Makalah Kebudayaan Hofstede Dan Diferensi Budaya Hall
Makalah Kebudayaan Hofstede Dan Diferensi Budaya Hall
PENDAHULUAN
1
Di dunia pariwisata sendiri kebudayaan memiliki peran penting yang
sulit dipisahkan. Budaya suatu wilayah sebagai nilai maupun pengetahuan
yang wajib diketahui oleh pelaku pariwisata. Sifatnya yang dinamis
dan flexible mengakibatkan budaya dapat berubah dan berkembang sesuai
dengan perkembangan yang ada. Sehingga budaya suatu daerah mampu
dipengaruhi budaya lain yang dapat mengakibatkan terjadinya akulturasi
maupun asimilasi. Dampaknya, sebuah budaya memiliki cara pandang yang
berbeda-beda yang tidak dapat diasumsikan bahwa suatu budaya akan
memiliki cara pandang yang dapat diinterpretasikan secara pasti.
Cara pandang atau penilaian suatu budaya terhadap suatu hal lain baik
budaya maupun individu tergantung pada masing-masing individu dalam
suatu budaya. Cara pandang suatu budaya terjadi bukan semata-mata
terbentuk tanpa dasar namun ada beberapa faktor yang menyebabkan cara
pandang suatu budaya dengan budaya lain berbeda. Sebagai contohnya
adalah factor lingkungan, jelas bahwa ketika suatu budaya berada pada
lingkungan yang berkembang yaitu lingkungan yang mau menerima adanya
suatu perkembangan ilmu akan cenderung lebih flexible dalam memandang
suatu masalah maupun kondisi tertentu untuk lebih rasional. Sebaliknya,
ketika suatu budaya berada dalam suatu lingkungan yang kurang mampu
mengikuti perkembangan ilmu yang ada maka akan cenderung lebih
menutup dan teguh pada pendiriannya bahwa budaya miliknya lebih sesuai
dan benar. Perbedaan lingkungan merupakan contoh kecil dari sebuah
perbedaan cara pandang suatu budaya terhadap budaya lain. Faktor lainnya
bisa berasal dari tingkat pendidikan, latar belakang keluarga, dan lain
sebagainya. Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa setiap budaya memiliki
cara pandang berbeda sehinnga penulis akan membahas tentang “Dimensi
Keragaman Budaya Hofstede dan Diferensiasi Budaya Hall”.
1.2. Tujuan
2
2) Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak
yang membutuhkan.
3) Sebagai tambahan pengetahuan untuk pembaca.
1.4. Sistimatika
I PENDAHULUAN
II PEMBAHASAN
III PENUTUP
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
individu yang kurang berkuasa dengan individu yang lebih
berkuasa di dalam suatu sistem sosial..
5
yang tidak pasti, ambiguitas atau samar-samar dan bagaimana
mereka beradaptasi terhadap perubahan. Pada masyarakat yang
memiliki uncertainty avoidance tinggi merasa terancam dalam
menghadapi ketidakpastian, sehingga mereka akan menciptakan
mekanisme untuk mengurangi ketidakpastian tersebut. Mereka
cenderung menjunjung tinggi konformitas dan keamanan, serta
lebih mengandalkan ritual dan peraturan formal. Kepercayaan
hanya diberikan kepada keluarga atau orang terdekat. Masyarakat
yang memiliki uncertainty avoidance rendah cenderung memiliki
toleransi yang lebih tinggi dalam menghadapi ketidakpastian dan
samar-samar dan lebih mampu menerima risiko. Mereka bisa
menjalin hubungan dan memberikan kepercayaan kepada orang
lain dari masyarakat luar.
6
mengutamakan kebebasan, tantangan, serta inisiatif dalam
melaksanakan pekerjaan.
7
kepentingan diri sendiri. Manajer atau pemimpin yang baik adalah
manajer yang memiliki keterampilan dalam memberikan
dukungan, mentoring, dan membentuk tim kerja yang solid.
8
Hall meranking beberapa negara dari negara yang termasuk budaya
konteks rendah sampai konteks tinggi sebagai berikut: Swiss, Jerman,
Skandinavia, Amerika, Prancis, Inggris, Italia, Spanyol, Yunani, Arab,
Cina, Jepang – indonesia termasuk kelompok budaya konteks tinggi,
kemungkinan berada di antara budaya Arab dan Cina.
9
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
10
Daftar Pustaka
Hepi, Irma Meriatul. 2013. “Dimensi Nilai Budaya : Dimensi-Dimensi Nilai Budaya
Dalam Pariwisata”. blog.ub.ac.id/irmameriatul/tag/dimensi-nilai-budaya. Diakses Kamis,
20 Februari 2020 jam 11.30.
11