Anda di halaman 1dari 12

2019

PRAKTIKUM
Pemanfaatan Bahan Daur Ulang untuk Pengembangan Alat
Titrasi Sederhana pada Percobaan
PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM CUKA
PERDAGANGAN

Fouri Ekadiani
1813041011
Pendidikan Kimia A
A. PENDAHULUAN

Cuka dapur atau biasa disebut sebagai cuka makan merupakan salah satu pelengkap
dalam kuliner Indonesia. Cuka makan rasanya masam seperti jeruk karena adanya kandungan
asam asetat didalamnya. Cuka makan biasanya ditambahkan ketika kita makan bakso agar
lebih nikmat. Terdapat bermacam-macam cuka makan yang kini beredar di pasaran.
Pertanyaan menggelitik dan menarik adalah “Apakah kadar cuka makan yang tertera
pada etiket/kemasan cuka makan itu telah sesuai dengan kadar yang sebenarnya?” “Adakah
cara yang sederhana untuk mengukur kadar asam cuka yang marak beredar dipasaran?”

B LANDASAN TEORI

1. Asam Asetat
Asam asetat, asam etanoat, atau asam cuka adalah senyawa kimia asama organik yang
dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam asetat ini merupakan
nama trivial dari senyawa ini, dan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama asetat
berasal dari bahasa latin acetum yang berarti cuka. Asam cuka memiliki rumus empiris
C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dengan CH3COOH. Asam asetat murni disebut sebagai
asam asetat glasial adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beki 16,7 oC,
massa molar 60,05 g/mol, dan titik didih 118,1oC.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam
format. Larutan asam asetat dan air merupakan asam lemah, artinya hanya terurai menjadi ion
H+ dan ion CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang
penting. Asam asetat juga digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat,
selulosa asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat
digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering
digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapat
6,5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri
petrokimia maupun dari hayati.
2. Titrasi Asam Basa
Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis
dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret
dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung.
Salah satu aplikasi stoikiometri larutan adalah teknik titrasi. Titrasi asam basa adalah salah
satu prosedur untuk menentukan kadar (pH) suatu larutan asam/basa berdasarkan reaksi asam
basa. Kadar larutan asam dapat ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah
diketahui konsentrasinya, begitu juga sebaliknya. Titrasi yang menyandarkan pada jumlah
volume larutan dikenal dengan titrasi volumetri.
Titrasi yang melibatkan reaksi antara asam dengan basa dikenal dengan istilah titrasi
asam basa atau adisi alkalimetri yang didasarkan pada prinsip reaksi netralisasi. Keduanya
dibedakan pada larutan standarnya. Secara teknis titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan
sedikit demi sedikit dan bahkan tetes demi tetes larutan basa melalui buret, kedalam larutan
asam dengan volume tertentu yang diletakkan pada labu Erlenmeyer sampai keduanya habis
bereaksi atau mencapai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna indikator.
3. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Cuka Perdagangan
Dalam menentukan konsentrasi asam asetat yang terkandung dalam cuka makan,
dilakukan dengan titrasi yang didasarkan pada reaksi penetralan asam asetat sebagai asam
lamah dengan natrium hidroksida sebagai basa kuat (Underwood, 1996: 621). Dalam hal ini,
konsentrasi asam asetat ditentukan dengan mereaksikan dengan larutan NaOH terstandar
yang dikenal sebagai larutan soda api. Adapun indikator yang digunakan alami yang terbuat
dari kubis ungu. Perubahan warna yang terjadi ketika larutan asam menjadi basa adalah ungu
ke biru. Dengan persamaan reaksi yang terjadi adlah sebagai berikut:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O
Pada titrasi asam asetat dengan NaOH (sebagai larutan standar) akan dihasilkan
garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Garam natrium asetat ini akan terurai
sempurna karena senyawa itu adalah garam, sedang ion asam asetat akan terhidrolisis oleh
air.
CH3COONa CH3COO- + Na+
Ion asetat akan terhidrolisis oleh molekul air, menghasilkan molekul asam asetat dan ion
hidroksi. Oleh karena itu latutan garam dari basa kuat dan asam lemah seperti natrium asetat,
akan bersifat basa dalam air (pH > 7). Apabila garam tersusun dari basa lemah dan asam kuat,
larutan garamnya akan bersifat asam (pH < 7). Sedangkan garam yang tersusun dari basa dan
asam kuat, larutan dalam air akan bersifat netral (pH = 7). Hidrolisis hanya berlaku terhadap
asam lemah, ion basa dan ion asam lemah. Titik ekuivalen pada proses titrasi asam cuka
dengan larutan natrium hidroksida akan diperoleh pH > 7. Untuk mengetahui titik ekuivalen
diperlukan indikator tertentu sebagai penunjuk selesainya proses titrasi. Warna indikator
berubah oleh pH larutan. Warna pada pH rendah tidak sama dengan warna pada pH tinggi.
Dalam titrasi asam asetat dengan NaOH, dipakai indikator semacam itu.
Melalui proses titrasi akan diketahui berapa banyak volume larutan NaOH yang habis
bereaksi dengan ditandai adanya perubahan warna yang menandakan titik akhir titrasi.
Setelah volume rerata NaOH hasil percobaan diketahui, maka untuk menentukan konsentrasi
asam dapat menggunakan rumus pengenceran.

M1 .V1 = M2 .V2

Keterangan:
M1 : Konsentarsi NaOH dalam satuan Molaritas
M2 : Konsentrasi asam asetat dalam satuan Molaritas
V1 : Volume NaOH dalam liter
V2 : Volume asam asetat dalam liter
Gram ekuivalen (Grek) dari asam asetat dapat dihitung yaitu:

Grek asam asetat = VNaOH x MNaOH

Dalam hal ini molaritas NaOH sama dengan normalitas NaOH, karena valensi NaOH = 1.
Volume NaOH = Volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan semua asam asetat
dalam larutan. Karena valensi asam asetat = 1, maka 1 grek asam asetat = 1 mol.
Gram asam asetat = Grek asam asetat x BM asam asetat
Pada analisis asam asetat cuka perdagangan, akan diperoleh informasi apakan kadar yang
tertulis pada etiket sudah benar atau tidak menipu.

C. PROSEDUR PRAKTIKUM BERBASIS BAHAN DAUR ULANG


Prosedur praktikum berbasis bahan daur ulang ini merupakan suatu alternatif pilihan
dari prosedur praktikum standar yang biasa digunakan dalam kegiatan praktikum. Dalam
praktikum berbasis daur ulang ini digunakan bahan dan alat yang dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga lebih mudah dalam merancang dan pelaksanaannya.
Praktikum dengan menggunakan bahan yang sering dijumpai sehari-haripun dapat
menjadikan belajar lebih bermakna karena lebih dekat dengan kehidupan peserta didik.
Belajar bermakna akan tercapai ketika peserta didik mampu mengaitkan konsep yang bersifat
logika abstrak dengan pengalaman yang kongkret baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam skala laboratorium.
Prosedur paktikum berbasis daur ulang yang dikembangkan dalam penelitian ini alah
prosedur praktikum titrasi asam basa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
pengembangan prosedur praktikum ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan alat dan
bahan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari sehingga kegiatan praktikum depat dengan
mudah dilakukan. Langkah-langkah percobaan yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan
praktikum titrasi asam basa yang standar atau yang biasa dilakukan di laboratorium, namun
perbedaannya bahwa peserta didik dalam hal ini dikenalkan pada alat dan bahan praktikum
yang berbasis bahan bekas dan dapat didaur ulang. Alasan digunakan bahan bekas dan dapat
didaur ulang disini adalah sebagai solusi pencemaran lingkungan yang seringkali disebabkan
oleh sampah. Hal itu juga sebagai wujud cinta dan upaya pelestarian lingkungan dimulai dari
hal-hal kecil dan dekat dengan keseharian peserta didik.
a. Alat
Pada praktikum standar, alat yang biasa digunakan berupa buret, statif, klem, pipet
volume, Erlenmeyer dan corong kaca. Rangkaian alat titrasi asam-basa berbasis daur ulang
dapat dilihat pada gambar.

Gambar diatas memperlihatkan suatu rangkaian alat titrasi asam basa terdiri dari buret yang
terpasang pada klem yang telah terhubung dengan statif. Buret ini digunakan untuk
menampung cairan titran atau larutan penitrasi. Sedangkan Erlenmeyer digunakan untuk
menampung zat atau cairan yang akan dititrasi. Berbeda dengan peralatan diatas, pada
prosedur praktikum berbasis daur ulang digunakan alat yang dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari diluar laboratorium. Dalam hal ini, sebagai pengganti buret digunakan
lampu aquarium bekas yang telah dimodifikasi sedemikian rupa mendekati buret standar.
Sedangkan untuk Erlenmeyer digunakan botol reagen berukuran sedang.
Salah satu hal yang sangat penting dalam titrasi adalah pengukuran. Ukuran dalam hal
ini adalah skala berupa angka yang menunjukkan volume zat/titran dalam satuan milimeter
(mL). Buret mempunyai skala tertentu dengan tingkat keakuratan buret dengan lampu
aquarium bekas berbeda, namunterdapat kesamaan yang dijadikan patokan yaitu dari segi
bahan baku dan bentuk sehingga dapat dijadikan pengganti dalam proses titrasi. Lampu
aquarium bekas terbuat dari bahan gelas/kaca seperti pada buret, walaupun jenis kaca yang
digunakan dalam pembuatannya itu berbeda.

Satu hal yang menjadi kelemahan yaitu tidak terdapatnya skala pengukuran yang terdapat
pada aquarium bekas. Hal itu dapat diantisipasi dengan membuat skala buret secara manual
taitu dengan cara memesan kepada bengkel gelas untuk dibuatkan skala pada buret lampu
aquarium bekas. Meskipun skala yang dibuat pada buret berasal dari lampu aquarium bekas
belum dikalibrasi secara seksama, namun hal ini cukup mewakili prinsip kerja dari buret kaca
yang telah terstandar buatan pabrik.
Selain buret, digunakan dalam titrasi adalah labu Erlenmeyer. Sebagai alternatif,
dalam prosedur praktikum berbasis bahan daur ulang ini labu erlenmeyer digantikan dengan
botol bekas bahan berukuran sedang seperti yang terlihat pada gambar.

Labu Erlenmeyer digunakan untuk menampung zat yang akan dititrasi oleh titran dan juga
wadah hasil titrasi. Dari segi bentuk, keduanya memang berbeda namun limbah botol bekas
dapat digunakan karena bahannya yang sama-sama terbuat dari kaca/gelas, transparan
mempunyai bahan mulut yang cukup besar, sehingga dari segi fungsi limbah botol bekas
bahan yang dapat digunakan sebagai pengganti layaknya labu Erlenmeyer.
b. Bahan
Praktikum asam basa yang standar, biasanya berupa penentuan konsentrasi atau kadar
HCl dengan menggunakan larutan NaOH 0,1M atau juga penentuan atau kadar CH3COOH
dengan menggunakan larutan KOH 0,1M dan masih banyak contoh yang lainnya. Namun
pada prantikum titrasi asam basa menggunakan bahan daur ulang yang dikembangkan ini,
peserta didik diperkenalkan kepada bahan-bahan yang dapat peserta didik temukan sendiri di
sekitar lingkungan mereka atau yang telah dikenal luas dipasaran.
Pada titrasi asam basa menggunakan daur ulang ini, zat yang akan ditentukan
konsentrasinya adalah cuka makan. Dalam hal ini, peserta didik perlu diberikan informasi
bahwa asam asetat yang biasa ditemukan di laboratorium ternyata dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari baik di pasar, ataupun dijumpai ketika peserta didik membeli bakso
yaitu berupa asam cuka makan dalam kemasan botol plastik.

Sebagai zat penitrasi digunakan soda api (NaOH). Dalam hal ini, peserta didik juga perlu
diberikan informasi bahwa mereka dapat menemukan natrium hidroksida dengan mudah
dipasar dengan nama soda api yang berwujud padatan.

Dalam proses titrasi asam basa, bahan yang dibutuhkan adalah ketersediaan
indikator asam basa. Biasanya dalam praktikum asam basa yang standar, digunakan berbagai
macam indikator asam basa, seperti fenoptalein (pp), metil merah (mm), bromotimol biru dan
sebagainya. Untuk praktikum standar, pada skema titrasi asam lemah dengan basa kuat
biasanya menggunakan indikator fenoptalein. Pada umumnya, bahan yang memiliki warna
yang mencolok memberikan warna yang berbeda pada kedua suasana, yaitu asam maupun
basa. Dalam praktikum ini digunakan suatu indikator alami yang berasal dari ekstrak kubis
ungu. Bagian kubis ungu yang dijadikan sebagai indikator adalah bagian kelopaknya yang
biasa digunakan sebagai sayur dengan cara diiris tipis-tipis kemudian dihaluskan dan
dipanaskan, ditunggu hingga dingin kemudian disaring sehingga dihasilkan ekstrak kubis
ungu berwarna ungu cerah seperti yang terlihat pada gambar.

Jika titrasi dilakukan dengan menggunakan indikator fenoptalein, maka perubahan warna
larutan yang terjadi adalah dari tidak berwarna menjadi merah muda. Penggunaan kubis
ungu/merah sebagai indikator didasarkan pada adanya perubahan warna dari warna merah
pada pH 2 menjadi ungu pada pH 3-6 dan kemudian warna biru disekitar pH 7-9 yang
merupakan titik akhir titrasi. Karena gradasi warna yang terjadi sangat signifikan dan terlihat
perbedaannya, maka titik ekuivalen akan mudah teramati.

 Alat dan Bahan


Alat yang dibutuhkan antara lain: labu ukur 100 mL, labu hisap, buret 25 mL, gelas arloji,
labu Erlenmeyer 125mL, pipet tetes, pipet ukur 10 mL dan statif
Bahan yang dibutuhkan antara lain: NaOH 0,1 M, Asam cuka merek dixi, Padatan oksalat,
akuades dan indikator kubis merah
 Prosedur Kerja dan Keterampilan Proses dasar IPA

Keterampilan proses IPA:


Diambil 5 mL asam cuka Mengukur dan Mengenal
Hubungan Bilangan

Keterampilan proses IPA:


Labu ukur 100 mL Mengenal hubungan ruang
dan waktu
Diencerkan Keterampilan proses IPA:
Mengobservasi

Keterampilan proses IPA


Di ambil 10 mL larutan Mengenal hubungan bilangan
encer

Keterampilan proses IPA:


Mengenal hubungan ruang dan
Erlenmeyer 125 mL waktu

Keterampilan proses IPA:


Ditambahkan 2 tetes Mengukur, Mengenal
indikator kubis merah hubungan bilangan

Keterampilan proses IPA:


Perubahan diamati Mengobservasi

Keterampilan proses IPA:


Dititrasi dengan larutan Mengenal hubunngan
standar NaOH 0,1 M ruang dan waktu,
Mengukur, dan Mengenal
Hubungan Bilangan

Keterampilan proses IPA:


Di ulang 3 kali titrasi Mengukur, Mengenal
hubungan ruang dan
waktu, Mengenal
Hubungan Bilangan

Buret dicuci dengan sisa


asam asetat Keterampilan proses IPA:
Mengobservasi
 Keterampilan Proses IPA terintegrasi
1. Memformulasi Hipotesis
Yaitu kemampuan untuk menyatakan dugaan yang dianggap benar mengenai adanya
suatu faktor yang terdapat dalam satu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat
diduga akan timbul. Hipotesis dari percobaan ini adalah kadar asam cuka yang diperoleh
sebesar 25% seperti yang tertera di botol cuka perdagangan.

2. Menamai Variabel
Variabel adalah suatu besaran yang dapar bervariasi atau berubah pada suatu situasi tertentu.
Dalam penelitian ilmiah terdapat 3 (tiga) macam variabel yang penting, yaitu variabel bebas,
variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel pertama dalam penelitian ini adalah variabel
bebas berupa jenis indikator yang digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi, variabel
terikat berupa kadar asam cuka hasil titrasi, dan variabel kontrol berupa indikator kubis
merah.

3. Pendefenisian Variabel Secara Operasional (PVSO)


PVSO adalah perumusan suatu defenisi yang berdasarkan pada apa yang dilakukan atau apa
yang diamati. Suatu defenisi operasional mengatakan bagaimana sesuatu tindakan atau
kejadian berlangsung, bukan apakah tindakan atau kejadian itu. Mendefenisikan secara
operasional suatu variabel berarti menetapkan tindakan apa yang dilakukan dan pengamatan
apa yang akan dicatat.

4. Melakukan Eksperimen
Melakukan eksperimen adalah pengujian hipotesis atau prediksi. Dalam suatu eksperimen,
seluruh variabel harus dijaga tetap sama kecuali satu, yaitu variabel manipulasi. Dengan kata
lain, eksperimen atau percobaan dapat didefenisikan sebagai usaha sistematik yang
direncanakan untuk menghasilkan data untuk menjawab suatu rumusan masalah atau menguji
hipotesis. Apabila cara bagaimana suatu variabel akan dimanipulasi dan jenis respon yang
diharapkan dinyatakan secara jelas dalam bentuk defenisi operasional. Beberapa perilaku
yang dikerjakan siswa saat melakukan eksperimen ini adalah : (a) merumuskan dan menguji
prediksi tentang kejadian-kejadian, (b) mengajukan dan menguji hipotesis, (c)
mengidentifikasi dan mengontrol variabel, (d) mengevaluasi prediksi dan hipotesis
berdasarkan pada hasil-hasil percobaan.
5. Menginterpretasikan Data
Pengkomunikasian adalah mengatakan apa yang ketahui dengan ucapan kata-kata, tulisan,
gambar, demonstrasi, atau grafik. Jadi adalah penting menyatakan sesuatu atau menulis data
sejelas-jelasnya. Guru dapat membantu siswa dengan jalan memberi kesempatan sebanyak-
banyaknya berlatih berkomunikasi dan membantu mereka mengevaluasi apa yang mereka
katakan atau tulis. Keterampilan proses sains untuk aspek menafsirkan/interpretasi memiliki
indikator yaitu mencatat hasil pengamatan dan perhitungan, dan menyimpulkan. Item
pertama dari indikator adalah mencatat hasil pengamatan dan melakukan perhitungan kadar
asam cuka berdasarkan data hasil pengamatan yang diperoleh. Item kedua dari indikator
adalah membuat kesimpulan sesuai dengan hasil pengamatan dan disertai dengan alasan
berdasarkan hasil jawaban pertanyaan dan perhitungan.

6. Melakukan Penyelidikan
Penginferensial adalah penggunaan apa yang Anda amati untuk menjelaskan sesuatu yang
telah terjadi. Penginferensial berlangsung, melampaui suatu pengamatan untuk menafsirkan
apa yang telah diamati. Beberapa perilaku siswa adalah : (a) mengaitkan pengamatan dengan
pengalaman atau pengetahuan terdahulu; (b) mengajukan penjelasan-penjelasan untuk
pengamatan-pengamatan .
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta:
Erlangga.

Day, R.A dan A.L Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.

Khopkhar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press).

Ngatijo, Pranjono, Torowati dan Waringin Margi Yusmaman. 2017. Analisis Kadar Uranium
dan Keasaman Untuk Menentukan Kebutuhan Sodium Hidroksida pada Penetralan
Limbah Uranium Cair di Laboratorium Kimia Instalasi Elemen Bakar Eksperimental.
Jurnal Teknik Kimia. ISSN: 1979-2409.

Nurhasanah dan Zona Octarya. 2018. Synthesis of Vinegar Acid with Raja Uli Banana Peel
(Musa paradiaca). Indonesian Journal of Chemical Science and Technology. Vol 01.
No. 01.

Sundari, Ratna. 2016. Pemanfaatan dan Efisisensi Kurkumin Kunyit sebagai Indikator Titrasi
Asam Basa. Jurnal Teknologi Industri. Vol. 22 No. 8.

Techinamuti, Novalisha dan Rimadani Pratiwi. 2018. Review: Metode Analisis Kadar
Vitamin C. Jurnal Farmaka. Vol 16. No 2.

Anda mungkin juga menyukai