Anda di halaman 1dari 94

PLENO 2 KELOMPOK 4

“Kecanduan Psikotropika”
NAMA KELOMPOK
Ahmad Julkandri
Arif Agustiansyah
Azan Fariscy
Dian Takwa H
Hafidh Triandha Khan
Raudhatul Muttaqin
T.M. Isro Al Ha’qi
Vabella Desdicha
Vanny Nurdelima Habsi
KASUS 2
“Kecanduan Psikotropika”
Toni 23 tahun seorang bintang sinetron yang sedang
menjalani proyek sinetron kejar tayang. Malam ini ia
dibawa ke UGD karena euphoria berlebihan, berlari-lari
dan berteriak-teriak berlebihan saat merayakan selesai
syuting. Sebelumnya ia baru mengkonsumsi obat penambah
stamina agar bisa lembur. Pasien sudah tidak tidur selama
4 hari. Menurut temannya, Toni sebelumnya mengeluhkan
dada berdebar-debar dan berkeringat. Keadaan umum
pasien tampak iritable, kesadaran berkabut, orientasi
buruk. TTV: TD: 160/100 mmHg, Nadi 120x/mnt,
Respirasi: 30x/mnt, T: 38°C. Pemeriksaan fisik ditemukan
midriasis, elasi (+). Dokter melakukan tatalaksana awal
sambil menunggu pemeriksaan laboratorium darah dan urin.
STEP I TERMINOLOGI

Psikotropika Zat/obat bukan narkotika ilmiah ataupun sintetis


yang mempunyai khasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada SSP sehingga menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku.
Euphoria Suasana perasaan gembira secara berlebihan.
Irritable Suasana perasaan yang sensitif, mudah tersinggung,
marah dan sering kali bereaksi berlebihan terhadap
situasi yang tidak disenangi.
Kesadaran Suatu perubahan kualitas kesadaran yang tidak
berkabut mampu berpikir jernih.
Elasi (+) Adanya tingkah laku motorik yang agak berlebihan,
labil dan menjurus mudah tersinggung.
KEYWORDS

Kecanduan psikotropika
♂, 23 tahun
Euphoria berlebihan, berlari-lari dan berteriak-teriak berlebihan
Mengkonsumsi obat penambah stamina
Tidak tidur selama 4 hari, berdebar-debar dan berkeringat
KU: irritable, kesadaran berkabut, orientasi buruk
Pemeriksaan: midriasis dan elasi (+)
TTV: TD: 160/100 mmHg, RR: 30x/menit, Nadi: 120x/menit, T: 38’C
Tatalaksana awal
Px. Labor: px. Darah dan urin
STEP II QUESTIONS
1. Apa kemungkinan diagnosis dan jenis psikotropika pada kasus?
2. Bagaimana hubungan obat penambah stamina dengan keluhan?
3. Bagaimana terjadinya keluhan dada berdebar-debar?
4. Bagaimana mekanisme obat psikotropika sehingga menyebabkan euphoria?
5. Apa kemungkinan hasil px. Urin dan darah pasien?
6. Apa tatalaksana awal yang diberikan pada pasien?
7. Apa yang menyebabkan pasien kecanduan psikotropika?
8. Apa komplikasi yang terjadi jika menggunakan psikotropika yang berlebihan?
9. Apakah ada tatalaksana lanjutan pada kasus?
10. Bagaimana mekanisme terjadinya peningkatan TTV?
11. Apa yang menyebabkan pasien tidak tidur selama 4 hari?
12. Bagaimana prognosis pada kasus?
13. Mengapa ditemukan elasi (+)?
14. Bagaimana cara mencegah pasien agar tidak kecanduan psikotropika?
15. Bagaimana cara pemeriksaan pada seseorang yang kecanduan psikotropika?
16. Apa hubungan gejala mental dan fisik pada kasus?
17. Apa saja organ yang berhubungan dengan kecanduan psikotropika?
18. Bagaimana kriteria diagnosis pada kasus?
19. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?
STEP III BRAINSTORMING
STEP IV SPIDER WEB

Ketergantungan dan Aspek-Aspek yang


Penyalahgunaan Zat terkait
Diagnosis
Multiaksial
Gangguan Mental Aspek-Aspek yang
Organik (GMO) terkait
STEP V LO
Mahasiswa/i mengetahui bagaimana dalam penegakkan diagnosis multiaksial
(Aksis 1: F00 – F09 dan F10 – F19), sehingga diharapkan:
 Mahasiswa/i mengetahui definisi dari ketergantungan dan penyalahgunaan zat
psikoaktif (NAPZA)
 Mahasiswa/i mengetahui faktor risiko dari ketergantungan dan penyalahgunaan zat
psikoaktif (NAPZA)
 Mahasiswa/i mengetahui klasifikasi zat psikoaktif (NAPZA) pada tiap golongan
 Mahasiswa/i mengetahui mekanisme dari zat-zat psikoaktif berdasarkan cara kerjanya
 Mahasiswa/i mengetahui penegakkan diagnosis dari gangguan pengunaan zat psikoatif
 Mahasiswa/i mengetahui pemeriksaan penunjang (laboratorium) dari setiap zat
psikoaktif
 Mahasiswa/i mengetahui definisi dari setiap Gangguan Mental Organik (GMO)
 Mahasiswa/i mengetahui kriteria diagnosis dari setiap Gangguan Mental Orgnik (GMO)
 Mahasiswa/i mengetahui prinsip penatalaksanaan dari setiap Gangguan Mental Organik
(GMO)
 Mahasiswa/i mengetahui prognosis dari setiap Gangguan Mental Organik (GMO)
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Dalam evaluasi multiaksial berguna untuk
memahami pasien secara menyeluruh dilihat
dari beberapa segi yaitu :
• Ada tidaknya gangguan jiwa
• Kepribadian
• Kondisi medik/fisik
• Problem psiko-sosial dan lingkungan
• Fungsinya sebagai makhluk psikososial
secara menyeluruh

(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017)


Aksis I : disediakan untuk :
• Semua gangguan jiwa yang terdapat dalam blok
F0 sampai dengan F9, kecuali F60 : gangguan
kepribadian khas dan F61 : gangguan
kepribadian campuran, karena keduanya
dicantumkan dalam aksis II
• Kode Z dank Kode V yaitu problem kehidupan
yang tidak memenuhi kriteria gangguan jiwa
akan tetapi membuat orang ini dating untuk
minta pertolongan atau kondisi medis yang
memerlukan perkaitan/terapi.

(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017 ; Maslim dan Rusdi, 2013)


Aksis II : disediakan untuk :
• Gangguan kepribadian (F60 dan F61) atau
ciri kepribadian (tidak menggunakan kode
diagnostic)
• Retardasi mental (F7)

(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017 ; Maslim dan Rusdi, 2013)


• Aksis III : Kondisi Umum
• Aksis IV : Problem Psikososial dan
Lingkungan
• Aksis V : Penilaian Fungsi secara
Global (menyeluruh) dalam fungsi
psikologis, sosial dan okupasional

(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017 ; Maslim dan Rusdi, 2013)


Penilaian komprehensif yang berdasarkan
5 variabel (multiaxial evaluation) berikut :
• Aksis I : sindroma klinis, plus kondisi
yang bukan merupakan gangguan mental
• Aksis II : gangguan perkembangan
(termasuk retardasi mental, gangguan
perkembangan spesifik dan gangguan
perkembangan pervasif) dan gangguan
kepribadian

(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017 ; Maslim dan Rusdi, 2013)


• Aksis III : gangguan fisik yang
mengkontribusi terjadinya gangguan mental
atau akibat gangguan mental
• Aksis IV : stressor psikososial yang secara
bermakna menjadi faktor eksaserbasi atau
berkembangnya gangguan mental. Penilaian
berdasarkan 6-point rating scale.
• Aksis V : penyesuaian diri satu tahun
terakhir berdasarkan global assessment of
functioning scale (GAF scale)
(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017 ; Maslim dan Rusdi, 2013)
Gangguan Mental dan Perilaku
dari zat psikoaktif (F10-F19)
Ketergantungan dan Penyalahgunaan
Zat Psikoaktif
Masalah Gangguan Mental dan Perilaku
dari Zat Psikoaktif

Ketergantungan zat Penyalahgunaan zat


psikoatif psikoaktif

(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017).


Faktor Risiko dari Ketergantungan dan
Penyalahgunaan Zat Psikoaktif (NAPZA)

• Faktor Kepribadian
• Faktor Sosio-Budaya
• Faktor Fisik

Maramis (2009)
Klasifikasi Zat Psikoaktif (NAPZA)
menurut UU

NAPZA
Narkotika
Psikotropika
Zat Adiktif
NARKOTIKA
Golongan I
• golongan narkotika yang paling berbahaya. Memiliki daya adiktif
yang sangat tinggi. Tidak boleh digunakan untuk kepentingan
apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
• EX: ganja, heroin, kokain, morfin, opium.
Golongan II
• golongan narkotika yang memiliki daya adiftif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
• EX: petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.
Golongan III
• memiliki daya adiftif yang ringan, bermanfaat untuk pengobatan
dan penelitian.
• EX: kodein dan turunannya.
UU No. 35 Tahun 2009
PSIKOTROPIKA
Golongan I
• Memiliki daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk
pengobatan, sedang diteliti khasiatnya.
• Ex: MDMA, LSD, STP.
Golongan II
• Memiliki daya adiktif yang menengah, digunakan untuk kepentingan
pengetahuan dan pengobatan.
• Ex: amfetamin, metaqualon.
Golongan III
• Memiliki daya adiktif yang sedang, digunakan untuk kepentingan pengetahuan
dan pengobatan.
• Ex: amobarbital, pentobarbital, flunitrazepam.
Golongan IV
• Memiliki daya adiktif yang rendah, sehingga digunakan luas untuk
kepentingan pengetahuan dan pengobatan
• Ex: diazepam, barbital, klobazam, nitrazepam.
UU No. 5 Tahun 1997
ZAT ADIKTIF
zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat
menimbulkan ketergantungan.

Ex: rokok, alkohol, zat lain seperti lem, aseton,


bensin, cat, yang bila dihirup atau dihisap dapat
memabukkan.
Klasifikasi berdasarkan cara kerja
NAPZA
• Golongan Halusinogen
 Asam Lisergat Dietilamida (LSD), dimethyltryptamine (DMT),
Meskalin, Phencyclidine (PCP), Ketamin, Kanabis (dosis tinggi), Magic
Mushrooms dan Metilendioksimetamfetamina (MDMA)

• Golongan Stimulan (Upper)


 Amfetamin, Metamfetamin, Kokain, Nikotin, Khat, Kafein,
Metilendioksimetamfetamina (MDMA)

• Golongan Depresan (Downer)


Alkohol, Benzodiazepin, Opioid, Solven, Barbiturat, Kanabis (dosis
rendah)

(Kaplan dan Saddock, 2015; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017).


MEKANISME ZAT PSIKOAKTIF
OPIOID
Efek Opioid
Sistem Efek Sistem Efek
Organ Organ
- Analgesi - Perubahan hormon sex
- Euforia pada wanita (↓ FSH & LSH
)
Sistem - Mengantuk, Depresi
Pernapasan Endokrin - ↓ Testosteron pada laki –
saraf
laki, ↓libido
- Batuk
- ↑ Hormon antidiuretik,
- Pupil kontriksi ↓ ACTH
Sistem Organ Efek
Sistem Efek
- Mual dan muntah Organ
GI - Konstipasi - Gatal –gatal, berkeringat
- Spasme bilier - Kering pada mulut, mata &
Lainnya kulit
- Pengeluarin urin yang sulit

Kemenkes No.422 thn 2010


Gejala putus zat Opioid dengan kerangka
waktu
Jarak waktu Gejala umum
- Mata dan hidung berair, menguap
6 – 12 jam
- Berkeringat
- Agitasi dan Iritabel
12 – 24 jam - Berkeringat
- Kehilangan nafsu makan
- Keinginan untuk memakainya - Sulit tidur, sulit konsentrasi
lagi
> 24 jam
- Kram perut, diare - Perasaan panas dan dingin
- Mual muntah - Keringat meningkat
Hari ke 2 – 4 - Semua gejala mencapai puncaknya
Hari ke 5 - 7 - Gejala fisik mulai berkurang, nafsu makan mulai kembali
- Gangguan fisik mulai menghilang, keluhan lain seperti: tidak
Minggu ke 2
dapat tidur, lelah, iritabel, craving
Beberapa minggu- - Kembali normal
bulan
Kemenkes No.422 thn 2010
Terapi Opioid
Intoksitasi & Overdosis Opioid
• Pemberian Antidotum Naloxon HCl/ Naloxone 0.8 mg IV
• Memantau dan evaluasi tanda-tanda vital
• Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis
• Bila intoksikasi berat rujuk ke ICU

Putus zat
• Simptomatik sesuai gejala klinis
• Subtitusi gol opioid: metadon, bufrenorfin yang diberikan secara tapering off
• Subtitusi non-opioid: klonidin, perlu pengawasan tekanan darah. (Bila sistol <100mmHg
atau diastol <70 mmHg HARUS DIHENTIKAN)
• Pemberian sedatif-hipnotik, antipsikotika dapat diberikan sesuai indikasi.

Kemenkes NOMOR
HK.02.02/MENKES/73/2015
AMFETAMIN
Tanda gejala pengguna Amfetamin
Dosis rendah Dosis tinggi
• Peningkatan stimulasi, insomnia, • Stereotipi atau perilaku yang sukar
dizziness, tremor ringan ditebak
• Euforia/disforia, bicara • Perilaku kasar atau irasional, mood yang
berlebihan berubah-ubah, termasuk kejam dan agresif
• Meningkatkan rasa percaya diri
• Bicara tak jelas
dan kewaspadaan diri
• Paranoid, kebingungan dan gangguan
• Cemas, panik
persepsi
Saraf
• Supresi nafsu makan • Sakit kepala, pandangan kabur, dizziness
• Dilatasi pupil • Psikosis (halusinasi. delusi, paranoia)
• Peningkatan energi, stamina dan • Gangguan cerebrovaskular
penurunan rasa lelah
• penambahan dosis.dapat
• Kejang
meningkatkan libido
• Sakit kepala • Koma
• Gemerutuk gigi • Distorsi bentuk tubuh secara keseluruhan
Dosis rendah Dosis tinggi
• Takikardi • Takikardia, angina
Kardio
vaskular • Hipertensi • Hipertensi
• Palpitasi, aritmia • Kolaps kardiovaskular
pernapasa • Peningkatan frekuensi nafas
• Kesulitan bernapas/ gagal nafas
n dan kedalaman pernapasan
• Mual, muntah • Mulut kering
• Konstipasi, diare, kram
GI • Mual muntah
abdominal
• Kram abdominal
• Berkeringat, pucat • Kemerahan/ flusing
kulit
• hiperpireksia • Hipepireksia disforesis

Otot • Peningkatan refleks tendon -


Efek Psikologis & fisik jangka
Intoksitasi Putus zat
panjang
• ↓ BB, malnutrisi, ↓ kekebalan • Agitasi • Depresi
• Gangguan makan, anoreksia/
• Kehilangan BB • Tidak dapat istirahat
defisiensi gizi
• Daerah injeksi : bengkak, skar, abses • Takikardi • Craving
• Disfungsi seksual • Dehidrasi • Ide bunuh diri
• Delirium • Hipertermi • Masalah pekerjaan
• Depresi • Delusi • Pikiran yang bizzare
• Penurunan fungsi kognitif • Halusinasi • Mood yang datar
• Kehilangan rasa lelah • Fungsi sosial yang buruk
• Tidak dapat tidur
• Kejang
• Stroke
• Imunitas rendah
• kematian

Kemenkes No.422 thn 2010


Terapi Amfetamin
Intoksikasi Amfetamin atau Zat yang
menyerupai
• Simtomatik bergantung dari kondisi klinis
• merangsang muntah dengan activated charcoal atau kuras lambung
• Antipsikotika: haloperidol 2-5 mg per kali pemberian/ klorpromazin 1 mg/kg BB, oral, setiap 4-6
jam
• Antihipertensi bila perlu (TD di atas 140/100 mmHg)
• Bila ada gejala ansietas  ansiolitik gol benzodiazepin: diazepam 3x5 mg / klordiazepoksid 3x25
mg
• Bila ada kejang, berikan diazepam 10-30 mg parenteral
• Aritmia kordis, lakukan Cardiac monitoring, misalnya untuk palpitasi diberikan propanolol 20-80
mg/hari
• Kontrol temperatur dengan selimut dingin atau klorpromazin untuk mencegah temperatur tubuh ↑
• Observasi di IGD 1 x 24 jam; bila kondisi tenang dapat diteruskan rawat jalan

Kemenkes NOMOR
HK.02.02/MENKES/73/2015
Terapi putus zat
• Observasi 24 jam untuk menilai kondisi fisik dan psikiatrik
• Rawat inap diperlukan apabila disertai gejala psikotik berat, gejala
depresi berat atau kecenderungan bunuh diri, dan komplikasi fisik
lainnya
• Terapi: antipsikotika (haloperidol 3 x 1,5-5mg/ risperidon 2 x 1,5-3
mg), antiansietas (alprazolam 2 x 0,25-0,5 mg/ diazepam 3 x 5-10
mg, atau klobazam 2 x 10 mg), atau antidepresan golongan SSRI atau
trisiklik/tetrasiklik sesuai kondisi klinis.

Kemenkes NOMOR
HK.02.02/MENKES/73/2015
ALKOHOL
A.Mekanisme kerja alkohol

Alkohol bersifat kompleks dan


efeknya diperantai oleh bukan satu
reseptor. Alkohol mengubah fungsi
beberapa reseptor dan fungsi sel,
termasuk reseptor GABA, reseptor
NMDA, glisin dan reseptor 5-HT3,
sehingga terjadi peningkatan
dopamin.

Volkon et al, 2014


B.Tanda dan gejala

1.Intoksikasi Alkohol 2. Gejala klinis dengan 3. Gejala putus zat


Akut overdosis alkohol alkohol
Gejalanya yaitu : • Penurunan
• Ataksia dan bicara kesadaran , koma A. Putus zat ringan :
cadel tak jelas ataupun stupor tremor, khawatir dan
agitasi, berkeringat, mual
• Emosi labil dan • Perubahan status dan muntah, sakit kepala,
disinhibisi mental takikardi, hipertensi,
• Nafas berbau • Kulit dingin dan gangguan tidur, suhu
tubuh meningkat
alkohol lembab, suhu tubuh B. Putus zat berat : Muntah,
• Mood yang rendah agitasi berat,
bervariasi disorientasi, kebingungan,
paranoid, hiperventilasi
delirium

Volkon et al, 2014


C. Terapi Alkohol
1.Intoksikasi alkohol
2. Putus Alkohol
• Hipoglikemi berikan 50ml
• Bila putus alcohol diberikan
dextrose 40%
cairan atas dasar hasil
• Jika pasien koma, maka
pemeriksaan elektrolit dan
posisikan pasien menunduk untuk
keadaan umum.
mencegah aspirasi , lakukan
• Bila ada riwayat kejang putus
observasi setiap 15 menit ,
zat atasi dengan
kemudian injeksi thiamine 100mg
benzodiazepine (diazepam 10mg
iv.
iv perlahan).
• Bila pasien mengalami gangguan
perilaku gaduh gelisah, maka
petugas keamanan dan perawat
harus bersiap jika pasien
agresif, tetapi harus toleran dan
tidak membuat takut pasien,
kemudian beri dosis rendah
sediatif : lorazepam 1-2 mg.

Volkon et al, 2014


Cannabis
A. Pengertian
Ganja (Cannabis) adalah nama singkatan untuk tanaman
Cannabis sativa. Istilah ganja umumnya mengacu kepada
pucuk daun, bunga dan batang dari tanaman yang
dipotong, dikeringkan dan dicacah dan biasanya dibentuk
menjadi rokok. Nama lain untuk tanaman ganja adalah
marijuana, grass, weed, pot, tea, Mary jane dan
produknya hemp, hashish, charas, bhang, ganja, dagga
dan sinsemilla.

Volkon et al, 2014


B. Efek dari Cannabis
• Penggunaan cannabis memilki pengaruh yang buruk
terhadap kesehatan fisik maupun psikis (mental).
• Dari segi fisik cannabis dapat menyebabkan kanker
paru karena asap ganja mengandung banyak
karsinogen sama dengan asap tembakau.
• Merokok dengan menggunakan cannabis(ganja) juga
bisa menyebabkan radang pada saluran nafas yang
besar, peningkatan hambatan jalan nafas,
hiperinflasi paru.
• perokok cannabis (ganja) lebih cenderung mengalami
gejala bronkitis kronis daripada bukan perokok,
peningkatan tingkat infeksi pernafasan dan
pneumonia.

Volkon et al, 2014


C. Mekanisme Kerja Cannabis
• Canabis akan menghambat perlekatan gabba dengan
reseptor d2/d3 pada neuron dopamin, sehingga
dopamin tidak dapat di inhibisi. Dopamin selalu di
eksitasi Namun berbeda dengan kokain dan amfetamin
dimana dopamin tidak dapat di reuptake. Pada
cannabis dopamin dapat di re-uptake namun tidak
dapat di inhibisi.

Volkon et al, 2014


D. Terapi Cannabis
Intoksikasi cannabis

Umumnya tidak perlu diberikan farmakoterapi


namun dapat diberikan terapi suportif dengan “talking
down”. Bila ada gejala ansietas berat maka diberikan
lorazepam 1-2 mg oral, Alprazolama0,5-1 mg oral, atau
chlordiazepoxide 10-50 mg oral. Bila terdapat gejala
psikotik menonjol dapat diberikan Haloperidol 1-2 mg
oral atau I.M ulangi setiap 20-30 menit

Volkon et al, 2014


Penegakan Diagnosis
Gangguan Penggunaan Obat Zat
Psikoaktif
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
• Gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya
• Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan
– Data laporan individu
– Analisis objektif dari spesimen urin dll
– Bukti lain (sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan
gejala klinis, atau dari laporan pihak ketiga)
• Mencari bukti yang menguatkan lebih dari satu sumber
• Analisis objektif memberikan bukti yang paling dapat
diandalkan (penggunaan akhir-akhir ini)
• Pengguna menggunakan lebih dari satu jenis obat
• Penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan
ketergantungan seperti pencahar atau aspirin
• Kasus gangguan mental akibat zat psikoaktif
• Tingkat keterlibatan alkohol

Maslim Rusdi. 2013.


F1x.0 Intoksikasi Akut F1x.1 Penggunaan yang Merugikan

• Intoksikasi akut merupakan suatu • Adanya pola penggunaan zat


kondisi peralihan yang timbul akibat psikoaktif yang merusak kesehatan
penggunaan zat psikoaktif sehingga fisik atau mental
terjadi gangguan kesadaran, fungsi
kognitif, persepsi, afek atau perilaku • Pola penggunaan yang merugikan dan
atau fungsi dan respons disertai berbagai konsekuensi sosial
psikofisiologis lainnya yang tidak diinginkan

• Disinhibisi yang ada hubungannya • Tidak ada sindrom ketergantungan,


dengan konteks sosial (ex : gangguan psikotik atau bentuk
ketidakmampuan mengontrol perilaku spesifik lain dari gangguan yang
pada acara pesta) berkaitan

• Sering dikaitkan dengan tingkat dosis


zat yang digunakan

Maslim Rusdi. 2013.


F1x.2 Sindrom Ketergantungan F1x.3 Keadaan Putus Zat

• Adanya keinginan yang kuat atau • Merupakan salah satu indikator dari
dorongan yang memaksa (kompulsi) sindrom ketergantungan sehingga
untuk menggunakan zat psikoaktif diagnosis sindrom ketergantungan zat
harus turut dipertimbangkan
• Kesulitan dalam mengendalikan
perilaku menggunakan zat • Keadaan ini hendaknya dicatat sebagai
diagnosis utama, bila menjadi alasan
• Keadaan putus zat secara fisiologis rujukan dan cukup parah
ketika penghentian penggunaan zat
• Gejala fisik bervariasi sesuai dengan
• Terbukti adanya toleransi, berupa zat yang digunakan. Gangguan
peningkatan dosis zat psikoaktif yang psikologis (misalnya anxietas, depresi
diperlukan guna memperoleh efek dan gangguan tidur)
yang sama
Khas : pasien akan melaporkan bahwa
• Secara progresif mengabaikan gejala putus zat akan mereda dengan
kesenangan atau minat lain disebabkan meneruskan penggunaan zat.
penggunaan zat psikoaktif

• Tetap menggunakan zat meskipun ia


menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya
Maslim Rusdi. 2013.
F1x.4 Keadaaan Putus Zat dengan F1x.5 Gangguan Psikotik
Delirium

• Suatu keadaan putus zat disertai • Gangguan psikotik yang terjadi selama
komplikasi delirium atau segera sesudah penggunaan zat
psikoaktif (biasanya dalam waktu 48
• Gejala prodromal khas berupa : jam) ), bukan merupakan manifestasi
insomnia, gemetar dan ketakutan dari keadaan putus zat dengan
Onset dapat didahului oleh kejang delirium
setelah putus zat
• Gangguan psikotik yang disebabkan
Trias yang klasik dari gejalanya adalah : oleh zat psikoaktif dapat dikenali
 Kesadaran berkabut dan kebingungan dengan pola gejala bervariasi yang
 Halusinasi dan ilusi yang hidup yang dipengaruhi oleh jenis zat dan
mengenai salah satu pancaindra kepribadian pengguna zat.
 Tremor berat

Maslim Rusdi. 2013.


F1x.6 Sindrom Amnesik F1x.7 Gangguan Psikotik Residual atau
Onset Lambat

Syarat utama untuk menetukan diagnosis • Onset dari gangguan harus secara
: langsung berkaitan dengan penggunaan
• Gangguan daya ingat jangka pendek zat psikoaktif
dalam mempelajari hal baru, gangguan
sensasi waktu menyusun kembali • Gangguan fungsi kognitif, afek,
urutan kronologis kepribadian atau perilaku oleh zat
psikoaktif yang berlangsung melampaui
• Tidak ada gangguan kesadaran dan jangka waktu khasiat psikoaktifnya
tidak ada gangguan kognitif secara
umum • Gangguan berbeda dari kondisi yang
berhubungan dengan peristiwa putus
• Adanya riwayat atau bukti yang zat. Dimana fenomena putus zat dapat
objektif dari penggunaan alkohol atau terjadi beberapa hari atau minggu
zat yang kronis (terutama dengan sesudah zat dihentikan
dosis tinggi) penggunaannya.

Maslim Rusdi. 2013.


F1x.8 Gangguan Mental dan F1x.9 Gangguan Mental dan
Perilaku Lainnya Perilaku YTT
• Kategori untuk semua gangguan Kategori yang tidak tergolongkan.
sebagai akibat penggunaan zat
psikoaktif namun tidak memenuhi
kriteria untuk dimasukkan dalam
salah satu gangguan yang telah
disebutkan diatas

Maslim Rusdi. 2013.


Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
dari Setiap Zat Psikoaktif
Jenis bahan baku
dan bahan uji
NAPZA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 923/Menkes/SK/X/2009


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 923/Menkes/SK/X/2009
Spesimen yang di uji
1. Urine Testing
Amfetamin atau Metamfetamin, Barbiturat,
Benzodiazepin, Kokain, Marijuana, MDA atau MDMA, Opiat
(Kodein, Morfin, 6-acetylmorphine, Hydromorpon, Hydrokodon,
Oxymorpon, Oxykodon), Nikotin, dan Alkohol

2. Saliva Testing

Alkohol, Barbiturat, Benzodiazepin, Kokain, Ekstasy,


Marijuana, Opiat, Amfetamin, Phencyclidine (PCP), dan
Metamfetamin

www.drugs.com
3. Blood Testing

Alkohol, Amfetamin, Kokain, Fentanil, Ganja,


Metamfetamin, Opiat, Phencyclidine, Nikotin, dan Tramadol

4. Hair Testing

Kokain, Ganja, Opiat, Amfetamin, Metafetamin, Ekstasy,


Phencyclidin, dan alkohol

diambil 100 gram sampel (100 – 200 helai)

www.drugs.com
Cara pengambilan sampel

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 923/Menkes/SK/X/2009


Pengujian Darah dan Urin
Urin Darah/Serum
Waktu Jumlah Waktu Jumlah
Perkiraan Sampel (mL) Perkiraan Zat Sampel
Dugaan Penggunaan
Zat Masih Masih (mL)
terdeteksi terdeteksi
(Hari) (Jam)
Golongan Opiat:
Morfin, Heroin, Codein, 1-4 2 - 48
Tebain, dan Naskopin
Ganja 2-7 6 - 72
Golongan Amfetamin
Metamfetamin, MDMA, 1-4 2 - 48 10 (Darah)
MDEA, DOB dll 50
Kokain dan Derivatnya 5 (Serum)
1-3 2 - 48
Ekgonin dan Derivatnya
Golongan Benzodiazepin:
Nitrazepam, Diazepam
2-7 6 - 72
dll

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 923/Menkes/SK/X/2009


Analisis
1. Uji Penapisan/Skrining test
Yaitu untuk mengetahui ada/tidaknya dan jenis obat yang
menimbulkan efek toksik atau efek gangguan kesehatan
2. Uji Pemastian/Konfirmasi test
Yaitu pemeriksaan lanjutan yang lebih akuran karena hasil yang
dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika
psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut
3. Penetapan Kadar
untuk menetapkan jumlah/kadar analit (senyawa induk dan
metabolitnya) dalam spesimen atau jumlah senyawa narkotika dan
psikotropika komponen dalam bahan baku atau sediaan narkotika dan
psikotropika tersebut

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 923/Menkes/SK/X/2009


Alat Pendeteksi pada Urin
1. Model Strip/Stick (Tunggal dan Multi)

2. Model Stick Tetes/Card Test (Tunggal dan Multi)

laboratorium.bnn.go.id
3. Model Cup/Pot (Multi)

laboratorium.bnn.go.id
laboratorium.bnn.go.id
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
(GMO)
(F00-F09)
Gangguan Mental Organik
• Gangguan mental yang berkaitan dengan
penyakit/gangguan sistemik atau otak yang
dapat diagnosis tersendiri
• Termasuk Gangguan mental simptomatik,
dimana terhadap otak merupakan akibat
sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di
luar otak (extracerebral).

Maslim Rusdi. 2013.


Gambaran utama :
• Gangguan fungsi kognitif :
– Daya ingat (memori)
– Daya pikir (intellect)
– Belajar (learning).
• Gangguan sensorium :
– Gangguan kesadaran (consciousness)
– Dan perhatian (attention).
• Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam
bidang
– Persepsi (halusinasi)
– Isi pikiran (waham/delusi)
– Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira,
cemas).

Maslim Rusdi. 2013.


DELIRIUM DEMENSIA

• Delerium adalah • Demensia


sindrom dengan merupakan suatu
gejala pokok adanya sindrom akibat
gangguang penyakit/gangguan
kesadaran yang otak yang biasanya
biasanya tampak bersifat kronik-
dalam bentuk progresif, dimana
hambatan pada terdapat gangguan
fungsi kognitif fungsi luhur
kortikal yang
multipel
Kaplan dan Saddock, 2015; Maslim Rusdi. 2013.
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
F00 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER

F01 DEMENSIA VASKULAR

F02 DEMENSIA PADA PENYAKIT LAIN YDK

F03 DEMENSIA YTT

F04 SINDROM AMNESIK ORGANIK BUKAN AKIBAT ALKOHOL dan


ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA

F05 DELIRIUM BUKAN AKIBAT ALKOHOL dan ZAT PSIKOAKTIF


LAINNYA
F06 GANGGUAN MENTAL LAINNYA AKIBAT KERUSAKAN dan
DISFUNGSI OTAK dan PENYAKIT FISIK

F07 GANGGUNAN KEPRIBADIAN dan PERILAKU AKIBAT PENYAKIT,


KERUSAKAN dan DISFUNGSI OTAK

F09 GANGGUAN MENTAL ORGANIK ATAU SIMPTOMATIK YTT

Maslim Rusdi. 2013.


PENEGAKAN DIAGNOSIS
DEMENSIA

• Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya


pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian
seseorang seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.

• Tidak ada gangguan kesadaran (clear


consciousness).

• Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling


sedikit 6 bulan.
Maslim Rusdi. 2013.
F00. DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER

• Terdapatnya gejala demensia.

• Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat. Onset


biasanya sulit ditentukan waktunya yang persis, Dalam perjalanan
penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara
nyata.

• Tidak adanya bukti klinis yang menyatakan bahwa kondisi mental itu
dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat
menimbulkan demensia.

• Tidak ada serangan apoplektik mendadak/gejala neurologik


kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik,
defek lapangan pandang mata, & inkoordinasi yang terjadi dalam masa
dini dari gangguan tersebut (walaupun fenomena ini di kemudian hari
dapat bertumpang tindih).

Maslim Rusdi. 2013.


F00.0 Demensia pada Penyakit F00.1 Demensia pada Penyakit
Alzheimer Onset Dini Alzheimer Onset Lambat
• Demensia yang onsetnya sebelum • Sama tersebut diatas, hanya onset
usia 65 tahun. Perkembangan sesudah usia 65 tahun dan
gejala cepat dan progresif perjalanan penyakit yang lambat
(deteriorasi). Adanya riwayat dan dan biasanya dengan gangguan
keluarga yang berpenyakit daya ingat sebagai gambaran
Alzheimer merupakan faktor yang utamanya.
menyokong diagnosis tetapi tidak
harus dipenuhi.

F00.2 Demensia pada Penyakit F00.9 Demensia pada Penyakit


Alzheimer, Tipe Tak Khas atau Tipe Alzheimer YTT (unspecified)
Campuran (atypical or mixed type)
• yang tidak cocok dengan pedoman
untuk F00.0 atau F00.1, Tipe
Campuran adalah dementia
alzheimer + vaskuler

Maslim Rusdi. 2013.


F01. DEMENSIA VASKULER
• Terdapatnya gejala demensia.

• Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin


terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala
neurologis foktrl). Daya tilikan dan daya nilai diri secara
relatif tetap baik.

• Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang


bertahap, disertai adanya gejala neurologis fokal,
meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskuler.
Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan
dengan pemeriksaan CT-Scan atau pemeriksaan
neuropatologis.

Maslim Rusdi. 2013.


F01.0 Demensia Vaskular Onset Akut F01.1 Demensia Multi-infark

• Biasanya terjadi secara cepat sesudah • Onsetnya lebih lambat, biasanya


serangkaian "stroke“ akibat trombosis setelah serangkaian episode
serebrovaskuler, embolisme, atau iskemik minor yang menimbulkan
perdarahan pada kasus-kasus yang
akumulasi dari infark pada
jarang.
parenkim otak.

F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal F01.3 Demensia Vaskular Campuran Kortikal


dan Subkortikal
• Fokus kerusakan akibat iskemia pada
substansia alba di hemisferium • Komponen campuran kortikal dan
serebral, yang dapat diduga secara subkortikal dapat diduga dari
klinis dan dibuktikan dengan ct-scan. gambaran klinis, hasil
Korteks serebri biasanya tetap baik, pemeriksaan (termasuk autopsi)
walaupun demikian gambaran klinis
atau keduanya.
masih mirip dengan demensia pada
penyakit alzheimer.
Maslim Rusdi. 2013.
F02 DEMENSIA PADA PENYAKIT LAIN YDK

F02.0 Demensia Pada Penyakit Pick F02.1 Demensia Pada Penyakit


• Adanya gejala demensia yang progresif. Creutzfeldt-jakob
• Gambaran neuropatologis berupa atrofi • Trias yang sangat mengarah pada
selektif dari lobus frontalis yang diagnosis penyakit ini:
menonjol, disertai euforia, emosi  Demensia yang progresif merusak
tumpul, dan perilaku sosial yang kasar,  Penyakit piramidal dan
disinhibisi, dan apatis atau gelisah. ekstrapiramidal dengan
• Manifestasi gangguan perilaku pada mioklonus
umumnya mendahului gangguan daya  Elektroensefalogram yang khas
ingat. (trifasik)

Maslim Rusdi. 2013.


F02.2 Demensia pada Penyakit Huntington
• Ada kaitan antara gangguan gerakan koreiform (Choreiform), demensia, dan
riwayat keluarga dengan penyakit Huntington.
• Gerakan koreiform yg involunter, Terutama pada wajah, tangan & bahu atau cara
jalan yang khas, merupakan manifestasi dini dari gangguan ini. Gejala ini biasanya
mendahului gejala demensia, danjarang sekali gejala dini tersebut tak muncul
sampai demensia menjadi sangat lanjut.
• Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada tahap dini,
dengan daya ingat relatifmasih terpelihara, sampai saat selanjutnya.

F02.3 Demensia pada Penyakit Parkinson

• demensia yang berkembang pada Parkinson


yang sudah parah, tidak yang dapat
ditampilkan. seseorang dengan penyakit ada
gambaran klinis khusus

Maslim Rusdi. 2013.


F02.4 Demensia pada penyakit HIV
• Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV, tidak
ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain HIV itu.

F02.8 Demensia pada Penyakit lain YDT YDK

• Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau


konsekuensi beberapa macam kondisi somatik
dan serebral lainnya.

Maslim Rusdi. 2013.


F03 DEMENSIA YTT

• Kategori ini digunakan bila kriteria umum untuk


diagnosis demensia terpenuhi, tetapi tidak
mungkin diidentifikasi pada salah satu tipe
tertentu (F00.0-F02.9)

Maslim Rusdi. 2013.


F04 SINDROM AMNESIK ORGANIK, BUKAN AKIBAT
ALKOHOL DAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA

• Adanya hendaya daya ingat, berupa berkurangnya daya ingat


jangka pendek (lemahnya kemampuan belajar materi baru)
amnesia anterograd dan retrograd, dan menurunnya kemampuan
untuk mengingat dan mengungkapkan pengalaman telah lalu dalam
urutan terbilik menurut kejadiannya.

• Riwayat atau bukti nyata adanya cedera, atau penyakit, pada otak
(terutama bila mengenai struktur diensefalon dan temporal
medial secara bilateral).

• Tidak berkurangnya daya ingat segera (immediate recall),


misalnya diuji untuk mengingat deret angka, tidak ada gangguan
perhatian (attention) dan kesadaran (consciousness), dan tidak
ada hendaya intelektual secara umum.

Maslim Rusdi. 2013.


F05 DELIRIUM, BUKAN AKIBAT ALKOHOL dan ZAT
PSIKOAKTIF LAINNYA

Maslim Rusdi. 2013.


F05.0 Delirium, Tak Berturnpang-tindih F05.1 Delirium, Bertumpang-tindih
dengan Demensia dengan Demensia

• Delirium yang tidak bertumpang tindih • Kondisi yang memenuhi kriteria


dengan demensia yang sudah ada delirium diatas tetap terjadi pada
sebelumnya saat sudah ada demensia.

Maslim Rusdi. 2013.


Maslim Rusdi. 2013.
Maslim Rusdi. 2013.
Maslim Rusdi. 2013.
Tatalaksana Gangguan Mental
Organik (GMO)
Tatalaksana Demensia
Non farmakologi
• Modifikasi factor resiko yaitu control penyakit fisik, lakukan
aktifitas fisik sederhana seperti senam otak, stimulasi kognitif
dengan permintaan, kuis, mengisi teka-teki silang, bermain catur.
• Modifikasi lingkungan sekitar agar lebih nyaman dan aman bagi
pasien.
• Rencanakan aktivitas hidup sehari-hari (mandi, makan, dan lain-
lain) untuk mengoptimalkan aktivitas independen, meningkatkan
fungsi, membantu adaptasi dan mengembangkan keterampilan,
serta meminimalisasi kebutuhan akan bantuan.
• Ajarkan kepada keluarga agar dapat membantu mengenal
barang milik pribadinya, mengenal waktu dengan menggunakan
jam besar, kalender harian, dapat menyebutkan namanya dan
anggota keluarga terdekat, mengenal lingkungan sekitar, beri
pujian jika dapat menjawab dengan benar, bicara dengan kalimat
sederhana dan jelas (satu atau dua tahap saja), bila perlu
gunakan isyarat atau sentuhan lembut.
keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor hk.02.02/menkes/73/2015 tentang
pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa ; PPK IDI, 2017
Farmakologi
• Pemberian obat Anti Demensia seperti
Donepezil dan Rivastigmin bermanfaat untuk
menghambat kemunduran fungsi kognitif pada
Demensia ringan sampai sedang, tapi tidak
dianjurkan untuk Demensia berat.
• Bila pasien berperilaku agresif, dapat diberikan
antipsikotik dosis rendah, seperti Haloperidol
0,5-1 mg/hari.
• Untuk mengatasi gejala Depresi dapat diberikan
Antidepresan (Sertralin 25mg/hari).
keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor hk.02.02/menkes/73/2015 tentang
pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa
Tatalaksana Delerium
Terapi Nonfarmakologik
• Psikoterapi suportif yang memberikan
perasaan aman dapat membantu pasien
menghadapi frustrasi dan kebingungan akan
kehilangan fungsi memorinya.
• Perlunya reorientasi lingkungan, misalnya
tersedia jam besar.
• Memberikan edukasi kepada keluarga cara
memberikan dukungan kepada pasien
keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor hk.02.02/menkes/73/2015 tentang
pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa
Terapi Farmakologik
• Haloperidol mempunyai rekam jejak terpanjang dalam
mengobati delirium, dapat diberikan per oral, IM, atau IV.
• Dosis Haloperidol injeksi adalah 2-5 mg IM/IV dan dapat
diulang setiap 30 menit (maksimal 20 mg/hari).
• Efek samping parkinsonisme dan akatisia dapat terjadi
• Bila diberikan IV, dipantau dengan EKG adanya
pemanjangan interval QTc dan adanya disritmia jantung
• Pasien agitasi yang tidak bisa menggunakan antipsikotika
(misalnya, pasien dengan Syndrom Neuroleptic Malignance)
atau bila tidak berespons bisa ditambahkan benzodiazepin
yang tidak mempunyai metabolit aktif, misalnya lorazepam
tablet 1–2 mg per oral. Kontraindikasi untuk pasien dengan
gangguan pernafasan.

keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor hk.02.02/menkes/73/2015 tentang


pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa
Prognosis Demensia
Prognosis umumnya ad vitam adalah dubia ad
bonam, sedangkan fungsi adalah dubia ad
malam. Ad sanationam adalah ad malam.

PPK IDI, 2017


Prognosis Delerium
• Prognosis bergantung kepada tata laksana
penyakit yang mendasarinya

keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor hk.02.02/menkes/73/2015 tentang


pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa
Referensi
• BNN, 2009
• Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 1997. UNDANG – UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997. Jakarta: Direktorat Jendral RI
• Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017. Buku Ajar Psikiatri Edisi 3. Jakarta: FKUI
• Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Pedoman Praktik Klinis Layanan Primer. Jakarta: IDI
• Katzung Betram G dan Trevor Anthony J. 2015. Basic & Clinical Pharmacology. San Fransisco: Mc Graw Hill
• Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.02.02/MENKES/73/2015. Jakarta: Kemenkes RI
• Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
923/Menkes/SK/X/2009. Jakarta: Kemenkes RI
• Kepala Biro Peraturan perundang-Undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat. 2009. UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA. Jakarta: Kepala Biro PerUU
• laboratorium.bnn.go.id
• Maramis Willy F dan Maramis Albert A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: AUP
• Maslim Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III dan DSM V. Jakarta: Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya
• Saddock Benjamin J, Saddock Virginia A dan Ruiz P. 2015. Synopsis of Psychiatry Eleventh Edition. New
York: Wolters Kluwer
• Volkow, N. D., Baler, R. D., Compton, W. M. & Weiss, S. R., 2014. Adverse Health
Effects of Marijuana Use. The new england journal of medicine, 370(23)
• www.drugs.com
Alhamdulillah,
Thank You 
Question

Anda mungkin juga menyukai