Disusun oleh:
Kelas 2G
DOSEN PEMBIMBING:
Dwi Noerjoedianto, SKM., M.Kes
Arnild Augina Makarisce, S.K.M., M.K.M.
Risty Ivanti, S.K.M., M.K.M.
Adila Solida, S.KM., M.Kes.
8 Februari 2020
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....………………………………………………………………i
Daftar Isi............………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......…………………....………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah...........…………....………………………………….2
1.3 Tujuan...……….………………………....………………………………..2
1.4 Manfaat Penulisan ...........………………………………………….…2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Teori Perencanaan Teknologi Kesehatan.......…………..…………….5
3.2 Sistem Perencanaan Teknologi Kesehatan.........…………...........… 8
3.3 Penilaian Teknologi Kesehatan.........………………………………...19
3.4 Contoh Penerapan Teknologi Kesehatan.....……………………….. 24
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.....…………………………………………………………...39
4.2 Saran..........………………………………………………………………39
Daftar Pustaka...………….......……………………………………………...41
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
medis modern yang latar masyarakat penggunanya adalah sosial-
budaya Barat. Atas dasar itu tidak sedikit kendala dalam
pembangunan kesehatan maupun pengobatan serta penyembuhan
penyakit ketika dilayankan kepada masyarakat Indonesia, karena
pengetahuan naturalnya terintegrasi dalam pengetahuan
supernaturalnya yang berbeda jauh dari nilai dan norma masyarakat
Barat.
Beberapa permasalahan di masyarakat yang banyak dijumpai
terkait dengan pelayanan kesehatan adalah seperti lamanya waktu
yang dihabiskan pasien untuk menunggu giliran diperiksa, sampai
masalah tidak lengkapnya data rujukan, sehingga pasien harus
melakukan pemeriksaan ulang.
Ada kalanya bahkan dalam kondisi sakit, pasien diharuskan
membawa berkas untuk diserahkan ke petugas laboratorium dan
kemudian hasil uji laboratoriumnya diserahkan kembali ke dokter.Hal
ini merupakan wujud layanan kesehatan yang tidak efektif dan efisien.
Kurangnya waktu dan kesempatan berkomunikasi antara dokter dan
pasien juga sering terjadi. Padahal hak-hak pasien yang merupakan
konsumen sesungguhnya telah diatur dalam beberapa pasal dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
masyarakat.
Moller, Arlen C., et al. (2017) dalam artikelnya yang berjudul
"Applying and advancing behavior change theories and techniques in the
context of a digital health revolution: proposals for more effectively
realizing untapped poten-tial." (Journal of behavioral medicine) bahwa
penerapan intervensi kesehatan berbasis teknologi digital dinilai sangat
menguntungkan.
4
BAB III
PEMBAHASAN
5
konsep e-commerce dan e-business. Pemanfataan teknologi informasi ini
tidak hanya digunakan oleh negara maju saja, namun juga diterapkan oleh
negara-negara sedang berkembang, karena di era globalisasi saat
sekarang ini para pemimpin organisasi lebih cenderung mengambil
keputusan pada perubahan solusi yang akan digantikan dengan sistem
informasi yang didukung dengan Teknologi Informasi (TI) yang tepat guna.
6
dan efektif. Selain itu sistem SIK juga menjadi pedoman bagi kelurahan
dan kabupate n lainnya di Kota Surabaya yang ingin menerapkan sistem
ini
7
2.2 Sistem Perencanaan Teknologi Kesehatan
1. Personal Computer
8
- Motherboard : H81M-S2PH GB
- RAM : 2 GB
- Harddisk : 500 GB
- Processor : Intel Dual Core 3 GHz
- Cassing : Micro TX Slim
- UPS : 600 VA
- Monitor 16-17 inch (Jenis LCD)
10
12. Dukungan pemimpin terhadap pengembangan SI/TI.
13. Dukungan dana mencukupi, untuk pengembangan SI/ TI.
14. Stakeholder memiliki computer literate yang cukup baik
dan sangat mendukung inivasi pengembangan SI/ TI.
15. Masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas informasi
ketersediaan tempat perawatan secara online.
16. Jumlah dan tipe pelayanan yang semakin berkembang.
17. Jumlah kunjungan pasien meningkat setiap harinya
b. Kelemahan (Weakness)
1. Jumlah SDM IT masih terbatas.
2. Masih terbatasnya user yang mengetahui tentang TI.
3. Jumlah tenaga operator masih kurang.
4. Beberapa user masih belum menggunakan fasilitas
SIM-RS dalam pencatatan dan pelaporan.
5. Belum semua komputer di internal RS terintegrasi.
6. Tenaga maintainance dan pemeliharaan perangkat
keras masih kurang.
7. Kecepatan akses data yang kurang.
8. Jaringan sering mengalami masalah
9. Penataan kabel yang belum rapi.
10. Masih banyak modul-modul di aplikasi yang harus
dikembangkan.
11. SIM-RS masih dalam lingkup internal rumah sakit
belum ke lingkung eksternal rumah sakit.
12. Sering terjadi perubahan format laporan.
13. Beberapa masih menggunakan entry data secara
manual.
14. Beban kerja petugas cukup berat, karena harus
mencatat di catatan manual dan komputerisasi.
15. Beberapa laporan yang dihasilkan SIM-RS, masih
belum sesuai dengan kebutuhan untuk kegiatan
pelaporan ke eksternal rumah sakit.
16. Belum memiliki peraturan/ perencanaan tertulis terkait
pengembangan SI/ TI.
17. Belum ada SOP pengelolaan dan manajemen SI/TI
18. Belum adanya Rencana Strategis SI/TI.
19. Tidak semua masyarakat-masyarakat bisa
memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada.
20. Belum semua kegiatan pelayanan terkomputerisasi.
11
C. Peluang (Opportunity)
12
18. RSI PDHI sudah dikenal oleh masyarakat.
19. Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang
pelayanan publik
20. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi
Rumah Sakit.
d. Ancaman (Threat)
1. Beberapa user masih memiliki computer literate yang
kurang.
2. Resistance to change, dikarenakan pengguna tidak terbiasa
dengan TI.
3. Kesulitan mencari SDM IT yang kemampuan dan
kualifikasinya sesuai dengan kebutuhan.
4. Terjadinya gangguan akibat faktor alam dan listrik.
5. Perubahan peraturan dan standart pelaporan, sehingga
memerlukan perubahan dalam modul input data, proses dan
output yang dihasilkan oleh sistem.
6. Terjadinya perubahan peraturan dan standart pelaporan,
sehingga mempengaruhi proses dan output yang dihasilkan
oleh sistem.
7. Terjadinya perubahan kepemimpinan, sehingga
mempengaruhi kebijakan dan peraturan yang akan
diterapkan.
8. Banyaknya rumah sakit di yogyakarta dan sekitarnya yang
mempunyai jenis dan pelayanan yang sama, serta memiliki
sistem informasi yang lebih canggih.
13
Hardware Optimalisasi Analisis infrastruktur, melakukan
dan Infrastruktur jaringan inventarisasi, monitoring dan
Jaringan dan penunjang SI/ TI, melakukan analisis kebutuhan
baik dari segi hardware dan jaringan.
maintenance,
pengadaan dan
arsitektur jaringan
14
dan dengan sakit dengan
sistem dari aplikasi BPJS
BPJS
15
sistem yang ada
16
13. Infrastruktur SI/ Belum semua hardware di unit Optimalisasi
TI hardware di unit Rumah sakit, Infrastruktur
Rumah sudah mengalami jaringan dan
sakitmengalami peremajaan penunjang SI/ TI
peremajaan
15. Tata Kelola Belum memiliki Tata kelola SI/TI Standarisasi tata
SI/TI standar dan tata sesuai dengan kelola SI/TI
kelola yang baik Permenkes sesuai dengan
tentang SIM-RS aturan dan
dan standar standar yang ada
akreditasi KARS
v2012
17
Komponen Sistem Informasi kesehatan (farmasi):
Sistem informasi terdiri dari komponenkomponen yang disebut blok
bangunan (building blok), yang terdiri dari komponen input, komponen
model, komponen output, komponen teknologi, komponen hardware,
komponen software, komponen basis data, dan komponen kontrol.
19
bersifat multidisiplin yang mencakup aspek keamanan,
efikasi,efektivitas,sosial,ekonomi,organisasi, manajemen, etika,
hukum,budaya, dan agama.
20
1. Hasil kajian tersebut, setelah disesuaikan dengan kondisi lokal,
dapat dimanfaatkan untuk menyusun atau merevisi panduan
praktik klinis (PPK) di berbagai tingkat fasilitas pelayanan
kesehatan / rumah sakit. PPK dengan disclaimer (penyangkalan)
tertentu, setelah disetujui dan diresmikan oleh pimpinan fasyankes
harus dilaksanakan oleh para profesional / petugas pemberi
pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya.
2. Akhirnya diperlukan proses lain untuk memastikan apakah para
pemberi pelayanan telah melakukan apa yang harus dilakukan,
yakni prosedur audit klinis (clinical audits).
Dengan demikian maka jelaslah bahwa PTK menduduki tempat yang
amatpenting dalam peningkatan kualitas pelayanan berbasis bukti
(evidence-basedhealth care) yang berorientasi pada pasien(patient
oriented), dengan selalu memperhatikan semua aspek akibat distribusi
serta penerapan teknologi kesehatan
21
memiliki karakteristik khas dan masing-masing memerlukan teknologi
tersendiri.
Terbatasnya sumber daya ekonomi, baik di negara yang sedang
berkembang maupun negara maju. Penerapan teknologi selalu
memiliki dimensi ekonomi; makin canggih teknologi yang digunakan,
cenderung makin mahal biaya yang harus dikeluarkan.
Terdapatnya banyak bukti bahwa teknologi kesehatan tertentu yang
digunakan selama ini ternyata tidak bermanfaat atau bahkan
berbahaya, namun masih ada yang menggunakannya
Di lain sisi terdapat bukti bahwa banyak teknologi kesehatan yang
bermanfaat namun tidak digunakan atau dimanfaatkan sangat
terlambat dalam pelayanan kesehatan.
b. Klasifikasi PTK
Klasifikasi teknologi kesehatan Bagi sebagian orang mungkin kata atau
istilah teknologi kesehatan hanya dihubungkan dengan alat teknis
seperti ultrasonografi (USG), magnetic resonance imaging (MRI),
positron emission tomography (PET)-scan, dan sebagainya yang dari
waktu ke waktu bertambah kecanggihannya. Namun seperti yang telah
dikemukakan pada definisi, teknologi dalam konteks pelayanan
22
kesehatan mencakup hal-hal yang lebih luas. Tidak semua teknologi
kesehatan harus dilakukan kajian pada semua keadaan.
Teknologi kesehatan juga dapat diklasifikasi berdasarkan pada
beberapa hal. Teknologi kesehatan dapat diklasifikasikan:
Berdasarkan pada jenis teknologi yang digunakan
Berdasarkan pada tujuan atau manfaat penggunaan teknologi
Berdasarkan pada perkembangan dan pemanfaatannya.
23
identifikasi dini dan kajian paripurna serta penanganan nyeri dan
masalah lain, secara fisis, psikis, dan spiritual.
25
sebagai media promosi kesehatan, khususnya terhadap
pengetahuan ibu hamil tentang komplikasi dan asupan gizi.
Pemanfaatan media informasi sangat berpengaruh pada
penyampaian pesan kesehatan khususnya pemberian informasi
pada ibu hamil tentang konsumsi tablet Fe sehingga ibu hamil
mendapatkan pengetahuan tentang tablet Fe dimana akan
memengaruhi perilakunya. Beberapa penelitian yang berkaitan
dengan pemanfaatan media pada ibu hamil yaitu penelitian Ermiati
at al.,(2014) menyatakan bahwa SMS reminder efektif terhadap
kepatuhan konsumsi tablet besi pada ibu hamil Di UPT Puskesmas
Cibuntu Kota Bandung. Penelitian O’Higgins, (2013) menyatakan
bahwa peran media digital mempermudah ibu hamil untuk
mengakses informasi mengenai kehamilan untuk meningkatkan
pengetahuan mereka.
Paparan media massa efektif untuk meningkatkan
pengetahuan dalam Prenatal Care Services(Ghosh, 2006).
Penyampaian informasi menggunakan SMS (Short message
service) untuk kebutuhan edukasi pada ibu hamil dalam tindakan
pencegahan listeriosis selama kehamilan sangat membantu
petugas kesehatan dalam menyampaikan informasi (Cates, Carter-
Young, Conley, & O'Brien, 2004).
Selain itu hasil penelitian Acharya, Khanal, Singh, Adhikari,
& Gautam, (2015) menyatakan bahwa ada pengaruh positif dari
media massa pada pemanfaatan layanan perawatan antenatal di
Nepal untuk meningkatkan kesadaran ibu hamil.
Hasil penelitian Herlina, Sanjaya, & Emilia, (2013)
menunjukkan bahwa penerapan model SMS reminder sebagai
media promosi kesehatan di Kecamatan Astambul Kabupaten
Banjar terbukti efektif untuk menyampaikan informasi kesehatan
dalam meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang komplikasi
dan asupan gizi selama kehamilan.
Kusfriyadi & Hadi (2010) menyatakan Ibu hamil yang
mendapat pendidikan gizi dan pesan gizi melalui SMS memiliki
pengetahuan, perilaku dan kepatuhan minum tablet besi lebih baik
dibandingkan ibu hamil yang hanya mendapatkan pendidikan gizi
saja (kontrol). Kepatuhan yang tinggi secara bermakna dapat
meningkatkan kadar hemoglobin.
26
teknologi kesehatan. Semuanya tentu memberikan dampak positif yang
memudahkan manusia. Selain itu lebih hemat waktu dan lebih
efisien.Teknologi Informasi Kesehatan (HIT) secara umum semakin
dipandang sebagai alat yang yang paling menjanjikan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan secara umum, keamanan, dan efisiensi sistem
pelayanan kesehatan (Chaudhry et al., 2006).
Contohnya :
1. Dengan TIK, maka peningkatan gizi buruk, peningkatan
kejadian malaria, diare, demam berdarah, dapat terdeteksi lebih
dini melalui perangkat TIK yang bergerak (m-Health).
2. Kemajuan TIK juga dapat membantu mengatasi masalah
langkanya tenaga ahli di daerah dengan menerapkan pengobatan
jarak jauh, seperti: tele-medicine, tele-consultation, dan tele-
radiology.
3. Penerapan TIK dalam bidang kesehatan telah mengubah pola
juru medis untuk mengetahui riwayat penyakit pasien, yaitu dengan
sistem berbasis kartu cerdas (smart card) .
4. Digunakannya robot untuk membantu proses operasi
pembedahan serta penggunaan komputer hasil pencitraan tiga
dimensi untuk menunjukkan letak tumor dalam tubuh pasien.
5. Telemedicine merupakan suatu layanan kesehatan antara
dokter atau praktisi kesehatan dengan pasien jarak jauh guna
mengirimkan data medik pasien menggunakan komunikasi audio
visual mengunakan infrastruktur telekomunikasi yang sudah ada
misalnya menggunakan internet, satelit dan lain sebagainya.
27
pasien, catatan personal mengenai riwayat penyakit pasien serta
laporan bertahap menganai kondisi dari pasien yang dirawat.
5. Komputer juga dapat membantu pembuatan Sistem Klasifikasi
Pasien. Dengan bantuan alat komputer, dapat membantu dalam
menentukan kebutuhan tenaga di ruang rawat, berguna juga untuk
memantau klasifikasi klien.
28
Poster adalah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan
informasi kesehatan yang biasanya ditempelkan ditembok-
tembok, tempat umum maupun kendaraan umum Foto
mengungkapkan informasi kesehatan hasil bidikan kamera atau
lensa.
a. Televisi
b. Radio
c. Internet
d. Telepon Seluler
29
meneruskan pesan dari dan ke telepon genggam. Pesan yang
dikirimkan diatur oleh pusat pesan yang kemudian dapat meneruskan
pesan kepada nomor tujuan, hal ini berarti jika telepon genggam yang
dituju sedang tidak aktif, maka pesan tersebut akan disimpan dan
dikirim lagi di waktu kemudian saat telepon genggam tujuan tersebut
sudah aktif kembali (Katankar & Thakare, 2010
g. Teknologi sebagai Edukasi Kesehatan
30
(kontrol). Kepatuhan yang tinggi secara bermakna dapat meningkatkan
kadar hemoglobin.
i. Tricorder Medis
Tricorder medis merupakan perangkat portabel yang dapat
memindai kondisi medis penggunanya. Alat ini mampu mengukur tanda-
tanda vital kesehatan seperti tekanan darah, temperatur dan denyut
jantung manusia. Dari data yang didapat, alat ini akan melakukan analisis
dan mendiagnosa kondisi kesehatan pengguna.
j. Pengurutan genome
Teknologi pengurutan genome digunakan untuk mengetahui
informasi mendasar tentang tubuh manusia meliputi kepekaan obat,
kondisi medis multifaktorial atau monogenik dan mampu melihat riwayat
medis keluarga. Data-data ini dapat digunakan untuk menentukan
perawatan dan pengobatan yang efektif dan efisien untuk pasien.
Selanjutnya ada penerapan teknologi kesehatan dalam bidang
terapi maupun penanganan kanker.
Bagi penderita autisme, jenis interaksi sosial sehari-hari yang biasa kita
anggap remeh dapat menjadi suatu tantangan yang sangat sulit untuk
dihadapi. Kalau tidak segera diatasi dan dibiarkan begitu saja kesulitan
tersebut akan terus berlarut-larut bahkan hingga dewasa dan mencapai
lingkungan kerja. Sebuah perusahaan rintisan yang berbasis di
Cambridge, Massachusetts, menciptakan sebuat platform Augmented
Reality yang dapat membantu para penderita autisme dalam berinteraksi
dengan orang lain, sebuah kacamata pintar dengan teknologi pelacakan
emosinya yang luar biasa.
31
membantu para penderita autisme. Teknologi ini berfungsi sebagai
"pelatih digital". Dapat dijalankan pada Google Glass dan menyediakan
berbagai permainan - dengan fokus pada membantu mereka yang
menderita autisme dalam membangun keterampilan yang penting dalam
menjalani hidup.
32
Penggunaan Virtual Reality untuk pelayanan kesehatan:
33
VR juga merupakan cara tepat bagi dokter untuk menjalankan
terapi guna penanganan fobia. Aplikasi yang dikembangan dapat dipakai
penanganan berbagai fobia seperti takut terbang, takut ketinggian, takut
jarum, takut di ruangan sempit, takut di keramaian, takut berbicara di
depan publik, takut akan serangga dan takut menyetir.
35
3. Imaginary Friend Society, Aplikasi AR Bagi Penderita Kanker Anak
36
khas, lokasinya bisa di pesta rumah, di rumah pribadi atau di sebuah klub.
Untuk alkoholisme, bisa menggunakan simulasi bar. Untuk pengguna
heroin, detailnya mungkin termasuk kotak pizza terbuka atau sendok dan
suntikan di atas meja yang dirancang untuk memicu keinginan
mengkonsumsi heroin.
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
39
3. Kepada instansi terkait, terutama dalam hal penentuan kebijakan agar
pelaksanaan pelayanan kesehatan berjalan dengan baik.
40
DAFTAR PUSTAKA: