Anda di halaman 1dari 8

Hormon Dan Regulator Pertumbuhan Pada Tanaman

Hilma Zulfa
1810422066
6 KBI
hilmazulfa99@gmail.com

ABSTRAK
Praktikum Hormon dan Regulator Pertumbuhan pada Tanaman ini dilaksanakan pada
Selasa, 15 Oktober 2019, di Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Praktikum ini
bertujuan untuk melihat pengaruh 2,4-D dalam perkecambahan dan pertumbuhan akar,
untuk melihat bahwa sitonikin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam
pertambahan proses senescence dan melihat pengaruh giberelin terhadap terhadap
perkecambahan biji. Hasil yang didapatkan yaitu Konsentrasi yang paling baik untuk
pertumbuhan tanaman adalah kosentrasi yang tidak terlalu rendah namun juga tidak terlalu
tinggi. Rata-rata akar terpanjang ditemukan pada aquadest dan konsentrasi 0,001 M yaitu
3,88 cm, sedangkan rata-rata akar terpendek ditemukan pada kontrol yaitu 0,48 cm.
Pemberian sitokinin mengakibatkan perubahan warna daun paling cepat pada konsentrasi 1
M dan paling lambat pada konsentrasi 0,1 M. Pemberian giberalin yang mempu memicu
pertumbuhan maksimum adalah pada konsentrasi 0,01 M dilihat dari banyaknya kecambah
yang tumbuh dan tinggi kecambahnya.

Kata Kunci : 2,4-D, Giberalin, Hormon, Senescence, Sitokinin, Zat pengatur tumbuh.

PENDAHULUAN
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organic yang bukan hara
(nutrient) dengan jumlah yang sangat mendukung, menghambat dan merubah
fungsi fisiologi tumbuhan. Hormon tumbuhan adalah zat organic yang dihasilkan
oleh tumbuhan yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologi.
Absisi adalah gugurnya suatu organ tanaman seperti daun, bunga dan buah. Proses
ini dipengaruhi oleh auksin yang dihasilkan pada bagian tanaman. Absisi terjadi
dengan pecahnya jaringan pembuluh secara mekanisme. Zona absisi tidak akan
terbentuk selama masih cukup auksin yang dihasilkan pada bagian tanaman dan
dapat diteruskan pada tangkai daun tersebut (Bower, 1996).
Ditinjau dari asal senyawa, faktor pertumbuhan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu pengatur tumbuh yang merupakan senyawa-senyawa yang datang dari
luar/lingkungan tumbuhan

dan senyawa-senyawa yang dihasilkan dalam tubuh tumbuhan (hormon) (Jinus,


2012). Hormon yang pertama kali ditemukan adalah auksin. Auksin endogen yaitu
IAA (Indol Acetic Acid) ditemukan pada tahun 1930-an bahkan saat itu hormon
mula-mula dimurnikan dari air seni. Karena semakin banyak hormon ditemukan
maka efek serta konsentrasi endogennya dikaji. Hormon pada tanaman jelas
mempunyai ciri, yaitu setiap hormon mempengaruhi respon pada bagian tumbuhan,
respon itu bergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan,
konsentrasi hormon, interaksi antar hormon, yang diketahui dan berbagai faktor
lingkungan yaitu cahaya, suhu, kelembaban dan lainnya (Salisbury, 1995).
Peredaran auksin ke seluruh tubuh tumbuhan adalah secara basipetal,
artinya menuju ke basis. Tersedianya auksin dalam tanaman sangat dipengaruhi
oleh cahaya matahari. Pada cahaya matahari yaitu sinar nila terdapat riboflavin
yaitu suatu pigmen yang dapat merusak enzim-enzim yang membantu
pembentukan IAA (Kimball, 2000). Herbisida auksin akan menyebabkan beberapa
bagian tertentu dari organ tumbuhan lebih cepat dari bagian tumbuhan yang lainnya
sehingga dapat ditemukan helai daun, tangkai daun, dan batang yang terpilin dan
berubah bentuk akibat pertumbuhan yang tidak seimbang karena peristiwa epinasti.
Epinasti terjadi karena sifat umum auksin yang mendorong produksi etilen
(Salisbury dan Ross, 1995).
Pengaruh fisiologi auksin diantaranya yaitu (1) pemanjangan sel, IAA dan
auksin lain merangsang pemanjanga sel dan juga akan berakibat pada
pemanjangan kaleoptil dan batang auksin pada umumnya menghambat
pemanjangan sel-sel jaringan akar, (2) tunas ketiak, IAA yang dibentuk pada
meristem apikal dan ditransfer ke bawah menghambat perkembangan tunas ketiak
(lateral), (3) absisi daun, (4) aktivitas kambium, (5) Tumbuh akar, dalam akar
pengaruh IAA biasanya menghambat pemanjangan sel, kecuali pada konsentrasi
yang sangat rendah (Rosihan, 2009).
Senyawa 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy acetic acid) adalah senyawa sintesis
yang dalam banya hal sama dengan hormon alami IAA, yaitu dapat merangsang
atau menghambat proses-proses perkembangan tumbuhan. Secara komersil, dapat
digunakan sebagai herbisida dan memiliki sifat fisiologis yang lebih aktif dan tahan
lama di dalam jaringan tumbuhan. Herbisida auksin menyebabkan beberapa bagian
tertentu dari organ tumbuh lebih cepat daripada bagian lainnya sehingga ditemukan
helai daun, tangkai daun, dan batang yang terpilin dan berubah bentuk akibat
peristiwa epinasti (Salisbury dan Ross, 1995).
Sitokinin berasal dari kata cyto = sel, kinesis = pembelahan sel. Adapun
bentuk-bentuk sitokinin :sitokinin alami, yaitu zeatin yang diekstrak dari jagung.
Sitokinin sintesis antara lain Benzil Adenin (BA) Benzil Amino Purine (BAP) dan
Kinetin 2-iP juga termasuk kelompok sitokinin (Bidwell,1979). Sitokinin merupakan
ZPT yang mendorong pembelahan (sitokinesis). Beberapa macam sitokinin
merupakan sitokinin alami (misal :kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya merupakan
sitokinin sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif
terutama pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya
diangkut oleh xylem menuju sel – sel target pada batang (Prawiranata, 1989).
Giberelin ditemukan oleh kurosawa, pada tahun 1930 yaitu seorang penyakit
tanaman jepang pada padi yang diserang oleh penyakit “bakanae” atau kecambah
totol. Padi yang sakit menjadi panjang dan seperti pita (spindle) dan jamur yang
menyebabkan padi sakit tersebut adalah jamur giberella fujikoroi (Fussarium
moniliformae). Peranan fisiologis giberelin yaitu dapat mengatasi dormansi biji dan
tunas, pembebasan giberelin setelah proses imbibisi, pertumbuhan batang, dapat
mengatasi kekerdilan termasuk dari bawaan genetik, penginduksi pembuangan, dan
Sex expression (Pasetryani, 2007).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat pengaruh 2,4-D dalam
perkecambahan dan pertumbuhan akar, untuk melihat bahwa sitokinin merupakan
zat pengatur tumbuh yang berperan dalam perlambatan proses senescence dan
melihat pengaruh giberelin terhadap perkecambahan biji.
disimpan di tempat gelap selama 5 hari.
METODE PRAKTIKUM
Pada akhir percobaan ukur panjang
Waktu dan Tempat akar primer setiap kecambah. Hitung
Praktikum Hormon dan Regulator panjang rata-rata pada masing-masing
Pertumbuhan pada Tanaman perlakuan. Setelah itu dibuatlah grafik
dilaksanakan pada Selasa, 15 Oktober yang memperlihatkan hubungan antara
2019 di Laboratorium Pendidikan IV, konsnetrasi 2,4-D dengan panjang akar
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika primer sehingga dapat diketahui
dan Ilmu Pengetahuan Alam, pengaruh dari pemakaian 2,4-D dalam
Universitas Andalas, Padang. perrtumbuhan akar.
Alat dan Bahan B. Sitokinin dan Senescence pada
Daun Tanaman
Alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah kertas saring, cawan petri/botol Dipersiapkan potongan daun tanaman
kaca, cork borer. Bahan yang diperlukan dengan ukuran proporsional
adalah biji dan kecambah Phaseolus menggunakan cork borer masing-
radiatus, Cucumis sativus dan daun masing 5 potongan daun untuk 5
Cinamomum burmanii sedangkan perlakuan percobaan kemudian
Bahan kimia yang digunakan yaitu dipersiapkan larutan perlakuan yang
larutan baku 2,4-D 100 ppm, kinetin, terdiri dari aquadest dan larutan kinetin
dan larutan giberelin. (0,00 ; 0,001 ; 0,01 ; 0,1 ; 1 mg/L)
Cara Kerja masing-masing 10 mL dalam gelas
kimia. Setelah itu ditempatkan pada
A. Uji Biologis 2,4-Dichloro- masing-masing larutan potogan daun
phenoxyaceticacid pada Pertum- kemudian tutup agar jangan terjadi
buhan Akar interaksi dengan lingkungan lalu diamati
Diletakkan selembar kertas saring pada apa yang terjadi pada warna daun
setiap gelas kimia dari 6 gelas kimia. tersebut selama satu minggu
Dari larutan baku 2,4-D buat masing- perendaman baik kontrol atau pada
masing 10 ml larutan-larutan 2,4-D perlakuan dengan kinetin
dengan konsentrasi sebagai berikut: 0.0; C. Peranan Giberelin (GA3) Dalam
0.001; 0.01; 0.1; 1.0 dan 10.0 mg/l. Perkecambahan Biji Tumbuhan
setelah itu ditandai setiap gelas kimia
Larutan dan kertas saring dimasukkan
dengan angka 1 sampai dengan 6.
ke dalam botol kaca. Kemudian
Tuangkan 10 ml larutan 2,4-D ke dalam
sebanyak 50 biji tanaman Phaseolus
masing-masing gelas . dicatat
radiatus diambil dan dimasukkan
konsentrasi 2,4-D yang ada pada
masing-masing 20 biji ke dalam botol
masing-masing gelas kemudian
kaca. Disimpan ditempat yang gelap
diletakkan 15 biji mentimun dalam
kemudian diamati apa yang terjadi.
masing-masing gelas kimia dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari praktikum yang telah kami lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Uji Biologis 2,4-Dichloro-phenoxyacetic acid pada Pertumbuhan Akar
Panjang Akar Hari Ke- (cm)
Konsentrasi Rata-rata
1 2 3 4 5
Kontrol 0,5 2,9 4,8 5,1 6,1 3,88
0,001 0,7 2,2 3,7 3,9 3,9 2,88
0,01 0,5 1,9 4,5 4,8 5,1 3,36
0,1 0,3 1,56 4,4 4,8 4,9 3,19
1 0,6 1 1,9 1,9 2,2
1,52
10 0,2 0,7 0,9 1 1,2
0,52
Dari tabel diatas dapat dapat diketahui tumbuhan dikotil daripada monokotil
bahwa konsentrasi yang paling baik (Kimball, 2000).
untuk pertumbuhan tanaman adalah Menurut Yatim (1991), tidak
kosentrasi yang tidak terlalu rendah mudah untuk menginterprestasikan
namun juga tidak terlalu tinggi. Rata-rata sehubungan dengan kebutuhan auksin
akar terpanjang ditemukan pada untuk pertumbuhan akar. Karena
konsentrasi 0,01 yaitu 3,78 cm, keberadaan auksin secara normal
sedangkan rata-rata akar terpendek dalam akar mengisyaratkan bahwa
ditemukan pada kontrol yaitu 0,48 cm. auksin berperan untuk pertumbuhan.
Semakin banyak biji yang tidak Sebagaimana halnya juga untuk korelasi
berkecambah sehingga dapat antara konsentrasi auksin dengan laju
menghambat perkecam-bahan biji. 2,4- pertumbuhan akar. Pemacuan
D merupakan auksin sebagai herbisida pertumbuhan oleh auksin yaitu pada
atau pembunuh tumbuhan yang efektif, konsentrasi rendah. Jika auksin terlalu
herbisida ini dikenal karena sifat tinggi dapat menyebabkan produksi zat
fitotoksisitasnya yang tinggi, dan penghambat.
pengaruhnya yang lebih besar pada

Tabel 2. Sitokinin dan Senescence pada Daun Tanaman


Konse Perubahan Warna Daun (Hari ke-)
ntrasi
1 2 3 4 5 6 7
kinetin
Kontrol Memudar Memudar Memudar - - Memudar Memudar
0,001 Hijau tua Hijau tua Hijau tua - - Hijau Hijau muda
muda
0,01 Memudar Memudar Memudar - - Memudar Memudar
0,1 Hijau tua Hijau muda Hijau muda - - Hijau Hijau tua
muda
1 Hijau Hijau muda Hijau muda - - Hijau Hijau coklat
muda coklat
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa obilisasi zat – zat makanan dari
konsentrasi kontrol menyebabkan jaringan disekitarnya. Jika daun
semua daun mengalami pencoklatan dipotong dari suatu larutan dan
dari waktu ke waktu. Seharusnya direndam dalam larutan sitokinin,
daun yang diberi kinetin tidak daun tersebut akan tetap hijau lebih
menagalamii pencoklatan sebab lama dibandingkan yang tidak
kinetin berfungsi untuk memperlambat direndam. Kemungkinan sitokinin juga
penuaan.Pada hasil percobaan yang memperlambat penuaan kondisi daun
di dapatkan bahwa semakin tinggi pada tumbuhan utuh yang masih
konsentrasi sitoknin maka semakin hidup (Jinus, 2012).
besar kemampuannya untuk Menurut Wilkins (1989),
menghambat penuaan. Perbedaan ini menyatakan bahwa ahli biologi
disebabkan beberapa kesalahan yaitu tumbuhan juga menemukan bahwa
masih terdapatnya cahaya pada ruang sitokinin dapat meningkatkan
penyimpanan yang gelap, pemberian pembelahan, pertumbuhan dan
larutan yang kurang sesuai perkembangan kultur sel tanaman.
dengan ketentuan dan kesalahan Sitokinin juga menunda penuaan
dalam melakukan pengamatan. daun, bunga dan buah dengan cara
Berdasarkan hasil penga- mengontrol dengan baik proses
matan tersebut diperkuat oleh literatur kemunduran yang menyebabkan
yang menyatakan bahwa Sitokinin kematian sel-sel tanaman. Penuaan
dapat menghambat penuaan bebera- pada daun melibatkan penguraian
pa organ tumbuhan, kemungkinan de- klorofil dan protein-protein, kemudian
ngan menghambat perombakan pro- produk tersebut diangkut oleh floem
tein dan dengan merangsang sintesis ke jaringan meristem atau bagian lain
RNA dan protein dan dengan mem- dari tanaman yang membutuhkannya.

Tabel 3. Peranan Giberelin (GA3) Dalam Perkecambahan Biji Tumbuhan


Konsentrasi Tinggi kecambah (cm) Tinggi rata-rata
1 2 3 4 5 6 7 Kecambah

Aquadest 0 0,26 1,08 - - 1,8 0,56


0,001 0 0,12 1,84 - - 3,5 0,84

0,01 0,5 1,06 1,4 - - 6,5 3,76

0,1 0 0,24 0,8 - - 2,4 1,2


1 0 0,26 0,74 - - 1,7 0,97

Berdasarkan tabel dapat dilihat giberelin merupakan hormon yang dapat


bahwatanamanmulaiberkecambahpada meningkatkan pertumbuhan.
hari ke-2, pada pemberian GA3 dengan Hal ini sesuai dengan literatur
berbagai konsentrasi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
peningkatan pertumbuhan kecambah giberalin yang diberikan maka semakin
dari waktu ke waktu. Hal ini dikarenakan banyak biji yang berkecambah.
Giberelin merupakan suatu hormon
tumbuhan yang mempunyai peranan Bidwell, R. G. S. 1979. Plant Physiology
fisiologis dalam mendorong Second Edition. Mac Million
perpanjangan ruas perkecambahan Publishing. New York.
perbuangan dan menghambat dalam Djamhari, S. 2010. Memecah Domansi
pertumbuhan pembentukan akar serta Rimpang dengan Aplikasi
menunda pemasakan buah. Giberelin Auksin. Jurnal Sains dan
tidak akan aktif jika dikonjugasi dengan Teknologi Indonesia. Vol. 12:66-
senyawa lain seperti glukosa. Dengan 70.
distribusi ke tanaman tingkat tinggi dan Jinus. 2012. Pengaruh Zat Pengatur
tanaman tingkat rendah (Djamhari, Tumbuh Terhadap Pertumbuhan
2010). Akar Stek Tanaman. Jurnal
Sains dan Matematika. Vo. 20
KESIMPULAN DAN SARAN (2):35-40.
Kimball, J. W. 2000. Biologi. Erlangga.
Kesimpulan
Jakarta.
Berdasarkan praktikum yang telah
Nani, S. 2001. Pengaruh Giberelin,
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
Auksin Terhadap Pembungaan
1. Konsentrasi yang paling baik
dan Hasil Biji Mentimun. Jurnal
untuk pertumbuhan tanaman adalah
Hortikultura. Vol.11 (1):1-8.
kosentrasi yang tidak terlalu rendah
Pasetriyani. 2007. Pengaruh Macam
namun juga tidak terlalu tinggi. Rata-rata
Media Tanam dan Zat Pengatur
akar terpanjang ditemukan pada
Tumbuh Terhadap Pertumbuhan
konsentrasi 0,01 yaitu 3,78 cm,
Tanaman. Jurnal Agroscience.
sedangkan rata-rata akar terpendek
Vol. 7(3):41-47.
ditemukan pada kontrol yaitu 0,48 cm.
Prawiranata, W. 1989. Dasar- dasar
2. Pemberian sitokinin dapat
Fisiologi Tumbuhan.
menghambat penuaan. Penuaan atau
Departemen Botani Fakultas
perubahawan warna daun paling lambat
Pertanian IPB.Bogor.
terdapat pada konsentrasi 0,1 dimana
Rosihan, R dan A. Sudiman. 2009.
daun yang mulai menguning pada hari
Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh
ke empat.
Terhadap Perkecambahan.
3. Konsentrasi pemberian giberalin
Jurnal Agrotropika. Vol. 14 (2):
yang mempu memicu pertumbuhan
55-60.
maksimum adalah pada konsentrasi 0,1
Salisbury, J.W. dan Ross. 1995.
dilihat dari banyaknya kecambah yang
Fisiologi Tumbuhan Jilid III.
tumbuh dan tinggi kecambahnya.
ITB.Bandung
Saran Sesmita, D. 2010. Penggunaan Etilen
Diharapkan kepada praktikan untuk sebagai Zat Pengatur Tumbuh.
lebih serius dalam menjalani praktikum Jurnal Littri. Vol.16 (4):135-140.
agar tujuan dari praktikum ini dapat Shahab dan Khan. 2009. Indole Aceti
terlaksana dengan baik dan praktikan Acid Production and Enchanced
dapat mengetahui dan memahami Plant Growth Promotion By
prosedur kerja sehingga dapat membuat Indigenous. African Journal of
jurnal dengan baik dan benar. Agricultural. Vol. 4(2):1312-1316.

DAFTAR PUSTAKA
Wilkins, M. 1989. Advanced Plant Yonny, K. 2008. Aplikasi Pemberian Zat
Physiology. British Pittman Pengatur Tumbuh pada
Press. London. Tanaman. Jurnal Pertanian. Vol.
10(3):170-178.

Anda mungkin juga menyukai