Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

PEMBIAYAAN DAN PENGANGGARAN KESEHATAN


(Perencanaan Teknologi Kesehatan)

Disusun oleh:
Kelas 2G

DOSEN PEMBIMBING:
Dwi Noerjoedianto, SKM., M.Kes
Arnild Augina Makarisce, S.K.M., M.K.M.
Risty Ivanti, S.K.M., M.K.M.
Adila Solida, S.KM., M.Kes.

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat


rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ujian tengah
semester yaitu makalah Pembiayaan dan Penganggaran Kesehatan
sesuai ketentuan yang berlaku. Makalah yang berjudul “Perencanaan
Teknologi Kesehatan" ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas
mata kuliah Pembiayaan dan Penganggaran Kesehatan dan diharapkan
melalui makalah ini, kami selaku penulis dapat memahami apa itu konsep
dan teori perencanaan teknologi dalam bidang kesehatan serta
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini, khususnya
kepada dosen Pembiayaan dan Penganggaran Kesehatan yang telah
membimbing dan mengarahkan kami dalam penyusunan makalah ini.

Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada kepada


orang tua kami semua yang selalu senantiasa memberikan banyak
dukungan.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat


pada makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, semoga makalah ini dapat memberi banyak manfaat
untuk kami, maupun teman-teman semua.

8 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....………………………………………………………………i
Daftar Isi............………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......…………………....………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah...........…………....………………………………….2
1.3 Tujuan...……….………………………....………………………………..2
1.4 Manfaat Penulisan ...........………………………………………….…2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Teori Perencanaan Teknologi Kesehatan.......…………..…………….5
3.2 Sistem Perencanaan Teknologi Kesehatan.........…………...........… 8
3.3 Penilaian Teknologi Kesehatan.........………………………………...19
3.4 Contoh Penerapan Teknologi Kesehatan.....……………………….. 24
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.....…………………………………………………………...39
4.2 Saran..........………………………………………………………………39
Daftar Pustaka...………….......……………………………………………...41

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan itu merupakan keadaan yang sejahtera dari badan, jiwa


dan sosial yang diupayakan melalui tindakan menjaga, memelihara,
dan meningkatkan derajat kesehatannya sehingga bisa hidup produktif
dan mempunyai tenaga yang sebaik-baiknya.
Sedangkan teknologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang cara pembuatan alat-alat yang dapat membantu pekerjaan
manusia sehingga dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan
dalam kehidupan.Teknologi dalam dunia kesehatan mempunyai peran
yang sangat penting, terutama dalam memberikan kualitas atau mutu
pelayanan kesehatan.
Teknologi kesehatan adalah penerapan pengetahuan dan
keterampilan terorganisir dalam bentuk perangkat, obat-obatan,
vaksin, prosedur dan sistem yang dikembangkan untuk memecahkan
masalah kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemanfaatan teknologi
dalam bidang kesehatan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
serta dapat merubah perilaku kesehatan. Informasi adalah hal yang
sangat penting, karena semua hal terkait kesehatan masyarakat
adalah informasi yang dikelola dengan baik dan aman, sehingga
dibutuhkan suatu sistem yang aman dan lancar agar seluruh informasi
yang di dapatkan dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan lebih optimal dan dapat bermanfaat bagi seluruh
masyarakat.
Meningkatnya pemanfaatan Teknologi Sistem Informasi Geografis
(SIG),memicu banyaknya studi yang menggunakan pendekatan
spasial untuk menyajikan informasi kesehatan dalam bentuk peta.
Meskipun demikian, hampir sebagian besar studi menggunakan
pendekatan spasial yang hanya untuk menginvestigasi kejadian-
kejadian penyakit menular dan kejadian outbreak. Studi ini dilakukan
untuk melihat potensi pemanfaatan SIG untuk mengelola berbagai
sumber data terkait kesehatan.
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan
masalah-masalah kesehatan yang sedang berkembang dimasyarakat,
menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan
tujuan program yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah
praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Upaya kesehatan diindonesia mengadopsi sistem kesehatan dan

1
medis modern yang latar masyarakat penggunanya adalah sosial-
budaya Barat. Atas dasar itu tidak sedikit kendala dalam
pembangunan kesehatan maupun pengobatan serta penyembuhan
penyakit ketika dilayankan kepada masyarakat Indonesia, karena
pengetahuan naturalnya terintegrasi dalam pengetahuan
supernaturalnya yang berbeda jauh dari nilai dan norma masyarakat
Barat.
Beberapa permasalahan di masyarakat yang banyak dijumpai
terkait dengan pelayanan kesehatan adalah seperti lamanya waktu
yang dihabiskan pasien untuk menunggu giliran diperiksa, sampai
masalah tidak lengkapnya data rujukan, sehingga pasien harus
melakukan pemeriksaan ulang.
Ada kalanya bahkan dalam kondisi sakit, pasien diharuskan
membawa berkas untuk diserahkan ke petugas laboratorium dan
kemudian hasil uji laboratoriumnya diserahkan kembali ke dokter.Hal
ini merupakan wujud layanan kesehatan yang tidak efektif dan efisien.
Kurangnya waktu dan kesempatan berkomunikasi antara dokter dan
pasien juga sering terjadi. Padahal hak-hak pasien yang merupakan
konsumen sesungguhnya telah diatur dalam beberapa pasal dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.

1.2 Rumusan Masalah


1.1.1 Bagaimana Teori Perencanaan Teknologi Kesehatan ?
1.1.2 Bagaimana Sistem Perencanaan Teknologi Kesehatan ?
1.1.3 Bagaimana Penilaian Teknologi Kesehatan ?
1.1.4 Apa saja Contoh Penerapan Teknologi Kesehatan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.1.5 Untuk mengetahui teori perencanaan teknologi kesehatan
1.1.6 Untuk mengetahui sistem perencanaan teknologi kesehatan
1.1.7 Untuk mengetahui penilaian teknologi kesehatan
1.1.8 Untuk mengetahui contoh penerapan teknologi kesehatan

1.4 Manfaat penulisan


Agar pembaca dapat menambah wawasan dan kemampuan
berpikir mengenai teori perencanaan teknologi kesehatan, sistem
perencanaan teknologi kesehatan, penilaian teknologi kesehatan dan
dapat mengetahui apa saja contoh penerapan teknologi kesehatan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan dibidang kesehatan merupakan suatu proses untuk


merumuskan masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat,
menentukan kebutuhan dan sumber daya yang harus disediakan,
menetapkan tujuan yang paling penting dan menyusun langkah-langkah
yang praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan
akan menjadi efektif jika sebelumnya dilakukan perumusan masalah
berdasarkan fakta. (Yuko, 2014).
Desentralisasi perencanaan kesehatan sebagai salah satu faktor
esensial dalam proses merupakan yang kompleks dan membutuhkan
kerjasama yang baik antara penentu kebijakan, perencana, tenaga
administrasi dan masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan tekad yang kuat
dan kesiapan yang matang untuk menata dan memperkuat sistem
perencanaan kesehatan pada di masing-masing kabupaten atau kota.
(Munif, 2012).
Perencanaan program adalah penjabaran dari renstra yang akan
dilaksanakan oleh organisasi berdasarkan program. Perencanaan
program sering dibedakan atas perencanaan sekali pakai (single use) dan
berkesinambungan atau diulang pada tahun-tahun berikutnya (standing
use). Dalam penyusunanan program standing use harus disusun dengan
melibatkan banyak aspek, sehingga nantinya bisa digunakan sebagai
acuan atau panduan atau standar program tahun berikutnya.
Perencanaan program kesehatan kabupaten/kota selama ini
dirasakan lebih didominasi oleh proses top down. Target-target yang
ditentukan dari pusat biasanya berdasarkan proyeksi nasional dan tidak
sesuai dengan situasi riil di daerah. Ketidaksesuaian ini bukan saja dalam
hal penetapan target program, namun kadangkala juga dalam hal
penentuan prioritas masalah. (Syafrawati, 2006).
Menurut Muninjaya (2004), proses perencanaan yaitu terdiri dari
menganalisis situasi, mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah,
menentukan tujuan program, mengkaji hambatan dan kelemahan
program, menyusun rencana kerja operasional. Manganello, Jennifer, et
al. (2017) dalam artikelnya yang berjudul "The relationship of health
literacy with use of digital technology for health information: implications
for public health prac-tice." (Journal of public health management and
practice) menyebutkan pelayanan kesehatan masyarakat sangat
dipengaruhi penggunaan teknologi digital, penerapan intervensi kesehatan
dalam pengembangan teknlogi digital sangat efektif dalam melayani

3
masyarakat.
Moller, Arlen C., et al. (2017) dalam artikelnya yang berjudul
"Applying and advancing behavior change theories and techniques in the
context of a digital health revolution: proposals for more effectively
realizing untapped poten-tial." (Journal of behavioral medicine) bahwa
penerapan intervensi kesehatan berbasis teknologi digital dinilai sangat
menguntungkan.

4
BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Teori Perencanaan Teknologi Kesehatan

Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan


masalah-masalah yang ada kesehatan yang berkembang dimasyarakat,
menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan
tujuan program yang paling pokok dan menyusun rangka-rangka praktis
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Teknologi kesehatan adalah
pengetahuan dalam bentuk perangkat yang dikembangkan untuk
memecahkan masalah kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup.
Dalam merencanakan Teknologi Kesehatan mesti ditujukan untuk
meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang diberikan melalui
diagnosis dini, pilihan pengobatan yang kurang invasif dan pengurangan
waktu tinggal di rumah sakit dan waktu rehabilitasi. Kemajuan teknologi
kesehatan juga berfokus pada pengurangan biaya.

Teknologi kesehatan secara luas meliputi perangkat medis, teknologi


informasi, bioteknologi dan layanan kesehatan. Teknologi sistem informasi
geografis (SIG) saat ini telah berkembang dengan cepat. Bahkan
pemanfaatannya tidak hanya terbatas di bidang geografis saja tetapi telah
merambah ke berbagai bidang, tidak terkecuali dalam bidang kesehatan.
Di bidang kesehatan masyarakat sendiri, teknologi ini banyak di
manfaatkan para praktisi kesehatan untuk menganalisis kesenjangan
dalam memperoleh pelayanan kesehatan, menganalissi KLB suatu
penyakit, dan menilai prioritas penggunaan sumber daya yang terbatas
untuk meningkatkan level kesehatan masyarakat ( riner et. Al., 2004 ).

Penggunaan teknologi informasi dalam aspek kesehatan sudah


menjadi kebutuhan begitu penting terkait juga dengan pemahaman,
kemampuan dan sumberdaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Teknologi internet dan teknologi kesehatan lainnya
menyediakan media baru untuk menghubungkan antara sistim informasi
kesehatan, pelayanan kesehatan masyarakat dan dunia usaha untuk
saling bekerjasama. Teknologi informasi kesehatan (e-health) merupakan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang mendukung kegiatan
dibidang kesehatan mencakup : pelayanan, perawatan, literasi, dan
penelitian pendidikan dan pengetahuan kesehatan.

E-health dapat digunakan untuk kegiatan yang terintegrasi antara


pekerjaan adiministrasi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, informasi dari kegiatan professional/dokter dan pemanfaatan

5
konsep e-commerce dan e-business. Pemanfataan teknologi informasi ini
tidak hanya digunakan oleh negara maju saja, namun juga diterapkan oleh
negara-negara sedang berkembang, karena di era globalisasi saat
sekarang ini para pemimpin organisasi lebih cenderung mengambil
keputusan pada perubahan solusi yang akan digantikan dengan sistem
informasi yang didukung dengan Teknologi Informasi (TI) yang tepat guna.

Pemanfaatan teknologi informasi saat sekarang ini tidak terlepas dari


penggunaan internet. Internet yang merupakan jaringan yang memiliki
jangkauan terluas kepada semua orang dengan memberikan informasi
sehingga memperluas peluang bisnis di seluruh dunia. Pengguna internet
di Indonesia adalah 53% dari total penduduk Indonesia yaitu 143,260,000
dan sebagai 5 negara tertinggi pengguna internet dunia. Dalam bidang
kesehatan sendiri kemajuan Teknologi Informasi sudah sangat menunjang
pelayanan, apalagi di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan
yang begitu cepat (kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal
kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika
tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengupdate perkembangan
terbaru, tidak hanya itu teknologi informasi juga memiliki kemampuan
dalam memfilter data dan mengolah menjadikan formasi.

Banyaknya jumlah pengguna internet di Indonesia dan adanya


kebijakan pemerintah dalam menggunakan sistem informasi di sektor
kesehatan, masih belum mampu mengoptimalkan penggunaan sistim
informasi kesehatan di Indonesia terutama di rumah sakit. Pemerintah
Indonesia sangat mendukung penggunaan sistem informasi di sektor
kesehatan, namun masih banyak industri dan rumah sakit di Indonesia
yang belum menjalankan sistem informasi kesehatan ini (e-health) secara
optimal, dikarenakan masih banyaknya kekurangan dari berbagai hal,
mulai dari jaringan komunikasi yang sangat buruk, membuat kekurangan
kemampuan/pengetahuan karyawan, budaya organisasi dan aspek
lainnya.

Beberapa studi telah dilakukan tentang penggunaan sistem informasi


dibeberapa rumah sakit di Indonesia seperti di rumah sakit, RSCM, RSAD,
Dharmais, Medistra, Adi Husada dan lainnya. Penggunaan Sistem
Informasi Kesehatan (SIK) di Indonesia sudah mulai diterapkan oleh
pemerintah Kota Surabaya, dimana sistem SIK ini merupakan salah satu
program unggulan berbasis online yang termasuk Top 25 pelayanan
publik terbaik tingkat nasional pada tahun 2015, yang didapatkan oleh
pemerintah Surabaya dan menjadikan kota smart city. Dengan adanya
SIK di Kota Surabaya tidak hanya menjadi solusi pelayanan, namun juga
memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik

6
dan efektif. Selain itu sistem SIK juga menjadi pedoman bagi kelurahan
dan kabupate n lainnya di Kota Surabaya yang ingin menerapkan sistem
ini

Beberapa penelitian terkait dengan perkembangan teknologi seperti


penelitian yang dilakukan oleh Manganello, Jennifer, et al. (2017) dalam
artikelnya yang berjudul "The relationship of health literacy with use of
digital technology for health information: implications for public health
practice."(Journal of public health management and practice).
menyebutkan pelayanan kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi
penggunaan teknologi digital, penerapan intervensi kesehatan dalam
pengembangan teknlogi digital sangat efektif dalam melayani masyarakat.

Salah satu penelitian tentang penggunaan sistem informasi


kesehatan di Indonesia adalah di puskesmas di Kota Surabaya. Hasil
penelitian ini menggambarkan kurang optimalnya penggunaan teknologi
informasi di puskesmas disebabkan oleh SDM-nya yang tidak siap,
kurangnya komitmen pimpinan, perencanaan yang kurang matang dan
kurang transparansi terkait layanan menggunakan IT. Untuk itu perlu
peranan semua pihak untuk membantu mengoptimalkan penggunaan IT di
beberapa layanan kesehatan oleh pemerintah maupun swasta.
Moller,Arlen C., et al.(2017) dalam artikelnya yang berjudul "Applying
and advancing behavior change theories and techniques in the context of
a digital health revolution:proposals for more effectively realizing untapped
potential." (Journal of behavioral medicine) bahwa penerapan intervensi
kesehatan berbasis teknologi digital di nilai sangat menguntungkan.
Pertama, dapat memperlancar akses pelayanan, mempermudah
jangkauan pelayanan terhadap masyarakat. Kedua, dapat memindahkan
intervensi kesehatan ke platform digital dan menghadirkan riset dengan
peluang baru untuk memajukan teori dan konsep pelayanan kesehatan.

Hasil wawancara mendalam tentang kebijakan dapat disimpulkan


bahwa otonomi dan desentralisasi berdasarkan UU no. 22 tahun 1999
tentang Pemerintah daerah, telah memberikan keleluasaan membuat,
menentukan perencanaan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
daerah, sehingga daerah lebih mandiri dalam menentukan kebijakan.

7
2.2 Sistem Perencanaan Teknologi Kesehatan

Pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap kinerja dan


pelayanan yang diberikan oleh sebuah institusi kesehatan. Rencana
strategis dapat mengoptimalkan pencapaian objektif dari organisasi,
sehingga dapat mencapai target dan posisi yang optimal. Rencana
strategis Sistem Informasi/ Teknologi Iinformasi di susun dengan mengacu
kepada kondisi yang ada pada saat ini dan kondisi yang dinamis di
lingkungan global . Pengembangan rencana strategis Sistem Informasi/
Teknologi Informasi juga bertujuan sebagai penetapan tujuan secara jelas
terhadap sesuatu yang akan dicapai oleh organisasi atau institusi
kesehatan.

Rencana strategis akan membantu sebuah organisasi untuk mencapai


sasaran dan tujuan, sehingga mengoptimalkan pencapaian objektif, serta
dapat menempatkan organisasi pada posisi yang optimal di dalam
lingkungan yang lebih kompetitif. Rencana strategis dapat membantu
organisasi dalam merumuskan sebuah strategi yang lebih baik, melalui
pendekatan yang lebih sistematis, logis dan rasional. Beberapa hal yang
harus menjadi perhatian, adalah bahwa dalam mengelola sebuah institusi
pelayanan kesehatan, memerlukan adanya menajemen dan penguasaan
teknologi yang baik, serta rencana yang matang, contohnya terdapat pada
RSIY PDHI

a. Kondisi Teknologi Informasi kesehatan


Secara umum kondisi infrastruktur TI di RSIY PDHI sudah cukup
memadai, karena baru saja ada peremajaan unit komputer di
masing-masing unit, selain itu karena sekarang rumah sakit sudah
memiliki teknisi atau tenaga maintenance, sehingga perawatan
hardware dan infrastruktur TI sudah lebih baik.Saat ini, RSIY PDHI
juga baru saja membangun ruang khusus server dan juga ada
petugas yang bertanggung jawab untuk perawatannya, selain itu
juga dilengkapi dengan UPS sebanyak 2 unit.

Tabel Infrastruktur SI/TI di RSIY PDHI


No Infrastruktur Keterangan

1. Personal Computer

Personal Computer Setiap unit


layanan memiliki PC dengan
spesifikasi :

8
- Motherboard : H81M-S2PH GB
- RAM : 2 GB
- Harddisk : 500 GB
- Processor : Intel Dual Core 3 GHz
- Cassing : Micro TX Slim
- UPS : 600 VA
- Monitor 16-17 inch (Jenis LCD)

*Ada sebanyak 90 unit PC yang


dimiliki RSIY PDHI

2. Server Memiliki 2 unit server :


1. HP Prolian ML 150 G6
2. Prolian ML 10

3. Jaringan computer 1. Setiap unit layanan terhubung ke


sever

2. Menggunakan jaringan LAN


menggunakan kabel UTP (Unshielded
Twisted Pair)

4. Proses Maintenance Proses maintenance dan back-up


Server dan Back-up data dilakukan setiap jam
Data menggunakan aplikasi mirror

5. SOP (Tata kelola Belum ada


dan perawatan
Hardware +
Jaringan)
6. UPS (Uninterruptible Belum ada
Power Suply).

b. Manajemen Data dan Informasi kesehatan


Informasi atau pelaporan yang dihasilkan oleh sistem masih pada
tahap perbaikan dan pengembangan, karena beberapa petugas
merasa bahwa laporan yang dihasilkan belum sesuai dengan
9
kebutuhan dan petugas juga memerlukan output laporan lain yang
belum bisa difasilitasi oleh sistem. Selain itu terdapat permasalahan
lainnya, terkait kurangnya kepercayaan pengguna terhadap laporan
yang dihasilkan oleh sistem, sehingga petugas harus membuat
laporan lagi secara manual dan membuat beban kerja petugas
bertamba.
b. Kondisi Sistem Informasi kesehatan
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit di RSIY PDHI sudah
terintegrasi satu sama lain dan semua kegiatan input data untuk
pelayanan sudah menggunakan fasilitas pada modul SIM-RS v2.5,
namun untuk kegiatan di manajemen masih belum semua
menggunakan sistem informasi. Modul-modul input data dalam
sistem informasi, juga sudah sesuai dengan kebutuhan
pengguna.Sedangkan untuk informasi atau pelaporan yang
dihasilkan oleh sistem masih pada tahap perbaikan dan
pengembangan, karena beberapa petugas merasa bahwa laporan
yang dihasilkan belum sesuai dengan kebutuhan dan petugas juga
memerlukan output laporan lain yang belum bisa difasilitasi oleh
sistem

Analisis Strategi Sistem Informasi/ Teknologi Informasi:


a. Analisa SWOT (Streght, Weakness, Oppourtunity, Threat)
Strenght (Kekuatan)
1. Adanya kekompakan dan komitmen SDM IT untuk
pengembangan SI/ TI.
2. Staf TI yang selalu standby di rumah sakit dan on call.
3. SDM yang sudah memiliki kemampuan IT dasar yang
memadai.
4. Infrastruktur yang ada cukup memadai.
5. Tersedianya komputer di setiap unit.
6. Rumah sakit sudah memiliki jaringan internet (LAN dan
Wifi).
7. Peremajaan Hardware (unit komputer) di setiap unit/
bagian.
8. Rumah sakit sudah memiliki modul SIM-RS cukup
lengkap.
9. Pengembangan SIM-RS dilakukan oleh internal IT rumah
sakit.
10. Rumah sakit memiliki website yang interaktif dan juga
banyak dikunjungi.
11. Data dan informasi sudah digunakan oleh manajemen
dalam proses pengambilan keputusan.

10
12. Dukungan pemimpin terhadap pengembangan SI/TI.
13. Dukungan dana mencukupi, untuk pengembangan SI/ TI.
14. Stakeholder memiliki computer literate yang cukup baik
dan sangat mendukung inivasi pengembangan SI/ TI.
15. Masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas informasi
ketersediaan tempat perawatan secara online.
16. Jumlah dan tipe pelayanan yang semakin berkembang.
17. Jumlah kunjungan pasien meningkat setiap harinya

b. Kelemahan (Weakness)
1. Jumlah SDM IT masih terbatas.
2. Masih terbatasnya user yang mengetahui tentang TI.
3. Jumlah tenaga operator masih kurang.
4. Beberapa user masih belum menggunakan fasilitas
SIM-RS dalam pencatatan dan pelaporan.
5. Belum semua komputer di internal RS terintegrasi.
6. Tenaga maintainance dan pemeliharaan perangkat
keras masih kurang.
7. Kecepatan akses data yang kurang.
8. Jaringan sering mengalami masalah
9. Penataan kabel yang belum rapi.
10. Masih banyak modul-modul di aplikasi yang harus
dikembangkan.
11. SIM-RS masih dalam lingkup internal rumah sakit
belum ke lingkung eksternal rumah sakit.
12. Sering terjadi perubahan format laporan.
13. Beberapa masih menggunakan entry data secara
manual.
14. Beban kerja petugas cukup berat, karena harus
mencatat di catatan manual dan komputerisasi.
15. Beberapa laporan yang dihasilkan SIM-RS, masih
belum sesuai dengan kebutuhan untuk kegiatan
pelaporan ke eksternal rumah sakit.
16. Belum memiliki peraturan/ perencanaan tertulis terkait
pengembangan SI/ TI.
17. Belum ada SOP pengelolaan dan manajemen SI/TI
18. Belum adanya Rencana Strategis SI/TI.
19. Tidak semua masyarakat-masyarakat bisa
memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada.
20. Belum semua kegiatan pelayanan terkomputerisasi.

11
C. Peluang (Opportunity)

1. Manajemen sangat mendukung dalam


pengembangan SDM IT.
2. Beberapa pengguna di level middle dan low
management, memiliki harapan yang cukup baik
dan inovatif tentang pengembangan SIM-RS
3. Pesatnya perkembangan IT dan Infrastruktur
jaringan.
4. Rencana pengadaan kabel “fibber optic”, untuk
jaringan.
5. Rencana akan ada penataan kabel jaringan, jika
gedung baru sudah selesai.
6. Penambahan kecepatan akses data.
7. Stakeholder mendukung kebijakan manajemen
dalam pengembangan sistem informasi
8. Beberapa manajer dan pengguna, memiliki
keinginan untuk digitalisasi pelayanan di RSIY
PDHI.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82
Tahun 2013 tentang pengembangan SIM-RS.
10. Rencana untuk melakukan integrasi sistem antar
unit pelayanan dan manajemen di RSI PDHI.
11. Rencana standarisasi data dan laporan yang
dihasilkan, untuk kepentingan pelaporan ke
eksternal rumah sakit.
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1171/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pelaporan
SIRS Versi 6.
13. Undang-undang nomor 44 tahun 2009 yang di
dalamnya mengatur tentang sistem informasi.
14. Kepmenkes RI Nomor 511/MENKES/SK/V/2002
tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).
15. Kepmenkes RI Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana
Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-
2019.
16. Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang
informasi dan transaksi elektronik.
17. Kedepannya kebutuhan akan informasi dan TI
akan semakin meningkat.

12
18. RSI PDHI sudah dikenal oleh masyarakat.
19. Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang
pelayanan publik
20. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi
Rumah Sakit.
d. Ancaman (Threat)
1. Beberapa user masih memiliki computer literate yang
kurang.
2. Resistance to change, dikarenakan pengguna tidak terbiasa
dengan TI.
3. Kesulitan mencari SDM IT yang kemampuan dan
kualifikasinya sesuai dengan kebutuhan.
4. Terjadinya gangguan akibat faktor alam dan listrik.
5. Perubahan peraturan dan standart pelaporan, sehingga
memerlukan perubahan dalam modul input data, proses dan
output yang dihasilkan oleh sistem.
6. Terjadinya perubahan peraturan dan standart pelaporan,
sehingga mempengaruhi proses dan output yang dihasilkan
oleh sistem.
7. Terjadinya perubahan kepemimpinan, sehingga
mempengaruhi kebijakan dan peraturan yang akan
diterapkan.
8. Banyaknya rumah sakit di yogyakarta dan sekitarnya yang
mempunyai jenis dan pelayanan yang sama, serta memiliki
sistem informasi yang lebih canggih.

Prespektif system informasi/teknologi informasi

Key Factor Action (CSF) Standart Institusi

Standart - Kebutuhan SDM IT - Analisis beban kerja SDM IT,


Institusi terpenuhi dan sesuai melakukan pelatihan dan
dengan keahliannya rekrutmen sesuaikebutuhan.

- Seluruh user - Memberikan pelatihan,


menggunakan fasilitas pemahaman dan pendampingan
SIM-RS dalam tentang pemanfaatan, serta
pencatatan dan penggunaan SIM-RS untuk
pelaporan. kegiatan pencatatan dan
pelaporan

13
Hardware Optimalisasi Analisis infrastruktur, melakukan
dan Infrastruktur jaringan inventarisasi, monitoring dan
Jaringan dan penunjang SI/ TI, melakukan analisis kebutuhan
baik dari segi hardware dan jaringan.
maintenance,
pengadaan dan
arsitektur jaringan

Software Penggunaan SIM-RS Analisis kebutuhan di setiap unit


yang terintegrasi, baik di atau user ,untuk menghasilkan
Pelayanan dan gambaran sistem yang
Manajemen. diinginkan oleh pengguna

Manajemen - Adanya Data Center -Analisis kebutuhan infrastruktur


Data dan dan kesiapan institusi.
- Standarisasi data dan
Informasi
laporan - Analisis dan mengidentifikasi
terkait standar data dan laporan
dari internal dan eksternal rumah
sakit.

Organisasi - Memiliki SOP -Analisis terkait penyusunan


dan pengelolaan dan SOP pengelolaan dan
Kebijakan manajemen SI/TI manajemen SI/TI yang baik

- Memiliki Rencana - Analisis kebutuhan dan


Strategis SI/TI. kesiapan untuk dasar
penyusunan Rencana Strategis
SI/TI.

Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)


Tabel Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)

no operasional Sekarang Rencana pengembangan

1. Registrasi Registrasi Registrasi hanya Membuat bridging


Pasien BPJS pasien BPJS dilakukan sekali sistem antara
dilakukan 2 kali, saja aplikasi yang
dengan SIM-RS dimiliki rumah

14
dan dengan sakit dengan
sistem dari aplikasi BPJS
BPJS

2. Farmasi Kegiatan Pelaporan dan Pengembangan


pelaporan dan pemesanan obat sistem pada
pemesanan bisa dilakukan modul Farmasi
obat, beberapa secara online . (gudang dan
masih dilakukan pelayanan
secara manual
dan sistem
belumbisa
mengakomodir
secara
otomatis.
(papperless)

3. peresepan Input resep Peresepan Pengembangan


obat, sudah elektronik dan Eprescription
diinput di dalam terintegrasi
sistem, namun dengan sistem
peresepan yang lainnya
masih manual

4. radiologi Masih Integrasi antara Integrasi SIM-RS


menggunakan SIMRS dengan dan
sistem tersendiri sistem radiologi pengembangan
(stand alone) Modul

5. laboraterium Data yang ada Integrasi antara Integrasi dan


belum SIMRS dengan pengembangan
seluruhnya LIMS Modul di SIM-RS
terintegrasi
dengan SIM-RS

6. Asuhan Asuhan Asuhan Pengembangan


keperawatan keperawatan keperawatan sistem pada
masih manual sudah langsung modul layanan
dimasukkan ke keperawatan

15
sistem yang ada

7. Antrian Antrian pasien Antrian pasien Pengembangan


pendaftaran masih manual sudah online sistem antrian
pasien (berbasis mobile pendaftaran,
aplikasi, sms pada modul
gateway pendaftaran
pasien rawat
jalan

8. Rekam Medis Rekam medis Rekam medis Electronic


masih manual elektronic medical record

9. Kepuasan Masih manual Online Pelayanan SIM


publik Berbasis
Pelanggan (Web
based)

10. Pembinaan Dokumentasi Seluruh peraturan e-office


dan manual didokumentasikan
pengawasan secara elektronik
- Seluruh
kegiatan diinput
ke dalam sistem
sebagai bahan
dokumentasi dan
pelaporan

11. Evaluasi Beberapa secara manual. Integrasi SI


Organisasi sumber data
Sumber data bisa
didapatkan
didapatkan
secara manual
secara real time
melalui sistem
informasi

12. System Belum semua Semua unit di SIM-RS yang


informasi unit di Rumah Rumah sakit, terintegrasi
sakit, sudah (Pelayanan dan
menggunakan menggunakan Manajemen)
SIM. SIM

16
13. Infrastruktur SI/ Belum semua hardware di unit Optimalisasi
TI hardware di unit Rumah sakit, Infrastruktur
Rumah sudah mengalami jaringan dan
sakitmengalami peremajaan penunjang SI/ TI
peremajaan

14. Laporan Beberapa Laporan sudah Standarisasi data


SIMRS laporan masih sesuai dengan dan format
belum sesuai standar SIRS laporan sesuai
dengan standar online v6 dengan standar
SIRS online v6 SIRS online v6

15. Tata Kelola Belum memiliki Tata kelola SI/TI Standarisasi tata
SI/TI standar dan tata sesuai dengan kelola SI/TI
kelola yang baik Permenkes sesuai dengan
tentang SIM-RS aturan dan
dan standar standar yang ada
akreditasi KARS
v2012

Analisis dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi/Teknologi


Informasi:
Dalam melakukan analisis untuk perencanaan strategis, peneliti
menggunakan analisis SWOT dan gap analysis. Selain itu peneliti juga
mencoba menngkap isu-isu strategis terkait SI/TI di Rumah Sakit
Yogyakarta PDHI dan eksternal, yang diperoleh dengan melakukan
analisis SWOT serta telaah regulasi yang berkaiatan dengan SI/TI. Semua
isu-isu yang didapatkan berkaitan dengan IT, nantinya digunakan sebagai
acuan pengembangan untuk SIM-RS kedepannya.

Penerapan SI/TI dalam sebuah organisasi memiliki tiga sasaran utama.


Pertama,memperbaiki efisiensi kerja dengan melakukan otomasi berbagai
proses yang mengelola informasi. Kedua, meningkatkan keefektifan
manajemen dengan memuaskan kebutuhan informasi guna pengambilan
keputusan. Ketiga, memperbaiki daya saing atau meningkatkan
keunggulan kompetitif organisasi.

17
Komponen Sistem Informasi kesehatan (farmasi):
Sistem informasi terdiri dari komponenkomponen yang disebut blok
bangunan (building blok), yang terdiri dari komponen input, komponen
model, komponen output, komponen teknologi, komponen hardware,
komponen software, komponen basis data, dan komponen kontrol.

Semua komponen tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain


membentuk suatu kesatuan untuk mencapai sasaran.

1. Komponen input Input mewakili data yang masuk ke dalam sistem


informasi. Input di sini termasuk metode dan media untuk menangkap
data yang akan dimasukkan, yang dapat berupa dokumen - dokumen
dasar.

2. Komponen model Komponen ini terdiri dari kombinasi prosedur, logika,


dan model matematik yang akan memanipulasi data input dan data yang
tersimpan di basis data dengan cara yang sudah ditentukan untuk
menghasilkan keluaran yang diinginkan

3. Komponen output Hasil dari sistem informasi adalah keluaran yang


merupakan informasi yang berkualitas dan dokumentasi yang berguna
untuk semua pemakai sistem.

4. Komponen teknologi Teknologi merupakan “tool box” dalam sistem


informasi. Teknologi digunakan untuk menerima input, menjalankan
model, menyimpan dan mengakses data, menghasilkan dan mengirimkan
keluaran, dan membantu pengendalian dari sistem secara keseluruhan.

5. Komponen hardware Hardware berperan penting sebagai suatu media


penyimpanan vital bagi sistem informasi. Yang berfungsi sebagai tempat
untuk menampung database atau lebih mudah dikatakan sebagai sumber
data dan informasi untuk memperlancar dan mempermudah kerja dari
sistem informasi.

6. Komponen software Software berfungsi sebagai tempat untuk


mengolah,menghitung dan memanipulasi data yang diambil dari hardware
untuk menciptakan suatu informasi.

7. Komponen basis data Basis data (database) merupakan kumpulan data


yang saling berkaitan dan berhubungan satu dengan yang lain, tersimpan
di perangkat keras komputer dan menggunakan perangkat lunak untuk
memanipulasinya. Data perlu disimpan dalam basis data untuk keperluan
penyediaan informasi lebih lanjut. Data di dalam basis data perlu
diorganisasikan sedemikian rupa supaya informasi yang dihasilkan
18
berkualitas. Organisasi basis data yang baik juga berguna untuk efisiensi
kapasitas penyimpanannya. Basis data diakses atau dimanipulasi
menggunakan perangkat lunak paket yang disebut DBMS (Data Base
Management System).

8. Komponen Kontrol Banyak hal yang dapat merusak sistem informasi,


seperti bencana alam, api, temperatur, air, debu, kecurangan -
kecurangan, kegagalan - kegagalan sistem itu sendiri, ketidak efisienan,
sabotase dan lain sebagainya. Beberapa pengendalian perlu dirancang
dan diterapkan untuk meyakinkan bahwa hal - hal yang dapat merusak
sistem dapat dicegah ataupun bila terlanjur terjadi kesalahan - kesalahan
dapat langsung cepat diatasi.

2.3 Penilaian Teknologi Kesehatan

a) Pengertian penilaian teknologi kesehatan


Penilaian teknologi kesehatan atau PTK (diterjemahkan dari health
technology assessment atau HTA) dewasa ini telah makin popular di
kalangankedokteran dan kesehatan, yang secara umum dimaksud
sebagai upayauntuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dari
aspek promosi,prevensi,penegakan,diagnosis,pengobatan, rehabilitasi,
serta perawatanjangka panjang. Dengan maraknya program jaminan
kesehatan secara menyeluruh (universal health coverage,UHC) seperti
yang dianjurkan oleh WorldHealth Organization (WHO), maka PTK
dewasa ini telah menjadi keharusandi semua negara, sesuatu yang
beberapa dasawarsa yang lalu masih merupakan anjuran.
Kami merangkum definisi teknologi,teknologi kesehatan, dan penilaian
teknologi kesehatan yang kami nilai
cukup ringkas, jelas, dan lengkap, serta sesuai dengan konteks
penilaian
teknologi kesehatan pada saat ini sebagai berikut.
1) Secara umum teknologi didefinisikan sebagai pemanfaatan
ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis.
2) Yang dimaksud dengan teknologi kesehatan adalah semua
jenis intervensi yang digunakan dalam bidang
kedokteran/kesehatan guna tujuan promosi, prevensi,
skrining, penegakan diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dan
perawatan jangka panjang. Teknologi kesehatan mencakup
obat, bahan biologis, prosedur medis maupun bedah, sistem
penunjang, serta sistem organisasi dan manajerial.
3) Penilaian teknologi kesehatan (PTK) merujuk pada
evaluasi sistematik terhadap karakteristik dan dampak distribusi
penggunaan teknologi kesehatan. Evaluasi sistematik tersebut

19
bersifat multidisiplin yang mencakup aspek keamanan,
efikasi,efektivitas,sosial,ekonomi,organisasi, manajemen, etika,
hukum,budaya, dan agama.

Dari definisi di atas serta definisi-definisi lain yang ada, nyatalah


bahwa katateknologi tidak hanya mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan alat teknisseperti ultrasonografi (USG), magnetic resonance
imaging (MRI), atau positronemission tomography (PET). Teknologi
kesehatan mencakup semua jenisprosedur yang dipergunakan dalam
kedokteran dan kesehatan dari tujuanpromosi sampai perawatan
paliatif jangka panjang.
a. Peran PTK dalam peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan
Teknologi kesehatan terus selalu berkembang dari waktu ke waktu
dengankecepatan yang makin tinggi. Upaya perkembangan tersebut
didasari olehrasa tidak puas terhadap apa yang ada sekarang
sehingga orang berupaya memperbaikinya dengan kata lain ingin
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Dalam era evidence-
based medicine(EBM) ini, apabila terdapat masalah dalam kesehatan
dan kedokteran, misalnya kesadaran masyarakatyang kurang terhadap
bahaya merokok atau pentingnya olah raga, angka kematian ibu yang
masih tinggi, atau kesulitan dalam penegakan diagnosis penyakit
tertentu, atau keberhasilan pengobatan kurang memuaskan, dan lain-
lain, maka langkah-langkah berikut merupakan hal yang ideal untuk
memecahkan atau mengurangi masalah:
a. Kelompok pertama yang diharapkan dapat memberikan opsi atau
cara-cara pemecahan masalah tersebut adalah para peneliti. Mereka
dapat menawarkan pelbagai opsi yang dapat dipilih dengan
memberikan scientific evidence dari penelitian untuk mengatasi
masalah yang ada, atau setidaknya dapat mengurangi besaran
masalah.
b. Seringkali dalam penelitian untuk memecahkan masalah tersebut
para peneliti menggunakan biaya yang besar, fasilitas canggih
termasuk menggunakan pakar yang tidak tersedia dalam praktik
sehari-hari. Mungkin pula suatu penelitian berskala kecil tidak
menemukan efek samping yang jarang terjadi namun potensial
berbahaya, atau solusi yang ditawarkan tidak banyak berbeda
dengan yang sudah ada. Untuk mengkaji pelbagai aspek tersebut
diperlukan proses penilaian teknologi kesehatan (PTK), yang
melakukan telaah secara komprehensif, sistematis, dan bersifat
transparan terhadap semua aspek penggunaan teknologi yang
telah ditawarkan oleh para peneliti tersebut.

20
1. Hasil kajian tersebut, setelah disesuaikan dengan kondisi lokal,
dapat dimanfaatkan untuk menyusun atau merevisi panduan
praktik klinis (PPK) di berbagai tingkat fasilitas pelayanan
kesehatan / rumah sakit. PPK dengan disclaimer (penyangkalan)
tertentu, setelah disetujui dan diresmikan oleh pimpinan fasyankes
harus dilaksanakan oleh para profesional / petugas pemberi
pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya.
2. Akhirnya diperlukan proses lain untuk memastikan apakah para
pemberi pelayanan telah melakukan apa yang harus dilakukan,
yakni prosedur audit klinis (clinical audits).
Dengan demikian maka jelaslah bahwa PTK menduduki tempat yang
amatpenting dalam peningkatan kualitas pelayanan berbasis bukti
(evidence-basedhealth care) yang berorientasi pada pasien(patient
oriented), dengan selalu memperhatikan semua aspek akibat distribusi
serta penerapan teknologi kesehatan

Nilai, bukan hanya kualitas pelayanan Perkembangan pelayanan


kesehatan yang amat pesat pada saat ini telah menguatkan dimensi
lain dalam pelayanan yang disebut sebagai nilai(value) pelayanan
kesehatan, baik dalam ranah komunitas maupun ranah klinis. Nilai
suatu pelayanan searah dengan kualitas, namun berbanding terbalik
dengan biaya.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ditandai dengan
menurunnya mortalitas dan morbiditas, meningkatnya kualitas hidup
(quality of life), disertai dengan kepuasan pelanggan/pasien, serta
meningkatnya taraf kesehatan masyarakat. Sedangkan biaya tidak
hanya berarti uang namun juga ketersediaan fasilitas, sumber daya
manusia, waktu yang diperlukan untuk pelayanan, dan lain-lain.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas prima namun memerlukan
biaya yang sangat tinggi, misalnya di Amerika Serikat, nilainya lebih
rendah ketimbang pelayanan dengan kualitas yang sama namun
memerlukan biaya yang lebih rendah seperti yang kita lihat di Eropa
Utara dan sebagian negara sedang berkembang.
Dikaitkan dengan UHC, PTK berperan dalam pemanfaatan teknologi
kesehatan dengan kualitas yang tinggi dengan menggunakan sumber
daya yang tidak terlalu besar. Dengan demikian upaya pemerataan
pelayanan kesehatan bagi semua penduduk negeri dapat terlaksana.
a. Alasan pentingnya melakukan PTK
Di antara alasan mengapa PTK perlu dilakukan adlah:
 Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang amat cepat,
termasuk berkembangnya spesialisasi dan subspesialisasi yang

21
memiliki karakteristik khas dan masing-masing memerlukan teknologi
tersendiri.
 Terbatasnya sumber daya ekonomi, baik di negara yang sedang
berkembang maupun negara maju. Penerapan teknologi selalu
memiliki dimensi ekonomi; makin canggih teknologi yang digunakan,
cenderung makin mahal biaya yang harus dikeluarkan.
 Terdapatnya banyak bukti bahwa teknologi kesehatan tertentu yang
digunakan selama ini ternyata tidak bermanfaat atau bahkan
berbahaya, namun masih ada yang menggunakannya
 Di lain sisi terdapat bukti bahwa banyak teknologi kesehatan yang
bermanfaat namun tidak digunakan atau dimanfaatkan sangat
terlambat dalam pelayanan kesehatan.

Hal-hal tersebut dapat diuraikan lebih rinci atau ditambah, seperti


berkembangnya universal health coverage, tersedianya asuransi
kesehatan, perubahan epidemiologi penyakit (misal bertambahnya
penduduk usia lanjut), serta maraknya tuntutan malpraktik kedokteran.
Kompetisi antar-rumah sakit terutama rumah sakit swasta untuk
memberikan kesan pelayanan yang lebih canggih, termasuk
kecenderungan melakukan pemeriksaan dan / atau pengobatan yang
tidak perlu juga dapat memicu perlunya PTK. Hal-hal lain seperti
masyarakat yang makin cerdas, makin menuntut untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu namun terjangkau, juga dapat
merupakan faktor pemicu untuk dilakukannya PTK.
Dapat dikatakan bahwa topik besarnya adalah terdapatnya konflik
antara kebutuhan pemanfaatan teknologi kedokteran di satu sisi
dengan faktor pembiayaan di sisi yang lain. Hal tersebut menyebabkan
perlunya dibuat prioritisasi teknologi kesehatan mana yang sebaiknya
dimanfaatkan untuk pelayanan, mana yang harus dibatasi
penggunaannya, mana yang harus ditinggalkan atau tidak digunakan
sama sekali. Hanya suatu kajian yang obyektif, transparan, dan
independen dapat menjawab tantangan dalam pemanfaatan teknologi
kesehatan dari masa ke masa.

b. Klasifikasi PTK
Klasifikasi teknologi kesehatan Bagi sebagian orang mungkin kata atau
istilah teknologi kesehatan hanya dihubungkan dengan alat teknis
seperti ultrasonografi (USG), magnetic resonance imaging (MRI),
positron emission tomography (PET)-scan, dan sebagainya yang dari
waktu ke waktu bertambah kecanggihannya. Namun seperti yang telah
dikemukakan pada definisi, teknologi dalam konteks pelayanan

22
kesehatan mencakup hal-hal yang lebih luas. Tidak semua teknologi
kesehatan harus dilakukan kajian pada semua keadaan.
Teknologi kesehatan juga dapat diklasifikasi berdasarkan pada
beberapa hal. Teknologi kesehatan dapat diklasifikasikan:
 Berdasarkan pada jenis teknologi yang digunakan
 Berdasarkan pada tujuan atau manfaat penggunaan teknologi
 Berdasarkan pada perkembangan dan pemanfaatannya.

A. Klasifikasi berdasarkan pada jenis teknologi


 Obat, misalnya antibiotik, aspirin, statin
 Zat biologis, seperti vaksin, produk darah, terapi sel
 Alat, misal pacu jantung, kit uji diagnostik
 Tata laksana medis dan bedah, misal penutupan defek jantung
bawaan, apendektomi, minimally invasive surgery
 Sistem penunjang, misalnya sistem rekam medis elektronik,
sistem telemedicine, formularium obat, bank darah
 Sistem organisasi dan manajerial: misal sistem asuransi,
diagnostic related group (DRG)
B. Klasifikasi berdasarkan tujuan, kegunaan atau aplikasi
Promotif yakni semua kegiatan dalam bidang kesehatan yang
mengutamakan pengenalan aspek kesehatan, anjuran hidup sehat
dan sebagainya
Preventif, yakni kegiatan yang bertujuan untuk mencegah penyakit
atau mengurangi risiko, atau membatasi gejala sisa, misalnya
program imunisasi, program pengendalian infeksi di rumah sakit

 Skrining adalah prosedur deteksi dini penyakit pada subyek tanpa


keluhan, misalnya: Pap smear, mamografi, uji tuberkulin
Diagnostik yakni proses untuk menentukan penyakit atau kondisi
kesehatan pada subyek dengan gejala atau tanda klinis, misalnya
EKG, MRI, kateterisasi jantung
Kuratif yakni kegiatan untuk menyembuhkan, atau mengurangi
penderitaan akibat penyakit, mengendalikan penyakit atau cacat
yang dapat terjadi akibat penyakit
Rehabilitatif yakni sebuah kegiatan untuk mengembalikan,
mempertahankan atau meningkatkan kapasitas fisis atau mental
pasien agar dapat berfungsi kembali, misalnya program latihan
untuk pasien pasca-stroke, olah raga pasca-serangan jantung
 Perawatan paliatif yang berupaya untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga akibat penyakit yang mengancam jiwa,
melalui pengurangan dan pencegahan penderitaan, dengan cara

23
identifikasi dini dan kajian paripurna serta penanganan nyeri dan
masalah lain, secara fisis, psikis, dan spiritual.

C. Klasifikasi berdasar maturitas dan penyebaran


Teknologi mendatang: masih dalam konsep, antisipasi, atau dalam
tahapan awal pengembangan
Teknologi dalam tahapan eksperimental: dalam pengujian pada
binatang atau model lain
Teknologi dalam tahap evaluasi: pada penggunaannya terhadap
manusia untuk kondisi tertentu
Teknologi terbukti: telah digunakan oleh pemberi jasa dalam tata
laksana penyakit atau kondisi kesehatan tertentu
Teknologi kuno atau tertinggal: teknologi telah digantikan oleh
teknologi lain, atau teknologi yang terbukti tidak efektif atau bahkan
berbahaya.

2.4 Contoh Penerapan Teknologi Kesehatan


a. Penggunaan Smartphone dalam Memanggil Ambulans
Pusat Kesehatan MasyarakaT(PUSKESMAS) adalah
sebuah unit tempat pelayanan masyarakat dalam dalam bidang
kesehatan. Keberadaan PUSKESMAS di lingkungan masyarakat
sangat membantu masyarakat dalam mengatasidalam bidang
kesehatan dikarenakan layanan PUSKESMAS mudah di
jangkauoleh masyarakat setempat. Dalam pemesanan ambulans
masyarakat akan menghubungi nomor telepon sopir ambulans
yang telah di sediakan oleh pihak PUSKESMAS.
Masyarakat yang akan menggunakan layanan ambulans
harus memberikan alamat yang lengkap sehingga sopir ambulans
tersebut bisa mengetahui lokasi masyarakat yang membutuhkan
layana ambulans tersebut. Sopir ambulans sering mengalami
kesulitan dalam menangani masyarakat ketika lokasi yang akan di
tuju adalah lokasi yang tepelosok atau jarang di lalui oleh sopir
tersebut.
Nina Sevani dan Tadhan Emmanuel (2013) dalam
penelitiannya Sistem Permintaan Layanan Ambulans Dengan SMS
Gateway Pada Rumah Sakit.
Sistem ini dibangun dengan aplikasi yang memanfaatkan
SMS Gateway dengan berbasiskan web sebagai Interface bagi
administrator di rumah sakit. Aplikasi ini bertujuan untuk membantu
pihak rumah sakit dalam memantau pesan permintaan ambulans
yang masuk. Sebuah aplikasi berbasis android juga dibuat untuk
24
dapat menunjang kemudahan pasien dalam mengirimkan pesan
singkat. Bayu Astaka dkk (2017) didalam penelitiannya Aplikasi
Bantuan Darurat Untuk Android Dengan Perintah Suara. Aplikasi
ini dibangun megguakan bahasa pemrograman PHP dan database
MYSQL.
Tahap pegembangan aplikasi meliputi analisis,
perancangan sistem, implementasi dan pengujian. Tujuan dari
pembangunan aplikasi adalah untuk mempermudah dalam mencari
bantuan darurat yang dibutuhkan untuk menangani suatu keadaan
darurat. Sehingga dapat memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam mecari informasi layanan publik terdekat seperti
polisi, rumah sakit ambulans dan bengkel sebagai bantuan darurat.
Vonny Anggraeni Purnomo dan Wijanarto (2013) dalam
penelitiannya Rancang Bangun Aplikasi Penyedia Layanan
Ambulans Meggunakan Teknologi GIS, GSM dan GPS (GPRS).
Penelitian ini dilakukan untuk membagun aplikasi
pengadaan ambulans dengan sistem informasi geografis berbasis
web (onlnie) dengan memanfaatkan HP android GPS untuk
mengetahui latitude dan longitude dari suatu lokasi. Dengan
memanfaatkan GoogleMaps Api posisi mobil ambulans akan
divisualkan dalam bentuk peta digital untuk dapat melakukan
pelacakan mobil ambulans yang tersedia. Marda Nova (2018)
dalam penelitiannya Aplikasi Layanan Ambulans Untuk Situasi
Darurat Berbasis Android.
Aplikasi ini dibangun menggunakan adroid studio, dan
menggunakan DFD dalam perancangan, dengan memanfaatkan
tecnology Location Based Service (LBS) yang merupakan layanan
informasi yang memafaatkan untuk menunjukkan lokasi atau GPS
(Global Position System) yang dapat mencari letak sebuah tempat
atau lokasi.
Hasil dari penelitiannya adalah aplikasi layanan
ambulans untuk situasi darurat berbasis android, pengguna dapat
mengakses aplikasi untuk mengirim pesan darurat ke rumah sakit
terdkat yang sudah terdaftar, melihat daftar ambulans, yang sudah
terdaftar di aplikasi dan mengetahui dimana posisi kita saat ini.
Sedangkan admin webserver dapat menghapus dan mengolah
pesanan dari pelanggan melalui website.

b. Penggunaan Media Telepon dan SMS


bisa dan mampu meningkatkan pemahaman,wawasan,serta
kebutuhan informasi pada saat perawatan dan persalinan,
Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat manfaat teknologi SMS

25
sebagai media promosi kesehatan, khususnya terhadap
pengetahuan ibu hamil tentang komplikasi dan asupan gizi.
Pemanfaatan media informasi sangat berpengaruh pada
penyampaian pesan kesehatan khususnya pemberian informasi
pada ibu hamil tentang konsumsi tablet Fe sehingga ibu hamil
mendapatkan pengetahuan tentang tablet Fe dimana akan
memengaruhi perilakunya. Beberapa penelitian yang berkaitan
dengan pemanfaatan media pada ibu hamil yaitu penelitian Ermiati
at al.,(2014) menyatakan bahwa SMS reminder efektif terhadap
kepatuhan konsumsi tablet besi pada ibu hamil Di UPT Puskesmas
Cibuntu Kota Bandung. Penelitian O’Higgins, (2013) menyatakan
bahwa peran media digital mempermudah ibu hamil untuk
mengakses informasi mengenai kehamilan untuk meningkatkan
pengetahuan mereka.
Paparan media massa efektif untuk meningkatkan
pengetahuan dalam Prenatal Care Services(Ghosh, 2006).
Penyampaian informasi menggunakan SMS (Short message
service) untuk kebutuhan edukasi pada ibu hamil dalam tindakan
pencegahan listeriosis selama kehamilan sangat membantu
petugas kesehatan dalam menyampaikan informasi (Cates, Carter-
Young, Conley, & O'Brien, 2004).
Selain itu hasil penelitian Acharya, Khanal, Singh, Adhikari,
& Gautam, (2015) menyatakan bahwa ada pengaruh positif dari
media massa pada pemanfaatan layanan perawatan antenatal di
Nepal untuk meningkatkan kesadaran ibu hamil.
Hasil penelitian Herlina, Sanjaya, & Emilia, (2013)
menunjukkan bahwa penerapan model SMS reminder sebagai
media promosi kesehatan di Kecamatan Astambul Kabupaten
Banjar terbukti efektif untuk menyampaikan informasi kesehatan
dalam meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang komplikasi
dan asupan gizi selama kehamilan.
Kusfriyadi & Hadi (2010) menyatakan Ibu hamil yang
mendapat pendidikan gizi dan pesan gizi melalui SMS memiliki
pengetahuan, perilaku dan kepatuhan minum tablet besi lebih baik
dibandingkan ibu hamil yang hanya mendapatkan pendidikan gizi
saja (kontrol). Kepatuhan yang tinggi secara bermakna dapat
meningkatkan kadar hemoglobin.

c. Penggunaan Teknologi Informasi dalam Pelayanan Kesehatan seperti:


adopsi rekam medis elektronik, telemedis, simpus online,
peresepan elektronik, alat USG dan sebagainya. Semua pelayanan
kesehatan tersebut merupakan hasil dari perkembangan dibidang

26
teknologi kesehatan. Semuanya tentu memberikan dampak positif yang
memudahkan manusia. Selain itu lebih hemat waktu dan lebih
efisien.Teknologi Informasi Kesehatan (HIT) secara umum semakin
dipandang sebagai alat yang yang paling menjanjikan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan secara umum, keamanan, dan efisiensi sistem
pelayanan kesehatan (Chaudhry et al., 2006).
Contohnya :
1. Dengan TIK, maka peningkatan gizi buruk, peningkatan
kejadian malaria, diare, demam berdarah, dapat terdeteksi lebih
dini melalui perangkat TIK yang bergerak (m-Health).
2. Kemajuan TIK juga dapat membantu mengatasi masalah
langkanya tenaga ahli di daerah dengan menerapkan pengobatan
jarak jauh, seperti: tele-medicine, tele-consultation, dan tele-
radiology.
3. Penerapan TIK dalam bidang kesehatan telah mengubah pola
juru medis untuk mengetahui riwayat penyakit pasien, yaitu dengan
sistem berbasis kartu cerdas (smart card) .
4. Digunakannya robot untuk membantu proses operasi
pembedahan serta penggunaan komputer hasil pencitraan tiga
dimensi untuk menunjukkan letak tumor dalam tubuh pasien.
5. Telemedicine merupakan suatu layanan kesehatan antara
dokter atau praktisi kesehatan dengan pasien jarak jauh guna
mengirimkan data medik pasien menggunakan komunikasi audio
visual mengunakan infrastruktur telekomunikasi yang sudah ada
misalnya menggunakan internet, satelit dan lain sebagainya.

d. Penggunaan Teknologi dalam Manajemen Kesehatan.


Hal ini berkaitan dengan implementasi dari teknologi
informasi dalam memudahkan manajemen dalam bidang
kesehatan. Teknologi Informasi Kesehatan menawarkan kerangka
yang menguraikan Manajemen secara komprehensif informasi
kesehatan dan pertukaran aman antara konsumen, penyedia
layanan, Pemerintah dan entitas mutu dan asuransi. Banyak sekali
contoh penerapan teknologi informasi dalam bidang manajemen
kesehatan, diantaranya :
1. Mambantu dalam Membangun Sistem informasi rumah sakit
(SIR) secara luas.
2. Sistem informasi rumah sakit sangat menolong untuk
pertukaran informasi antar rumah sakit.
3. Membantu dalam melakukan manajemen oleh perawat
4. Teknologi informasi dalam SIKM, dapat digunakan untuk
membantu perawat dalam menadta pasien, mengklasifikasikan

27
pasien, catatan personal mengenai riwayat penyakit pasien serta
laporan bertahap menganai kondisi dari pasien yang dirawat.
5. Komputer juga dapat membantu pembuatan Sistem Klasifikasi
Pasien. Dengan bantuan alat komputer, dapat membantu dalam
menentukan kebutuhan tenaga di ruang rawat, berguna juga untuk
memantau klasifikasi klien.

1. Keluasan dan kekonsistenan Teknologi Informasi ada


sembilan manfaat utama, sebagai berikut:
2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Improve health care
quality);
3. Mencegah kesalahan medis (Prevent medical errors).
4. Mengurangi Biaya pelayanan kesehatan (Reduce health care
costs)
5. Meningkatkan efisiensi administratif (Increase administrative
efficiencies)
6. Mengurangi penggunaan kertas (Decrease paperwork)
7. Memperluas akses pada pelayanan kesehatan yang
terjangkau Deteksi dini wabah penyakit menular di seluruh negeri.

e. Penggunaan Teknologi dalam Media Cetak pada Kesehatan

Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan


kesehatan sangat bervariasi antara lain:

 Booklet, adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan


dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
 Leaflet, adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-
pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi
dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi
keduanya.
 Flyer (selebaran), berbentuk seperti leaflet namun tidak berlipat.
Flip chart atau biasa disebut lembar balik merupakan media
penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk
lembar balik. Media ini berbentuk buku dimana tiap halaman
berisi gambar peragaan dan halaman sebaliknya berisi kalimat
sebagai pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar
tersebut.
 Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah yang
membahas
suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.

28
 Poster adalah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan
informasi kesehatan yang biasanya ditempelkan ditembok-
tembok, tempat umum maupun kendaraan umum Foto
mengungkapkan informasi kesehatan hasil bidikan kamera atau
lensa.

f. Pemanfaatan Teknologi Media Elektronik dalam Kesehatan

Media elektronik sebagai sarana untuk menyampaikan pesanpesan


atau informasi kesehatan memiliki jenis yang berbeda antara lain:

a. Televisi

Televisi menyampaikan pesan atau informasi kesehatan dalam


bentuk audio visual, dapat berupa sandiwara, sinetron, forum
diskusi tanya jawab seputar masalah kesehatan, reality show,
ceramah, TV Spot, kuis cerdas cermat dan sebagainya.

b. Radio

Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat


digunakan untuk mendengarkan berita aktual, dapat mengetahui
beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru,
masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio dapat
digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif.

c. Internet

Internet kependekan dari intercomnectionnection-networking


adalah seluruh jaringan komputer yang saling terhubung
menggunakan standar sistem global Transmission Control Protocol/
Internet Protocol Suite (TCP/IP) sebagai protokol pertukaran paket
(packet switching communication protocol) untuk melayani milyaran
pengguna di seluruh dunia. Beberapa aplikasi yang dapat digunakan
dengan internet adalah layanan Website, Blog, Sosial Media
(Facebook, Twitter, Kaskus, Instagram dan lain sebagainya) yang
dapat digunakan baik melalui komputer, tablet, maupun telepon seluler
(Pustekom, 2007).

d. Telepon Seluler

Media pengirim pesan yang sudah pasti terdapat dalam sebuah


telepon seluler adalah fasilitas SMS.SMS adalah sebuah sistem yang
memungkinkan pengguna ponsel untuk bertukar pesan teks (Un,
2012). Short Message Service (SMS) adalah mekanisme pengiriman
pesan singkat melalui jaringan seluler yang dapat mengirim dan

29
meneruskan pesan dari dan ke telepon genggam. Pesan yang
dikirimkan diatur oleh pusat pesan yang kemudian dapat meneruskan
pesan kepada nomor tujuan, hal ini berarti jika telepon genggam yang
dituju sedang tidak aktif, maka pesan tersebut akan disimpan dan
dikirim lagi di waktu kemudian saat telepon genggam tujuan tersebut
sudah aktif kembali (Katankar & Thakare, 2010
g. Teknologi sebagai Edukasi Kesehatan

Pemanfaatan media informasi sangat berpengaruh pada


penyampaian pesan kesehatan khususnya pemberian informasi pada
ibu hamil tentang konsumsi tablet Fe sehingga ibu hamil mendapatkan
pengetahuan tentang tablet Fe dimana hal tersebut akan memengaruhi
perilakunya.

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan media


pada ibu hamil yaitu penelitian Ermiati at al.,(2014) menyatakan bahwa
SMS reminder efektif terhadap kepatuhan konsumsi tablet besi pada
ibu hamil Di UPT Puskesmas Cibuntu Kota Bandung. Penelitian
O’Higgins,(2013)menyatakan bahwa peranan dalam media digital
mempermudah ibu hamil untuk mengakses informasi mengenai
kehamilan untuk meningkatkan pengetahuan mereka. Paparan media
massa efektif untuk meningkatkan pengetahuan dalam Prenatal Care
Services (Ghosh, 2006).
Penyampaian informasi menggunakan SMS (Short message
service) untuk kebutuhan edukasi pada ibu hamil dalam tindakan
pencegahan listeriosis selama kehamilan sangat membantu petugas
kesehatan dalam menyampaikan informasi (Cates, Carter-Young,
Conley, & O'Brien, 2004). Selain itu hasil penelitian Acharya, Khanal,
Singh, Adhikari, & Gautam, (2015) menyatakan bahwa ada pengaruh
positif dari media massa pada pemanfaatan layanan perawatan
antenatal di Nepal untuk meningkatkan kesadaran ibu hamil.
Hasil penelitian Herlina, Sanjaya, & Emilia, (2013) menunjukkan
bahwa penerapan model SMS reminder sebagai media promosi
kesehatan di Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar terbukti efektif
untuk menyampaikan informasi kesehatan dalam meningkatkan
pengetahuan ibu hamil tentang komplikasi dan asupan gizi selama
kehamilan. Kusfriyadi & Hadi (2010) menyatakan Ibu hamil yang
mendapat pendidikan gizi dan pesan gizi melalui SMS memiliki
pengetahuan, perilaku dan kepatuhan minum tablet besi lebih baik
dibandingkan ibu hamil yang hanya mendapatkan pendidikan gizi saja

30
(kontrol). Kepatuhan yang tinggi secara bermakna dapat meningkatkan
kadar hemoglobin.

h. Healthcare trackers, wearables, sensors

Penggunaan healthcare trackers, wearables dan sensor yang biasa


digunakan sehari-hari membantu pengguna memonitor kesehatannya
secara mandiri. Teknologi ini mendorong pengguna melakukan kegiatan
preventif dan menjaga kesehatannya. Tekanan darah, kadar glukosa,
suhu tubuh bahkan tingkat stress dapat diakses secara real time oleh
pengguna, sehingga mereka dapat mengatur pola hidup sehatnya sendiri.

i. Tricorder Medis
Tricorder medis merupakan perangkat portabel yang dapat
memindai kondisi medis penggunanya. Alat ini mampu mengukur tanda-
tanda vital kesehatan seperti tekanan darah, temperatur dan denyut
jantung manusia. Dari data yang didapat, alat ini akan melakukan analisis
dan mendiagnosa kondisi kesehatan pengguna.
j. Pengurutan genome
Teknologi pengurutan genome digunakan untuk mengetahui
informasi mendasar tentang tubuh manusia meliputi kepekaan obat,
kondisi medis multifaktorial atau monogenik dan mampu melihat riwayat
medis keluarga. Data-data ini dapat digunakan untuk menentukan
perawatan dan pengobatan yang efektif dan efisien untuk pasien.
Selanjutnya ada penerapan teknologi kesehatan dalam bidang
terapi maupun penanganan kanker.

1. Terapi Penyembuhan Autisme Dengan AR Glasses

Bagi penderita autisme, jenis interaksi sosial sehari-hari yang biasa kita
anggap remeh dapat menjadi suatu tantangan yang sangat sulit untuk
dihadapi. Kalau tidak segera diatasi dan dibiarkan begitu saja kesulitan
tersebut akan terus berlarut-larut bahkan hingga dewasa dan mencapai
lingkungan kerja. Sebuah perusahaan rintisan yang berbasis di
Cambridge, Massachusetts, menciptakan sebuat platform Augmented
Reality yang dapat membantu para penderita autisme dalam berinteraksi
dengan orang lain, sebuah kacamata pintar dengan teknologi pelacakan
emosinya yang luar biasa.

Sistem Empower Me Memendapat predikat sebagai platform wearable


smart ar glasses pertama di dunia yang dirancang secara khusus untuk

31
membantu para penderita autisme. Teknologi ini berfungsi sebagai
"pelatih digital". Dapat dijalankan pada Google Glass dan menyediakan
berbagai permainan - dengan fokus pada membantu mereka yang
menderita autisme dalam membangun keterampilan yang penting dalam
menjalani hidup.

AR teknologi di bidang kesehatan ini memiliki serangkaian aplikasi.


Misalnya, dalam Tebak Emosional yang berorientasi pada anak-anak,
pemain harus mengidentifikasi emosi yang berbeda dalam diri orang lain
yang berada di sekitarnya dan kemudian mencocokkannya dengan emoji.
Emosi di proses oleh kacamata pintar menggunakan teknologi pengenal
wajah mutakhir, sehingga pemain dapat belajar berdasarkan orang-orang
nyata, bukan avatar.

2. Pengobatan Alzheimer Dengan Teknologi Virtual Reality

Virtual Reality (VR) telah menjadi trend khususnya di industri


hiburan, lebih khususnya lagi dalam industri game, termasuk Playstation
yang kini sudah memiliki PS VRnya sendiri.

Larry Meigs selaku CEO dari RS Visiting Angels menyambut


dengan baik akan potensi teknologi di bidng kesehatan untuk membantu
para manula bisa hidup dengan lebih mudah, khususnya bagi para
penderita alzheimer. Dampak VR sudah dapat terlihat, meskipun
dengan cara yang terbatas dalam bagaimana beberapa dokter dan
peneliti mendiagnosis dan mengobati penyakit tersebut. Berikut adalah
beberapa gambarang tentang potensi Virtual Reality dalam
mempengaruhi masa depan pengobatan Alzheimer dan Demensia.Virtual
Reality (VR) atau Realitas Maya merupakan bentuk teknologi yang
menghadirkan lingkungan riil secara maya. Lingkungan maya yang dibuat
dengan perangkat lunak dan disajikan kepada pengguna sedemikian rupa
sehingga pengguna yakin dan menerimanya sebagai lingkungan nyata.
Pada komputer, teknologi ini dapat dialami oleh dua dari lima indera
manusia, penglihatan dan suara.

Bentuk sederhana VR adalah gambar 3D (tiga dimensi) yang dapat


dieksplorasi secara interaktif di personal komputer. Dengan menggunakan
tombol dan mouse, gambar dapat bergerak dalam beberapa arah, dapat
diperbesar atau diperkecil. Yang lebih canggih lagi, tampilan layar bisa
berputar, memungkinkan pengguna merasakan tampilan gambar hadir
sungguhan.

32
Penggunaan Virtual Reality untuk pelayanan kesehatan:

Hingga tahun 2020 diperkirakan nilai pasar global bagi VR dalam


pelayanan kesehatan akan mencapai $3.8 miliar yang didominasi oleh
teknologi informasi kesehatan. Teknologi VR makin luas digunakan dalam
aplikasi kesehatan yang terus meningkat berupa :

 Visualisasi (virtual endoscopy, colonoscopy)


 Komputer pendukung pembedahan (pelatihan, perencanaan,
penyembuhan dan pelaksanaan operasi)
 Radioterapi
 Dentistry
 Rehabilitasi dan terapi
 Telemedicine
 Fobia / Katakutan
 Autis
 PTSD (post-traumatic stress disorder)
 Depresi dan kegelisahan
 Edukasi (pengajaran, pelatihan, penentuan tingkat ketrampilan)

Virtual Reality membantu penyembuhan:

Beberapa aplikasi VR untuk pasien berbentuk lingkungan yang


dapat menimbulkan rasa tenang dan damai guna mendukung
penyembuhan. VR dapat menciptakan suatu lingkungan riil dari suasana
perjalanan di suatu tempat, seperti naik helikopter di atas Iceland dengan
topografi dan landscapes sesungguhnya; atau di sebuah studio lukis
dimana pasien bisa melakukan kegiatan melukis, yang tentu membuat
senang hatinya atau suasana di dalam laut dimana pasien bisa
merasakan berenang bersama lumba-lumba dan mahluk laut lainnya agar
pasien merasa bahagia.

Penelitian di Cedars-Sinai Medical Center tentang penggunaan VR


sebagai penyembuhan, diujikan kepada 70 pasien. Dengan menggunakan
4 aplikasi yang ditanam pada Samsung Gear VR, masing-masing pasien
menggunakan selama 2 sampai 5 menit, hingga maksimal 20 menit ini,
membuktikan bahwa cara-cara ini sangat membantu pasien melepas
stres&kegelisahan.

33
VR juga merupakan cara tepat bagi dokter untuk menjalankan
terapi guna penanganan fobia. Aplikasi yang dikembangan dapat dipakai
penanganan berbagai fobia seperti takut terbang, takut ketinggian, takut
jarum, takut di ruangan sempit, takut di keramaian, takut berbicara di
depan publik, takut akan serangga dan takut menyetir.

Beberapa bidang studi dan pengembangan VR untuk pelayanan


kesehatan juga mengelola trauma lumpuh, kerusakan otak dan
rehabilitasinya, pelatihan kognisi sosial bagi remaja autis, perawatan
depresi dan kegelisahan, rehabilitasi stroke, Alzheimer, manajemen
ADHD anak, diagnostic dan visualisasi gambar/imaging.

VR membantu proses pembedahan:


Dr Juan Carlos Muniz, spesialis kardiologi anak di RS Anak
Nicklaus Florida, menggunakan alat model 3D dari jantung seorang anak
perempuan. Ini disiapkan karena mereka dalam kondisi harus melakukan
operasi yang sulit dan komplek guna menyelamatkan nyawa. Anak ini lahir
dengan separuh jantung dan hanya satu paru-paru.
Bekerjasama dengan aplikasi iPhone yaitu Sketchfab, tim dokter
jantung bisa melihat jantung anak ini dalam gambaran 3D dari berbagai
macam sudut pandang secara mudah dan jelas. Hal ini memungkinkan
tim bedah jantung membuat rencana yang tepat dan seksama untuk
menjalankan operasi yang sulit tersebut, termasuk tindakan insisi dalam
posisi paling efektif dan paling aman.

VR ke depan di dunia medis:


Penggunaan teknologi VR masih relatif baru bila dikatakan sebagai
paradigma pendobrak dalam pelayanan kesehatan, mengingat inovasi
dalam dunia kesehatan akan terus meningkat seiring akan bermunculan
riset serta aplikasi teknologi VR untuk pengobatan, VR dentistry, VR
perawatan, VR pembedahan, Simulasi Operasi, VR terapi, VR
penanganan fobia, VR penanganan PTSD, VR untuk autis, VR untuk
penyandang cacat dan VR untuk masalah-masalah kesehatan.

Tidak berapa lama lagi, berbagai hal akan mencengangkan praktisi


medis dengan kemudahan integrasi dan interseksi teknolgi VR dengan
intelegensia artifisial, analisis data, sensor, bio feedback dan peningkatan
kekuatan penggunaan komputer.

Mengadaptasi simulasi virtual yang dipelajari sebagai interaksi


pasien, akan menjadi revolusi pelayanan berfokus pasien dan secara
mendasar mengubah cara penyampaian pelayanan kesehatan.
34
Mendeteksi Resikonya Sejak Dini:

Alzheimer telah menjadi sangat mudah dideteksi berkat teknologi


VR. Pada bulan Oktober tahun lalu, ilmuwan perawatan Alzheimer dari
Jerman menerbitkan sebuah studi di mana mereka menggunakan labirin
virtual untuk membantu mendeteksi Alzheimer. Dalam penelitian tersebut,
para ilmuwan menguji orang-orang yang berusia antara 18 hingga 30
tahun dan meminta mereka mencoba untuk menavigasi labirin VR
tersebut.

Hebatnya, tes ini terbukti berhasil. Berdasarkan dari perbedaan


mereka dalam bergerak, para ilmuwan dapat secara akurat
mengidentifikasi subjek yang memiliki penanda genetik untuk Alzheimer.
Ini berarti bahwa dengan bantuan VR, para ilmuwan dapat mendiagnosis
pasien berisiko tinggi bahkan yang masih berusia 18 tahun sekalipun,
memungkinkan keluarga untuk merencanakan pengobatan Alzheimer di
masa mendatang.

Lingkungan Virtual Membantu Dalam Perawatan Pasien:

Profesional perawatan Alzheimer telah menguji coba dan


melakukan pengobatan Alzheimer dengan menggunakan VR. Salah satu
percobaan tersebut, yang dilakukan pada tahun 2014, menggunakan
teknologi Microsoft Kinect untuk menciptakan adegan yang menenangkan
seperti hutan yang diterangi matahari dimana penderita Alzheimer dapat
berinteraksi dengan adegan tersebut. Selain itu ada juga percobaan lain
yang lebih baru, jenis perawatan ini disebut "terapi sensoris," yang
memiliki keunggulan dari segi keamanan dan penggunaan terapeutik.
Biasanya, itu terlalu berisiko untuk memperkenalkan penderita Alzheimer
ke lingkungan tertentu, tidak peduli seberapa nyaman dan menenangkan.
Tetapi dengan VR, para profesional pengobatan Alzheimer ini telah
mampu membangun lingkungan yang santai di mana pasien benar-benar
aman dan nyaman.

Salah satu kemungkinan yang menarik adalah penciptaan


lingkungan virtual yang mengingatkan pasien Alzheimer tentang masa
kecil mereka. Bahkan dimungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang
disesuaikan untuk masing-masing pasien, memperkenalkan musik atau
detail yang sangat menenangkan.

35
3. Imaginary Friend Society, Aplikasi AR Bagi Penderita Kanker Anak

Sebuah aplikasi Imaginary Friend Society hadir untuk menghibur


anak-anak penderita kanker. Mengingat tidak semua orang khususnya
anak-anak dapat melewati pengobatan kanker dengan cukup tegar,
diharapkan kehadiran aplikasi ini dapat membantu mereka supaya bisa
lebih kuat menjalani rehabilitasi dan proses penyembuhan.

Aplikasi Imaginary Friends Society terlahir atas kerja sama antara


Pediatric Brain Tumor Foundation, organisasi nirlaba yang bergerak di
bidang kesehatan anak penderita kanker, dengan perusahaan teknologi
Kika. "Tumor otak adalah kanker paling umum yang terjadi di antara usia
0-14," kata Bill Hu, CEO Kika Tech.

Diagnosis kanker merupakan hal yang menakutkan bagi siapa pun,


tetapi untuk anak-anak itu bahkan bisa lebih menakutkan lagi. Mereka
dibombardir dengan terminologi dan prosedur yang mengintimidasi dan
tidak dikenal. Hal-hal seperti radiasi, rambut rontok, transfusi darah,
kemoterapi, dan operasi. Di situlah Imaginary Friend Society hadir.

Imaginary Friends Society menghibur anak penderita kanker lewat


karakter-karakter monster lucu yang ditampilkan pada layar. Karakter-
karakter yang ada dibuat seolah muncul di dunia nyata dengan teknologi
Augmented Reality (AR).

The Imaginary Friend Society merupakan teknologi di bidang


kesehatan yang dapat membantu pasien cilik memahami berbagai aspek
kanker dengan cara yang lebih ringan. Melalui serangkaian 22 film
animasi pendek, Imaginary Friend Society menjelaskan berbagai topik
kanker yang rumit dengan cara yang dapat dipahami anak-anak. Karena
semakin mereka mengerti tentang perawatan mereka, maka semakin
tidak menakutkan hal-hal tersebut.

4. Mengobati Kecanduan Obat Terlarang

Para peneliti di University of Houston menggunakan teknologi


Virtual Reality (VR) untuk mengeksplorasi metode inovatif dalam
pengobatan kecanduan terhadap obat-obatan terlarang.

Ketika orang dengan kecanduan berpartisipasi dalam program ini,


mereka memasang headset virtual reality dan menavigasi melalui
berbagai skenario. Pengguna dibawa ke lingkungan yang sepenuhnya
imersif berdasarkan pada lingkungan penggunaan narkoba mereka yang

36
khas, lokasinya bisa di pesta rumah, di rumah pribadi atau di sebuah klub.
Untuk alkoholisme, bisa menggunakan simulasi bar. Untuk pengguna
heroin, detailnya mungkin termasuk kotak pizza terbuka atau sendok dan
suntikan di atas meja yang dirancang untuk memicu keinginan
mengkonsumsi heroin.

Pada dasarnya, teknologi di bidang kesehatan ini merupakan


perluasan terapi pemaparan untuk berbagai gangguan psikologis,
memberikan lingkungan virtual yang sedekat mungkin dengan lingkungan
nyata pengguna memungkinkan untuk mengajarkan mereka cara
menahan perasaan tidak nyaman yang memicu penggunaan substansi.

Semakin imersif lingkungan, semakin bermanfaat pula fungsinya


sebagai alat terapeutik. Apakah musik di latar belakang sesuai? Apakah
aroma yang dicium realistis? Apakah orang-orang berbicara dan terlihat
seperti yang diharapkan oleh pasien? benda-benda di lingkungan virtual
dapat disentuh, dengan pasien dapat menyentuh benda-benda seperti alat
pemberi obat tanpa benar-benar menggunakan zat terlarang di dalamnya.

Teknologi di bidang kesehatan yang satu ini tidak dimaksudkan


untuk menggantikan perawatan kecanduan yang komprehensif, lebih ke
penambahan tools untuk melengkapi perawatan.

Hasrat sebagian bersifat fisiologis dan sebagian psikologis. Setup


virtual realitytidak akan dapat memadamkan aspek fisiologis, tetapi
dihaapkan dapat memungkinkan pasien untuk menahan hasrat
psikologisnya. Dan hasil yang di dapat tentu tidak akan instan karena
membutuhkan proses.

5. Mengatasi Fobia Dengan Teknologi AR

Arachnofobia adalah istilah teknis untuk rasa takut kepada laba-


laba. Di Indonesia, tidak ada laba-laba liar yang mengancam keselamatan
manusia, walau begitu banyak orang yang panik saat melihatnya. Tubuh
mereka bereaksi dengan palpitasi jantung, menggigil, pusing, berkeringat,
dan sesak napas. Kadang-kadang tekanan psikologis begitu besar,
ketakutan yang begitu luar biasa, sehingga penderita fobia harus
menjalani terapi fobia.Terapi pemaparan, yang melibatkan menghadapkan
pasien dengan satu atau lebih laba-laba nyata, dianggap sangat efektif.
Namun, penderita fobia sering tidak bisa memanfaatkan perawatan seperti
itu, baik karena paparan makhluk berkaki delapan ini terlalu menakutkan
untuk dihadapi, atau karena kurangnya pilihan terapi fobia yang tersedia di
tempat mereka tinggal.
37
Dalam proyek "DigiPhobie", para peneliti di Institut Fraunhofer
untuk Teknik Biomedis IBMT bekerja untuk memperbaiki masalah
tersebut, bekerja sama dengan Promosi Perangkat Lunak GmbH,
Saarland University dan Saarland University Medical Center. Mereka
mengembangkan teknologi di bidang kesehatan dengan membangun
sistem terapi digital jenis baru yang dirancang untuk memungkinkan terapi
pemaparan di lingkungan rumah tangga. Hal ini didasarkan pada gagasan
bahwa dengan menghadapi objek yang ditakuti dalam virtual reality atau
augmented reality, pasien akan merasa lebih mudah untuk menghadapi
ketakutan mereka. Sistem ini terdiri dari lingkungan terapi digital, sensor
yang bisa dipakai dan kacamata augmented reality (AR).

Semua tugas terapi fobia disimulasikan secara digital. Penderita


fobia dapat melakukan berbagai tantangannya seperti menangkap laba-
laba dengan gelas dan kartu pos atau menyentuhnya dengan jari mereka -
dalam virtual reality," kata Dr Frank Ihmig, ilmuwan di Fraunhofer IBMT,
menggambarkan pendekatan terapeutik. Ihmig dan timnya membuat
perangkat lunak untuk manajemen terapi dan sistem kontrol biofeedback,
yang terdiri dari sensor yang dapat dikenakan yang mengukur parameter
vital pasien selama sesi, seperti variabilitas detak jantung, konduktansi
kulit, dan laju pernapasan.

38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses yang terdiri dari


langkah-langkah yang berkesinambungan untuk merumuskan masalah-
masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program
yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah praktis untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam perencanaan kesehatan yang penting adalah yang
menyangkut proses perencanaan yang merupakan langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam menyusun suatu rencana. Pada bidang kesehatan,
langkah yang sering digunakan dalam perencanaan program kesehatan
ialah mengikuti prinsip lingkaran pemecahan masalah(problem solving
cycle) antara lain melakukan pengumpulan data, identifikasi masalah,
menetapkan prioritas masalah, menyusun alternatif, jalan keluar, memilih
prioritas jalan keluar, melakukan uji lapangan, menyusun rencana kerja
selengkapnya, melakukan penilaian untuk melihat apakah tujuan tercapai
atau tidak, melaksanakan program sesuai dengan rencana yang telah
disusun.

Masalah yang umumnya berkaitan dengan pembiayaan kesehatan


ialah tidak meratanya penyebaran anggaran dan tidak sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan, pemanfaatan dana yang tidak
tepat,pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan yang ada.

4.2 Saran

Setelah menyimpulkan kajian mengenai Konsep dan Teori Perencanaan


Teknologi Kesehatan, penyusun memberikan beberapa saran.

1. Bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiwa kesehatan


masyarakat, diharapkan terbiasa dan terlatih dalam membuat
perencanaan sederhana hingga mengatahui metode sistematis dalam
pembuatan perencanaan sesuai dengan problem solving cycle.

2. Bagi petugas kesehatan, sebaiknya sistem perencanaan dilaksanakan


dengan sebaik baiknya agar tercapainya tujuan yang ditetapkan.

39
3. Kepada instansi terkait, terutama dalam hal penentuan kebijakan agar
pelaksanaan pelayanan kesehatan berjalan dengan baik.

4. Dalam perencanaan kesehatan harus dilakukan upaya


pengembangan terhadap produk pelayanan kesehatan secara
berkesinambungan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan
kesehatan.

5. Untuk ke depannya, upaya yang diharapkan meningkatkan jumlah


dana, memperbaiki pengelolaan dana dan penyebarannya, serta
mengendalikan biaya kesehatan.

40
DAFTAR PUSTAKA:

1. Andoro. B.F.I, Fayola. R.R, Prasetiono.J.S (2018)."Pengembangan


E-Health Berbasis Android Sebagai Sistem Layanan Kesehatan
yang Efektif, Efisien, Musibah, Adil Tanpa Diskriminasi".Jurnal
penelitian teknk informasi STIMIK Widya pratama: 409-414.

2. Hakam F, Nugroho E, Meliala A (2017). "Analisis Sistem dan


Teknologi Informasi sebagai Acuan dalam Perancangan Rencana
Teknologi Informasi di Rumah Sakit Islam Yogyakarta".Jurnal sitem
informasi 9(1):1197-1203.

3. Kholis N, Fatmawati A, Fanda N.Y (2018)."Costumer Satiscaftion


On the Performance of Social Security Administrator (BPJS) Health
in Central Java Indonesia". The International Journal Of
Organizational Innovation 16(4):150-165.

4. Pujani V, Simarty R, Kotama W.D.T (2019). "Kesiapan Mengadopsi


Sistem Informasi pada Rumah Sakit Pemerintah dikota
Padang".Jurnal Nasional Teknologi dan Sistem Informasi
Universitas Andalas 5(1):9-16.

5. Putra O.N (2017) "Perencanaan Arsitektur Sistem Informasi Rekam


Medis dan Monitoring Gizi Buruk berbasis Cloud Compting (studi
khusus: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat)". Jurnal penelitian
STMIK Jabar. 8(3):161-170.

6. Rahmawatie E, Santosa S (2015). "Sistem Informasi Perencanaan


Pengadaan Obat di Dinas Kesehatan Boyolali".Jurnal penelitian
Universitas Dian Nuswanto2(1):45-52

7. Tjokrokusumo. D. (2015) "Diversitas Jamur berdasarkan


Kandungan Beta-glukan dan Manfaatnya Terhadap Kesehatan"
1(6):1520-1523

8. Viani.K.O (2017)."Pentingnya Perencanaan dalam Program


Imunisasi di Dinas Kesehatan kota Surabaya". 5(2): 105-110.

9. Yani.A. (2018)."Pemanfaatan Teknologi Dalam bidang Kesehatan


Masyarakat".Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhamadiyah Palu 8 (1): 97-102

10. W Setyowati (2017) www.etd.repository.ugm.ac.id


11. Buku Akuntansi Kesehatan(pengelolaan organisasi kesehatan)
Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Februari 2015. Oleh Prof. Indra
Bastian,Ph.D, MBA, CA, CMA, Mediator. Dicetak dan diterbitkan:
BPFE, Yogyakarta, Anggota IKAPI
41

Anda mungkin juga menyukai