Disusun Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
JAWA TIMUR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Padat
Limbah padat bersifat basah dan dihasilkan oleh usaha perikanan berupa
potongan- potongan ikan yang tidak dimanfaatkan. Limbah ini berasal dari proses
pembersihan ikan sekaligus mengeluarkan isi perutnya yang berupa jerohan dan
gumpalan-gumpalan darah. Selain itu, limbah ini juga berasal dari proses cleaning, yaitu
membuang kepala, ekor, kulit, dan bagian tubuh ikan yang lain, seperti sisik dan insang
(Setiyawan, 2010).
Karena proses ini melibatkan banyak aktifitas yang lain, maka juga dihasilkan
limbah padat yang kering berupa sisa/potongan karton kemasan, plastik, kertas, kaleng,
tali pengemas, label kemasan dan potongan sterofoam, dan sebagainya. Kondisi limbah
padat kering ini dapat dalam keadaan bersih (belum terkontaminasi oleh bahan lain)
maupun sudah dalam keadaan terkontaminasi oleh bahan lain seperti ikan/udang, bahan
pencuci produk, darah, dan lendir ikan (Dwicaksono et al. 2013).
Limbah Cair
Limbah cair dari hasil perikanan dapat berupa sisa cucian ikan/udang, darah dan
lendir ikan, yang banyak mengandung minyak ikan sehingga menimbulkan bau amis yang
menyengat. Limbah cair ini merupakan limbah yang dominan dari usaha perikanan
karena selama proses, membutuhkan air dalam jumlah yang cukup banyak. Limbah cair
juga berasal dari sanitasi dan toilet pada lokasi usaha tersebut (Gintings, 1992).
Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat
pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses
pengolahan dan spesies ikan yang diolah (Ibrahim 2005). Terdapat 3 tipe utama aktivitas
pengolahan ikan, yaitu industri pengalengan dan pembekuan ikan, industri minyak dan
tepung ikan, dan industri pengasinan ikan (Priambodo 2011). Karakteristik limbah cair
perikanan dapat dilihat melalui parameter ph, jumlah padatan terlarut, suhu, bau, BOD,
COD, dan konsentrasi nitrogen serta fosfor (FAO 1996). Limbah cair industri pengolahan
ikan memiliki karakteristik jumlah bahan organik terlarut dan tersuspensi yang tinggi jika
dilihat dari nilai BOD dan COD. Lemak dan minyak juga ditemukan dalam jumlah yang
tinggi. Terkadang padatan tersuspensi dan nutrien seperti nitrogen dan fosfor juga
ditemukan dalam jumlah tinggi. Limbah cair industri pengolahan ikan juga mengandung
sodium klorida dalam konsentrasi tinggi dari proses pembongkaran kapal, air pengolahan,
dan larutan asin (Colic et al. 2007). Secara umum karakteristik limbah cair industri
pengolahan ikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tahap kedua pengolahan limbah cair adalah proses biologi dan kimia yang
betujuan untuk menghilangkan material organik yang terdapat pada limbah cair.
Tujuan pengolahan limbah cair secara biologi adalah untuk menghilangkan padatan
yang tidak mengendap dan bahan organik terlarut dengan mikroba. Mikroorganisme
bertanggung jawab mendegradasi bahan organik dan menstabilkan limbah organik.
Pengolahan limbah cair secara biologi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
pengolahan limbah secara aerobik dan anaerobik. Proses pengolahan secara aerobik
terdiri dari sistem lumpur aktif, aerated lagoons, aerasi, trickling filters, rotating
biological contractors, dan pilihan pengolahan aerobik. Proses pengolahan secara
anaerobik terdiri dari digestion system dan imhoff tanks. Pengolahan limbah cair dapat
juga dilakukan secara fisikokimia, antara lain coagulation-floculation dan disinfection
yang terdiri dari klorinasi dan ozonasi (FAO 1996).
Selanjutnya River et al., (1998) menyatakan bahwa bagian terbesar kontribusi beban
organik pada limbah perikanan berasal dari industri pengalengan dengan beban COD
37,56 kg/m3, disusul oleh industri pengolahan fillet ikan salmon yang menghasilkan
beban limbah 1,46 kg COD/m3. Kemudian industri krustasea dengan beban COD yang
kecil. Perbandingan beban organik yang disumbangkan oleh industri pengalengan,
pemfiletan salmon dan krustasea adalah 74,3%, 21,6% dan 4,1%. Peneliti yang lain
juga melaporkan hal yang sama dengan indikator beban pencemar organik yang lain
yang berasal dari industri pengolahan perikanan.
Tabel 1. Indikator Beban Pencemaran Limbah Cair Industri Perikanan
(mekanis) 1)
Pemiletan 3428– - 857-6000 -
sardine1)
Pengolahan 4,8–5,5 7,2-7,8 0,21-0,3 0,7-0,78
(mekanis) 1)
Pengolahan 18,7 kg/t - 0,461 kg/t 6,35 kg/t
kerang
(konvensional)
1)
(fishmeal) 1)
Jenis Industri BOD COD Lemak/ Padatan
Minyak
Tersuspensi
Bloodwater 23500– 93000 0%-1,92% -
Dalam beban cemaran organik yang tinggi terkandung senyawa nitrogen yang
tinggi yang merupakan protein larut air setelah mengalami leaching selama pencucian,
defrost dan proses pemasakan (Battistoni et al., 1992; Mendez et al., 1992;
Veranita, 2001). Limbah cair ini dikeluarkan dalam jumlah yang tidak sama setiap
harinya. Pada waktu tertentu dalam jumlah yang banyak tetapi encer terutama
mengandung protein dan garam. Pada waktu yang lain dikeluarkan limbah cair dalam
jumlah sedikit tetapi pekat yang mengandung protein dan lemak. Beban limbah cair
tersebut berbeda-beda tergantung jenis pengolahannya. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah pemanfaatan dan pengeluaran air dalam Industri pengolahan hasil-
hasil perikanan
(m3/hari) 1
(m3/hari) (B)
Jumlah limbah cair per 14,9 14,9 5,3 9,4 13,14
Bahan baku yang digunakan untuk setiap usaha pengolahan ikan juga
tergantung dari jenis produksinya. Sebagian industri menggunakan bahan baku dari
buangan ikan industri lainnya, seperti industri tepung ikan banyak menggunakan
potongan ikan dan isi perut ikan dari perusahaan pengalengan ikan untuk diproses
menjadi tepung ikan. Begitu juga untuk industri minyak ikan, banyak menggunakan
ikan buangan dari perusahaan lain. Dengan demikian maka untuk menghitung
penyerapan bahan baku ikan ini dilakukan pendekatan- pendekatan sesuai dengan
jenis kegiatan yang ada berdasarkan hasil survai dan diskusi dengan para pengusaha
setempat.
Pendekatan pemakaian sumber daya ikan laut untuk industri pengolahan ikan
adalah sebagai berikut:
Pencemaran yang ditimbulkan dari industri pengolahan ikan berasal dari beberapa
sumber, mulai dari transportasi bahan baku, pemindahan bahan baku, pencucian
bahan, proses produksi, kegiatan laboratorium (quality control), aktivitas karyawan
(limbah domestik) dan lain-lain. Dari hasil survai diketahui bahwa potensi sumber
limbah industri pengolahan ikan mulai ada sejak kegiatan pendaratan ikan,
transportasi ikan, pencucian bahan baku, proses produksi, sampai sarana pengolahan
limbah yang kurang berfungsi dengan baik.
1. Air limbah domestik, yaitu air limbah yang berasal dari kamar mandi, toilet, kantin,
wastavel dan tempat wudu. Sesuai dengan aktivitasnya, maka sumber air limbah
domestik ini dihasilkan oleh semua industri yang ada.
2. Air limbah produksi, berasal dari aktivitas dalam produksi seperti pencucian
a. Tepung Ikan
Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan
mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang
terkandung di dalam tubuh ikan.Proses Pembuatan Tepung Ikan menurut El Nino
Ramadhan (2012) dapat dilihat pada Gambar 1.
Penyortiran dilakukan untuk memisahkan antara bahan baku yang bagus, setengah bagus
dan yang tidak bagus serta kotoran-kotoran atau sampah yang terdapat pada limbah ikan.
Tahap perebusan dilakukan untuk menghilangkan lemak lemak yang mengganggu proses
selanjutnya dan bakteri-bakteri yang tidak berguna. Perebusan dilakukan dengan cara yaitu
bahan baku dimasukan ke dalam alat perebus selama dua menit untuk menghilangkan
lemak, kemudian bahan baku tersebut diangkat untuk diproses lebih lanjut. Tahap
pencacahan bertujuan mencacah bahan baku yang telah mengalami proses perebusan untuk
dicacah menjadi potongan-potongan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Setelah
pencacahan, selanjutnya dilakukan pengeringan guna mengeringkan bahan baku yang telah
mengalami proses pencacahan. Tahap penggilingan dilakukan guna menggiling bahan baku
yang telah dikeringkan. Tahap penggilingan ini menghasilkan tepung ikan.
Selanjutnya dilakukan pengepakan tepung ikan dan penyimpanan di dalam
silo. Pada saat ini penggunaan tepung ikan sebagai pakan hewan maupun ternak
semakin terkenal. Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan
sebagai dengan jalan mengeluarkan sebagaian besar cairan dan sebagian atau
seluruh lemak yang dikandung di dalam tubuh ikan. Tepung ikan sebagai bahan
pakan ternak dan ikan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani dibuat dari sisa
sisa olahan (limbah) atau kelebihan hasil penangkapan dalam memaksimalkan
pemanfaatan ikan yang pada akhirnya juga memaksimalkan nilai ekonomis sisa
olahan dan kelebihan hasil tangkapan tersebut. Bahan mentah yang sebaiknya
dipakai adalah ikan yang tidak berlemak (lean fish) untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya oksidasi lemak yang akan menyebabkan rancidity.
Kegunaan utama tepung ikan adalah sebagai bahan campuran makanan ikan
atau ternak lain. Karena kandungan proteinnya yang tinggi dan komposisi asam
aminonya pun cukup seimbang, tepung ikan merupakan bagian penting terutama
untuk makanan ayam, babi maupun ikan. Bahkan berdasarkanhasil percobaan yang
telah dilakukan, ternyata ikan dapat tumbuh lebih cepat bila dalam makanannya
ditambahkan tepung ikan sebesar 10 - 40% (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk membuat tepung ikan dari
ikan segar. Metode yang paling mudah yaitu dilakukan pengeringan dibawah sinar
matahari. Sebagian besar proses pembuatan tepung ikan melalui tahap pemanasan,
pengepresan, pengeringan dan penggilingan menggunakan mesin yang telah
dirancang sebelumnya. Meskipun prosesnya mudah, akan tetapi pada prinsipnya
membutuhkan keterampilan dan pengalaman khusus untuk menghasilkan produk
tepung ikan dengan mutu tinggi.
Ketika ikan dipanaskan, sebagian besar air dan minyak akan hilang. Air dan
minyak ini juga dapat hilang pada saat dilakukan pengepresan. Alat pemanas yang
saat ini banyak digunakan berbentuk silinder uap air yang tertutup dimana ikan
dipindahkan menggunakan alat berbentuk sekrup. Jika pemanasan kurang, maka
hasil pressing nantinya tidak memuaskan dan pemanasan yang terlalu berlebihan
dapat menyebabkan ikan terlalu halus untuk dipress. Bahan baku ikan segar tidak
dilakukan pengeringan selama tahap proses pemanasan. Pemanasan biasanya
dilakukan pada suhu 95oC sampai 100 oC dalam waktu 15 sampai 20 menit
Pada tahap pressing terjadi pemindahan sebagian minyak dan air. Ikan
berada dalam tabung yang berlubang, hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan
tekanan dengan bantuan sekrup. Selama proses pressing, kadar air menurun dari
70% menjadi 50% dan minyak menurun sekitar 4 %. Setelah dilakukan
penyaringan untuk memisahkan material kasar dan material yang padat, kemudian
material yang padat dan keras ini dilakukan pressing semetode terus-menerus dan
disentrifugasi untuk memindahkan minyak. Minyak yang disuling adalah minyak
yang dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam industri pembuatan minyak goreng
dan mentega.
Bagian cair dari proses pressing liquor dikenal dengan nama stickwater yang
berisi material yang telah dihancurkan yang beratnya sekitar 9% dari total padatan.
Material terbentuk kembali akibat penguapan stickwater sampai berbentuk sirup
yang terdiri dari 30 sampai 50 % padatan dan kadang-kadang dijual sebagai ikan
padat yang dilarutkan. Pada umumnya produk hasil pressing liquor jika dipress
kembali dan dikeringkan maka akan berbentuk tepung.
Ada dua jenis alat pengering, yaitu alat pengering langsung dan alat pengering tidak
langsung. Tepung sebaiknya tidak dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi, karena
penguapan air yang cepat menyebabkan keadaan ikan mendingin, semetode normal
produk dipanaskan pada suhu 100oC. Tepung ikan ini diproses dengan metode
yang mudah, yaitu dengan metode memasak dan mengeringkan saja. Fleksibilitas
penggunaan ikan yang berminyak, kurang berminyak atau campuran dari
keduanya. Proses pemindahan air dengan pressing dan penguapan dari stickwater
lebih murah karena pengaruh penguapan lebih efisien dibandingkan dengan
menggunakan alat pemanas. Langkah terakhir yang dilakukan dalam pembuatan
tepung ikan adalah penggilingan untuk memecahkan gumpalan-gumpalan atau
partikel dari tulang dan dilakukan pengemasan tepung ikan untuk selanjutnya
dilakukan penyimpanan di dalam silo. Dari tempat industri pengolahan tepung ikan,
tepungi kan yang sudah siap jual kemudian ditransportasikan.
b. Silase Ikan
Silase ikan adalah suatu produk cair yang dibuat dari ikan-ikan utuhatau
sisa-sisa industri pengolahan ikan yang dicairkan menyerupai bubur oleh enzym-
enzym yang terdapat pada ikan-ikan itu sendiri dengan bantuan asamatau mikroba
yang sengaja ditambahkan. Menurut Suharto (1997) bahwa ada dua macam proses
pembuatannya yaitu dengan cara kimiawi dan cara biologis . Pembuatan silase ikan
dengan cara kimiawi adalah dengan menambahkan bahan kimia ke dalam ikan dan
atau sisa-sisa ikan yang telah digiling seperti HCI, H 2SO4, Asam Propionat, Asam
Formiat atau campuran keduanya. Sedangkan, silase ikan secara biologis dibuat
dengan cara memanfaatkan mikroba yang ada yaitu mengaktifkan mikroba tersebut
melalui penambahan bahan yang mengandung karbohidrat yang tinggi, seperti
dedak padi, jagung dan molases.
Silase dapat digunakan sebagai penambah atau sumber protein yangutama dalam
pembuatan pakan unggas, babi dan ikan budidaya. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Laut Lipi, 4 kg silase ikan dapat
menggantikan 1 kg tepung ikan. Sedangkan hasil analisa laboratorium dari silase
ikan menunjukkan kandungan air 70 - 75%, protein 18 - 20%, lemak 1 - 2%, dan abu
4 - 6%. Pembuatan silase ikan secara kimiawi, hasil yang terbaik adalah dengan
mengunakan campuran asam propionat dan asam formiat dengan perbandingan 1 :
1. Menurut Hertrampf (1987), asam propionat dapat mencegah pembentukan
aflatoksin, sedangkan kelebihan asam propionat yang lainnya adalah meningkatkan
daya cema bahan pakan, meningkatkan nilai gizi bahanpakan, mencegah terjadinya
penggumpalan .Silase ikan dapat digunakan langsung dalam bentuk cair terutama
untuk pakan babi atau itik atau dengan mencampurkan silase cair dengan jagung
atau dedak padi. Adapun perbandingannya adalah 1 : 1 dan setelah tercampur
merata kemudian dikeringkan, lalu digiling. Cara pemberian seperti ini dapat
diberikan sebagai campuran pakan ayam, itik dan ikan budidaya.
a. Kecap Ikan
Kecap ikan adalah salah satu produk perikanan tradisional yang diolah
secara fermentasi.Warnanya bening kekuningan sampai cokelat muda dan banyak
mengandung nitrogen. Kecap ikan sangat digemari oleh masyarakat karena selain
rasanya gurih juga pembuatannya mudah dan murah. Dalam pembuatan kecap ikan
tidak memerlukan jenis ikan tertentu dan dapat digunakan ikan yang tidak bernilai
ekonomis serta limbah ikan (sisa pengolahan). Kecap rasa khusus berbahan ikan
jenis khusus pula. Rasanya gurih serta pembuatannya mudah dan murah.
b. Terasi Ikan/Udang
Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang
hanya mengalami perlakuan penggaraman kemudian dibiarkan beberapa saat agar
terjadi fermentasi. Proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktivitas
enzim yang berasal dari tubuh ikan/udang itu sendiri (Afrianto dan Liviawaty,
1989).
Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan
sangat beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan
akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan
tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses
atau hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai
dengan kebutuhan atau faktor finansial.
Limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan ini berasal dari pencucian ikan.
Pencucian ikan menggunakan banyak air pada setiap prosesnya. Limbah cair tersebut
mengalir pada setiap selokan-selokan kecil di pojokan ruang produksi yang alirannya
langsung kepada pusat pengolahan limbah cair yang berada di luar ruang produksi.
Limbah cair tersebut tidak hanya berisi air cucian, namun ada limbah padat seperti
sisik ikan yang ikut tercampur di dalam limbah tersebut. Dalam penanganan limbah
cair dilakukan tahap penghilangan sisik ikan menggunakan mesin khusus, sehingga
sisik-sisik yang tercampur dalam limbah cair dapat diambil.
Limbah cair yang dihasilkan tidak hanya berasal dari air cucian ikan saja,
namun juga berasal dari cucian alat-alat yang digunakan pada proses pengolahan.
Pencucian air tersebut menggunakan klorin yang berbeda konsentrasi dan volume
yang digunakan. Penanganan limbah cair ini bertahap pada setiap prosesnya hingga
mencapai air bersih yang dibuang ke laut.
Menurut Azizah (2013), pengelolaan limbah cair yang diterapkan melalui 5 tahap
penanganan yaitu tahap pertama penanganan pendahuluan (Pre Treatment),
tahap kedua yaitu penanganan pertama (Primary Treatment), tahap ketiga penanganan
kedua (Biological Treatment), dan tahap keempat pengendapan dan tahap yang
terakhir yaitu penanganan pemeliharaan bakteri. Masing-masing unit penanganan
dapat dirincikan sebagai berikut.
Penanganan Pendahuluan (Pre Treatment)
Proses produksi bersih dalam industri perikanan, dapat dilakukan pada tahapan
perancangan proses dan pabrik, perubahan reaksi atau dengan pengendalian arus
masukan dan limbah (Ibrahim, 2004). Pada industri perikanan juga terdapat limbah
yang dihasilkan. Limbah perikanan mengandung nutrisi yang tidak berbeda dari
bahan utamanya dan telah banyak juga diteliti pemanfaatannya Hasil samping
industri pengolahan perikanan umumnya berupa kepala, jeroan, kulit, tulang, sirip,
darah dan air bekas produksi. Kegiatan industri pengolahan perikanan secara
tradisional umumnya kurang mampu memanfaatkan hasil samping ini, bahkan tidak
termanfaatkan sama sekali sehingga terbuang begitu saja. Hasil samping kegiatan
industri perikanan dapat digolongkan menjadi lima kelompok utama, yaitu hasil
samping pada pemanfaatan suatu spesies atau sumberdaya; sisa pengolahan dari
industri - industri pembekuan, pengalengan, dan tradisional, produk ikutan, surplus
dari suatu panen utama atau panen raya, dan sisa distribusi (Sukarno (2001) dalam
Syukron (2013).
Beberapa macam proses pengolahan yang ada yakni sortasi, grading,
gutting, mengupas kulit (misal kerang), fillet, dan pemotongan. Pada beberapa ikan
atau produk kerang. Proses pengolahan tergantung pada jenis produk. Ikan pelagis,
tinggi akan kandungan minyak dan lemak, namun memberikan air limbah dan
polusi yang tinggi. Pengolahan ikan demersal relatif lebih sederhana pengolahannya
daripada ikan pelagis yang biasanya diolah menjadi produk perikanan yang lebih
halus namun cara pengolahannya lebih kompleks misalnya ikan kalengan. Ikan
segar pada pengolahan ikan kalengan, dibawa ke tempat produksi dalam keadaan
utuh dan masih segar, kemudian dihilangkan kepalanya dan dibekukan. Ikan ini
kemudian disimpan dalam temperatur -32°C. Kulit ikan segar ini dihilangkan pada
proses produksinya kemudian dimasak dan didinginkan yang sebelumnya dilakukan
proses filleting. Proses pengolahan ikan ini selanjutnya adalah penambahan air
garam, pegalengan, sterilisasi dengan autoklaf dan penyimpanan. Untuk
minimalisasi limbah secara biologis dilakukan unit pengolahan air limbah yang
dipisahkan dari air yang sudah tercemar yg lain, cara ini bisa menunjukkan
kepedulian terhadap lingkungan. Penggunaan microwave dapat memberikan
kualitas terbaik dan mengurangi tingkat energi karena adanya penghematan dan
ventilasi pada alat tersebut, namun kelemahan menggunakan microwave adalah
ukuran ikan yang tidak sama akan menjadi masalah tersendiri. Peningkatan kualitas
produk akhir dapat memberikan kemudahan dalam mengontrol kadar buangan air
limbah karena adanya subtitusi soda alkali. Pembakar gas hanya digunakan untuk
energy yang kecil karena bisa memberikan efek bahaya kebakaran (Thrane et al,
2009).
3.3 Produksi Bersih dalam Bidang Perikanan
Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan
pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse,
Recycle, Recovery) (UNEP, 1999). Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi
bersih dalam Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) dituangkan dalam 5R
(Re-think, Re- use, Reduction, Recovery and Recycle). Hal ini bisa diterapkan pada
industri perikanan, yakni :
1. Elimination (pencegahan) merupakan upaya untuk mencegah timbulan limbah
langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk
(Purwanto, 2005). Industri perikanan dalam proses produksinya mengkonsumsi air
dalam jumlah besar, yang digunakan dalam proses penanganan, pengolahan dan
pencucian. Proses – proses ini menyebabkan limbah cair industri perikanan yang
dihasilkan cukup besar mencapai 20m3 per ton produk yang dihasilkan (River et al,
1998 dalam Ibrahim, el al 2010). Teknologi pengolahan limbah cair yang sering
digunakan dalam industri perikanan adalah kolam aerasi secara biologis dengan
lumpur aktif (Fauzie et al, 2003 dalam Ibrahim et a,l 2010). Proses ini dinamakan
nitrifikasi yang menghasilkan nitrat.
2. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada
saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi (Purwanto, 2005). Pada
proses berpikir ulang ini, maka pengusaha bisa melihat apakah proses produksinya
dan konsumsi sudah berlaku dengan baik, perlu dipikirkan dan dikaji ulang
mengenai analisis daur hidup produk. Adanya dukungan dari semua pihak misal
pemerintah, masyarakat, pekerja produksi dan pelaku usaha mengenai perubahan
dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku sangat diperlukan dalam keberhasilan
produksi bersih ini. Sebagai contoh, pada industri pengolahan terasi yang dibuat
dari produk awetan ikan- ikan kecil atau rebon yang telah diolah melalui proses
pemeraman atau fermentasi, penggilingan atau penumbukan, dan penjemuran yang
berlangsung selama ± 20 hari kemudian produk tersebut ditambahkan garam yang
berfungsi sebagai bahan pengawet. Terasi udang warnanya coklat kemerahan
sedangkan terasi ikan warnanya kehitaman. Kandungan gizi dalam 100 g terasi
menurut Daftar Analisis Bahan Makanan Fakultas Kedokteran UI, 1992 dalam
Suprapti (2002), kandungan protein sebesar 30 g, kandungan lemak sebesar 3.5 g,
kandungan karbohidrat sebesar 3.5 g, kandungan mineral sebesar 23.0 g, dan
mengandung kalsium, fosfor, juga besi. Proses produksi terasi pada dasarnya tidak
banyak menghasilkan limbah. Namun dalam proses pengolahannya masih bisa ditingkatkan
efisiensi dan higienitasnya. Upaya yang bisa dilakukan adalah membuat SOP (standar
operasi kerja) pengolahan terasi, menyediakan tempat penyimpanan bahan baku dan
mengatur tata letak peralatan yang digunakan. Sedangkan dari sisi pemasaran berupaya
mengikuti event/ pameran industri makanan, menganalisa kandungan nilai gizi serta
memberikan lebel berupa sertifikasi halal, tanggal kadaluarsa dan komposisi bahan gizi
(Ma’ruf et al., 2013).
3. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan
limbah pada sumbernya (Purwanto, 2009). Reduce pada industri perikanan dapat
dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan bahan baku, sehingga
akan mengurangi biaya bahan baku, meminimalkan buangan limbah, sehingga akan
mengurangi biaya penanganan dan pembuangan limbah, mengurang atau
mengeliminasi kebutuhan akan penanganan dengan konsep EOP (end of pipe).
Namun penanganan end of pipe ini lebih mahal dibandingkan dengan pencegahan
dari awal. Bisa juga dilakukan dengan optimalisasi alat dengan menggunakan steam
dan autoklaf, penggunaan siklon dapat dilakukan sebagai cara untuk pemisahan
minyak ikan dari air limbah. Fokus pada konsumsi air dan emisi air limbah serta
sumberdaya dan efisiensi energi (Thrane et al., 2009).
4. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan suatu
limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi
(Purwanto, 2009). Pada industri perikanan limbah dari tulang ikan dapat digunakan
kembali sebagai gelatin untuk mencegah banyaknya timbulan limbah. Ekstraksi
gelatin dari tulang ikan merupakan usaha pemanfaatan limbah industri pengolahan
ikan yaitu dari industri pengalengan dan filet. Selama ini tulang ikan sebagai limbah
belum termanfaatkan secara optimal, yaitu hanya digunakan untuk bahan
pembuatan pakan atau pupuk sehingga nilai ekonomisnya sangat kecil. Selain itu,
pemanfaatan tulang ikan sebagai bahan baku gelatin merupakan pengolahan bersih
(cleaner production) dari pengolahan ikan. Gelatin dari bisa diperoleh dari industri
perikanan berupa tulang ikan Nila, tulang ikan Tuna, campuran tulang ikan Nila-
Tuna. Proporsi tulang ikan terhadap tubuh ikan mencapai 12,4 persen. Tulang ikan
yang dihasilkan dari industri filet nila pada tahun 2003 sekitar 900 ton sedangkan
dari pengalengan ikan tuna sekitar 5.803 ton. Umumnya rendemen gelatin dari
tulang ikan sekitar 12 persen, sehingga diperkirakan gelatin yang dapat diperoleh
dari 6.703 ton tulang ikan adalah 804,6 ton (Abudullah, 2005 dalam Junianto et al
2006).
5. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan
limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuan fisika,
kimia dan biologi. Bahan organik dalam limbah industri perikanan terbilang cukup
tinggi, karena mempunyai kandungan lemak, protein dan nutrien lainnya. Dengan
adanya bahan organik yang tinggi ini, menyebabkan limbah ini menjadi sumber
pertumbuhan bagi mikroba. Sebanyak 1.300 m3/hari limbah cair dihasilkan pada
musim ikan (Romli dan Suprihatin 2009 dalam Ibrahim et al. 2014). Limbah cair
perikanan dapat digunakan sebagai sebagai penghasil listrik melalui teknologi
microbial fuel cell (MFC), serta mengetahui jumlah elektroda yang optimal untuk
menghasilkan energi listrik dalam sistem MFC. Sistem MFC ini dapat menurunkan
rata-rata total N dalam limbah cair perikanan sebesar 16,98%, BOD sebesar
32,05%, COD sebesar 37,4%, dan nilai Total Amonia Nitrogen sebesar 71,74%
(Ibrahim et al, 2014).
6. Recovery adalah upaya mengambil bahan - bahan yang masih mempunyai nilai
ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi
dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi (Purwanto, 2009). Recovery
yang bisa dilakukan dalam industri minyak ikan adalah memanfaatkan soapstock
dari proses pemurnian ikan untuk sabun colek atau biodisel, cairan residu ikan (limbah
cair) untuk pupuk cair, dan memanfaatkan minyak ikan yang kualitasnya terlalu
rendah untuk aditif pembakaran boiler (Suprihatin dan Romli, 2009). Meskipun
prinsip produksi bersih bisa dilakukan dengan strategi 1E4R atau 5R, namun perlu
ditekankan bahwa strategi utama perlu ditekankan pada Pencegahan dan Pengurangan
(1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih menimbulkan
pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi 3R berikutnya (reuse,
recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi tingkatan pengelolaan limbah.
BAB IV
KESIMPULAN
Dengan teknologi pengolahan, limbah padat hasil perikanan berupa ikan rucah, sisa
olahan dari pabrik, kesalahan dalam penanganan, ikan hasil tangkapan yang tidak
bernilai ekonomis atau karena produksi yang berlebihan dapat dimanfaatkan
menjadi produk yang bernilai tambah seperti tepung ikan, silase ikan, chitin dan
chitosan, kecap ikan, terasi ikan/udang dan kerupuk udang.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Saparinto, C. 2011. Fishpreneurship: variasi olahan produk perikanan skala industri &
rumah tangga. Lyli Publisher. Yogyakarta.
Suharto. 1997. Teknik Pembuatan Silase Ikan. Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Balai
Penelitian Ternak Ciawi.
Vatria, B., Y.T. Johari, L.Wibowo. 2010. Penerapan Teknologi Pengolahan Kerupuk
Udang dengan Bahan Baku Limbah Kepala Udang sebagai Usaha Peningkatan Ekonomi
dan Gizi Masyarakat di Kelurahan Batulayang Kecamatan Pontianak Utara. Jurnal Vokasi
2010 Volume 6 Nomor 2.