Anda di halaman 1dari 7

DEFENISI, RELEVANSI DAN TEKNIK DASAR

IMUNOHISTOKIMIA

OLEH :

M. NABIEL

SINTHIA MEDCHERA IMMAULIATE (185130101111039)

INDAH FRYSAY EKLESIA MARBUN (185130101111049)

PUTRI JIHAN ASZHA M. (185130100111053)

C 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
Imunohistokimia

1. Defenisi Imunohistokimia

Imunohistokimia adalah gabungan antara diagnosis histopatologi dengan diagnosis


dimana diagnosisnya melibatkan reaksi antigen dan antibodi yang membentuk antigen
kompleks. Imunohistokimia merupakan metode untuk mendeteksi keberadaan antigen
spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi
(Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan
jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan. Teknik
imunohistokimia menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder yang telah
dikonjugasi peroksidase. Antibodi primer akan berikatan dengan antigen (IgA) jaringan
yang dideteksi. Pewarnaan imunohistokimia terhadap IgA dilakukan untuk mendeteksi sel-
sel penghasil IgA yang dapat menunjukkan jumlah sel penghasil serta kandungan IgA
(Herlina, 2016).

2. Relevansi Imunohistokimia

Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi


suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Menurut
Rahayu (2004), Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk
diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap
mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan
marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau
dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna
(Luminescence), zat berfluoresensi (fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin), logam
berat (colloidal, microsphere, gold, silver) label radioaktif dan enzim (Horse Radish
Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase). Enzim (yang dipakai untuk melabel)
selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu substrat yang menghasilkan
produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright field
(mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan
khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan
lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense.

Analisis kandungan IgA dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan kualitatif
dilakukan dengan mengamati intensitas warna coklat pada mukosa dan sel penghasil IgA.
Reaksi positif (+) terhadap keberadaan IgA ditunjukkan dengan endapan warna coklat.
Semakin banyak dan semakin tua warna coklatnya menunjukkan semakin banyak nilai
positif (+), yang berarti semakin tinggi kandungan IgA. Data kualitatif disajikan secara
deskriptif berupa gambar. Pengamatan secara kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung
jumlah sel penghasil IgA menggunakan software McMaster Biophotonics Image J (Herlina,
2016).

3. Teknik Dasar Imunohistokimia

Pewarnaan Imunohistokimia yang dilakukan untuk mendeteksi profil Imunoglobulin


A mengacu. Pewarnaan imunohistokimia dapat memberikan gambaran kuantitatif dan
kualitatif dari intesitas warna yang terbentuk. Pewarnaan imunohistokimia diawali dengan
proses deparafinisasi dan rehidrasi. Proses deparafinisasi dilakukan dengan merendam
preparat pada gelas objek menggunakan basket slide ke dalam xylol III, II, I secara
berurutan masing-masing selama 3 menit. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses rehidrasi
dengan memasukkan preparat ke dalam larutan alkohol bertingkat (alkohol absolut III, II, I,
alkohol 95%, 90%, 80%, sampai alkohol 70%) masing-masing selama 3 menit. Selanjutnya
preparat direndam dengan Milli Q selama 10 menit sebagai stopping point. Proses
selanjutnya adalah penghilangan enzim peroksidase endogen menggunakan substrat metanol
sebanyak 30 ml yang ditambah dengan H2O2 sebanyak 0.3 ml (disiapkan sesaat sebelum
gelas objek dimasukkan) kemudian preparat dicelupkan ke dalam larutan selama 15 menit
dalam keadaan gelap. Selanjutnya dilakukan pencucian menggunakan MilliQ dan PBS
masing-masing sebanyak 2 kali selama 5 menit. Permukaan preparat di sekitar jaringan
duodenum dikeringkan menggunakan tisu namun jaringan tidak dibiarkan kering. Preparat
selanjutnya disusun di dalam kotak dan diikubasi dengan normal serum 10% sebanyak 30 μl
pada suhu 37 °C selama 45-60 menit Normal serum diteteskan untuk memblokir Ag
nonspesifik yang terdapat di dalam sel agar tidak mengacaukan reaksi. Kemudian preparat
dicuci menggunakan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit dan dikeringkan.
Selanjutnya preparat ditetesi dengan background sniper dan diinkubasi pada suhu 37 °C
selama 15 menit. Background sniper berfungsi sebagai protein blocker. Preparat dicuci
dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. 7 Preparat selanjutnya ditetesi
dengan antibodi primer IgA sebanyak 30 μl pada suhu 40C selama satu malam (24 jam).
Setelah diinkubasi, preparat dicuci kembali dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing
selama 5 menit, selanjutnya ditambahkan satu tetes trekkie universal link dan diinkubasi
selama 20 menit di dalam inkubator suhu 370C. Preparat dicuci kembali dengan PBS
sebanyak 3 kali masing-msing selama 5 menit, kemudian ditambahkan satu tetes trek
Avidin-HRP pada sediaan kemudian diinkubasi di dalam inkubator suhu 370C selama 20
menit, lalu dicuci kembali dengan PBS sebanyak 3 kali selama masing-masing 5 menit.
Preparat selanjutnya ditetesi dengan larutan kromogen diamino benzidine (DAB) dalam
kondisi gelap selama 1 jam pada suhu ruang. Kemudian preparat dicuci dengan Milli Q
selama 10 menit. Adanya warna coklat pada sediaan menunjukkan hasil positif. Proses
selanjutnya adalah dehidrasi pada alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, 95%, absolut I, II, dan
III. Kemudian dilanjutkan penjernihan dengan xylol I, II, dan III selama 1 menit. Proses
pewarnaan diakhiri dengan mounting (penutupan dengan cover glass) menggunakan entelan.
Preparat yang telah selesai diwarnai kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya dengan
perbesaran 4x dan 40x (Bintari, 2016).
Struktur mikroskopik glomerulus dan sel-sel tubulus ginjal normal

Glomerulus dan tubulus ginjal mencit perlakuan 1 (protein spesifik 30


kDaAeromonas hydrophila) pembesaran 100x dengan pewarnaan
imunohistokimia.
Keterangan : Adanya ikatan antara antigen dengan antibodi yang
tervisualisasi dengan warna kecoklatan padaglomerulus ginjal.
(Bintari,2016).

4. Metode Dalam Melakukan Pewarnaan Imunohistokimia


 Metode Direct
Prinsip dari metode imunohistokimia direct adalah menggunakan antibodi primer
yang sudah terlabel dan berikatan langsung dengan antigen target secara langsung. Metode
langsung (direct method) merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya
melibatkan 1 jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel, contohnya antiserum terkonjugasi
fluorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin. Pada metode direct, antibodi spesifik yang
mengenali antigen jaringan akan dimodifikasi dengan mengkonjugasikan molekul indikator
pada antibodi tersebut. molekul indikator tersebut dapat berupa molekul yang berpendar
seperti biotin atau enzim peroksidase, sehingga apabila diberikan substrat akan memberikan
warna pada jaringan tersebut (Rahayu,2004).
 Metode Direct
Prinsip metode imunohistokimia indirect menggunakan antibodi primer yang tidak
ada labelnya, namun digunakan juga antibodi sekunder yang sudah memiliki label dan akan
bereaksi dengan IgG dari antibodi primer. Metode tidak langsung (indirect method)
menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi
sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada
jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer
(second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder
diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus
fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan
senyawa tertentu. Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan Texas-
red disebut metode immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim seperti
peroksidase, alkali fosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme. Pada
metode ini antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan disebut sebagai antibodi primer
dan tidak dilakukan modifikasi pada antibodi ini. Namun diperlukan antibodi lain yang dapat
berikatan dengan antibodi primer yang disebut dengan antibodi sekunder. Antibodi sekunder
ini dimodifikasi sehingga memiliki molekul indikator pada antibodi tersebut. Setiap 1
antibodi primer dapat dikenali oleh lebih dari 1 antibodi sekunder, oleh karena itu, setelah
diberikan substrat akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan tersebut
(Rahayu,2004).
DAFTAR PUSTAKA

Bintari, G.I. 2016.Detesi Aeromonas hyrophila Pada Ginjal Mencit (Mus musculus) Dengan
Teknik Imunohistokimia.[SKRIPSI]:Universitas Airlangga. Surabaya.

Herlina, Eka. 2016. Profil Imunohisokimia Imunoglobulin A (IgA) Pada Duodenum Tikus Yang
Diberi Tepung Tempe Dan Tepung Kedelai Grobogan Rebus.[SKRIPSI]:Institut
Pertanian Bogor.Bogor.

Rahayu,C.Y.,Elza I.A.2004.Teknik Imunohistokimia Sebagai Pendeteksi Antigen Spesifik


Penyakit Infeksi.Jurnal IJD.11(2);76-82.

Anda mungkin juga menyukai