Anda di halaman 1dari 119

BAB I

PENDAHULUAN

Keperawatan sebagai salah satu bentuk pelayanan profesional merupakan


bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara
keseluruhan. Selain itu pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu
baik buruknya mutu dan citra rumah sakit, oleh karenanya kualitas pelayanan
keperawatan perlu dipertahankan dan ditingkatkan seoptimal mungkin.
Buku Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam ini disusun sebagai
panduan bagi tenaga keperawatan di lingkungan Rumkital Dr. Midiyato S, dalam
memberikan Asuhan Keperawatan yang efektif, berkualitas dan profesional.
Ketentuan yang telah di jadikan sebagai dasar acuan untuk bergeraknya
system Asuhan Keperawatan yang tertata dan terpandu. Buku Standar Asuhan
Keperawatan Penyakit Dalam ini mencakup berbagai asuhan keperawatan penyakit
dalam. Buku ini terdiri dari bagian-bagian:
I. Standard Asuhan Keperawatan dengan TBC
II. Standard Asuhan Keperawatan dengan Diabetes Millitus
III. Standard Asuhan Keperawatan dengan Asma Bronkial
IV. Standard Asuhan Keperawatan dengan Gastroenteritis
V. Standard Asuhan Keperawatan dengan Hepatitis
VI. Standard Asuhan Keperawatan dengan Hipertensi
VII. Standard Asuhan Keperawatan dengan Demam Typoid
VIII. Standard Asuhan Keperawatan dengan DHF
IX. Standard Asuhan Keperawatan dengan Gastritis
X. Standard Asuhan Keperawatan dengan Malaria
XI. Standard Asuhan Keperawatan dengan Gagal Ginjal Kronik
XII. Standard Asuhan Keperawatan dengan Sindroma Koroner Akut
XIII. Standard Asuhan Keperawatan dengan Stroke Non Hemoragik

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 1


Keseluruhan dari Standar Asuhan Keperawatan tersebut masing-masing memiliki
konsep dasar yang baku. Karena dari segi Tinjauan Teoritis mengulas:
1. Definisi
2. Patofisiologi
3. Etiologi
4. Manifestasi Klinis
5. Komplikasi
6. Pemeriksaan diagnostik
7. Penatalaksanaan medik
Setelah memahami ilmu tentang penyakit tersebut perawat dapat lebih
memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan dengan lebih teliti. Sedangkan di
dalam Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam ini mencakup:
1. Pengkajian
Data Subyektif
Data Obyektif
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi; tindakan yang kompeten untuk dilaksanakan kepada pasien.
4. Evaluasi; hasil yang diharapkan

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 2


BAB II
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT DALAM

A. TUBERCULOSIS PARU (TB PARU)


1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kroni, akut,
subakut yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculose yang sifatnya
tahan asam, aerob dan merupakan basil gram negatif yang pada
umumnya menyerang struktur alveolar paru. Sebagian besar kuman
TBC menyerang paru-paru tetapi juga dapat menyerang organ lainnya

b. Patofisiologi
1) Masuknya kuman tuberculosis ke dalam tubuh tidak selalu
menimbulkan penyakit. Infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan
banyaknya basil tuberculosis serta daya tahan tubuh manusia.
2) Penularan TBC dapat terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan secara “droplet infection” yaitu udara yang dihirup ketika
bernapas. Pecikan halus akan segera mongering tetapi bagian terkecil
akan tetap melayang di udara selama beberapa jam. Bila seseorang
menghirup udara yang mengandung cukup basil TBC maka basil
tersebut akan masuk alveoli dan terjadi infeksi, hanya pertikel yang
kurang dari 10 mikromilimeter yang dapat mencapai alveoli paru.
3) Tempat implantasi kuman TBC yang paling sering adalah permukaan
alveoli dan parenkim paru pada bagian bawah lobus atas atau bagin
lobus bawah.
4) Reaksi yang ditimbulkan oleh basil ini merupakan proses peradangan
alveoli yang akut. Tahap te rsebut dapat sembuh sendiri, dapat pula
berkembang lebih lanjut di mana peradangan menjadi degeneratif dan
eksudat menjadi lebih banyak dan ada kalanya eksudat dapat terbawa

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 3


melalui kelenjar limfe atau aliran darah yang mengakibatkan
peradangan pada organ lain seperti peritonitis tuberculosis, perikarditis
tuberculosis, meningitis, limfadenitis tuberculosis.

c. Etiologi
- Mycobacterium tuberculose
- Mycobacterium bavis.
Faktor – faktor yang menyebabkan seseorang yang terinfeksi oleh
mycobacterium tuberculose ini adlah herediter, jenis kelamin, usia,
keadaan stress, meningkatnya sekresi steroid adrenal dan anak yang
mendapat terapi kortikosteroid serta nutrisi.

d. Komplikasi
1) Meningitis
2) Spondilitis
3) Pleuritis
4) Bronkopneumonia
5) Atelektasis
6) Pneumothoraks
7) Tuberkulosa perikarditis
8) Peritonitis
9) Limfadenitis

e. Manifestasi Klinis
1) Demam, malaise, BB turun, anoreksia
2) Pucat, anemia, lemah, berkeringat pada malam hari
3) Sesak napas pada penyakit yang lebih lanjut
4) Nyeri dada tetapi jarang terjadi timbul bila ,infiltrasi radang samapi
pleura

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 4


5) Batuk, pada awalnya batuk kering lalu batuk produktif sampai batuk
berdarah/hemaptoe.
6) Pembengkakan kelenjar limfe, crackles di daerah apeks paru

Klasifikasi penyakit berdasarkan pemeriksaan sputum :


1) Tuberkulosis BTA positif
2) Tuberkulosis BTA negatif

Tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan :


1) Kasus baru
2) Kambuhan
3) Pindahan
4) Setelah lalai
5) Lain-lain: gagal, kasus kronik

f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan fisik
2) Reaksi terhadap tuberculin = reaksi positif bila diameter 10 mm atau
lebih sesudah 24 – 72 jam menunjukkan adanya infeksi promer
3) Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran,
pembesaran kelenjar paratrakeal, penyebaran milier, penyebaan
bronkogen, atelektasis, pleuritis dengan efusi pleura, cairan ascites.
4) Kultur sputu., kultur bilasan lambung, cairan pleura, urine, cairan
spinalis, cairan nodus limfe ditemukan basil tuberculosis.
5) Patologi anatomi : dilakukan pada kelenjar getah bening, hepar, pleura,
peritoneum
6) Uji BCG
7) Analisa Gas darah(AGD)
8) Lanjut endap darah meningkat

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 5


g. Penatalaksanaan Medik
1) Pencegahan : pengisolasian untuk pencegahan penularan melalui udara
bila diperlukan
2) Nutrisi adekuat : tinggi protein, tinggi karbohidrat
3) Kemoterapi : obat utama = INH, ethambutol, Rumfampisin,
streptomisin
4) Analgesik
5) Pembedahan : drainage abses paru, dilakukan bila kemoterapi tidak
berhasil
6) Terapi lanjut pada keluarga dan orang – orang yang dekat dengan
penderita setelah pulang.

2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN TBC


a. Pengkajian
Data Subyektif :
- Anoreksia, mual.
- Malaise.
- Dispnoe/sesak napas.
- Sputum kental dan sulit keluar.
- Nyeri dada.
- Keluar keringat banyak, terutama malam hari.
Data obyektif :
- BB menurun.
- Anemis/ikterik.
- Batuk dengan /tanpa darah.
- Batuk dengan produksi dahak yang terus – menerus.
- Demam , suhu > 38 0C.
- RR > 24 kali/menit.
- Pembengkakan kelenjar limfe.
- Suara napas ronki.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 6


- Lekositosis ringan.
- Terkadang Hb turun.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
produksi sputum yang berlebihan ditandai dengan : keluhan sesak napas
lendir yang kental dan sulit keluar, ronki (+), RR > 24 kali/menit.
Tujuan Keperawatan : Bersihan jalan napas kembali efektif setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
- Sesak napas berkurang.
- Ronki(-).
- Sputum tidak kental(encer) dan dapat dibatukkan.
Intervensi :
1) Kaji kualitas pernapasan : bunyi napas, irama, frekuensi, kedalaman
dan penggunaan otot aksesoris.
2) Kaji kemampuan batuk dan pengeluaran sputum.
3) Atur posisi klien : semi fowler/fowler(berikan ekstra bantal/sandaran).
4) Bantu dan ajarkan klien untuk membuang sputum pada tempat yang
bertutup dan diisi antiseptik.
5) Bila perlu lakukan suction untuk mengeluarkan sputum yang kental.
6) Ajarkan batuk efektif dan postural drainage serta anjurkan melakukan
minimal 5 kali sehari.
7) Pertahankan masukan cairan oral kurang lebih 2000 – 2500 mL/hari.
8) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen, mukolitik dan
obat batuk.

Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan


jaringan paru pada membran alveolar-kapiler ditandai dengan sesak
napas, RR > 24kali/hari, sianosis, LED meningkat, Lekositosis, pada

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 7


rontgen ada gambaran lesi dan kavitasi, AGD abnormal(saturasi O2
menurun PaO2 menurun dan PaCO2 meningkat).
Tujuan Keperawatan : Pertukaran gas kembali adekuat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
- Sesak napas (-).
- LED dalam batas normal.
- Leukosit dalam batas normal.
- AGDdalam batas normal.
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
Intervensi :
1) Kaji kualitas dan kuantitas : bunyi napas, kecepatan, irama,
kedalaman, pengguanaan otot aksesoris, sianosis.
2) Observasi perubahan keadaan umum, kesadaran dan tanda vital.
3) Maksimalkan tirah baring dan batsi aktifitas klien.
4) Monitor pemberian oksigen sesuai indikasi.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD ulangan dan
pemberian obat .

Diagnosa 3 : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan intake yang kurang ditandai dengan anoreksia, BB turun,
mual/muntah, banyak lendir di tenggorokan, porsi makan tidak
habis.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Nafsu makan meningkat.
- Mual/muntah (-).
- Sputum berkurang.
- BB meningkat.
- Klien dapat menghabiskan makanan yang disediakan.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 8


Intervensi :
1) Kaji status nutrisi dan kebutuhan nutrisi dalam sehari.
2) Kaji gangguan dalam status nutrisi : anoreksia, mual/muntah, jumlah
sputum dan bising usus.
3) Berikan makanan Diet TKTP dalam keadaan hangat, porsi kecil tapi
sering, bila memungkinkan berikan makanan kesukaan klien bila tidak
kontra indikasi.
4) Atur posisi klien saat makan untuk menghindari tersedak(semi fowler)
5) Timbang berat badan tiap 2 – 3 hari sekali.
6) Berikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya nutrisi yang
seimbang dan cukup selama terapi.
7) Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian obat dan vitamin
serta obat anti emetik.

Diagnosa 4 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses


inflamasi dan infeksi dalam tubuh ditandai dengan suhu meningkat > 38
0
C, klien mengeluh badan badan panas dan pegal dengan/tanpa menggigil,
lekositosis ringan, sakit kepala(+), nadi takikardi.
Tujuan Keperawatan : Suhu tubuh kembali normal setetelah dilakukan
tindakan.
Kriteria Hasil :
- Suhu tubuh dalam batas normal (362 - 374 0 C ).
- Sakit kepala berkurang.
- Leukosit dalam batas normal.
Intervensi :
1) Observasi tanda vital tiap 4 jam dan laporkan perubahannya kepada
dokter.
2) Berikan kompres hangat bila suhu panas.
3) berikan baju tipis menyerap keringat.
4) Anjurkan untuk memberikan minum sebanyak/semampu klien.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 9


5) Atur dan ciptakan lingkungan ruang agar sirkulasi udara lancar.
6) Kolaborasi pemberian obat antipiretik.

Diagnosa 5 : Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


ditandai dengan malaise, klien tampak lemas dan lesu, klien mengeluh
tidak dapat melakukan aktivitas sendiri.
Tujuan Keperawatan : kebutuhan aktivitas terpenuhi secara bertahap
Kriteria Hasil :
- Klien tampak lebih segar.
- Klien dapat beraktivitas dengan cara bertahap.
- Klien dapat melakukan kegiatan dengan mandiri.
Intervensi :
1) Kaji tingkat ketergantungan klien.
2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3) Latih klien untuk mandiri dalam beraktivitas .
4) Bantu dan Latih klien untuk melakukan ROM aktif .
5) Kaji status nutrisi klien.
6) Dekatkan alat-alat yang diperlukan klien sehari-hari.
7) Libatkan keluarga dalam membantu klien memenuhi kebutuhannya.
8) Kaji dan catat perubahan klien dalam beraktivitas.

Diagnosa 6 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


tentang penyakit dan regiment terapeutik TB paru ditandai dengan
pernyataan klien dan keluarga tentang ketidaktahuan tentang penyakit.
Tujuan Keperawatan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit
dan terapi meningkat setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
Kriteria Hasil :
- Klien dapat menyebutkan definisi, penyebab, gejala dan tanda
penyakit TB paru serta dapat menyebutkan terapi yang dijalankan
saat ini.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 10


Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit TB paru.
2) Berikan informasi tentang definisi, penyebab dan gejala/tanda TB paru
dengan bahasa yang sederhana dan jelas.
3) Berikan penjelasan tentang pentingnya menjaga kebersihan dan
lingkungan yang sehat di ruangan klien.
4) Jelaskan kepada klien keluarga tentang system pengisolasian.
5) Jelaskan pentingnya tetap memenuhi kebutuhan nutrisi sehari.
6) Jelaskan tentang terapi yang dijalankan.

Diagnosa 7 : Perubahan konsep diri : harga diri rendah berhubungan


dengan penyakit dan pengisolasian dari orang lain ditandai dengan klien
mengatkan malu dan sedih denga penyakitnya, klien mengatakan bosan
minum obat, klien sering berdiam diri dan melamun.
Tujuan Keperawatan : Harga diri meningkat setelah diberikan
pendidikan kesehatan.
Kriteria Hasil :
- Klien mengungkapkan dapat menerima diri sendiri dan
keadaannya selama sakit.
- Klien dapat berpartisipasi dalam interaksi social.
- Klien dapat menunjukkan tindakan positif.
Intervensi :
1) Kaji konsep diri dan gambaran diri klien.
2) Kaji persepsi klien tentang penyakit TB Paru.
3) Kaji penerimaan klien dan keluarga tentang kondisi sakit dan terapi
saat ini.
4) Eksplorasi dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya .
5) Tunjukkan sikap menerima keadaan klien dengan empati yang tulus.
6) Beri reward untuk kemajuan yang dicapai oleh klien.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 11


7) Jelaskan tujuan dari pengobatan dan hasil pengobatan bila klien patuh.
8) Libatkan keluarga dalam mendukung klien.
9) Diskusikan koping yang dapat dipakai untuk menguatkan klien.

Diagnosa 8 : Resiko tinggi penyebarluasan infeksi berhubungan dengan


organisme virulen.
Tujuan Keperawatan : Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- Keluarga mengetahui tentang pencegahan penyebarluasan infeksi.
Intervensi :
1) Kaji patologi penyakit(aktif/tidak aktif) dan potensial penyebarluasan
infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara
dan tertawa.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko terutama anggota rumah, sahabat
karib.
3) Anjurkan klien batuk /bersin mengeluarkan ludah pada tisu dan
menghindari meludah sembarangan tempat. Kaji pembuangan tisu
pada tempat yang bertutup dan tehnik cuci tangan yang tepat.
4) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara contoh masker atau isolasi
pernapasan.
5) Identifikasi faktor resiko individu terhadap penyakit berulang
tuberkulosa, contohn : alkoholisme, malnutrisi.
6) Tekankan pentingnya melanjutkan terapi.
7) Jelaskan pentingnya mengikuti kultur sputum ulang secara periodic.
8) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen anti infeksi sesuai
indikasi.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 12


B. DIABETES MELITUS
1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi.
Ada 2 tipe diabetes melitus :
1) Diabetes melitus Tipe I : Diabetes tergantung insulin (IDDM).
2) Diabetes melitus Tipe II : Diabetes tak tergantung insulin (NIDDM).

b. Patofisiologi
1) IDDM (Independent Diabetic Melitus)
Diabetes melitus Tipe I, merupakan insulinopenik atau
memiliki insufisiensi insulin absolut dalam tubuh sehingga diperlukan
obat-obat Hipoglikemi atau insulin dari luar. Berikut skema keadaan
diabetes melitus Tipe I : (hal 2)
Keterangan : Kekurangan insulin absolut pada diabetes Tipe I
disebabkan karena kerusakan sel-sel beta pankreas penghasil insulin
akibat proses autoimun atau karena sebab-sebab lain seperti infeksi
atau keganasan. Biasanya akan menyerang individu yang berumur
kurang dari 30 tahun, akan tetapi juga bisa ditemukan pada semua
umur.
Tingginya kadar gula dalam darah, menyebabkan ginjal tak
mampu menyerap kembali glukosa sehingga glukosa akan terbawa
dalam urine (glokosuria), yang disertai dengan diuresis osmotik,
sehingga banyak cairan dan elektrolit yang hilang lewat urine
(Poliuri).
Karena tubuh banyak kehilangan cairan dan elektrolit maka
akan muncul respon haus yang hebat dan penderita akan banyak
minum (Polidipsi).

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 13


Terganggunya transfer kalori ke dalam sel-sel mengakibatkan
sel akan kekurangan nutrisi, hal ini semakin diperparah dengan proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis, sehingga berat badan penderita
akan semakin turun. Respon tubuh akibat ketidakcukupan nutrisi sel
maka penderita akan banyak makan (Poliphagi), akibat dari
glukoneogenesis dan glikogenesis menyebabkan kadar gula darah
tetap tinggi walau dalam keadaan puasa. Selain itu juga terjadi
peningkatan lipolisis yang akan mengakibatkan terganggunya
keseimbangan asam basa, tejadilah ketoasidosis metabolik yang akan
semakin memperburuk keadaan penderita.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 14


a) Skema IDDM

Insufisiensi

Gangguan Metabolisme Gula darah


Karbohidrat lemak & tetap tinggi
Protein (puasa)
Peningkatan
Peningkatan
Lipolisis Menurunnya
Glukoneogenesi
penggunaan glukosa
s&
sel
glikogenolisis
Oksidasi asam lemak
Peningkatan glukosa darah
meningkat Sel semakin
(Hiperglikemi)
kekurangan
nutrisi
BB
Ketonemia
Glukosuria + Turun

Ketonuria Fatiq
Defisi
Kehilangan cairan
t K+, Rasa
elektrolit lewat uirne
Na+ Lapa
Ketoasidosis (Poliuri)
r
Berle
Dehidrasi
biha
Nafas Bau Aseton
n
Hipovolemi

Asidosis Metabolik
Penurunan
Kesadaran

Mual, muntah,
Hiperventilasi Koma

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 15


b) Skema NIDDM (Non Independent Diabetic Melitus)

Defisit Insulin

Gangguan Metabolisme G.D.


karbohidrat, lemak + Puasa
protein Tinggi

Menurunnya penggunaan Peningkatan


glukosa sel glukoneogen
esis +
glikogenolisi
Tingginya kadar
glukosa darah
(Hiperglikemi)

Osmolalitas Glukosuria +
cairan ekstra Diuresis
sel meningkat Osmotik
(Poliuri)

Defisit
Hilangnya
cairan Intra Dehidrasi Na+, K+
Sel (HHNK)

Keterangan : Pada diabetes Tipe 2, biasanya tipikal menyerang


individu yang berusia lebih dari 30 tahun, yang mengalami masalah
yang berhubungan dengan insulin, misalnya resistensi insulin atau
gangguan sekresi insulin. Kira-kira 90% penyebab diabetes tipe 2
adalah kegemukan. Tingginya kadar glukosa darah akan
mengakibatkan terjadinya diuresis osmotik, hiperosmolaritas serum,
sehingga akan menyebabkan banyak kehilangan cairan dan elektrolit
intra sel., dan timbulah dehidrasi.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 16


Individu dengan diabetes Tipe 2, biasanya bisa bertahan tanpa bantuan
obat-obat hipoglikemi dari luar akan tetapi pada kondisi-kondisi
seperti stress, operasi dan infeksi. Kalau dengan diet tidak menolong
maka diperlukan insulin dari luar.
Ketosidosis tidak akan terjadi karena jumlah insulin dalam tubuh
masih adekuat untuk mempertahankan tidak terjadi lipolisis. Akan
tetapi pada diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut yang dinamakan Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar
Nonketotik (HHNK). Peningkatan glukosa darah saat puasa
menunjukkan kurangnya pengambilan glukosa jaringan atau terjadi
peningkatan glukoneogenesis.

2) Etiologi
a) IDDM
- Faktor genetik.
- Faktor Imunologi : Proses autoimun.
- Faktor Lingkungan : Terjadi destruksi pankreas.
b) NIDDM
- Usia.
- Obesitas/ Kegemukan.
- Riwayat Keluarga.
- Golongan etnik tertentu.

3) Manifestasi Klinis
a) IDDM
Tahap Awal
 Polidipsi.
 Polifagi.
 Poliuri.
 Kelelahan.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 17


 Kelemahan.
 Berat badan turun.
 Hiperglikemi.
Tahap Lanjut
 Dehidrasi.
 Gangguan elektrolit.
 Syok hipovolemi.
 Kesadaran menurun.
 Koma.
 Ketoasidosis metabolik.
b) NIDDM
Tahap Awal
 Biasanya tidak menunjukkan awitan gejala yang menonjol,
diagnosa diketahui berdasarkan tes laboratorium.
Tahap Lanjut
 Polidipsi.
 Polifagi.
 Kelemahan.
 Kesemutan ekstremitas/ mati rasa.
 Gatal-gatal.
 Gangguan Neuropati Perifer.
 Somnolen.
 Sindrom HHNK
 Bila ada luka sukar sembuh.

4) Pemeriksaan Laboratorium
a) IDDM
 GD. Puasa > 140 mg/dl.
 GD 2 jam P.P > 200 mg/dl.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 18


 GD sewaktu > 200 mg/dl.
 Osmolalitas serum 300 m Osm/kg.
 Urine :
 Glukosa : Positif.
 Keton : Positif.
 Aseton : Positif atau negatif.
b) NIDDM
 GD Puasa : > 140 mg/dl.
 GD 2 jam PP > 200 mg/dl.
 GD sewaktu > 200 mg/dl.
 Osmolalitas serum 300 m Osm/kg.

5) Komplikasi
a) IDDM
- Ketoasidosis Diabetik.
- Hipoglikemi.
b) NIDDM
- Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Nonketotik (HHNK).
- Hipoglikemi.
c) Komplikasi Lanjut :
Penyakit Makrovaskuler.
- Penyakit serebrovaskuler.
- Penyakit vaskuler perifer.
Penyakit Mikrovaskuler.
- Retinopati diabetik.
- Netropati diabetik.
d) Neuropati Diabetik.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 19


6) Penatalaksanaan Medik
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan dabetes melitus :
a) Pengaturan diet.
b) Terapi pengobatan, obat-obat hipoglikemi dan insulin.
c) Pemantauan kadar gula darah.
d) Latihan fisik.
e) Pendidikan kesehatan.

2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILLITUS


a. Pengkajian
Data Subjektif :
 Melaporkan adanya sering kencing.
 Haus berlebihan.
 Kelemahan.
 Mual/muntah.
 Sering lapar.
 Perasaan penuh pada lambung.
 Kelelahan.
 Mengatakan kurang mengerti terhadap perjalanan penyakit.
 Menyatakan tak berdaya.
 Keputihan pada wanita.
 Mengeluh gatal.
 Penglihatan kabur atau ganda.
 Mengantuk.
Data Objektif :
 Hipotensi.
 Takikardi.
 Turgor kulit tidak elastis.
 Membran mukosa kering.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 20


 Berat badan menurun/meningkat.
 Tonus otot buruk.
 Cenderung terjadi kecelakaan.
 Apatis.
 Menarik diri.
 Tidak berpartisipasi dalam pengobatan.
 Ulcerasi yang tidak sembuh-sembuh.
 Peningkatan glukosa darah diatas normal.
 Nyeri tekan epigastrik.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan berhubungan denganDiuresis
Osmotik atau Kehilangan cairan berlebihan, ditandai dengan :
 Peningkatan haluaran urine.
 Kelemahan, haus, penurunan berat badan tiba-tiba.
 Kulit dan membran mukosa kering.
 Turgor kulit tidak elastis.
 Hipotensi dan takikardia.
Tujuan Keperawatan : Kekurangan volume cairan teratasi.
Kriteria Hasil :
 Menunjukan hidrasi yang adekuat ditandai oleh :
 TD : Sistole 110 – 130 mmHg & Diatole 80 – 90 mmHg.
 Nadi : 70 – 80 x/mnt.
 Suhu : 36ºC – 37,5ºC.
 RR : 16 – 20 x/mnt.
 Denyut nadi perifer terasa jelas.
 Turgor kulit elastis dan mukosa lembab.
 Tidak ada ekspresi lemah atau lelah.
 Dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 21


 Intake – output seimbang.
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital setiap 4 – 8 jam.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban dan kondisi selaput
mukosa.
3) Kaji adanya perubahan mental dan tanda-tanda
hipoglikemi.
4) Kaji kemampuan aktifitas sehari-hari bila klien
merasa tak enak badan.
5) Catat keluhan mual, muntah, nyeri abdomen dan
distensi lambung.
6) Ukur intake output tiap hari.
7) Timbang berat badan tiap hari kalau perlu.
8) Berikan cairan sekurang-kurangnya 2500 ml atau
sesuai program medik dan jika tidak ada kontraindikasi.
9) Observasi adanya perasaan kelelahan yang
meningkat, oedema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur.
10) Tindakan kolaborasi :
a) Berikan terapi cairan infus sesuai indikasi.
b) Pasang/ pertahankan cateter urine tetap terpasang.
c) Pantau pemeriksaan laboratorium.
- Hematokrit.
- BUN/ Kreatinin.
- Natrium.
- Kalium.
- GD.
d) Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan
indikasi.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 22


Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan
dengan Defisiensi insulin atau Intake yang kurang.
Ditandai dengan :
 Kurang nafsu makan.
 Penurunan berat badan.
 Lemah.
 Lelah.
 Tonus otot buruk.
 Mual dan muntah.
 Perasaan penuh pada lambung.
 BB normal atau menurun.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
 Pemasukkan jumlah kalori/ nutrisi sesuai.
 Menunjukkan kestabilan berat badan.
 Mual,muntah hilang.
 Tonus otot kenyal/ baik.

Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda hipoglikemi seperti penurunan kesadaran,
keringat dingin, nadi cepat, rasa lapar, gemetar, cemas, sakit kepala.
2) Berikan Diet DM sesuai tipe DM dan sajikan makanan dalam keadaan
hangat
3) Timbang berat badan sesuai indikasi.
4) Anjurkan klien untuk nafas panjang jika mual/muntah
5) Tekankan pentingnya makan yang teratur, menentukan waktu untuk
makan-makanan selingan dan menghabiskan sesuai jadwal.
6) Lakukan tes glukosa darah dan urine

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 23


7) Kolaborasi pemberian obat insulin sesuai hasil pemeriksaan GD
(sliding scale dan pemberian obat antiemetik.
8) Konsul dengan ahli gizi untuk pola diit yang ditentukan.

Diagnosa 3 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang


informasi yang adekuat tentang penyakit, komplikasi, pencegahan dan diit.
Ditandai dengan :
 Tidak akurat dalam mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi
yang dapat dicegah.
 Meminta informasi.
 Mengungkapkan masalah.
Tujuan Keperawatan : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat,
Kriteria Hasil :
 Mengerti secara verbal tentang proses penyakit.
 Klien dan keluarga mengenal tentang gejal-gejala dari proses
penyakit.
 Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan.
 Mengetahui tentang diet, latihan fisik, pemantauan gula darah
dan obat-obatan.

Inter vensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit.
2) Beri penjelasan tentang penyakit, penanganan serta komplikasinya.
3) Beri penjelasan tentang perlunya menerapkan diet sesuai penjelasan
ahli gizi.
4) Jelaskan program latihan fisik dan obat-obatan.
5) Jelaskan pentingnya perawatan diri dan menjaga kebersihan diri.
6) Jelaskan pentingnya pemantauan gula darah secara rutin dan obat
sesuai dosisnya.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 24


7) Identifikasi gejala-gejala hipoglikemi.
8) Ajarkan dan demonstrasikan cara menyuntik insulin bila pasien
mendapat insulin.
9) Anjurkan klien untuk melakukan pola hidup sehat.
10) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur.

Diagnosa 4 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan


kadar glukosa. Ditandai dengan :
 Kadar glukosa darah meningkat.
 Klien mengeluh gatal.
 Adanya keputihan pada wanita.
 Adanya ulserasi yang tak sembuh-sembuh.
Tujuan Keperawatan : Integritas kulit tetap terjaga.
Kriteria Hasil :
 Tidak timbul luka dan ruam pada kulit.
 Ulserasi kering.
 Keputihan berkurang sampai hilang.
 Kebersihan kulit tetap terjaga.

Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda peradangan dan infeksi pada permukaan kulit
seperti panas.
2) Lakukan teknik aseptik dan antiseptik setiap melakukan tindakan
keperawatan.
3) Lakukan perawatan kulit, memberikan lotion pada daerah yang
mengalami penekanan lama dan menjaga kulit tetap kering.
4) Lakukan dan anjurkan klien untuk melakukan perawatan/ teknik front
to back.
5) Anjurkan klien untuk menghindari garukan dan luka pada kulit.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 25


6) Anjurkan klien untuk selalu menjaga kebersihan tubuh.
7) Kolaborasi :
a) Pemberian anti pruritis.
b) Pemberian antibiotik.

Diagnosa 5 : Kelelahan berhubungan dengan penurunan energi metabolic


ditandai dengan :
 Ketidakmampuan mempertahankan rutinitas biasanya.
 Cenderung terjadi kecelakaan (jatuh dari tempat tidur).
 Kemampuan konsentrasi terganggu, tidak gairah.
 Mengungkapkan cepat lelah.
Tujuan Keperawatan : Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas.
Kriteria Hasil :
 Tidak terjadi kecelakaan jatuh saat beraktivitas.
 Bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
 Menjadi bergairah.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan maksimal klien untuk beraktivitas.
2) Diskusikan dengan klien tentang kebutuhan untuk beraktivitas. (Buat
jadwal perencanaan dengan klien dan identifikasi aktivitas yang
menimbulkan kelelahan).
3) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
4) Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah.latihan aktivitas yang
menggunakan energi metabolik.
5) Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
yang dapat ditoleransi.
6) Libatkan keluarga dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 26


Diagnosa 6 : Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka
panjang yang tidak dapat diobati.
Ditandai dengan :
- Menyatakan perasaan tidak berdaya.
- Apatis, menarik diri.
- Tidak memantau kemajuan, tidak berpartisipasi dalam
pengobatan.
Tujuan Keperawatan : Klien mampu menerima keadaan diri dan turut
berpartisipasi dalam pengobatan.
Kriteria Hasil :
- Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
- Ikut berpartisipasi dalam merencanakan perawatannya sendiri.
Intervensi :
1) Kaji bagaimana klien telah menangani masalahnya dimasa lalu.
2) Mendorong klien untuk mengemukakan perasaannya tentang
perawatan di RS.
3) Memberikan motivasi kepada klien untuk membuat keputusan
keluarga pada pemeliharaan.
4) Anjurkan klien untuk membuat keputusan sehubungan dengan
perawatannya.
5) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengekspresikan
perhatiannya.
6) Berikan dukungan pada klien untuk ikut berpartisipasi dalam
perawatannya, berikan feedback positif.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 27


C. ASMA BRONKIALE
1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiper aktivitas bronkus
dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala pernapasan
(mengi dan sesak).

b. Patofisiologi

Pada reaksi alergi terjadi reaksi antara alergen dan antibodi yang
menyebabkan terlepasnya histamin bebas dan selanjutnya menyebabkan
spame otot halus dinding bronkus, edema mukosa dan sekresi lendir yang
berlebihan. Ketiga hal tersebut menyebabkan lumen menjadi sangat kecil
sehingga terjadi dispnea expiratori dan stridor expiratory.

c. Etiologi
1) Infeksi virus saluran napas : Influenza.
2) Pemanjangan terhadap elergen tungau, debu rumah, bulu binatang.
3) Pemajan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi.
4) Kegiatan jasmani : lari.
5) Ekspresi emosional : takut, marah, frustasi.
6) Obat-obat aspirin, anti inflamasi non steroid.
7) Lingkungan kerja : uap zat kimia.
8) Pengawaet makanan : sulfit.
9) Lain-lain, misalnya haid, kehamilan, sinuitis.
10) Faktor keturunan.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 28


Gambaran Klinis :
a) Sesak napas.
b) Batuk berdahak.
c) Mengi/ wheezing.
d) Napas cuping hidung.
e) Pernapasan cepat dan dangkal.

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometri.
2) Uji provokasi bronkus.
3) Laboratorium :
- Pemeriksaan sputum : eosinofilia dengan reaktivitas alergi,
kadar IgE menurun.
- Pemeriksaan darah : leukositosis
- Pemeriksaan AGD : PH menurun (N7,35–7,45), PCO2 >
45mmHg, PO2 menurun (N 95-100mmHg)
4) Foto dada : melihat adanya komplikasi asma

e. Komplikasi
1) Pneumotorax.
2) Atelektasis.
3) Aspendilosis bronkus pulmoner alergik.
4) Gagal napas.
5) Bronkitis.
6) Pnemodiastinum jan emfisema subkutis.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 29


2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL
a. Pengkajian
Data Subyektif :
 Riwayat batuk dengan sputum dalam waktu lama : 3 bulan sampai 1 –
2 tahun.
 Riwayat terpapar zat kimia : rokok.
 Klien mengeluh mual dan muntah.
 Nafsu makan berkurang.
 Klien sering cepat lelah.
 Susah tidur.

Data Obyektif :
 Dispnea.
 Bibir pucat.
 Napas cuping hidung.
 Ekspirasi memanjang.
 Wheezing (bunyi napas).
 HR meningkat
 Takikardi.
 Distensi Vena Jugularis.
 Warna kulit : sianosis, memerah.
 Turgor jelek.
 Edema.
 Insomnia.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
adanya penumpukkan lendir di bronkus ditandai dengan:

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 30


- Klien susah bernapas.
- Batuk berdahak.
- Napas stidor.
- RR > 24x / mnt, Nadi > 120x / mnt, Suhu normal / meningkat,
Saturasi O2 < 95%.
- Pernapasan cuping hidung.
- Bernapas menggunakan otot-otot pernapasan tambahan.
- Terdapat suara napas tambahan : wheezing, ronchi.
- Akral dingin, pucat, cyanosis.

Tujuan Keperawatan : Jalan napas kembali efektif.


Kriteria Hasil :
- Sesak, batuk, sputum berkurang sampai hilang.
- Tidak terdapat suara napas tambahan.
- Tanda Vital normal.
- Akral hangat, tidak cyanosis.
- Tidak menggunakan otot-otot pernapasan tambahan.

Intervensi :
1) Kaji bunyi napas / auskultasi:catat adanya wheezing, ronchi.
2) Kaji sekresi / secret : jumlah, warna, konsistensi, bau.
3) Observasi Tanda-tanda Vital tiap 4 jam atau sesuai kebutuhan.
4) Berikan posisi yang nyaman pada klien untuk bernapas : posisi fowler
5) Ajarkan batuk efektif.
6) Lakukan hisap lendir dan hati-hati bila klien tidak mampu
mengeluarkan lendir sendiri.
7) Lakukan postural drainase sesuai kebutuhan, k/p clapping.
8) Beri minuman hangat untuk membantu mengencerkan dahak.
9) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2, terapi inhalasi :
nebulizer dan obat.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 31


Diagnosa 2 : Gangguan pola napas berhubungan dengan. adanya
penyempitan bronkus, ditandai dengan :
- Perubahan tanda vital : takikardi.
- Sesak napas.
- Mengi/ wheezing.
- Pernapasan mulut.
Tujuan Keperawatan : Gangguan pola napas dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
- Tanda-tanda Vital normal
- Tidak ada mengi/wheezing.
- Tidak sesak napas.

Intervensi :
1) Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital tiap 3 – 4 jam.
2) Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan.
3) Kaji adanya mengi.
4) Atur posisi tidur semi fowler/ nyaman menurut pasien.
5) Kaji adanya cyanosis.
6) Usahakan klien memakai pakaian yang longgar.
7) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2.

Diagnosa 3 : Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan bernapas


dengan normal, ditandai dengan : Klien gelisah, pernyataan adanya rasa
takut dengan kematian.
Tujuan Keperawatan : Cemas dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Klien merasa tenang dan bisa menerima keadaannya.
Intervensi :
1) Jelaskan proses penyakit dan prosedur pengobatan sesuai tingkat
pemahaman klien.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 32


2) Anjurkan keluarga/ orang terdekat untuk selalu mendampingi klien.
3) Dukung klien/ orang terdekat dalam menerima keadaan/ situasi yang
dihadapi khususnya tahap penyembuhan yang lama.
4) Berikan tindakan kenyamanan, misalnya : Pijatan dipunggung atau
merubah posisi.

Diagnosa 4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang, ditandai dengan :
- Klien tidak nafsu makan.
- BB menurun.
- Mual/muntah.
- Keadaan Umum lemah.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Keadaan umum membaik.
- Peningkatan BB secara berangsur-angsur.
- Mual/muntah hilang.
- Nafsu makan meningkat.
Intervensi :
1) Kaji kebiasaan diet pasien sebelum dan selama sakit.
2) Ajarkan teknik relaksasi saat mual.
3) Lakukan oral hygiene,berikan tempat khusus untuk membuang
secret.Kalau perlu lakukan penghisapan.
4) Berikan makanan sedikit tapi sering.
5) Timbang berat badan sesuai dengan indikasi.
6) Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian makanan yang mudah
dicerna.
7) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 33


Diagnosa 5: Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan
dengan sesak napas dan sering batuk.
Ditandai dengan :
- Klien tampak pucat.
- Klien sering batuk.
- Sesak.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Sesak napas dan batuk berkurang.
- Klien tampak segar.

Intervensi :
1) Kaji kebutuhan istirahat tidur klien.
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
3) Hindari pemeriksaan/ tindakan yang dapat mengganggu tidur klien.
4) Beri kesempatan klien untuk istirahat.
5) Libatkan keluarga dalam menciptakan lingkungan yang nyaman untuk
istirahat.
6) Batasi pengunjung.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.

Diagnosa 6 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,


ditandai dengan :
- Keadaan umum lemah.
- Napas sesak dan batuk.
- Klien mengeluh cepat lelah.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan aktivitas terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Klien tampak segar.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 34


- Mampu beraktivitas secara bertahap sesuai tingkat
perkembangan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
2) Observasi tanda vital terutama sesudah melakukan aktivitas : makan /
minum.
3) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
4) Motivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap sesuai
dengan peningkatan toleransi.

D. GASTROENTERITIS
1. TINJAUAN TEORITIS
a. Derfinisi
Gastroenteritis adalah peradangan pada daerah lambung dan usus halus
termasuk mukosa dan submukosa dari usus halus.
Diare adalah peningkatan jumlah BAB dengan frekuensi 3x atau lebih
perhari disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan
atau tanpa lendir dan darah.

b. Etiologi
1) Penyebab infeksi
a) Golongan bakteri misalnya Escheria Coli → penyebab terbanyak,
Salmonella Shigella, Stapilococus Aureus.
b) Golongan Virus misalnya; Rotta virus, Entero virus, Adeno virus.
c) Golongan Parasit misalnya; Entamuba Histolitica, Giardia
clamblia.
2) Penyebab bukan infeksi
a) Alergi makanan, susu.
b) Gangguan metabolik atau malabsobsi.
c) Obat-obatan → antibiotik.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 35


d) Obstruksi usus.

c. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menimbulkan diare
1) Gangguan osmotik ; akibat terdapatnya makanan yang tidak dapat
diserap, menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebih ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2) Gangguan sekresi ; akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada
dinding usus akan terjadi meningkatnya sekresi air dan elektrolit ke
dalam rongga usus. Dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan rongga usus.
3) Gangguan mobilitas usus ; hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga
timbul diare, dan sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbuh berlebihan dan dapat menimbulkan
diare.

d. Manifestasi Klinis
1) Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah.
2) Suhu tubuh meningkat (≥ 37,5° C).
3) Nafsu makan kurang atau tak mau makan kemudian timbul diare.
4) Feses cair mungkin disertai lendir dan/ darah.
5) Warna feses lama-lama hijau karena tercemar dengan empedu.
6) Anus dan sekitarnya lecet karena sering defekasi dan feses makin lama
makin asam akibat banyaknya asam laktosa yang tidak dapat diabsorsi
usus selama diare.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 36


7) Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare, yang
disebabkan oleh lambung yang turut meradang akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.

Gejala dehidrasi mulai tampak :


1) BB menurun
2) Turgor kulit berkurang, kulit kering.
3) Mata dan ubun-ubun besar dan cekung.
4) Selaput lendir, bibir dan mulut kering.

e. Tahap-tahap Derajat Dehidrasi


1) Ringan :
a) Kehilangan BB 4 – 5 %.
b) Pada bayi dan anak masih sadar, gelisah dan lemas.
c) Denyut nadi dan pernafasan normal.
d) Ubun-ubun besar normal.
e) Turgor kulit normal .
f) Pengeluaran urine normal.
2) Sedang
a) Kehilangan BB 6 – 9 %.
b) Pada anak dalam keadaan sadar merasa pusing, haus berlebihan,
rewel.
c) Denyut nadi cepat, lemah.
d) Pernafasan dalam.
e) Ubun-ubun besar cekung.
f) Elastis kulit kembalinya lambat.
g) Mata cekung.
h) Pengeluaran urine berkurang warna kuning tua.
i) Tekanan darah normal atau rendah.
3) Berat

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 37


a) Kehilangan BB 10% atau lebih.
b) Pada bayi lemah dan mengantuk, ekstermitas dingin.
c) Sianosis bahkan koma.
d) Pada anak sadar, gelisah, ekstermitas dingin, berkeringat, kejang
otot.
e) Denyut nadi cepat, halus kadang-kadang tidak teraba.
f) Pernafasan dalam dan cepat.
g) Tidak bisa minum.
h) Ubun besar sangat cekung.
i) Elastisitas kulit kembalinya sangat lambat (kurang 2 menit).
j) Mata sangat cekung.
k) Air mata tidak ada.
l) Pengeluaran urine kurang dari 30 cc/jam.
m) Tekanan darah tak terdengar.

f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah
- Hematokrit meningkat.
- Leukositosis.
- Asidosis metabolik.
2) Pemeriksaan feses
- Analisa feses didapat leukosit, eritrosit lemah.
- Kultur feses dan resistensi → E. Coli/Salmonella sygella.
3) Pemeriksaan urine
- Berat jenis uroine meningkat.
- pH urine < 7 (dehidrasi).

g. Penatalaksanaan Medik
1) Tirah baring.
2) Susu rendah laktosa dan makanan rendah serat.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 38


3) Pemberian cairan melalui IV.
4) Beri minum pedialit/air the.
5) Pemberikan obat antipiretik, antidiare, antasida.
6) Pada pasien dehidrasi berat beri antibiotik.
2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN GASTROENTERITIS
a. Pengkajian
Data subjektif :
- Lemah.
- Demam.
- Nyeri perut/kram.
- Haus.
- Mual, mutah.
- Tidak nafsu makan.
Data Objektif :
- Demam.
- Mual, muntah.
- Perut kembung.
- Nadi cepat dan lemah (pada keadaan dehodrasi sedang).
- Mata cekung.
- Turgor kulit kurang elastis.
- Haus dan bibir kering.
- Bising usus meningkat.
- BAB cair lebih dari 5 kali.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan out put yang berlebihan ditandai dengan :
- Turgor kulit jelek/kurang elastis, mukosa mulut kering, mata
cekung, bibir kering dan pacah-pecah.
- Muntah, mual, perut melilit.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 39


- BAB cair 5 x atau lebih.
- Tekanan darah menurun.
- Nadi cepat.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Turgor kulit baik.
- Tidak mual, muntah.
- Perut tidak sakit.
- Frekuensi BAB kembali normal.
- Tekanan darah normal.
- Nadi normal.

Intervensi :
1) Kaji riwayat diare ; jumlahnya (banyaknya), frekuensi, konsistensi.
2) Kaji tanda-tanda dehidrasi :
- Turgor, ubun-ubun, mata, nadi.
- Membran mukosa kering, urine sedikit.
3) Timbang BB tiap hari .
4) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
5) Monitor intake output.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan dan obat.

Diagnosa 2 : Gangguan kebutuhan nutrisi berhungan dengan intake yang


kurang ditandai dengan :
- Nafsu makan menurun.
- Mual, muntah.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan nutrisi klien/anak terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Nafsu makan meningkat.
- Tidak mual muntah.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 40


Intervensi :
1) Kaji kebutuhan nutisi klien.
2) Kaji pemasukan kalori (anak perlu 1000-2000 kal/hari), tergantung
dari umur.
3) Berikan makanan rendah serat secara bertahap sampai diet normal.
4) Anjurkan makan porsi kecil dan sering.
5) Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik.
6) Timbang BB setiap hari.
7) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi .
8) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi viramin dan antasid
dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet rendah serat.

Diagnosa 3 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi


BAB yang tinggi ditandai dengan :
- Kulit sekitar anus berwarna kemerahan.
- Anak rewel.
- Kulit kering.
Tujuan Keperawatan : Integritas kulit kembali normal.
Kriteria Hasil :
- Kulit sekitar anus kembali normal.
- Anak tenang.
Intervensi :
1) Kaji iritasi kulit di daerah sekitar anus setiap habis BAB.
2) Bersihkan daerah bokong dengan air dan sabun dan jaga daerah anus
supaya tetap kering dan bersih.
3) Anjurkan pada keluarga agar segera mengganti popok, jangan biarkan
basah (sampai kering sendiri).
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian salep kulit.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 41


Diagnosa 4 : Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan
peristaltik usus ditandai dengan :
- Bayi gelisah, kembung.
- Kram pada perut .
- Bising usus meningkat 8-12 kali.
Tujuan Keperawatan : Rasa nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Kriteria Hasil :
- Bayi tampak tenang.
- Tidak ada kram perut.
- Bising usus normal.
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri, sifat, lokasi dan lamanya.
2) Beri kompres hangat pada perut yang kram.
3) Ubah posisi tidur tiap 2 jam.
4) Alihkan perhatian anak agar tidak menagis untuk mengurangi
ketegangan perut.
5) Berikan rasa nyaman pada anak (digendong, dipeluk).
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dan cairan.
7) Monitor reaksi anak/bayi setelah pemberian tetapi.

Diagnosa 4 : Peningkatan suhu tubuh berhungan dengan proses infeksi


ditandai dengan :
- Suhu tubuh ≥ 37,5º C.
- Keadaan umum lemah.
- Anak rewel.
- Leukosit meningkat.
Tujuan Keperawatan : Suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil :
- Suhu tubuh 36-37° C
- Keadaan umum baik..

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 42


- Anak tampak tenang.
- Leukosit normal.
Intervensi :
1) Kaji keadaan umum klien.
2) Monitor tanda vital setiap 4 jam.
3) Beri kompres dingin/hangat bila panas.
4) Anjrkan keluarga memberikan pakaian yang tipis.
5) Anjurkan keluarga memberikan banyak minum pada klien.
6) Kolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik.

Diagnosa 6 : Kurangya pengetahuan keluarga berhubungan dengan


kurangnya informasi tentang proses penyebab penyakit, cara
pecegahannya ditadai dengan keluarga sering bertanya.
Tujuan keperawatan : Pengetahuan keluarga tentang penyakit
gastroenteritis bertambah.
Kriteria hasil : Keluarga mengerti tentang informasi yang diberikan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga.
2) Berikan informasi yang jelas dan benar tentang diare sesuai pernyatan
dari keluarga.
3) Beri penjelasan tentang perawatan, pengobatan dan penangan diare
tingkat ringan bila terjadi di rumah.
4) Beri penjelasan pentingnya personal higiene dan lingkungan untuk
mencegah diare.
5) Beri penjelasan pentingnya cara menyimpan makanan yang higienis.
6) Beri penjelasan pada ibu agar tidak terlalu cepat menyapih bayinya
dengan memberi makanan tambahan.
7) Beri informasi tentang terapi perawatan yang dilakukan.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 43


E. HEPATITIS
1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Hepatitis adalah inflamasi hati yang terjadi karena invasi bakteri, cidera
oleh agen fisik atau kimia (non viral) atau infeksi virus (hepatitis A, B, C,
D, E). (Marilyn E. Doenges, 1999)

b. Tipe Virus Hepatitis


Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D Tipe E
Metode Fekal oral, Panenteral, Panenteral, Panenteral, Fekal,
Transmisi melalui air, seksual, jarang seksual, oral
orang ke Perinatal seksual, perinatal,
orang, dari orang ke memerlukan
makanan orang, kon infeksi
perinatal dengan tipe B
Keparahan Tak ikterik Parah Menyebar Peningkatan Sama
dan luas, dapat insiden kronis dengan
ascrotoroatik berkembang dan gagal tipe D
sampai hepar akut
kronis
Sumber Darah, Feses Darah, Terutama Melalui darah Darah,
virus dan Saliva saliva, sekret melalui feses,
vagina darah saliva

c. Patofisiologi
Virus – virus Hepatitis dapat menyebabkan cidera dan kematian hepatosit
dengan cara langsung membunuh sel dan dengan merangsang reaksi
peradangan dan imun yang menciderai atau menghancurkan hepatosit.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 44


Reaksi peradangan melibatkan degranulasi sel mast dan pelepasan
histamin, pengaktifan komplemen, lisis sel-sel yang terinfeksi dan sel-sel
di sekitarnya serta edema dan pembengkakan. Respons umum yang timbul
kemudian mendukung respon peradangan, perangsangan komplemen dan
luas sel serta serangan antibodi langsung terhadap antigen-antigen virus
menyebabkan destruksi sel-sel yang terinfeksi hati menjadi edematosa
sehingga kapiler-kapiler kolaps dan aliran darah berkurang yang
menyebabkan hipoksia jaringan. Akhirnya terbentuk jaringan ikat dan
fibrosis di hati.

d. Etiologi
Hepatitis disebabkan oleh virus yang menginfeksi hepatosit. Telah
ditemukan 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab antara lain :
1) Virus Hepatitis A (HAV).
2) Virus Hepatitis B (HBV).
3) Virus Hepatitis C (HCV).
4) Virus Hepatitis D (HDV).
5) Virus Hepatitis E (HEV).

e. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hepatitis virus dapat berkisar dari asimptomatis sampai
sakit yang mencolok. Kegagalan hati dan kematian terdapat 3 stadium
pada semua jenis hepatitis yaitu :
1) Stadium Prodormal atau periode pra ikterik
Stadium ini berlangsung 1 - 2 minggu dan ditandai oleh :
a) Demam .
b) Malaise umum.
c) Sakit kepala.
d) Anoreksia, mual, muntah.
e) Nyeri pada kuadran kanan atas atau epigastrium.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 45


f) Mialgia (nyeri otot).
g) Urin menjadi lebih coklat.
2) Stadium ikterus
Dapat berlangsung 2 -3 minggu atau lebih yang ditandai oleh :
a) Memburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodormal.
b) Pembesaran dan nyeri kuadran kanan atas.
c) Splenomegali.
d) Mungkin gatal (pruritus) di kulit.
e) Anoreksia, mual, muntah.
3) Stadium Pemulihan atau post ikterik
Biasanya dalam 4 bulan untuk hepatitis B dan C dan dalam 2 – 3 bulan
untuk hepatitis A. selama periode ini :
a) Gejala-gejala mereda, termasuk ikterus.
b) Nafsu makan pulih.

f. Komplikasi
1) Hepatitis kronik persisten.
2) Hepatitis fulminan.
3) Karsinoma hepatoseluler.

g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Data laboratorium :
a) Trombositopenia.
b) SGOT/SGPT meningkat.
c) Alkali Fosfat meningkat.
d) Gula darah : Hiperglikemi/hipoglikemi (gangguan fungsi hati).
e) Albumin serum menurun.
f) Bilirubin serum meningkat.
g) Anti HAV IgM positif pada tipe A.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 46


h) HBSAg dapat positif ( tipe B) dan negatif (tipe A).
i) Urine : peninggian kadar bilirubin/protein (hematuri dapat terjadi)
j) Feses warna tanah liat..
k) Lekositosis.
2) Biopsi Hati menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.

b. Penatalaksanaan Medik
1) Istirahat, pada penderita akut dan keadaan lemah diberikan cukup
istirahat
2) Diit yang cukup bergizi (rendah lemak).
3) pemberian makanan intra vena mungkin perlu selama fase akut bila
klien terus-menerus muntah.
4) Pemberian obat-obatan yang bersifat melindungi hati.

2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS


a. Pengkajian
Data Subyektif :
- Mual, muntah, anoreksia.
- Sakit pada perut kanan atas.
- Sakit kepala.
- Panas .
- Badan terasa lemas.
- Keluarga mengatakan klien tampak kuning.
Data Obyektif :
- Nyeri tekan pada kuadran kanan atas.
- Jaundice, terutama terlihat pada sklera mata.
- Keadaan umum lemah.
- Depresi.
- Ascites.
- Diare/konstipasi.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 47


- Urine gelap dan feses pucat, atau seperti tanah liat.
- Suhu lebih dari 37 5 0 C.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang ditandai dengan :
- Klien mengeluh mual, muntah.
- Klien mengeluh tidak nafsu makan.
- Nyeri tekan pada kuadran kanan atas.
Tujuan keperawatan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Tidak mengeluh mual, muntah .
- Nafsu makan meningkat.
- Nyeri tekan pada kuadran berkurang sampai hilang.
Intervensi :
1) Kaji kebutuhan nutrisi klien.
2) Monitor intake – output.
3) Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
4) Anjurkan klien menarik napas panjang jika mual.
5) Sajikan makanan (Diit rendah lemak) dalam keadaan hangat.
6) Berikan perawatan mulut sebelum makan.
7) Kolaborasi dengan :
 Ahli gizi : Diit TKTP dan rendah lemak.
 Dokter untuk pemberian terapi antasid.

Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


ditandai dengan :
- Klien mengeluh lemas.
- Klien tampak pucat dan lemah.
Tujuan keperawatan : klien dapat beraktivitas secara bertahap dengan
mandiri.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 48


Kriteria Hasil :
- Klien lebih kuat dalam beraktivitas.
- Klien tidak pucat dan lemas.
Intervensi :
1) Kaji tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari.
2) Bantu klien dalalm merawat diri dan memeuhi kebutuhan sehari-sehari
seperti makan, eliminasi dan lain-lain.
3) Tempatkan barang-barang yang mudah dijangkau.
4) Tingkatkan tirah baring.
5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
6) Libatkan keluarga dalam melatih klien beraktivitas.
7) Latih klien melakukan aktivitas secara bertahap.

Diagnosa 3 : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi ditandai


dengan :
- Klien mengeluh panas .
- Klien sakit kepala.
- Suhu tubuh ≥ 375 0 c.
- Laborat : lekositosis.
Tujuan keperawatan : Suhu tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil :
- Klien tidak mengeluh panas.
- Klien tidak mengeluh sakit kepala.
- Suhu tubuh normal : 36 – 37 0 C.
- Lekosit dalam batas normal.
Intervensi :
1) Observasi keadaan umum dan tanda vital.
2) Kompres dingin atau hangat jika panas.
3) Anjurkan klien banyak minum.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 49


4) Anjurkan klien mengganti baju jika basah.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik dan antibiotik.

Diagnosa 4 : Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pertahanan


primer tidak adekuat(penekanan respons inflamasi) dan depresi umum,
malnutrisi.
Tujuan keperawatan : Infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
1) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi ikterik termasuk cuci tangan.
2) Awasi dan batasi pengunjung.
3) Jelaskan prosedur isolasi pada klien/orang terdekat.
4) Berikan informasi adanya vaksin hepatitis B.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antivirus dan antibiotik
untuk pencegahan atau proses sekunder.

Diagnosa 5 : Harga diri rendah berhubungan dengan sakit yang kronis


ditandai dengan :
- Pernyataan perubahan pola hidup.
- Takut penolakan/reaksi orang lain.
- Perasaan tidak berdaya.
- Depresi.
Tujuan keperawatan : Harga diri klien meningkat.
Kriteria Hasil :
- Menyatakan penerimaan diri.
- Mengakui diri sebgaia orang yang berguna dan bertanggung jawab
pada diri sendiri.
Intervensi :
1) Kontak dengan klien mengenai waktu untuk mendengar, dorong klien
untuk berdiskusi tentang perasaan/ masalah.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 50


2) Hindari membuat penilaian moral tentang pola hidup(pengguna
alkohol/praktek seksual).
3) diskusikan harapan penyembuhan.
4) Kaji efek penyakit pada faktor ekonomi klien/orang terdekat
5) Tawarkan aktivitas senggang berdasarkan tingkat energi.
6) Kolaborasi dengan tim kerohanian.

Diagnosa 6 : kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya proses pikir dan
kurangnya informasi ditandai dengan :
- Timbulnya pertanyaan .
- Meminta informasi terus-menerus.
- Tidak akurat mengikuti instruksi.
Tujuan keperawatan : penegtahuan klien tentang kondisi, prognosis dan
pengobatan bertambah.
Kriteria Hasil :
- Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi dalam
pengobatan .
Intervensi :
1) Kaji tingkat pemahaman klien tentang proses penyakit,
harapan/prognosis, kemungkinan pilihan pengobatan.
2) Berikan informasi tentang cara pencegahan dan penularan penyakit
3) Rencanakan memulai aktivitas sesuai toleransi dengan periode
istirahat yang adekuat.
4) Dorong kesinambungan diit seimbang.
5) Identifikasi cara untuk mempertahankan fungsi usus, misalnya :
masukan cairan adekuat. Aktivitas/latihan sedang sesuai toleransi.
6) Diskusikan efek samping dan bahaya minum obat yang dijual
bebas/diresepkan(misalnya: aspirin, sulfonamid, aretaminofen).
7) Diskusikan pembatasan donor darah.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 51


8) Tekankan pentingnya mengevaluasi pemeriksaan fisik dan evaluasi
laboratorium.
9) Kaji ulang perlunya menghindari alkohol selama 6 – 12 bulan,
minimum atau lebih lama sesuai toleransi individu.
F. HIPERTENSI
1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari
160 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. (WHO
1978).
Tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan
sesuai derajat keparahannya (Joint National Committee on Detetion
Evaliation and Treatment of High Blood Pressure ).

b. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik dihasilkan dari curah jantung dan tahanan
perifer sehingga semua faktor yang memepengaruhi curah jantung dan
tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah. Secara mudah tekanan
darah dapat dituliskan dengan permulaan sebagai berikut : Tekanan darah
= Curah jantung x Tahanan perifer. Curah jantung ditentukan oleh isi
sekuncup dan denyut jantung.
Pengontrolan tekanaan perifer dipertahankan oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi otonom, dengan demikian berbagai faktor yang
mengakibatkan perubahan tahanan perifer, denyut jantung atau isi
sekuncup akan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Stabilitas
mekanisme yang ada dalam tubuh mempengaruhi seluruh pengaturan
sistem tekanan arteri dan mencegah kolaps siskulasi.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan
darah antara lain :
1) Sistem barroreseptor

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 52


2) Pengaturan volume cairan tubuh
3) Sistem renin angiotensin
4) Autoregulasi Vaskuler

Gangguan pada sistem kontrol dapat menyebabkan hipertensi.


Stadium pada hipertensi :
1) Stadium 1 (ringan) : Sistolik 140-159 mmHg
Diastolik 90-99 mmHg
2) Stadium 2 (sedang) : Sistolik 160-179 mmHg
Diastolik 100-109 mmHg
3) Stadium 3 (berat) : Sistolik 180-209 mmHg
Diastolik 110- 119 mmHg
4) Stadium 4 (maligna) : Sistolik ≥ 210 mmHg
Diastolik ≥ 120 mmHg

c. Etiologi
Sebagian besar (90 %) hipertensi tidak diketahui penyebabnya disebut
hipertensi esensial/primer, sedangkan hipertensi sekunder diketahui
penyebabnya.
Penyebab hipertensi sekunder antara lain :
1) Penyakit parenkim renal atau vaskular renal
2) Gangguan endokrim
3) “Coaretation” aorta (penyempitan aorta kongenital)
4) Neurogenik : Tumor otak, ensepalitis, peningkatan volume
intravaskular atau gangguan psikiatri.
5) Faktor resiko lainnya :
 Kegemukan
 Merokok
 Stres
 Pemasukan lemak saturasi tinggi garam.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 53


d. Komplikasi
1) Penyakit jantung koroner
2) Hipertropi ventrikel kiri
3) Perubahan patoligis ginjal
4) Perdarahan otak
5) Infak cerebri

e. Pemeriksaan Diagnostic
1) Data laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak memberi gambaran
spesifik pada hipertensi essensial. Pada penderita yang mengalami
gangguan fungsi ginjal ditemukan :
- Urine : Protein (+), sel darah merah positif (+)
- Ureum darah meningkat
- Trigliserid meningkat
- Kolesterol meningkat
2) Foto thorax : dapat ditemukan pembesaran ventrikel kiri
3) IVP (Intra Venous Pylografi) ditemukan pada kelainan hipertensi
4) EKG: menunjukan kelainan bila sudah ada pengaruh pada jantung.

f. Penatalaksanaan Medik
1) Tirah baring
2) Diit : rendah kalori rendah garam
3) Pemberian obat-obatan anti hipertensi
a) Angiotensin Converting Enzim ( ACE ) inhibitor antara lain
captopril
b) Beta adrenergic bloker antara lain : Nipedipin, nicardipin.
c) Alfa adrenergic yang berkerja pada sentral antara lain ;
Methyldopa, catapres.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 54


d) Diuretic antara lain : Furosemide
e) Anti adrenergik yang berkerja pada ferifer antara lain : reserfin

2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI


a. Pengkajian
Data subjektif
- Sakit kepala.
- Pusing.
- Merasa tegang.
- Wajah terasa panas dan merah.
- Mata berkunang-kunang.
- Ingin tidur terus.
- Tremor.
- Lemah.
- Mudah tersinggung.
- Banyak keringat.
- Mual dan muntah.
- Kadang-kadang epistasis.
- Pola diet sehari-hari yang tida seimbang.
- Riwayat merokok.
- Riwayat penyakit keluarga.
Data objektif
- Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg.
- Tekanan darah diatolik ≥ 90 mmHg.
- Nadi : takikardi.
- Denyut jantung/ HR meningkat.
- Wajah tampak merah.
- Ekspresi wajah kesakitan.
- Kadang- kadang epistasis.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 55


- Tremor.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan sistemik berhubungan dengan
peningkatan tahanan pembuluh darah perifer ditandai dengan :
- Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
- Nadi : Takikardi.
- Pernafasan cepat.
- Pengeluaran urine sedikit/kurang.
- Klien merasa tegang.
- Wajah terasa panas dan merah.
Tujuan keperawatan : Klien akan memelihara perfusi jaringan sistemik
secara adekuat.
Kriteria hasil :
- Tekanan darah berkurang sampai dengan normal.
- Nadi sekitar 80 x/menit.
- Pernafasan sekitar 16-20 x/menit.
- Pengeluaran urine diatas 30 cc/jam.
- Klien tampak rileks.
- Kulit hangat dan warna kulit normal.
Intervensi :
1) Monitor dan lapor tanda dan gejala penurunan perfusi
jaringan sistemik anatara lain ; peningkatan tensi, HR, pernafasan,
gelisah, binggung, pucat, sianosis.
2) Monitor intake out put, infomasikan segera ke dokter
bila urine kurang dari 30 cc/jam.
3) Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi
aktivitas/keributan lingkungan, batasi pengunjung.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 56


4) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat di
tempat tidur/kursi.
5) Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti :
Pijatan punggung dan lehar, meninggikan kepala tempat tidur.
6) Ajarkan tehnik relaksasi.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.

Diagnosa 2 : Sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan


pembuluh darah otak ditandai dengan :
- Klien mengeluh sakit kepala.
- Wajah tampak tengan.
- Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
Tujuan keperawatan : Sakit kepala berkurang sanpai dengan hilang.
Kriteria hasil :
- Klien tidak mengeluh sakit kepala.
- Klien tampak rileks.
- Tekanan darah dalam batas normal kurang lebih 120/90 mmHg.
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda verbal dan non verbal terhadap sakit kepala; jenis,
lokasi, intensitas, waktu.
2) Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum klien.
3) Anjurkan klien untuk tirah baring.
4) Ajarkan tehnik relaksasi.
5) Hindari perubahan posisi secara mendadak.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
7) Berikan obat hipertensi sesuai dengan program dokter.

Diagnosa 3 : Cemas berhubungan dengan kemungkinan cacat,


kemungkinan meninggal dunia, gejala yang ada ditandai dengan :
- Klien tampak cemas dan takut.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 57


- Klien selalu bertanya.
- Mudah tersinggung.
Tujuan keperawatan : Rasa cemas klien berkurang sampai dengan
hilang.
Kriteria hasil :
- Klien tampak rileks.
- Rasa takut klien berkurang sampai hilang.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan dari tanda-tanda fisik dan ungkapan verbal
2) Kaji kemampuan koping yang efektif.
3) Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.
4) Dengarkan dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
5) Beri penjelasan yang dibutuhkan klien mengenai apa yang
diperlukan serta orientasaikan lingkungan.
6) Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan pada klien.
7) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
8) Infomasikan pada klien bahwa tanda dan gejala yang dialami seperti
sakit kepala, pusing, mual, muntah akan teratasi jika tekanan darah
terkontrol.
9) Kolaborasi dengan dokter dan pelayanan kerohanian.

Diagnosa 4 : Ketidakmampuan merawat diri berhubungan dengan


kelemahan fisik ditandai dengan :
- Keadaan umum lemah.
- Klien mengeluh pusing.
- Mata berkunang-kunang.
- Klien tidak mampu merawat diri.
Tujuan keperawatan : Klien bisa menunjukan perawatan dirinya sesuai
kondisi.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 58


Kriteria hasil :
- Klien tampak segar.
- Klien tidak mengeluh pusing.
- Klien mampu merawat dirinya sendiri.
Intervensi :
1) Kaji faktor-faktor yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri seperti kelemahan, kelelahan, pusing, gangguan
pengelihatan.
2) Diskusikan bersama klien tentang rencana untuk memenuhi
kebutuhan fisik sehari-hari.
3) Motifasi klien terhadap aktivitas perawatan dirinya.
4) Letakkan benda-benda yang diperlukan pada tempat yang
terjangkau.
5) Berikan waktu yang adekuat untuk membantu klien memenuhi
aktivitas perawatan dirinya.
6) Berikan umpan balik yang positif terhadap semua yang telah dicapai
klien dalam memenuhi aktivitas perawatan dirinya.
7) Jelaskan pada keluarga pentingnya memberi motivasi pada klien
untuk mempertahankan kemandirian yang optimal dalam melakukan
perawatan dirinya.

Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya


oksigenisasi jaringan.
Ditandai dengan :
- Sakit kepala.
- Adanya kelelahan/lemah.
- Sesak nafas.
Tujuan keperawatan : Klien dapat toleransi dalam beraktivitas.
Kriteria hasil :
- Tidak sakit kepala.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 59


- Tidak menunjukan tanda-tanda kelelahan dan kelemahan.
- Klien tidak sesak nafas.
Intervensi :
1) Jelaskan pada klien pentingnya istirahat.
2) Batasi aktivitas klien.
3) Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan klien
sehingga mudah terjangkau.
4) Anjurkan klien untuk mengurangi energi yang keluar
antara lain menggunakan kursi saat mandi, menggosok gigi.
5) Tingkatkan pemasukan nutrisi yang optimal.
6) Observasi adanya tanda-tanda toleransi terhadap
aktivita seperti :
- Klien tidak menunjukan kelelahan.
- Tekanan darah dalam batas yang sesuai dengan kondisi klien.
7) Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
8) Anjurkan klien untuk :
- Melaporkan bila kemampuan melakukan aktivitas menurun.
- Menghentikan semua aktivita yang menyebabkan nyeri dada, sesak
nafas, pusing atau yang menyebabkan kelelahan atau kelamahan.
9) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.

Diagnosa 6 : Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan pola hidup yang monoton, intake kebutuhan metabolisme yang
berlebihan ditandai dengan :
- BB 10-20% lebih dari ideal.
- Lipatan kulit trisep lebih besar.
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutisi klien tidak berlebihan, tidak
terjadi obesitas.
Kriteria hasil :
- Menunjukan perubahan pola makan.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 60


- Mempertahankan BB yang diinginkan dengan pemeliharaan
kesehatan yang optimal.
Intervensi :
1) Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi
dan kegemukan.
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi
masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.
3) Tetapkan keinginan klien untuk menurunkan BB.
4) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
5) Tetapkan recana penurunan BB yang realistik dengan klien misalnya
penurunan BB 0,5 kg/minggu.
6) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian.
7) Instruksikan dan bantu memilih makan yang tepat, hindari makanan
yang tinggi lemak dan kolesterol.
8) Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi.

Diagnosa 7 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang ditandai dengan :
- Adanya mual, muntah.
- Tidak nafsu makan.
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Tidak ada mual dan muntah.
- Nafsu makan meningkat.
Intervensi :
1) Kaji sejauh mana porsi makan klien.
2) Hidangkan makanan dalam keadaan hangat.
3) Anjukan klien makan sedikit-sedikit tapi sering sesuai dengan
dietnya.
4) Anjurkan klien tarik nafas panjang jika mual.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 61


5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien.
6) Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi antasid.

Diagnosa 8 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit hipertensi


berhubungan dengan kurangnya informasi, kurangnya proses pikir
ditandai dengan timbul pertanyaan tentang sakitnya.
Tujuan keperawatan : klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang
penyakit hipertensi.
Kriteria hasil :
- Klien menunjukan perilaku yang menunjang pengobatan.
- Klien menunjukan kemampuan mengatur diet sesuai dengan
program yang ditentukan.
Intervensi :
1) Kaji sejauhmana pengetahuan klien atau keluarga tentang penyakit
hipertensi, pengobatan, prinsip diet dan komplikasi penyakit.
2) Beri penjelasan mengenai hipertensi, tekankan bahwa hipertensi
merupakan kondisi yang membutuhkan program pengobatan yang
teratur, tindakan-tindakan menghindari faktor resiko dan evaluasi
berkala untuk mencegah komplikasi.
3) Informasikan tentang faktor resiko yang perlu dihindari antara lain
obesitas, pemasukan lemak saturasi tinggi dan kolesterol, merokok dan
kondisi stres.
4) Diskusikan bersama klien/keluarga cara menghindari faktor resiko
tersebut antara lain :
a) Program diet :
- Cara mencapai BB ideal.
- Prinsip diet rendah lemak, kolesterol, garam, serta tinggi serat
sesuai kebutuhan klien.
b) Bantu klien untuk mengurangi/menghentikan merokok.
c) Aktivitas untuk mengurangi stres seperti :

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 62


- Mendengarkan musik, membaca, jalan-jalan, melakukan
kegiatan sesuai hobi.
- Melakukan tehnik relaksasi, pengalihan.
- Mengeksplorasikan perasaannya bersama perawat/keluarga.
5) Jelaskan obat-obatan yang diberikan : nama obat, dosis, waktu
pemeberian dan efek samping.
6) Ajarkan klien memantau tekanan darahnya dengan tepat bila
mempunyai alat tensimeter.
7) Beri dukurngan pada klien dan keluarga dalam menyesuaikan diri
pada penaganan jangka panjang.

G. SEROSIS HEPATIS
1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Serosis hati adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh
distorsiarsitektur hati yang normal oleh lembaran-lembaran jaringan ikat
dan modula-modula regenerasi sel-sel hati, yang tidak berkaitan dengan
vaskulatur normal. Nodula-nodula regenerasi ini dapat kecil
(mikronodular) atau besar (makronodular). Serosis dapat mengganggu
sirkulasi darah introhepatik dan pada kasus yang sangat lanjut
menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertingkat (Sylvia A, 1992,
hal; 445).

b. Patofisiologi
1) Sirosis Laenac
Penyalah gunaan alcohol kronik yang menjadikan akumulasi
lemak secara gradual di dalam sel-sel hati degenerasi lemak yang tak
berkomplikasi pada hati dapat riversibel asalkan individu tersebut
berhenti minum alcohol. Secara makroskopis, hati membesar, rapuh
dan tampak lemak serta mengalami gangguan fungsional akibat

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 63


akumulasi lemak yang banyak tersebut. Jaringan parut akan timbul
secara luas, jaringan-jaringan ikat yang tebal berbentuk pada pinggir-
pinggir lobulus membagi parenkim menjadi nodula-nodula halus.
Nodula ini dapat membesar akibat aktifitas degenerasi sebagai
usaha hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari
sarang-sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang di kemas padat
dalam kapsula fibrosa yang tebal. Hati akan menciut, keras dan hampir
tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir serosis dan
akibatnya hipertensi portal dan gagal hati.
2) Sirosis Postnekrotik
Bercak pada jaringan hati, menimbulkan nodula-nodula
degeneratif besar dan kecil yang dipisahkan oleh jaringan parut.
Serosis ini difaktori oleh hepatitis kronik aktif agaknya merupakan
peristiwa yang besar perannya dan presentasi kecil diakibatkan oleh
bahan kimia.
3) Sirosis Biliaris
Kerusakan sel-sel hati dari duktus biliaris karena abstruksi
biliaris posthepatik. Stasis empedu menyababkan penumpukan
empedu didalam masa hati dengan akibat kerusakan sel-sel hati.
Terbentuk lembar fibrosa ditepi lobulus. Hati membesar, keras
bergranula halus dan berwarna kehijauan, namun komplikasi
hipertensi portal jarang terjadi.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 64


Bagan Patofisiologi
Bahan Virus hepatitis Malnutrisi Alkoholisme Stasis Empedu
kimia

Absorbsi Inflamasi toksin Absorsi yang berlebihan Penumpukan


pd hati
empedu dalam
masa hati

Jaringan sel-sel hati rusak Akumulasi lemak dalam sel-sel hati Kerusakan duktus
biliaris
Serosis postnekrotik Trigliserida yang berlebihan Kerusakan sel-sel
hati
Kerusakan sel-sel hati Serosis biliaris
Serosis laennec Warna
hijau
Hati membesar dan rapuh
Gangguan fungsional

Hipotirodisme & diabetes Jaringan parut pada hati

Nodula membesar

Regenerasi sel-sel hati

Hati menciut, keras dan tidak


memiliki parenkim Normal

Hipertensi portal dan gagal hati

(Syvia A.P, 1992)

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 65


c. Etiologi
Serosis hepatic disebabkan oleh hepatitis yang meningkat dan
lebih bermakna agaknya karena peningkatan nyata dari asupan olkohol.
Alkoholisme merupakan penyebab tunggal yang paling penting. Ada 3
pola khas yang di temukan pada serosis hepatic:
1) Serosis laennec, atau disebut juga sirosis olkoholik, portal
dan sirosis gizi (nutrisional).
2) Sirosis postnekrotik, disebabkan oleh riwayat hepatitis virus
sebelumnya. Dan presentase kecil kasus ini disebabkan intoksikasi
dengan bahan:
a) Kimia industri
b) Racun atau obat-obatan (fosfat, kloroform).
c) Karbontetraklorida atau jamur beracun.
3) Sirosis biliaris, disebabkan abstruksi biliaris posthepatik.

Secara morfologi, sirosis dibagi atas jenis mikronodular (portal).


Makronodular (pascanekrotik) dan jenis campur, sedang dalam klinik di
kenal 3 jenis yaitu; portal, pascanekrotik dan bilier. Penyakit-penyakit
yang di duga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain:
- Malnutrisi
- Alkoholisme
- Virus hepatitis
- Kegagalan jantung
- Penyakit Wilson
- Hemokromatosis
- Zat toksik
- Dll

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 66


d. Manifestasi Klinis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih
menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi pada etiologinya.
Didapat tanda-tanda dan gejala sebagai berikut;
1) Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual,
muntah dan serosis hati.
2) Demam, BB menurun dan lekas lelah.
3) Asites, hidrotoraks dan edema.
4) Ikterus, kadang-kadang urine menjadi lebih tua warnanya atau
kecoklatan.
5) Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis
akan didapat demam, ikterus dan asites dimana demam bukan oleh
sebab-sebab lain, dikatakan sirosis dalam keadaan aktif.
6) Kelainan pembuluh darah seperti kolateral dinding abdomen dan
toraks kaput medusa, wasir dan varises esophagus.
7) Kelainan indokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme,
yaitu:
a) Impoten, atrofitestis, genekomastia, hilangnya rambut aksila
dan pubis.
b) Aminore, hiperpigmentasi areolamamae.
c) Spidernevi eritema.
d) Hiperpigmentasi.
8) Pembesaran hepar terjadi awal perjalanan penyakit (hepar berlemak).
9) Abtruksi portal.
10) Varises gastrointestinal; distensi pembuluh darah abdominal,
hemofemesis kecil dan hemoragi luas dari lambung.
11) Defisiensi vitamin A, C, & K, serta enemia dan edema.
12) Disorentasi mental dengan ancaman ensefalopati dan koma hepatikum.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 67


Gambaran klinis secara umum;
1) Efek kerusakan hati;
a) Hiperestrinisme
- Atropi testis
- Eritema palmoris.
- Perubahan distribusi rambut pubis/aksila.
- Ginekomastia.
- Alepesiapektoralis.
- Spider nevi.
b) Insufisiensi hati
- Edema pergelangan kaki.
- Mudah berdarah.
- Anemia.
- Ikterus.
- Koma.
2) Efek hipertensi portal;
a) Hopersplenisme
- Anemia, leukopenia, trombositopenia.
- Perubahan sumsum tulang.
b) Hipertensi portal
- Edema pergelangan kaki.
- Asites.
- Kaput medusa.
- Splenomegali.
- Varises esophagus.

e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemindaian ultrasonografi.
2) Pemindaian CT.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 68


3) Pencitraan respon magnetic (MEI).
4) Pemindaian hepar radioisotopik.
5) Sckan/ biopsy hati; Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati.
6) Kolistrografi; memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin
sebagai faktor predisposisi.
7) Esofagoskopi; dapat menunjukkan adanya varises esophagus.
8) Bilirubin serum; meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan
hati untuk mengkonjugasi, atau obstruksi bilier.
9) Portografi transhepatik perkutaneus; memperlihatkan sirkulasi vena
porta.
10) AST (SGOT)/ ALT (SGPT), LDH; meningkat karena kerusakan
seluler dan mengeluarkan enzim.
11) Alkalin fosfatase; meningkat karena penurunan ekskresi.
12) Albumin serum; menurun karena penekanan sintesis.
13) Globulin (lgA dan lgG); peningkatan sintesis.
14) Darah lengkap; Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena
perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan
hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai
akibat hipersplenisme.
15) Masa protombin/ PTT; memanjang (penurunan sistesis protrombin).
16) Glukosa serum; hipoglikemia diduga mengganggu glikogenesis.
17) Elektrolit; hipokalemia menunjukkan peningkatan aldosteron,
meskipun berbagai ketidaksembangan dapat terjadi.
18) Kalsium; mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorbsi
vitamin D.
19) Urobilinogen urine; ada/tidak ada. Bertindak sebagai penunnjuk untuk
membedakan penyakit hati, penyakit hemolitik dan abstruksi bilier.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 69


f. Komplikasi
1) Hiperemesis melena dan koma hepatikum (ensefalopati hepatic).
2) Hipertensi portal dan gagal hati.
3) Asites.

g. Penatalaksanaan Medik
Berdasarkan pada gejala-gejala yang ditunjukkan;
1) Antasida, vitamin dan suplemen nutrisi, deuretik boros kalium dan
menhindari alcohol.
2) Kolkisin dapat meningkatkan angka survival pada klien dengan sirosis
ringan sampai sedang.

Penatalaksanaan yang lain dapat diterapkan;


1) Istirahat ditempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites dan
demam.
2) Diet rendah protein dan rendah garam atau diet tinggi kalori bila klien
memungkinkan.
3) Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, berikan diet
sedikit demi sedikit (nutrisi).
4) Tidak menggunakan obat hepatotoksik.
5) Pemberian asam amino esensial dan glukosa.

2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN SEROSIS HEPATIS


a. Pengkajian
Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, keletihan, terlalu lelah.
Tanda : Letargi. Penurunan massa otot/ tonus.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat GJK kronis, perikarditis, penyakit jantung reumatik,

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 70


kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati).
Disritmia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
DVJ; vena abdomen distensi.
Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, sites).
Penurunan/ tidak adanya bising usus.
Feses warna tanah liat, melena.
Urine gelap, pekat.
Makanan/ cairan.
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna.
Mual/ muntah.
Tanda : Pernurunan berat badan atau peningkatan cairan.
Penggunaan jaringan.
Edema umum pada jaringan.
Kulit kering, turgor buruk.
Ikterik, angioma spider.
Nafas berbau/ fetor hepatikus, perdarahan gusi.
Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma.
Bicara lambat/ tidak jelas.
Asterik (ensofalopati hepatic)
Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
Pruritus.
Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku hati-hati/ distraksi.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 71


Fokus pada diri sendiri.
Pernafasan
Gejala : Dispnea.
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan.
Ekspansi paru terbatas (asites).
Hipoksia.
Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada serosis alkoholik).
Ikterik, ekimosis, petekie.
Angioma spider/ teleangiestasis, eritema palmar.
Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda: Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,
bawah lengan, pubis).
Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala :Riwayat penggunaan alcohol jangka panjang/
penyalahgunaan, penyakit hati alkoholik.
Riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan pada toksin;
trauma hati; perdarahan GI atas; episode perdarahan varises
esophagus; penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d diet tidak adekuat,
ketidakmampuan untuk memproses/ mecerna makanan, anoreksia, mual/
muntah, tidak mau makan, mudah kenyang (asites), fungsi usus abnormal.
Tujuan:
KH:
- Menunjukkan peningkatan BB progresif mencapai tujuan dengan
nilai laboratorium normal.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 72


- Tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi:
1) Ukur masukan diit harian dengan jumlah kalori.
2) Timbang sesuai dengan indikasi. Bandingkan dengan status cairan,
riwayat berat badan, ukuran kulit trisep.
3) Bantu dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diit.
4) Dorong pasien untuk semua makanan/ makanan tambahan.
5) Berikan makanan tambahan sedikit dan sering.
6) Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas dan atau
yang berbumbu dan terlalu panas atau terlalu dingin.
7) Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai dengan indikasi.
8) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.
9) Kolaborasi
a) Konsul dengan ahli diit untuk memberikan diit tinggi kalori dan
karbohidrat sederhana, rendah lemak dan tinggi protein sedang;
batasi natrium dan cairan bila perlu.
b) Berikan obat sesuai dengan indikasi; vitamin, tiamin, besi, asam
folat dan antiemetik.

Diagnosa 2: Peningkatan volume cairan b/d gangguan mekanisme


regulasi (contoh; SIADH, penurunan protein plasma, malnutrisi),
kelebihan natrium/ masukan cairan.
Tujuan:
KH: Menunjukkan volume cairan stabil, dengan keseimbangan
pemasukan dan pengeluaran, BB stabil tanda vital dalam rentang normal,
dan tidak ada edema.
Intervensi:
1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan
melebihi pengeluaran). Timbang BB tiap hari dan catat peningkatan
lebih dari 0,5 kg/hr.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 73


2) Awasi TD dan CVP. Catat JVD/ distensi vena.
3) Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi nafas dan
terjadinya bunyi tambahan (krekel).
4) Awasi disritmia jantung. Auskultasi bunyi jantung, catat terjadinya
irama gallop S3/S4.
5) Kaji derajat perifer/ edema dependen.
6) Ukur lingkar abdomen.
7) Dorong untuk tidah baring bila ada asites.
8) Berikan perawatan mulut sering; kadang-kadang beri es batu (bila
puasa).
9) Kolaborasi
a) Awasi albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan
natrium).
b) Awasi seri foto dada.
c) Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.
d) Beri obat sesuai indikasi; diuretic (aldakton); furosemid (lasix).
Diagnosa 3: Resti kerusakan integritas kulit b/d gangguan sirkulasi/ status
metabolic, akumulasi garam empedu pada kulit, turgor kulit buruk,
penonjolan tulang, adanya edema asites.
Tujuan:
KH:
- Mempertahankan integritas kulit.
- Mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan perilaku untuk
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
1) Lihat permukaan kulit/ titik tekanan secara rutin. Pijat penonjolan
tulang atau area yang tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak;
batasi penggunaan sabun untuk mandi.
2) Ubah posisi pada jadwal teratur, disaatdikursi/ tempat tidur; Bantu
dengan latihan rentang gerak aktif/ pasif.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 74


3) Tinggikan ektrimitas bawah.
4) Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
5) Gunting kuku jari hingga pendek; berikan sarung tangan bila
diindikasikan.
6) Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi.
7) Gunakan kjasur bertekanan tertentu, kasur karton telur, kasur air, kulit
domba sesuai indikasi.

Diagnosa 4: Resti Pola pernafasan tidak efektif b/d pengumpulan cairan


intraabdomen (asites), penurunan ekspansi paru, akumulasi secret,
penurunan energi, kelemahan.
Tujuan:
KH: Mempertahankan pola pernafasan efektif; bebas dipsnea dan
sianosis, dengan nilai GDA dan kapasitas vital dalam rentang normal.
Intervensi:
1) Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernafasan.
2) Auskultasi bunyi nafas, catat krekel, mengi atau ronki.
3) Selidiki perubahan tingkat kesadaran.
4) Pertahankan kepala tidur tinggi. Posisi miring.
5) Ubah posisi dengan sering; dorong nafas dalam, latihan dan batuk.
6) Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk perubahan
warna/ karakter spuntum.
7) Kolaborasi
a) Awasi seri GDA, nadi oksimetri, ukur kapasitas vital, foto dada.
b) Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.

Diagnosa 5: Risiko tinggi cidera (hemoragi) b/d hipertensi portal.


Tujuan:
KH:
- Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 75


- Menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Intervensi:
1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan GI. Contoh periksa
semua sekresi untuk adanya darah warna coklat atau samar.. observasi
warna dan konsistensi feses, drainase NG atau muntah.
2) Observasi adanya petekei, ekimosis, perdarahan.
3) Awasi nadi dan TD.
4) Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran.
5) Hindari pengukuran suhu rectal; hati-hati masukan selang GI.
6) Gunakan jarum kecil untuk injeksi. Tekan lebih lama pada bagian
bekas suntikan.
7) Kolaborasi
a) Awasi Hb/Ht dan faktor pembekuan.
b) Berikan vitamin tambahan (contoh vitamin K,D, dan C).
c) Berikan pelunak feses.
d) Siapkan prosedur bedah, contoh ligasi langsung (pengikatan)
varises, reseksi esofagosgastrik, anastomosis
splenorenalportakaval.

H. DEMAM TYPOID
1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Typus abdominalis atau demam typoid adalah penyakit akut
yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran.
b. Patofisiologi
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus
halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah
sampai ke organ-organ terutama hati dan limfa. Basil yang tidak

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 76


dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ
tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil
masuk kembali ke dalam darah (bacterimia) dan meyebar ke seluruh
tubuh terutama ke dalam kelenjar limfosit usus halus, menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa ke atas plak peyeri. Tukak tersebut dapat
mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan
oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencenaan disebabkan
oleh kelainan pada usus.

c. Etiologi
Salmonella typosa, basil gram negatif yang bergerak dengan
bulu getar tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam
antigen yaitu atigen O (somatik, terdiri zat kompleks lipodisanarida),
antigen H (flugella) dan antigen V. Dalam serum pasien terdapat zat anti
(aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

d. Gambaran klinis
Masa tunas 10 – 20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak
enak, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat, nafsu makan
kurang. Menyusul dalam gambaran klinis yaitu :
 Demam
Berlangsung 3 minggu (khas) bersifat febris remiten dan suhu tidak
tinggi sekali. Selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hati, biasanya menurun pada pagi hari dan meninggkat lagi
pada sore dan malam hari. Pada minggu ke dua pasien terus berada
dalam keadaan demam, pada minggu ke tiga suhu berangsur turun dan
normal kembali pada ahir minggu ke tiga.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 77


 Gangguan pada pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan paceh-
pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue) ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa membesar
disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi
juga dapat diare atau normal.
 Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah
(kecuali penyakit berat dan terlambat mendapat penggobatan).
Didamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala-gejala
lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit,
yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardia dan epitaksis pada anak besar.

Relaps (kambuh)
Relaps ialah berulangnya penyakit tipus abdominalis, akan tetapi
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu ke dua setelah
suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori
relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak
dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin terjadi
pada waktu penyebuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan
pembentukan jaringan-jaringan fibrosi.

e. Komplikasi
Dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang terjadi, tetapi bila terjadi
fatal :

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 78


1) Perdarahan usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi
melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perforasi usus, timbul biasanya pada minggu ke tiga atau setelahnya
dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai
peritonitits hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat uadara diantara
hati dan diafragma pada foto rongten abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
3) Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat,
dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.

Komplikasi diluar usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat


sepsis (bacterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, enspalopati dan lain-lain.
Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopnemoni.

f. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah tepi :
 Leukopenia
 Limpositosis relatif
 Ameosinofilia pada permulaan sakit
Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
2) Pemeriksaan sumsum tulang (jarang sekali)
3) Darah untuk kultur (biakan empedu) dan widal

g. Penatalaksanaan Medik
1) Perawatan untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama,
lemah, anoreksia.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 79


2) Istirahat selama demam sampai dua minggu setelah suhu tubuh
menurun, bedrest total.
3) Diet TKTP
Obat klorampenicol

2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TYPOID


a. Pengkajian
Data subjektif :
 Klien mengeluh
badan demam, naik turun (naik waktu sore atau malam) turun waktu pagi.
 Mual dan
muntah.
 Pusing.
 Sakit perut.
 Sembelit.
 Nafsu makan
menurun.
 Perasaan tidak
nyaman.
 Tidur dan
istirahat kurang.

Data objektif
 Suhu tubuh > 38º C dan
grafik naik turun.
 Keadaan umum tampak
lesu, pucat, bibir pecah-pecah dan kering.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 80


 Muntah, anoreksia, nafas
bau.
 Nyeri tekan.
 Terkadang tegang
perut/konstipasi/diare.
 Keringat dingin.
 BB turun.
 Tanda khas lidah kotor
warna putih dengan tepi kemerahan.
 Hepatomegali dan
limfatomegali.
 Terkadang bradikardi dan
epitaksis.
 Data laborat : Lekopenia,
limfositosis relatif, anemia dan trombositopenia ringan, widal positif,
salmonella typosa positif pada darah urine dan feses.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Hipertermi berhubungan dengan proses terjadinya infeksi
salmonella typosa dalam tubuh ditandai dengan :
 Suhu tubuh > 38ºC.
 Demam khas naik turun.
 Nyeri perut.
 Bibir kering dan pecah-
pecah.
 Lidah kotor.
 Widal positif.
Tujuan keperawatan : Suhu tubuh kembali normal.
Kriteria hasil :

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 81


 Suhu tubuh 36,2 – 37,4º C.
 Tidak nyeri perut.
 Tidak terjadi konstipasi atau diare.
 Bibir lembab dan tidak pecah-pecah.
 Widal negatif.

Intervensi :
1) Obsevasi keadaan umum dan tanda vital.
2) Kaji perubahan suhu dan catat dalam grafik.
3) Berikan kompres dingin bila suhu naik.
4) Atur sirkulasi udara ruangan.
5) Tirah baringkan klien (bedrest) sampai demam turun.
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemverian antibiotik dan antipiretik.
7) Berikan pendidikan kesehatan tentang demam typoid.
Diagnosa 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
makanan yang kurang ditandai dengan :
 Mual, muntah yang sering.
 Anoreksia.
 BB turun.
 Lidah kotor.
 Anemis.
 Tampak lemas.
Tujuan keperawatan : Nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Mual dan muntah berkurang.
 BB ideal.
 Klien tampak lebih segar.
 Tidak anamis/pucat.
 Lidah tidak kotor.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 82


 Nafsu makan meningkat.

Intervensi :
1) Observasi keadaan umum.
2) Kaji nafsu makan pasien.
3) Berikan makanan lunak TKTP dalam keadaan hangat.
4) Anjurkan pasien makan dalam porsi kecil tapi sering.
5) Bila kesadaran menurun buat jadwal pemberian makanan lunak TKTP setiap
4 jam per SL.
6) Timbang BB bila memungkinkan.
7) Monitor pemberian makanan parenteral ; IV + NaCl + Glukosa.
8) Lakukan perawatan mulut 2xsehari, untuk mulut kering berikan borax gliserin
dan bila ada stokatitis berikan gentian violet.
9) Kolaborasi tim medik untuk pemberian vitamin dan antiemetik.
10) Berikan pendidikan kesehatan tentang penting nutrisi dalam perawatan dan
pengobatan.

Diagnosa 3 : Resiko komplikasi perdarahan usus/perforasi usus/ileus paralitik


berhubungan dengan akibat lanjut invasi kuman salmonella typosa dalam saluran
pencernaan ditandai dengan :
 Kesadaran menurun (apatis/gelisah).
 Tekanan darah menurun.
 Nadi meningkat.
 Suhu tubuh naik turun.
 Keadaan umum tampak pucat.
 Nyeri tekan pada perut.
 Keringat dingin.
 Tes benzidin positif.
 Melena.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 83


Tujuan keperawatan : Komplikasi perdarahan usus/perforasi usus/illeus
paralitik tidak terjadi.
Kriteria hasil :
 Tes benzidin positif.
 Suhu tubuh berangsur-angsur normal.
 Tekanan darah normal.
 Nadi normal.
 Kesadaran Composmentis.
 Keadaan umum tenang.
 Tidak nyeri tekan pada perut.
 Tidak keluar keringat dingin.

Intervensi :
1) Observasi keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda vital setiap 2 jam.
2) Catat perubahan kesadaran dan tanda vital, laporkan hasil pada dokter yang
merawat
3) Anjurkan pasien tetap bedrest.
4) Bila perlu berikan kompres dingin pada perut.
5) Monitor inteke dan output cairan; oral dan IV setiap 8 jam.
6) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik, antiperdarahan dan antipiretik.
7) Pantau hasil laborat dan laporkan perubahan yang terjadi pada tim medis.
8) Berikan pendidikan kesehatan tentang komplikasi dan perawatan lanjut
tentang penyekit tipus.

Diagnosa 4 : Kurangnya pengetahuan keluarga dan klien tentang penyakit


berhubungan dengan tidak adekuatnya informasi ditandai dengan :
 Keluarga dan klien sering bertanya.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 84


 Tampak pasif dalam perawatan.
Tujuan keperawatan : Pengetahuan keluarga dan klien tentang penyakit cukup
memadahi.
Kriteria hasil : Klien dan keluarga mengerti definisi typus, penyebab,
patogenesis, komplikasi dan perawatan serta pencegahan dan penularan typus
abdominalis.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga dan klien.
2. Jawab pertanyaan keluarga dan klien dengan bahasa yang dapat di mengerti.
3. Terangkan penyeki typus sesuai tingkat pengetahuan keluarga atau klien.
4. Lakukan feed back pada keluarga dan klien.

I. DENGUE HEMORAGIC FEVER


1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Penyakit yang disebabkan oleh virus yang tergolong arbovirus dan masuk
ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina,
terutama menyerang anak, remaja dan dewasa dengan masa inkubasi 2-7
hari kadang bifasik.

b. Patofisiologi
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita
adalah Viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demem, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, petekie dan
hiperemi tenggorokkan. Selain itu juga dapat terjadi kelainan pada sistem
retikulo endotelia seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati dan
limfa.
Ada 2 perubahan patofisiologi utama terjadi pada DHF, yaitu:

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 85


1) Peningkatan permeabilitas vaskuler yang mengakibatkan
hemokonsentrasi, hipotensi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
2) Gangguan pada hemostastis yang mencakup perubahan vaskuler,
trombositopenia, dan koagulasi.
3) Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DHF adalah peningkatan
reflikasi virus dalam makrofag oleh antibody heterotipik.

c. Etiologi
Virus yang tergolong Arbovirus.

d. Manifestasi Kinis
Manisfestasi klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF
dengan masa inkubasi antara 3-15 hari.

Demam akut
Peningkatan suhu tubuh yang tiba- tiba sering disertai menggigil,
anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot.

Perdarahan
Fenomena perdarahan paling umum adalah tes torniquet positif, mudah
memar dan perdarahan pada sisi fungsi vena. Tampak pad kebanyakan
kasus adalah peteqie halus menyebar pada extremitas, axial, wajah dan
palatum lunak yang biasanya terlihat selama fase demem awal.Epistaksis
dan pedarahan gusi jarang terjadi, perdarahan gastrointestinal ringan dapat
terlihat selama periode demam.
Sering dijumpai pembesaran hati dan nyeri teken tanpa adanya ikterik.
Renjatan (syok)
Pada klien yang mengalami renjatan akan mengalami sianosis perifer
terutama tampak pada ujung-ujung jari dan bibir, kulit teraba lembab dan

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 86


dingin, hipotensi, nadi cepat dan lemah, peningkatan hematokrit lebih dari
20%, trombosit kurang dari 50.000/ml, EKG abnormal (takikardi)
Pada kasus yang lebih berat, bila kehilangan plasma sangat banyak terjadi
syok dan dapat berkembang dengan cepat menjadi syok hebat dan
kematian, bila tidak diatasi dengan tepat. Trombositopenia dan
hemokonsentrasi biasanya dapat terdeteksi sebelum demam menghilang
dan awitan syok.

e. Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit. Secara klinis
dibagi menurut WHO 1986 :
Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain dengan manifestasi
perdarahan teringan yaitu : Uji torniquet positif, trombositopenia dan
hemokonsentrasi .
Derajat II : Derajat I + disertai perdarahan spontan dikulit atau di tempat
lain.
Derajat III : Gagal sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, hipotensi,
cyanosis sekitar mulut, hidung dan ujung – ujung jari (tanda dini
renjatan).
Derajat IV : Renjatan hebat (DDS) dengan nadi dan tekanan darah yang
tidak terdeteksi.

f. Komplikasi
1) Perdarahan luas
2) Syok (renjatan)
3) Pleural effusion
4) Penurunan kesadaran.

g. Pemerikasaan Diagnostik

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 87


Pemeriksaan Laboratorium
Darah :
 IgG degue positif
 Trombositopenia
 Hematokrit meningkat; lebih dari 20%, merupakan indikator akan
timbulnya renjatan
 Hemoglobin meningkat lebih dari 20%
 Leukosit menurun (leukopenia) pada hari kedua atau ketiga
 Masa perdarahan memanjang
 Hipoproteinemia
 Hiponetremia
 Hipokloremia
 SGOT/SGPT bisa meningkat
 Ureum, pH darah bisa meningkat
 AGD : asidosis metabolik
 Urine : Albuminoria bisa terjadi
 Thorax foto dapat ditemukan pleura effusion

h. Penatalaksanaan Medik
1) Tirah baring
2) Minum banyak 1,5 – 2 liter/24 jam
3) Makan lunak
4) Pemberian cairan intra vena
5) Obat-obatan :Antipiretik, antikonvulsi
6) Pada kasus renjatan; antibiotika, kortikosteroid, antikoagulasia

2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN DHF


a. Pengkajian
Data Subjektif :

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 88


 Demam 2-7 hari.
 Sakit kepala.
 Badan lemas.
 Tidak nafsu makan.
 Mual muntah.
 Sulit menelan.
 Sakit ulu hati.
 Pegal-pegal seluruh tubuh.
 Nyeri pada otot, persendian, punggung, kepala.
 Konstipasi.
Data objektif :
 Suhu tubuh ≥ 38º C, mengigil.
 Wajah tampak kemerahan dapat disertai tanda kesakitan.
 Mukosa mulut kering.
 Perdarahan gusi.
 Bintik-bintik merah pada kulit (petekie), uji torniquet positif,
epistaksis, ekimosis, hematemesis melene dapat terjadi pada kasus
yang lebih berat.
 Kemerahan pada tenggorokan.
 Nyeri tekan pada epigastrium, abdomen bisa tegang pada kasus yang
lebih berat.
 Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
 Pada renjatan (derjat IV) ; Nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstermitas dingin, gelisah, cyanosis perifer, nafas dangkal.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Hipertermi berhubungan dengan infeksi vifus dengue yang
ditandai dengan :
 Suhu tubuh ≥ 38º C.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 89


 Kulit klien terasa panas.
 Klien sering merasa haus.
 Trombosit menurun.
Tujuan keperawatan : Suhu tubuh normal.
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh 36 – 37 ºC.
 Klien tidak merasa demam.
 Trombosit normal.
Intervensi :
1) Kaji Keadaan umum klien.
2) Kaji saat timbunya demam.
3) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
4) Observasi intake output.
5) Jelaskan tentang penyebab hipertermi.
6) Jelaskan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermi dan Bantu klien
untuk melaksanankan ; tirah baring, banyak minum (1,5-2 liter/24
jam), beri kompres dingin/hangat.
7) Anjurkan klien untuk mengenakan pakaian yang tipis dan menyerap
keringat.
8) Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan sirkulasi udara yang cukup
bagi klien.
9) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian ; antipiretika, antibiotik,
cairan intra vena.

Diagnosa 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang ditandai dengan :
 Mual, muntah, anoreksia.
 Sakit menelan.
 Klien tidak menghabiskan porsi makan yang ditentukan.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 90


 BB klien cenderung turun ≥ 20% BB normal.
 Hipersaliva.
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Tidak mual muntah.
 Nafsu makan meningkat.
 BB dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji keluhan mual, muntah, sakit menelan, anoreksia yang dialami
klien.
2) Catat jumlah atau porsi makan yang dihabiskan klien setiap hari.
3) Jelasakan pentingnya nutrisi yang adekuat dalam proses
penyembuhan klien.
4) Beri makanan dalam porsi kecil dan hangat dengan frekuensi sering.
5) Beri makanan yang mudah ditelan/lembut.
6) Pertahankan kebersihan mulut klien.
7) Mengukur BB klien sesuai kondisi.
8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik, cairan
intravena, nutrisi parenteral.

Diagnosa 3 : Nyeri epigatrik berhubungan dengan peningkatan sekresi


lambung, asam hidroklorida ditandai dengan :
 Nyeri tekan epigastrik.
 Mual muntah.
Tujuan keperawatan : Nyeri epigastrik dapat berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
 Tidak nyeri tekan epigastrium.
 Tidak mual muntah.
Intervensi :

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 91


1) Kaji tingkat rasa nyeri klien.
2) Observasi tanda-tanda vital klien tiap 4 jam.
3) Ajarkan klien tehnik relaksasi setiap rasa nyeri timbul.
4) Berikan posisi yang nyaman dan lingkungan yang tenang bagi klien.
5) Ajarkan klien untuk mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri.
6) Beri kompres hangat pada abdomen.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik, analgetik

Diagnosa 4 : Gangguan aktivitas berhubungan dengan kondisi tubuh klien


yang lemah ditandai dengan ketergantungan klien dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan aktivitas klien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien mampu melakukan aktivitas dalam pemenuhan
kebutuhannya.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemandirian klien dalam upaya melakukan perawatan
dirinya.
2) Kaji keluahan rasa lemah klien dalam beraktivitas.
3) Jelaskan hal-hal yang dapat membantu dan meningkatkan kekuatan
fisik klien.
4) Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien sehingga mudah terjangkau.
5) Bantu klien sesuai dengan tingkat keterbatasan klien.
6) Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan
fisiknya.

Diagnosa 5 : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan


perdarahan akibat trombositopenis yang ditandai dengan :
 Perdarahan lewat hidung dan gusi.
 Adanya memar didaerah funksi vena.
 Trombosit kurang dari normal.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 92


Tujuan keperawatan : Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi sampai
dengan normal.
Kriteria hasil :
 Perdarahan tidak ada.
 Warna kulit kembali normal.
Intervensi :
1) Kaji tingkat perdarahan klien.
2) Observasi tanda dan gejala perdarahan seperti purpura, petekie,
hemtemesis, perdarahan rectal.
3) Informasikan kepada klien tentang hal-hal yang menyebabkan
timbulnya perdarahan.
4) Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum klien tiap 4 jam.
5) Ajarkan klien untuk mengatasi sementara perdarahan yang timbul
6) Kolaborasi dengan dokter pengawasan trombosis secara rutin..

J. GASTRITIS
1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut
atau kronik.
Gastritis terbagi 2, yaitu :
1. Gastritis Akut
Melainkan kelaianan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda
dan gejala yang khas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan
neutrofil.
2. Gastritis Kronik
Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifactor dengan perjalanan
klinik yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan infeksi
Helicobacter pylori.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 93


b. Patofisiologi
Gastritis akut terjadi edema pada membran mukosa lambung, hyperemi
dan terjadi erosi pada mukosa lambung. Lambung memproduksi sedikit
cairan lambung dan berisi sangat sedikit asam tapi terlalu banyak lendir.
Ulcerasi pada permukaan lambung mungkin dapat mengakibatkan
terjadinya perdarahan. Pasien akan merasa tidak enak pada perut, sakit
kepala, mual, anoreksia, dan sering disertai dengan muntah dan sendawa.
Gastritis akut dapat pulih dengan sendirinya dalam sehari, tetapi nafsu
makan akan pulih dalam 2-3 hari. Jika penyebab gastritis karena makanan
yang mengiritasi tidak keluar dengan muntah, maka dapat terjadi colic dan
diare. Bila terjadi komplikasi perdarahan pada gastritis kronik
memerlukan tindakan operasi.

c. Etiologi
Penyebab penyakit ini antara lain :
1) Obat-obatan : aspirin, obat antiinflamasi nonstreroid (AINS).
2) Alkohol.
3) Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar,
sepsis.

Secara makroskopik terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi berbeda.


Jika ditemukan pada korpus dan fundus, biasanya disebabkan stres. Jika
disebabkan karena obat-obatan AINS, terutama ditemukan di daerah
antrum, namun dapat juga menyeluruh. Sedangkan secara mikroskopik,
terdapat erosi dengan regenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi
neutrofil yang minimal.

d. Manifestasi Klinis
1) Nyeri ulu hati.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 94


2) Mual.
3) Muntah.
4) Kembung.
5) Anorexia.
6) Hematemesis dan melena.
7) Anemia.

e. Komplikasi
Perdarahan lambung.

f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Darah
 Dapat ditemukan kadar Hb yang menurun (pada gastritis kronis).
 Kadar serum turun
Natrium : < 135 mmol/L
Kalium : < 3,5 mmol/L
Clorida : < 95 mmol/L
 Amilase meningkat.
2) Grastoscopi untuk mengetahui adanya erosi atau atropi mukosa.
3) Biopsi untuk mengetahui adanya gastritis kronik pada mukosa antrum
dan korpus.

g. Penatalaksanaan Medik
1) Diit lunak. Mengatur
2) Antasid. sekresi asam
3) Inhibitor pompa proton lambung
4) Antibiotik : tetra siklin, metronidazol, kloritomisin dan amoxilin.

2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS


a. Pengkajian

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 95


Data Subyektif
 Pasien mengeluh mual.
 Muntah.
 Tidak nafsu makan.
 Perut terasa penuh.
 Nyeri pada epigastrium.
 Riiwayat pola makan yang terlalu banyak, terlalu cepat.
 Riwayat kebiasaan makan makanan yang mengandung bumbu.
 Riwayat minum minuman keras, alkohol.
 Riwayat minum obat-obatan seperti aspirin, steroid.
Data Obyektif
 Nyeri tekan pada daerah epigastrium.
 Muntah.
 Turgor kulit kering.
 Berat badan turun.
 Sendawa lebih dari 6 kali.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Nyeri ulu hati berhubungan dengan adanya iritasi mukosa
lambung.
Ditandai dengan :
 Klien mengeluh ulu hati sakit.
 Nyeri tekan epigastrium.
 Os tampak pucat karena menahan sakit.
 Klien tampak tegang/ kesakitan.
Tujuan Keperawatan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Kriteria hasil :
 Skala nyeri klien 0 (nol).
 Klien tampak rileks dan dapat beristirahat.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 96


Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri.
2) Observasi vital sign.
3) Ajarkan klien untuk teknik relaksasi.
4) Berikan kompres hangat dengan wwz.
5) Ciptakan suasana yang nyaman.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasid dan
analgesik.

Diagnosa 2 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan asupan makanan yang tidak kuat.
Ditandai dengan :
 Klien menyatakan tidak nafsu makan.
 Berat badan menurun.
 Mual dan muntah.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Nafsu makan meningkat.
 Klien tidak mual dan muntah.
 Berat badan kembali normal.
Intervensi :
1) Kaji kebutuhan nutrisi klien.
2) Hidangkan makanan dalam keadaan hangat dan menarik.
3) Ciptakan suasana makan yang menyenangkan.
4) Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering.
5) Perhatikan kebersihan mulut klien.
6) Timbang berat badan sesuai indikasi.
7) Jelaskan pentingnya nutrisi bagi kesehatan.
8) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 97


9) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian vitamin.

Diagnosa 3 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan


pengeluaran cairan yang berlebihan.
Ditandai dengan :
 Klien sering muntah.
 Turgor kulit kering.
 Sering haus.
 Mata cekung.
 Pucat.
 Urine sedikit/ oliguri.
Tujuan Keperawatan : Kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Klien tidak muntah lagi.
 Turgor kulit elastis.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital.
2) Kaji tanda dehidrasi.
3) Monitor intake output.
4) Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan pasien /kg/hari.
5) Pantau hasil laboratorium, kadar elektrolit, nitrogen urea dalam darah/
urine dan osmolaritas, kreatinin.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan parenteral.

Diagnosa 4 : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang


penyakitnya dan proses pengobatan.
Ditandai dengan :
 Klien selalu bertanya tentang penyakitnya.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 98


 Klien tampak gelisah.
Tujuan Keperawatan : Cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
 Klien mendapat informasi yang benar tentang proses pengobatan
penyakitnya.
 Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan pasien.
2) Observasi adanya respon fisiologis (takikardi, palpitasi, dan sensasi
kesemutan).
3) Berikan informasi yang akurat tentang proses pengobatan.
Libatkan klien dalam rencana asuhan keperawatan dan kegiatan
pengobatan untuk menurunkan kecemasan yang tidak perlu tentang
ketidaktahuan.

K. MALARIA
1. TINJAUAN TEORITIS
a. Definisi
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama
prosesnya, malaria disebabkan oleh parasit malaria / protozoa genus
plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia yang
ditularkan oleh nyamuk anopeles betina ditandai dengan demam, muka
nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia, (WHO. 1981).
b. Patofisiologi
Luas penghancuran sel darah merah tergantung pada lama dan
keparahan infeksi. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam
bilirubin serum dan pada malaria falciparum ia dapat cukup kuat untuk
mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever). Pada setiap infeksi
malaria, tingkat anemia lebih besar daripada yang dapat dikaitkan dengan
destruksi sel oleh parasit secara tersendiri. Perubahan autoantigen yang

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 99


dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut
menyebabkan hemolisis; perubahan-perubahan ini dan peningkatan
fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah terinfeksi atau tidak.
Hemolisis dapat juga diinduksi dengankuinin atau primakuin pada orang-
orang dengan defisiensi glucose-6-fosfat dehidrogenase herediter.
Pigmen yang keluar ke dalam sirkulasi pada penghancuran sel
darah merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limpa, dimana
folikel menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel
Kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak dan organ lain. Pengendapan
pigmen dan hemosiderin yang cukup mengakibatkan warna abu-abu
kebiruan pada organ.
Keganasan malaria fasiparum terutama pada spesies tersebut.
Merozoitnya yang muncul dari hati lebih banyak dari pada spesies lain.
Delapan sampai 18 jam sesudah parasit memasuki sel darah merah, sel-sel
ini menjadi semakin lengket dan cenderung melengket pada permukaan
endotel sinus-sinus dan pembuluh darah, terutama bila sirkulasi lambat.
Sel yang lengket tidak dapat bersikulasi. Dengan demikian lebih banyak
sel yang melengket aliran dalam pembuluh darah secara progresif
terhambat dan okulasi atau bahkan robekan dapat terjadi.
Tempat dan luasnya gangguan fungsi vaskuler ini, menyebabkan
infeksi faciparum pada berbagai organ, dengan demikian pneumonitis,
ensefalitis, atau enteritis dapat bermanifestasi bila sebagian masa infeksi
terdapat dalam paru, otak dan pencernaan. Pelepasan merozoit pada
tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah invasi sel darah yang
berlengketan, sehingga parasitemia falciparum mungkin lebih besar dari
pada sirkulasi aktif. Sedangkan P. falciparum menginvasi semua eritrosit
tanpa memandang umur, P. vivax menyerang terutama retikulosit dan P.
malariae menginvasi sel darah merah matang.
Keberhasilan pengobatan menghentikan proliferasi parasit,
Antibodi spesifik berhubungan dengan kenaikan kadar imunoglobulin G

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 100


dalam darah serum orang-orang yang berulang-ulang terinfeksi dengan
spesies tertentu. Antibodi mempermudah fagositosis merozoit bebas dan
eritrosit yang membawa parasit yang di telan oelh sel retikuloendotelial,
limfosit besar neutrofil dan terutama oleh monosit. Namun, antibody ini
tidak mengganggu perkembangan parasit dalam Hati (hepar). (Behrman,
2000, hal: 1200)

Ada 4 hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan patofisiologi


malaria tropika (P.falciparum)/ berat.
1) Teori Permeabilitas
Peningkatan permeabilitas sawar darah otak; terjadi proses
inflamasi dalam pembuluh otak sehingga pembuluh menjadi lebih
permiabel: plasma (cairan dan protein/ darah0 masuk ke jaringan otak
dan cairan serebro-spinal, mengakibatkan terjadinya edema otak.

2) Koagulasi intravaskuler diseminata (KID)


Sel darah yang terinfeksi berat dengan Plasmodium falcifarum
dapat menimbulkan hambatan sirkulasi meski Cuma sesaat (telah
dibuktikan beberapa peneliti) namun yang lebih serius adalah
terjadinya KID dengan terlihatnya peningkatan FDP (fibrin
degradation product) dan trombositopenia. Study oleh Warrel dkk (di
thailan) memperlihatkan bahwa plasma fibrinogen merupakan bagian
dari respon fase akut. Trombosit dalam mikrovaskular seperti
disebutkan diatas tidak selalu merupakan gambaran malaria serebral/
tropika (P. falciparum). Agaknya substansi vaso aktif yang dikeluarkan
trombosit yang merupakan penyebab kelainan patofisiologi.
3) Toksemia sistemik
Pada malaria ini didapat endotoksemia. Endotoksin ini jelas
tidak berasal dari parasit malaria; masih dipertanyakan asal endotoksin
ini mungkin karena stasis pembuluh darah di usus dan gangguan

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 101


klirens oleh hepar untuk endotoksin yang terabsorbsi. Gejala
gastrointestinal pada malaria falciparum antara lain muntah-muntah,
diare, malabsorpsi. Komplikasi ini yang dianggap karena septicemia
kuman gram negativ disebut malaria agida. Pada malaria berat terdapat
peningkatan TNF (tumor necrosing faktor), karena dirangsangnya
monosit-makrofag oleh P.falciparum. TNF disebut juga interleukin 1
(IL-1). TNF atau IL-1 suatu faktor pengaktif limposit akan
menyebabkan demam dan terbebasnya asam amino dari otot, yang
akan dipakai untuk sintesis protein fase akut, antara lain fibrinogen
dan C-reaktif protein. Karena sifat kaTabelolisme protein ini TNF
disebut juga kakaktin. TNF dapat menerangkan beberapa gambaran
endotoksemia seperti koagulasi intravaskular Karen perubahan
permukaan endotel, meningkatkan permeabilitas kapiler, katabolisme
protein dari kontribusi pada terjadi hipoglikemia.
4) Teori imunologi
Pada malaria falciparum mungkin sekali ada peran imunologi
(immunology mediated). Orang dengan imunodefisiensi (missal: anak
malnutrisi) jarang yang terserang malaria falciparum. Teori ini masih
kontraversial, contohnya; deposit kompleks imun dan infiltrasi
monosid bukan gambaran umum untuk malaria tropika. Gambaran
histopatologis otak pasien malaria falciparum yang meninggal
memperlihatkan adanya demielinisasi perivaskular; hal ini juga bisa
dilihat pada ensefalitis arbovirus dan emboli lemak. Penelitian oleh
Warrel dkk tidak menemukan adanya vaskulitis, glomerulonefritis dan
tanda lain deposit imun mekanisme imunopatologis. (Iskandar
Zulkarnain, hal: 505)
Dan pada perkambang biakan plasmodium dapat terjadi pada
manusia yang dapat di lihat pada skema 2.2. yang mana nyamuk
Anopheles sebagai pembawa plasmodium, mempunyai proses
pematangan pada tubuhnya dan dari air liur Anopheles menularkan ke

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 102


tubuh manusia melawati eritrosit yang sebelumnya terdapat sporozoit
di bawa ke hepar. Dalam hepar pembentukan hiptozoit hingga
merozoit dibawa kembali oleh sel darah ke seluruh tubuh. Maka akan
terdapat perubahan atau gangguan metabolisme tubuh.

Daur hidup parasit malaria didalam tubuh manusia dan nyamuk

MANUSIA NYAMUK
Dalam hati Kelenjar liur
SPOROZOID

HIPNOZOID

SKIZON HATI
OOKISTA
MEROZOID
Dalam darah

TROPOZOID OOKINET

SKIZON

MEROZID

MIKROGAMET

GAMETOSIT ZYGOT
Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 103
MAKROGAMET

(Sumber : Arief Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran, 2001)

Cara penularan Parasit Malaria


Malaria dapat ditularkan melalui berbagai cara yang ada pada umumnya
dibagi atas dua cara yaitu alamiah dan bukan alamiah.
1) Penularan secara alamiah (natural infection ), melalui gigitan nyamuk
anopheles.
2) Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularanya,
yaitu :
a) Malaria bawaan ( congenital ), terjadi pada bayi yang baru
dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan terjadi
melalui tali pusat atau plesenta.
b) Secara mekanik, terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik.
c) Secara oral. Penularan ini pernah dibuktikan pada ayam
( plasmodium gallinasium), burung dara (plasmodium relection)
dan monyet (plasmodium knowlesi).

c. Etiologi
Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 sepesies, yaitu:
1) Malaria Tropika atau Malaria tertiana maligna yang disebabkan oleh
Plasmodium Falciparum.
2) Malaria Tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium Vivax.
3) Malaria Kwartana yang disebabkan oleh Plasmodium Malariae.
4) Malaria Ovale disebabkan oleh Plasmodium ovale
Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopeles betina
yang sebelumnya terinfeksi oleh plasmodium. Pada keadaan lain, malaria
berkembang pasca-penularan trasplasenta atau sesudah transfusi darah

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 104


yang terinfeksi, dimana keduanya melewati fase pre-eritrositer
perkembangan parasit dalam hati serta fase eritrositer.
Fase pre-eritrositer, Sporozoit yang di injeksikan ke dalam aliran
darah oleh gigitan nyamuk mencapai sinusoid hati dan memasuki
sitoplasma sel hati. Pertumbuhan dan pembelahan sel cepat, dan berbentuk
kista mikroskopik (schizont) yang mengandung merozoit. Kebanyakan
kista dari semua spesies pecah pada 6-15 hari perkembangan, melepaskan
beribu-ribu merozoit untuk menembus sel darah merah. Namun beberapa
bentuk P. vivax dan P. ovale tetap dorman dalam hati selama beberapa
minggu atau beberapa bulan, membuka jalan untuk relaps.
Masa inkubasi (antara gigitan nyamuk yang terinfeksi dan adanya
parasit dalam darah) bervariasi sesuai dengan spesies, pada P. falciparum
masa inkubasinya 10-13 hari; pada P. vivax dan p. ovale, 12-16 hari dan
pada P. malariae 27-37 hari, tergantung pada ukuran inolulum. Malaria
yang tertular melalui transfusi darah yang terinfeksi nampak nyata pada
waktu yang lebih pendek.
Fase eritrositer, Merozoit yang menginvasi sel darah merah mula-
mula tampak pada sediaan berwarna sebagai cincin kebiru-biruan atau
pita sitoplasma (P.malariae), dengan satu atau kadang-kadang dua titik
merah kromatin inti. Parasit yang sedang tumbuh diberi nama trophozoit,
dan yang muncul bersamanya dalam sel darah merah adalah granula
pigmen kuning-coklat yang terdiri atas hematin yang berasal dari
hemoglobin yang dikonsumsi oleh parasit untuk memnuhi kebutuhan
sampai ia menjadi bulat dan dengan pigmen yang tersebar atau
menggerombol, hampir mengisi sel darah merah dimana pada kasus
P.vivax membesar dan bertitik-titik. (Behrman, 2000, hal:1199)

d. Manifestasi Klinis

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 105


Pada anamnesis ditanyakan gejala penyakit dan riwayat bepergian
ke daerah epidemik malaria. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan
adalah:
1) Demam
Demam periodic yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon
matang (sporulasi). Pada malaria tertiana (P.vivax dan P. ovale),
pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demam setiap hari
ke-3, sedangkan malaria kuartana(p. malariae) pematangannya tiap 72
jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai
dengan beberapa serangan demam periodic. Demam khas malaria
terdiri atas 3 stadium, yaitu menggigil (15 menit-1 jam), puncak
demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda
secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap paresit dalam
tubuh dan ada respon imun. (Mansjoer Arif, 2001 hal:410)
Stadium dingin (cold stage), stadium ini mulai dengan
menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan
penderita biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian
dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari
pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, penderita mungkin muntah
dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung
antara 15 menit sampai 1 jam.
Stadium demam (hot stage),setelah merasa kedinginan pada
stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan
terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, mual serta muntah
sering terjadi. Nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa
sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41 oC atau lebih.
Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam.
Stadium berkeringat (sweating stage), pada stadium ini
penderita berkeringat banyak sekali, sampai-sampai tempat tidurnya

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 106


basah, kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang
sampai dibawah normal. (Rampengan, 1993, hal: 189)
2) Spenomegali (pembesaran limpa)
Spenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa
mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan
pigmen eritosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.
3) Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling
berat adalah anemia karena P. falciparum. Anemia disebabkan oleh;
penghancuran eritrosit yang berlebihan, eritrosit normal tidak dapat
hidup lama (reduced survival time), gangguan pembentukan eritrosit
karena depresi eritrosit dalam sumsum tulang (diseritropoesis)
Bila dibandingkan dengan jenis malaria yang menyerang darah,
malaria dengan jenis masing-masing mempunyai ciri khas yaitu:
a) Malaria tropika
Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit
mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada
pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun tetes tebal terutama
dijumpai parasit muda bentuk cincin (ring from). Juga dijumpai
gametosit dan pada kasus berat yang biasanya disertai komplikasi,
dapat dijumpai bentuk sizon. Pada kasus berat parasit dapat
menyerang sampai 20% eritrosit. Tanda-tanda parasit malaria yang
khas pada sediaan darah tipis, gametositnya berbentuk pisang dan
terdapat bintik-bintik maurer pada sel darah merah. Pada sediaan
darah tebal dijumpai gametosit berbentuk pisang banyak sekali
bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (stars in the sky),
terdapat balon merah disisi luar gametosit.
b) Malaria tertiana
Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada
pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun tetes tebal biasanya

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 107


dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari bentuk ringan sampai
sizon. Biasanya kurang dari 2% eritrosit yang terserang. Tanda-
tanda yang khas yaitu sediaan darah tipis dijumpai sel darah merah
membesar, terdapat titik Schuffner pada darah merah dan
sitoplasma amuboid. Pada sediaan darah tebal dijumpai sitoplasma
amuboid (terutama pada tropozoid sedang berkembang) dan
bayangan merah dibelakang parasit, kecuali pada bentuk cincin.
c) Malaria kwartana
Plasmodium malaria terutama eritrosit yang telah matang.
Pada pemerikasaan darah tepi baik hapusan maupun tetes tebal
biasanya dijumpai semua bentuk parasit aseksual. Biasanya parasit
menyerang kurang 1% dari eritrosit. Tanda-tanda parasit yang khas
pada sediaan tipis adalah parasit berbentuk pita (brand form), sizon
berbentuk bunga ros (rosette form), tropozoid kecil-kecil bulat dan
kompak dengan pigmen yang menumpuk yang kadang-kadang
menutupi sitoplasma/ inti atau keduanya. ( Rampengan, 1993,
hal: 192-193)
4) Ikterus
Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.
Malaria laten adalah masa pasien di luar masa serangan
demam. Periode ini terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam
darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan
hati. Relaps adalah timbulnya infeksi setelah serangan pertama. Relaps
dapat bersifat:
a) Relaps jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul 8 minggu
setelah serangan pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang
berkembang biak.
b) Relaps jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau
lebih setelah serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit
hati masuk ke darah dan berkembang-biak.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 108


e. Komplikasi
Akibat infeksi parasit malaria, ada beberapa perubahan
hematology pada penderita. Perubahan – perubahan yang dapat
menimbulkan komplikasi yaiyu terdapat pada penderita malaria berat.
Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi plasmodium
falsifarum yang disertai dengan gangguan di berbagai sistem/ organ
tubuh. Criteria diagnosis malaria berat yang ditetapkan oleh WHO, yaitu
adanya satu atau lebih komplikasi, seperti malaria serebral / otak , anemia
berat, ginjal akut, edema paru, hipoglkemia ( kadar gula < 40 mg% ),
syok, perdarahan spontan dari hidung, gusi dan saluran cerna, kejang
berulang, asidemia dan asidosis ( gangguan asam basa dalam tubuh berupa
penurunan pH darah), serta haemoglobunuria (adanya darah dalam urine).
(Arlan Prabowo, 2004 :20).

Berikut ini beberapa komplikasi malaria tropika (P. Falciparum) :


1) Malaria serebral
Malaria serebral ditandai dengan kejang dan kesadaran
menurun ( koma ). Malaria serebral merupakan yang paling sering
menimbulkan kematian. Diduga penyebabnya adalah sumbatan kaplter
pembuluh darah otak oleh sel darah merah yang mengandung parasit
malaria sehingga otak kekurangan aksigen ( anoksia otak ).
Gejala dapat timbul secara lambat atau mendadak. Biasanya
didahului oleh sakit kepala dan rasa mengantuk, disusul dengan
gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang – kejang. Biasanya
koma pada anak – anak berlangsung satu hari, sedangkan pada orang
dewasa biasa 2 s/d 3 hari.
2) Gagal ginjal akut

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 109


Komplikasi gagal ginjal akut dapat menimbulkan asidosis
meTabelolic, hyperurisemia, Malaria tropika kongestif, aritmia dan
perikarditis.
3) Demam kencing hitam ( black water fever ).
Black water fever adalah sindroa dengan gejala serangan yang
akut, berupa demam, menggigil, penurunan tekanan darah, hemolisis
intravaskuler, hemoglobinuria dan gagal ginjal, namun parasit malaria
yang dijumpai dalam darah hanya sedikit.
4) Anemia berat
Anemia berat timbul akibat penghancuran sel darah merah
yang cepat dan hebat. Anemia berat lebih sering dijumpai pada anak –
anak. Anemia berat sering memberikan gejala serebral seperti tampak
bingung, kesadaran menurun sampai koma, serta gejala – gejala
gangguan jantung paru.
5) Gangguan fungsi hati
Timbul ikterus akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
dan tanda kegagalan hati. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan
hipoglikemia, asidosis meTabelolic dan gangguan meTabelolisme obat
didalam tubuh.
6) Komplikasi Lain
Malaria berat juga dapat menimbulkan komplikasi lainnya,
seperti edema paru, perdarahan spontan, hiperpireksia ( suhu tubuh di
atas 40OC dan sepsis ).

f. Penatalaksanaan Medik
Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain:
1) Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit praeritrosit, yaitu
proguanil, pirimetamin.
2) Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit,
yaitu primakuin.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 110


3) Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina,
klorokuin, dan amodiakuin.
4) Gematosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah
gametosit yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk
P.vivax, P. malariae, P. ovale adalah kina, klorokuin dan amodiakuin.
5) Sporotosid mencegah gametosit dalam darah untuk membentuk
ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles, yaitu primakuin dan
proguanil.

Penggunaan obat antimalaria tidak terbatas pada pengobatan kuratif saja


tetapi juga termasuk :
1) Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya
infeksi atau timbulnya gejala klinis. Penyembuhan dapat diperoleh
dengan pemberian terapi jenis ini pada infeksi malaria oleh P.
falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase eksoeritrosit.
2) Pengobatan kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis
skizontisid.
3) Pencegahan transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada
nyamuk atau mempengaruhi sporogonik nyamuk. Obat antimalaria
yang dapat digunakan seperti jenis gametosid atau sporotosid.

2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN MALARIA


a. Pengkajian
1) Riwayat kesehatan sekarang, pada umumnya pasien dengan Malaria
Tropika, datang kerumah sakit dengan kondisi demam yang
dinyatakan, suhu >38, menggigil, mual, muntah, sakit kepala, lemah,
kadang diare dan kesadaran menurun (GCS = <15) hingga koma bisa
terjadi.
2) Riwayat kesehatan masa lalu, klien atau keluarga perlu ditanya,
apakah klien pernah mengalami riwayat terkena penyakit Malaria

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 111


sebelumnya atau gangguan sistem persarafan maupun penyakit
lainnya.
- Demikian pula dengan riwayat kesehatan keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular dan herediter. Data-data ini sangat
penting, karena dapat mempengaruhi pragnosa klien.
- Kesehatan lingkungan sekitar juga perlu ditanyakan, karena faktor
lingkungan yang sering mendukung terjadinya Malaria. Dengan
didukung pada pola kebiasaan sehari-hari sebelum sakit dan saat
sakit juga perlu dikaji untuk membantu dan mendukung dalam
menegakkan diagnosa keperawatan.
3) Pemeriksaan fisik
- Sistem hematology, adanya kelainan hematology seperti
pembesaran hepar (hepatomegali), pucat
- System pencernaan, terjadi perubahan dari system ini, yang di
tandai dengan adanya mual muntah nafsu makan menurun nyeri
derah perut, terbanya hepar, kadang dapat terjadi ascites.
- Sistem integument, keadaan kulit yang kadang tampak pucat atau
kemerahan karena suhu tubuh meningkat, turgor kurang elastic

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1: Hipertermia b/d peningkatan tingkat meTabelolisme
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur.
Yang ditandai dengan:
Peningkatan suhu tubuh, menggigil, kulit hangat peningkatan pernafasan
Tujuan: Temperatur suhu tubuh menurun (35,5O-37O C)
KH:
- Mendemonstrasikan vital sigh (TTV) termasuk suhu tubuh dalam
batas normal.
- Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 112


Intervensi:
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola); vital sigh (TTV), perhatikan
menggigil/ diaforesis.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambah linen tempat tidur, sesuai
indikasi.
3) Berikan kompres air hangat
4) Berikan dan anjurkan pasien untuk minum air (air putih, teh dll) sesuai
indikasi.
5) Anjurkan pasien untuk menggati pakaian yang meyerap keringat atau
dengan memberikan selimut yang lembut
6) Kolaborasi:
- Berikan antipiret, misalnya ASA (aspirin), paracetamol dll.
- Berikan Cairan IV, missal; RL, D5 NS. Bila diindikasikan

Diagnosa 2: Pertukaran gas, kerusakan (resiko tinggi) b/d terganggunya


pengiriman/ pemanfaatan O2 di dalam jaringan, kurangnya kadar Hb
dalam darah
Yang ditandai dengan:
Hipoksia, pucat, sesak dalam bernafas, lemas, cianosis, gelisah.
Tujuan:
Diharapkan sikulasi O2 ke jaringan menjadi adekaut
KH:
- Frekuensi nafas dalam batas normal pasien dengan bunyi yang jernih.
- Tidak mengalami dispnea/ sianosis
Intervensi:
1) Pertahankan jalan nafas paten. Tempatkan pasien pada posisi yang
nyaman dengan kepala tempat tidur tinggi (semifoler)
2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori/ upaya untuk bernafas.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 113


3) Auskultasi bunyi nafas. Perhatikan krekels, mengi area yang
mengalami penurunan/ kehilanagn ventilasi.
4) Catat munculnya sianosis sirkumoral.
5) Selidiki perubahan pada sensorium, agitasi, kacau mental, perubahan
kepribadian, delirium, stupor, koma.
6) Catat batuk ddan produksi spuntum purulen.
7) Sring ubah posisi. Dorong untuk latihan nafas dalam, penghisapan
lavase, sesuai indikasi
8) Kolaborasi
- Berikan O2 tambahan bila diindikasikan
- Berikan transfusi darh bila diindikasikan

Diagnosa 3: Devisit volume cairan b/d status hipermetabolik (demam),


pengeluaran yang berlebihan melalui mual dan muntah (anoreksia)
Yang ditandai dengan:
Tanda – tanda vital dalam rentang tidak normal, terdapat mual dan
muntah, mukosa bibir kering, pasien minum sedikit dan pada fase akut
pasien dapat terjadi diare
Tujuan: kebutuhan cairan in dan output seimbanag
KH:
Mempertahankan volume sirkulasi adekuat yang dibuktikan dengan tanda-
tanda vital dalam batas normal pasien, nadi perifer teraba, dan haluaran
urine adekuat.
Intervensi:
1) Ukur/catat haluaran urine dan berat jenis. Catat ketidak seimbangan
masukan dan haluaran kumulatif (termasuk semua kehilangan/ tak

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 114


kasat mata) dan hubungan dengan berat badan setiap hari. Dorong
masukan cairan oral sesuai toleransi.
2) Pantau tekanan darah dan denyut jantung.
3) Palpasi denyut perifer.
4) Kaji membran mukosa kering, turgor kulit yang kurang baik dan rasa
haus.
5) Amati edema dependen/ perifer pada sacrum, skrotum punggung kaki.
6) Kolaborasi
- Berikan cairan IV

Diagnosa 4: Gangguan pemenuhan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b/d intake yang kurang atau autput berlebihan, anoreksia.
Yang ditandai dengan:
Turgor kulit tidak elastis, mual, muntah, diare, nafsu makan menurun.
Tujuan: Mual hilang, nafsu makan meningkat. Dan kebutuhan nutrisi
adekuat.
KH:
- Melaporkan peningkatan BB, hilangnya anoreksia, nafsu makan
meningkat.
- Menunjukkan keadaan kulit lembab mukosa lembab.
Intervensi:
1) Pantau masukan oral dalam 24 jam.
2) Tentukan pola diet atau masukan pasien yang tepat atau pengetahuan
akan nutrisi
3) Berikan makanan sedikit – sedikit tetapi sering dan makanan kecil
tambahan.
4) Jelaskan pentingnya masukan nutrisi untuk mempertahankan
kesehatan, dapat memotivasi pasien untuk mempertahankan diet yang
tepat.
5) Hindari pemberian makanan yang merangsang

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 115


6) Timbang berat badan setiap hari
7) Ajarkan dan Bantu pasien untuk istirahat sebelum tidur.
8) Berikan makanan sesuai dengan kebutuhan
9) Bantu perawatan mulut
10) Ciptakan lingkungan yang nyaman
11) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang dien pasien.
12) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian makanan enteral .
parenteral

Daignosa 5: Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, ketidak


seimbangan antara suplai aksigen dengan kebutuhan
Yang ditandai dengan: Sianosis, sesak dan lemah
Tujuan: Klien dapat beraktifitas seperti biasanya

KH:
- Melaporkan kebutuhan atau perawatan diri serta latihan setiap harinya
terpenuhi tanpa adanya bantuan.
- Menunjukkan adanya kelemahan, akibat kurangnya kebutuhan oksigen
adekuat.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien untuk beraktivitas, catat laporan kelelahan,
keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas
2) Kaji kehilangan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
3) Awasi tekanan darah, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktivitas,
catat respon terhadap tingkat aktivitas.
4) Berikan lingkungan tenang, pertahankan tira baring bila diindikasikan
5) Ubah posisi dengan perlahan dan pantau keluahan pusing.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 116


6) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
7) Berikan bantuan dalam melakukan aktivitas bila perlu
8) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas
yangt pasien pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai
toleransi.
9) Gunakan teknik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.
10) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri
dada, nafas pendek, kelemahan atau pusing terjadi

BAB III
PENUTUP

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam ini mempunyai peranan


penting karena bermanfaat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Hendaknya Standar Asuhan Keperawatan tersebut dapat dimanfaatkan dan
berfungsi sebagai alat penilai, pedoman kerja serta pengendali mutu asuhan
keperawatan.
Penyusunan Standar Asuhan Keperawatan ini adalah langkah awal dari suatu
proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerja sama dari berbagai
pihak dalam penerapannya untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan di
lingkungan Rumkital Dr. Midiyato S ini dengan cukup baik sehingga bias
tercapainya profesionalisme kerja seorang perawat.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 117


DAFTAR PUSTAKA

- Anugerah, Peter, dr., (Alih Bahasa)., Price, Sylvia,


Anderson., & Wilson, Lorraine, Mc. Carty, Ph.D.RN. (1994). Patofisiologi
(Konsep Klinis Proses dan Penyakit). Jakarta : EGC.
- Brunner & Suddarth. (1997). Keperawatan Medical
Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC
- Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis,
Pendekatan Holistik. Volume 2. Jakarta : EGC.
- Ignatius, Donna D. (1995). A Nursing Process
Approach. Philadelphia : Medical Surgical.
- Kariasa, I Made & Sumarwati, Ni Made, Skp., (Alih
Bahasa)., Marilyn E., Doenges, RN, BSN, MA, cs dkk. (1993). Rencana Asuhan

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 118


Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien). Jakarta : EGC.
- Marilyn E., Doengus. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi Ketiga. Jakarta : EGC.
- Noer, Syaifoellah, Prof., dr., H.M. (1996). Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid 1 (Edisi 3). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
- Price, Sylvia Anderson. (1995). Patofisiologi (Konsep
Klinis Proses dan Penyakit), Buku I, Edisi A. Jakarta : EGC.
- Soeparman. (2001). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,
Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
- Suriadi, Yuliani Rita. (2001). Asuhan Keperawatan
Pada Anak. Jakarta.

Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam | 119

Anda mungkin juga menyukai