian nama kepada
bayi yang baru lahir tersebut. Uniknya dalam acara itu disiapkan sejumlah
telur rebus yang diberi pewarna merah atau biru ditancapkan pada sebilah
bambu yang dihiasi pita berwarna-warni dan di atas bambu dipasang bendera
merah. Di tengah-tengah potongan bambu diselipkan uang kertas dengan
nominal paling besar hingga paling kecil ikut dipasang. Biasanya, usai acara
mencukur rambut si bayi, ‘bendera merah yang ditancapi telor dan uang
kertas’ tersebut dibagi-bagikan pada anak-anak kecil yang turut meramaikan
suasana. Praktek mencukur rambut bayi bukanlah hal langka. Hampir di
setiap sudut wilayah Indonesia mudah ditemukan. Tidak harus mewah,
sederhana sekalipun biasanya tetap digelar, sebab praktek mencukur rambut
itu bersumber dari ajaran agama dan mewarisi hingga jaman ke jaman.
Dalil memotong rambut bayi :

‫بكير ابن حدثنا إبراهيم بن محمد حدثنا المزكى جعفر بن بكر أبو أخبرنا المهرجانى أحمد أبو أخبرنا‬
‫الرحمن عبد أبى بن ربيعة عن مالك حدثنا‬
‫ قال أنه حسين بن على بن محمد عن‬: ‫ هللا رسول بنت فاطمة وزنت‬-‫وسلم عليه هللا صلى‬- ‫شعر‬
‫فضة ذلك بزنة فتصدقت وحسين حسن‬
Muhammad bin Ali bin Husein berkata:"Sayyidah Fatimah putri
Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam menimbang cukuran rambutnya Hasan
& Husein dan kemudian beliau bersedekah perak seberat timbangan rambut
tersebut (HR. Baihaqy dan Imam Malik)

‫الحسن ولدت لما لفاطمة وسلم عليه هللا صلى قال‬: ‫على فضة شعره بوزن وتصدقي رأسه احلقي‬
‫المساكين‬. ‫االرواء فى االلباني وحسنه احمد رواه‬
Nabi sholallahu alaihi wa sallam berkata kepada Fatimah tatkala ia
melahirkan Sayyidina Hasan:"Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah kamu
perak seberat timbangan rambut kepada orang orang miskin (HR. Ahmad)

6
‫ النبى عن روى هللا رحمه الشافعى قال‬-‫وسلم عليه هللا صلى‬- ‫والحسين الحسن عن عق أنه‬
‫فضة بزنته عنها هللا رضى فاطمة وتصدقت شعورهما وحلق‬
Imam Syafi'i rohimahullah berkata:"Telah diriwayatkan dari Nabi
sholallahu alaihi wa sallam bahwa beliau mengAqiqahi Sayyidina Hasan dan
Husein dan juga mencukur rambut mereka berdua lalu Sayyidah Fatimah
bersedekah perak seberat timbangan rambutnya (HR. Baihaqy).

‫ أحمد اإلمام ويقول‬-‫هللا رحمه‬-: ‫الصبي شعر بوزن يتصدق أن بأس ال‬، ‫يعني‬: ‫الفضة من‬
Imam Ahmad rohimahullah berkata:"Tidaklah mengapa seorang yang
bersedekah (perak) seukuran berat timbangan rambut si bayi..

2.3 Walimatut Tasmiyah Dan Pemberian Nama


Seorang anak wajib diberi nama pada hari ke tujuh dari kelahirannya
dalam rangka menjalankan perintah Nabi SAW dalam beberapa hadits yang
shahih diantaranya :
Sabda Rasulullah yang artinya :“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya
yang disembelih pada hari kelahirannya, diberi nama dan dicukur rambutnya”
(HR. An Nasa’I dan At Tirmidzi) Namun sebahagian ulama membolehkan
untuk memberikan nama sebelum hari ketujuh berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari shahabat Abu Musa Al Asy’ari ia berkata : “Dilahirkan
untukku seorang anak maka aku membawanya kepada Nabi r maka beliau
memberinya nama Ibrahim” (HR. Bukhari) Tasmiyah (Pemberian Nama)
Seorang anak wajib diberi nama pada hari ke tujuh dari kelahirannya dalam
rangka menjalankan perintah Nabi SAW dalam beberapa hadits yang shahih
diantaranya :
Sabda sabda Rasulullah SAW :
1. Siapa yang berhak memberikan nama ?
Merupakan suatu hal yang tidak diperselisihkan di masyarakat
bahwasanya ayah dari anak tersebutlah yang lebih berhak memberikan
nama dari pada ibunya. Allah SAW berfirman : “Panggillah mereka
dengan (menggunakan) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil
pada sisi Allah” (QS. Al Ahzab :5) dan seorang anak itu dinasabkan

7
kepada nama ayahnya bukan ibunya maka dikatakan fulan bin fulan bukan
fulan bin fulanah –Wallahu A’lam-
2. Beberapa nama yang utama
Disunnahkan bagi keluarga anak untuk memilihkan nama-nama yang
paling dicintai Allah dan yang semisal dengannya dari nama-nama yang
baik untuk anak mereka. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW :

‫ « ِإنَّ ُك ْم ت ُ ْدع َْونَ يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬:‫سلَّ َم‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ قَال‬،‫َاء‬ ِ ‫ع َْن أ َ ِبي الد َّْرد‬
ْ َ ‫سنُوا أ‬
‫س َما َء ُك ْم‬ ِ ْ‫ فَأَح‬،‫اء آبَائِ ُك ْم‬ ْ َ ‫ َوأ‬،‫س َمائِ ُك ْم‬
ِ ‫س َم‬ ْ َ ‫ِبأ‬
“Abu Ad-Darda’ berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguh kelak pada hari kiamat kalian akan dipanggil dengan nama-nama
kalian dan bapak-bapak kalian, maka perbaguslah oleh kalian nama-nama
kalian” (HR. Abu Daud).

‫ع ْب ُد‬ ْ َ‫ب أ‬
َ ِ‫س َمائِ ُك ْم ِإلَى هللا‬ َّ ‫ « ِإنَّ أ َ َح‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ قَال‬،‫ع َم َر‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬ ُ ‫ع َِن اب ِْن‬
‫الرحْ َم ِن‬
َّ ‫ع ْب ُد‬
َ ‫«هللاِ َو‬
“Ibnu ‘Umar berkata: Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya nama-nama kalian yang paling dicintai oleh Allah adalah
Abdullah dan Abdur Rahman” (HR. Muslim)
3. Beberapa nama yang dilarang
Telah datang keterangan tentang beberapa nama yang dilarang
sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih. Berkata Ibnu
Hazm : “Telah disepakati atas haramnya untuk menggunakan nama-nama
yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah seperti Abdul Uzza,
Abdu Habl, Abdu Amrin, Abdul Ka’bah dan semacamnya”. Rasulullah
SAW bersabda : “Celakalah Abdud Dinar (hamba dinar), dan Abdud
Dirham (hamba dirham), dan Abdul Khomishoh (hamba khomishoh)”
(HR. Bukhari) Dan termasuk hal yang dilarang adalah memberi nama
dengan nama-nama Al-Qur’an atau nama surahnya seperti Toha, Yaasiin
atau Haamiim, dan diharamkan pula menggunakan nama-nama Allah yang
khusus bagi-Nya, berkata Imam An Nawawi “…..demikian pula (haram)
memakai nama dengan nama-nama Allah Ta’ala yang khusus seperti Ar

8
Rahman, Al Quddus, Al Muhaimin, Khalikul Khalk dan semisalnya”
(Lihat Syarhu Shahih Muslim 14:368).
4. Beberapa nama yang dimakruhkan
Adapun beberapa nama yang dimakruhkan diantaranya :
1) Rabah, Yasar, Aflah atau Nafi’ hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW : “Janganlah engkau menamakan anakmu dengan Rabah, Yasar,
Aflah atau Nafi’” (HR. Muslim)
2) Nama-nama syaithan (seperti : Khanzab, Wahl, A’ur Ajda’ atau
Hubab), Rasulullah SAW bersabda : “Saya mendengar Rasulullah r
bersabda : “Ajda’ (adalah nama) Syaithan” (HR. Abu Daud dan Ibnu
Majah)
3) Nama raja-raja yang dholim (seperti : Fir’aun, Waliid atau Korun),
diriwayatkan bahwa “Seorang laki-laki bermaksud memberikan nama
kepada anaknya “Waliid”, maka Rasulullah r melarangnya, dan beliau
bersabda : “Sesungguhnya suatu saat akan ada seorang laki-laki yang
bernama Waliid, ia akan melakukan suatu perbuatan pada ummatku
sebagaimana perbuatan Fir’aun terhadap kaumnya” (HSR.
Abdurrazzaq)
4) Nama-nama yang mempunyai makna yang di jelek (seperti : Murrah
(pahit), Kalb (anjing) atau Hayyah (ular)), Rasulullah SAW bersabda :
“Gifar” (pengampunan) semoga Allah mengampuninya, “Aslam”
(keselamatan) semoga Allah memberinya keselamatan dan “‘Usayyah”
(penghianat) semoga Allah dan rasul-Nya menghianatinya” (HR.
Bukhari dan Muslim) Berkata Imam At Thabari ‫ هللا رحمه‬: ”Tidak boleh
memberi nama dengan nama yang jelek maknanya, tidak pula nama
yang mengandung tazkiyah (pensucian diri) bagi yang diberi nama dan
tidak boleh pula dengan nama yang bermakna celaan. Walaupun nama
itu hanya tanda bagi tiap individu, bukan dimaksudkan hakikat sifat,
akan tetapi sisi kemakruhan (pengharaman -pen) memberi nama dengan
hal-hal di atas karena orang yang mendengar nama tersebut akan
menyangka bahwa itu merupakan sifat bagi yang diberi nama. Karena
itulah Nabi r mengganti nama yang jelek kepada nama yang baik”

9
Berkata syaikh Al Albani : “Dengan demikian kita tidak boleh
memberi nama degan Izzuddin (pemulia agama), Muhyiddin
(penghidup agama), Nasiruddin (penyelamat agama) dan semisalnya”
(Lihat Ash Shahihah 1:3379)
5. Penggantian Nama
Penggantian nama disunnahkan untuk mengganti nama-nama yang
jelek, dibenci atau untuk suatu maslahat. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar
bahwasanya Nabi r mengganti nama A’shiah (pelaku maksiat), beliau
bersabda : “Anda adalah Jamilah (yang Indah)” (HR. Muslim) Dan di
hadits lainnya diriwayatkan bahwasanya telah datang sekelompok orang
menemui Rasulullah r dan satu diantara mereka bernama “Ashram” ,
Rasulullah SAW bersabda :“Siapakah nama anda?” ia menjawab
“Ashram”, lalu Rasulullah bersabda : “Bahkan kamu adalah Zur’ah (HSR.
Abu Daud)
6. Memberi Kuniah pada anak
Kuniah adalah nama yang dimulai dengan “Abu” kalau yang
berkuniah itu laki-laki seperti Abu Abdillah atau Abu Ibrahim, dan dimulai
dengan “Ummu” kalau wanita seperti Ummu Abdillah atau Ummu
Ibarahim, dan lain-lain. Dibolehkan memberi kuniah pada anak kecil
berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada seorang anak kecil :“Wahai
Abu Umair apa yang dilakukan burung kecil itu ?” (HR. Bukhari dan
Muslim) Bahkan Imam Al Bukhari membuat satu bab untuk hadits ini
yang ia namakan “Bab Kuniah untuk anak kecil dan sebelum seseorang
memiliki anak”
Dan siapa yang yang belum berkuniah pada waktu kecilnya maka
tidak perlu ia menunggu hingga punya anak untuk berkuniah, hal ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Shuhaib , yang artinya :
“Umar berkata kepada Shuhaib RA: “Engkau adalah lelaki yang sempurna
andai tidak ada padamu tiga perangai ?” Shuhaib berkata : “Apa itu ?”
Umar menjawab : “Engkau memakai kuniah padahal tidak punya anak,
………” Shuhaib berkata : “Adapun ucapanmu, engkau berkuniah padahal

10
tidak punya anak, maka sesungguhnya Rasulullah r memberiku kuniah
dengan Abu Yahya, ……..” (HHR. Ibnu Majah dan Ahmad)
Dalam hadits ini ada dalil disyariatkannya berkuniah, dan kuniah itu
tidak terkait dengan adanya anak-anak. Berkata syaikh Al Albani setelah
menyebutkan hadits diatas : “Dalam hadits ini adalah dalil disyariatkannya
berkuniah bagi orang yang belum mempunyai anak, bahkan telah shahih
dalam shahih Al Bukhari dan selainnya bahwasanya Nabi r bersabda (yang
artinya):
“Beliau memberi kuniah pada anak wanita kecil ketika beliau
memakaikannya baju bagus kepadanya. Beliau berkata kepada anak itu :
“Ini bagus wahai Ummu Khalid, ini bagus wahai Ummu Khalid”(Lihat
Silsilah Ash Shahihah 1:74)
Boleh seseorang yang punya anak berkuniah dengan nama lain selain
nama anak-anaknya. Abu Bakar Ash Shiddiq t berkuniah dengan Abu
Bakar padahal tidak ada anaknya yang bernama Bakar dan Umar ibnul
Khattab berkuniah dengan Abu Hafsh padahal tidak ada putranya yang
bernama Hafsh Kaum muslimin telah meninggalkan sunnah Arabiyah
Islamiyah ini. Maka jarang sekali kita dapatkan yang memakai kuniah
walaupun ia memiliki banyak anak. Lalu bagaimana lagi keadaannya
orang yang tidak punya anak tentunya lebih jauh dari berkuniah. Larangan
berkuniah dengan Abul Qasim Larangan berkuniah dengan Abul Qasim ini
dikhususkan kepada orang yang menggunakan nama “Muhammad”,
berdasarkan sabda Rasulullah SAW : Pakailah nama dengan namaku dan
janganlah kalian berkuniah dengan kuniahku” (HR. Al Bukhari dan
Muslim) Dan di hadits lainnya Rasulullah SAW bersabda :“Janganlah
kalian mengumpulkan antara namaku dan kuniahku” (HR. Ahmad)
Kami memohon kepada Allah agar Dia menjadikan amalan ini
sebagai bantuan bagi kaum muslimin untuk mengikuti Atsar Nabi r dan
mengambil petunjuk dengan petunjuknya…. Amin
Abu Abdirrahman Maraji’ :
1) Tuhfatu Al Maudud bi Ahkam Al Maulud, Syamsuddin Abu Abdillah
Muhammad bin Qayyim Al Jauziyyah

11
2) Ahkam Al Maulud fi As Sunnah Al Muthahharah, Ali Rasyid Asy
Syabli

2.4 Seputar Aqiqah


1. Pengertian Aqiqah
1) Aqiqah berasal dari bahasa Arab yang artinya “mengaqiqahkan anak
atau menyembelih kambing aqiqah”.
2) Menurut bahasa, aqiqah artinya memotong atau memisahkan.
3) Menurut para ulama, pengertian aqiqah secara etimologis ialah rambut
kepala bayi yang tumbuh semenjak lahirnya.
4) Secara istilah, makna aqiqah ada beberapa pendapat ulama, diantaranya:
5) Menurut Sayyid Sabiq, Aqiqah adalah sembelihan yang disembelih
untuk anak yang baru lahir.
6) Menurut Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini,
Aqiqah adalah nama sesuatu yang disembelihkan pada hari ketujuh,
yakni hari mencukur rambut kepalanya yang disebut Aqiqah dengan
menyebut sesuatu yang ada hubunganya dengan nama tersebut.
7) Menurut jumhur ulama mengartikan bahwa aqiqah yaitu menyembelih
hewan pada hari ketujuh dari hari lahirnya seorang anak baik laki-laki
maupun perempuan.
8) Menurut Abdullah Nashih Ulwan, aqiqah berarti menyembelih kambing
untuk anak pada hari ketujuh kelahirannya.
9) Menurut Drs. R. Abdul Aziz dalam bukunya Rumah Tangga Bahagia
Sejahtera, mengatakan bahwa aqiqah adalah menyembelih kambing
untuk menyelamati bayi yang baru lahir dan sekaligus memberikannya
sebagai sedekah kepada fakir miskin.
Selain pendapat ulama di atas, Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam
juga menjelaskan pengertian aqiqah dalam sabdanya :

‫س ُم َرةَ ع َْن‬
َ ‫س ْو َل اَنَّ ُج ْندَب ب ِْن‬ ُ ‫ع ْنهُ ت ُ ْذبَ ُح ِبعَ ِق ْيقَتِ ِه َر ِه ْينَة‬
ُ ‫قَا َل ص هللاِ َر‬: ‫غالَم كُل‬ َ
‫سا ِب ِع ِه يَ ْو َم‬ ُ َ‫س َّمى َو يُحْ ل‬
َ ‫ق َو‬ َ ُ‫ي‬

12
“Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : Setiap
bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada
hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama.”
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aqiqah adalah
rangkaian kegiatan merayakan kelahiran anak dengan menyembelih hewan
bersamaan dengan mencukur rambut kepala anak serta memberikan nama
anak yang dilakukan pada hari ketujuh.
2. Hukum Aqiqah
Pendapat para ulama tentang status hukum aqiqah yaitu:
1) Menurut Daud Adz-Dzahiri dan pengikutnya aqiqah hukumnya wajib,
sedangkan menurut jumhur ulama hukum aqiqah adalah sunnah.
2) Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam bukunya Minhajul Muslim,
mengatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad bagi orang
yang mampu melaksanakannya, yaitu bagi orang tua anak yang
dilahirkan
3) Imam Abu Hanifah menetapkan bahwa hukum aqiqah adalah ibadah
artinya tidak wajib dan tidak sunnah.
4) Menurut Imam Ahmad maksud dari kata-kata; “anak-anak itu tergadai
dengan aqiqahnya”, dalam hadist tersebut ialah bahwa pertumbuhan
anak itu, baik badan maupun kecerdasan otaknya, atau pembelaannya
terhadap ibu bapaknya pada hari kiamat akan tertahan, jika ibu
bapaknya tidak melaksanakan aqiqah baginya. Pendapat tersebut juga
diikuti Al-Khattabi dan didukung oleh Ibn Qoyyim. Bahkan Ibn
Qoyyim menegaskan, bahwa aqiqah itu berfungsi untuk melepaskan
anak yang bersangkutan dari godaan setan.
3. Dalil Aqiqah
Beberapa hadits yang menjadi dasar disyariatkannya aqiqah antara lain:

‫س ُم َرةَ ع َْن‬
َ ‫س ْو َل اَنَّ ُج ْندَب ب ِْن‬ ُ ‫ع ْنهُ ت ُ ْذبَ ُح بِعَ ِق ْيقَتِ ِه َر ِه ْينَة‬
ُ ‫قَا َل ص هللاِ َر‬: ‫غالَم كُل‬ َ ‫يَ ْو َم‬
‫سا ِب ِع ِه‬ ُ َ‫س َّمى َو يُحْ ل‬
َ ‫ق َو‬ َ ُ‫ي‬

13
“Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : Setiap
bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada
hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama.”

َّ‫سو َل أَنَّ أ َ ْخبَ َرتْ َها عَائِشَةَ أَن‬ َّ ‫صلَّى‬


ُ ‫َّللاِ َر‬ َّ ‫علَ ْي ِه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ان ا ْلغُ َال ِم ع َْن أ َ َم َر ُه ْم َو‬
َ ‫سلَّ َم‬ ِ َ ‫شَات‬
ِ َ ‫شَاة ا ْل َج ِاريَ ِة َوع َْن ُمكَافِئَت‬
‫ان‬
Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki
diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu
kambing.”

َ َّ‫سو َل أَن‬
‫عبَّاس اب ِْن ع َْن‬ َّ ‫صلَّى‬
ُ ‫َّللاِ َر‬ َّ ‫علَ ْي ِه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫ق َو‬ َ ‫سي ِْن ا ْل َح‬
َ ‫س ِن ع َْن‬
َّ ‫ع‬ َ ‫َوا ْل ُح‬
‫َك ْبشًا َك ْبشًا‬
Dari Ibnu Abbas bahwasannya Rasulullah bersabda : “Mengaqiqahi
Hasan dan Husain dengan satu kambing dan satu kambing.”

ُ ‫قَا َل َج ّد ِه ع َْن ا َ ِب ْي ِه ع َْن‬، ‫س ْو ُل قَا َل‬


‫شعَيْب ب ِْن ع َْم ِرو ع َْن‬ َّ ‫ا َ ْن ِم ْن ُك ْم ا َ َح‬
ُ ‫ب َم ْن ص هللاِ َر‬
ُ ‫ان اْلغُالَ ِم ع َِن فَ ْليَ ْفعَ ْل َولَ ِد ِه ع َْن يَ ْن‬
َ‫سك‬ ِ َ ‫شَاة اْل َج ِاريَ ِة ع َِن َو ُمكَافِئَت‬
ِ َ ‫ان شَات‬
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah
bersabda : “Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih
(kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-
laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing.”

4. Hewan Aqiqah
Di Indonesia, hewan aqiqah yang biasanya dipilih antara lain:
1) Kambing
Kambing banyak disinggung dalam beberapa hadist. Menurut
sebagian pendapat di kalangan ulama mazhab Syafi’i, beraqiqah
menggunakan kambing akan lebih afdhal dibanding dengan binatang
yang lain.
2) Domba

14
Domba pernah dipergunakan oleh baginda Rasulullah
Shallallahu`alaihi Wa Sallam, ketika mengaqiqahkan cucunya Hasan
dan Husain.
5. Jumlah Hewan Aqiqah
Dalam penentuan jumlah hewan aqiqah pun ulama berbeda pendapat.
1) Untuk anak laki-laki disembelih dua ekor dan untuk anak perempuan
disembelih satu ekor kambing.
Berdasarkan hadits :
Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam
memerintahkan agar menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua
ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing.
(HR. Tirmidzi)
2) Untuk anak laki-laki boleh disembelih satu ekor saja.
Berdasarkan Hadits:
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah Rasulullah
Shallallahu`alaihi Wa Sallam mengaqiqahkan cucunya Hasan dan
Husain bin Ali masing-masing seekor domba (kambing kibas). (HR.
Abu Dawud)
6. Syarat Hewan Aqiqah
Ada beberapa syarat hewan aqiqah yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan ibadah aqiqah, diantaranya:
1) Hewan tidak cacat.
Hewan tidak buta, pincang, telinga dan ekornya tidak terpotong lebih
dari sepertiga bagian.
2) Cukup umur.
Jika kambing, kira-kira berumur satu tahun atau lebih, Jika Domba,
kira-kira berumur enam bulan atau lebih.
7. Waktu Aqiqah
Waktu aqiqah yang diajurkan sesuai dengan hadits Rasulullah
Shallallahu`alaihi Wa Sallam yaitu pada hari ke 7 dari kelahiran anak.
Boleh juga hari ke 14 dari kelahiran anak. Tapi jika orang tua belum
mampu untuk melaksanakan aqiqah di hari ke 7 atau 14, maka tidak apa-

15
apa aqiqah kapan saja sesuai dengan kemampuan orang tua. Aqiqahnya
tetap SAH.
8. Proses Aqiqah
Sebagaimana halnya walimatul ursy dan walimah khitan pada
umumnya pesta aqiqah juga dilakukan dengan mengundang keluarga,
saudara dan tetangga.Tentu saja segala sesuatunya harus ditata sedemikian
rupa sehingga tidak mengotori makna aqiqah yang merupakan sunnah
Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam. Semuanya harus dilakukan
dengan cara-cara yang islami, baik pengaturan tempat duduk, cara
berpakaian maupun tata cara makan.
1) Proses Aqiqah meliputi tiga kegiatan yang dilakukan secara bersamaan
yaitu:
(1) Menyembelih binatang aqiqah,
(2) Mencukur rambut kepala anak dan
(3) Memberikan nama yang baik kepada anak.
9. Hikmah Aqiqah
Hikmah Aqiqah antara lain:
1) Aqiqah merupakan suatu pengorbanan yang akan mendekatkan anak
kepada Allah dimasa awal ia menghirup udara kehidupan.
2) Sebagai pemberitahuan tentang garis keturunan dengan cara yang baik.
3) Memupuk rasa kedermawanan dan menekan sikap pelit.
4) Penyerahan si anak di jalan Allah.
5) Dengan Aqiqah, gadai si bayi tertebus.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tradisi memiliki arti adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan
dimasyarakat dengan anggapan tersebut bahwa cara-cara yang ada
merupakan yang paling baik dan benar. Budaya memiliki arti sesuatu yang
sudah menjadi kebiasaan dan sukar untuk dirubah yang memiliki arti
Jam’iyyah Diniyah yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah
2. Latar belakang yang membuat tradisi dan budaya di Indonesia adalah
berasal dari Hindu-Budha yang ada sejak dahulu dari budaya Jawa.
3. Tradisi dan budaya yang ada di Indonesia yaitu: adzan dan iqamah pada
telinga bayi, upacara 7 hari dan cukur rambut bayi, walimatut tasmiyah
dan pemberian nama, dan Aqiqah

3.2 Saran
1. Bagi Institusi
Diharapkan agar dapat memberi masukan berupa kritik dan saran yang
bersifat membangun tentang Amaliyah Seputar Kelahiran dan Dalilnya
2. Bagi Mahasiswa DIII Kebidanan
Diharapkan agar lebih mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan
tentang Amaliyah Seputar Kelahiran dan Dalilnya
3. Bagi Pembaca
Diharapkan dapat dijadikan pedoman dala mebuat sebuah makalah dengan
tema atau judul yang sama dengan lebih baik lagi

17
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Nur. 2020. Tasmiyah. Diakses pada februari 14, 2020. Dari :
https://wahdah.or.id/tasmiyah/

ITB, KMNU. 2013. Memotong Rambut Bayi. Diakses pada februari 14, 2020.
Dari: http://kmnu-itb.weebly.com/dalil-amaliyah-aswaja

Iswanto, iwan. 2019. Aswaja. Diakses pada februari 15, 2020. Dari:
https://www.scribd.com/document/410634333/Aswaja-docx

18

Anda mungkin juga menyukai