Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

Practice Patterns in the Management of Primary Pterygium: A


Survey Study

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Pendidikan Klinik Stase Ilmu Mata

Disusun oleh :
Adelina Pramestuti
14711027

Pembimbing :
dr. Toto Agustianto, Sp. M
dr. Sukoto, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSUD Dr. SOEDONO MADIUN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2020
Pola Praktek dalam Manajemen Pterigium Primer: Studi Peninjauan

Enrique O. Graue-Hernandez, MD, MSc, FACS, Andrea Córdoba, MD, Aida Jimenez-Corona,
MD, PhD, Arturo Ramirez-Miranda, MD, Alejandro Navas, MD, PhD, FACS, Juan C. Serna-
Ojeda, MD, MSc, dan Mark J. Mannis, MD, FACS

ABSTRAK
Tujuan
Untuk memperinci preferensi atau pilihan praktik spesialis kornea saat ini dalam pengelolaan
pterigium primer.

Metode
Sebuah survei 25-hal mengenai indikasi untuk operasi, teknik bedah, penggunaan terapi
adjuvan, jenis dan durasi terapi pasca operasi, dan pengobatan kekambuhan dini dirancang
dan dikirim ke anggota Cornea Society melalui kera-net listserv

Hasil
Dari total, 199 spesialis kornea menyelesaikan kuesioner. Lebih dari 90% menganggap
bahwa pembedahan harus dilakukan ketika ada kedekatan pterigium dengan sumbu visual,
nyeri atau kemerahan, keterbatasan gerak mata, atau induksi astigmatisme. Kosmesik
dianggap sebagai indikasi oleh 41,7% peserta. Teknik yang paling sering dilakukan untuk
eksisi pterigium adalah reseksi lengkap termasuk basis dan sejumlah sedang kapsul Tenon
diikuti oleh autologous conjunctival atau limbal-conjunctival graft. Metode fiksasi graft
yang disukai dalam survei ini adalah fibrin glue (61,2%). Sebagian besar responden
melaporkan tingkat kekambuhan kurang dari 5% dan tidak menggunakan agen adjuvan
untuk mencegah kekambuhan. Ketika kekambuhan awal memang terjadi, agen yang lebih
dipilih adalah kortikosteroid.

Kesimpulan
Studi ini merefleksikan preferensi para ahli kornea mengenai perawatan pterigium primer
dan dapat berfungsi sebagai panduan untuk manajemen penyakit ini.

Kata kunci: pterigium, pterigium primer, pembedahan pterigium, pterigium rekuren


PENDAHULUAN
Pterigium adalah kelainan okular umum yang pengobatannya berujung pada
pembedahan. Meskipun cukup sering, namun ada beberapa kontroversi dan perdebatan
mengenai manajemen bedah. Sejumlah besar publikasi ada pada masalah ini, namun belum
ada konsensus yang dicapai mengenai indikasi operasi, teknik bedah, penggunaan terapi
adjuvan, jenis dan lamanya terapi pasca operasi, dan pengobatan kekambuhan awal.
Beberapa teknik telah diusulkan dengan variasi yang signifikan di antara mereka dalam
hal tingkat kekambuhan, durasi pembedahan yang dibutuhkan, dan kenyamanan pasien.
Secara umum, pengangkatan pterigium lengkap termasuk pangkalannya telah dianggap
penting untuk menghindari rekurensi. Pada tahun 2008, Hirst mendeskripsikan sebagai
P.E.R.F.E.C.T. (pterygium extended removal followed by extended conjunctival
transplantation), dimana salah satu tingkat kekambuhan terendah yang dijelaskan dalam
operasi pterigium (0,4%) tercapai. Namun, belum ada studi perbandingan yang dilakukan
untuk menentukan jumlah pasti jaringan yang harus direseksi.
Di antara teknik yang dijelaskan adalah teknik “bare sclera”, “simple conjunctiva
closure”, reseksi diikuti oleh amniotic membrane graft, dan teknik dengan autologous
conjunctival and limbal-conjunctival grafts. Selain itu, penggunaan terapi adjuvan seperti
mitomycin-C (MMC), 5-FU, inhibitor vascular endothelial growth factor (VEGF), dan
interferon alfa 2b telah diusulkan untuk mencapai tingkat rekurensi yang lebih rendah.
American Academy of Ophthalmology Report serta meta-analysis dan literatur tinjauan
terbaru menggambarkan tingkat kekambuhan antara 27% dan 88% dengan teknik bare
sclera, 3% hingga 40% dengan teknik bare sclera + MMC, 2% hingga 39% dengan
conjunctival autograft, 0% hingga 15% dengan conjunctival limbal autograft, dan 6%
hingga 41% dengan membran amniotik.
Penggunaan teknik graft memerlukan mempertimbangkan cara di mana fiksasi graft
dilakukan. Masalah ini juga menjadi kontroversi karena tingkat stabilitas cangkok yang
berbeda, biaya ekonomi, waktu operasi yang diperlukan, dan ketidaknyamanan pasien terkait
dengan masing-masing metode fiksasi yang tersedia. Beberapa penelitian telah
membandingkan metode fiksasi yang berbeda, biasanya menggunakan fibrin glue karena
kemudahan penggunaan, stabilitas yang cukup, waktu operasi yang lebih singkat, dan
ketidaknyamanan pasien lebih sedikit. Namun, hal ini mahal dan tidak tersedia di beberapa
tempat, sehingga masih umum untuk menggunakan jahitan yang lebih murah dan
memberikan stabilitas yang baik, meskipun membutuhkan waktu bedah sedikit lebih lama
dan menghasilkan ketidaknyamanan pasien yang lebih besar.
Penggunaan beberapa agen pada periode pasca operasi telah diusulkan untuk
menghindari dan untuk mengobati kekambuhan dini. Diantaranya adalah kortikosteroid,
mitomycin, inhibitor VEGF, 5-fluorourasil (5-FU), dan cyclosporine A. Namun demikian,
bukti yang mendukung penggunaan obat ini lemah.
Studi peninjauan ini berusaha untuk memperinci preferensi praktik saat ini dari spesialis
kornea dalam pengelolaan pterigium primer dan untuk menentukan apakah preferensi ini
dipengaruhi oleh tingkat pengalaman dokter mata dengan operasi pterigium, jumlah operasi
yang dilakukan per tahun, atau wilayah dunia praktek.

BAHAN DAN METODE


Desain Penelitian
Kami melakukan survei pengamatan untuk memastikan preferensi spesialis kornea
dalam tatalaksana pterigium primer. Survei ini didistribusikan pada Juli 2017 melalui kera-
net listserv, sebuah forum interaktif online dari Cornea Society yang ditujukan untuk dokter
mata subspesialis kornea, yang memiliki lebih dari 1.300 anggota berasal lebih dari 30
negara. Tiga spesialis kornea (E.O.G.-H., J.C.S.-O. dan M.J.M.) meninjau isu-isu
kontroversi terbesar dan relevansi di bidang tata laksana pterigium primer dan merancang
kuesioner 25-item menggunakan platform online SurveyMonkey. Setiap pertanyaan dapat
dirancang oleh salah satu dari 3 spesialis kornea tetapi ditinjau dan disetujui oleh 2 lainnya
untuk dimasukkan dalam kuesioner akhir. Dari pertanyaan yang dipilih, 9 berfokus pada
karakteristik demografi dan tingkat pengalaman masing-masing spesialis, dan 16 pertanyaan
lainnya membahas preferensi mengenai praktik pada tata laksana pterigium primer.
Perkiraan waktu untuk mengisi kuesioner adalah 7 menit dan beberapa pertanyaan
diperbolehkan untuk lebih dari 1 jawaban (lihat Survei, Tambahan Konten Digital 1,
http://links.lww.com/ICO/A876).

Analisis Statistik
Mean dan SD (standard deviation) serta median dengan rentang interkuartil mereka
ditampilkan untuk variabel kuantitatif, sedangkan variabel kategori disajikan sebagai
persentase. Analisis bivariat termasuk 𝑥 2 untuk variabel kategori, uji Student t untuk
perbandingan mean, dan uji Wilcoxon rank-sum untuk perbandingan median. Signifikansi
statistik ditetapkan sebagai P < 0,05. Data dianalisis menggunakan STATA/MP 14.2 (Stata
Corporation, College Station, TX).
HASIL
Karakteristik Peserta
Sebanyak 199 dokter mata yang menjawab kuesioner; 160 dari mereka (80,4%) adalah laki-
laki. Enam puluh lima (32,7%) peserta berusia di bawah 40 tahun, 65 (32,7%) peserta berusia
antara 40 dan 49 tahun, dan 69 sisanya (34,6%) berusia di atas 50 tahun. Sebagian besar
peserta melakukan operasi pterigium di Amerika Utara (62,3%), tetapi ada responden dari
seluruh dunia (Tabel 1). Dari spesialis yang berpartisipasi, sebanyak 93,9% memiliki
pelatihan fellowship terkait kornea atau segmen anterior. Sebagian besar peserta (58,8%)
melakukan praktik pribadi; sisanya merupakan gabungan praktik akademis dan pribadi atau
praktik berbasis universitas sepenuhnya.

Pengalaman responden dikelompokkan berdasarkan jumlah tahun melakukan operasi


pterigium dan dengan jumlah rata-rata pterigium yang dioperasikan per tahun. Dari spesialis
yang berpartisipasi, 14,6% telah melakukan operasi pterigium selama kurang dari 5 tahun,
26,6% selama 6 hingga 10 tahun, 12,5% selama 11 hingga 15 tahun, 13,1% selama 16 hingga
20 tahun, dan 33,2% selama lebih dari 20 tahun. Jumlah operasi pterigium yang dilakukan
per tahun kurang dari 10 untuk 20,6% responden, 10 hingga 30 untuk 53,8%, 30 hingga 50
untuk 15,1%, 50 hingga 100 untuk 5,5%, dan lebih banyak lagi dari 100 untuk 5,0%.

Indikasi Pembedahan Pterigium (Jawab Nonexclusive)


Proksimitas bagian kepala pterigium dengan aksis visual dianggap sebagai penyebab
operasi untuk 97% peserta. Pterigium yang menghasilkan rasa sakit atau kemerahan,
pembatasan gerakan mata, atau yang menyebabkan astigmatisme dianggap tepat untuk
pembedahan bagi lebih dari 90% responden, dan kecurigaan displasia permukaan okuler
menjadi alasan pembedahan bagi 86,4% peserta. Selain itu, kosmesik dianggap sebagai
indikasi operasi untuk 41,7% peserta.
Teknik Pembedahan
Tata Laksana Preoperative (Jawaban Nonexclusive)
Sebagian besar peserta (58,2%) tidak menggunakan obat sebelum operasi, 22,6%
menggunakan kortikosteroid, dan 23,1% menggunakan antibiotik. Hanya sedikit yang
menggunakan obat lain, seperti brimonidine (7,0%) dan agen antiinflamasi nonsteroid
(4,5%).

Reseksi Pterigium
Dua gambar referensi (Gambar 1A, B) digunakan untuk menanyakan para peserta tentang
jumlah jaringan yang mereka ambil melalui pembedahan dan berapa banyak kapsul Tenon
yang mereka reseksi. Mayoritas (53,3%) melakukan pada bagian kepala secara luas dan
reseksi konjungtiva termasuk dasarnya (A-C), 23,1% melakukan reseksi minimal bagian
kepala dan konjungtiva (A-B), 16,6% menghilangkan jaringan hingga ke caruncle (A-D),
dan batas reseksi 7% hingga limbus (A-A) (Gambar 1A). Untuk pengangkatan kapsul Tenon,
22,1% melakukan reseksi minimal (B-A), 60,8% reseksi menengah (B-B), dan 17,1%
melakukan reseksi yang luas (B-C) (Gambar 1B).

GAMBAR 1. A. Area reseksi. A: reseksi hingga limbus, B: reseksi minimal bagian kepala
dan konjungtiva, C: reseksi bagian kepala luas dan konjungtiva termasuk bagian dasar, D:
reseksi luas hingga ke caruncle. B, Pengangkatan kapsul Tenon. A: minimum, B:
menengah, C: luas.
Penggantian Konjungtiva (Jawaban Nonexclusive)
Autologous conjunctival and limbal-conjunctival grafts merupakan 2 metode yang
paling umum digunakan untuk penggantian konjungtiva; 69,3% responden dilaporkan
menggunakan conjunctival autografts dan 28,6% limbal-conjunctival autografts. Dalam
proporsi yang lebih rendah, 23,6% dari peserta menggunakan membran amniotik untuk
penggantian. Selain itu, berkurangnya jumlah spesialis yang dilaporkan menggunakan
teknik lain, seperti simple conjunctiva closure, bare sclera, lamellar cornea/sclera, dan
mukosa buccal (Tabel 2). Analisis oleh subkelompok (spesialis mata yang dilatih melalui
fellowship vs non-fellowship-terlatih) menunjukkan bahwa spesialis mata yang terlatih
dengan kornea atau segmen anterior menggunakan conjunctival autograft lebih sering
daripada yang tanpa pelatihan fellowship (72,7% vs 16,6%, P < 0,01), sedangkan yang
terakhir lebih sering menggunakan teknik bare sclera dibandingkan dengan yang
sebelumnya (16,6% vs 1,0%, P = 0,019). Di sisi lain, perbandingan subkelompok ini
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan limbal-conjunctival
autograft (28,34% vs 28,64%, P = 0,745) atau membran amniotik (23,53% vs 25,0%, P =
0,570).

Beberapa perbedaan penting juga ditemukan antara peserta Amerika Utara dan Amerika
Latin serta Karibia mengenai penggantian konjungtiva. Hasil kami menunjukkan bahwa
conjunctival autograft lebih banyak digunakan di Amerika Utara daripada di Amerika Latin
dan Karibia (74,0% vs 38,1%, P = 0,002), serta membran amniotik (26,6% vs 4, 7%, P =
0,019), sedangkan limbal-conjunctival autograft lebih banyak digunakan di Amerika Latin
dan Karibia daripada di Amerika Utara (66,6% vs 23,7%, P < 0,01).

Fiksasi Graft (Jawaban Nonexclusive)


Metode fiksasi yang paling sering digunakan untuk graft adalah tissue glue. Fibrin glue
digunakan oleh 61,2% responden dan perekat biologis sebesar 2,0% (serum atau darah).
Jahitan juga digunakan: jahitan nilon interrupted digunakan 24,5%, jahitan nilon kontinyu
4,6%, jahitan vicryl interrupted 34,7%, dan jahitan vicryl kontinyu oleh 4,1% dari spesialis.
Kombinasi glue dan jahitan digunakan oleh 17,4% dokter spesialis mata. Tidak ada yang
dilaporkan menggunakan electrocautery untuk fiksasi graft. Sedangkan untuk wilayah
dunia, fibrin glue atau penggunaan perekat biologis lebih sering di Asia (70%) dan Amerika
Utara (63,3%), sedangkan jahitan kombinasi dan perekat jaringan lebih umum di Amerika
Utara (22,9%).

Adjuvan Intraoperatif (Jawaban Nonexclusive)


Lebih dari setengah peserta tidak menggunakan obat adjuvan intraoperatif (51,7%). Dua
zat yang paling banyak digunakan sebagai adjuvan adalah kortikosteroid (31,7%) dan MMC
(20,6%). Antifibrotik (5,0%) dan penghambat VEGF (0,5%) hampir tidak pernah digunakan
menurut survei ini, dan penggunaan 5-FU dan interferon alfa 2b (0,0%) tidak disebutkan.

Tata Laksana Pasca Operasi (Jawaban Nonexclusive)


Kortikosteroid digunakan pasca operasi oleh 99% peserta, dan agen yang disukai adalah
prednisolone acetate (68,3%) dan dexamethasone (19,6%). Steroid "lemah" juga digunakan,
tetapi lebih jarang. Fluorometholone diresepkan oleh 3,5% peserta dan loteprednol oleh
3,5% peserta. Durasi pengobatan antiinflamasi bervariasi pada responden: 22,6%
menggunakannya kurang dari sebulan, 43,7% untuk 1 hingga 2 bulan, 25,6% untuk 2 hingga
3 bulan, dan 8,0% untuk lebih dari 3 bulan; 91,9% menjawab bahwa mereka tappering
steroid. Antibiotik juga biasa digunakan; 86,9% responden melaporkan penggunaan
antibiotik pasca operasi. Hanya sebagian kecil responden yang menggunakan perawatan
lain, seperti agen antiinflamasi nonsteroid (8,5%) dan siklosporin A (1,5%).

Rekurensi: Angka Kejadian dan Tata Laksana Awal


Untuk pencegahan rekurensi (n = 188), 93,6% responden menyarankan pasien mereka
untuk memakai kacamata hitam yang menghalangi UV setiap saat ketika berada di luar,
48,4% merekomendasikan memakai topi bertepi untuk perlindungan dari paparan sinar
matahari, dan 52,6% secara rutin merekomendasikan sering menggunakan air mata buatan.
Estimasi tingkat kekambuhan yang dilaporkan oleh peserta (n = 181) adalah sebagai
berikut: 33,7% memperkirakan tingkat kurang dari 1%; 51,4% antara 1% dan 5%; 14,4%
antara 5% dan 15%; dan 0,5% di atas 15% (Gambar 2). Adapun waktu rekurensi, 21,4%
terjadi selama 3 bulan pertama setelah operasi, 41,0% dari 3 hingga 5 bulan, 21,9% dari 6
hingga 12 bulan, dan 15,7% setelah 12 bulan. Dari 174 peserta, 67,8% tidak menggunakan
metode apa pun untuk mencegah kekambuhan dini. Di antara mereka yang menggunakan
metode apa pun, agen preferensi adalah MMC, dilaporkan oleh 27,6%. Metode lain seperti
inhibitor VEGF, 5-FU, dan iradiasi beta digunakan masing-masing dalam 4,0%, 1,7%, dan
1,7% dari kasus. Ketika kekambuhan awal terjadi, 77,7% responden lebih memilih
pengobatan kortikosteroid, sedangkan 21,8% melanjutkan dengan operasi tambahan.
Pengobatan lain seperti siklosporin A, inhibitor VEGF, dan agen antifibrotik digunakan oleh
sekitar 7% dari peserta untuk setiap agen.
Gambar 2. Estimasi kejadian rekurensi yang dilaporkan oleh participan (n = 181)

Perbandingan Berdasarkan Lamanya Pengalaman dengan Pembedahan Pterigium


Perbandingan dokter mata yang telah melakukan operasi pterigium selama kurang dari
10 tahun dengan mereka yang melakukan operasi selama lebih dari 10 tahun menunjukkan
perbedaan mengenai jumlah kapsul Tenon yang direseksi (P = 0,003), lampiran graft dengan
nilon atau jahitan vicryl (P = 0,027), penggunaan antibiotik pasca operasi (P = 0,044), dan
tappering kortikosteroid (P = 0,014) (Tabel 3 dan 4). Tidak ada perbedaan signifikan secara
statistik yang ditemukan mengenai indikasi untuk operasi, penggunaan terapi adjuvan, jenis
dan durasi terapi pasca operasi, dan pengobatan kekambuhan awal.
DISKUSI
Operasi pterigium merupakan salah satu operasi mata yang paling sering dilakukan.
Oleh karena itu akan optimal untuk memiliki pedoman manajemen yang jelas.
Kenyataannya, bagaimanapun, sangat bervariasi. Dalam hal ini, penelitian ini
mencerminkan preferensi praktik para ahli kornea kontemporer.
Teknik bedah yang ideal untuk reseksi pterigium telah banyak diperdebatkan. Beberapa
teknik telah diusulkan dengan variasi yang signifikan di antara mereka dalam hal tingkat
kekambuhan, waktu bedah yang dibutuhkan, dan kenyamanan pasien. Survei ini
menunjukkan bahwa preferensi dokter mata saat ini terus menjadi pengangkatan pterigium
lengkap termasuk basisnya disertai dengan reseksi kapsul Tenon sedang.
Di antara teknik yang dijelaskan, 2 teknik yang paling didukung oleh literatur adalah
teknik autologous limbalconjunctival graft, untuk mencapai tingkat kekambuhan terendah;
dan teknik yang menggabungkan bare sclera dengan antimetabolit untuk tingkat rekurensi
yang dapat diterima, waktu bedah yang lebih singkat, dan tidak memerlukan graft.
Survei ini menemukan bahwa teknik spesialis kornea yang lebih disukai adalah
autologous conjunctival and limbal-conjunctival grafts dan teknik bare sclera hanya
digunakan oleh minoritas. Di sisi lain, lebih dari separuh peserta tidak menggunakan obat
intraoperatif adjuvan. Dari mereka yang menggunakannya, seperlima responden melaporkan
menggunakan MMC. Namun demikian, menurut literatur, meskipun MMC dikaitkan dengan
tingkat kekambuhan yang lebih rendah tetapi juga dikaitkan dengan beberapa komplikasi.
Perbedaan antara subkelompok spesialis dengan atau tanpa pelatihan fellowship
mengenai penggantian konjungtiva hanya signifikan untuk 2 teknik. Conjunctival autograft
lebih sering digunakan oleh mereka yang mengikuti pelatihan semacam itu, sedangkan
teknik bare sclera lebih sering digunakan oleh mereka yang tidak mengikuti pelatihan. Hal
ini dapat dijelaskan dengan mengikuti literatur yang lebih ketat oleh dokter spesialis mata
yang terlatih.
Patut dicatat, meskipun ada bukti ilmiah yang menentang penggunaan membran
amniotik dibandingkan dengan conjunctival atau limbal-conjunctival grafts, hampir
seperempat peserta melaporkan menggunakannya sebagai pengganti konjungtiva untuk
operasi pterigium primer. Meskipun ini mungkin cocok dalam kasus-kasus tertentu tanpa
konjungtiva yang layak atau ketika konjungtiva harus diselamatkan untuk operasi di masa
depan, biasanya persentase pasien pterigium primer dengan karakteristik ini tidak
membenarkan proporsi spesialis yang menggunakan membran amniotik setinggi yang
disebutkan di atas. Jadi, bahkan ketika konjungtiva yang sehat dan layak ada, beberapa
dokter mata lebih suka menggunakan membran amniotik meskipun tingkat kekambuhannya
lebih tinggi.
Metode fiksasi graft yang paling sering disukai dalam survei ini adalah fibrin glue, yang
digunakan oleh lebih dari separuh responden. Hasil ini dapat dimengerti mengingat sebagian
besar responden berasal dari Amerika Serikat, di mana fibrin glue tersedia secara luas dan
terjangkau.
Mengenai perawatan pasca operasi, agen yang disukai sejauh ini adalah kortikosteroid.
Dalam hal ini, 2 masalah harus didiskusikan: jenis steroid yang digunakan dan lamanya
pengobatan. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggunakan steroid
kuat seperti prednisolone atau dexamethasone, dan biasanya selama lebih dari 1 bulan.
Hanya beberapa spesialis yang menggunakan steroid lemah yang diketahui memiliki potensi
antiinflamasi yang sangat baik dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan
steroid poten.
Tingkat kekambuhan yang diperkirakan oleh sebagian besar dokter spesialis mata dalam
survei ini lebih rendah dari 5%, yang sangat rendah dibandingkan dengan tingkat yang
ditemukan dalam literatur. Rendahnya tingkat kekambuhan yang dilaporkan dalam survei
ini mungkin disebabkan oleh pengalaman dan keahlian para peserta, tetapi mereka juga bisa
disebabkan oleh kurangnya tindak lanjut selama satu tahun atau kemungkinan bias kognitif,
bias konfirmasi, bias self-serving, dan bias atribusi. Alasannya adalah bahwa dalam
pertanyaan tentang tingkat kekambuhan, ahli bedah diminta untuk memberikan estimasi
sederhana sesuai dengan persepsi umum mereka, tanpa perlu mendukung jawaban mereka
dengan analisis statistik catatan medis mereka.
Selain itu, penelitian kami menunjukkan bahwa para ahli biasanya tidak
mengidentifikasi kekambuhan selama 3 bulan pertama setelah operasi. Sebaliknya, literatur
menunjukkan bahwa 50% rekurensi terjadi selama 120 hari pertama setelah operasi.
Penggunaan agen selama periode pasca operasi untuk menghindari dan untuk mengobati
kekambuhan awal tidak umum di antara sebagian besar peserta, tetapi ketika kekambuhan
awal terjadi, kortikosteroid adalah pengobatan yang lebih disukai menurut survei ini.
Kami menemukan beberapa perbedaan yang signifikan secara statistik mengenai
preferensi dokter spesialis mata dengan pengalaman operasi kurang dari 10 tahun
dibandingkan dengan mereka yang memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun. Ahli bedah
dengan pengalaman lebih banyak menghilangkan lebih sedikit kapsul Tenon, mengurangi
kortikosteroid, dan menggunakan fibrin glue lebih sedikit dan lebih banyak jahitan untuk
fiksasi graft daripada dokter mata yang kurang berpengalaman. Di sisi lain, tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik yang ditemukan mengenai indikasi untuk operasi,
penggunaan terapi adjuvan, jenis dan durasi terapi pasca operasi, dan pengobatan
kekambuhan awal.
Terlepas dari informasi berharga yang dapat diperoleh dari penelitian ini, penting untuk
mempertimbangkan keterbatasannya. Karena ini adalah penelitian survei observasional,
hasilnya mencerminkan pola praktik yang disukai peserta, bukan kesimpulan dari uji klinis
komparatif prospektif. Selain itu, mengingat bahwa survei didistribusikan menggunakan
kera-net listserv dan tingkat respons hanya 15%, bias seleksi potensial mungkin ada,
mengingat bahwa kera-net lebih populer di Amerika Utara, sehingga kuesioner sebagian
besar dijawab oleh dokter spesialis mata dari wilayah ini.
Sebagai kesimpulan, penelitian kami menunjukkan pola praktik spesialis kornea saat ini
dalam pengelolaan pterigium primer di berbagai belahan dunia. Hasil ini dapat berguna
sebagai panduan bagi dokter spesialis mata dan dapat membantu menentukan manajemen
pterigium yang optimal sesuai dengan wilayah dunia dan sumber daya yang tersedia.
TELAAH KRITIS JURNAL
Survey/Questionnaire Study

Judul Artikel: Practice Patterns in the Management of Primary Pterygium: A Survey Study (Pola
Praktek dalam Manajemen Pterigium Primer: Studi Peninjauan)
Penulis: Enrique O. Graue-Hernandez, MD, MSc, FACS, Andrea Córdoba, MD, Aida Jimenez-
Corona, MD, PhD, Arturo Ramirez-Miranda, MD, Alejandro Navas, MD, PhD, FACS, Juan C.
Serna-Ojeda, MD, MSc, dan Mark J. Mannis, MD, FACS
Nama Jurnal: The Journal of Cornea and External Disease
Tahun Terbit: 2019
Formulir dari NICE (National Institute for Health and Care Excellence) clinical guideline untuk
Studi Survei

No Pertanyaan Jawaban dan Bukti


Pertanyaan dan Desain Penelitian
1 Ya
Apakah kuesioner
Sesuai karena penelitian ini bertujuan untuk memperinci preferensi
merupakan metode yang
maupun pilihan praktik spesialis kornea dalam pengelolaan
paling tepat?
pterigium primer
Validitas dan Reabilitas
2 Can’t tell
Sudahkah klaim validitas
Pada jurnal hanya dijelaskan “Setiap pertanyaan dapat dirancang
diajukan, dan apakah itu
oleh salah satu dari 3 spesialis kornea tetapi ditinjau dan disetujui
dibenarkan? (Apakah
oleh 2 lainnya untuk dimasukkan dalam kuesioner akhir. Dari
ada bukti bahwa
pertanyaan yang dipilih, 9 berfokus pada karakteristik demografi
instrumen mengukur apa
dan tingkat pengalaman masing-masing spesialis, dan 16 pertanyaan
yang ditetapkan untuk
lainnya membahas preferensi mengenai praktik pada tata laksana
diukur?)
pterigium primer”. Tidak ada pengukuran khusus
3 Apakah klaim reabilitas Tidak
telah dibuat, dan apakah Pada jurnal ini disebutkan, “Perkiraan waktu untuk mengisi
itu dibenarkan? (Apakah kuesioner adalah 7 menit dan beberapa pertanyaan diperbolehkan
ada bukti bahwa untuk lebih dari 1 jawaban”. Ketentuan hanya berdasarkan durasi
kuesioner memberikan menjawab, tidak pada kondisi tertentu responden memberikan
respons yang stabil dari jawabannya, sehingga reabilitasnya masih diragukan.
waktu ke waktu dan di
antara para peneliti?)
Format
4 Ya
Apakah contoh Pada jurnal diberikan link kuesioner yang digunakan, yaitu
pertanyaan diberikan? http://links.lww.com/ICO/A876

5 Apakah pertanyaannya Ya
masuk akal, dan Menurut penulis, pertanyaan pada kuesioner cukup mudah dipahami
dapatkah peserta dalam dan tidak menimbulkan pemahaman ganda
sampel memahaminya?
Apakah ada pertanyaan
yang ambigu atau terlalu
rumit?
Piloting (Uji Coba)
6 Tidak
Apakah rincian Pada jurnal tidak dijelaskan terkait dilakukannya penelitian uji coba
diberikan tentang uji
coba yang dilakukan?

7 Apakah kuesioner cukup Tidak


diujicobakan dalam hal Penelitian tidak dilakukan uji coba, hanya dilakukan peninjauan dan
metode dan cara persetujuan oleh 2 dari 3 spesialis mata yang pada akhirnya
administrasi, pada menetapkan 25-item kuesioner atau pertanyaan
orang-orang yang
mewakili populasi
penelitian?
Sampling
8 Apakah kerangka Tidak
pengambilan sampel Survei didistribusikan melalui kera-net listserv yang mana tingkat
untuk studi definitif respons hanya sebesar 15% dari total anggota
cukup besar dan
representatif?
Distribusi, Administrasi, dan Respon
9 Ya
Apakah metode
Pada jurnal disebutkan pendistribusian kuesioner melalui kera-net
distribusi dan
listserv Cornea Society dan dilaporkan jumlah responden
administrasi dilaporkan
(administrasi) sebesar 15% dari toal anggota
10 Apakah tingkat respons Tidak
dilaporkan, termasuk Pada jurnal ini hanya disebutkan jumlah responden, namun tidak
rincian peserta yang disampaikan seperti halnya rincian peserta yang menolak ataupun
tidak cocok untuk tidak cocok untuk penelitian
penelitian atau menolak
untuk ambil bagian?
11 Ya
Pada bagian diskusi disebutkan secara tersurat “bias seleksi
Apakah ada bias
potensial mungkin ada, mengingat bahwa kera-net lebih
tanggapan potensial yang
populer di Amerika Utara, sehingga kuesioner sebagian besar
telah dibahas?
dijawab oleh dokter spesialis mata dari wilayah ini”, yang
mana menjadi salah satu keterbatasan pada jurnal ini
Coding dan Analisis
12 Analisis macam apa yang Ya
dilakukan dan apakah Pada jurnal bagian Analisis Statistik disebutkan “Mean dan SD
ini sesuai? (mis. uji serta median dengan rentang interkuartil ditampilkan untuk
statistik yang benar variabel kuantitatif, sedangkan variabel kategori disajikan
untuk jawaban sebagai persentase. Analisis bivariat termasuk 𝑥 2 untuk
kuantitatif, analisis
kualitatif untuk variabel kategori, uji Student t untuk perbandingan mean, dan
pertanyaan terbuka) uji Wilcoxon rank-sum untuk perbandingan median.
Hasil
13 Ya
Apakah semua data yang
Semua data yang relevan disampaikan, baik melalui narasi, gambar,
relevan dilaporkan?
diagram, maupun tabel
14 Apakah hasil kuantitatif Ya
definitif (signifikan), dan Semua data kuantitatif disampaikan, baik melalui narasi maupun
apakah tabel
hasil yang tidak relevan
juga dilaporkan?
15 Apakah hasil kualitatif Tidak
telah ditafsirkan secara Pada jurnal ini seluruhnya merupakan data kuantitatif, sehingga
memadai (mis. tidak ada penafsiran data kualitatif
menggunakan kerangka
teori eksplisit), dan
memiliki
kutipan yang telah
dibenarkan dan
dikontekstualisasikan
dengan benar?
Kesimpulan dan Diskusi
16 Apakah para peneliti Ya
menyampaikan Pada bagian diskusi disampaikan kesimpulan-kesimpulan pada data
hubungan yang tepat hasil yang disampaikan sebelumnya
antara
data dan
kesimpulannya?
17 Apakah temuan telah Tidak
ditempatkan pada situasi Pada jurnal tidak disampaikan secara tersirat rekomendasi yang
yang lebih luas dibenarkan terkait dengan penerapan ilmu yang berkaitan dengan
pengetahuan di lapangan lingkungan atau situasi tertentu
(mis. melalui literatur
yang komprehensif
ulasan), dan apakah ada
rekomendasi yang
dibenarkan?

Anda mungkin juga menyukai