Manajemen Bencana Kel 6

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

Mata Kuliah : Kegawatdaruratan Sistem I

Dosen Pengajar : Johanis Kerangan, S.Kep., Ns., M.Kep

MASS GATHERING

OLEH

Kelompok 6

Jullya C. Salawaty (15061012)


Monica C. Sidun (15061026)
Andreas Kaunang (15061122)
Marcelino Lomboan (15061179)
Oktavin Meluwu (15061210)
Indri Gigir (15061050)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE

MANADO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara geografis dan geologis Indonesia sebenarnya rawan terhadap

bencana, seperti gempa bumi, tanah longsor, tsunami, banjir, letusan gunung

berapi, angin kencang bahkan kebakaran hutan. Bencana ini menimbulkan

kerugian dan kerusakan yang sangat parah. Bencana, utamanya bencana alam

sebagai fenomena geografis, geologis dan geofisis tidak dapat dicegah terjadinya

oleh manusia. Penanganan bencana pada dasarnya di tujukan sebagai upaya

untuk meredam dampaknya dan memperkecil korban jiwa, kerusakan dan

kerugian yang diakibatkan oleh bencana. Jadi penanganan bencana bukan

mencegah untuk terjadinya melainkan mencegah dampak atau akibat yang

ditimbulkan oleh bencana dan memperkecil korban jiwa, kerugian secara

ekonomis dan kerusakannya.

Sudah sejak lama masyarakat tradisional bisa mengantisipasi terjadinya

bencana karena mereka mampu melakukan prediksi, previsi dan preservasi secara

langsung. Masalahnya adalah pada era informasi dan teknologi seperti sekarang

ini apakah masih mengandalkan pengetahuan dan naluri tradisional dalam

penanganan bencana. Selain bencana alam ada juga bencana non alam seperti

konflik sosial, epidemi, wabah penyakit serta kegagalan teknologi. Kegagalan

teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan

desain, pengoperasian dan kelalaian serta kesengajaan manusia dalam

penggunaan teknologi dan/atau industri. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan

sebelum bencana dapat berupa pendidikan peningkatan kesadaran bencana


(disaster awareness), latihan penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan

teknologi tahan bencana (disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap

bencana, dan perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster

management policies).

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan cepat, tepat

memerlukan komponen-komponen antara lain: SDM, sarana-prasarana, logistik-

medis (obat-obatan, bahan-bahan & alat medis habis pakai, dll), komunikasi-

transportasi. Permasalahan pada logistik medis sangat komplek. Disatu sisi

memberikan pelayanan pada para pelaku pelayanan kesehatan (dokter,

paramedik, rumah sakit, Puskesmas, Posko Bencana), di sisi lain harus menerima

dan menginventarisasi bantuan/donasi logistik-medik dalam waktu yang

bersamaan dan volume barang yang besar. Berdasarkan latar belakang di atas,

maka penulis menyusun makalah ini dengan judul Manajemen Bencana.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaiamana konsep manajemen bencana ?

1.2.2 Apa itu bencana dan manajemen bencana ?

1.2.3 Apa saja Jenis-Jenis bencana ?

1.2.4 Bagaiamana mekanisme manajemen bencana ?

1.2.5 Bagaiman Manajemen logistic dalam Penanggulangan Bencana?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk menjelaskan konsep manajemen bencana

1.3.2 Untuk menjelaskan apa itu bencana dan manajemen bencana

1.3.3 Untuk menjelaskan jenis-jenis bencana

1.3.4 Untuk menjelaskan mekanisme manajemen bencana

1.3.5 Untuk menjelaskan Manajemen logistic dalam Penanggulangan Bencana


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Manajemen Bencana

Konsep dasar manajemen bencana berbasis masyarakat adalah upaya

meningkatkan kapasitas masyarakat atau mengurangi kerentanan masyarakat.

Besaran bencana merupakan akumulasi berbagai ancaman bahaya dengan

rangkaian kerentanan yang ada di masyarakat. Rangkaian kerentanan ini antara

lain terdiri dari kemiskinan, kurangnya kewaspadaan, kondisi alam yang sensitif,

ketidak-berdayaan, dan berbagai tekanan dinamis lainnya. Kerentanan satu

kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain berbeda akar

masalahnya, demikian pula ancaman bahayanya pun berbeda-beda jenisnya.

Berbagai jenis ancaman bahaya, berdasar penyebabnya dapat

diklasifikasikan menjadi empat, yaitu bencana geologi, bencana iklim, bencana

lingkungan, dan bencana sosial. Bencana geologi antara lain gempa bumi,

tsunami, letusan gunung berapi, dan tanah longsor. Bencana iklim antara lain

banjir, kekeringan, dan badai. Bencana lingkungan antara lain pencemaran

lingkungan (air, udara, tanah), eksploitasi sumber daya alam berlebihan termasuk

penjarahan hutan, alih fungsi lahan di kawasan lindung, penerapan teknologi

yang keliru, dan munculnya wabah penyakit. Bencana sosial antara lain

kehancuran budaya, budaya tidak peduli, KKN, politik tidak memihak rakyat,

perpindahan penduduk, kesenjangan sosial ekonomi budaya, konflik dan

kerusuhan.

Cita-cita manajemen bencana berbasis masyarakat atau community based

disaster management sudah menjadi visi dari negara-negara maju di muka bumi
ini. Peristiwa bencana gempa dan tsunami di NAD juga membuka mata dan hati

kita betapa di muka bumi ini masih ada semangat perikemanusiaan dan gotong

royong membantu para korban. Berdasar fakta tersebut, merealisasikan

manajemen bencana berbasis masyarakat bukan hal yang mustahil, walaupun

banyak kendala dan hambatan yang harus bersama-sama kita hadapi. Kelompok

masyarakat sebagai pelaku utama manajemen bencana ini harus dapat

diupayakan dari tingkat yang paling kecil yaitu kelompok Rukun Tetangga (RT),

Rukun Warga (RW), dusun, kampung, sampai kelompok yang lebih besar yaitu

desa atau kelurahan, kecamatan, bahkan kota atau kabupaten.

2.2 Konsep Bencana dan Manajemen Bencana

Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

psikologis. Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003) yang dikutip

Wijayanto (2012), Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap

masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh

masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang

ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber

daya yang ada.

Menurut Parker (1992) dalam dikutip Wijayanto (2012), bencana adalah

sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun

ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan


teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun

lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas.

Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa pengertian bencana diatas,

bahwa pada dasarnya pengertian bencana secara umum yaitu suatu kejadian atau

peristiwa yang menyebabkan kerusakan berupa sarana prasana maupun struktur

sosiak yang sifatnya mengganggu kelangsungan hidup masyarakat.

Manajemen bencana menurut Nurjanah (2012:42) sebagai Proses dinamis

tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen bencana seperti planning,

organizing, actuating, dan controling. Cara kerjanya meliputi pencegahan,

mitigasi, dan kesiapsiagaan tanggap darurat dan pemulihan.

Tujuan manajemen bencana secara umum adalah sebagai berikut: (1)

Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda

dan lingkungan hidup; (2) Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam

kehidupan dan penghidupan korban; (3) Mengembalikan korban bencana

dari daerah penampungan/ pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan

atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman; (4) Mengembalikan

fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/ transportasi, air minum,

listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial

daerah yang terkena bencana; (5) Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih

lanjut; (6) Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan

rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.

Manajemen bencana meliputi tahap-tahap seperti ; 1) Sebelum bencana

terjadi, meliputi langkah – langkah pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan

kewaspadaan; 2) Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi, meliputi langkah

– langkah peringatan dini, penyelamatan, pengungsian dan pencarian korban;


dan 3) Sesudah terjadinya bencana, meliputi langkah penyantunan dan pelayanan,

konsolidasi, rehabilitasi, pelayanan lanjut, penyembuhan, rekonstruksi dan

pemukiman kembali penduduk (Sutanto).

Tahapan diatas dalam kenyataannya tidak dapat ditarik tegas antara

tahapan satu ketahapan berikutnya. Demikian pula langkah – langkah yang

diambil belum tentu dapat dilaksanakan secara berturut – turut dan runtut.

Namun jelas bahwa manajemen bencana (disarter management) adalah suatu

kegiatan atau rangkaian kegiatan yang menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang

merupakan siklus kegiatan :

1. Sebelum bencana terjadi.

a. Pencegahan (Prevention), yaitu kegiatan yang lebih dititik beratkan

pada upaya penyusunan berbagai peraturan perundang – undangan

yang bertujuan mengurangi resiko bencana. Misal peraturan tentang

RUTL, IMB, rencana tata guna tanah, rencana pembuatan peta rawan

bencana dsb.

b. Mitigasi Bencana (Mitigation), upaya untuk mengurangi dampak yang

ditimbulkan bencana, misal pembuatan tanggul, sabo dam, check

dam, Break water, Rehabilitasi dan normalisasi saluran.

c. Kesiapsiagaan (Preparedness), Yaitu kegiatan penyuluhan, pelatihan

dan pendidikan kepada masyarakat, petugas di lapangan maupun

operator pemerintah, disamping itu perlu dilatih ketrampilan dan

kemahiran serta kewaspadaan masyarakat.

d. Peringatan Dini (Early Warning), serangkaian kegiatan pemberian

peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang

kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga


yang berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda

peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.

Pemberian peringatan dini harus : Menjangkau masyarakat

(accesible), Segera (immediate), Tegas tidak membingungkan

(coherent), Bersifat resmi (official).

2. Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi.

a. Peringatan dini, yaitu kegiatan yang memberikan tanda atau isyarat

terjadinya bencana pada kesempatan pertama dan paling awal.

Peringatan dini ini diperlukan bagi penduduk yang bertempat tinggal

didaerah rawan bencana agar mereka mempunyai kesempatan untuk

menyelamatkan diri.

b. Penyelamatan dan pencarian, yaitu kegiatan yang meliputi pemberian

pertolongan dan bantuan kepada penduduk yang mengalami bencana.

Kegiatan ini meliputi mencari, menyeleksi dan memilah penduduk

yang meninggal, luka berat, luka ringan serta menyelamatkan

penduduk yang masih hidup.

c. Pengungsian, yaitu kegiatan memindahkan penduduk yang sehat, luka

ringan dan luka berat ketempat pengungian (evakuasi) yang lebih

aman dan terlindung dari resiko dan ancaman bencana.

3. Sesudah bencana.

a. Penyantunan dan pelayanan, yaitu kegiatan pemberian pertolongan

kepada para pengungsi untuk tempat tinggal sementara, makan,

pakaian dan kesehatan.

b. Konsolidasi, yaitu kegiatan untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang

telah dilaksanakan oleh petugas dan mesyarakat dalam tanggap


darurat, antara lain dengan melakukan pencarian dan penyelamatan

ulang, penghitungan ulang korban yang meninggal, hilang, luka berat,

luka ringan dan yang mengungsi.

c. Rekonstruksi, yaitu kegiatan untuk membangun kembali berbagai

yang diakibatkan oleh bencana secara lebih baik dari pada keadaan

sebelumnya dengan telah mengantisipasi berbagai kemungkinan

terjadinya bencana di masa yang akan datang.

Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan

masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta benda.

Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya suatu langkah

konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak kita harapan

dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk pemulihan pasca

bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.

Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis

masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses

perbaikan total atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya kebijakan

lokal yang bertumpu pada kearifan lokal yang berbentuk peraturan nagari dan

peraturan daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam

manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama pada daerah

rawan bencana.

2.3 Jenis – Jenis Bencana dan Faktor Penyebab

Menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa

atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban

jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

psikologis.

2.3.1 Jenis – Jenis Bencana

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa

gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin

topan, dan tanah longsor;

2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa

gagal teknologi,gagal modernisasi. dan wabah penyakit;

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi

konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat; dan

4. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang

diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan

kesengajaan, manusia dalam penggunaan teknologi dan atau

insdustriyang menyebabkan pencemaran, kerusakan bangunan,

korban jiwa, dan kerusakan lainnya.

2.3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Bencana

Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu : (1)

Faktor alam (natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada

campur tangan manusia. (2) Faktor non-alam (nonnatural disaster) yaitu

bukan karena fenomena alam dan juga bukan akibat perbuatan manusia,

dan (3) Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat


perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan

terorisme.

Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena

adanya interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan

(vulnerability). Ancaman bencana menurut Undang-undang Nomor 24

tahun 2007 adalah “Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan

bencana”. Kerentanan terhadap dampak atau risiko bencana adalah

“Kondisi atau karateristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik,

budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka

waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat untuk

mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak

bahaya tertentu” (MPBI, 2004:5).

2.4 Manajemen Logistic Dalam Penanggulangan Bencana

Manajemen logistik bencana merupakan bagian dari proses supply chain

yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan

keefisienan dan keefektifan penyimpanan dan aliran barang, pelayanan dan

informasi terkait dari titik permulaan (point of origin) hingga titik konsumsi

(point of consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para

pelanggan/korban bencana. Proses Manajemen logistik dalam penanggulangan

bencana ini meliputi tujuh tahapan terdiri dari:

2.4.1 Perencanaan/Inventarisasi Kebutuhan

1. Proses Inventarisasi Kebutuhan adalah langkah-langkah awal untuk

mengetahui apa yang dibutuhkan, siapa yang membutuhkan, di mana,

kapan dan bagaimana cara menyampaikan kebutuhannya.


2. Inventarisasi ini membutuhkan ketelitian dan keterampilan serta

kemampuan untuk mengetahui secara pasti kondisi korban bencana

yang akan ditanggulangi.

3. Inventarisasi kebutuhan dihimpun dari :

a. Laporan-Laporan;

b. Tim Reaksi Cepat;

c. Media Massa;

d. Instansi terkait;

e. Perencanaan Inventarisasi kebutuhan terdiri dari;

f. Penyusunan standar kebutuhan minimal;

g. Penyusunan kebutuhan jangka pendek, menengah dan panjang.

2.4.2 Pengadaan dan/atau Penerimaan

1. Proses penerimaan dan/atau pengadaan logistik dan peralatan

penanggulangan bencana dimulai dari pencatatan atau inventarisasi

termasuk kategori logistik atau peralatan, dari mana bantuan diterima,

kapan diterima, apa jenis bantuannya, seberapa banyak jumlahnya,

bagaimana cara menggunakan atau mengoperasikan logistik atau

peralatan yang disampaikan, apakah ada permintaan untuk siapa

bantuan ini ditujukan.

2. Proses penerimaan atau pengadaan logistik dan peralatan untuk

penanggulangan bencana dilaksanakan oleh penyelenggara

penanggulangan bencana dan harus diinventarisasi atau dicatat.

Pencatatan dilakukan sesuai dengan contoh formulir dalam lampiran.

3. Maksud dan Tujuan Penerimaan dan/atau Pengadaan:


a. Mengetahui jenis logistik dan peralatan yang diterima dari

berbagai sumber.

b. Untuk mencocokkan antara kebutuhan dengan logistik dan

peralatan yang ada.

c. Menginformasikan logistik dan peralatan sesuai skala prioritas

kebutuhan.

d. Untuk menyesuaikan dalam hal penyimpanan.

4. Sumber Penerimaan dan/atau Pengadaan

5. Proses Penerimaan dan/atau Pengadaan

a. Proses pengadaan logistik dan peralatan penanggulangan bencana

dilaksanakan secara terencana dengan memperhatikan jenis dan

jumlah kebutuhan, yang dapat dilakukan melalui pelelangan,

pemilihan dan penunjukkan langsung sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

b. Penerimaan logistik dan peralatan melalui hibah dilaksanakan

berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku dengan

memperhatikan kondisi pada keadaan darurat.

2.4.3 Pergudangan dan/atau Penyimpanan

1. Proses penyimpanan dan pergudangan dimulai dari data penerimaan

logistik dan peralatan yang diserahkan kepada unit pergudangan dan

penyimpanan disertai dengan berita acara penerimaan dan bukti

penerimaan logistik dan peralatan pada waktu itu.

2. Pencatatan data penerimaan antara lain meliputi jenis barang logistik

dan peralatan apa saja yang dimasukkan ke dalam gudang, berapa

jumlahnya, bagaimana keadaannya, siapa yang menyerahkan, siapa


yang menerima, cara penyimpanan menggunakan metoda barang yang

masuk terdahulu dikeluarkan pertama kali (first-in first-out) dan atau

menggunakan metode last-in first-out.

3. Prosedur penyimpanan dan pergudangan, antara lain pemilihan

tempat, tipe gudang, kapasitas dan fasilitas penyimpanan, system

pengamanan dan keselamatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.4.4 Pendistribusian

1. Berdasarkan data inventarisasi kebutuhan maka disusunlah

perencanaan pendistribusian logistik dan peralatan dengan disertai

data pendukung: yaitu yang didasarkan kepada permintaan dan

mendapatkan persetujuan dari pejabat berwenang dalam

penanggulangan bencana.

2. Perencanaan pendistribusian terdiri dari data: siapa saja yang akan

menerima bantuan, prioritas bantuan logistik dan peralatan yang

diperlukan, kapan waktu penyampaian, lokasi, cara penyampaian, alat

transportasi yang digunakan, siapa yang bertanggung jawab atas

penyampaian tersebut.

3. Maksud dan Tujuan Pendistribusian adalah :

a. Mengetahui sasaran penerima bantuan dengan tepat.

b. Mengetahui jenis dan jumlah bantuan logistik dan peralatan yang

harus disampaikan.

c. Merencanakan cara penyampaian atau pengangkutannya.

2.4.5 Pengangkutan

1. Berdasarkan data perencanaan pendistribusian, maka dilaksanakan

pengangkutan.
2. Data yang dibutuhkan untuk pengangkutan adalah: jenis logistik dan

peralatan yang diangkut, jumlah, tujuan, siapa yang

bertanggungjawab dalam perjalanan termasuk tanggung jawab

keamanannya, siapa yang bertanggungjawab menyampaikan kepada

penerima.

3. Penerimaan oleh penanggungjawab pengangkutan disertai dengan

berita acara dan bukti penerimaan logistik dan peralatan yang

diangkut.

4. Maksud dan Tujuan Pengangkutan:

a. Mengangkut dan atau memindahkan logistik dan peralatan dari

gudang penyimpanan ke tujuan penerima

b. Menjamin keamanan, keselamatan dan keutuhan logistik dan

peralatan dari gudang ke tujuan.

c. Mempercepat penyampaian.

5. Jenis Pengangkutan

a. Jenis pengangkutan terdiri dari angkutan darat, laut, sungai, danau

dan udara, baik secara komersial maupun non komersial yang

berdasarkan kepada ketentuan yang berlaku.

b. Pemilihan moda angkutan berdasarkan pertimbangan:

2.4.6 Penerimaan di tujuan

1. Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam penerimaan di

tempat tujuan adalah:

a. Mencocokkan antara data di manifest pengangkutan dengan jenis

bantuan yang diterima.

b. Men-check kembali, jenis, jumlah, berat dan kondisi barang.


c. Mencatat tempat pemberangkatan, tanggal waktu kedatangan,

sarana transportasi, pengirim dan penerima barang.

d. Membuat berita acara serah terima dan bukti penerimaan

2.4.7 Pertanggungjawaban

1. Seluruh proses manajemen logistik dan peralatan yang telah

dilaksanakan harus dibuat pertanggung jawabannya.

2. Pertanggungjawaban penanggulangan bencana baik keuangan maupun

kinerja, dilakukan pada setiap tahapan proses dan secara paripurna

untuk seluruh proses, dalam bentuk laporan oleh setiap pemangku

proses secara berjenjang dan berkala sesuai dengan prinsip

akuntabilitas dan transparansi.

Ketujuh tahapan Manajemen Logistik dan Peralatan tersebut dilaksanakan

secara keseluruhan menjadi satu sistem terpadu.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

hal-hal sebagai berikut:

1. Bencana adalah kejadian karena ulah manusia ataupun karena faktor alam

yang berakibat kerugian bagi manusia baik kerugian materil maupun non

materil.

2. Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu

untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan

observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,

peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi

bencana. (UU 24/2007).

3. Jenis-jenis bencana: bencana alam, non alam, dan bencana sosial

4. Mekanisme manajemen bencana: mekanisme internal atau informal dan

mekanisme eksternal atau formal

5. Tahapan penanggulangan bencana: tahap pra bencana, tahap pada saat

terjadi bencana, dan tahap pasca bencana

6. Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan dalam penanggulangan

bencana dimaksudkan sebagai petunjuk praktis yang dipergunakan oleh

semua pihak dalam melaksanakan upaya penanggulangan bencana sejak

prabencana, saat bencana dan pascabencana. Sehingga dapat mengurangi

dampak atau kerugian yang disebabkan oleh bencana.


3.2 Saran

Kepada para pembaca, penulis menyarankan agar selalu waspada dan siap

siaga dalam menghadapi bencana karena kita tidak tahu kapan dan dimana

bencana itu terjadi. Perlu mempelajari langkah-langkah dalam pencegahan dan

penanggulangan bencana. Dan ingatlah jangan berbuat ulah yang mendatangkan

bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Dian Wijayanto, 2012. Pengantar Manajemen. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Nurjanah, (2012). Manajemen Bencana. Bandung : ALFABETA.

Rijanta, (2014). Modal Sosial dalam Manajemen Bencana. UGM.

Sutanto, (2012). Peranan K3 Dalam Manajemen Bencana. Undip. Diakses dari

http://eprints.undip.ac.id/42901/ pada Selasa 15 Aril 2019, Jam : 20.17 WITA

UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Anda mungkin juga menyukai