Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Ilma Nurfajriyani 1162060046
Kintan Maudy 1162060058
Muhammad Ihsan 1162060066
Pipit Eka Pitriani 1162060080
TAHUN 2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Pengolahan
hasil penilaian ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga penulis
berterima kasih pada Ibu Sri Hartati, S.Pd., M.Pd. dan Bapak Iwan Ridwan Yusuf, M.Pd selaku
Dosen mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi yang telah memberikan kepercayaan serta
dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pengolahan Hasil Penilaian dalam proses belajar mengajar.
Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya.
Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari demi perbaikan makalah ini di
waktu yang akan datang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I | PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II | PEMBAHASAN
A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis atau Uraian (Essay) dan Objektif 3
B. Pengolahan Skor mentah menjadi Nilai 4/10/100 6
C. Pengolahan Data Hasil Tes: PAP dan PAN 11
D. Peringkat (Ranking / Grade) 20
A. Kesimpulan 35
B. Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 36
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Angelo dan Croos (Abidin,2014), penilaian merupakan sebuah proses yang
didesain untuk membantu guru menemukan hal-hal yang telah dipelajari siswa di dalam
kelas dan tingkat keberhasilannya dalam pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar,
perlu diketahui hasil dari proses belajar mengajar tersebut. Hasil dari proses pembelajaran
yang dilakukan oleh guru dapat diketahui dari nilai siswanya. Penilaian sangat di lakukan
oleh guru, hal ini dapat bermanfaat bagi guru dan siswanya sendiri. Bagi buru nilai siswa
dapat dijadikan acuan bagi proses pembelajaran yang akan dilakukan. Bagi siswa nilai
bermanfaat untuk mengetahui tolak ukur pemahaman siswa terhadap suatu materi
pembelajaran yang sudah diajarkan.
1
Nilai dalam proses pembelajaran tidak begitu saja dapat digunakan sebagai acuan atau
tolak ukur penilaian guru terhadap kemampuan siswanya, maupun tolak ukur siswa itu
sendiri terhadap kemampuannya sendiri. Sangat penting bagi guru untuk mengolah data
hasil penilaian yang sudah dilakukan. Manfaat dari pengilahan nilai akan sangat membantu
guru dan siswa dalam pemahaman kemampuan seorang siswa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teknis Penilaian Evaluasi pembelajaran berbasis Esai (Objektif)?
2. Apa yang dimaksud Skala 4/10/100 dan bagaimana penerapannya?
3. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan PAP dan PAN dalam pengolahan Hasil
penilaian?
4. Bagaimana Teknis pengolahan hasil penilaian dalam Bentuk Peringkat dan pemberian
peringkat kepada peserta didik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Teknis Penilaian Evaluasi pembelajaran berbasis Esai (Objektif).
2. Untuk mengetahui Skala 4/10/100 dan bagaimana penerapannya dalam Pengolahan hasil
penilaian.
3. Untuk mengetahui Pendekatan PAP dan PAN dalam pengolahan Hasil penilaian.
4. Untuk mengetahui Teknis pengolahan hasil penilaian dalam Bentuk Peringkat dan
pemberian peringkat kepada peserta didik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis atau Uraian (Essay) dan Objektif
Tes hasil belajar yang dilakukan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan hasil tes
belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk hasil belajar itu
memiliki karakter fisik yang berbeda, sudah barang tentu teknik pemeriksaan hasil-hasilnya
pun berbeda pula (Sudijono, 2013 : 301).
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada 4 (empat) langkah
pokok yang harus ditempuh, yaitu:
1. Menskor, yaitu memberi skor terhadap hasil tes yang dapat diperoleh oleh peserta didik.
Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu yaitu kunci jawaban,
kunci skoring dan pedoman konversi.
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai dengan norma tertentu.
3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai baik berupa huruf maupun angka.
4. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan
reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.
3
a. Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee dan membandingkannya dengan
pedoman yang sudah disiapkan.
b. Atas dasar hasil perbandingan tersebut, tester lalu memberikan skor untuk setiap butir
soal dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
c. Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan. Adapun apabila nantinya pengolahan
dan penentuan nilai akan didasarkan pada standar relatif (di mana penentuan nilai akan
didasarkan pada prestasi kelompok), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai
berikut:
1) Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh testee,
sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai keseluruhan jawaban yang
ada.
2) Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee.
3) Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya
4) Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh tes dapat
diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan
dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai lebih lanjut (Sudijono,
2013).
Menurut Sudijono (2013 : 302) Dalam tes obyektif untuk memberikan skor umumnya
digunakan rumus correction for guessing atau sering dikenal dengan istilah sistem denda.
Untuk tes obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi skor maksimum 1 (satu).
Apabila seorang testee menjawab betul satu item sesuai dengan kunci jawaban, maka ke
depannya diberikan skor 1. Apabila dijawab salah, maka skornya 0 (nihil). Adapun cara
menghitung skor terakhir dari seluruh item true-false, dapat digunakan dua macam
rumus, yaitu : (1) rumus yang memperhitungkan denda. Dan (2) rumus yang
mengabaikan atau meniadakan denda. Penggunaan rumus-rumus itu sepenuhnya
4
diserahkan kepada kebijakan tester, apakah dalam tes hasil belajar tersebut kepada testee
akan dikenai denda (bagi jawaban yang salah) ataukah tidak (Sudijono, 2013 :303).
R−W
𝑆=
0−1
Di mana :
S = Skor yang dicari
R = Jumlah jawaban betul, yaitu jawaban yang sesuai dengan kunci jawaban
W = Jumlah jawaban salah, yaitu jawaban yang tidak sesuai dengan kunci jawaban
O = Option atau alternatif (= kemungkinan jawaban), dimana pada tes obyektif bentuk
true false ini kemungkinan jawabannya hanya dua, yaitu B (betul) atau S (salah)
1 = Bilangan konstan.
Adapun rumus skor akhir yang tidak memperhitungkan denda adalah sebagai berikut :
S=R
Di mana :
S = Skor yang dicari
R = Jumlah jawaban betul
3. Teknik Pengolahan Dan Pengubahan (Konversi) Skor Hasil Tes Hasil Belajar
Menjadi Nilai
Skor dan nilai pada dasarnya mempunyai pengertian yang berbeda, perlu dijelaskan
terlebih dahulu mengenai perbedaannya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
kadang-kadang orang menganggap bahwa skor itu mempunyai pengertian yang sama
dengan nilai, padahal pengertian seperti itu belum tentu benar.
Menurut Sudijono (2013: 309), Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (= memberikan
angka) yang diperoleh dengan jalan menggunakan angka-angka bagi setiap butir item
yang oleh tes telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban
betulnya. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang
merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya,
serta disesuaikan peraturannya dengan standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai
sering disebut skor standar (Standard score).
Ada dua hal yang perlu dipahami bahwa dalam pengolahan dan pengubahan skor
mentah menjadi nilai itu ada dua cara yang dapat ditempuh :
5
a. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan
mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium atau criterion (= patokan). Cara
pertama ini sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation.
b. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan
mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok. Cara kedua ini sering
dikenal dengan istilah norm reference evaluation.
Ungkapan seorang guru memperoleh mentah dari hasil ulangan sejarah di kelas III SMP
yang berjumlah 50 orang siswa sebagai berikut :
16 64 87 36 56 42 43 54 47 51
77 55 68 42 40 47 42 46 45 50
20 57 28 7 44 51 40 39 39 57
28 39 31 48 46 377 417 43 49
29 44 34 50 45 35 44 52 56 45
Untuk mengolah skor mentah di atas menjadi 1-10, kita perlu mencari Mean (angka rata-
rata) dan DS. Untuk itu skor mentah tersebut kita susun ke dalam tabel distribusi frekuensi.
Langkah-langkah menyusun tabel frekuensi adalah sebagai berikut :
R
+1
I
c. Cara lain untuk mencari atau menentukan besarnya kelas interval dapat juga
menggunakan rumus Sturges sebagai berikut :
K = 1 + 3,3 log n
6
K= banyaknya kelas yang dikehendaki atau dicari
1= merupakan bilangan tetap
n= banyaknya skor (jumlah siswa yang dites).
2. Mengisi kolom 2 (kolom interval) di dalam tabel yang telah tersedia, mulailah dari skor
minimum berturut-turut dengan interval yang telah ditemukan dan sejumlah kelas yang
ditentukan pada langkah pertama.
3. Membuat tally pada kolom 3 (mentabulasikan tiap-tiap skor ke dalam kelasnya).
4. Mengisikan angka (jumlah) tally ke dalam kolom 4 (lajur frekuensi=f).
5. Menentukan deviasi pada jalur d dengan menetapkan letak mean dugaan (M) dengan
angka nol pada kelas tertentu. Untuk menduga letak nol tersebut dapat kita pilih kelas
yang mengandung frekuensi yang paling tinggi. Selanjutnya kita letakkan angka-angka
deviasi itu dari nol ke atas dan ke bawah. Angka-angka di atas nol kita beri tanda + (plus)
dan angka-angka di bawah nol diberi tanda – (minus).
6. Mengisi jalur Fd dengan mengalirkan angka-angka pada lajur f dan d. kemudian hasilnya
dijumlahkan pada bagian bawah pada tabel ( = fd ). Sampai dengan kolom 6 ini (lajur fd)
kita telah dapat menghitung besarnya mean yang sebenarnya dari tabel tersebut. Akan
tetapi, karena kita masih memerlukan mencari DS (deviasi standar) kita perlu menambah
satu kolom lagi untuk mencari fd2.
7. Mengisi lajur fd2, kemudian dijumlahkan pula pada bagian bawah dari tabel sehingga
kita peroleh∑ 𝑓𝑑2 yang diperlukan dalam rumus untuk mencari DS.
Demikian seterusnya, kita dapat menambah kolom atau lajur yang diperlukan sesuai
dengan perhitungan manakah yang hendak kita cari. Dari hasil mentah hasil ulangan sejarah
itu kita dapat menyusun tabel distribusi frekuensi seperti berikut :
Skor maksimum = 87
Skor minimum =7
Range = 87-7 = 80
7
Banyaknya kelas interval :
R 80
+1 = +1 = 11
I 8
1
1. 87-94 1 +6 6 36
-
2. 79-86 0 +5 0 0
11
3. 71-78 2 +4 8 32
111
4. 63-70 3 +3 9 27
1111
5. 55-62 4 +2 8 16
1111 1111 1
6. 47-54 11 +1 11 11
1111 1111 1111
7. 39-46 18 -0 0 0
111
8. 31-38 4 -1 -4 4
1111
9. 23-30 3 -2 -6 12
111
10. 15-22 3 -4 -9 27
111
11. 7-14 1 -4 -4 16
1
N= + 19 181
50 (∑ 𝑓𝑑) (∑ 𝑓𝑑2)
Mean dugaan (M’) terbesar 42,5 ini titik tengah dari kelas interval 39- 46 yaitu kelas interval
yang kita duga tepat letaknya mean. Cara menghitung :
8
M’ = 39 + 46 = 85 = 42,5
2 2
Dengan menggunakan rumus tersebut maka :
181 +19
DS = 8√ 50 – ( 50 )2
=8 √3,62 − 0,1444
=8√3,5756
Setelah kita temukan besarnya mean dan DS. (mean = 45,54 dan DS = 15), langkah
selanjutnya ialah menjabarkan skor mentah yang kita peroleh dari ulangan sejarah ke dalam
nilai 1-10 dengan menggunakan rumus penjabaran sebagai berikut :
Rumus penjabaran :
M + 2,25 DS = 10
M + 1,75 DS = 9
M + 1,25 DS = 8
M + 0,75 DS =7
M + 0,25 DS = 6
M – 0,25 DS = 5
M – 0,75 DS = 4
M – 1,25 DS = 3
M – 1,75 DS = 2
M – 2,25 DS = 1
Dengan pedoman penjabaran tersebut di atas, sekarang guru tinggal mentransfer atau
mengubah skor mentah yang diperoleh setiap siswa ke dalam nilai 1-10. Dengan penjabaran
secara sistematika, dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan menggunakan mean dan
DS aktual, yaitu mean dan DS yang diperoleh dari perhitungan skor mentah yang benar-
benar dicapai oleh kelompok siswa yang dites siswa tersebut di atas, bagaimana pun hasil
tes yang kita peroleh akan menghasilkan nilai di antara 1-10 atau antar 0-10. Dengan kata
lain, akan selalu terdapat anak yang memperoleh nilai tinggi dan nilai yang terendah karena
9
dalam penyusun tabel yang menjadi dasar perhitungan menggunakan skor maksimum dan
skor minimum yang benar-benar dicapai oleh kelompok siswa yang dites.
Misalnya tes yang dipergunakan untuk ulangan sejarah yang telah kita bicarakan di
muka, memiliki skor maksimum ideal = 100
100
Mean ideal = skor maksimum ideal = = 50
2
𝑀𝑒𝑎𝑛 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 50
DS ideal = = = 16.6
3 3
Dengan menggunakan mean ideal dan DS ideal , ternyata bahwa hasilnya menjadi
berlainan. Siswa yang mendapat nilai 10 adalah siswa yang memperoleh skor mentah 87 ke
atas, dan bukan 79 ke atas seperti hasil perhitungan dengan menggunakan mean dan DS
aktual. Juga yang mendapat nilai6 adalah siswa yang memperoleh skor 54 sampai dengan
61, dan bukan 49 sampai dengan 56. Perubahan skor mentah menjadi nilai 1-10 dengan
menggunakan mean ideal dan DS ideal lebih mudah dan praktis karena kita tidak perlu
menyusun tabel distribusi frekuensi. Untuk menghitung mean ideal, kita hanya memerlukan
skor maksimum ideal dari tes yang kita lakukan. Yang dimaksud dengan skor maksimum
ideal ialah skor tertinggi yang seharusnya dicapai jika tes tersebut dikerjakan dengan betul
semua. Dengan demikian, besarnya skor maksimum pada jumlah item dan pembobotan
(weighting) dalam tes yang dipergunakan.
10
C. Pengolahan Data Hasil Tes: PAP dan PAN
Dalam mengolah suatu hasil dari tes yang diberikan oleh Guru kepada peserta didik,
maka digunakan pendekatan untuk menafsirkan hasil dari tes tersebut. pendekatan tersebut
yakni Pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Pendekatan Penilaian Acuan Norma
(PAN).
Pendekatan acuan patokan pada umumnya digunakan untuk menafsirkan hasil tes
Formatif, sedangkan Penilaian Acuan Norma (PAN) digunakan untuk menafsirkan hasil tes
Sumatif.
11
Dalam menafsirkan pendekatan PAP, maka dapat digunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
Misal,
Skor Mentah Skor Standar
57-60 10
51-56 9
45-50 8
39-44 7
33-38 6
27-32 5
21-26 4
15-20 3
09-14 2
03-08 1
a. Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai oleh peserta didik, jika semua
soal dapat dijawab dengan betul.
12
Dengan demikian, skor 32 nilainya C, skor 20 nilainya D, skor 35 nilainya C, skor 24
nilainya D, dan Skor 17 nilainya D.
2) Skala Sepuluh: 10
X + 2,25 (s) = 30 + 2,25 (10) = 52,5
9
X + 1,75 (s) = 30 + 1,75 (10) = 47,5
8
X + 1,25 (s) = 30 + 1,25 (10) = 42,5
7
X + 0,75 (s) = 30 + 0,75 (10) = 37,5
6
X + 0,25 (s) = 30 + 0,25 (10) = 32,5
5
X - 0,25 (s) = 30 - 0,25 (10) = 27,5
4
X - 0,75 (s) = 30 - 0,75 (10) = 22,5
3
X - 1,25 (s) = 30 - 1,25 (10) = 17,5
2
X - 1,75 (s) = 30 - 1,75 (10) = 12,5
1
X - 2,25 (s) = 30 - 2,25 (10) = 7,5
0
𝑋− X
Rumus: T – skor = 50 + ( ) 10
𝑠
Keterangan:
50 dan 10 = Bilangan tetap
X = Skor mentah yang diperoleh setiap peserta didik
X = rata-rata
s = simpangan baku
13
Contoh:
Peserta didik A memperoleh skor Mentah 35, rata-rata = 60 dan simpangan baku =
2. Dengan demikian, nilai yang diperoleh peserta didik A dalam skala nilai 0 – 100
adalah:
35−60
50 + ( ) 10 = 37,5
20
𝑋− X
Rumus: Z = ( )
𝑠
Contoh:
Diketahui: skor ( X ) = 35; rata-rata ( X ) = 60; simpangan baku = 20, jadi Z – skor
35−60
=( ) = -1,25.
20
5) Peringkat (Ranking)
Dalam menafsirkan skor mentah, dapat pula dilakukan Dengan cara penyusunan
peringkat. Caranya adalah dengan mengurutkan skor dari yang terbesar sampai
dengan yang terkecil. Skor terbesar diberi peringkat 1, begitu seterusnya sampai
dengan skor terkecil. Skor-skor yang sama harus diberi peringkat yang sama pula.
Contoh:
Diketahui: 5 (Lima) orang peserta didik memperoleh skor dalam bidang studi
Pendidikan Biologi sebagai berikut: 20, 35, 25, 25, dan 30. Untuk memberi
peringkat terhadap skor-skor tersebut dapat diikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
Pertama, mengurutkan skor tersebut dari yang terbesar sampai yang terkecil
dengan diberi nomor urut sesuai dengan jumlah data.
1. 35
2. 30
3. 25
4. 25
5. 20
Kedua, memberi peringkat berdasarkan nomor urut, tetapi untuk skor yang sama
yang harus diberi peringkat yang sama.
14
Skor: Peringkat:
1. 35 1
2. 30 2
3. 25 3,5
4. 25 3,5
5. 20 5
Peringkat untuk skor 25 adalah 3,5 yang diperoleh dari (3 + 4) : 2 = 3,5. Skor
selanjutnya diberi peringkat sesuai dengan nomor urut selanjutnya.
Keterangan:
Md = Mean duga
f = frekuensi
d = deviasi
fd = frekuensi kali deviasi
n = jumlah sampel
i = interval
c. Menghitung simpangan baku ( s ) aktual dengan rumus:
𝑖 𝑛(∑ 𝑓𝑑2 )−(∑ 𝑓𝑑)2
s=√ 𝑛(𝑛−1)
Langkah-langkah penyelesaian:
16
Rentang = 33
2) Mencari banyak kelas interval:
Banyak kelas = 1 + (3,3) log. N
= 1 + (3,3) log 52
= 1 + (3,3) (1,7160)
= 1 + 5,6628
= 6,6628 ≈ 7 (dibulatkan)
3) Mencari interval kelas
𝑅𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 33
i = 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = 6,6628 = 4,9529 ≈ 5
47 – 51 6
42 – 46 6
37 – 41 8
32 – 36 12
27 – 31 11
22 – 26 4
17 – 21 5
Jumlah 52
47 – 51 6 +3 18 54
42 – 46 6 +2 12 24
37 – 41 8 +1 8 8
32 – 36 12 0 0 0
27 – 31 11 -1 -11 11
22 – 26 4 -2 -8 16
17 – 21 5 -3 -15 45
Jumlah 52 4 158
∑ 𝑓𝑑 4
X = Md + ( )𝑖 = 34 + (52)5 = 34,38
𝑛
17
c. Menghitung simpangan baku aktual
𝑖 𝑛(∑ 𝑓𝑑2 )−(∑ 𝑓𝑑)2 5 52(158)−(4)2
s= √ = √
𝑛(𝑛−1) 52(52−1)
5 8216−16
=√ = 5√3,092006 = 8,79
2652
2) Skala Sepuluh: 10
X + 2,25 (s) = 34,38 + 2,25 (8,79) = 54,16
9
X + 1,75 (s) = 34,38 + 1,75 (8,79) = 49,76
8
X + 1,25 (s) = 34,38 + 1,25 (8,79) = 45,37
7
X + 0,75 (s) = 34,38 + 0,75 (8,79) = 40,97
6
X + 0,25 (s) = 34,38 + 0,25 (8,79) = 36,58
5
X - 0,25 (s) = 34,38 - 0,25 (8,79) = 32,18
4
X - 0,75 (s) = 34,38 - 0,75 (8,79) = 27,79
3
X - 1,25 (s) = 34,38 - 1,25 (8,79) = 23,39
2
X - 1,75 (s) = 34,38 - 1,75 (8,79) = 19,00
1
X - 2,25 (s) = 34,38 - 2,25 (8,79) = 14,60
0
18
Dengan demikian, skor 32 nilainya 4, skor 20 nilainya 2, skor 35 nilainya 5, skor
24 nilainya 3, dan skor 17 nilainya 1.
𝑋− X
Rumus: T – skor = 50 + ( ) 10
𝑠
Keterangan:
50 dan 10 = Bilangan tetap
X = Skor mentah yang diperoleh setiap peserta didik
X = rata-rata
s = simpangan baku
Contoh:
Peserta didik A memperoleh skor Mentah 35, rata-rata = 34,38 dan simpangan baku
= 8,79. Dengan demikian, nilai yang diperoleh peserta didik A dalam skala nilai 0
– 100 adalah:
35−34,38
50 + ( ) 10 = 50,71
8,79
𝑋− X
Rumus: Z = ( )
𝑠
Contoh:
Diketahui: skor ( X ) = 35; rata-rata ( X ) = 34,38; simpangan baku = 8,79, jadi Z
35−34,38
– skor = ( 8,79 ) = 0,07.
Secara teoritik, pendekatan penilaian terdiri atas 2 pendekatan yakni PAP dan PAN.
Akan tetapi biasanya dalam praktiknya, kita dapat menggabungkan pendekatan PAP dan
PAN. Pendekatan gabungan digunakan dengan asumsi bahwa kedua pendekatan tersebut
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pedoman konversi yang digunakan
dalam PAP dan PAN sama, tapi perbedaannya adalah hanya terletak pada perhitungan
rata-rata dan simpangan baku.
19
D. Peringkat (Ranking / Grade)
Peringkat, atau yang lebih kita kenal sebagai ranking merupakan suatu deskripsi dari
hasil evaluasi belajar siswa setelah melewati suatu jenjang pendidikan tertentu. Pemberian
peringkat selalu dikaitkan dengan tingkat keberhasilan siswa atau kepandaiannya. Padahal
sejatinya tidak selalu dapat dikatakan siswa yang pandai ialah siswa yang mendapat
peringkat pertama, namun tidak salah juga jika pada umumnya didapati hal demikian yakni
siswa yang mendapat peringkat baik adalah siswa yang berprestasi dan memahami makna
pembelajaran yang telah dilaluinya.
Setelah dilakukan penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa, guru mendapatkan
data-data yang diperoleh melalui penskoran. Penskoran merupakan suatu proses perubahan
jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka. Angka-angka hasil penskoran tersebut
kemudian diolah menjadi nilai-nilai melalui pengolahan statistik tertentu, sehingga dapat
dinyatakan berupa angka atau huruf (Farida, 2017: 170).
Secara periodik, pembelajaran siswa dan program instruksional yang telah dilakukan
oleh seorang guru dapat dinilai dengan beberapa cara. Misalnya, diberi pertanyaan untuk
memberikan nilai akhir yang dapat dicapai oleh siswa. diuji dengan tes tertulis untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam menerima materi yang telah diberikan; atau dapat juga
dijumlah total skor hasil belajar dalam satu semester dan dibagi dengan jumlah siswa yang
mengikuti ujian (Sukardi, 2008: 212).
Guru dapat mengajar para siswa tanpa memberikan grade atau skor hasil belajar mereka.
Secara definitif, grade is major division of the instructional program on schools,
representing the working of one school year (Good: 1973). Grade dapat juga diartikan
derajat atau angka yang merupakan bagian program instruksional di sekolah, dan
menggambarkan kinerja siswa dalam periode satu tahun. Pengertian tentang grade juga
dinyatakan oleh Johnson dan Johnson, grade sebagai symbol yang mungkin berupa huruf,
angka, atau kata-kata yang menggambarkan pertimbangan nilai relatif pencapaian hasil
belajar selama waktu tertentu (Sukardi, 2008: 212-213).
Grade atau skor diberikan sebagai simbol yang mempresentasikan hasil belajar seorang
siswa. Di samping itu, grade juga merupakan simbol yang merefleksikan komunikasi
evaluasi sumatif yang diberikan guru sebagai media komunikasi dan laporan kepada orang
tua, kepala sekolah, dan para stakeholders yang berkepentingan. Menurut Good (1973),
“Grades are symbols that represent a value judgement concerning the relative quality of
students achievements during specific periods of instruction” atau grade adalah simbol
20
(angka, huruf, atau kata) yang menggambarkan nilai pertimbangan yang berkaitan dengan
kualitas siswa berprestasi selama periode pengajaran.
Dalam penentuan grade, guru meringkas dan menggabungkan beberapa aspek
pencapaian hasil belajar, misalnya kehadiran; partisipasi di kelas; ketaatan dalam mengikuti
ujian awal, tengah, dan akhir masa pembelajaran Grade atau nilai akhir memiliki arti yang
sangat penting karena nilai akhir tersebut dapat menentukan apakah siswa bisa melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak, bahkan grade selalu menjadi bagian integral yang
dipertimbangkan ketika mereka akan bekerja. Grade yang baik menentukan karier siswa
atau prospektif jenjang sekolah atau bahkan beberapa kemungkinan jabatan terbuka bagi
siswa yang bersangkutan. Nilai grade mempunyai arti yang bervariasi sesuai dengan fungsi
dan perannya terhadap para pelaku yang berkepentingan. Bagi siswa, nilai menunjukkan
pencapaian hasil belajar siswa. oleh karena itu, para siswa perlu mengetahui sistem grade
dengan baik agar mereka tetap termotivasi untuk belajar secara kontinu. Sedangkan bagi
para guru, grade mempunyai makna yang berbeda-beda dengan melihat skor pencapaian
hasil belajar, seorang guru akan dapat menebak dan mengatakan, “Kamu tidak belajar ya
dalam ulangan yang lalu?” Sebaliknya, seorang guru akan tersenyum dan memuji siswa
untuk belajar terus karena melihat skor hasil belajar yang menunjukkan keberhasilan dalam
ujian (Sukardi, 2008: 2-14-215).
Grade hasil belajar akhir adalah yang didasarkan atas tingkah laku dan penampilan yang
terarah dalam tes yang terorganisir dengan baik, memiliki derajat yang lebih tinggi
dibanding dengan grade yang hanya didasarkan atas tes kertas dan pena saja. Pada lingkup
yang lebih luas, termasuk lingkup sekolah atau lembaga pendidikan, grade sebagai simbol
yang menunjukkan keberhasilan siswa. Sebagian besar orang tua akan cepat memahami jika
para siswa menunjukkan grade yang tinggi, misalnya A dan B. mereka merasa bangga dan
mendorong anaknya untuk lebih menekuni lagi apa yang telah bisa dicapai dengan menjadi
lebih baik lagi (Sukardi, 2008: 215).
Rangking adalah peringkat. Metode ini merupakan pendekatan penskalaan komparatif
yaitu dengan menanyakan kepada responden rangking (kesatu, kedua dan seterusnya) teknik
ini relatif lebih cepat dan lebih mudah dipahami responden. Pada era ini, rapor telah
digantikan dengan LHBS (Laporan Hasil Belajar Siswa) dan tanpa ranking. Terdapat
beberapa istilah dalam pendidikan yang tidak mereka kenal semisal SSN, RSBI, UASBN,
UN. KBK (Arikunto, 1993).
Dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar, pada saat-saat tertentu staf pengajar (guru,
dosen, dan lain-lain) sebagai seorang pendidik dihadapkan pada tugas untuk melaporkan
21
atau menyampaikan informasi, baik kepada atasannya, kepada orang tua peserta didik,
maupun kepada peserta didik itu sendiri, mengenai: di manakah letak urutan kedudukan
seorang peserta didik jika dibandingkan dengan peserta didik lainnya, di tengah-tengah
kelompok di mana peserta didik itu berada. Dengan kata lain pihak-pihak yang bersangkutan
akan dapat mengetahui standing position masing-masing peserta didik dari waktu ke waktu;
apakah posisinya senantiasa stabil, semakin meningkat atau sebaliknya posisinya cenderung
menurun. Menurut Sudijono (2009) dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan urutan
kedudukan atau rangking peserta didik di tengah-tengah kelompoknya adalah letak seorang
peserta didik dalam urutan tingkatan atau rangking. Untuk menentukan ranking atau
kedudukan siswa dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu:
1. Ranking Sederhana (Simple Rank)
Urutan yang menunjukkan letak atau kedudukan seseorang dalam kelompok dan
dinyatakan dengan nomor atau angka biasa.
Contoh:
Misalkan dari 20 orang siswa Madrasah Ibtidaiyah yang mengikuti UAS diperoleh nilai
hasil UAS sebagai berikut:
Nilai untuk Mata Pelajaran
22
Untuk dapat menyusun urutan kedudukan dari 20 orang siswa tersebut berdasarkan
Nilai NEM yang dimilikinya, terlebih dahulu kita susun NEM tersebut mulai dari yang
tertinggi sampai dengan yang terendah.
Cara menulis ranking di dalam buku rapor pada umumnya adalah sebagai berikut:
a. Jumlah siswa kelas I = 45 orang. Siswa bernama Nuryanti menduduki ranking
pertama, maka penulisan rankingnya adalah: 1/45
b. Apabila terdapat urutan kedudukan yang sama atau kembar, maka dalam penentuan
rankingnya digunakan rata-rata hiyung yaitu:
1) Siswa bernama Boy Anggi Pratama dan Andi Triandoko sama-sama memiliki
NEM sebesar 44,17. kedua siswa tersebut menurut urutan kedudukannya
seharusnya berada pada urutan ke-5 dan ke-6. Karena terjadi kekembaran dua,
maka urutan kedudukan bagi kedua siswa tersebut ditentukan dengan = (5+6) : 2 =
5.5
2) Siwa bernama Bowo, Agus, dan Thomas masing-masing memiliki NEM sebesar
43.17. ketiga siswa tersebut seharusnya menduduki urutan ke-7, 8, dan 9. Karena
terjadi kekembaran tiga, maka ranking bagi ketiga siswa tersebut ditentukan =
(7+8+9) : 3 = 8.
23
2. Ranking Persentase (Percentile Rank)
Kedudukan seseorang dalam kelompok yang menunjukkan banyaknya persentase
yang berada dibawahnya. Dimaksud dengan ranking presentase adalah angka yang
menunjukkan urutan kedudukan seseorang peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
Prosedur penentuan percentile rank adalah sebagai berikut:
a. Menentukan Simple Rank
b. Mencari atau menghitung banyaknya peserta didik dalam kelompok yang ada, yaitu
N-SR
c. Menghitung percentile ramk dengan rumus:
𝑁−𝑆𝑅
PR = x 100
𝑁
Contoh:
20−1
1 16 1 PR = 20
x 100 95
20−2
2 8 2 PR = 20
x 100 90
20−3
3 5 3 PR= 20
x 100 85
20−4
4 3 4 PR= 20
x 100 80
20−5
5 12 5 PR= 20
x 100 75
20−6
6 15 6 PR= 20
x 100 70
20−7
7 14 7 PR= 20
x 100 65
20−8
8 13 8 PR= x 100 60
20
20−9
9 2 9.5 PR= 20
x 100 52.5
20−10
10 9 9.5 PR= 20
x 100 52.5
3. Standar Deviasi
Penentuan kedudukan seseorang dengan membagi kelas atas kelompok-kelompok.
Berbeda dengan simple rank dan percentile rank, maka disini penyusun urutan
kedudukan siswa didasarkan pada atau dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran
24
statistik. Ada 5 (lima) jenis ranking yang disusun menggunakan ukuran mean dan deviasi
standar, yaitu:
a. Penyusunan urutan kedudukan atas tiga ranking.
Penyusunan urutan kedudukan peserta didik menjadi tiga tingkatan, yaitu: ranking
atas (kelompok peserta didik dengan kemapuan tinggi), ranking tengah (ranking
peserta didik dengan kemampuan sedang), dan ranking bawah (kelompok peserta
didik dengan kemampuan rendah). Patokan untuk menentukan ranking atas, ranking
tengah, dan ranking bawah adalah sebagai berikut:
Atas
Mean + 1 SD
Tengah
Mean – 1 SD
Bawah
Jika dilukiskan dalam bentuk kurva sebagai berikut:
25
7 37.23 1386.0729
6 37.13 1378.6369
11 36.83 1356.4489
10 35.03 1227.1009
20 = N 830.89 = x 34843.1009 = x2
∑𝑋 830.89
Mx = =
𝑁 20
= 41.5445
∑𝑋 (∑𝑋) 2
SDx = √ 𝑁 − 𝑁
34843.0155 (41.5445) 2
=√ −
20 20
= √1742.150775 − 1725.9454802
= √16.20529475
= 4.02558
= 4.026
Dari perhitungan diatas diperoleh Mean = 41.5445 dan SD = 4.026. langkah
berikutnya, dapat disiapkan table konversinya sebagai berikut:
26
17 7 37.23 Bawah
18 6 37.13 Bawah
19 11 36.83 Bawah
20 10 35.03 Bawah
b. Penyusunan Urutan Kedudukan atas Lima Ranking
Dalam penyusunan urutan kedudukan atas lima ranking, testee disusun menjadi
lima kelompok, yaitu ranking 1 =kelompok “amat baik”, ranking 2 = kelompok
“baik”, ranking 3 = kelompok “cukup”, ranking 4 = kelompok “kurang” dan ranking
5 = kelompok “kurang sekali”. Patokan yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
Baik sekali
M + 1,5 SD
Baik
M + 0,5 SD
Cukup
M – 0,5 SD
Kurang
M – 1,5 SD
Kurang sekali
Jika dilukiskan dalam bentuk kurva simetrik adalah sebagai berikut:
Contoh:
Telah diperoleh mean sebesar 43,0625 dengan SD sebesar 10,2985 itu kita tentukan
ranking limanya, maka dengan menggunakan patokan tersebut diatas, penentuan
ranking limanya adalah sebagai berikut:
Baik sekali
Mean + 1,5 SD = 43,0625 + (1,5) (10,2985) = 58,51025
Baik
27
Mean + 0,5 SD = 43,0625 + (0,5) (10,2985) = 48,21175
Cukup
Mean – 0,5 SD = 43,0625 – (0,5) (10,2985) = 37,91325
Kurang
Mean – 1,5 SD = 43,0625 – (1,5) (10,2985) = 27,61475
Kurang sekali
Selanjutnya dibuat dalam tabel konversi:
Nilai Murni Ranking
59 ke atas 1 (Baik sekali)
49 – 58 2 (Baik)
38 – 48 3 (Cukup)
28 – 37 4 (Kurang)
27 ke bawah 5 (Kurang sekali)
Dengan menggunakan tabel konversi tersebut maka dapat kita tantukan ranking
limanya sebagai berikut:
28
13. 35 4/Kurang 53. 57 2/Baik
29
c. Penyusunan Urutan Kedudukan atas Sebelas Ranking
Dalam penyusunan urutan kedudukan atas sebelas ranking, testee disusun menjadi
11 urutan kedudukan (ranking), di mana:
1) Ranking 1 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 10
2) Ranking 2 = testeeyang memiliki nilai stanel sebesar 9
3) Ranking 3 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 8
4) Ranking 4 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 7
5) Ranking 5 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 6
6) Ranking 6 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 5
7) Ranking 7 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 4
8) Ranking 8 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 3
9) Ranking 9 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 2
10) Ranking 10 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 1
11) Ranking 11 = testee yang memiliki nilai stanel sebesar 0
7
Mean + 0,75 SD
6
Mean + 0,25 SD
5
Mean – 0,25 SD
4
Mean – 0,75 SD
3
30
Mean – 1,25 SD
2
Mean – 1,75 SD
1
Mean – 2,25 SD
0
Data di atas kita jadikan 11 ranking, maka dengan mempergunakan patokan tersebut
dapat kita tentukan rankingnya sebagai berikut:
10
Mean + 2,25 SD = 43,0625 + (2,25) (10,2985) = 66,234125
9
Mean + 1,75 SD = 43,0625 + (1,75) (10,2985) = 61,084875
8
Mean + 1,25 SD = 43,0625 + (1,25) (10,2985) = 55,935625
7
Mean + 0,75 SD = 43,0625 + (0,75) (10,2985) = 50,786375
6
Mean + 0,25 SD = 43,0625 + (0,25) (10,2985) = 45,637125
5
Mean – 0,25 SD = 43,0625 – (0,25) (10,2985) = 40,487875
4
Mean – 0,75 SD = 43,0625 – (0,75) (10,2985) = 35,338625
3
Mean – 1,25 SD = 43,0625 – (1,25) (10,2985) = 31,439375
2
Mean – 1,75 SD = 43,0625 – (1,75) (10,2985) = 25,040125
1
Mean – 2,25 SD = 43,0625 – (2,25) (10,2985) = 19,890875
0
31
Selanjutnya, kita siapkan tabel konversinya:
67 ke atas 10 1
62 – 66 9 2
56 – 61 8 3
51 – 55 7 4
46 – 50 6 5
41 – 45 5 6
36 – 40 4 7
32 – 35 3 8
26 – 31 2 9
20 – 25 1 10
19 ke bawah 0 11
Dengan menggunakan tabel konversi tersebut, ubah ranking sebelas siswa dengan
nomor urut 1, 2, 3, 4, 5 urutan kedudukannya adalah sebagai berikut:
1 40 4
2 64 2
3 31 9
4 55 4
5 40 7
d. Menggunakan Z – Score
Menunjukkan perbandingan perbedaan score seseorang dari mean dengan standar
deviasi. Nilai standar z umumnya dipergunakan untuk mengubah skor-skor mentah
yang diperoleh dari berbagai jenis pengukuran yang berbeda-beda. Misalkan pada tes
penerimaan mahasiswa baru testee dihadapkan pada lima jenis tes, yaitu tes bahasa
Inggris (X1), tes IQ (X2), tes kepribadian (X3), tes sikap (X4), dan tes kesehatan
jasmani (X5). Skor mentah yang diperoleh dari 5 jenis tes cara pengukuran dan
penilaian yang berbeda itu adalah sangat bervariasi.untuk menentukan 10 orang testee
yang dipandang lebih unggul diperlukan adanya skor atau nilai yang bersifat baku di
32
mana dengan nilai standar itu dapat mengetahui kedudukan relatif dari 10 orang testee.
Rumusnya adalah:
𝑋
Z = 𝑆𝐷𝑥 dimana Z = Z Score
7) Z – Score yang dimiliki oleh masing-masing testee dijumlahkan dari kiri ke kanan,
dan dari sini akan terlihat testee yang mendapatkan total Z – Score positif dan Z –
Score negative.
e. Menggunakan T – Score
T – Score adalah angka skala yang mengunakan mean sebesar 50 (M = 50) dan
deviasi standar sebesar 10 (SD = 10).
T – Score = 10Z + 50 atau
T – Score = 50 + 10 Z
33
B -3.95 50 + (10)(+0.17) = 50-3.95 = 10.5
34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penilaian merupakan sebuah proses yang didesain untuk membantu guru menemukan
hal-hal yang telah dipelajari siswa di dalam kelas dan tingkat keberhasilannya dalam
pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, terdapat 2 metode pendekatan dalam mengolah hasil
evaluasi tersebut, yakni metode Pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan
Pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN). Keduanya memiliki kesamaan, yang berbeda
hanya pada penghitungan Standar deviasinya.
Tes hasil belajar yang dilakukan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan hasil tes
belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Pengolahan hasil penilaian dalam bentuk
peringkat atau ranking merupakan suatu teknik mengolah data hasil pembelajaran siswa
menjadi suatu bentuk apresiasi berupa angka, huruf, atau deskripsi selama waktu
pembelajaran yg telah dilaluinya. Peringkat dapat menjadi motivasi maupun teguran bagi
siswa itu sendiri, walaupun sejatinya ranking bukanlah tolak ukur yg scr pasti dapat menilai
seseorang itu pandai atau tidak. Pemberian ranking membutuhkan beberapa teknik statistika
dibagi menjadi, Simple Rank, Percentile Rank, dan Standar Deviasi yg terdiri dari 5 bentuk
yaitu penyusunan urutan kedudukan atas 3 Ranking, 5 Ranking, 11 Ranking, serta
penggunaan Z – Score, dan T – Score.
B. Saran
Hendaknya seorang tenaga pengajar dapat mengaplikasikan evaluasi terhadap kegiatan
belajar mengajar yang dilakukan di suatu lembaga pendidikan karena dengan adanya
evaluasi ini akan dapat menunjang kualitas dan mutu pendidikan kita. Sebagaimana evaluasi
hasil belajar dan pembelajaran yang telah diuraikan di atas sangatlah penting karena dengan
adanya hal tersebut kita dapat belajar bagaimana cara mengevaluasi dari kegiatan belajar
mengajar apakah sudah dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2006. Konsep Guru tentang Evaluasi dan Aplikasinya dalam Proses
Pembelajaran. Bandung: Program Pascasarjana UPI.
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sukardi. 2008. Evaluasi Pembelajaran, Prinsip dan Operasinya. Jakarta: PT Bumi Aksara
36