Anda di halaman 1dari 23

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI
2019/2020
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.4245
Daftar Isi

SKENARIO ….…………………………………………………………...……………………...2
KATA SULIT ….………………………………………………………………...………………3
PERTANYAAN …..…………………………………………………………………………...…4
JAWABAN…. ………………………………………………………………………………....... 5
HIPOTESIS ....…………………………………………………………………………………...6
SASARAN BELAJAR ...……………………………………………….……………………….. 7
LO 1 .…………………………………………………………..……………………………..8 - 11
LO 2 ..…………………………………………………………………………………….… 11 -14
LO 3 …………………………………………………………………………………..…… 15 - 22
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………...…………………………...23

1
SKENARIO 3

Medical check up

Seorang perempuan, 45 tahun, pekerjaan tenaga kerja wanita pada PT Amanah dianjurkan
melakukan medical check up di RS Yarsi, pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan darah
rutin, gula darah, urin rutin dan feses rutin. Sebelum melakukan pemeriksaan dokter
memerintahkan untuk puasa. Kemudian pasien tersebut menanyakan kepada dokter apakah ia
mesti melakukan medical check up geriatri dikarenakan umurnya mendekati usia geriatri. Dokter
tidak menyarankan dikarenakan umurnya belum tergolong geriatri.

2
Kata Sulit

Medical check up :Pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh yang bertujuan untuk


mengetahui penyakit
Geriatri :Mempelajari kesehatan pada lansia dalam aspek kuantitatif, kualitatif,
prefektif, & rehabilitatif
Gula Darah : Kandungan glukosa didalam darah
Pemeriksaan Feses : Pemeriksaan pada feses untuk mendeteksi masalah sistem pencernaan
Tenaga Kerja : Penduduk yang dalam usia kerja
Urin : Cairan yang diekskresi oleh ginjal yang disimpan dalam kantung kemih &
dikeluarkan melalui uretra

3
Pertanyaan

1. Mengapa dokter menganjurkan pasien untuk melakukan medical check up?


2. Mengapa sebelum melakukan medical check up pasien dianjurkan puasa?
3. Apa pengaruh tidak melakukan puasa sebelum medical check up?
4. Apa ada pemeriksaan lain selain pemeriksaan darah rutin, gula darah, urin rutin, & feses
rutin?
5. Perbedaan medical check up biasa dengan medical check up Geriatri?
6. Apakah latar belakang atau pekerjaan pasien dapat mempengaruhi hasil akhir medical
check up ?
7. Berapa batasan usia Geriatri?
8. Masalah yang sering dijumpai pasien Geriatri?

4
Jawaban

1. Untuk mengetahui penyakit sejak dini, faktor resiko penyakit


2. Untuk memberikan hasil yang akurat karena pada saat makan kandungan gizi sisrap oleh
aliran darah
3. Hasil medical check up tidak akurat ( contoh: Gula darah akan meningkat setelah makan)
4. Ada, pemeriksaan darah lengkap
5. Medical check up biasa : pemeriksaan kesehatan secara umum
Medical check up Geriatri: pemeriksaan lebih fokus mendeteksi penyakit pada lansia
6. Berpengaruh, karena lingkungan & kebiasaan
7. > 65 tahun (usia lansia)
8. Infeksi paru akut, Kardiovaskular, Imobilisasi, Instabilitas, Inkontinensia, Gangguan
pendengaran & penglihatan, Kolon Irrtable, Indomnia, Defisiensi Imun.

5
Hipotesis

Medical check up dapat dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyakit sejak dini.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil medical check up yaitu lingkungan, pekerjaan,
& kebiasaan sehari-hari. Medical check up meliputi pemeriksaan darah rutin, gula darah, urin rutin,
& feses rutin. Terdapat 2 macam medical check up yaitu medical check up biasa & medical check
up Geriatri. Medical check up Geriatri lebih fokus untuk mendeteksi penyakit pada lansia.

6
SASARAN BELAJAR

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Laboratorium


1.1 Definisi
1.2 Klasifikasi
1.3 Tujuan
1.4 Prosedur

LO 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tahapan Pra-Analitik


2.1 Faktor Terkontrol
2.2 Faktor Tidak Terkontrol

LO 3. Menjelaskan dan Menjelaskan Medical Check Up Geriatri


3.1 Definisi
3.2 Klasifikasi
3.3 Tujuan
3.4 Prosedur

7
LO.1 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Laboratorium

1.1 Definisi

Prosedur medis yang melibatkan pengujian sampel darah, urin, atau zat lain dari tubuh. Tes
laboratorium dapat membantu menentukan diagnosis, merencanakan perawatan, memeriksa
untuk melihat apakah perawatan bekerja, atau memantau penyakit dari waktu ke waktu.(NCI
Dictionary of Cancer Terms)

1.2 Klasifikasi

1. Mikrobiologi menerima usapan, tinja, air seni, darah, dahak, peralatan medis, begitupun
jaringan yang mungkin terinfeksi. Spesimen tadi dikultur untuk memeriksa mikroba
patogen.
2. Parasitologi, untuk mengamati parasit, contoh penyakit disentri dan diare yang disebabkan
oleh parasit alat pemeriksaan dengan mikroskop.
3. Hematologi, untuk mengetahui adanya kelainan darah seperti anemia (kurang darah),
adanya infeksi atau kelainan sel darah putih yang lain, alergi dan gangguan pembekuan
darah akibat kelainan jumlah trombosit
4. Kimia Klinik, mempunyai tujuan untuk mendeteksi awal adanya virus, memperkirakan
status imun seseorang dan juga dapat digunakan dalam rangka pemantauan respon pasca
vaksinasi.
5. Toksikologi, menguji obat farmasi, obat yang di salah gunakan, dan toksin lain. Untuk
pemeriksaan racun dan keracunan.
6. Imunologi, menguji antibodi contoh penyakit Hepatitis B.
7. Serologi, menerima sampel serum untuk mencari bukti penyakit seperti Hepatitis atau HIV.
8. Unirinalisis, menguji air seni untuk sejumlah anlit.
9. Patologi, bedah menguji organ, ekstremitas, tumor, janin, dan jaringan lain yang dibiopsi
pada bedah seperti masektomi payudara.
10. Sitologi, menguji usapan sel (seperti dari mulut rahim) untuk membuktikan kanker dan
lain-lain.

1.3 Tujuan

Tujuan laboratorium klinik, adalah tercapainya pemeriksaan yang bermutu, diperlukan


strategi dan perencanaan manajemen mutu. Salah satu pendekatan mutu yang digunakan
adalah Quality Management Science(QMS) yang memperkenalkan suatu model yang
dikenal dengan Five-Q (Sukorini dkk, 2010). Five-Q meliputi :

a. Quality Planning(QP)

Quality planning adalah untuk menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan di
laboratorium, perlu merencanakan dan memilih jenis metode, reagen, bahan, alat, sumber
daya manusia dan kemampuan yang dimiliki laboratorium.
b. Quality Laboratory Practice(QLP)

8
Quality laboratorium practice adalah membuat pedoman, petunjuk dan prosedur tetap yang
merupakan acuan setiappemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk
menghindari atau mengurangi terjadinya variasi yang akan mempengaruhi mutu pemeriksaan.

c. Quality Control(QC)

Quality control untuk pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode dan
reagen. QC lebih berfungsi untuk mengawasi, mendeteksi persoalan dan membuat koreksi
sebelum hasil dikeluarkan. Quality controladalah bagian dari quality assurance, dimana
quality assurancemerupakan bagian dari total quality manajement.

d. Quality Assurance(QA)

Quality assurance adalah mengukur kinerja pada tiap tahap siklus tes laboratorium:
pra analitik, analitik dan pasca analitik. Jadi, QA merupakan pengamatan keseluruhan
input-proses-output/outcome, dan menjamin pelayanan dalam kualitas tinggi dan memenuhi
kepuasan pelanggan. Tujuan QA adalah untuk mengembangkan produksi hasil yang dapat
diterima secara konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah kesalahan terjadi (antisipasi
error).

e. Quality Improvement(QI)

Quality improvement adalah penyimpangan yang mungkin terjadi akan dapat dicegah dan
diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung yang diketahui dari quality controldan
quality assessment. Masalah yang telah dipecahkan, hasil akan digunakan sebagai dasar
proses qualityplanningdan quality process laboratory berikutnya.

1.4 Prosedur

1. Tahap pra analitik


Tahap pra analitik bertujuan untuk mengurangi, meminimalisir kesalahan pra analitik.
Untuk menghidari kesalahan dalam pra analitik maka semua tahapan harus memiliki standar
prosedur operasional yang dapat ketahui oleh semua sumber daya manusia laboratorium, yang
meliputi :

a. Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan laboratorium


bagi pasien. Perawat atau analis kesehatan diharapkan dapat memberikan informasi
yang jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi pasien.
Untuk persiapan yang tidak mungkin dilakukan oleh pasien perlu dicatat pada formulir
permintaan pemeriksaan buku penerimaan pasien dan formulir hasil pemeriksaan agar
pemeriksaan di laboratorium dan pengiriman pasien dapat mengetahui keadaan
tersebut.
b. Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal yang yang penting, baik
pada saat pengisian surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan, pendaftaran
pengisian label wadah spesimen, maupun pada formulir hasil pemeriksaan.

9
1. Pada surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat
secara lengkap:
a. Tanggal permintaan
b. Tanggal dan jaminan pengambilan
c. Identitas pasien (Nama, umur, jenis kelamin, alamat ) atau identitas spesimen
d. Identitas pengirim (Nama, alamat, nomor telpon).
e. Diagnosa/keterangan klinis.
f. Obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian.
g. Jenis spesimen, lokasi pengambilan spesimen, dan volume spesimen.
h. Pemeriksaan laboratorium yang diminta.
i. Nama pengambilan spesimen.
j. Transpor media/ pengawet yang digunakan

2. Label wadah spesimen yang akan dikirim ke laborotorium harus memuat:


a. Tanggal pengambilan spesimen.
b. Identitas pasien atau spesimen.
c. Jenis spesimen

3. Label wadah spesimen yang diambil di laboratorium harus memuat :


a. Tanggal pengambilan spesimen.
b. Nomor/kode spesimen

4. Formulir hasil pemeriksaan harus memuat :


a. Tanggal pemeriksaan.
b. Identitas pasien ( Nama, umur, jenis kelamin, alamat) atau identitas spesimen.
c. Nomor/kode laboratorium.
d. Hasil pemeriksaan: satuan nilai hasil pemeriksaan, nilai rentang/rujukan
parameter.
e. Keterangan lain yang dianggap perlu, misalnya penjelasan mengenai persiapan
pengambilan spesimen.
f. Tanggal hasil pemeriksaan laboratorium dikeluarkan dan tanda tangan
penanggung jawab laboratorium/

5. Penerimaan spesimen

Bagian penerimaan spesimen harus memikirkan kesesuaian antara spesimen yang di


terima dengan permintaan formulir pemeriksaan dan mencatat kondisi spesimen yang di terima
dengan permintaan formulir pemeriksaan dan mencatat kondisi spesimen tersebut pada saat
diterima. Hal-hal yang perlu dicatat yaitu volume, warna, kekeruhan, bau, konsistensi dan lain-
lain.

6. Pengambilan spesimen

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen sebagai berikut :

10
a. Waktu pengambilan, umumnya pengambilan spesimen dilakukan pada pagi hari
tertentu untuk pemeriksaan kimia klinik, hematologi dan imunologi karena
umumnya nilai normal berdasarkan nilai pada pagi hari. Namun ada beberapa
pemeriksaan yang waktu pengambilan spesimen harus disesuaikan
denganperjalanan penyakit dan fluktuasi harian, misalnya pemeriksaan enzim-
enzim jantung.

b. Volume spesimen yang diambil harus mencukupi pemeriksaan laboratorium yang


diminta atau dapat mewakili objek yang diperiksa.

c. Cara pengambilan spesimen harus dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten dengan
cara yang benar, agar spesimen tersebut mewakili keadaan yang sebenarnya.

d. Lokasi pengambilan spesimen harus ditetapkan terlebih dahulu lokasi pengambilan


yang tepat sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diterima.

e. Peralatan untuk pengambilan spesimen, secara umum peralatan yang digunakan


harus memenuhi syarat-syarat : bersih, kering, tidak mengandung bahan kimia atau
deterjen, terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat yang ada pada spesimen,
dan mudah dicuci dari bekas spesimen sebelumnya.

7. Wadah spesimen
Wadah spesimen harus memenuhi syarat:
a. Terbuat dari gelas atau plastik.
b. Tidak bocor atau tidak merembes.
c. Harus dapat ditutup rapat dengan tutup berulir.
d. Besar wadah disesuaikan dengan volume spesimen.
e. Bersih dan kering.
f. Tidak mempegaruhi sifat zat-zat dalam spesimen.
g. Untuk pemeriksaan zat dalam spesimen yang mudah rusak atau terurai karena
sinar matahari, maka perlu digunakan botol berwarna coklat(aktinis).
h. Untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman, wadah harus steril.
i. Untuk wadah spesimen urin, sputum, tinja sebaiknya menggunakan wadah
bermulut lebar.

8. Pengawet spesimen

Beberapa spesimen memerlukan bahan tambahan berupa bahan pengawet atau anti
koagulan. Kesalahan dalam pemberian bahan tambahan tersebut dapat mempegaruhi hasil
pemeriksaan. Bahan tambahan yang dipakai harus memenuhi persyaratan yaitu tidak
menggangu atau mengubah zat yang diperiksa.

9. Pengiriman spesimen
Laboratorium yang akan melakukan pengiriman spesimen yang telah terkumpul, agar
kualitas dari spesimen dapat terjamin. Disamping itu, analisa kesehatan yang akan melakukan
pengiriman spesimen harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

11
a. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium pastikan bahwa spesimen telah
memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing
pemeriksaan. Lakukan pengambilan ulang pada spesimen yang tidak memenuhi
persyaratan.

b. Pengiriman spesimen harus disertai formulir permintaan yang di isi lengkap. Pastikan
bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.

c. Secepatnya mengirim spesimen ke laboratorium penundaan pengiriman spesimen


selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan sampel. Penundaan yang terlalu lama
akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi serta dapat menjadi sumber kesalahan
dalam pemeriksaan.

d. Pengiriman spesimen sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak


atau tas khususnya yang terbuat dari bahan plastik, gabus (stryro-foam) yang akan
ditutup dan mudah di bawah ( Riswanto, 2010).

e. Penyimpanan spesimen

Beberapa spesimen yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan dengan memperhatikan
jenis pemeriksaan yang akan diperiksa. Persyaratan penyimpanan beberapa spesimen untuk
beberapa pemeriksaan harus memperhatikan jenis spesimen, antikoagulan/pengawet dan
wadah serta stabilitasnya. Beberapa cara penyimpanan spesimen yaitu :

a. Disimpan pada suhu kamar.


b. Disimpan dalam lemari es dengan suhu 2-8°C
c. Dapat diberikan bahan pengawet.
d. Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum (Santoso winoto, 2008).

f. Pengolahan spesimen

Waktu antara pengambilan spesimen dengan pengolahan spesimen harus dilakukan sesegera
mungkin. Penundaan pengelohan spesimen selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan
spesimen. Penundaan yang terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik, kimiawi dan dapat
menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan.

2. Analitik

Faktor –faktor yang berperan dalam proses analitik :


a. Peralatan
Salah satu faktor yang dapat mempegaruhi hasil pemeriksaan laboratorium adalah
peralatan laboratorium baik alat yang automatik maupun alat semi automatik, oleh karena
itu alat perlu di pelihara dan dikalibrasi secara berkala. Kalibrasi tersebut harus dilakukan
oleh teknisi alat maupun sumber daya manusia laboratorium yang memiliki kompetensi

12
b. Kualitas Reagen
Reagen memegang peran penting terutama dalam interpretasi hasil pemeriksaan
laboratorium. Sebelum digunakan dalam pemeriksaan setiap reagen harus dilakukan uji
mutu untuk melihat apakah suatu reagen baik digunakan dalam pemeriksaan sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam pemeriksaan dan didapatkan hasil yang baik.

c. Metode
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih metode yaitu:
1) Tujuan pemeriksaan, misalnya uji saring diagnostik dan evaluasi hasil pengobatan.
Maka dibutuhkan metode yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi .

2) Kecepatan hasil yang diinginkan, karena mengingat hasil pemeriksaan laboratorium


sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan, maka waktu pemeriksaan yang
diperlukan sampai diperolehnya hasil untuk berbagai metode yang perlu dipertimbangkan.

3) Rekomendasi resmi
yaitu berbagai metode pemeriksaan laboratorium dapat dipilih berdasarkan rekomendasi dari suatu
lembaga/badan yang diakui atau organisasi profesi antara lain Word Health Organization(WHO).

d. Volume sampel yang diperiksa


Volume sampel diperiksa sangat menentukan tingkat ketelitian pemisahan, oleh
karena itu ketelitian dalam pemipetan sangat diperlukan. Bila menggunakan alat yang semi
automatik, waktu kalibrasi peralatan harus diperhatikan.

e. Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia pemeriksa yang terampil, berkompeten, handal, serta
profesional akan lebih teliti dan dapat memberikan hasil pemeriksaan yang lebih baik.
f. Waktu
Waktu pengambilan spesimen harus diperhatikan, demikian pula waktu inkubasi
pada proses pemeriksaan harus sesuai dengan standar prosedur operasional (SPO).

g. Uji ketelitian (presisi)

Dalam praktek sehari-hari, klinik meminta suatu pemeriksaan diulang karna tidak
yakin dengan hasilnya. Nilai ketelitian menunjukan seberapa dekat suatu hasil pemeriksaan
bila dilakukan berulang dengan sampel yang sama. Ketelitian terutama dipengaruhi oleh
kesalahan acak yang tidak dapat dihindari.

h. Uji ketepatan (Akurasi)

3. Tahap Pasca analitik

Bagian dari tahap pasca analitik meliputi :

a. Pembacaan hasil meliputi : penghitungan, pengukuran, dan penilaian sudah benar

13
b. Pelaporan hasil : format hasil berisi, tidak ada transkrip, tulisan jelas, dan tidak ada
kesalahan penulisan angka dan satuan yang digunakan, pencantuman nilai normal,
pencantuman keterangan yang penting bila dilakukan pengulangan pemeriksaan,
penyampaian hasil segera dilakukan setelah pemeriksaan dilakukan, mempunyai dokumen
atau arsip yang lengkap jelas dan mudah dimengerti, disiapkan buku ekspedisi ( Santoso,
2008). Untuk menjaga kerahasiaan hasil pasien sebaiknya hasil yang diberikan tersegel.
Hasil pemeriksaan harus memiliki rekaman dokumen yang dapat disimpan untuk
pembuktian, memastikan ketertelusuran dalam pemberian hasil pasien. ( Siregar C, 2007).

14
LO.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tahapan Pra-Analitik

2.1 Faktor Terkontrol

a. Faktor Diet
Makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil beberapa jenis
pemeriksaan laboratorium baik langsung maupun tidak langsung, misalnya pemeriksaan
glukosa darah dan trigliserida. Pemeriksaan ini dipengaruhi secara langsung oleh makanan dan
minuman. Karena pengaruhnya yang sangat besar, maka pada pemeriksaan glukosa darah,
pasien perlu dipuasakan 10 – 12 jam dan untuk pemeriksaan trigliserida, pasien dipuasakan
sekurang-kurangnya 12 jam sebelum pengambilan darah.

b. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan baik secara oral maupun cara lainnya akan
menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut. Disamping itu pemberian obat secara intra
muskular akan menimbulkan jejas pada otot, sehingga menyebabkan enzim yang dikandung
dalam otot tersebut akan masuk ke dalam darah, yang selanjutnya dapat mempengaruhi hasil
beberapa pemeriksaan. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium misalnya :

 Diuretik, cafein menyebabkan hampir seluruh pemeriksaan substrat dan enzim


dalam darah akan meningkat karena terjadi hemokonsentrasi, terutama
pemeriksaan hemoglobin, hitung jenis lekosit, hematokrit, elektrolit. Pada urine akan
terjadi pengenceran
 Tiazid mempengaruhi hasil tes glukosa, ureum
 Kontrasepsi oral dapat mempengaruhi hasil tes hormon, LED
 Morfin dapat mempengaruhi hasil tes enzim hati (AST, ALT)
 Dan sebagainya (lihat pengaruh obat pada tes laboratorium)

c. Merokok
Merokok dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar zat tertentu yang
diperiksa. Perubahan dapat terjadi dengan cepat hanya dalam 1 jam dengan merokok 1 – 5
batang dan akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan kadar asam lemak, epinefrin, gliserol
bebas, aldosteron dan kortisol. Perubahan lambat terjadi pada hitung lekosit, lipoprotein,
aktifitas beberapa enzim, hormon, vitamin, petanda tumor dan logam berat.

d. Ketinggian
Perubahan tingkat beberapa konstituen dalam darah terjadi ketika diukur di permukaan laut
sebagai kebalikan dari pengukuran di ketinggian yang lebih tinggi (Tabel 2). Sebagai contoh,
kadar hematokrit dan hemoglobin dapat mencapai 8% lebih tinggi pada ketinggian 1.400 m.
Peningkatan 65% protein C-reaktif telah dilaporkan pada 3.600 m. Konsentrasi beberapa
analit, seperti plasma renin, transferin serum, kreatinin urin, dan estriol, dan tingkat
pembersihan kreatinin menurun dengan meningkatnya ketinggian.

15
e. Alkohol
Konsumsi alkohol juga menyebabkan perubahan cepat dan lambat beberapa kadar analit.
Perubahan cepat terjadi dalam waktu 2-4 jam setelah konsumsi alkohol dan terlihat akibatnya
berupa peningkatan pada kadar glukosa, laktat, asam urat, dan terjadi asidosis metabolik.
Perubahan lambat berupa peningkatan aktifitas aglutamyltransferase, AST, ALT, trigliserida,
kortisol, dan MCV (mean corpuscular volume) sel darah merah.

f. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat menyebabkan terjadinya pemindahan cairan tubuh antara
kompartemen di dalam pembuluh darah dan interstitial, kehilangan cairan karena berkeringat
dan perubahan kadar hormon. Akibatnya akan terdapat perbedaan yang besar antara kadar gula
darah di arteri dan di vena serta terjadi perubahan konsentrasi gas darah, kadar asam urat,
kreatinin, aktivitas CK, AST, LDH, LED, Hb, hitung sel darah dan produksi urin.

g. Demam
Pada waktu demam akan terjadi :
1. Peningkatan gula darah pada tahap permulaan, dengan akibat terjadi peningkatan kadar
insulin yang akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar gula darah pada tahap lebih lanjut.
2. Terjadi penurunan kadar kolesterol dan trigliserida pada awal demam karena terjadi
peningkatan metabolisme lemak, dan terjadi peningkatan asam lemak bebas dari benda-benda
keton karena penggunaan lemak yang meningkat pada demam yang sudah lama.
3. Lebih mudah menemukan parasit malaria dalam darah.
4. Lebih mudah mendapatkan biakan positif.
5. Reaksi anamnestik yang akan menyebabkan kenaikan titer Widal.

2.2 Faktor Tidak Terkontrol

a. Trauma

Trauma dengan luka perdarahan akan menyebabkan antara lain penurunan kadar substrat
maupun aktifitas enzim, termasuk juga hemoglobin, hematokrit dan produksi urine. Hal ini
terjadi karena terjadi pemindahan cairan tubuh ke dalam pembuluh darah yang menyebabkan
pengenceran darah. Pada tingkat lanjut akan terjadi peningkatan ureum dan kreatinin serta
enzim-enzim yang berasal dari otot.

b. Variasi Circadian Rhythms

Dalam tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu dari waktu ke waktu yang
disebut variasi circadian rhythms. Perubahan kadar zat yang dipengaruhi oleh waktu dapat
bersifat linear (garis lurus) seperti umur, dan dapat bersifat siklus seperti siklus harian (variasi
diurnal), siklus bulanan (menstruasi) dan musiman.
Variasi diurnal yang terjadi antara lain : Besi serum. Besi serum yang diambil pada sore hari
akan lebih tinggi kadarnya daripada pagi hari.

16
 Glukosa. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari, sehingga apabila tes
toleransi glukosa dilakukan pada siang hari, maka hasilnya akan lebih tinggi daripada bila
dilakukan pada pagi hari.
 Enzim. Aktifitas enzim yang diukur akan berfluktuasi disebabkan oleh kadar hormon yang
berbeda dari waktu ke waktu.
 Eosinofil. Jumlah eosinofil menunjukkan variasi diurnal, jumlahnya akan lebih rendah
pada malam hari sampai pagi hari daripada siang hari.
 Kortisol, kadarnya akan lebih tinggi pada pagi hari daripada pada malam hari
 Kalium. Kalium darah akan lebih tinggi pada pagi hari daripada siang hari.

Selain yang sifatnya harian, dapat terjadi fluktuasi kadar zat dalam tubuh yang bersifat bulanan.
Variasi siklus bulanan umumnya terjadi pada wanita karena terjadi menstruasi dan ovulasi
setiap bulan. Pada masa sesudah menstruasi akan terjadi penurunan kadar besi, protein dan
fosfat dalam darah disamping perubahan kadar hormon seks. Demikian juga, pada saat ovulasi
terjadi peningkatan aldosteron dan renin serta penurunan kadar kolesterol darah.

c. Umur

Umur berpengaruh terhadap kadar dan aktifitas zat dalam darah. Hitung eritrosit dan kadar
hemoglobin jauh lebih tinggi pada neonatus daripada dewasa. Fosfatase alkali, kolesterol total
dan kolesterol-LDL akan berubah dengan pola tertentu sesuai dengan pertambahan umur.

d. Ras

Jumlah lekosit pada orang kulit hitam Amerika lebih rendah daripada orang kulit putihnya.
Demikian juga pada aktifitas creatin kinase. Keadaan serupa juga dijumpai pada ras bangsa
lain, seperti perbedaan aktifitas amylase, kadar vitamin B12 dan lipoprotein.

e. Jenis Kelamin

Berbagai kadar dan aktifitas zat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kadar besi serum dan
hemoglobin berbeda pada wanita dan pria dewasa. Perbedaan ini akan menjadi tidak bermakna
lagi setelah umur lebih dari 65 tahun. Perbedaan lain berdasarkan jenis kelamin adalah aktifitas
CK dan kreatinin.
Perbedaan ini lebih disebabkan karena massa otot pria relatif lebih besar daripada wanita.
Sebaliknya, kadar hormon seks wanita, prolaktin, dan kolesterol-HDL akan dijumpai lebih
tinggi pada wanita.

f. Kehamilan

Bila pemeriksaan dilakukan pada wanita hamil, pada saat interpretasi hasil perlu
mempertimbangkan masa kehamilan wanita tersebut. Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi
(pengenceran darah) yang dimulai pada minggu ke-10 kehamilan dan terus meningkat sampai
minggu ke-35 kehamilan.
Volume urine akan meningkat 25% pada trimester ke-3.

17
Selama kehamilan akan terjadi perubahan kadar hormon kelenjar tiroid, elektrolit, besi, ferritin,
protein total, albumin, lemak, aktifitas fosfatase alkali, faktor koagulasi dan kecepatan endap
darah.
Perubahan tersebut dapat disebabkan karena induksi oleh kehamilan, peningkatan protein
transport, hemodilusi, peningkatan volume tubuh, defisiensi relative karena peningkatan
kebutuhan atau peningkatan protein fase akut.

g. Durasi Puasa
Idealnya, subjek harus diinstruksikan untuk berpuasa semalaman setidaknya 12 jam
sebelum pengumpulan spesimen (Tabel 5). Alasan penetapan 12 jam didasarkan pada fakta
bahwa peningkatan kadar trigliserida serum setelah makan berlemak dapat bertahan hingga 9
jam, tetapi ada sedikit efek pada kadar kolesterol total atau apolipoprotein AI dan AII.
Efek puasa yang berkepanjangan, bagaimanapun, dapat mempengaruhi beberapa hasil
laboratorium. Dengan demikian, selama puasa 48 jam, pembersihan bilirubin hepatik bisa
sekitar 240% lebih dari nilai nominal. Dengan puasa yang berkepanjangan, terjadi penurunan
kadar protein spesifik, seperti komponen komplemen C3, prealbumin, dan albumin. Kadar
protein normal ini dipulihkan dengan cepat dengan suplementasi protein.
Efek puasa, bagaimanapun, bervariasi tergantung pada massa tubuh. Pada orang kurus,
penggunaan lemak seperti yang tercermin oleh peningkatan konsentrasi asam asetoasetat
dalam darah minimal selama puasa 1 hari tetapi meningkat cepat dengan puasa yang
berkepanjangan. Namun, pada orang yang obesitas, kadar asam asetoasetat meningkat tajam
selama puasa 1 hari. Sebaliknya, sementara lipolisis, sebagaimana tercermin oleh peningkatan
3 kali lipat dalam konsentrasi serum gliserol dengan 3 hari puasa diamati pada orang kurus,
sedikit perubahan dicatat pada orang gemuk.

h. Menstruasi
Pada awal menstruasi, kadar estrogen yang rendah memicu pelepasan hormone perangsang
folikel dari kelenjar hipofisis. Dengan demikian, indung telur distimulasi untuk menghasilkan
estrogen, dan kadarnya mulai meningkat secara nyata dari hari keenam atau ketujuh setelah
menstruasi; level puncak dicapai pada sekitar hari ke-13. Sehari kemudian, ledakan hormon
luteinizing dilepaskan dari kelenjar hipofisis menandakan ovulasi. Dengan timbulnya ovulasi,
tingkat progesteron terus meningkat sampai berkurang bersama dengan tingkat estrogen, tepat
sebelum dimulainya siklus menstruasi berikutnya. Dengan demikian, interval referensi untuk
estradiol, hormon perangsang folikel, hormon luteinizing, dan progesteron dipengaruhi oleh
tahapan siklus menstruasi (yaitu fase folikel, pertengahan siklus, dan luteal)
Bersamaan dengan ovulasi, kadar kolesterol serum lebih rendah dari pada fase siklus
menstruasi lainnya. Selama pertengahan siklus atau fase luteal, konsentrasi aldosteron sekitar
2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan nilai selama fase folikuler. Aktivitas renin dapat
meningkat selama fase luteal dari siklus. Sebaliknya, kadar fosfat dan zat besi serum menurun
selama menstruasi.

18
LO. 3 Memahami dan menjelaskan Medical Check Up Geriatri

3.1 Definisi
Medical check up geritari adalah pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh pada lansia.
Melalui pemeriksaan ini diharapkan suatu penyakit atau gangguan kesehatan bisa dideteksi
sejak dini. Lansia dengan gangguan penyakit tertentu atau berada pada peningkatan risiko
untuk masalah kesehatan tertentu, sebaiknya lebih sering untuk memeriksakan diri pada dokter
dan sebisa mungkin menjalani tes tertentu.

3.2 Klasifikasi

1. Osteoporosis

Lansia perlu menjalani pemeriksaan kesehatan rutin, termasuk pemeriksaan tulang.


Osteoporosis pada lansia bisa diatasi dengan meningkatkan asupan kalsium dan vitamin D,
serta pengobatan dari dokter. Aktivitas fisik seperti latihan kekuatan dan latihan beban penting
untuk menjaga kesehatan tulang. Keluarga atau orang yang merawat lansia perlu
memerhatikan keamanan dan aktivitas lansia untuk meminimalisir risiko jatuh atau cedera.

2. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia dan Delirium)

Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien lanjut usia adalah
delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat
yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat
kesadaran. Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya
kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan
juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas . (Geddes et
al.,2005; Blazer et al., 2009).

3. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan


penciuman)

Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi gangguan


pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok usia 70 tahun sampai 39%
pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama untuk
semua umur, kecuali ditambah presbikusis untuk kelompok geriatri. Otosklerosis biasanya
ditemui pada usia dewasa muda, ditandai dengan terjadinya remodeling tulang di kapsul otik
menyebabkan gangguan pendengaran konduktif, dan jika penyakit menyebar ke telinga bagian
dalam, juga dapat menimbulkan gangguan sensorineural. Penyakit Ménière adalah penyakit
telinga bagian dalam yang menyebabkan gangguan pendengaran berfluktuasi, tinnitus dan
pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang disebabkan oleh energi akustik yang
berlebihan yang menyebabkan trauma permanen pada sel-sel rambut. Presbikusis sensorik
yang sering sekali ditemukan pada geriatri disebabkan oleh degenerasi dari organ korti, dan
ditandai gangguan pendengaran dengan frekuensi tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya
gangguan pendengaran sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk

19
gangguan pendengaran pada geriatri adalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau
dengan tindakan bedah berupa implantasi koklea (Salonen, 2013).

Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari pasien pada usia
muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia, dan dampak yang
timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada
pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita
banyak dan biasanya kronis, obat diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam
pengelolaan, gejala yang dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk
menghilangkan efek samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip
pemberian obat yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan
lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama,
kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati sesuai
patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hati- hati mengguakan obat baru (Setiati
dkk.,2006).

4. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)

Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang mempengaruhi


penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi thymus (kelenjar yang
memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu bermakna (tampak bermakna pada
limfosit T CD8) karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga
dengan barrier infeksi pertama pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk
dan bersin -yang berfungsi mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang
melemah. Hal yang sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah
antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-
agen penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi besar pada pasien lansia.

5. Fungsional

a. Activity Of Daily Living (ADL)


Beberapa instrumen ADL sangat membantu untuk mengkaji lansia yang dianggap rentan.
Lansia yang rentan adalah lansia yang perlu dibantu dalam pelaksanaan ADLnya,
sehingga berefek pada perilaku dan kualitas hidupnya. Lansia yang rentan akan sangat
bergantung pada tetangga atau keluarga dalam melaksanakan

b. Instrumental Activity of Daily Living (IADL)

IADL adalah sekumpulan aktifitas sehari - hari yang lebih komplek dibandingkan
dengan ADL dan mengarah pada kemampuan lansia dalam berinteraksi dengan lingkungan
dan komunitasnya (Mauk, 2006). IADL terbagi dalam 5 kelompok aktivitas, yang
membentuk suatu instrumen pengkajian sederhana untuk mengkaji lansia mana yang
membutuhkan pengkajian lebih lanjut. Instrumen pengukuran IADL memiliki komponen
menarik Pertama, ketidakmampuan melaksanakan tugas berhubungan dengan angka

20
mortalitas. Kedua, apabila item pertanyaan diukur secara vertikal, maka lansia yang dapat
melakukan tugas dengan baik akan dapat melakukan daftar tugas yang ada di bawahnya.

c. Advanced Activity of Daily Living (AADL)

Advanced activity of daily living (AADL) terdiri dari aktivitas yang menggambarkan
peran seseorang dalam kehidupan sosial, keluarga dan masyarakat termasuk kegiatan
okupasional dan rekreasional. Instrumen pengukuran AADL jarang digunakan oleh
perawat namun sering digunakan oleh terapis aktivitas okupasional untuk mengkaji tugas
sosial. Salah bentuk instrumen yang digunakan untuk pengukuran aktivitas adalah the
Canadian Ocupational Performance Measure (COPM). Isi dari COPM merupakan
gabungan dari pengukuran ADL, IDL dan AADL Pengkajian Penampilan Fisik Salah satu
bentuk kelemahan instrumen pengukuran aktivitas adalah subjektifitasnya tinggi,
bergantung pada persepsi lansia (termasuk anggota keluarga) atau persepsi tenaga
kesehatan yang cenderung konservatif dalam memperkirakan kemampuan lansia.
Pengukuran penampilan fisik meliputi observasi langsung dalam pelaksanaan aktifitas oleh
lansia. Dengan mengkaji penampilan fisik kita dapat mengetahui hubungan antara
kemampuan fisik dan kemampuan fungsional. Beberapa penelitian menyebutkan
pengkajian penampilan fisik dapat memberikan informasi yang berguna untuk
mengidentifikasi lansia yang beresiko mengalami kemunduran kemampuan fungsional dan
lansia yang beresiko jatuh.

3.3 Tujuan

Tujuan laysnan geriatri adalah sebagai berikut:


1. mempertahankan derajat kesehatan kesehatan setinggi tingginya sehingga terhundar dari
penyakit atau gangguan kesehatan
2. memelihara kondisini kesehatan dengan aktivitad fisik sesuai kemampuan dan aktivitad
mental yang mendukung
3. melakukan diagnosis dini dengan tepat dan memadai
4. melakukan pengobatan yang tepat
5. memelihara kemandirian secara maksimal

6. tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya agar kematiannya
berlangsung dengan tenang

3.4 Prosedur

a. Darah Lengkap

menentukan perlu atau tidaknya kemoterapi

b. Gula Puasa

21
Skrining dan diagnosis diabetes melitus (DM), pemantauan terapi DM, serta mendukung
dalam kontrol DM2) Diagnosis dan penanganan beberapa gangguan metabolik seperti
asidosis, ketosis, dehidrasi, dan koma diabetic

c. Gula 2 jam PP

Skrining dan diagnosis diabetes melitus (DM), pemantauan terapi DM, serta mendukung dalam
kontrol DM2) Diagnosis dan penanganan beberapa gangguan metabolik seperti asidosis,
ketosis, dehidrasi, dan koma diabetic

d. Kolesterol Total

Mendeteksi gangguan metabolisme lemak, dan menentukan faktor risiko penyakit jantung
coroner

e. Asam Urat

Menunjang diagnosis gout.Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memantau pengobatan


pasien asam urat, pasien kemoterapi., Indikator non spesifik untuk gangguan ginjal dan
malnutrisi

f. SGPT

Evaluasi awal pada gangguan hati.Pada SGOT yang meningkat untuk membedakan
apakah peningkatan karena gangguan hati atau jantung

g. Trigliserid

Evaluasi awal pada gangguan hati.Pada SGOT yang meningkat untuk membedakan
apakah peningkatan karena gangguan hati atau jantung

h. EKG

Penyaring adanya kelainan jantung, membantu diagnosis abnormalitas jantung dan


kecenderungan atau perubahan fungsi jantung

i. PCR
Merupakan pemeriksaan dengan menggunakan teknologi amplifikasi asam nukleat virus,
untuk mengetahui ada atau tidaknya virus atau DNA virus, untuk memperkirakan jumlah
dalam tubuh dan untuk mengetahui jenisnya.

22
Daftar Pustaka

Kamus Dorland
Joyco Le Fever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Diagnostik, EGC, Jakarta,2007
Sheshadri Narayanan, The Preanalytic Phase: An Important Component of Laboratory Medicine,
American Journal of Clinical Pathology, Volume 113, Issue 3, March 2000, Pages 429–452
NCI Dictionary of Cancer Terms
https://books.google.co.id/books?id=3FmACAAAQBAJ&lpg=PA36&dq=pemeriksaan%20gero
ntik&pg=PA36#v=onepage&q=pemeriksaan%20gerontik&f=fals
Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Jakarta : EGC
Mengko R. 2013. Instrumen Laboratorium Klinik. ITB, Bandung.
RI, Peraturan Menteri Kesehatan. 2013. Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang Baik,
Nomor 43, Jakarta.
repository.ung.ac.id

23

Anda mungkin juga menyukai