Anda di halaman 1dari 34

WALK THROUGH SURVEY PERUSAHAAN

PT. PUTRA BINTANG LIMA


20 FEBRUARI 2019

KESELAMATAN KERJA

Disusun Oleh : Kelompok 3

dr. Ahmad Faizal Zain dr. Nabila Syahidna


dr. Susilawati dr. Marchta Sinaga
dr. Indo Assa dr. Wiradini Candra Ayu
dr. Endah Armeksa Sari dr. Yulia Lestari
dr.Yelvi Nalita dr. Tioma Lusi S.S
dr. Muhamad Adel dr. Viliandora Maharani

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 – 23 FEBRUARI 2019
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan
agar tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja/ perusahaan selalu dalam keadaan
selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan
efisien (Kepnaker No 463/MEN/1993). Dalam setiap pekerjaan pasti ada resiko
kecelakaan kerja. Menurut ILO (2003), setiap hari rata-rata 6000 orang meninggal
akibat sakit dan kecelakaan kerja atau 2,2 juta orang per tahun meninggal akibat sakit
atau kecelakaan kerja.
Keselamatan dan keamanan kerja harus menjadi perhatian bagi seluruh pelaku
usaha dan karyawan perusahaan.Banyak factor yang dapat di modifikasi dalam
menurunkan resiko kecelakaan kerja, oleh karena itu sangat disayangkan jika hal ini
diabaikan. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan
didukung oleh sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas
kerja akan dapat ditingkatkan dan resiko kecelakaan kerja dapat diturunkan.

I.2 Dasar Hukum


1. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
2. UU RI No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
3. UU Uap tahun 1930.
4. Peraturan Uap tahun 1930.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per 01/MEN/1980
tentang keselamatan dan kesehatan tenaga kerja pada konstruksi bangunan.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per 04/MEN/1980
tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per 01/MEN/1982
tentang bejana tekanan.
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 04/MEN/1985 tentang pesawat tenaga
dan produksi.
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 05/MEN/1985 tentang pesawat angkat-
angkut.
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 02/MEN/1989 tentang pengawasan
instalasi penyalur petir.
11. Keputusan menteri tenaga kerja RI No. Kep 186/MEN/1999 tentang
penanggulangan kebakaran di tempat kerja.
12. Keputusan menteri tenaga kerja RI No. Kep 187/MEN/1999 tentang pengendalian
bahan kimia berbahaya.
13. Keputusan menteri tenaga kerja RI No. Kep 75/MEN/2002 tentang pemberlakuan
SNI No SNI 04-0225-2000 mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2000
(PUIL 2000) di tempat kerja.
14. Surat keputusan direktur jenderal pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan
nomor 113 tahun 2006 tentang pedoman dan pembinaan teknis petugas K3 ruang
terbatas
15. Surat keputusan direktur jenderal pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan
nomor 45/DJPPK/IX/2008 tentang pedoman keselamatan dan kesehatan kerja
bekerja pada ketinggian dengan menggunakan akses tali (rope access).
16. Peraturan menteri ketenagakerjaan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2018
tentang keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja.

Semua perundang-undangan yang disebutkan pada dasarnya mengatur


tentang kewajiban dan hak Tenaga Kerja terhadap Keselamatan Kerja untuk:

 Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau
ahli keselamatan kerja;
 Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
 Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan;
 Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.
 Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan kerja
serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam
hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang
masih dapat dipertanggungjawabkan.

I.3 Profil Perusahaan


a. Sejarah perusahaan
PT. Putra Bintang Lima merupakan anak perusahaan dari PT. Radian Putra
Metropolindo Pratamayang merupakan perusahaan industri di Indonesia, yang
khususnya untuk produk : Medali Sekretariat Negara, Perlengkapan TNI Angkatan
Laut, Perlengkapan POLRI, Bermacam-macam Baret, Perlengkapan Kejaksaan,
Bordir Pangkat Angkatan Laut, Perlengkapan Bordir Akademi Polisi, Ikat Pinggang
dan Kopelriem Draghriem, Tanda Pangkat PNS TNI, Emblem Baret TNI Angkatan
Darat, Tongkat Komando, Pet POLRI, TNI, dan Kejaksaan.
PT Radian Putra Metropolindo Pratama didirikan pada Tanggal, 21 April
2008.Berdomisili di kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK) adalah sebagai
industry pengerjaan logam, Webing dan Bordir komputer, selalu menempatkan mutu
dalam kegiatan sehari-hari demi tercapainya kepuasan pelanggan.

b.Visi dan misi perusahaan

Visi
Menjadi perusahaan Logam, Konveksi dan Bordir computer terbaik di Indonesia,
menjadi perusahaan yang semua pekerjaannya dapat diterima disemua lini lingkungan
pemerintahan dan swasta, serta dapat menjadi perusahaan yang dapat diterima
diseluruh Indonesia dan Internasional yang dapat mengekpansi ke berbagai Negara.

Misi

1. Berorientasi pada kepuasan pelanggan

2. Menjadikan kebijaksanaan mutu sebagai kesadaran dan tanggung jawab seluruh


pekerja.

3. Untuk menciptakan lapangan kerja bagi penduduk sekitar, terutama penduduk


dalam lingkungan sekitar.
b. Pelanggan
 TNI AU
 TNI AD
 KOPASUS
 KOSTRAD
 KOPASUS
 POM
 POM AD
 DAMKAR
 PASKAS

I.4 Pegawai Perusahaan


a. Jumlah pegawai perusahaan
Jumlah pegawai sebanyak ± 70 orang pekerja.
b. Sektor usaha
PT. Putra Bintang Lima bekerja di bidang industri perlengkapan TNI Polri.
c. Jam kerja
 Hari Senin – Sabtu, jam 08.00-17.00
 Istirahat siang, jam 12.00-13.00
 Lembur pokok, jam 17.00 – 21.00
 Istirahat lembur, jam 18.00-18.30

d. Asuransi
BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Kesehatan
e. Sertifikasi perusahaan
SertifikatSistem MutuSNI ISO 9001:2008 dan ISO 14001:2008untuk PT. Radian
Putra Metropolindo Pratamayang beroperasidi industri logam, konveksi, dan bordir
komputer.
f. Kelembagaan P2K3
Tidak ada personel P2K3 dan belum ada yang mengikuti pelatihan P2K3.
I.5 Alur Produksi
Berikut keterangan bagaimana proses pembuatan baret di laksanakan :
1. Persiapan
Persiapan awal untuk proses pembuatan baret adalah dimulai dari Bahan
Baku Baret yang terbuat dari 100% Wool , Benang ini dikumpulkan berdasarkan
masing – masing LOT , hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan
permasalahn yang akan di dapatkan di proses pewarnaan.Setelah bahan baku
berupa benang wool sdh terkumpul berdasarkan lotnya, kemudian dilanjut
dengan proses perajutan.
2.Perajutan
Proses perajutan adalah proses pembuatan benang dari berupa gulungan
benang menjadi bentuk baret, proses ini adalah awal pembentukan baret
sebelum berlanjut ke proses berikutnya. Proses perajutan ini dilakukan di mesin
knitting atau mesin rajut khusus benang, mesin di setting sedemikian rupa untuk
menghasilkan bentuk baret yang di inginkan. Setelah proses perajutan selesai,
selanjutnya hasil yang didapat kemudian di kumpulkan sesuai dengan LOT
masing – masing supaya tidak tercampur, yang kemudian di lanjutkan dengan
proses linking.
3. Linking
Proses linking ini adalah proses untuk menyambung hasil rajutan benang
yang masih berbentuk setengan lingkaran yang dihasilkan dari proses perajutan
di awal tadi, setelah hasil rajutan dilinking maka benang wool akan menjadi
bentuk lingkaran penuh.Hasil benang rajutan yang sudah di linking harus
dikumpulkan sesuai dengan lot masing-masing yang kemudian akan di proses
dengan tahap berikutnya yaitu soom.
4. Soom
Proses soom ini adalah bagian proses yang dilakukan setelah perajutan dan
linking. Proses ini adalah bagian untuk menutup bagian atas rajutan yang masih
berlubang.Lubang dari hasil rajutan di soom atau di jelujur mengikuti arah jalur
hasil rajutan sehingga tidak ada bagian yang berlubang lagi.Hasil yang sudah di
soom dikelompokan kembali sesuai lot masing – masing untuk kemudian
berlanjut ke proses penimbangan.
5. Penimbangan
Proses penimbangan ini dilakukan untuk mengelompokan berat rajutan
setiap pieces nya, pengelompokan berat dilakukan sesuai permintaan
pemesanan. Proses penimbangan di lakukan supaya hasil setiap topi baret yang
akan jadi menjadi sama rata.Pengelompokan berat dikumpulkan berdasarkan lot
masing – masing juga, untuk selanjutnya masuk ke proses pencelupan.
6. Pencelupan
Proses pencelupan ini adalah proses dimana hasil rajutan menjadi berwarna
sesuai dengan warna yang diinginkan.Proses pewarnaan ini dilakukan harus per
lot dan berat yang sama, hal inii supaya mendapatkan hasil warna yang
sama.Setiap proses 1x pencelupan terdiri dari 150-250 pcs per 1x proses
disesuaikan dengan kapasitas mesin celupnya. Hasil yang sudah di celup di
keleompokan berdasarkan lot warna dan berat untuk kemudian berlanjut ke
proses moulding/cetak.
7. Moulding / Pembentukan Baret
Proses moulding ini adalah proses dimana hasil pencelupan dibentuk
menjadi baret dengan ukuran yang sudah disesuaikan.Proses moulding
dilakukan berdasarkan kelompok berat, hal ini dilakukan untuk mempermudah
proses pembentukan dan pengelompokan size yang di inginkan.Moulding yang
dipakai di sesuaikan dengan bentuk baret yang diinginkan, setelah proses
moulding dilakukan untuk selanjutnya ke tahap pemanasan / oven.
8. Pemanasan / Pengovenan
Proses ini dilakukan setelah proses moulding selesei yang kemudian
dimasukan ke oven untuk di panaskan sampai baret menjadi kering.Suhu panas
yang digunakan berdasarkan kebutuhan dan disesuaikan dengan kondisi
baretnya, setelah proses pemanasan selesei kemudian berlanjut ke pencukuran.
9. Pencukuran
Proses pencukuran ini dilakukan untuk menghilangkan serat dan bulu yang
timbul dari hasil pencelupan dan moulding.Proses pencukuran dilakukan supaya
baret menjadi terlihat lebih rapih dan bagus.Setelah proses pencukuran selesai
kemudian berlanjut ke tahap penjahitan dan setting.
10. Penjahitan dan Setting
Proses penjahitan ini adalah proses dimana pelipit kepala dipasangkan di
baret, pelipit yang digunakan disesuaikan dengan permintaan, ada yang
berbentuk webing tape atau berbentuk kulit asli.Proses penjahitan juga
dilakukan untuk pemasangan tali pengikat kepala.Proses penjahitan ini sekaligus
dilakukan bersama denga proses setting. Proses setting ini dimaksudkan untuk
mendapakan ukuran lingkar kepala yang disesuaikan dengan jumlah yang di
inginkan.Proses penjahitan dan setting dilakukan untuk mendapatkan ukuran
kepala baret. Setelah proses penjahitan dan setting ini selesai berlanjut ke tahap
finishing.
11. Finishing
Proses finishing ini adalah proses pembersihan benang benang hasil dari
penjahitan sebelumnya.Setelah proses buang benang atau pembersihan sisa sisa
benang jahit , kemudian berlanjut ke proses pengemasan, pengemasan
dilakukan untuk memasukan baret ke dalam polybag atau plastik 1 pcs 1
polybag. Setalah proses ini dilakukan kemudian dilanjut dengan pengepakan.
12. Pengepakan
Pengepakan ini adalah proses pemasukan baret yang sudah di-finishing ke
dalam karton box atau peti, sesuai dengan permintaan.Proses pengepakan ini
dilakukan sesuai permintaan apakah isinya solid size( sama ukuran ) atau assort
size ( campur ukuran ).
I.6 Landasan Teori
a. Keselamatan Kerja

Keselamatan Kerja adalah suatu sistem yang dibuat bagi pekerja maupun
pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dalam
lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan
kerja dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Tujuan dari dibentuknya sistem ini adalah untuk meningkatkan keselamatan dan
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja.Namun disayangkan tidak
semua perusahaan memahami arti pentingnya keselamatan kerja dan bagaimana
mengimplementasikannya dalam lingkungan perusahaan.
Keselamatan kerja adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja
dalam lingkungan perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya,
pentingnya memahami arti keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya untuk
kepentingannya sendiri sehingga meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian
bagi perusahaan.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban
menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide
tentang K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini masih ada
pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja
perusahaan, bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga seringkali mereka
melihat peralatan K3 adalah sesuatu yang mahal dan tidak penting.Untuk menjawab itu
kita harus memahami filosofi pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam
undang-undang.
Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No.
1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu:

 Mencegah dan mengurangi kecelakaan.


 Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
 Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
 Memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
 Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
 Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerjaan.
 Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran.
 Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun
psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
 Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
 Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik.
 Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
 Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
 Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
 Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
batang;
 Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
 Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
 Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
 Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya
aturan penyelenggaraan K3 pada hakikatnya adalah penyusunan syarat-syarat keselamatan
kerja untuk mengurangi potensi bahaya kecelakaan kerja.

b. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Dalam melaksanakan K3, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu:

1. Identifikasi potensi bahaya

Merupakan tahapan yang dapat memberikan informasi secara menyeluruh dan


mendetail mengenai risiko yang ditemukan dengan menjelaskan konsekuensi dari
yang paling ringan sampai dengan yang paling berat. Pada tahap ini harus dapat
mengidentifikasi hazard yang dapat diramalkan (foreseeable) yang timbul dari
semua kegiatan yang berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan
terhadap:

 Karyawan
 Orang lain yg berada ditempat kerja
 Tamu dan bahkan masyarakat sekitarnya

Pertimbangan yang perlu diambil dalam identifikasi risiko antara lain :

 Kerugian harta benda (Property Loss)


 Kerugian masyarakat
 Kerugian lingkungan

2. Identifikasi resiko

Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1.Apa Yang Terjadi Hal ini dilakukan untuk mendapatkan daftar yang
komprehensif tentang kejadian yang mungkin mempengaruhi tiap-tiap elemen.
2. Bagaimana dan mengapa hal itu bisa terjadi Setelah mengidentifikasi daftar
kejadian sangatlah penting untuk mempertimbangkan penyebab-penyebab yang
mungkin ada/terjadi.

3. Alat dan Tehnik Metode yang dapat digunakan untuk identifikasi risiko antara
lain adalah:

a. Inspeksi

b. Check list

c. Hazops (Hazard and Operability Studies)

d. What if

e. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

f. Audits

g. Critical Incident Analysis

h. Fault Tree Analysis

i. Event Tree Analysis

Dalam memilih metode yang digunakan tergantung pada type dan ukuran risiko.

3. Penilaian Risiko

Terdapat 3 (tiga) sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan penilaian risiko di
tempat kerja yaitu untuk :

a. Mengetahui, memahami dan mengukur risiko yang terdapat di tempat kerja;

b. Menilai dan menganalisa pengendalian yang telah dilakukan di tempat kerja;

c. Melakukan penilaian finansial dan bahaya terhadap risiko yang ada.

d. Mengendalikan risiko dengan memperhitungkan semua tindakan


penanggulangan yang telah diambil;
4. Pengendalian Risiko

Pengendalian dapat dilakukan dengan hirarki pengendalian risiko sebagai berikut:

1. Eliminasi

Menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya

2. Substitusi

a. Mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pasta

b. Proses menyapu diganti dengan vakum

c. Bahan solvent diganti dengan bahan deterjen

d. Proses pengecatan spray diganti dengan pencelupan

3. Rekayasa Teknik

a. Pemasangan alat pelindung mesin (mechin guarding)

b. Pemasangan general dan local ventilation

c. Pemasangan alat sensor otomatis

4. Pengendalian Administratif

a. Pemisahan lokasi

b. Pergantian shift kerja

c. Pembentukan sistem kerja

d. Pelatihan karyawan

5. Alat Pelindung Diri

Adalah perlengkapan wajib di gunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja
untuk meningkatkan keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekitarnya.

Adapun macam peralatan dari alat pelindung diri:


1. Safety helmet
Berfungsi sebagai pelndung kepala dari benda-benda yang dapat melukai kepala

2. Safety belt
Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi

3. Ear plug/Ear muff


Berfungsi sebagai penutup telinga ketika bekerja di tempat bising

4. Kacamata Pengaman
Berfungsi sebagai pengaman mata ketika bekerja dari percikan

5. Pelindung wajah
Berfungsi sebagai pelindung wajah ketika bekerja

6. Masker
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihisap di tempat yang kualitas udaranya
kurang baik
BAB II
PELAKSANAAN

2.1 Tanggal dan Waktu Pengamatan


Kunjungan perusahaan ke PT. PUTRA BINTANG LIMA dilaksanakan pada
tanggal 20 Februari 2019 pukul 09.00 - 11.00 WIB.

2.2 Lokasi Pengamatan


PT. PUTRA BINTANG LIMA beralamat di Jalan Penggilingan Elok, RT 2/RW 7
No, 44, Penggilingan, Cakung, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta, 13940.
BAB III
HASIL PENGAMATAN

A. MESIN, PESAWAT, DAN ALAT KERJA YANG DIGUNAKAN


Konstruksi : Bangunan sesuai konstruksi Factory

Maintenance : Maintenance Mesin dilakukan setiap 1 tahun sekalioleh Tim Maintenance.

Tabel 1. Jenis Mesin Produksi

No JENIS MESIN JUMLAH KAPASITAS/HARI (PCS)

1 Mesin Rajut 50 3.000

2 Mesin Linking 12 2.000*

3 KMD Washer 5 1.500

4 Conveyor 1 1.500

5 Mesin Cukur 6 1.000*

6 Mesin Jahit 15 1.000*

7 Mesin Ventilator (Mata Ayam) 1 500

8 Press 2 250 - 500

Note : Tidak ada rencana untuk penambahan mesin

B. BAHAN DAN PROSES KERJA TERKAIT K3


Terdapat beberapa jenis bahan untuk pembuatan topi, sabuk, lencana. Bahan bahan
tersebut berupa:

 Benang wol

Benang wol merupakan bahan baku untuk membuat topi. Benang berasal dari
Hansung Textile.co Korea

 Pewarna kain
Pewarna kain berasal dari PT.PBL. Jakarta Indonesia

 Kulit sapi

Kulit sapi merupakan bahan baku untuk membuat sabuk. Kulit tersebut berasal dari
peternakan sapi di garut

 Tembaga dan seng

Tembaga dan seng sebagai bahan baku pembuatan plat kuningan untuk membuat
lencana.

Rincian bahan baku di atas tidak dapat diuraikan dengan lengkap oleh pihak
perusahaan.

Limbah pabrik hanya berupa air sisa pewarnaan kain yang tidak berwarna dan
berbau karena warna sudah terserap seluruhnya oleh kain. Limbah pabrik lain nya berupa
benang wol serta kain yang kecil sehingga limbah tidak membahayakan lingkungan sekitar
dan langsung dibuang setiap dua hari sekali tanpa daur ulang.

C. INSTALASI LISTRIK

PT. Putra Bintang Lima dalam melakukan kegiatan produksinya menggunakan


sumber Listrik yang berasal dari PLN, .PT. Putra Bintang Lima menyediakan Generator
Set (Genset) / motor diesel sebagai cadangan listrik. Penerangan dalam kegiatan produksi
menggunakan 2 jenis penerangan yaitu penerangan sumber alami seperti matahari dan
sumber buatan seperti lampu.Jumlah penerangan seperti lampu sudah cukup baik terpasang
merata di berbagai tempat.

Dari peninjauan kami ke PT. Putra Bintang Lima, kami dapat menyimpulkan
bahwa penggunaan instalasi listrik cukup baik hanya penataan kabel-kabel instalasi cukup
rapi.PT. Putra Bintang Lima memiliki 4 instalasi penangkal petir.

D. SARANA PENANGGULANGAN KEBAKARAN

Pengamatan Standar

Semua pekerja mengetahui letak APAR , Memiliki tim penanggulangan kebakaran


namun tidak pernah mendapatkan pelatihan
penggunaan APAR yang terlatih

Terdapat 1 APAR di setiap divisi dan 10 Memiliki system proteksi kebakaran.


APAR di divisi pemadatan logam menurut Menurut Permenakes trans no. Per-
narasumber. 04/MEN/1980, APAR yang 1 dengan yang
lainnya tidak boleh melebihi 15 meter dan
Belum sesuai dengan Permenakertrans No.
setiap APAR yang harus memiliki tanda
Per-04/MEN/1980 → jarak penempatan
lokasi APAR.
APAR dari satu dengan yang lainnya lebih
dari 15 m dan beberapa APAR tidak
memiliki penunjuk tanda lokasi APAR.
Pada divisi 2 lantai APAR tidak ditemukan
pada lantai 2.

Pemeriksaan pada APAR teratur yaitu Melaksanakan pemeriksaan dan pengujian


setiap 6 bulan sekali secara berkala komponen yang berkaitan dengan
dilaksanakan terakhir pada bulan Agustus penaggulangan kebakaran minimal 6 bulan
2018 berlaku sampai dengan tahun 2019. 1 kali.

E. ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD)

Jenis Alat Pelindung DIri (APD) Pengamatan Standar

Masker debu (area Berwarna Hanya beberapa Pekerja


pembuatan topi) Putih/Hijau Pekerja yang menggunakan
berbahan kain, kontinyu masker, harus
dengan tali sebagai menggunakan menutupi mulut dan
pengait, berfungsi masker hidung.
untuk menyaring
debu dan cegah
terhirupnya partikel-
partikel kecil.

Sarung Tangan (area Berbahan kain, Hanya beberapa Seharusnya pekerja


pencelupan topi, sebatas pergelangan Pekerja yang memiliki
area penjahitan tangan, berfungsi menggunakan kontak dengan bahan
baret, area untuk melindungi sarung tangan kain kimia seperti di area
peleburan, area tangan dari pajanan biasa, sarung tangan pencelupan,
pembuatan lencana) api, dan percikan, juga hanya sebatas memakai sarung
luka. pergelangan tangan tangan yg panjang
dan hanya satu dengan bahan karet
tangan. agar tidak terkena
bahan kimia cair,
pada area yang
pekerjaan
berhubungan dengan
mesin ataupun panas
(area penjahitan,
peleburan)
menggunakan sarung
tangan sesuai
standar.

Sepatu (area Semua pekerja area Sepatu yang Semua pekerja area
peleburan) peleburan digunakan tidak peleburan
menggunakan seragam, namun menggunakan sepatu
sepatu, semua berbahan yang sesuai standar
kulit dengan alas dan hazard.
karet. Berguna
untuk melindungi
kaki dari bahan
kimia, bahaya panas,
dan benturan juga
luka.
Penutup telinga Berfungsi sebagai Tidak tampak Semua pekerja Area
(area pemintalan) pelindung telinga pekerja area pemintalan
dari kebisingan pemintalan yang menggunakan
yang dihasilkan dar menggunakan penutup telinga
mesin di area penutup telinga. pada saat bekerja.
tersebut.

F. TANGGAP DARURAT DAN EVAKUASI

Tanggap Darurat Pengamatan Standar


& Evakuasi

Fire Alarm Tidak terdapat alarm kebakaran Terdapat di semua ruangan, dan
baik di dalam maupun di luar juga terdapat di luar ruangan, di
ruangan. setiap lorong

Emergency Lamp Tidak terdapat Emergency Terdapat Emergency Lamp di


Lamp semua ruangan

Jalur Evakuasi  Tidak terdapat jalur  Tangga darurat dan tangga


evakuasi khusus, alur umum, Pintu – pintu jalur
evakuasi menggunakan evakuasi mudah terlihat dan
jalur keluar masuk biasa. semuanya tidak ada yang
 Tidak ada tanda garis ditemui dalam keadaan
kuning di jalur evakuasi. terkunci.
 Jalur cukup terawat dengan
baik, terbuka, tidak terdapat
benda yang membahayakan
disekitar area evakuasi, cukup
lebar, dan untuk menuju titik
area evakuasi dapat
menggunakan jalur yang sudah
ditandai dengan garis- garis
kuning.

Rambu – Rambu  Tidak terdapat rambu-  Rambu – rambu yang


Jalur Evakuasi rambu yang menunjukan menunjukan lokasi jalur
lokasi jalur evakuasi. evakuasi cukup jelas, berwarna
 Tidak terdapat peta jalur hijau dengan kondisi yang
evakuasi cukup baik.
 Tidak terdapat titik  Peta jalur evakuasi juga jelas
berkumpul terdapat di setiap ruangan.
 Tempat berkumpul Titik Point
berada pada lahan yang
kosong.

G. KONSTRUKSI TEMPAT KERJA

Konstruksi Tempat
Pengamatan Standar
Kerja

Akses keluar masuk Akses keluar-masuk ruangan Akses keluar masuk ruangan
terdiri dari 1 pintu utama aman

Kebersihan dan Kebersihan dan kerapian Kebersihan dan kerapian tata

kerapian tata ruang ruangan kurang terjaga. ruang tidak berantakan dan

Ruangan tidak tertata dengan merintangi akses jalan

Rapi.

Jaminan keselamatan Pemeliharaan beberapa mesin Terdapat


jaminankeselamatanperalatan,b
peralatan, bahan dan dilakukan setiap setahun
ahan, dan benda –
sekali. Sebagian
benda-benda dalam bendadalam ruangan
ruangan Besar tidak rutin hanya jika
ada kerusakan.

Tanda peringatan - Tidak didapatkan Terdapat tanda peringatan

tanda-tanda peringatan pada pada daerah dengan resiko


tempat-tempat tertentu yang
tinggi. Tersedia arahan jalur
merupakan tempat dengan
evakuasi penanggulangan
resiko tinggi bencana.

- Tidak ditemukan adanya

tanda-tanda arahan
jalurevakuasi bencana.

H. PRASARANA KERJA LAINNYA

Pengamatan Standar

Memiliki 4 penangkal petir pada setiap “Pada bangunan yang tingginya kurang dari 25
sisi gedungnya. meter dan mempunyai bagian-bagian yang
menonjol ke samping harus dipasang beberapa
penghantar penurunan.” Sesuai yang termuat
dalamPeraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
Per. 02/Men/1989 tentang Pengawasan Instalasi
Penyalur Petir

Beberapa kipas angin di gedung tidak Roda gigi yang terbuka dari suatu pesawat atau
ada pengaman atau penutup nya, dan mesin yang bergerak harus diberi alat
ada yang letak kipas berada di perlindungan dengan salah satu cara sebagai
ketinggian 1m dari permukaan pijakan. berikut: untuk putaran cepat dengan menutup
keseluruhan.

Sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor


Per. 04/Men/1985 tentang pesawat tenaga dan
produksi

Tidak ada lift barang di dalam gedung Memiliki lift barang sesuai dengan Peraturan
betingkat 4 ini. Sedangkan banyak Menteri Tenaga Kerja Nomor Per. 03/Men/1999
produksi juga dilakukan di lantai 2 dan tentang syarat keselamatan dan kesehatan kerja
3. lift untuk pengangkutan orang dan barang

I.STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Perusahaan memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP), tetapi hanya merupakan SOP
secara general tenaga kerja, alur produksi kerja, dan spesifikasi hasil produksi (terlampir).
SOP secara spesifik pada tiap alat tidak terpampang di mesin2 atau bagian2 ruangan
manapun di gedung. SOP untuk penggunaan APAR, tanggap darurat, dan P3K tidak ada
sama sekali.
J. KEJADIAN KECELAKAAN KERJA
Kejadian Kecelakaan Pengamatan Standart
Kerja
Angkakejadian Menurut PT. Putra Bintang PT. Putra Bintang Lima
kecelakaan kerja Lima, angka kejadian seharusnya lebih
kecelakaan kerja sangat memperhatikan
minimal. Menurut mereka, keselamatan kerja tenaga
kecelakaan kerja yang pernah kerjanya dengan
terjadi yaitu luka bakar ringan menerapkan budaya K3 di
terutama di bagian dying dan perusahaannya serta
press. Kami tidak melakukan pengawasan
mendapatkan data yang dan pembinaan terhadap
menggambarkan angka penerapan keselamatan
kejadian kecelakaan kerja. Promosi kesehatan
perusahaan tersebut. Tidak seperti apa itu APD,
terdapat spanduk dan poster pentingnya APD, cara
tentang keselamatan kerja dan pemakaiannya, dan
peraturan tentang penggunaan dilakukan evaluasi.
alat pelindung diri di setiap Kecelakaan kerja yang
bidang perusahaan. Dalam terjadi dalam tempat kerja
penggunaan alat pelindung wajib dilaporkan oleh
diri masih banyak pegawai pengurus kepada pejabat
yang belum yang ditunjuk oleh menteri
menggunakannya, sehingga tenaga kerja.
risiko terjadinya kecelakaan
kerja di perusahaan tersebut
cukup besar.
K. PERSONIL KESELAMATAN KERJA

• Pada perusahaan PT. Putra Bintang Lima personil tanggung jawab untuk
keselamatan kerja diserahkan pada masing-masing ketua grup di tiap bagian.
Ketua grup akan melaporkan ke bagian HRD apabila terjadi kecelakaan kerja,
kemudian pihak HRD akan segera membawa pekerja yang mengalami kecelakaan
kerja ke klinik, bila tidak bisa diatasi dibawa ke puskesmas atau RS terdekat.
Perusahaan PT. Putra Bintang Lima sudah terdaftar di klinik, puskesmas dan RS
tersebut. Para pegawai tetap perusahaan PT. Putra Bintang Lima baru sebagian
yang memiliki BPJS Ketenagakerjaan ( bila pekerja sudah bekerja lama di
perusahaan tersebut), sebagian BPJS kesehatan dan ada juga yang belum memiliki
BPJS.

• Tersedia satu kotak P3K di ruang kantor untuk para pekerja. Tetapi isi kotak P3K
hanya terdiri dari obat anti nyeri dan betadine. Tidak ada personil khusus yang
telah mendapat pelatihan terkait penangan awal kecelakaan kerja. Tidak ada
pegawai yang bertugas untuk menyisir bagian / divisi masing – masing untuk
keluar dari gedung dan memastikan tidak adanya pekerja yang tertinggal pada saat
terjadi keadaan darurat.
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

No Unit Kerja Permasalahan Dasar hukum Saran

1 Konstruksi Didapatkan beberapa Undang-undang dasar Ditambahkan


tempat kerja barang hasil produksi dan no 1 tahun 1970, adanya informasi
box yang masih Undang-undang no 18 keselamatan
berantakan,belum tahun 1999 tentang jasa peralatan, bahan,
terdapat adanya konstruksi. dan benda-benda
informasi mengenai dalam
keselamatan peralatan , ruangan.Peletakan
bahan dan benda- benda barang - barang
dalam ruangan. hasil produksi
disusun dengan
rapi.

2 Sarana Jarak penempatan APAR Permenakes trans no. Perbaikan lokasi


penanggulangan dari satu dengan yang Per-04/MEN/1980, APAR menjadi
kebakaran lainnya lebih dari 15 m APAR yang satu minimal 15 m dan
dan tidak ada dengan yang lainnya tersedianya
penempatan APAR di tidak boleh melebihi 15 APAR di lantai 2
setiap divisi lantai. meter dan setiap APAR divisi.
yang harus memiliki
tanda lokasi APAR.
Beberapa APAR tidak Pemberian tanda
memiliki penunjuk tanda penunjuk lokasi
lokasi APAR. APAR

3 Alat Pelindung Tidak semua pekerja Peraturan Menteri dan Perusahaan


Diri (APD) menggunakan APD tenaga kerja dan bersedia
sesuai dengan transmigrasi RI nomor menyediakan
PER.08/MEN/VII/2010 APD yang sesuai
pekerjaannya. tentang Alat Pelindung dengan standar
Diri dan hazard yang
Belum ada aturan tertulis
ada di lingkungan
(dalam bentuk SOP) yang
tempat kerja.
mengatur secara rinci
standar penggunaan APD Akan lebih baik
di masing-masing sebelum memulai
pekerjaan. pekerjaan
diberikan briefing
singkat mengenai
pentingnya APD
dan cara
penggunaannya
yang baik dan
benar.

4 Tanggap darurat Masih minimnya sistem Undang-undang no 18 Pemasangan


& evakuasi tanggap darurat dan tahun 1999 tentang jasa alarm api,
evakuasi, dilihat dari konstruksi.
Pembuatan sistem
belum tersedianya fire
Undang-undang dasar tanggap darurat
alarm, lampu emergensi,
no 1 tahun 1970. dimulai dari jalur
jalur evakuasi, peta
evakuasi, peta
evakuasi, titik kumpul Undang-undang No 28
evakuasi,
dan rambu-rambu yang tahun 2002 tentang
penentuan titik
dibutuhkan. bangunan gedung.
kumpul, ataupun
rambu-rambu
yang dibutuhkan
pada keadaan
darurat

5 Personil Tanggung jawab Peraturan perundangan Membentuk


keselamatan keselamatan kerja di UU No. 1 Tahun 1970 personil P2K3
kerja perusahaan ini dipegang (Pasal 10 ayat 1, 2 ) yang terlatih dan
oleh ketua grup dan yang mewajibkan tersertifikasi.
bagian HRD yang belum perusahaan untuk
Menyediakan
tersertifikasi. membentuk P2K3
kotak P3K yang
Isi kotak P3K yang sesuai standar.
tersedia tidak sesuai
standar.

6. Prasarana Belum adanya lift barang Peraturan Menteri Memberikan


lainnya di lokasi, sehingga Tenaga Kerja Nomor elevator barang
barang2 di lantai atas Per. 03/Men/1999 yang sesuai dasar
yang akan diturunkan hukum yang
dimasukkan dalam kotak Peraturan Menteri berlaku untuk
kardus dan diturunkan Tenaga Kerja Nomor mengurangi
manual oleh TK, dan Per. 06/Men/2017 resiko kecelakaan
juga sering dengan kerja atau PAK.
triplek diluncurkan,
dimana ada TK yang
menahan di lantai bawah.
Hal ini temntu memiliki
resiko tinggi terjadinya
kecelakaan kerja ketika
harus mengangkat beban
berat sambal menuruni
anak tangga yang cukup
tinggi-tinggi.
Beberapa kipas angin Peraturan Menteri Memberikan
yang tidak memiliki Tenaga Kerja Nomor suatu bahan
pelindung dari putaran Per. 04/Men/1985 logam untuk
kipas yang cepat serta melindungi mesin
diletakkan di posisi yang kipas yang
mudah dijangkau oleh berputar tersebut
tenaga kerja serta dekat secepatnya,
dengan posisi kerja sebelum
tenaga kerja. menyebabkan
kecelakaan kerja.
7. SOP Perusahaan memiliki menteri pendayagunaan Perlu adanya SOP
Standar Operasional aparatur negara untuk usaha
Prosedur (SOP), tetapi Permenpan preventif dan
belum sepenuhnya No.PER/21/M- prosedur kerja
sebagai acuan proses PAN/11/2008 aman bagi tenaga
kerja. SOP secara kerja
spesifik pada tiap alat
tidak terpampang di
mesin2 atau bagian2
ruangan manapun di
gedung.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Beberapa temuan - temuan positif ditemukan pada kunjungan ke PT. Putra
Bintang Lima pada hari Rabu, 20 Februari 2019 antara lain seperti sudah terdapat
pegawai terlatih untuk menanggulangi kebakaran, APAR yang sudah tersedia, sudah
disediakan kotak P3K di perusahaan namun belum memenuhi standar serta memiliki
penangkal petir di beberapa sisi gedungnya. Namun juga terdapat temuan- temuan di
lapangan yang belum sesuai dengan standar keselamatan kerja yang tertulis seperti
kuantitas APAR yang belum memenuhi standar, APD yang tidak seragam dan yang
tidak sesuai standar bahkan ada pekerja tanpa APD, jalur evakuasi dan rambunya
yang belum tersedia, sarana dan prasarana yang mendukung tidak ada seperti
pengadaan lift barang.
Dari hasil pengamatan tersebut, PT. Putra Bintang Lima masih belum
memiliki lingkungan kerja yang bebas risiko sehingga masih memiliki banyak hal
yang harus diusahakan demi tercapainya lingkungan kerja yang Zero Accident.

B. SARAN
Dari pemaparan makalah di atas, untuk meningkatkan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja pada perusahaan tersebut perlu dilakukan:
 Penambahan informasi keselamatan peralatan, bahan, dan benda-benda dalam
ruangan yang disusun dengan rapi
 Perbaikan lokasi APAR menjadi minimal 15 m dan tersedianya APAR di lantai 2
divisi.
 Pemberian tanda penunjuk lokasi APAR.
 Perusahaan bersedia menyediakan APD yang sesuai dengan standar dan hazard
yang ada di lingkungan tempat kerja.
 Perusahaan mengatur agar karyawan wajib menggunakan APD saat bekerja.
 Pemasangan alarm api.
 Pembuatan sistem tanggap darurat dimulai dari jalur evakuasi, peta evakuasi,
penentuan titik kumpul, ataupun rambu-rambu yang dibutuhkan pada keadaan
darurat.
 Membentuk personil P2K3 yang terlatih dan tersertifikasi.
 Menyediakan kotak P3K yang sesuai standar.
 Memberikan elevator barang yang sesuai dasar hukum yang berlaku untuk
mengurangi resiko kecelakaan kerja atau PAK.
 Penerapan sanksi bagi tenaga kerja yang tidak menggunakan APD yang sesuai.
 Perbaikan/ perawatan alat- alat pendukung yang sudah tidak optimal keadaannya
seperti pengadaan penutup permukaan kipas angin dan pembersihan berkala
dispenser minuman.
BAB VI
PENUTUP

Dari pemaparan makalah di atas, tujuan dari memahami tentang management


keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mencapai Zero Accident di sebuah perusahaan.
Tentunya hal ini akan memberikan dampak positif terhadap produktivitas dari perusahaan
tersebut, sehingga sudah seharusnya management keselamatan dan kesehatan kerja menjadi
hal yang diprioritaskan. Terlebih lagi dengan adanya peraturan perundangan di antaranya,
UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja maka pelaksanaan management
keselamatan dan kesehatan kerja yang baik menjadi semakin urgent untuk segera
direalisasikan.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai