Anda di halaman 1dari 10

BULETIN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

VOLUME 20, NO. 1-2, 2012: 26 – 35 ISSN: 0854-7108

Konsep Diri dalam Budaya Jawa


Saliyo1

Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, STAIN Kudus

Abstrak

Teori tentang konsep diri telah banyak dibahas oleh para ahli, beberapa diantaranya adalah
teori independensi dan interpedensi, independen melawan interdepedensi, teori konsep diri Mead,
konsep diri Cooley (looking – glass self), dan konsep diri Goffmann (dramaturgi). Simbol-simbol
ataupun ungkapan dalam kehidupan masyarakat orang Jawa dapat dijadikan sebagai konsep diri,
contohnya rumangsa melu anduweni, wajib melu angkrungkebi, mulat sarira angrasa wani, sugih
tanpa banda, digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake.
Kata kunci: budaya, indigeneous psychology, kearifan lokal, konsep diri

Pengantar Menurut Djojodigoeno definisi


kebudayaan mengandung arti “cipta, rasa
Kebudayaan1 adalah segala hal yang dan karsa”. Definisi tersebut kental dengan
dimiliki oleh manusia yang hanya diper- bahasa Jawa, jadi makna yang dimaksud
oleh dengan belajar dan menggunakan sulit untuk dipahami orang-orang
akalnya. Manusia dapat berkomunikasi, dipenjuru nusantara. Disisi lain, definisi
berjalan karena kemampuannya untuk tersebut merupakan penggalian dari
berjalan dan didorong oleh nalurinya serta kearifan lokal (local wisdom) yang ada di
terjadi secara alamiah. Berkomunikasi nusantara. Kearifan lokal dalam psikologi
dengan berbagai bahasa dan berjalan dikenal dengan indigeneous psychology.
seperti prajurit ataupun peragawati hanya Untuk memahami kebudayaan ada
dapat dilakukan dengan belajar dan beberapa aspek yang ditawarkan
memanfaatkan akalnya. Oleh karena itu, Koenjaraningrat (1997) yaitu: Pertama
berkomunikasi dengan bahasa jawa pikiran. Pikiran adalah aspek abstrak dari
ngoko, krama inggil, bahasa Indonesia, tiap kebudayaan. Contohnya rencana
Inggris, dan berjalan bagaikan prajurit untuk membuat gedung yang kokoh tahan
ataupun peragawati adalah kebudayaan. gempa, indah nyaman dan bernilai seni
Terdapat sekitar 177 definisi rumusan tinggi. Aspek pikiran adalah kata yang
kebudayaan sebagai sebuah definisi berasal dari bahasa Sansekerta budhi
keilmuan, tetapi definisi yang betul-betul budhayah adalah bentuk jamaknya. Dengan
sesuai belum ada. Para ilmuwan Indonesia demikian, kebudayaan dapat diartikan
lebih banyak mengenal definisi yang ”pikiran dan akal.” Kedua mentalitas. Menta-
populer yang diajarkan dalam dunia litas adalah nilai budaya dari kebudayaan.
pendidikan yaitu definisi dari guru besar Mentalitas terbentuk dari pikiran pikiran
ilmu hukum adat dan sosiologi abstrak yang telah dipelajari seseorang
Universitas Gadjah Mada, Djojodigoeno. sejak awal kehidupan, yaitu sejak ia
berada dalam proses sosialisasi sebagai
1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat balita. Oleh karena itu, pikiran-pikiran
dilakukan melalui: anis_ulum@yahoo.co.id

26 BULETIN PSIKOLOGI
KONSEP DIRI, BUDAYA JAWA

yang telah tertanam dalam-dalam tidak tersebut terjadi?. Jawaban yang paling
mudah diubah ataupun digeser oleh sederhana adalah karena lingkungan,
pikiran-pikiran yang lain. Nilai budaya hereditas dan lain-lain. Jadi aspek yang
seakan akan merupakan jiwanya yang ketiga dalam ilmu budaya adalah peri-
memberi hidup kepada seluruh kebuda- laku. Perilaku sangat kental muncul dalam
yaan. Kebudayaan adalah segala pikiran kajian psikologi. Kajian yang dimaksud
dan perilaku manusia yang secara fung- tersebut dengan perkembangan ilmu
sional dan disfungsional ditata dalam pengetahuan psikologi adalah psikologi
masyarakatnya (Koentjaraningrat, 1970). lintas budaya. Mengapa kita perlu belajar
Kebudayaan juga masih populer dengan psikologi lintas budaya?
makna seni (art). Tidak boleh dilupakan Berdasarkan pendapat Matsumoto
bahwa kebudayaan harus didukung (2002) bahwa ada tiga kontribusi
dengan dua unsur yang mutlak yaitu seseorang dalam mempelajari perilaku
bahasa dan teknologi tradisional. manusia dan proses mental. Pertama, ilmu
Menemukan persebaran luas suatu pengetahuan yang besar menanamkan
bahasa memang tidak mudah, karena di persamaan dan perbedaan perilaku dan
daerah perbatasan hubungan antarwarga inilah bentuk dari pengembangan teori
dari dua suku bangsa yang tinggal psikologi. Kedua, studi budaya yang utama
berdekatan umumnya berinteraksi sangat adalah berpikir kritis di lapangan.
intensif sehingga terjadi akulturasi Penelitian lintas budaya mengajukan
budaya. Batas bahasa Jawa dan Sunda pertanyaan pertanyaan apakah gagasan
sangat sulit dibedakan karena bahasa yang kita benar atau prinsip-prinsip psikologi
digunakan merupakan hasil akulturasi dapat diaplikasikan dalam masyarakat.
dari dua bahasa. Lain halnya bila dua Ketiga, penelitian dalam budaya
bahasa atau lebih dipisahkan dengan menyediakan penyesuaian-penyesuaian
gunung atau laut yang sulit dilalui atau yang telah disediakan untuk kita yang
batas-batas interaksi yang sulit ditembus, dimungkinkan bangunan psikologi yang
ataupun kedua bangsa yang berbeda universal untuk penyesuaian kehidupan
bahasa. Kebudayan memang wajib mena- yang lebih baik dalam ranah pluralistik
ruh perhatian pada kesenian ataupun dan perbedaan budaya.
teknologi tradisional. Semua itu telah Tema tema dalam psikologi lintas
dilakukannya karena kebudayaan tidak budaya tidak terbatas pada topik topik
dapat hadir tanpa karya-karya para tertentu. Kata lain psikologi lintas budaya
leluhur yang dinamakan teknologi tradi- tertarik beragam tema dan fenomena yang
sional. Bagi ilmu pengetahuan kesenian terkait dengan perilaku manusia. Perilaku
tidak hanya dinamakan tari-tarian tetapi manusia berbeda-beda, maka psikologi
seni pembuatan tekstil (batik, ikat, dan sebagai pisau pembedah menganalisis
songket) juga masuk dalam bingkai perilaku manusia dan proses mental
kebudayaan. seseorang itu apakah bersifat universal
Hal lain yang tidak bisa dilupakan ataukah culture spesific berlaku bagi orang-
dalam bingkai ilmu budaya adalah orang tertentu di budaya-budaya tertentu.
perilaku manusia. Perilaku manusia antara Tulisan ini mengkaji konsep diri perilaku
daerah satu dengan daerah lain berbeda, orang Samin di Kudus dan Pati. Orang-
begitu juga antar bangsa satu dengan orang Samin tersebut mempunyai ajaran
bangsa lain juga berbeda. Mengapa hal atau konsep diri yaitu: menolak sekolah

BULETIN PSIKOLOGI 27
SALIYO

formal, karena sekolah menciptakan Tiga alasan tersebut secara ilmiah


’bendara bendara’ (kaum ningrat). Tidak dapat membedah setiap self yang melekat
memeluk agama resmi, tetapi agama pada manusia. Sebagai contoh adalah
mereka adalah agama Adam. Menikah orang-orang Samin di Kudus ataupun di
tidak perlu ke Kantor Urusan Agama, asal Pati bahwa ajaran-ajaran yang selama ini
anak dan orang tua cocok sudah jadi. masih dipegang adalah merupakan
Bahkan mereka menolak untuk membayar identitas orang Samin, hasil dari evaluasi
pajak. diri, dan konflik dalam masyarakat.
Mungkin berbeda daerah juga berbeda self
Konsep diri dalam lintas budaya setiap individu ataupun kelompok.
Sebelum masuk pada konsep diri self Hallowell’s (1955) menduga bahwa setiap
consept peneliti mengawali dengan masyarakat dimana tempat senang
mengkaji self terlebih dahulu. Mengapa memahami dan mengembangkan diri
para ilmuan mengkaji diri self dalam cross secara fisik dipisahkan dengan yang lain.
cultural psychology?. Menjawab pertanyaan Allport (1937) menganjurkan bahwa
ini memang agaknya mudah tetapi juga sesuatu yang ada adalah bagian dari aspek
sulit. Untuk menjawab pertanyaan terse- kepribadian dan mengizinkan seseorang
but penulis mencoba meminjam pendapat terbangun setiap pagi untuk memastikan
Gergen (1970), bahwa penduduk mempu- bahwa dia laki-laki atau perempuan
nyai peran dalam self psikologi dan hal adalah pribadi yang sama yang telah pergi
tersebut berkaitan dengan sisi manusia tidur sebelum malam. Neisser (1988)
serta interpretasi ilmu pengetahuan. Ilmu menjelaskan bahwa aspek dari self adalah
pengetahuan menghasilkan pewarisan ecologi self. Dia mendefinisikan bahwa self
budaya yang sebelumnya diserap menjadi adalah rasa hormat pada lingkungan fisik.
ilmu pengetahuan oleh ilmuan. Ada tiga Saya adalah seseorang yang disini di
hal mengapa self menjadi objek yang tempat ini, yang memiliki aktivitas di
sangat penting dalam ilmu psikologi tempat ini. Dengan melewati fisik ataupun
(Markus & Kitayama, 1991). Pertama, ekologi rasa diri, setiap orang
konsentrasi. Konsentrasi ini berlaku dari dimungkinkan memiliki kesadaran
zaman Yunani sampai sekarang. Hal internal aktivitas seperti bermimpi dan
tersebut karena berkaitan dengan kesadaran yang terus mengalir dalam
pengetahuan manusia yaitu apa yang pikiran dan rasa. Semua itu adalah privasi
dinamakan identitas. Identitas manusia sifatnya dan tidak dapat diketahui orang
berkaitan dengan self, maka tersebut lain. Kesadaran ini adalah kesadaran yang
sangat penting dengan ilmu psikologi. tidak dibagi karena sifatnya personal dan
Permasalahan tentang identitas manusia private self.
itu sangat penting dan banyak. Memahami representasi self sebagai
Penyusunan diri self itu berpengaruh pada sesuatu yang private dan inner aspect self
pilihan bekerja dan harapan hidup. Kedua, juga dapat menjadi sesuatu yang univer-
adalah evaluasi diri. Apa yang dirasakan sal. Tetapi ada aspek self yang lain yang
oleh setiap manusia, apakah itu mejadi spesifik dalam fakta-fakta budaya.
nilai manusia itu sendiri. Ketiga, self Masyarakat percaya bahwa kemurahan
kaitannya dengan perjalanan panjang hati adalah suatu variasi self mereka
manusia yang berkonflik diri mereka (Heelas & Lock, 1981; Marsella et al., 1985;
dengan masyarakat. Shweder & LeVine, 1984; Triandis, 1989).

28 BULETIN PSIKOLOGI
KONSEP DIRI, BUDAYA JAWA

Self dapat dibentuk dan dikonsep dengan si. Diri adalah sifatnya terpusat dinamis
berbagai metode. Survei lintas budaya dari kesadaran, emosi, penilaian dan
tentang self pada tahun 1912/1968 telah di tindakan yang tertata menjadi suatu
dukung oleh Durkheim bahwa self adalah keseluruhan yang khas dan hadir secara
pruduk sosial. Mauss’s (1938/1985) iklim konstras baik terhadap keseluruhan
adalah katagori self yang substansi tidak keseluruhan lain yang sejenis maupun
terbatas variasinya. terhadap suatu latar belakang sosial dan
Isi yang tepat dan struktur inner self natural. Pandangan mengenai self menda-
barangkali berbeda dengan budaya yang patkan bentuk suatu yang unik dalam
berbeda. Selanjutnya public self didapatkan setiap pribadi dan bersifat internal
dari relasi masyarakat satu dengan masya- (Johnson, 1985; Samson, 1985, 1988, 1989;
rakat yang lain dan institusi sosial yang Waterman, 1981). Esensi dari konsep self
memberikan nilai pada budaya. Triandis adalah otonomi, independen setiap pri-
(1989) berpendapat bahwa self sangat badi. Hal yang serupa label yang sama
signifikan berkaitan dengan private. Aspek dengan individual adalah egosentris.
inner versi public itu berkaitan dengan Orang sering berasumsi bahwa rata-rata
pengaturan perilaku yang dapat berubah- budaya barat adalah individualistik seba-
ubah. Kenyataanya, bahwa sesuatu yang liknya non barat tidak individual (Markus
dikira tidak rasional dalam antropologi & Kitayama,1991).
menjadi rasional (lihat Allen, 1985). Ini Budaya non barat tidak mengasum-
sama dengan budaya kepastian kesem- sikan ataupun menghargai keterpisahan
patan bahwa individu memiliki perasaan yang kentara. Budaya tersebut lebih
yang signifikan sebagai sifat seseorang menekankan apa yang disebut keterkaitan
yang berhenti pada kesadaran. Hal yang yang mendasar pada manusia. Tugas
lain, rasa memiliki hubungan sosial men- utama dalam budaya timur adalah
jadi lebih kuat dan membuat perasaan penyesuaian diri yang tepat dan mem-
lebih baik. Rasa memiliki berkaitan pertahankan interdependensi di antara
dengan relasi manusia sebagai refleksi individu.
kesadaran. Banyak individu dalam budaya yang
Pada budaya barat, keimanan melekat dibesarkan untuk menyesuaikan diri
pada pribadi seseorang dengan jelas. dengan orang dalam suatu hubungan atau
Aturan atau norma penting sekali dalam kelompok. Gambar 1 menjelaskan
budaya. Mengapa? Karena, hal tersebut hubungan interdependent seseorang dengan
dapat menjadikan kemandirian dari yang kemampuan membaca ”maksud orang
lain untuk mengekspresikan sesuatu yang lain,” ”menjadi orang simpatik,” ”menja-
bersifat unik (Johnson, 1985; Marsella; et lani peran yang diberikan pada dirinya,”
al., 1985; Miller, 1988; Shweder & Bourne, dan ”bertindak pantas.” Semua itu adalah
1984). tugas-tugas budaya yang dirancang dan
Hampir dua dekade yang lalu seorang terseleksi lewat sejarah dalam suatu
antropolog yang bernama, Geertz (1975) kelompok budaya untuk mendorong terja-
mengkaji diri dipandang sebagai suatu dinya interdepedensi diri dengan orang
jagad motivasional dan kognitif yang lain.
terbatas, unik dan kurang lebih terintegra-

BULETIN PSIKOLOGI 29
SALIYO

mother
mother father
xxxx father
xxxx x
friend xxx xxx
xxxx self xx
Self sibling xxxxxxxxxx xxx sibling
xxx xxxxxxxxxxxxx xxxx friend xxxxxxxxxxxxxxx xxxx
xxxxxxx Co-worker x xx xxxx
xx xxxxx xx xxx Co-worker
friend xxxxxx friend

A.Independent View of Self B. Interdependent View of Self


Gambar 1. Ilustrasi teori simbolik (Markus, & Kitayama, 1991).

Gambar 1A adalah teori independensi tentang seseorang. Diri kaca cermin


lebih tepat diterapkan oleh budaya orang muncul dari interaksi simbolis antara
barat. Alasannya orang barat menghargai individu dengan macam-macam
setiap individu untuk berekspresi, kelompok. Kelompok bercirikan tatap
memiliki otonomi dan ruang umum yang muka (face-to-face-association), ketetapan
orang lain tidak peduli dan menghargai yang relatif dan keeratan hubungan
sebagai hak. Sedangkan Gambar 1B dengan tingkatan tinggi di antara
interdepensi tidak tepat di barat, tetapi sejumlah kecil anggota menghasilkan
tepat di daerah negara-negara Asia. interaksi individu dan kelompok. Hal
Alasannya orang Asia terlahir dengan tersebut dilakukan dengan trial and eror
budaya patembayan, gotong royong dan (Coley, 1902). Coley melaporkan
ada rasa serba salah kalau berekspresi. bagaimana perasaan diri berkembang
Takut kalau ada yang tersinggung dan dalam hubungannya dengan interpretasi
dikatakan tidak mempunyai sopan santun. individu tentang kenyataan fisik dan
Sebaliknya independent sangat tepat di sosial. Hal yang diperhatikan objek yang
masyarakat barat, karena orang barat diambil dalam diri sendiri oleh perasaan
menghargai setiap individu untuk bebas diri dan sosial dalam dua pengertian.
berekspresi walaupun berbeda dengan Pertama arti dilengkapi dengan bahasa
kelompoknya. Teori tersebut sama halnya dan budaya yang umum, kedua pemben-
dengan konsep diri, konsep diri adalah; tukan konsep diri dan evaluasi yang
dirinya yang lain, atau bagaimana kita subjektif.
berpikir sebagai orang lain yang melihat Mead (1934) menguraikan konsep diri
’diri kita’, dan ’kita’ meyakini sebagai- yang terlahir dari masyarakat sebagai hasil
mana adanya (Sheerer, 1949, Burns, 1975). dari perhatian individu, bagaimana orang
Cooley (1922) memperkenalkan ’teori lain bereaksi kepadanya. Dalam kondisi
diri kaca cermin’ (looking-glass self) dengan tersebut, seseorang dapat mengantisipasi
pemikiran bahwa konsep diri seseorang reaksi orang lain yang bereaksi kepada-
dipengaruhi oleh apa yang diyakini indi- nya. Orang tersebut berperilaku pantas,
vidu-individu, bahwa orang berpendapat dan belajar untuk menginterpretasi ling-
mengenai dia. Cermin memantulkan kungan sebagaimana dilakukan orang
evaluasi yang dibayangkan orang lain lain. Mead (1934) menyatakan bahwa diri

30 BULETIN PSIKOLOGI
KONSEP DIRI, BUDAYA JAWA

adalah struktur sosial, yang timbul dari memudahkan proses sosial dimana
pengalaman sosial sedangkan bahasa masing-masing tahu apa yang dipertun-
adalah penghubung antara diri dan jukan oleh orang lain. Tetapi sayangnya,
masyarakat. analisis dramaturgi Goffman orang banyak
Pendapat lain yang menjelaskan menilai sinis, bermuka dua, penjilat, sok
konsep diri adalah Goffmann (1959, 1967), pahlawan, oportunis dan munafik dan
Goffmann mengusulkan perluasan paham nilai-nilai lain.
interaksi simbolis ke dalam suatu metafor Penelitian saat ini dalam psikologi
dramatugis dengan menyatakan bahwa: sosial tentang konsep diri tersusun dari
individu itu mengadakan pertunjukan multifaktor fenomena. Diantaranya adalah
(show) bagi orang lain dengan mengatur persepsi, image, skema, dan prototip
kesan-kesan yang dia berikan kepada (Markus & Wurf, 1987; Marsh & Hattie,
orang lain tentang dirinya sendiri. Dia 1996). Perkembangan ini serupa dalam
meneliti dengan cermat dan tenang teknik- sosiologi bahwa konsep diri didefinisikan
teknik yang digunakan setiap hari oleh dalam bentuk multidefinisi (Schlenker,
diri kita masing-masing agar cipta indi- 1985; Stryker, 1980). Pengukuran konsep
vidu terlihat. Analisis dramaturgi diri yang dilakukan oleh Robert dan
Goffmann terhadap masyarakat Donahue (1994) menggunakan metrik dari
menawarkan cara berguna untuk menguji sifat-sifat self concept. Gecas (1982) mene-
masyarakat dimana orang tidak mencoba gaskan bahwa isi dari self concept adalah
untuk berbuat tetapi menjadi sesuatu. terdiri dari persepsi sosial identitas
Mungkin akan lebih tepat dinamakan personal, dan pemilikan sifat. Ditambah
“pencitraan diri” sebagai bagian proses lagi pendapat Bandura (1986, 1991) bahwa
sosialisasi, hal ini berkaitan untuk sekarang penggunaan self efficacy mempu-
menunjukan siapa saya, dan siapa dia nyai pandangan pengukuran self dalam
dalam waktu-waktu tertentu. bentuk kompetensi.
Mead menyajikan perkembangan diri Self concept sebagai dasar motivasi
dalam masyarakat dengan suatu pertun- eksternal ketika seseorang mempunyai
jukan diri yang stabil dan berkelanjutan. hubungan langsung dengan yang lain.
Goffmann menyajikan diri – diri jangka Pada kasus seperti ini ideal dari self concept
pendek yang fokus saat ini dalam peranan mengadopsi pada peran harapan dari
ini dan saat ini dalam hal pengaturan referensi kelompok. Ada dua hal yang
kesan dan penampakan pribadi dihadapan menjadi dasar untuk bertindak dari
orang banyak. Bagi Mead diri dan individu untuk referensi anggota kelom-
masyarakat merupkan saudara kembar. pok yaitu: penerimaan dan setelah moti-
Bagi Goffmann diri dan masyarakat vasi adalah status. Dua hal tersebut status
berinteraksi dalam episode-episode sing- dan penerimaan dengan teori McClelland
kat dimana naskah adegan diikuti sampai (1961) kebutuhan afiliasi dan kebutuhan
habis, tetapi ketika permainan selesai kekuasaan. Self concept menjadi dasar
individu tersebut menanggalkan kostum motivasi internal bagi seseorang ketika
dan memakai pakaian yang lain untuk seseorang mempunyai tujuan secara
episode selanjutnya. Individu yang berpe- internal dalam diri. Dasar internal ini
ran dengan teori Goffmann itu bukanlah dalam McClelland (1961) sebagai teori need
peran menipu, itu adalah adaptasi diri for achievement.
terhadap peranan yang berbeda untuk

BULETIN PSIKOLOGI 31
SALIYO

Penelitian yang dilakukan Onkvisit adalah hubungan self concept academic


dan Shaw (1967) mengatakan bahwa self (khususnya matematika dan verbal) dan
concept sangat signifikan hubungannya academic achievement pada mata pelajaran
dengan studi perilaku konsumen dan matematika dan bahasa Inggris untuk
banyak dari pembelanjaan membuat remaja. Rata-rata subjek berumur 12-15
konsumen terpengaruh secara langsung tahun dan diukur dengan menggunakan
oleh indiviu. Pandangan ini diperkuat Self Description Questionnaire II. Hasilnya
oleh peneliti seperti (Feinberg et al., 1992; menunjukan bahwa wanita rendah pada
Schwer & Daneshvary, 1995; Sirgy & self concept mathematical, dan laki-laki juga
Ericksen, 1992). Studi yang lain adalah rendah pada academic self concept, dan
penelitian tentang perbandingan self verbal self concept (Milne, & Drysdale,
concept antara siswa yang berbakat dengan 2000).
siswa yang tidak berbakat. Hasil peneliti- Konsep diri yang dijelaskan di atas
an tersebut menunjukkan bahwa self yang dimiliki oleh orang-orang Samin
consept siswa berbakat lebih positif seiring dengan zaman mungkin dapat
dibandingkan siswa yang tidak berbakat berubah karena tuntutan zaman. Ada
(Abland, 1977; Chan, 1988; Janos, 1985). beberapa faktor bahwa konsep diri dapat
Laporan penelitian lain menemukan berubah seiring dengan perubahan sosial
perbedaan bahwa self concept siswa menurut Adam (2007) diantaranya adalah
berbakat lebih rendah daripada siswa globalisasi, teknologi, badan, refleksitas,
yang tidak berbakat (Coleman & Fults, ruang dan waktu, homogenitas, transna-
1982; Lea–Wood & Clunies-Ross, 1995). tional korporasi, individual, polarisasi dan
Self concept juga dipengaruhi oleh jenis gender. Faktor faktor tersebut zaman dulu
kelamin, beberapa penelitian menemukan dengan sekarang sudah banyak perbedaan
adanya perbedaan, self concept laki-laki dan dimungkinkan konsep diri yang dipe-
lebih tinggi pada self perception matematika gang oleh orang-orang Samin dimung-
dan kemampuan fisik, sedangkan perem- kinkan banyak perubahan.
puan memiliki self perception verbal dan Berkaitan dengan budaya atau konsep
pada kemampuan seni (Byrne & diri orang Samin penulis mengkaji konsep
Shavelson, 1987; Fleming & Whalen, 1990; diri orang Jawa. Hal yang demikian
Forte & Vispoel, 1995; Hagborg, 1993; sebagai kajian pembanding teori konsep
Hyde, Fennema, Ryan, Frost, & Hopp, diri yang ditulis di awal. Ungkapan-
1990; Marsh, 1989a. 1989b; Marsh, Barnes, ungkapan orang-orang Jawa yang menjadi
Cairns, & Tidman, 1984; Robinson-Awana, pedoman perilaku hidup dalam
Kehle, & Jenson, 1986; Vispoel & Forte, kehidupan setiap hari diantaranya adalah;
1994). Rumangsa melu anduweni, Wajib melu
Campbell (1996) mengembangkan angkrungkebi, Mulat sarira angrasa wani
pengukuran self dengan pengukuran Self (Marbangun, 1983). Artinya merasa ikut
Concept Clarity Scale (SCCS). Penelitian ini memiliki, Wajib ikut melindungi, Meneliti
menemukan bahwa individu yang rendah diri dengan berani. Ungkapan ini
skornya dengan pengukuran SCCS mengadung makna bahwa seseorang yang
mengindikasikan bahwa self concept clarity merasa ikut memiliki sesuatu benda atau
yang dimiliki rendah, begitu juga self apapun wajib ikut memelihara
esteem-nya juga rendah, tetapi depresi dan melindunginya, dan orang tersebut juga
neoritisnya tinggi. Penelitian yang lain

32 BULETIN PSIKOLOGI
KONSEP DIRI, BUDAYA JAWA

harus mawas diri. Meneliti diri menjadi Mengurangi hawa nafsu, Bertapa sepenuh
orang baik atau tidak dalam masyarakat. hati, Baik siang dan malam, Membangun
Ungkapan yang lain adalah; Ngelmu enaknya hati sesama. Ini adalah contoh
iku kelakone kanthi laku, Lekase lawan kas, perilaku yang dilakukan panembahan
Tegese kas, nyantosani, Setya Budya pengekese senapati mataram yang dapat menahan
dur angkara (Marbangun, 1983). Artinya, hawa nafsu siang dan malam dengan
ilmu itu jalannya karena dilaksanakan, sepenuh hati serta berinteraksi dengan
Mulainya dengan kas, Maksudnya kas, teman, tetangga saudara dengan budi
kemauan yang keras, Teguh iman dan pakerti yang baik. Barangkali ungkapan-
budi menghadapi segala godaan. Makna ungkapan yang di atas adalah ajaran
ungkapan manfaat ilmu karena dilaksa- orang Jawa. Kalau dalam psikologi dapat
nakan dengan syarat ada kemauan keras, dikata itulah konsep diri perilaku orang
keteguhan iman dan budi serta tahan Jawa.
segala cobaan nafsu yang akan menjatuh-
kan martabatnya. Ungkapan yang cukup Penutup
populer adalah; Sugih tanpa banda, Digdaya
tanpa aji, Nglurug tanpa bala, Menang tanpa Independensi dan interpedensi
ngasorake (Marbangun, 1983). Artinya kaya (Markus & Kitayama, 1991) untuk budaya
tanpa harta benda, Sakti tanpa jimat atau barat lebih tepat dengan indepedensi,
senjata, Menyerbu tanpa bala tentara, dan karena masyarakat memberikan ruang
Menang tanpa mengalahkan atau meren- terbuka untuk ekspresi menjadi hal yang
dahkan. Ungkapan tersebut mengandung unik, sedangkan untuk Asia lebih tepat
makna bahwa orang Jawa kaya tanpa interpedensi, karena masyarakat tidak
harta, tetapi kaya hati. Ini artinya bukan terlalu memberikan public sphere untuk
berarti harus miskin, tetapi kaya harta juga berekspresi. Masih terikat budaya kolektif/
kaya budi pekerti. Sakti tanpa senjata, paguyuban sehingga batas-batas norma
orang tidak perlu sombong dengan sosial masih kental. Independen lawan
kekuatan fisik ataupun kekuatan ilmunya, interdepedensi: dalam budaya tentu ada
tetapi kekuatan karena budi pekerti dan variasi diantara anggota dalam hal pema-
imannya menjadi cahaya. Selanjutnya haman diri yang independent/inter. Pria dan
nglurug tanpa bala, bahwa dalam berperang wanita mempunyai pemahaman diri yang
bersifat satria, berani sendiri tanpa teman berbeda, bahkan dalam satu kelompok
dan kelompoknya. Menang tanpa ngasorake, etnis dan gender akan ada perbedaan
bahwa ketika berperang itu menang tanpa pemahaman diri (Gilligan, 1982). Inilah
merendahkan atau membuat malu lawan. kelebihan dua teori di atas bahwa perbe-
daan sangat penting dalam mempelajari
Ungkapan lain adalah, Nuladha laku
budaya.
utama, Tumraping wong tanah Jawi, Wong
Agung ing Ngeksiganda, Penembahan Teori konsep diri Cooley yaitu (looking
Senapati, Kapati Amarsudi, Sudaning Hawa – glass self) kelemahannya adalah konsep
lan Napsu, Pinesu tanpa brata, Tanapi ing diri yang statis. Alasanya bahwa orang
siang ratri, Amangun karyenak tyasing terlahir dari individu dulu baru masya-
sasama (Marbangun, 1983). Artinya contoh rakat. Kelebihannya adalah teori ini akan
perilaku utama, Bagi orang tanah Jawa, membawa yang positif baik seorang indi-
Orang Agung dari Mataram, Panembahan vidu sebagai diri yang membangkitkan
Senapati, Habis-habisan berusaha, emosi-emosi yang lebih kuat daripada

BULETIN PSIKOLOGI 33
SALIYO

yang bukan diri. Hanya melalui perasaan yang mempunyai perilaku sesuai dengan
subjektif diri dapat diidentifikasikan ungkapan tersebut dipastikan adalah
(percaya diri). Kelemahannya sebaliknya orang yang baik.
bila identifikasi negatif akan menjadi
kurng bagus (inferior). Teori konsep diri
Daftar Pustaka
Mead, kelebihanya adalah konsep diri
bersifat progresif, berkembang sesuai Adam, M. (2007). Self and Social Change,
perkembangan masyarakat, karena masya- Sage Publication Ltd.
rakat lebih dulu daripada individu. Kon-
Areppattamannil, S., & Freeman, J.G.
sep diri lahir dari masyarakat. Ada slogan
(2008). Academic Achievement, Aca-
atau ’adagium’ orang yang memakai teori
demic Self Concept, and Academic
ini dengan perkataan “Wani ngalah luhur
Motivation of Imigrant Adolescents in
wekasane, berani mengambil risiko walau-
the Greater Toronto Area Secondary
pun pahit rasanya, gentleman, kesatria.
Schools, Journal of Advanced Academic,
Kelemahannya orang yang memakai teori
19(4), 700-743.
ini tidak selalu untung. Teori Konsep diri
Goffmann (dramaturgi). Kelebihannya teori Berry, J. W., Fortinga, Y. P., Segall, M. H.,
ini menawarkan cara yang berguna untuk & Dasen, P. R. (1994). Cross-cultural
masyarakat menjadi sesuatu. Dalam psychology: Research and applications,
berperan melihat situasi yang tepat. Teori Cambridge University Press.
ini tepat untuk diaplikasikan dalam politik Burn, R. B. (1979). The Self Concept; Theory
karena akan selalu untung. Tetapi sayang- measurement development and behaviour,
nya teman-teman atau koleganya menga- Arrangement with Longman Group
takan sinis, munafik, oportunis dan meja- UK Ltd, London.
dikannya sebagai ’bemper’. Chan, D. W. (2002). Perceptions of
Baik bagian teori di atas dapat dite- Giftedness and Self – Concept Among
rapkan di pertempuran politik. Sayang- Junior Secondary Students in Hong
nya, bagian lebih banyak rugi dalam Kong, Journal of Youth and Adolescence,
politik dan ngalah tetapi kesatria, sedang- 31(4), 243-252.
kan bagian banyak untung tetapi opor- Cuskelly, M., Ziviani, M. J., & Poulsen, A.
tunis. Untuk ungkapan-ungkapan Jawa A. (2008). Leisure Time Physical
dikatakan teori memang perlu dikaji Activity Energy Expenditure in Boys
mendalam. Tetapi, paling tidak bahwa With Developmental Coordination
ungkapan ungkapan tersebut mengan- Disorder: The Role of Peer Relations
dung makna tentang perilaku yang baik Self Concept Perceptions, Occuption,
dalam kehidupan sehari-hari. Dapat Participation and Health, 28(1), 30-39.
dikatakan, bahwa hal tersebut adalah
Geertz, C. (1975). On the nature of
konsep diri yang baik bagi orang Jawa.
antropological understanding Ameri-
Kelemahannya adalah bahwa ungkapan
can Scientist, 63, 47 – 53.
ungkapan tersebut menggunakan bahasa
Jawa krama inggil, hal tersebut menyebab- Gergen, K. J. (1970). The Concept of Self,
kan generasi sekarang terkadang kesulitan Holt Rinehart and Winston, Inc.
memahaminya. Kelebihannya bahwa mak- Kim, U., Yang, K.S., & Hwang, K. K.
na ungkapan tersebut mengandung (2006). Indigeneous and Cultural Psy-
kearifan lokal (local wisdom), artinya orang

34 BULETIN PSIKOLOGI
KONSEP DIRI, BUDAYA JAWA

chology, Understanding People in Western Washington University,


Context, Springer. Bellingham, Washington USA.
Kitayama, S., & Markus, H. Z. (1991). Milne, S., & Drysdale, M. T. B.
Culture and the Self: Implications for (2000).Gender Differences in Math and
Cognition, Emotion, and Motivation, Verbal Self Concept and the Impact on
Psychological Review, 98(2), 224-253. Academic Ahievement, Departement of
Koentjaraningrat. (1997). Pengantar Antopo- Psychology University of Waterloo, 1-14.
logi pokok-pokok etnografi II, Jakarta: McLaurin, J. R. (2006) An Explanation of
Rineka Cipta. The Effects of Transformational
Leonard, N. H, Beauvais, L. L., & Scholl, R. Leadership Through The Self Concept
W. (1999). Work Motivation: The of Motivation, Proceedings of the
incorporation of self concept – based Academy of Strategic Management, 5(1),
processes, Human Relations, 52(8) 969. 9-13.
http://dx.doi.org/10.1177/00187267990520 Scott, D. (1998). The self-concept and
0801 image congruence hypothesis An
Marbangun, H. (1983). Manusia Jawa. empirical evaluation in the motor
Idayu: Jakarta, vehicle market. European Journal of
Marketing, 32(11-12), 1110-1123.
Mutran, E. J., Reitzes, D. J., Bratton K. A.,
& Fernandez, M. E. (1997). Self Esteem Vartanian, L. R. (2009). When The Body
and subjective response to work Defines The Self; Self – Concept
among mature worker: Similarities Clarity, Internalization, And Body
and diiferences by gender. Journals of Image, Journal of Social and Clinical
Gerontology, SOCIAL SCIENCES, Psychology, 28(1), 94-126.
52B(2), S89-S96. Diunduh dari: Verkuyten, M. (1995). Self Esteem, Self
psychsocgerontology.oxfordjournals.o Concept Stability, and Aspects of Etnic
rg/content/.../S89.full.p... Identity Among Minority and
Matsumoto, D. (1994). Psychology from a Majority Youth in The Netherlands,
Cultural Perspective, Waveland Press, Journal of Youth and Adolescence, 24(2),
Inc. 155-175.
Matsumoto, D. (2002). Culture, psycho- Vispoel, W. P., & Fast, E. E. F. (2000).
logy, and education. In W. J. Lonner, Response Biases and Their Relation to
D. L. Dinnel, S. A. Hayes, & D. N. Sex Differences in Multiple Domains
Sattler (Eds), Online Reading in of Self-Concept, Applied Measurement
Psychology and Culture (Unit 2, Chapter in Education, 13(1), 79-97.
5), Diunduh dari: http://www.ac. Watkins, D., & Gerong, A. (1997). Culture
wwu.edu/culture/index-cc.htm), and Spontaneous Self Concept Among
Center for Cross-Cultural Research, Filipino College Students, Journal of
Psychology, 137(4), 480-488.

BULETIN PSIKOLOGI 35

Anda mungkin juga menyukai