Anda di halaman 1dari 18

Tugas Sosologi, Komunikasi, dan Interpletasi Lingkungan

Perdagangan Satwa Liar di Kabupaten Banyumas

Oleh :

Yulian Fajar Tria Saputra

P2A018008

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi yang


menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara mega biodiversity. Hal ini terbukti dengan
adanya keanekaragaman spesies flora dan fauna yang sangat melimpah. Namun tercatat pada
tahun 2002, Red Data List IUCN menunjukkan 772 spesies flora dan fauna yang terancam
punah, dan banyak merupakan spesies eksotik dari Indonesia (Sukmantoro, 2007). Terjadinya
kepunahan yang semakin pesat di Indonesia disebabkan karena berbagai macam hal,
diantaranya karena deforestasi (degradasi habitat), bencana alam, eksploitasi yang tidak
bijaksana (perburuan dan pemanenan ilegal), masuknya spesies invasif dan perdagangan satwa
liar. Ancaman terbesar yang menjadi penyebab semakin cepat laju kepunahan adalah
perdagangan satwa liar yang saat ini menjadi hal wajar dan semakin banyak dilakukan oleh
masyarakat dengan cakupan yang semakin meluas.
Perdagangan satwa liar ini merupakan suatu praktek jual beli atau pertukaran sumber daya
satwa liar yang dilakukan oleh masyarakat. Perdagangan satwa liar berkaitan dengan isu
mengenai hubungan antara keanekaragaman konservasi dan pembangunan berkelanjutan
(Oldfield, 2003). Perdagangan satwa liar ilegal merupakan penyebab utama dari banyak
kerusakan yang dialami oleh spesies flora dan fauna terancam punah. Meskipun sudah ada
peraturan yang melindunginya baik di bawah hukum internasional maupun sebagian kasus
dalam hukum negara, tetapi masih banyak flora dan fauna terancam punah yang diambil
langsung dari alam setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan pasar global (Oldfield, 2003).
Setiap tahun jutaan tumbuhan dan hewan berkurang karena perdagangan untuk keuntungan
konsumen sebagai bahan makanan, pakaian, barang dekorasi, hewan peliharaan, obat
tradisional, maupun tujuan lainnya (TRAFFIC, 2008 dalam Rosen G. E., dan Smith K. F.,
2010).
Faktor dasar yang memotivasi masyarakat melakukan perdagangan satwa liar adalah
ekonomi, yang terjadi baik dari skala bisnis kecil lokal sampai ke orientasi bisnis yang lebih
besar lagi (Nijman, Todd dan Shepherd, 2012). Praktek perdagangan satwa liar biasanya
dilakukan masyarakat di pasar satwa yang saat ini sudah banyak ditemukan di berbagai daerah.
Salah satu lokasi perdagangan satwa liar yang lazim ditemukan di Indonesia adalah pasar
hewan, di Jawa Tengah juga terdapat beberapa daerah yang memiliki pasar hewan sebagai
tempat transaksi, salah satunya di Kabupaten Banyumas yang berlokasi di Pasar Ajibarang,
Pasar Burung Purwokerto, dan Pasar Sokaraja, ketiga pasar hewan ini merupakan tempat
perdagangan satwa yang paling besar di Kabupaten Banyumas.
Satwa yang dijual di ketiga pasar merupakan satwa-satwa yang tidak dilindungi dan juga
sering ditemukan adanya beberapa satwa yang dilindungi, yaitu diantaranya Kukang Jawa
(Nycticebus javanicus), Jalak Putih (Sturnus melanopterus), Gelatik Jawa (Padda oryzivora)
dan lain-lain. Kegiatan perdagangan yang seperti ini akan berdampak pada semakin cepatnya
laju kepunahan pada spesies satwa yang diperjualbelikan.

2
Upaya pemerintah Indonesia dalam mengatur perdagangan satwa liar sudah ada dalam
peraturan yang dirumuskan oleh Pemerintah Indonesia, dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah
No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yaitu satwa liar yang
dapat diperdagangkan adalah jenis satwa liar yang tidak dilindungi dan diperoleh melalui hasil
penangkaran maupun pengambilan dari alam. Pihak yang berwenang dalam menegakan
peraturan ini adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), sehingga perlu diketahui
juga sejauh mana peran pemerintah dalam menangani perdagangan satwa liar di Banyumas,
sehingga dapat dirumuskan langkah tepat penanganannya.

B. Rumusan Masalah

Satwa liar merupakan sumber daya yang sering dimanfaatkan oleh manusia, salah satunya
untuk diperdagangkan, karena satwa liar memiliki nilai ekonomi tinggi. Penilaian ekonomi ini
biasanya karena kelangkaan dan nilai estetis dari satwa tersebut, semakin langka dan nilai
estetis yang tinggi menyebabkan harganya juga semakin tinggi. Kebanyakan satwa liar langka
yang dijual masih diambil langsung dari alam liar dan menyebabkan keberadaanya semakin
berkurang di alam. Bukan hanya satwa langka, namun satwa tidak langka juga sekarang ini
semakin banyak diperjualbelikan, baik diambil dari alam maupun hasil penangkaran. Semakin
pesatnya satwa yang diperjualbelikan ini menjadi salah satu penyebab terbesar dari cepatnya
laju kepunahan satwa liar yang ada di alam.
Proses perdagangan satwa liar di Indonesia sekarang ini masih terpusat di pasar hewan dan
pedagang lain yang berjualan sendiri, baik yang dijual langsung di kios maupun secara online.
Saat ini perdagangan satwa liar di pasar hewan semakin bertambah banyak, dalam jumlah jenis
yang dijual dan berbagai sumber yang beranekaragam. Perdagangan satwa liar dalam penelitian
ini hanya dilakukan dalam wilayah Kabupaten Banyumas yaitu di Pasar Ajibarang, Pasar
Burung Purwokerto dan Pasar Sokaraja. Dalam hal pengawasan perdagangan satwa liar di
ketiga pasar tersebut dari pemerintah yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
masih sangat kurang, sehingga perdagangan satwa liar di ketiga pasar ini belum terkontrol
dengan baik. Oleh karena menimbulkan beberapa pertanyaan, yaitu :
1. Jenis-jenis satwa yang diperdagangkan di Pasar Ajibarang, Pasar Burung Purwokerto, dan
Pasar Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah?
2. Bagaimana pola perdagangan satwa liar di Pasar Ajibarang, Pasar Burung Purwokerto, dan
Pasar Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah?

II. PEMBAHASAN

Pasar-pasar ini berlokasi cukup berdekatan karena masih dalam wilayah satu kabupaten,
dengan waktu buka setiap pasar yang berbeda-beda menyebabkan ragam jenis yang dijual tidak
terlalu berbeda jauh, karena banyak pedagang yang melakukan jual beli satwa di ketiga pasar
tersebut merupakan pedagang yang sama. Dari ketiga pasar yang tercatat terdapat kurang lebih
102 jenis burung dan 10 jenis mamalia. Dengan akumulasi jumlah individu yang diketahui

3
sebanyak 3 kali disetiap pasar yaitu 2.111 ekor burung dan 79 ekor mamalia (Lampiran I).
Dilihat dari keberagaman jenis yang dijual, Pasar Sokaraja adalah pasar dengan jenis burung
yang dijual paling beragam, dengan 61 jenis burung, sedangkan Pasar Burung Purwokerto
adalah pasar dengan jumlah mamalia dijual paling beragam yaitu dengan 7 jenis mamalia.
Lebih lengkapnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1. Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Satwa Liar yang Diperdagangkan Di Masing-
Masing Pasar
Burung Mamalia
Pasar
Jumlah Jenis Jumlah Individu Jumlah Jenis Jumlah Individu
Sokaraja 61 754 3 5
Purwokerto 56 710 7 45
Ajibarang 58 647 6 29
Total 2111 79
Sumber: Biodiversity Society, 2017

Perdagangan satwa banyak dilakukan oleh masyarakat karena adanya beberapa hal yang
mendasari, diantaranaya adalah ekonomi dan hobi. Kebanyakan satwa yang diperdagankan
dalam pasar merupakan satwa dengan nilai jual tinggi dan peminat yang banyak. Harga satwa
yang tinggi membuat sebagian orang melakukan perdagangan satwa liar, hal ini juga
berpengaruh pada perdagangan satwa liar ilegal karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi
dari pada satwa yang legal untuk diperjualbelikan.
Selain karena faktor ekonomi, hobi atau dalam bahasa jawa “klangenan” merupakan salah
satu faktor dari perdagangan satwa. Banyak dari satwa diperdagangkan di pasar merupakan
satwa yang biasa untuk dikoleksi atau dipelihara oleh penghobi/klangenan dari beberapa
masyarakat. Misalnya adalah burung murai/kucica hutan merupakan salah satu burung
klangenan untuk dijadikan burung kicauan, selain itu kucing hutan, musang, elang, dsb juga
banyak merupakan satwa yang dijual kepada para penghobi atau memang hanya untuk koleksi
sebagian masyarakat yang meminatinya.

A. Pola Perdagangan

Pola perdagangan satwa liar yang dilakukan oleh pihak-pihak terlibat yaitu sumber (satwa
liar), pemanen (harvester), pemodal, perantara (middleman), konsumen dan backing, sehingga
dapat menggambarkan bagaimana perdagangan satwa liar dari alam maupun dari hasil
penangkaran sampai ke tangan konsumen/pembeli. Dalam pola perdagangan satwa liar
terdapat beberapa hal, diantaranya cara melakukan perdagangan dan sumber satwa baik dilihat
dari asal maupun cara mendapatkannya. Pola perdagangan satwa liar dapat digambarkan dalam
suatu bagan yang menghubungkan antara sumber (satwa liar), pemanen (harvester), pemodal,
perantara (middleman), konsumen dan backing, lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar di
berikut ini.

4
Sumber Pemodal
(Satwa Liar)
Middleman/
perantara
(Kurir dan
Harvester/
Pedagang)
pemanen
Backing

Konsumen

Gambar 1. Bagan pola perdagangan satwa

Pola perdagangan ini merupakan bentuk perdagangan satwa liar yang umum terjadi di pasar
satwa. Begitu juga yang ada di Pasar Sokaraja, Pasar Ajibarang, dan Pasar Burung Purwokerto.
Pola ini selalu berawal dari sumber yaitu sumber didapatkannya satwa liar, sumber ini dapat
dibedakan menjadi sumber satwa berdasar asal daerah, dan yang kedua berdasar cara
memperoleh yaitu memperoleh dari alam dan memperoleh dari penangkaran. Perdagangan
satwa liar tidak selalu sesuai dengan pola yang tergambar di atas, pola perdagangan yang ada
di Kabupaten Banyumas dapat dibedakan menjadi dua macam pola, yaitu pola perdagangan
sederhana dan pola perdagangan rumit/kompleks.
Pola perdagangan sederhana terjadi apabila sumber satwa liar yang sudah diperoleh oleh
pemanen langsung dijual ke konsumen. Pola perdagangan sederhana biasa dilakukan pemburu
ataupun pemilik penangkaran yang langsung menjual satwa ke konsumen baik secara langsung
di pasar, secara pemesanan oleh konsumen maupun dijual secara online. Dalam pola
perdagangan sederhana tidak melibatkan middleman karena biasanya harga satwa yang
melewati perantara akan semakin mahal, apalagi jika perantara yang dilalui semakin banyak
maka harga akan semakin tinggi.
Pola perdagangan rumit/kompleks memiliki alur yang hampir sama dengan bagan di gambar
2, namun untuk pola rumit/kompleks pemanen tidak langsung menjual satwa ke konsumen
melainkan menggunakan perantara untuk menjual satwanya ke konsumen. Pola ini sering
digunakan untuk satwa-satwa yang berasal jauh dari lokasi perdagangan, biasanya pedagang
yang ada di pasar memperoleh satwa dari pemanen dan kemudian menjualnya di pasar. Cara
ini lebih aman digunakan bagi pemanen yang menjual jenis satwa dilindungi, karena pemanen
tidak perlu menjual langsung di pasar atau bertemu langsung dengan konsumen, sehingga dapat
terhindar dari pihak keamanan.

5
Klaten, 1 Cilacap dan
Nusakambang
Pemalang, 1 an, 14 Ajibarang, 1
Solo, 1
Magelang, 1
Banyumas dskt Kalimantan, 1
Gn Merbabu, 1
(Purwokerto,
Gn Merapi, 1 Kaligua, Cipendok,
Gn Wilis, 1 Gn Slamet), 33

NTB, 2 Baturaden, 3
Sulawesi, 2
Kalimantan, 7
Purwokerto, 6
Sumatera, 4
Papua, 1
Yogyakarta, 12
Jawa Timur, 6
Jawa Barat, 11
Purbalingga, 1
Jawa Tengah, 1

0 5 10 15 20 25 30 35 0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 2. Diagram daerah asal sumber burung Gambar 3. Diagram daerah asal sumber mamalia
yang diperdagangkan yang diperdagangkan

Satwa yang diperdagangkan di Kabupaten Banyumas didapatakan para pedagang dari


berbagai macam sumber dan berbagai macam daerah. Biasanya satwa ini didapatkan dari
pengepul ataupun dari pemburu. Satwa-satwa ini didapatkan dari hasil tangkapan liar oleh
pemburu dan juga ada yang didapatkan dari hasil penangkaran. Satwa yang didapatkan dari
hasil penangkapan langsung di alam ini biasa didapatkan pedagang dari para pemburu secara
langsung. Kebanyakan satwa yang didapatkan dari hasil berburu yaitu jenis burung Cica daun
kecil, Anis merah, Celepuk besar, Serak jawa, Elang ular bido, dan mamalia seperti Lutung
jawa, Kukang jawa dan Kucing hutan. Biasanya jenis satwa yang didapatkan dari hasil
tangkapan liar merupakan jenis yang susah didapatkan dan susah untuk dikembang biakkan.
Satwa yang didapatkan dari hasil penangkaran ini diantaranya adalah Jalak putih, Gelatik jawa,
Kerak kerbau, Kerak ungu, Kucica hutan, dan Kucica kampung. Satwa hasil penangkaran ini
biasanya berasal dari daerah Solo, Klaten, Purwokerto, dan Jawa Barat. Untuk jenis-jenis hasil
tangkaran ini biasanya adalah jenis yang laku di pasaran dan banyak yang mencari, selain itu
karena mudah dan harga jual yang tinggi juga menjadi salah satu alasan untuk jenis-jenis
tersebut ditangkarkan.
Tabel 2. Daftar Harga Beberapa Jenis Burung dan Mamalia yang Diperdagangkan Di Pasar
No Nama Nama Ilmiah Harga (±)
Burung
1 Celepuk Besar Otus sagittatus Rp500,000
2 Jalak Putih Acridotheres melanopterus Rp600,000 - Rp 700,000
3 Jalak Suren Gracupica contra Rp800,000 - Rp2,000,000
4 Namdur Topeng Sericulus aureus Rp2,000,000
5 Anis Kembang Geokichla interpres Rp700,000 - Rp1,000,000
6 Anis Merah Geokichla citrina Rp700,000 - Rp1,000,000
7 Beluk Ketupa Ketupa ketupu Rp900,000 - Rp1,500,000
8 Elang Ular Bido Spilornis cheela Rp1,500,000
9 Jalak Afrika Lamprotornis superbus Rp1,000,000
10 Kucica Hutan Kittacincla malabarica Rp1,000,000 - Rp2,500,000
11 Kucica Kampung Copsychus saularis Rp500,000 - Rp1,000,000

6
No Nama Nama Ilmiah Harga (±)
12 Perkici Pelangi Trichoglossus haematodus Rp1,000,000
Mamalia
1 Bajing kelapa Callosciurus notatus Rp30.000 - Rp70.000
2 Kucing hutan Prionailurus bengalensis Rp200,000
3 Kukang jawa Nycticebus javanicus Rp450,000
4 Lutung jawa Trachypithecus auratus Rp400,000
5 Monyet ekor Macaca fascicularis Rp400,000
panjang
6 Musang pandan Paradoxurus hermaphroditus Rp400,000
7 Musang rase Viverricula indica Rp450,000
8 Sugar glider Petaurus breviceps Rp50,000
Sumber: Biodiversity Society, 2016

B. Peran Pemerintah

Peran pemerintah dalam mengatur perdagangan satwa liar di Indonesia dilakukan melalui
berbagai macam peraturan yang sudah di buat diantaranya UU No. 5 tahun 1990, PP No. 7
tahun 1999, PP No. 8 tahun 1999, dan peraturan turunan lainnya. Untuk pelaksanaannya
dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Hutan (BKSDA) dan Direktorat Jendral
Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peran BKSDA sebagaimana disebutkan
dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.02/Menhut-II/2007 yakni salah satunya sebagai
lembaga yang bertugas untuk melaksanakan penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan,
hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi termasuk
dalam hal perdagangan satwa liar. Sementara Ditjen Gakum disebutkan dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.18/MenLHK-II/2015 yakni bertugas
dalam penyelenggaraan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penurunan gangguan,
ancaman dan pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan. Sehingga dalam hal ini
BKSDA hanya sebagai pengawas dan pelapor pelanggaran yang terjadi di lapangan terkait
perdagangan satwa liar kepada Ditjen Gakum dan kemudian Ditjen Gakum yang akan
menentukan hukuman terhadap pelaku pelangaran.
Pasar Sokaraja, Pasar Burung Purwokerto dan Pasar Ajibarang, Kabupaten Banyumas ini
berada dibawah pengawasan BKSDA Jawa Tengah, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II
Pemalang, Resort Cilacap. BKSDA provinsi sendiri memiliki tugas untuk melakukan
monitoring dan evaluasi dari kegiatan yang dilakukan oleh setiap seksi wilayah yang ada.
BKSDA dalam melakukan perlindungan dan pemanfaatan satwa liar untuk perdagangan
mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 447/Kpts-II/2003 tentang tata usaha
pengambilan atau penangkapan dan peredaran tumbuhan dan satwa liar.
Menurut penuturan Kepala Resort BKSDA Cilacap, pedagang satwa liar dari ketiga lokasi
penelitian sudah mengetahui mengenai pelarangan perdagangan satwa liar ilegal. Namun untuk
mengantisipasi hal tersebut pedagang melakukan perdagangan secara tertutup, yaitu dengan
tidak memperlihatkan atau memajang satwa liar dilindungi yang ilegal untuk di perdagangkan,
dan untuk menjualnya mereka biasanya berinteraksi dengan calon pembeli menggunakan kode

7
yang sudah diketahui oleh kedua pihak sebelumnya, atau menggunakan jejaring sosial seperti
Facebook. Menurut pihak BKSDA perdagangan satwa liar ilegal masih ditemukan di ketiga
pasar yang menjadi lokasi penelitian namun untuk Pasar Sokaraja intensitasnya cukup sedikit.
Tindakan pencegahan dan penanganan yang dilakukan BKSDA Resort Cilacap selama
ini dilakukan dengan berbagai macam cara. Diantaranya melalui sosialisasi yang dilakukan
dengan berbagai macam media, diantaranya secara lisan langsung dengan pedagang maupun
kelompok pecinta binatang, penyebaran leaflet, dan pemberian informasi terkait satwa
dilindungi yang dilarang diperdagangkan. Kegiatan sosialisasi dilakukan tidak menentu dan
hanya dilakukan di pasar-pasar satwa yang besar saja. Selain itu pihak BKSDA juga melakukan
kegiatan kerjasama dan kemitraan. Kerjasama dan kemitraan yang sudah dilakukan oleh
BKSDA antara lain :
1. Kerjasama dengan salah satu provider komunikasi yaitu untuk melakukan pesan
singkat/SMS kepada masyarakat di sekitar lokasi pasar satwa di seluruh Jawa Tengah yang
berisi himbauan kepada masyarakat agar tidak melakukan jual beli atau memelihara satwa
liar dilindungi.
2. Kemitraan dengan masyarakat yang berinteraksi erat dengan perdagangan di pasar.
Bentuknya dengan meminta salah satu pedagang untuk menjadi informan bagi BKSDA,
untuk memberikan laporan langsung kepada BKSDA jika ada perdagangan satwa liar yang
dilakukan di pasar.
3. Kerjasama dengan kelompok pecinta binatang, yaitu dengan memberikan sosialisasi kepada
anggota kelompok agar tidak memelihara satwa liar dilindungi.
4. Kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), untuk LSM yang sudah
bekerjasama dengan BKSDA Resort Cilacap yaitu Biodiversity Society (BS). Bentuk
kemitraannya yaitu pihak BS membantu BKSDA dalam melakukan pemantauan kegiatan
perdagangan satwa liar di pasar-pasar sekitar daerah Purwokerto dan Ajibarang.
Upaya yang sudah dilakukan BKSDA diatas masih sangat kurang dirasakan dampak
positifnya bagi perdagangan satwa liar yang lebih baik. Karena sampai sekarang masih banyak
pedagang dengan mudahnya untuk menjual satwa dilindungi bahkan memajangnya di pasar
untuk di jual. Disini Nampak bahwa pemerintah kurang serius dalam menangani perdagangan
satwa liar ilegal. Belum ada langkah yang cocok untuk mengurangi atau membuat para
pedagang maupun konsumen hanya menjual dan membeli satwa yang diperbolehkan untuk
diperjualbelikan saja. Saat ini upaya untuk membuat jera pelaku perdagangan satwa ilegal
sangat kurang, pelaksanaan peraturan yang sudah ada masih belum efektif. Sehingga perlu ada
upaya strategis dari BKSDA untuk membuat langkah dalam menangani perdagangan satwa liar
ilegal, agar pelaku perdagangan satwa liar ilegal meninggalkannya atau membuat mereka mau
untuk melakukan perdagangan satwa liar yang legal.
Berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari pihak BKSDA Resort Cilacap diketahui
bahwa upaya penindakan terhadap perdagangan satwa liar di dalam cakupan wilayah BKSDA
Resort Cilacap (data dari tahun 2015 sampai 2017) ini merupakan data yang menampilkan
satwa-satwa hasil penyerahan penduduk dan hasil dari penangkapan satwa yang
diperdagangkan. Dalam kurun waktu dua tahun tersebut pihak BKSDA berhasil

8
menyelamatkan 22 ekor satwa. Satwa-satwa ini berhasil didapatkan dari berbagai daerah yaitu
Cilacap, Kebumen, Banyumas, dan Purwokerto. Satwa yang sudah didapatkan ini kemudian
diserahkan oleh pihak BKSDA kepada Lembaga Konservasi yang mau dan memadai untuk
menampung satwa, diantaranya adalah Jembangan Fantasy Zoo Kebumen, Purbasari
Purbalingga, PT. WSI Kendal, Lembaga Konservasi Seruling Mas, dan Unit Penangkar Buaya
Kedungbanteng Banyumas, sedangkan untuk satwa yang sakit diserahkan kepada Drh. Fenny
(Purwokerto) dan COP (Center of Orang Utan Protection). Kegiatan patroli yang dilakukan
oleh pihak BKSDA ini bekerjasama dengan Ditjen Gakum Surabaya dalam bentuk patroli
gabungan. Selain dengan Ditjen Gakum juga biasanya dilakukan dengan pihak kepolisian
maupun pihak militer setempat.
Berdasarkan dari data yang diperoleh dari pihak BKSDA Resort Cilacap mengenai hasil
sitaan satwa dari masyarakat dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 sudah mengalami
peningkatan. Dari tahun 2015 BKSDA menyita sebanyak 4 ekor satwa, tahun 2016 sebanyak
8 ekor satwa, dan pada tahun 2017 sebanyak 10 ekor satwa. Namun dari jumlah 22 ekor satwa
ini hanya sedikit yang merupakan sitaan pihak BKSDA dari kasus perdagangan satwa liar. Hal
ini menandakan bahwa penanganan pihak BKSDA terhadap praktik perdagangan satwa liar
ilegal yang ada di kawasan Banyumas terutama di ketiga pasar ini masih kurang efektif. Hal
ini juga ditambah dengan kurangnya personil yang ada di kantor BKSDA Resort Cilacap,
tercatat hanya ada 8 (delapan) pegawai dengan rincian 2 Polisi Hutan (Polhut), 3 Pengendali
Ekosistem Hutan (PEH), 1 Penyuluh kehutanan, dan 2 tenaga pengaman kawasan. Dengan
jumlah personil hanya 8 orang, BKSDA Resort Cilacap memiliki cakupan kawasan yang
diampu yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten
Purworejo. Selain itu ketersediaan kawasan penitipan yang memadai bagi satwa hasil sitaan
juga dikeluhkan dari pihak BKSDA sendiri karena ada banyak satwa yang disita namun
ketersediaan lokasi penitipan masih kurang, khususnya untuk kawasan BKSDA Resort
Cilacap.

C. Implikasi Perdagangan Satwa Liar di Kabupaten Banyumas

Perdagangan satwa liar di Kabupaten Banyumas sekarang ini sudah menjadi tempat mencari
nafkah bagi banyak orang di sekitarnya dan yang terlibat di dalamnya. Namun keberadaan ini
dapat memberikan dampak negatif bagi satwa yang diperdagangkan apabila tidak ada upaya
yang tepat untuk mengatur perdagangan satwa liar ini. Mudahnya penjualan satwa liar baik
dilindungi maupun tidak dilindungi, dan harga yang menggiurkan menjadikan masyarakat
yang hidup dari perdagangan satwa liar semakin nyaman dan bertambah banyak. Oleh karena
itu perlu ada upaya untuk menyeimbangkan kebutuhan masyarakat dan keberadaan satwa liar
di alam, agar dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya dan selama mungkin bagi
masyarakat dan keberlangsungan satwa liar di alam tetap terjaga. Hal-hal yang dapat dilakukan
antara lain penegakan hukum, penangkaran komersil, pemantauan, dan peningkatan kesadaran
masyarakat.
Penegakan hukum merupakan langkah bagi pihak berwenang yaitu pemerintah untuk
menegakan regulasi yang sudah ada terhadap pihak yang melanggar peraturan yang ada. Saat

9
ini penegakan hukum pada pelanggar yang kurang memberi efek jera menjadikan praktek
perdagangan satwa liar ilegal masih tetap berjalan. Peraturan mengenai pembatasan kuota
pengambilan satwa di alam dan larangan menjual satwa dilindungi masih kurang dalam
pelaksanaannya. Penegakan hukum secara tegas diperlukan pemerintah untuk mengurangi
pelanggaran dalam perdagangan satwa liar. Dalam penegakan hukum ini dapat dilakukan
dengan kerjasama dengan aparat penegak hukum agar dalam pelaksanaannya dapat lebih
efektif lagi dan memberikan efek jera terhadap pelakunya.
Penangkaran komersil dapat menjadi solusi yang strategis untuk mengurangi perdagangan
satwa liar dilindungi, menurut Chng, dkk (2016) bahwa penangkaran merupakan satu solusi
yang dapat dilakukan untuk mengurangi krisis konservasi satwa apabila regulasi yang
mengaturnya dapat diimplementasikan dengan baik. Kerjasama dengan Lembaga Swadaya
Masyarakar (LSM) dan pelaku penangkaran komersil diperlukan untuk melakukan
penangkaran satwa dilindungi, serta peran pemerintah diperlukan untuk meregulasi secara
bijak agar upaya penangkaran satwa secara komersil dapat dilakukan tanpa memberi dampak
buruk pada keberadaan satwa di alam. Penelitian mengenai populasi satwa di alam untuk
ditangkarkan juga diperlukan agar upaya penangkaran dapat meningkakan populasi satwa
sehingga keberadaan di alam tidak terganggu. Selain itu dalam melakukan penangkaran
komersil juga dibutuhkan beberapa hal, diantaranya lokasi yang strategis, sumber daya manusia
yang mumpuni, sumber daya alam, dan dana.
Pemantauan terhadap perdagangan satwa liar di pasar satwa sangat diperlukan, agar
kegiatan perdagangan satwa dapat termonitor dan dapat ditentukan tindakan tegas dan tanggap
apabila ditemukan pelanggaran perdagangan satwa liar. Pemantauan ini dapat dilakukan oleh
pemerintah terkait bersama LSM yang ada di sekitar Kabupaten Banyumas contohnya
Biodiversity Society, pemantauan dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh praktek
perdagangan satwa liar di pasar dan juga dapat dikembangkan kepada pihak lain yang tidak
ada di pasar seperti para pemodal, pemanen, maupun kurir.
Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan oleh pemerintah dan LSM terkait untuk
memberikan sosialisasi maupun arahan pada pelaku perdagangan satwa di pasar terkait
perdagangan satwa liar yang benar, dampak memperdagangkan satwa secara ilegal, dan
konsekuensi yang dapat diterima apabila melakukan pelanggaran. Kegiatan sosialisasi dapat
dilakukan oleh pihak pemerintah secara berkala, dan juga dapat dilakukan sekaligus dengan
patroli di pasar. Peningkatan kesadaran masyarakat juga dapat dengan memberi pengetahuan
kepada masyarakat luas mengenai jenis-jenis satwa yang dilindungi dan tidak boleh
diperjualbelikan, serta ancamannya apabila tetap menjualnya.

III. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa perdagangan satwa liar di Banyumas
masih terjadi baik dari sumber satwa dari alam maupun penangkaran. Satwa dilindungi juga
masih banyak di perdagangkan dengan bebas di pasar. Pihak pemerintah dalam hal ini BKSDA
belum melakukan tindakan yang dapat menurunkan aktifitas perdagangan satwa liar ilegal di
Banyumas, karena beberapa hal antara lain: kurangnya personil dan luasnya area yang harus di

10
awasi, kesadaran masyarakat masih kurang dan lokasi penangkaran untuk satwa hasil penyitaan
yang kurang memadai.
Oleh karena itu perlu ada upaya untuk menyeimbangkan kebutuhan masyarakat dan
keberadaan satwa liar di alam, agar dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya dan
selama mungkin bagi masyarakat dan keberlangsungan satwa liar di alam tetap terjaga. Hal-
hal yang dapat dilakukan antara lain adalah penegakan hukum, penangkaran komersil,
pemantauan, dan peningkatan kesadaran masyarakat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Chng, Serene C. L. dan James A. Eaton. 2016. In The Market for Extinction : Eastern and
Central Java. TRAFFIC. Petaling Jaya, Selangor Malaysia.
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2004. Pemanfaatan Tumbuhan
dan Satwa Liar. Disampaikan dalam rangka Refleksi Pelaksanaan Tugas Bidang
Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Tahun 2004.
IUCN. http://www.iucnredlist.org/about/introduction.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 447/Kpts-II/2003.Tentang Tata Usaha Pengambilan
atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Ditetapkan pada 31
Desember 2003. Jakarta.
Nijman, Vincent. Todd, Matthew. and Sheperd, C. R. 2012. Wildlife Trade As An Impediment
To Conservation As Exempliified By The Trade in Reptiles in Southeast Asia. Cambridge
University Press. London.
Oldfield, Sara. 2003. The Trade in Wildlife: Regulation for Conservation. Earthscan
Publications Ltd. London and Sterling,VA.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.02/Menhut-II/2007. Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam. Ditetapkan pada 1 Februari
2007. Jakarta.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.18/MenLHK-II/2015. Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Ditetapkan pada 14 April 2015. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999. Tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa. Ditetapkan pada 27 Januari 1999. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999. Tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar. Ditetapkan pada 27 Januari 1999. Jakarta.
Rosen, Gail Emilia and Smith, Katherine F. 2010. Summarizing the Evidence on the
International Trade in Illegal Wildlife. International Association for Ecology and Healt.
New York. 7. 24–32.
Sukmantoro W., dkk. 2007. Daftar Burung Indonesia No 2. Indonesian Ornithologists’ Union.
Bogor.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Ditetapkan pada 10 Agustus 1990. Jakarta.
Wildlife Conservation Society. 2015. Perdagangan Satwa Liar, Kejahatan Terhadap Satwa
Liar dan Perlindungan Spesies di Indonesia: Konteks Kebijakan Dan Hukum Changes For
Justice Project. Laporan untuk USAID.

12
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jenis Burung di Perdagangkan di Ketiga Pasar
No Nama Indonesia Nama Ilmiah Jumlah Harga Asal IUCN CITES PP
Gn Merapi, Gn
1 Anis gunung Turdus poliocephalus 3 Rp70.000 LC
Slamet
2 Anis kembang Geokichla interpres 1 Rp700,000 - Rp1,000,000 NT
3 Anis merah Geokichla citrina 19 Rp700,000 - Rp1,000,000 Jawa barat LC
4 Ayam hutan hijau Gallus varius 10 Rp50.000 LC
Appendix
5 Beluk ketupa Ketupa ketupu 6 Rp900,000 - Rp1,500,000 Jawa barat LC
II
6 Bentet kelabu Lanius schach 14 Rp30,000 - Rp100,000 Purwokerto LC
7 Bentet loreng Lanius tigrinus 7 Rp100.000 Jawa barat LC
8 Berkecet biru Erithacus cyane 2 Gn Slamet LC
9 Bondol haji Lonchura maja 90 Rp3,000 - Rp7,000 Purwokerto LC
10 Bondol hijau binglis Erythrura prasina 3 Rp130,000 - Rp150,000 LC
11 Brinji kelabu Hemixos flavala 43 Rp75,000 - Rp100,000 LC
12 Bubut jawa Centropus nigrorufus 1 Rp250.000 Cipendok VU
13 Bubut pacar jambul Clamator coromandus 1 Rp300.000 LC
Burung madu
14 Nectarinia sperata 27 Rp100,000 - Rp300,000 LC Dilindungi
pengantin
Burung madu
15 Nectarinia jugularis 70 Rp15,000 - Rp25,000 Purwokerto LC Dilindungi
sriganti
16 Cabai jawa Dicaeum trochileum 30 Rp20.000 Purwokerto LC
17 Cabak kota Caprimulgus affinis 2 LC
18 Caladi ulam Dendrocopos macei 9 Rp50.000 Purwokerto LC
19 Cekakak jawa Halcyon cyanoventris 5 Rp40,000 - Rp100,000 Purwokerto LC Dilindungi
Appendix
20 Celepuk Besar Otus sagittatus 2 Rp500.000 VU
II
No Nama Indonesia Nama Ilmiah Jumlah Harga Asal IUCN CITES PP
Appendix
21 Celepuk Reban Otus lempiji 3 Rp150.000 Purwokerto LC
II
Appendix
22 Chinese Hwamei Garrulax canorus 1 Rp700,000 - Rp800,000 LC
II
Jogja,
23 Cica daun besar Chloropsis sonnerati 80 Rp700.000 VU
Nusakambangan
Jogja,
24 Cica daun kecil Chloropsis cyanopogon 70 Rp750.000 NT
Nusakambangan
Jogja,
25 Cica daun sayap biru Chloropsis cochinchinensis 14 Rp300.000 NT
Nusakambangan
26 Cici merah Cisticola exilis 16 Rp30.000 Cilacap LC
27 Cipoh kacat Aegithina tiphia 6 Rp70,000 - Rp200,000 Nusakambangan LC
28 Ciung batu kecil Myophonus glaucinus 2 Rp70,000 - Rp100,000 Nusakambangan LC
Purwokerto, Gn
29 Ciung batu siul Myophonus caeruleus 1 Rp90,000 - Rp250,000 LC
Slamet
30 Ciung mungkal jawa Cochoa azurea 4 Rp150.000 Jawa barat VU
31 Cucak kerinci Pycnonotus leucogrammicus 8 LC
32 Cucak kuning Pycnonotus melanicterus 8 Rp15,000 - Rp35,000 Jogja LC
33 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 41 Rp5,000 - Rp20,000 Purwokerto LC
Appendix
34 Elang ular bido Spilornis cheela 2 Rp1.500.000 Gn Slamet LC Dilindungi
II
35 Gagak hutan Corvus enca 11 Rp450,000 - Rp600,000 Pemalang LC
36 Gelatik batu kelabu Parus major 32 Rp100,000 - Rp150,000 Jogja LC
Merbabu, Klaten Appendix
37 Gelatik jawa Padda oryzivora 76 Rp200.000 VU
(tangkaran) II
38 Isapmadu indonesia Lichmera limbata 4 Rp70,000 - Rp150,000 LC Dilindungi
39 Isapmadu australia Lichmera indistincta 5 Rp70,000 - Rp150,000 NTB LC Dilindungi
40 Isapmadu timor Lichmera flavicans 2 Rp70,000 - Rp150,000 NTB LC Dilindungi
41 Jalak afrika Lamprotornis superbus 1 Rp1.000.000 LC
42 Jalak bahu putih Sturnus sinensis 22 Rp700.000 LC

14
No Nama Indonesia Nama Ilmiah Jumlah Harga Asal IUCN CITES PP
43 Jalak cina Agropsar sturninus 6 Rp70,000 - Rp150,000 Jogja LC
44 Namdur topeng Sericulus aureus 3 Rp2.000.000 LC Dilindungi
Jawa timur
45 Jalak putih Acridotheres melanopterus 9 Rp600,000 - Rp 700,000 CR Dilindungi
(tangkaran)
46 Jalak suren Gracupica contra 53 Rp800,000 - Rp2,000,000 Solo (tangkaran) LC
47 Jalak tunggir merah Scissirostrum dubium 59 Rp100.000 Sulawesi LC
48 Kacamata biasa Zosterops palpebrosus 188 Rp100,000 - Rp250,000 Purwokerto LC
49 Kacembang gadung Irena puella 18 150000-300000 Jawa barat LC
50 Kadalan birah Phaenicophaeus curvirostris 2 Rp250.000 Purwokerto LC
51 Kadalan kembang Zanclostomus javanicus 9 Rp300.000 Purwokerto LC
Kaligua,
52 Kangkok ranting Cuculus saturatus 3 LC
Purwokerto
53 Kedasi hitam Surniculus lugubris 2 Rp50,000 - Rp100,000 Purwokerto LC
Purwokerto,
54 Kekep babi Artamus leucorynchus 23 Rp70,000 - Rp100,000 LC
Cilacap
Sumatra,
55 Kepudang hitam Oriolus hosii 8 NT
Kalimantan
Kepudang kuduk
56 Oriolus chinensis 51 Rp250.000 Jawa Tengah LC
hitam
Kepudang sungu
57 Coracina javensis 6 Jogja LC
jawa
Purwokerto
58 Kerak kerbau Acridotheres javanicus 135 Rp60,000 - Rp100,000 VU
(tangkaran)
Purwokerto
59 Kerak ungu Acridotheres tistis 33 Rp60,000 - Rp100,000 LC
(tangkaran)
60 Kowak malam merah Nycticorax caledonicus 15 Rp100.000 Cilacap LC Dilindungi
Jawa barat
61 Kucica hutan Kittacincla malabarica 133 Rp1,000,000 - Rp2,500,000 LC
(tangkaran)
Jawa barat
62 Kucica kampung Copsychus saularis 123 Rp500,000 - Rp1,000,000 LC
(tangkaran)

15
No Nama Indonesia Nama Ilmiah Jumlah Harga Asal IUCN CITES PP
63 Love bird Agapornis sp. 52 Rp100,000 - Rp400,000 Tangkaran LC
64 Manyar emas Ploceus hypoxanthus 41 Rp200.000 Kalimantan NT
Jawa timur, Gn
65 Manyar tempua Ploceus philippinus 81 Rp200.000 LC
Wilis
66 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier 22 Rp50,000 - Rp100,000 Purwokerto LC
Jogja, Appendix
67 Paok pancawarna Hydrornis guajanus 6 Rp100.000 LC Dilindungi
Nusakambangan II
Jogja,
68 Pelatuk besi Dinopium javanense 9 Rp250.000 Nusakambangan, LC
Magelang
69 Pergam hijau Ducula aenea 12 Jawa timur LC
Jogja,
70 Perling kecil Aplonis minor 7 Rp200.000 LC
Nusakambangan
Jogja,
71 Perling kumbang Aplonis panayensis 65 Rp250.000 LC
Nusakambangan
72 Pipit benggala Amandava amandava 43 LC
Sumatra,
73 Poksai genting Garrulax mitratus 2 Rp250,000 - Rp300,000 LC
Kalimantan
Sumatra,
74 Poksai hitam Garrulax lugubris 1 Rp250,000 - Rp300,000 LC
Kalimantan
75 Poksai kuda Garrulax rufifrons 3 Rp250,000 - Rp300,000 Jawa barat CR Dilindungi
Jawa barat
76 Poksai mantel Garrulax palliatus 8 Rp250,000 - Rp300,000 LC
(tangkaran)
77 Sepah gunung Pericrocotus miniatus 6 Rp50.000 Purwokerto LC
78 Sepah kecil Pericrocotus cinnamomeus 32 Rp25.000 Purwokerto LC
Appendix
79 Serak jawa Tyto alba 2 Rp350,000 - Rp500,000 Purwokerto LC
II
Appendix
80 Serindit jawa Loriculus pusillus 3 Rp150,000 - Rp250,000 Jawa timur NT
II
81 Sikatan mugimaki Ficedula mugimaki 5 LC

16
No Nama Indonesia Nama Ilmiah Jumlah Harga Asal IUCN CITES PP
Jogja,
82 Sikatan ninon Eumyias indigo 1 Rp100,000 - Rp150,000 LC
Nusakambangan
83 Srigunting gagak Dicrurus annectens 1 LC
84 Srigunting kelabu Dicrurus leucophaeus 5 Rp250.000 Gn Slamet LC
85 Takur api Psilopogon pyrolophus 4 Rp200,000 - Rp270,000 Sumatra LC
86 Takur bultok Megalaima lineata 5 Rp250.000 Jawa timur LC
87 Takur tohtor Megalaima armillaris 1 Rp90,000 - Rp150,000 Purwokerto LC Dilindungi
88 Takur tulung tumpuk Megalaima javensis 1 Rp250.000 Purwokerto NT Dilindungi
89 Takur ungkut-ungkut Megalaima haemacephala 2 Rp40,000 - Rp80,000 Jawa barat LC
90 Tangkar cetrong Crypsirina temia 6 Rp200.000 Purwokerto LC
91 Tangkar ongklet Platylophus galericulatus 1 Rp400.000 Gn Slamet NT
92 Tawau dada hitam Chlamydochaera jefferyi 2 Kalimantan LC
93 Tekukur biasa Spilopelia chinensis 10 Rp30,000 - 50,000 Purwokerto LC
94 Tepus leher putih Stachyris thoracica 5 Rp70,000 - Rp100,000 Jawa timur LC
95 Tesia jawa Tesia superciliaris 1 Rp3,000 - Rp15,000 Purwokerto LC
Tiong batu
96 Pityriasis gymnocephala 3 Kalimantan NT
kalimantan
Appendix
97 Tiong emas Gracula religiosa 7 Rp400,000 - Rp600,000 Nusakambangan LC Dilindungi
II
98 Uncal loreng Macropygia unchall 10 Rp100,000 - Rp150,000 Purwokerto LC
99 Bubut alang alang Centropus bengalensis 2 LC
100 Cucak kuricang Pycnonotus atriceps 5 Rp70,000 - Rp100,000 Jawa barat LC
Appendix
101 Perkici pelangi Trichoglossus haematodus 2 Rp1.000.000 Papua LC
II
Kalimantan,
102 Tiong lampu biasa Eurystomus orientalis 4 LC
Sulawesi
Individu 2111
Total
Jenis 101

17
Lampiran 2. Jenis Mamalia di Perdagangkan di Ketiga Pasar
Status
No Nama Nama Ilmiah Jumlah Harga
IUCN CITES PP
1 Bajing kelapa Callosciurus notatus 22 Rp30.000 - Rp70.000 LC
2 Kalong Pteropus sp.melanopogon 3 EN Appendix II
3 Kucing hutan Prionailurus bengalensis 6 Rp200.000 LC Apendix I Dilindungi
4 Kukang jawa Nycticebus javanicus 12 Rp450.000 CR Apendix I
5 Lutung jawa Trachypithecus auratus 2 Rp400.000 VU
Monyet ekor
6 Macaca fascicularis 2 Rp400.000 LC
panjang
7 Musang pandan Paradoxurus hermaphroditus 16 Rp400.000 LC Apendix III
8 Musang rase Viverricula indica 3 Rp450.000 LC Apendix III
9 Sugar glider Petaurus breviceps 12 Rp50.000 LC
10 Tupai tiga warna Callosciurus prevostii 1 LC
Total Individu 79
Total Jenis 10
Keterangan :
LC : Least Concern (risiko rendah)
NT : Near Threatened (hampir terancam)
VU : Vulnerable (rentan)
CR : Critically Endangered (kritis)
II : Apendiks II

18

Anda mungkin juga menyukai