Anda di halaman 1dari 39

Makalah

PENGOLAHAN HASIL PENILAIAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi

Dosen Pengampu :

Sri Hartati, S.Pd., M.Pd.

Iwan Ridwan Yusup, M.Pd

Disusun oleh :
Ilma Nurfajriyani 1162060046
Kintan Maudy 1162060058
Muhammad Ihsan 1162060066
Pipit Eka Pitriani 1162060080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

TAHUN 2018

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Pengolahan
hasil penilaian ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga penulis
berterima kasih pada Ibu Sri Hartati, S.Pd., M.Pd. dan Bapak Iwan Ridwan Yusuf, M.Pd selaku
Dosen mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi yang telah memberikan kepercayaan serta
dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pengolahan Hasil Penilaian dalam proses belajar mengajar.
Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya.
Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari demi perbaikan makalah ini di
waktu yang akan datang.

Bandung, 23 Februari 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I | PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II | PEMBAHASAN

A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis atau Uraian (Essay) dan Objektif 3
B. Pengolahan Skor mentah menjadi Nilai 4/10/100 6
C. Pengolahan Data Hasil Tes: PAP dan PAN 11
D. Peringkat (Ranking / Grade) 20

BAB III | PENUTUP

A. Kesimpulan 35
B. Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penilaian pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui


sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami pelajaran yang telah disampaikan guru.
Penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi
(rangkaian kemampuan) peserta didik dengan memiliki beberapa tujuan. Penilaian atau
assesmen merupakan kegiatan informasi hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan menetapkan apakah peserta didik telah menguasai kompetensi yang
ditetapkan oleh kurikulum. Berdasarkan data informasi yang telah diproses.

Menurut Djemari Mardapi (1999:8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau


mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995:21) penilaian adalah
keputusan tentang nilai. Menurut Linn dan Gronlud (uno dan satria,2012), asesmen atau
penilaian adalah suatu istilah umum yang meliputi tentang belajar siswa dan format
penilaian kemajuan belajar siswa. Selain itu penilaian juga didefinisikan sebagai sebuah
proses yang ditempuh untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam rangka
membuat keputusan mengenai siswa, kurikulum, program-program, dan kebijakan
pendidikan.

Menurut Angelo dan Croos (Abidin,2014), penilaian merupakan sebuah proses yang
didesain untuk membantu guru menemukan hal-hal yang telah dipelajari siswa di dalam
kelas dan tingkat keberhasilannya dalam pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar,
perlu diketahui hasil dari proses belajar mengajar tersebut. Hasil dari proses pembelajaran
yang dilakukan oleh guru dapat diketahui dari nilai siswanya. Penilaian sangat di lakukan
oleh guru, hal ini dapat bermanfaat bagi guru dan siswanya sendiri. Bagi buru nilai siswa
dapat dijadikan acuan bagi proses pembelajaran yang akan dilakukan. Bagi siswa nilai
bermanfaat untuk mengetahui tolak ukur pemahaman siswa terhadap suatu materi
pembelajaran yang sudah diajarkan.

1
Nilai dalam proses pembelajaran tidak begitu saja dapat digunakan sebagai acuan atau
tolak ukur penilaian guru terhadap kemampuan siswanya, maupun tolak ukur siswa itu
sendiri terhadap kemampuannya sendiri. Sangat penting bagi guru untuk mengolah data
hasil penilaian yang sudah dilakukan. Manfaat dari pengilahan nilai akan sangat membantu
guru dan siswa dalam pemahaman kemampuan seorang siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teknis Penilaian Evaluasi pembelajaran berbasis Esai (Objektif)?
2. Apa yang dimaksud Skala 4/10/100 dan bagaimana penerapannya?
3. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan PAP dan PAN dalam pengolahan Hasil
penilaian?
4. Bagaimana Teknis pengolahan hasil penilaian dalam Bentuk Peringkat dan pemberian
peringkat kepada peserta didik?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Teknis Penilaian Evaluasi pembelajaran berbasis Esai (Objektif).
2. Untuk mengetahui Skala 4/10/100 dan bagaimana penerapannya dalam Pengolahan hasil
penilaian.
3. Untuk mengetahui Pendekatan PAP dan PAN dalam pengolahan Hasil penilaian.
4. Untuk mengetahui Teknis pengolahan hasil penilaian dalam Bentuk Peringkat dan
pemberian peringkat kepada peserta didik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis atau Uraian (Essay) dan Objektif

Tes hasil belajar yang dilakukan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan hasil tes
belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk hasil belajar itu
memiliki karakter fisik yang berbeda, sudah barang tentu teknik pemeriksaan hasil-hasilnya
pun berbeda pula (Sudijono, 2013 : 301).

Menurut Zainal Arifin (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada 4 (empat) langkah
pokok yang harus ditempuh, yaitu:

1. Menskor, yaitu memberi skor terhadap hasil tes yang dapat diperoleh oleh peserta didik.
Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu yaitu kunci jawaban,
kunci skoring dan pedoman konversi.
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai dengan norma tertentu.
3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai baik berupa huruf maupun angka.
4. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan
reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.

1. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian


Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil tes uraian ini ada dua hal yang perlu
dipertimbangkan, yaitu: (1) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes
uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak atau: (2) apakah nantinya pengolahan dan
penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan didasarkan pada standar relatif.
Dalam keadaan di mana butir-butir soal yang diajukan dalam bentuk tes uraian itu
untuk tiap butir soal tidak memiliki derajat kesukaran yang sama, atau jumlah unsur yang
terdapat pada setiap butir soal adalah tidak sama, maka pemberian skornya juga harus
berpegang kepada derajat kesukaran dan jumlah unsur yang terdapat pada masing-
masing butir soal tersebut (Sudijono, 2013 : 302).
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan
pada standar mutlak (di mana penentuan nilai secara mutlak akan didasarkan pada
prestasi individual), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:

3
a. Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee dan membandingkannya dengan
pedoman yang sudah disiapkan.
b. Atas dasar hasil perbandingan tersebut, tester lalu memberikan skor untuk setiap butir
soal dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
c. Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan. Adapun apabila nantinya pengolahan
dan penentuan nilai akan didasarkan pada standar relatif (di mana penentuan nilai akan
didasarkan pada prestasi kelompok), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai
berikut:
1) Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh testee,
sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai keseluruhan jawaban yang
ada.
2) Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee.
3) Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya
4) Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh tes dapat
diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan
dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai lebih lanjut (Sudijono,
2013).

2. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Bentuk Obyektif


Menurut Arikunto (2009 : 164) Tes obyektif adalah adalah tes yang dalam
pemeriksaannya dapat dilakukan secara obyektif. Terdapat berbagai macam tes obyektif,
sebagaimana yang dikemukakan Witherington(1952) dalam Arifin (2009 : 135) bahwa
“There ara many varieties of there new test, but four kinds are in a most common use,
true-false, multiple choice, completion,matching”.

Menurut Sudijono (2013 : 302) Dalam tes obyektif untuk memberikan skor umumnya
digunakan rumus correction for guessing atau sering dikenal dengan istilah sistem denda.
Untuk tes obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi skor maksimum 1 (satu).
Apabila seorang testee menjawab betul satu item sesuai dengan kunci jawaban, maka ke
depannya diberikan skor 1. Apabila dijawab salah, maka skornya 0 (nihil). Adapun cara
menghitung skor terakhir dari seluruh item true-false, dapat digunakan dua macam
rumus, yaitu : (1) rumus yang memperhitungkan denda. Dan (2) rumus yang
mengabaikan atau meniadakan denda. Penggunaan rumus-rumus itu sepenuhnya

4
diserahkan kepada kebijakan tester, apakah dalam tes hasil belajar tersebut kepada testee
akan dikenai denda (bagi jawaban yang salah) ataukah tidak (Sudijono, 2013 :303).

Rumus skor akhir dengan memperhitungkan denda adalah sebagai berikut :

R−W
𝑆=
0−1
Di mana :
S = Skor yang dicari
R = Jumlah jawaban betul, yaitu jawaban yang sesuai dengan kunci jawaban
W = Jumlah jawaban salah, yaitu jawaban yang tidak sesuai dengan kunci jawaban
O = Option atau alternatif (= kemungkinan jawaban), dimana pada tes obyektif bentuk
true false ini kemungkinan jawabannya hanya dua, yaitu B (betul) atau S (salah)
1 = Bilangan konstan.
Adapun rumus skor akhir yang tidak memperhitungkan denda adalah sebagai berikut :
S=R
Di mana :
S = Skor yang dicari
R = Jumlah jawaban betul

3. Teknik Pengolahan Dan Pengubahan (Konversi) Skor Hasil Tes Hasil Belajar
Menjadi Nilai
Skor dan nilai pada dasarnya mempunyai pengertian yang berbeda, perlu dijelaskan
terlebih dahulu mengenai perbedaannya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
kadang-kadang orang menganggap bahwa skor itu mempunyai pengertian yang sama
dengan nilai, padahal pengertian seperti itu belum tentu benar.
Menurut Sudijono (2013: 309), Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (= memberikan
angka) yang diperoleh dengan jalan menggunakan angka-angka bagi setiap butir item
yang oleh tes telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban
betulnya. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang
merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya,
serta disesuaikan peraturannya dengan standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai
sering disebut skor standar (Standard score).
Ada dua hal yang perlu dipahami bahwa dalam pengolahan dan pengubahan skor
mentah menjadi nilai itu ada dua cara yang dapat ditempuh :

5
a. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan
mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium atau criterion (= patokan). Cara
pertama ini sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation.
b. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan
mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok. Cara kedua ini sering
dikenal dengan istilah norm reference evaluation.

B. Pengolahan Skor mentah menjadi Nilai 4/10/100

Ungkapan seorang guru memperoleh mentah dari hasil ulangan sejarah di kelas III SMP
yang berjumlah 50 orang siswa sebagai berikut :

16 64 87 36 56 42 43 54 47 51
77 55 68 42 40 47 42 46 45 50
20 57 28 7 44 51 40 39 39 57
28 39 31 48 46 377 417 43 49
29 44 34 50 45 35 44 52 56 45
Untuk mengolah skor mentah di atas menjadi 1-10, kita perlu mencari Mean (angka rata-
rata) dan DS. Untuk itu skor mentah tersebut kita susun ke dalam tabel distribusi frekuensi.
Langkah-langkah menyusun tabel frekuensi adalah sebagai berikut :

1. Kita tentukan dulu banyaknya kelas interval dengan jalan :


a. Materi range (R), dengan mengurangi skor maksimum dengan skor minimum (range=
selisih antara skor maksimum dan skor minimum)
b. Bagian range ke dalam interval-interval yang sama sedemikian rupa sehingga jumlah
kelas interval antara 6-15 atau 11-19.
Rumus untuk mencari kelas interval:

R
+1
I

c. Cara lain untuk mencari atau menentukan besarnya kelas interval dapat juga
menggunakan rumus Sturges sebagai berikut :

K = 1 + 3,3 log n

6
K= banyaknya kelas yang dikehendaki atau dicari
1= merupakan bilangan tetap
n= banyaknya skor (jumlah siswa yang dites).

2. Mengisi kolom 2 (kolom interval) di dalam tabel yang telah tersedia, mulailah dari skor
minimum berturut-turut dengan interval yang telah ditemukan dan sejumlah kelas yang
ditentukan pada langkah pertama.
3. Membuat tally pada kolom 3 (mentabulasikan tiap-tiap skor ke dalam kelasnya).
4. Mengisikan angka (jumlah) tally ke dalam kolom 4 (lajur frekuensi=f).
5. Menentukan deviasi pada jalur d dengan menetapkan letak mean dugaan (M) dengan
angka nol pada kelas tertentu. Untuk menduga letak nol tersebut dapat kita pilih kelas
yang mengandung frekuensi yang paling tinggi. Selanjutnya kita letakkan angka-angka
deviasi itu dari nol ke atas dan ke bawah. Angka-angka di atas nol kita beri tanda + (plus)
dan angka-angka di bawah nol diberi tanda – (minus).
6. Mengisi jalur Fd dengan mengalirkan angka-angka pada lajur f dan d. kemudian hasilnya
dijumlahkan pada bagian bawah pada tabel ( = fd ). Sampai dengan kolom 6 ini (lajur fd)
kita telah dapat menghitung besarnya mean yang sebenarnya dari tabel tersebut. Akan
tetapi, karena kita masih memerlukan mencari DS (deviasi standar) kita perlu menambah
satu kolom lagi untuk mencari fd2.
7. Mengisi lajur fd2, kemudian dijumlahkan pula pada bagian bawah dari tabel sehingga
kita peroleh∑ 𝑓𝑑2 yang diperlukan dalam rumus untuk mencari DS.

Demikian seterusnya, kita dapat menambah kolom atau lajur yang diperlukan sesuai
dengan perhitungan manakah yang hendak kita cari. Dari hasil mentah hasil ulangan sejarah
itu kita dapat menyusun tabel distribusi frekuensi seperti berikut :

Skor maksimum = 87

Skor minimum =7

Range = 87-7 = 80

7
Banyaknya kelas interval :

R 80
+1 = +1 = 11
I 8

Jadi, interval (i) = 8; kelas interval = 11

Kelas Interval Tally F d fd fd2

1
1. 87-94 1 +6 6 36
-
2. 79-86 0 +5 0 0
11
3. 71-78 2 +4 8 32
111
4. 63-70 3 +3 9 27
1111
5. 55-62 4 +2 8 16
1111 1111 1
6. 47-54 11 +1 11 11
1111 1111 1111
7. 39-46 18 -0 0 0
111
8. 31-38 4 -1 -4 4
1111
9. 23-30 3 -2 -6 12
111
10. 15-22 3 -4 -9 27
111
11. 7-14 1 -4 -4 16
1

N= + 19 181
50 (∑ 𝑓𝑑) (∑ 𝑓𝑑2)

Sekarang kita cari angka rata-rata (mean) dari tabel di atas.

Rumus mean M=M’ + i ∑fd2

Dengan melihat pada tabel distribusi frekuensi maka :


+19
M = 42,5 + 8 ( ∑ 𝑓𝑑42,5 + 3,04 = 45,54
)=
50

Mean dugaan (M’) terbesar 42,5 ini titik tengah dari kelas interval 39- 46 yaitu kelas interval
yang kita duga tepat letaknya mean. Cara menghitung :

8
M’ = 39 + 46 = 85 = 42,5
2 2
Dengan menggunakan rumus tersebut maka :

181 +19
DS = 8√ 50 – ( 50 )2

=8 √3,62 − 0,1444

=8√3,5756

=8 X 1,89 = 15,12 dibulatkan menjadi = 15

Setelah kita temukan besarnya mean dan DS. (mean = 45,54 dan DS = 15), langkah
selanjutnya ialah menjabarkan skor mentah yang kita peroleh dari ulangan sejarah ke dalam
nilai 1-10 dengan menggunakan rumus penjabaran sebagai berikut :

Rumus penjabaran :

M + 2,25 DS = 10

M + 1,75 DS = 9

M + 1,25 DS = 8

M + 0,75 DS =7

M + 0,25 DS = 6

M – 0,25 DS = 5

M – 0,75 DS = 4

M – 1,25 DS = 3

M – 1,75 DS = 2

M – 2,25 DS = 1

Dengan pedoman penjabaran tersebut di atas, sekarang guru tinggal mentransfer atau
mengubah skor mentah yang diperoleh setiap siswa ke dalam nilai 1-10. Dengan penjabaran
secara sistematika, dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan menggunakan mean dan
DS aktual, yaitu mean dan DS yang diperoleh dari perhitungan skor mentah yang benar-
benar dicapai oleh kelompok siswa yang dites siswa tersebut di atas, bagaimana pun hasil
tes yang kita peroleh akan menghasilkan nilai di antara 1-10 atau antar 0-10. Dengan kata
lain, akan selalu terdapat anak yang memperoleh nilai tinggi dan nilai yang terendah karena

9
dalam penyusun tabel yang menjadi dasar perhitungan menggunakan skor maksimum dan
skor minimum yang benar-benar dicapai oleh kelompok siswa yang dites.

Dengan demikian, nilai-nilai yang diperoleh siswa masing-masing menunjukkan status


kepandaian siswa tersebut dibandingkan dengan teman-teman yang lain di dalam kelompok
itu. Kebaikan sistem penskoran seperti inilah bahwa nilai-nilai yang diperoleh siswa benar-
benar mencerminkan kapasitas kelompok (disesuaikan dengan kondisi atau tingkat
kepandaian kelompok yang bersangkutan). Akan tetapi, kelemahannya ialah bahwa nilai-
nilai yang diperoleh sistem tersebut belum mencerminkan sampai di mana pencapaian scope
h=bahwa pelajaran yang diteskan. Oleh karena itu, untuk mengurangi kelemahan ini kita
juga menggunakan mean ideal dan DS ideal. Caranya adalah sebagai berikut :

Misalnya tes yang dipergunakan untuk ulangan sejarah yang telah kita bicarakan di
muka, memiliki skor maksimum ideal = 100
100
Mean ideal = skor maksimum ideal = = 50
2

𝑀𝑒𝑎𝑛 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 50
DS ideal = = = 16.6
3 3

Dengan menggunakan mean ideal dan DS ideal , ternyata bahwa hasilnya menjadi
berlainan. Siswa yang mendapat nilai 10 adalah siswa yang memperoleh skor mentah 87 ke
atas, dan bukan 79 ke atas seperti hasil perhitungan dengan menggunakan mean dan DS
aktual. Juga yang mendapat nilai6 adalah siswa yang memperoleh skor 54 sampai dengan
61, dan bukan 49 sampai dengan 56. Perubahan skor mentah menjadi nilai 1-10 dengan
menggunakan mean ideal dan DS ideal lebih mudah dan praktis karena kita tidak perlu
menyusun tabel distribusi frekuensi. Untuk menghitung mean ideal, kita hanya memerlukan
skor maksimum ideal dari tes yang kita lakukan. Yang dimaksud dengan skor maksimum
ideal ialah skor tertinggi yang seharusnya dicapai jika tes tersebut dikerjakan dengan betul
semua. Dengan demikian, besarnya skor maksimum pada jumlah item dan pembobotan
(weighting) dalam tes yang dipergunakan.

10
C. Pengolahan Data Hasil Tes: PAP dan PAN
Dalam mengolah suatu hasil dari tes yang diberikan oleh Guru kepada peserta didik,
maka digunakan pendekatan untuk menafsirkan hasil dari tes tersebut. pendekatan tersebut
yakni Pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Pendekatan Penilaian Acuan Norma
(PAN).
Pendekatan acuan patokan pada umumnya digunakan untuk menafsirkan hasil tes
Formatif, sedangkan Penilaian Acuan Norma (PAN) digunakan untuk menafsirkan hasil tes
Sumatif.

1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)


Pada pendekatan Ini, lebih memfokuskan atau menitikberatkan pada hal apa saja yang
dapat dilakukan oleh peserta didik. Artinya, kemampuan-kemampuan apa yang telah
dicapai oleh peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari keseluruhan
program. Jadi, penilaian acuan patokan meneliti apa yang bisa dikerjakan oleh peserta
didik, dan bukan membandingkan antara peserta didik yang satu dengan yang lain dalam
kelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau dengan patokan yang spesifik. Patokan
yang dimaksud yakni merupakan suatu tingkatan dalam pengalaman belajar yang
diharapkan tercapai seusai kegiatan belajar atau sejumlah kompetensi dasar yang telah
diterapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung. Misalnya kriteria yang
digunakan adalah 75% , bagi peserta didik yang kemampuannya di bawah kriteria yang
telah ditetapkan dinyatakan tidak berhasil dan harus mendapatkan pengulangan atau
remedial.
Tujuan penilaian acuan patokan adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau
kompetensi yang telah ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. Penilaian acuan
patokan sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar dari para
peserta didik, karena dalam penilaian tersebut peserta didik diusahakan mencapai standar
yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat
pencapaiannya. Dalam menentukan batas kelulusan (passing grade) dalam pendekatan
ini, maka setiap skor peserta didik dibandingkan dengan skor ideal yang mungkin dicapai
oleh peserta didik. Misalnya, dalam suatu tes ditetapkan skor idealnya adalah 100, maka
peserta didik yang memperoleh skor 85 sama dengan memperoleh nilai 8,5 dalam skala
0 – 10, dan demikian seterusnya.

11
Dalam menafsirkan pendekatan PAP, maka dapat digunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
Misal,
Skor Mentah Skor Standar
57-60 10
51-56 9
45-50 8
39-44 7
33-38 6
27-32 5
21-26 4
15-20 3
09-14 2
03-08 1
a. Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai oleh peserta didik, jika semua
soal dapat dijawab dengan betul.

b. Mencari rata-rata ( X ) ideal dengan rumus:


1
X ideal = 2
x Skor ideal

c. Mencari simpangan baku (s) ideal dengan rumus:


1
s ideal = x X ideal
2

d. Menyusun pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan

Berdasarkan langkah-langkah diatas, maka cara pengolahannya yakni sebagai berikut:

a. Mencari skor ideal, yaitu 60


1
b. Mencari rata-rata ideal, yaitu x 60 = 30
2
1
c. Mencari simpangan baku ideal, yaitu x 30 = 10
3

d. Menyusun pedoman konversi:


1) Skala Lima: A
X + 1,5 (s) = 30 + 1,5 (10) = 45
B
X + 0,5 (s) = 30 + 1,5 (10) = 35
C
X - 0,5 (s) = 30 - 1,5 (10) = 25
D
X - 1,5 (s) = 30 - 1,5 (10) = 15
E

12
Dengan demikian, skor 32 nilainya C, skor 20 nilainya D, skor 35 nilainya C, skor 24
nilainya D, dan Skor 17 nilainya D.

2) Skala Sepuluh: 10
X + 2,25 (s) = 30 + 2,25 (10) = 52,5
9
X + 1,75 (s) = 30 + 1,75 (10) = 47,5
8
X + 1,25 (s) = 30 + 1,25 (10) = 42,5
7
X + 0,75 (s) = 30 + 0,75 (10) = 37,5
6
X + 0,25 (s) = 30 + 0,25 (10) = 32,5
5
X - 0,25 (s) = 30 - 0,25 (10) = 27,5
4
X - 0,75 (s) = 30 - 0,75 (10) = 22,5
3
X - 1,25 (s) = 30 - 1,25 (10) = 17,5
2
X - 1,75 (s) = 30 - 1,75 (10) = 12,5
1
X - 2,25 (s) = 30 - 2,25 (10) = 7,5
0

Dengan demikian, skor 32 nilainya 5, skor 20 nilainya 3, skor 35 nilainya 6, skor 24


nilainya 4, dan skor 17 nilainya 2.

3) Skala 0 – 100 (T – skor):

𝑋− X
Rumus: T – skor = 50 + ( ) 10
𝑠

Keterangan:
50 dan 10 = Bilangan tetap
X = Skor mentah yang diperoleh setiap peserta didik
X = rata-rata
s = simpangan baku

13
Contoh:

Peserta didik A memperoleh skor Mentah 35, rata-rata = 60 dan simpangan baku =
2. Dengan demikian, nilai yang diperoleh peserta didik A dalam skala nilai 0 – 100
adalah:

35−60
50 + ( ) 10 = 37,5
20

4) Konversi dengan Z – score :


Z – score adalah suatu ukuran yang menunjukkan berapa besarnya simpangan baku
seseorang berada di bawah atau di atas rata-rata dalam suatu kelompok.

𝑋− X
Rumus: Z = ( )
𝑠

Contoh:

Diketahui: skor ( X ) = 35; rata-rata ( X ) = 60; simpangan baku = 20, jadi Z – skor
35−60
=( ) = -1,25.
20

5) Peringkat (Ranking)
Dalam menafsirkan skor mentah, dapat pula dilakukan Dengan cara penyusunan
peringkat. Caranya adalah dengan mengurutkan skor dari yang terbesar sampai
dengan yang terkecil. Skor terbesar diberi peringkat 1, begitu seterusnya sampai
dengan skor terkecil. Skor-skor yang sama harus diberi peringkat yang sama pula.
Contoh:
Diketahui: 5 (Lima) orang peserta didik memperoleh skor dalam bidang studi
Pendidikan Biologi sebagai berikut: 20, 35, 25, 25, dan 30. Untuk memberi
peringkat terhadap skor-skor tersebut dapat diikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
Pertama, mengurutkan skor tersebut dari yang terbesar sampai yang terkecil
dengan diberi nomor urut sesuai dengan jumlah data.
1. 35
2. 30
3. 25
4. 25
5. 20

Kedua, memberi peringkat berdasarkan nomor urut, tetapi untuk skor yang sama
yang harus diberi peringkat yang sama.

14
Skor: Peringkat:

1. 35 1
2. 30 2
3. 25 3,5
4. 25 3,5
5. 20 5

Peringkat untuk skor 25 adalah 3,5 yang diperoleh dari (3 + 4) : 2 = 3,5. Skor
selanjutnya diberi peringkat sesuai dengan nomor urut selanjutnya.

2. Penilaian Acuan Norma (PAN)


Pada pendekatan Penilaian Acuan Norma, makna dari angka (skor) seorang peserta
didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar
peserta didik lainnya dalam kelompok/kelas. Peserta didik dikelompokkan berdasarkan
jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relatif seorang peserta didik
dibandingkan dengan teman sekelasnya. Tujuan penilaian acuan norma adalah untuk
membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok dari tingkat kemampuan, mulai dari
yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Secara ideal, pendistribusian tingkat
kemampuan dalam suatu kelompok menggambarkan suatu kurva normal.
Pada umumnya, PAN digunakan dalam seleksi. Soal tes dalam pendekatan ini
dikembangkan dari materi yang dianggap guru penting sebagai sampel dari materi yang
telah disampaikan. Guru memiliki kewenangan untuk menentukan bagian mana yang
dianggap penting, karena itu guru harus bisa membatasi jumlah soal yang diperlukan.
Tidak semua materi yang telah disampaikan kepada peserta didik akan dimunculkan soal-
soalnya secara lengkap. Soal-soal harus dibuat dengan tingkat kesukaran yang bervariasi,
mulai dari yang mudah sampai pada yang sukar sehingga memberikan kemungkinan
jawaban peserta didik bervariasi, soal dapat menyebar, dan dapat membandingkan
peserta didik yang satu dengan yang lainnya.
Peringkat dan klasifikasi anak yang didasarkan pada penilaian acuan norma lebih
banyak mendorong pada kompetisi daripada membangun semangat kerja sama. Dengan
kata lain, keberhasilan peserta didik hanya ditentukan oleh kelompoknya. PAN biasanya
digunakan pada akhir unit pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta
didik. Pedoman konversi yang digunakan dalam pendekatan PAN sama dengan PAP.
Perbedaannya hanya terletak dalam menghitung rata-rata dan simpangan baku.
15
Dalam pendekatan PAN, rata-rata dan simpangan baku dihitung dengan rumus
statistik sesuai dengan skor mentah yang diperoleh peserta didik. Langkah-langkah
pengolahan data dengan Pendekatan Penilaian Acuan Normal (PAN) adalah sebagai
berikut:
a. Mencari skor mentah tiap peserta didik

b. Menghitung rata-rata ( X ) aktual dengan rumus:


∑ 𝑓𝑑
X aktual = Md + ( 𝑛
)i

Keterangan:
Md = Mean duga
f = frekuensi
d = deviasi
fd = frekuensi kali deviasi
n = jumlah sampel
i = interval
c. Menghitung simpangan baku ( s ) aktual dengan rumus:
𝑖 𝑛(∑ 𝑓𝑑2 )−(∑ 𝑓𝑑)2
s=√ 𝑛(𝑛−1)

d. Menyusun pedoman konversi

Langkah-langkah penyelesaian:

a. Menyusun skor terkecil sampai dengan skor terbesar seperti berikut:


17 25 30 34 37 42 50
17 27 31 34 37 42 50
20 27 31 35 37 43 50
21 27 31 35 38 43 50
21 28 32 36 38 44
22 29 32 36 38 46
22 29 32 36 39 47
24 30 33 36 40 50
Selanjutnya data ini ditabulasikan dalam daftar distribusi frekuensi, yaitu
mengelompokkan data sesuai dengan kelas interval. Untuk membuat kelas interval
dapat digunakan rumus Sturges, adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Mencari Rentang (Range), yakni skor terbesar dikurangi skor terkecil.
Skor terbesar = 50
Skor terkecil = 17 -

16
Rentang = 33
2) Mencari banyak kelas interval:
Banyak kelas = 1 + (3,3) log. N
= 1 + (3,3) log 52
= 1 + (3,3) (1,7160)
= 1 + 5,6628
= 6,6628 ≈ 7 (dibulatkan)
3) Mencari interval kelas
𝑅𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 33
i = 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = 6,6628 = 4,9529 ≈ 5

4) Menyusun daftar distribusi frekuensi


Kelas Interval Frekuensi

47 – 51 6
42 – 46 6
37 – 41 8
32 – 36 12
27 – 31 11
22 – 26 4
17 – 21 5

Jumlah 52

b. Menyusun rata-rata aktual


Kelas Interval F d Fd F(d2)

47 – 51 6 +3 18 54
42 – 46 6 +2 12 24
37 – 41 8 +1 8 8
32 – 36 12 0 0 0
27 – 31 11 -1 -11 11
22 – 26 4 -2 -8 16
17 – 21 5 -3 -15 45

Jumlah 52 4 158

∑ 𝑓𝑑 4
X = Md + ( )𝑖 = 34 + (52)5 = 34,38
𝑛

17
c. Menghitung simpangan baku aktual
𝑖 𝑛(∑ 𝑓𝑑2 )−(∑ 𝑓𝑑)2 5 52(158)−(4)2
s= √ = √
𝑛(𝑛−1) 52(52−1)

5 8216−16
=√ = 5√3,092006 = 8,79
2652

d. Menyusun pedoman konversi


1) Skala Lima: A
X + 1,5 (s) = 34,38 + 1,5 (8,79) = 47,57
B
X + 0,5 (s) = 34,38 + 1,5 (8,79) = 38,78
C
X - 0,5 (s) = 34,38 - 1,5 (8,79) = 29,99
D
X - 1,5 (s) = 34,38 - 1,5 (8,79) = 21,20
E

Dengan demikian, skor 32 nilainya C, skor 20 nilainya E, skor 35 nilainya C, skor


24 nilainya D, dan Skor 17 nilainya D.

2) Skala Sepuluh: 10
X + 2,25 (s) = 34,38 + 2,25 (8,79) = 54,16
9
X + 1,75 (s) = 34,38 + 1,75 (8,79) = 49,76
8
X + 1,25 (s) = 34,38 + 1,25 (8,79) = 45,37
7
X + 0,75 (s) = 34,38 + 0,75 (8,79) = 40,97
6
X + 0,25 (s) = 34,38 + 0,25 (8,79) = 36,58
5
X - 0,25 (s) = 34,38 - 0,25 (8,79) = 32,18
4
X - 0,75 (s) = 34,38 - 0,75 (8,79) = 27,79
3
X - 1,25 (s) = 34,38 - 1,25 (8,79) = 23,39
2
X - 1,75 (s) = 34,38 - 1,75 (8,79) = 19,00
1
X - 2,25 (s) = 34,38 - 2,25 (8,79) = 14,60
0

18
Dengan demikian, skor 32 nilainya 4, skor 20 nilainya 2, skor 35 nilainya 5, skor
24 nilainya 3, dan skor 17 nilainya 1.

3) Skala 0 – 100 (T – skor):

𝑋− X
Rumus: T – skor = 50 + ( ) 10
𝑠

Keterangan:
50 dan 10 = Bilangan tetap
X = Skor mentah yang diperoleh setiap peserta didik
X = rata-rata
s = simpangan baku
Contoh:
Peserta didik A memperoleh skor Mentah 35, rata-rata = 34,38 dan simpangan baku
= 8,79. Dengan demikian, nilai yang diperoleh peserta didik A dalam skala nilai 0
– 100 adalah:

35−34,38
50 + ( ) 10 = 50,71
8,79

4) Konversi dengan Z – score :


Z – score adalah suatu ukuran yang menunjukkan berapa besarnya simpangan baku
seseorang berada di bawah atau di atas rata-rata dalam suatu kelompok.

𝑋− X
Rumus: Z = ( )
𝑠
Contoh:
Diketahui: skor ( X ) = 35; rata-rata ( X ) = 34,38; simpangan baku = 8,79, jadi Z
35−34,38
– skor = ( 8,79 ) = 0,07.

Secara teoritik, pendekatan penilaian terdiri atas 2 pendekatan yakni PAP dan PAN.
Akan tetapi biasanya dalam praktiknya, kita dapat menggabungkan pendekatan PAP dan
PAN. Pendekatan gabungan digunakan dengan asumsi bahwa kedua pendekatan tersebut
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pedoman konversi yang digunakan
dalam PAP dan PAN sama, tapi perbedaannya adalah hanya terletak pada perhitungan
rata-rata dan simpangan baku.

19
D. Peringkat (Ranking / Grade)
Peringkat, atau yang lebih kita kenal sebagai ranking merupakan suatu deskripsi dari
hasil evaluasi belajar siswa setelah melewati suatu jenjang pendidikan tertentu. Pemberian
peringkat selalu dikaitkan dengan tingkat keberhasilan siswa atau kepandaiannya. Padahal
sejatinya tidak selalu dapat dikatakan siswa yang pandai ialah siswa yang mendapat
peringkat pertama, namun tidak salah juga jika pada umumnya didapati hal demikian yakni
siswa yang mendapat peringkat baik adalah siswa yang berprestasi dan memahami makna
pembelajaran yang telah dilaluinya.
Setelah dilakukan penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa, guru mendapatkan
data-data yang diperoleh melalui penskoran. Penskoran merupakan suatu proses perubahan
jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka. Angka-angka hasil penskoran tersebut
kemudian diolah menjadi nilai-nilai melalui pengolahan statistik tertentu, sehingga dapat
dinyatakan berupa angka atau huruf (Farida, 2017: 170).
Secara periodik, pembelajaran siswa dan program instruksional yang telah dilakukan
oleh seorang guru dapat dinilai dengan beberapa cara. Misalnya, diberi pertanyaan untuk
memberikan nilai akhir yang dapat dicapai oleh siswa. diuji dengan tes tertulis untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam menerima materi yang telah diberikan; atau dapat juga
dijumlah total skor hasil belajar dalam satu semester dan dibagi dengan jumlah siswa yang
mengikuti ujian (Sukardi, 2008: 212).
Guru dapat mengajar para siswa tanpa memberikan grade atau skor hasil belajar mereka.
Secara definitif, grade is major division of the instructional program on schools,
representing the working of one school year (Good: 1973). Grade dapat juga diartikan
derajat atau angka yang merupakan bagian program instruksional di sekolah, dan
menggambarkan kinerja siswa dalam periode satu tahun. Pengertian tentang grade juga
dinyatakan oleh Johnson dan Johnson, grade sebagai symbol yang mungkin berupa huruf,
angka, atau kata-kata yang menggambarkan pertimbangan nilai relatif pencapaian hasil
belajar selama waktu tertentu (Sukardi, 2008: 212-213).
Grade atau skor diberikan sebagai simbol yang mempresentasikan hasil belajar seorang
siswa. Di samping itu, grade juga merupakan simbol yang merefleksikan komunikasi
evaluasi sumatif yang diberikan guru sebagai media komunikasi dan laporan kepada orang
tua, kepala sekolah, dan para stakeholders yang berkepentingan. Menurut Good (1973),
“Grades are symbols that represent a value judgement concerning the relative quality of
students achievements during specific periods of instruction” atau grade adalah simbol

20
(angka, huruf, atau kata) yang menggambarkan nilai pertimbangan yang berkaitan dengan
kualitas siswa berprestasi selama periode pengajaran.
Dalam penentuan grade, guru meringkas dan menggabungkan beberapa aspek
pencapaian hasil belajar, misalnya kehadiran; partisipasi di kelas; ketaatan dalam mengikuti
ujian awal, tengah, dan akhir masa pembelajaran Grade atau nilai akhir memiliki arti yang
sangat penting karena nilai akhir tersebut dapat menentukan apakah siswa bisa melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak, bahkan grade selalu menjadi bagian integral yang
dipertimbangkan ketika mereka akan bekerja. Grade yang baik menentukan karier siswa
atau prospektif jenjang sekolah atau bahkan beberapa kemungkinan jabatan terbuka bagi
siswa yang bersangkutan. Nilai grade mempunyai arti yang bervariasi sesuai dengan fungsi
dan perannya terhadap para pelaku yang berkepentingan. Bagi siswa, nilai menunjukkan
pencapaian hasil belajar siswa. oleh karena itu, para siswa perlu mengetahui sistem grade
dengan baik agar mereka tetap termotivasi untuk belajar secara kontinu. Sedangkan bagi
para guru, grade mempunyai makna yang berbeda-beda dengan melihat skor pencapaian
hasil belajar, seorang guru akan dapat menebak dan mengatakan, “Kamu tidak belajar ya
dalam ulangan yang lalu?” Sebaliknya, seorang guru akan tersenyum dan memuji siswa
untuk belajar terus karena melihat skor hasil belajar yang menunjukkan keberhasilan dalam
ujian (Sukardi, 2008: 2-14-215).
Grade hasil belajar akhir adalah yang didasarkan atas tingkah laku dan penampilan yang
terarah dalam tes yang terorganisir dengan baik, memiliki derajat yang lebih tinggi
dibanding dengan grade yang hanya didasarkan atas tes kertas dan pena saja. Pada lingkup
yang lebih luas, termasuk lingkup sekolah atau lembaga pendidikan, grade sebagai simbol
yang menunjukkan keberhasilan siswa. Sebagian besar orang tua akan cepat memahami jika
para siswa menunjukkan grade yang tinggi, misalnya A dan B. mereka merasa bangga dan
mendorong anaknya untuk lebih menekuni lagi apa yang telah bisa dicapai dengan menjadi
lebih baik lagi (Sukardi, 2008: 215).
Rangking adalah peringkat. Metode ini merupakan pendekatan penskalaan komparatif
yaitu dengan menanyakan kepada responden rangking (kesatu, kedua dan seterusnya) teknik
ini relatif lebih cepat dan lebih mudah dipahami responden. Pada era ini, rapor telah
digantikan dengan LHBS (Laporan Hasil Belajar Siswa) dan tanpa ranking. Terdapat
beberapa istilah dalam pendidikan yang tidak mereka kenal semisal SSN, RSBI, UASBN,
UN. KBK (Arikunto, 1993).
Dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar, pada saat-saat tertentu staf pengajar (guru,
dosen, dan lain-lain) sebagai seorang pendidik dihadapkan pada tugas untuk melaporkan

21
atau menyampaikan informasi, baik kepada atasannya, kepada orang tua peserta didik,
maupun kepada peserta didik itu sendiri, mengenai: di manakah letak urutan kedudukan
seorang peserta didik jika dibandingkan dengan peserta didik lainnya, di tengah-tengah
kelompok di mana peserta didik itu berada. Dengan kata lain pihak-pihak yang bersangkutan
akan dapat mengetahui standing position masing-masing peserta didik dari waktu ke waktu;
apakah posisinya senantiasa stabil, semakin meningkat atau sebaliknya posisinya cenderung
menurun. Menurut Sudijono (2009) dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan urutan
kedudukan atau rangking peserta didik di tengah-tengah kelompoknya adalah letak seorang
peserta didik dalam urutan tingkatan atau rangking. Untuk menentukan ranking atau
kedudukan siswa dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu:
1. Ranking Sederhana (Simple Rank)
Urutan yang menunjukkan letak atau kedudukan seseorang dalam kelompok dan
dinyatakan dengan nomor atau angka biasa.
Contoh:
Misalkan dari 20 orang siswa Madrasah Ibtidaiyah yang mengikuti UAS diperoleh nilai
hasil UAS sebagai berikut:
Nilai untuk Mata Pelajaran

Nomor Urut Pend. Moral Bahasa Jumlah Nilai


Matematika IPA IPS
Murid Pancasila Indonesia (NEM)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 8.25 7.38 6.47 6.25 8.93 37.73
2 9.25 8.33 7.57 7.15 9.63 41.93
3 8.95 9.83 9.37 8.85 9.63 46.63
4 7.65 7.73 6.97 7.95 8.13 38.43
5 9.85 9.33 9.47 9.25 9.03 46.93
6 8.15 7.93 6.37 7.05 7063 37.13
7 7.85 8.03 7.17 6.85 7.33 37.23
8 9.75 9.83 9.17 8.85 9.73 47.33
9 9.63 9.25 7.57 7.15 8.33 41.93
10 7.35 8.03 6.17 6.15 7.33 35.03
11 8.75 7.73 6.37 6.65 7.33 36.83
12 9.15 9.13 9.27 9.35 9.23 46.13
13 8.35 7.93 9.87 8.05 8.13 42.33
14 8.85 7.83 9.17 9.15 8.73 43.72
15 9.95 8.93 8.77 8.25 8.33 44.23
16 10.00 9.83 9.87 9.85 9.33 48.88
17 8.03 7.93 8.17 7.75 9.03 40.91
18 8.75 7.73 7.37 6.65 7.33 37.83
19 8.15 9.85 7.87 6.15 7.13 39.15
20 8.85 9.15 6.67 7.05 8.83 40.55

22
Untuk dapat menyusun urutan kedudukan dari 20 orang siswa tersebut berdasarkan
Nilai NEM yang dimilikinya, terlebih dahulu kita susun NEM tersebut mulai dari yang
tertinggi sampai dengan yang terendah.

Nomor Urutan NEM Ranking


(1) (2) (3)
16 48.88 1
8 47.33 2
5 46.93 3
3 46.63 4
12 46.13 5
15 44.23 6
14 43.72 7
13 42.33 8
2 41.93 (9+10) : 2 = 9.5
9 41.93 (9+10) : 2 = 9.5
17 40.91 11
20 40.55 12
19 39.15 13
4 38.43 14
18 37.83 15
1 37.73 16
7 37.23 17
6 37.13 18
11 36.83 19
10 35.03 20

Cara menulis ranking di dalam buku rapor pada umumnya adalah sebagai berikut:
a. Jumlah siswa kelas I = 45 orang. Siswa bernama Nuryanti menduduki ranking
pertama, maka penulisan rankingnya adalah: 1/45
b. Apabila terdapat urutan kedudukan yang sama atau kembar, maka dalam penentuan
rankingnya digunakan rata-rata hiyung yaitu:
1) Siswa bernama Boy Anggi Pratama dan Andi Triandoko sama-sama memiliki
NEM sebesar 44,17. kedua siswa tersebut menurut urutan kedudukannya
seharusnya berada pada urutan ke-5 dan ke-6. Karena terjadi kekembaran dua,
maka urutan kedudukan bagi kedua siswa tersebut ditentukan dengan = (5+6) : 2 =
5.5
2) Siwa bernama Bowo, Agus, dan Thomas masing-masing memiliki NEM sebesar
43.17. ketiga siswa tersebut seharusnya menduduki urutan ke-7, 8, dan 9. Karena
terjadi kekembaran tiga, maka ranking bagi ketiga siswa tersebut ditentukan =
(7+8+9) : 3 = 8.

23
2. Ranking Persentase (Percentile Rank)
Kedudukan seseorang dalam kelompok yang menunjukkan banyaknya persentase
yang berada dibawahnya. Dimaksud dengan ranking presentase adalah angka yang
menunjukkan urutan kedudukan seseorang peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
Prosedur penentuan percentile rank adalah sebagai berikut:
a. Menentukan Simple Rank
b. Mencari atau menghitung banyaknya peserta didik dalam kelompok yang ada, yaitu
N-SR
c. Menghitung percentile ramk dengan rumus:
𝑁−𝑆𝑅
PR = x 100
𝑁

Contoh:

Nomor urut Nomor Siswa Simple Rank PR Percentile

20−1
1 16 1 PR = 20
x 100 95

20−2
2 8 2 PR = 20
x 100 90

20−3
3 5 3 PR= 20
x 100 85

20−4
4 3 4 PR= 20
x 100 80

20−5
5 12 5 PR= 20
x 100 75

20−6
6 15 6 PR= 20
x 100 70

20−7
7 14 7 PR= 20
x 100 65

20−8
8 13 8 PR= x 100 60
20

20−9
9 2 9.5 PR= 20
x 100 52.5

20−10
10 9 9.5 PR= 20
x 100 52.5

3. Standar Deviasi
Penentuan kedudukan seseorang dengan membagi kelas atas kelompok-kelompok.
Berbeda dengan simple rank dan percentile rank, maka disini penyusun urutan
kedudukan siswa didasarkan pada atau dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran

24
statistik. Ada 5 (lima) jenis ranking yang disusun menggunakan ukuran mean dan deviasi
standar, yaitu:
a. Penyusunan urutan kedudukan atas tiga ranking.
Penyusunan urutan kedudukan peserta didik menjadi tiga tingkatan, yaitu: ranking
atas (kelompok peserta didik dengan kemapuan tinggi), ranking tengah (ranking
peserta didik dengan kemampuan sedang), dan ranking bawah (kelompok peserta
didik dengan kemampuan rendah). Patokan untuk menentukan ranking atas, ranking
tengah, dan ranking bawah adalah sebagai berikut:
Atas
Mean + 1 SD

Tengah
Mean – 1 SD
Bawah
Jika dilukiskan dalam bentuk kurva sebagai berikut:

Nomor Urutan Murid NEM (x) x2


16 48.88 2389.2544
8 47.33 2240.1289
5 46.93 2202.4249
3 46.63 2174.3569
12 46.13 1956.2929
15 44.23 1914.0625
14 43.72 1791.8289
13 42.33 1758.1249
2 41.93 1758.1249
9 41.93 1758.1249
17 40.91 1673.6281
20 40.55 1644.3025
19 39.15 1532.7225
4 38.43 1476.8649
18 37.83 1431.1089
1 37.73 1423.5529

25
7 37.23 1386.0729
6 37.13 1378.6369
11 36.83 1356.4489
10 35.03 1227.1009
20 = N 830.89 = x 34843.1009 = x2

∑𝑋 830.89
Mx = =
𝑁 20

= 41.5445
∑𝑋 (∑𝑋) 2
SDx = √ 𝑁 − 𝑁

34843.0155 (41.5445) 2
=√ −
20 20

= √1742.150775 − 1725.9454802
= √16.20529475
= 4.02558
= 4.026
Dari perhitungan diatas diperoleh Mean = 41.5445 dan SD = 4.026. langkah
berikutnya, dapat disiapkan table konversinya sebagai berikut:

Nilai Murni Ranking


45.58 ke atas Atas
37.53 – 45.57 Tengah
37.52 ke bawah Bawah
Dengan menggunakan tabel konversi tersebut dapat ditentukan ranking nilai murni
dari 20 orang murid Madrasah Ibtidaiyah tersebut sebagai berikut:

Nomor Urut Nomor Urut Murid Nilai Murni Ranking


1 16 48.88 Atas
2 8 47.33 Atas
3 5 46.93 Atas
4 3 46.63 Atas
5 12 46.13 Atas
6 15 44.23 Tengah
7 14 43.72 Tengah
8 13 42.33 Tengah
9 2 41.93 Tengah
10 9 41.93 Tengah
11 17 40.91 Tengah
12 20 40.55 Tengah
13 19 39.15 Tengah
14 4 38.43 Tengah
15 18 37.83 Tengah
16 1 37.73 Tengah

26
17 7 37.23 Bawah
18 6 37.13 Bawah
19 11 36.83 Bawah
20 10 35.03 Bawah
b. Penyusunan Urutan Kedudukan atas Lima Ranking
Dalam penyusunan urutan kedudukan atas lima ranking, testee disusun menjadi
lima kelompok, yaitu ranking 1 =kelompok “amat baik”, ranking 2 = kelompok
“baik”, ranking 3 = kelompok “cukup”, ranking 4 = kelompok “kurang” dan ranking
5 = kelompok “kurang sekali”. Patokan yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
Baik sekali
M + 1,5 SD

Baik
M + 0,5 SD
Cukup
M – 0,5 SD
Kurang
M – 1,5 SD

Kurang sekali
Jika dilukiskan dalam bentuk kurva simetrik adalah sebagai berikut:

Contoh:
Telah diperoleh mean sebesar 43,0625 dengan SD sebesar 10,2985 itu kita tentukan
ranking limanya, maka dengan menggunakan patokan tersebut diatas, penentuan
ranking limanya adalah sebagai berikut:
Baik sekali
Mean + 1,5 SD = 43,0625 + (1,5) (10,2985) = 58,51025
Baik

27
Mean + 0,5 SD = 43,0625 + (0,5) (10,2985) = 48,21175
Cukup
Mean – 0,5 SD = 43,0625 – (0,5) (10,2985) = 37,91325
Kurang
Mean – 1,5 SD = 43,0625 – (1,5) (10,2985) = 27,61475

Kurang sekali
Selanjutnya dibuat dalam tabel konversi:
Nilai Murni Ranking
59 ke atas 1 (Baik sekali)
49 – 58 2 (Baik)
38 – 48 3 (Cukup)
28 – 37 4 (Kurang)
27 ke bawah 5 (Kurang sekali)
Dengan menggunakan tabel konversi tersebut maka dapat kita tantukan ranking
limanya sebagai berikut:

No. Skor Skor Ranking


Ranking No. Urut
Urut Mentah Mentah
1. 40 3/Cukup 41. 50 2/Baik

2. 64 1/Baik sekali 42. 25 5/Kurang sekali

3. 31 4/Kurang 43. 45 3/Cukup

4. 55 2/Baik 44. 20 5/Kurang sekali

5. 40 3/Cukup 45. 42 3/Cukup

6. 36 4/Kurang 46. 36 4/Kurang

7. 52 2/Baik 47. 46 3/Cukup

8. 43 3/Cukup 48. 44 3/Cukup

9. 38 3/Cukup 49. 44 3/Cukup

10. 24 5/Kurang sekali 50. 53 2/Baik

11. 69 1/Baik sekali 51. 48 3/Cukup

12. 40 3/Cukup 52. 34 4/Kurang

28
13. 35 4/Kurang 53. 57 2/Baik

14. 72 1/Baik sekali 54. 46 3/Cukup

15. 36 4/Kurang 55. 37 4/Kurang

16. 50 2/Baik 56. 31 4/Kurang

17. 15 5/Kurang 57. 38 3/Cukup

18. 52 2/Baik 58. 42 3/Cukup

19. 29 4/Kurang 59. 32 4/Kurang

20. 39 3/Cukup 60. 44 3/Cukup

21. 35 4/Kurang 61. 30 4/Kurang

22. 45 3/Cukup 62. 41 3/Cukup

23. 50 2/Baik 63. 35 4/Kurang

24. 46 3/Cukup 64. 62 1/Baik sekali

25. 41 3/Cukup 65. 43 3/Cukup

26. 32 4/Kurang 66. 37 4/Kurang

27. 47 3/Cukup 67. 42 3/Cukup

28. 40 3/Cukup 68. 48 3/Cukup

29. 33 4/Kurang 69. 47 3/Cukup

30. 56 2/Baik 70. 39 3/Cukup

31. 60 1/Baik sekali 71. 54 2/Baik

32. 49 2/Baik 72. 45 3/Cukup

33. 49 2/Baik 73. 26 5/Kurang sekali

34. 28 4/Kurang 74. 58 2/Baik

35. 41 3/Cukup 75. 30 4/Kurang

36. 37 4/Kurang 76. 51 2/Baik

37. 59 1/Baik sekali 77. 47 3/Cukup

38. 41 3/Cukup 78. 48 3/Cukup

39. 42 3/Cukup 79. 49 2/Baik

40. 43 3/Cukup 80. 53 2/Baik

29
c. Penyusunan Urutan Kedudukan atas Sebelas Ranking
Dalam penyusunan urutan kedudukan atas sebelas ranking, testee disusun menjadi
11 urutan kedudukan (ranking), di mana:
1) Ranking 1 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 10
2) Ranking 2 = testeeyang memiliki nilai stanel sebesar 9
3) Ranking 3 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 8
4) Ranking 4 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 7
5) Ranking 5 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 6
6) Ranking 6 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 5
7) Ranking 7 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 4
8) Ranking 8 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 3
9) Ranking 9 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 2
10) Ranking 10 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 1
11) Ranking 11 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 0

Untuk menentukan sebelas ranking patokan yang digunakan adalah:


10
Mean + 2,25 SD
9
Mean + 1,75 SD
8
Mean + 1,25 SD

7
Mean + 0,75 SD
6
Mean + 0,25 SD
5
Mean – 0,25 SD

4
Mean – 0,75 SD
3

30
Mean – 1,25 SD
2
Mean – 1,75 SD
1
Mean – 2,25 SD

0
Data di atas kita jadikan 11 ranking, maka dengan mempergunakan patokan tersebut
dapat kita tentukan rankingnya sebagai berikut:
10
Mean + 2,25 SD = 43,0625 + (2,25) (10,2985) = 66,234125

9
Mean + 1,75 SD = 43,0625 + (1,75) (10,2985) = 61,084875
8
Mean + 1,25 SD = 43,0625 + (1,25) (10,2985) = 55,935625
7
Mean + 0,75 SD = 43,0625 + (0,75) (10,2985) = 50,786375

6
Mean + 0,25 SD = 43,0625 + (0,25) (10,2985) = 45,637125
5
Mean – 0,25 SD = 43,0625 – (0,25) (10,2985) = 40,487875

4
Mean – 0,75 SD = 43,0625 – (0,75) (10,2985) = 35,338625
3
Mean – 1,25 SD = 43,0625 – (1,25) (10,2985) = 31,439375
2
Mean – 1,75 SD = 43,0625 – (1,75) (10,2985) = 25,040125

1
Mean – 2,25 SD = 43,0625 – (2,25) (10,2985) = 19,890875
0

31
Selanjutnya, kita siapkan tabel konversinya:

Skor Mentah Stanel Ranking

67 ke atas 10 1

62 – 66 9 2

56 – 61 8 3

51 – 55 7 4

46 – 50 6 5

41 – 45 5 6

36 – 40 4 7

32 – 35 3 8

26 – 31 2 9

20 – 25 1 10

19 ke bawah 0 11
Dengan menggunakan tabel konversi tersebut, ubah ranking sebelas siswa dengan
nomor urut 1, 2, 3, 4, 5 urutan kedudukannya adalah sebagai berikut:

No. Urut Skor Mentah Ranking

1 40 4

2 64 2

3 31 9

4 55 4

5 40 7

………………………… dan seterusnya …………………………

d. Menggunakan Z – Score
Menunjukkan perbandingan perbedaan score seseorang dari mean dengan standar
deviasi. Nilai standar z umumnya dipergunakan untuk mengubah skor-skor mentah
yang diperoleh dari berbagai jenis pengukuran yang berbeda-beda. Misalkan pada tes
penerimaan mahasiswa baru testee dihadapkan pada lima jenis tes, yaitu tes bahasa
Inggris (X1), tes IQ (X2), tes kepribadian (X3), tes sikap (X4), dan tes kesehatan
jasmani (X5). Skor mentah yang diperoleh dari 5 jenis tes cara pengukuran dan
penilaian yang berbeda itu adalah sangat bervariasi.untuk menentukan 10 orang testee
yang dipandang lebih unggul diperlukan adanya skor atau nilai yang bersifat baku di

32
mana dengan nilai standar itu dapat mengetahui kedudukan relatif dari 10 orang testee.
Rumusnya adalah:
𝑋
Z = 𝑆𝐷𝑥 dimana Z = Z Score

x = deviasi skor x, yaitu selisih antara skor X dengan Mx


SDx = deviasi standar dari skor-skor X
Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengkonversi skor mentah menjadi
nilai standar z diantaranya:
1) Menjumlahkan skor-skor variable X1, X2, X2, X3, X4, dan X5
2) Mencari skor rata-rata hitung (mean) dari variabel X1 sampai X5 dengan rumus:
∑𝑋1 ∑𝑋2
M= ∶𝑀= ∶ dst.
𝑁 𝑁

3) Mencari deviasi X1, X2, X3, X4, X5 dengan rumus:


x1 = X1 – Mx1 : dst.
4) Menguadratkan deviasi x1, x2, x3, x4, x5 kemudian dijumlahkan.
5) Mencari deviasi standar untuk kelima variable tersebut dengan rumus:
∑𝑥1 2
SDx = √ 𝑁

6) Mencari Z – Score dengan rumus:


𝑥1
Z1 = 𝑆𝐷𝑥𝑥1 dst.

kemudian dijumlahkan dari atas ke bawah sehingga diperoleh z1,

7) Z – Score yang dimiliki oleh masing-masing testee dijumlahkan dari kiri ke kanan,
dan dari sini akan terlihat testee yang mendapatkan total Z – Score positif dan Z –
Score negative.

e. Menggunakan T – Score
T – Score adalah angka skala yang mengunakan mean sebesar 50 (M = 50) dan
deviasi standar sebesar 10 (SD = 10).
T – Score = 10Z + 50 atau
T – Score = 50 + 10 Z

Testee Total Z – Score T – Score

A 0.17 50 + (10)(+0.17) = 50 + 1.70 =51.7

33
B -3.95 50 + (10)(+0.17) = 50-3.95 = 10.5

C 1.60 50 + (10)(+0.17) = 50 +16.0= 66.0

D -4.74 50 + (10)(+0.17) = 50-47.4 = 2.6

E 0.18 50 + (10)(+0.17) = 50 + 1.80 = 51.8

Dalam pendidikan tersier, kualitas penilaian inferior merupakan masalah yang


memiliki konsekuensi serius bagi siswa, guru, pemerintah, dan masyarakat.
Kurangnya konseptualisasi kualitas penilaian yang jelas dan menyeluruh dapat
menyebabkan kesulitan dalam menjamin kualitas penilaian (Gerritsen-van
Leeuwenkamp, et al, 2017).
Menurut Estelle Raimondo, dalam tulisannya The Power and Dysfunction of
Evaluation Systems in International Organizations (2018), adalah bahwa evaluasi
tidak terjadi dalam ruang hampa udara. Sistem evaluasi tertanam dalam organisasi;
Mereka membentuk dan dibentuk oleh norma, proses, dan perilaku organisasi. Dalam
Organisasi Internasional, sistem evaluasi ada di mana-mana. Namun, sedikit yang
diketahui tentang bagaimana mereka "berfungsi," yaitu bagaimana penggunaannya,
bagaimana kontribusi mereka terhadap kinerja organisasi, dan bagaimana
pengaruhnya terhadap perilaku aktor. Ini adalah pertanyaan empiris yang tidak dapat
dipecahkan tanpa landasan teoritis yang kuat, yang saat ini tidak ada dari literatur
evaluasi yang ada.

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penilaian merupakan sebuah proses yang didesain untuk membantu guru menemukan
hal-hal yang telah dipelajari siswa di dalam kelas dan tingkat keberhasilannya dalam
pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, terdapat 2 metode pendekatan dalam mengolah hasil
evaluasi tersebut, yakni metode Pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan
Pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN). Keduanya memiliki kesamaan, yang berbeda
hanya pada penghitungan Standar deviasinya.
Tes hasil belajar yang dilakukan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan hasil tes
belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Pengolahan hasil penilaian dalam bentuk
peringkat atau ranking merupakan suatu teknik mengolah data hasil pembelajaran siswa
menjadi suatu bentuk apresiasi berupa angka, huruf, atau deskripsi selama waktu
pembelajaran yg telah dilaluinya. Peringkat dapat menjadi motivasi maupun teguran bagi
siswa itu sendiri, walaupun sejatinya ranking bukanlah tolak ukur yg scr pasti dapat menilai
seseorang itu pandai atau tidak. Pemberian ranking membutuhkan beberapa teknik statistika
dibagi menjadi, Simple Rank, Percentile Rank, dan Standar Deviasi yg terdiri dari 5 bentuk
yaitu penyusunan urutan kedudukan atas 3 Ranking, 5 Ranking, 11 Ranking, serta
penggunaan Z – Score, dan T – Score.

B. Saran
Hendaknya seorang tenaga pengajar dapat mengaplikasikan evaluasi terhadap kegiatan
belajar mengajar yang dilakukan di suatu lembaga pendidikan karena dengan adanya
evaluasi ini akan dapat menunjang kualitas dan mutu pendidikan kita. Sebagaimana evaluasi
hasil belajar dan pembelajaran yang telah diuraikan di atas sangatlah penting karena dengan
adanya hal tersebut kita dapat belajar bagaimana cara mengevaluasi dari kegiatan belajar
mengajar apakah sudah dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2006. Konsep Guru tentang Evaluasi dan Aplikasinya dalam Proses
Pembelajaran. Bandung: Program Pascasarjana UPI.

Arifin, Zainal. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya


Arikunto, S. 1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suahrsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Farida, Ida. 2017. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Gerritsen-van Leeuwenkamp, Karin J., et al. 2017. Assessment quality in tertiary education:
An integrative literature review. Journal of Studies in Educational Evaluation. Vol 55: 94-
116.
Purwanto, M. Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Raimondo, Estelle. 2018. The Power and Dysfunctions of Evaluation Systems in International
Organizations. SAGE Journal. Vol 24 (1): 1. ISSN: 1356-3890
Slamet. 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Sudijono, Anas. 2013. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers

Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sukardi. 2008. Evaluasi Pembelajaran, Prinsip dan Operasinya. Jakarta: PT Bumi Aksara

36

Anda mungkin juga menyukai