Anda di halaman 1dari 31

KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN OPERASIONAL, DAN

MANEJEMEN BISNIS KEWIRAUSAHAAN

Untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Manajemen dan Kebijakan Kesehatan

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Kepemimpinan, Manajemen Operasional,
dan Manajemen Bisnis Kewirausahaan”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah Manajemen dan Kebijakan Kesehatan pada semester genap tahun ajaran
2015/2016.
Dalam penulisan ini, penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis
menyampaikan terimakasih kepada Ibu :
1. Vetty Yulianty, S.Si, MPH selaku dosen pengampu pada mata kuliah Manajemen dan
Kebijakan Kesehatan.
2. Rekan-rekan mata kuliah Manajemen dan Kebijakan Kesehatan.

Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan penulis yang terbatas. Kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Depok, Mei 2016

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………. I


DAFTAR ISI ……………………………………………………………................... Ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………...……… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….. 3
C. Tujuan Penulisan …………………………………………………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan……………………………………………………... 4
B. Manajemen Operasional...………………………………………….. 14
C. Manajemen Bisnis Wirausaha……………………………………… 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………… 26
B. Saran ……………………………………………………………….. 27
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi adalah struktur atau kesatuan sosial dimana orang-orang didalamnya


diatur, digerakkan, dan dikoordinasikan secara formal untuk mencapai tujuan bersama.
Supaya organisasi dapat mencapai tujuannya, maka organisasi harus digerakkan oleh
pemimpin. Organisasi bukan tujuan, tetapi alat untuk mencapai tujuan. Peran
kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama (Handayani, 2015).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini, memicu
persaingan ketat antar organisasi. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi seorang
pemimpin untuk menciptakan sumber daya manusia yang professional dan berkualitas.
Selain sebagai tantangan, hal ini juga merupakan peluang besar bagi suatu organisasi jika
seorang pemimpin mampu memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya
(Kuntag, 2001).
Produktivitas suatu organisasi merupakan wujud kepemimpinan yang efektif.
Efektivitas kepemimpinan bukan hanya ditentukan oleh seseorang atau beberapa orang
pemimpin saja, tetapi justru merupakan hasil bersama antara pemimpin dan orang-orang
yang dipimpinnya. Pemimpin tidak akan mampu berbuat banyak tanpa partisipasi
bawahan, dan sebaliknya bawahan tidak akan efektif menjalankan tugas dan
kewajibannya tanpa pengendalian, pengarahan, dan kerja sama dengan pemimpin
(Soekarso dan Iskandar, 2015).
Faktor partispasi sangat menentukan dalam kepemimpinan, sehingga semakin
aktif anggota kelompok organisasi dalam berpartisipasi, maka akan semakin dinamis
kehidupan suatu organisasi. Partisipasi dalam berpikir memecahkan masalah-masalah
perlu digalakkan agar kepemimpinan berlangsung secara maksimal. Dalam partisipasi itu
pula berkembang kretivitas dan inisiatif yang menjadikan kelompok organisasi menjadi
dinamis, karena pemimpin merupakan tokoh sentral yang terbuka pada berbagai

1
pembaharuan, inovasi, dan perubahan yang akan berpengaruh pada perkembangan dan
kemajuan teknologi (Soekarso dan Iskandar, 2015).
Dalam organisasi, kepemimpinan yang efektif sangat dipengaruhi kekuatan-
kekuatan situasional baik internal maupun eksternal yang terhimpun melalui efektivitas
dan efisiensi. Terdapat tiga indikator untuk menilai kinerja kepemimpinan yang efektif,
yaitu produktivitas organisasi meningkat, kepuasan kerja karyawan tinggi, dan kontribusi
nilai tambah bagi lingkungan berkembang (Soekarso dan Iskandar, 2015). Ketiga
indikator tersebut dapat tercapai jika seorang pemimpin mampu mengaplikasikan ilmu-
ilmu dalam manajemen operasional dan manajemen bisnis wirausaha.
Manajemen operasional dan manajemen bisnis wirausaha merupakan suatu ilmu
yang mengajarkan seorang pemimpin untuk mengelola dan mengatur strategi dalam
organisasi. Manajemen operasional memberikan gambaran kepada pemimpin untuk
melakukan proses transformasi yang mengubah sumber daya menjadi suatu produk.
Sementara manajemen bisnis wirausaha mengajarkan seorang pemimpin untuk berpikir
kritis dengan memanfaatkan peluang yang ada, sehingga timbul praktik-praktik inovatif
yang nantinya akan menghasilkan keuntungan bagi organisasi (Robbins,2013).
Makalah ini akan menguraikan lebih lanjut mengenai konsep kemepimpinan,
manajemen operasional, dan manejemen bisnis wirausaha. Sehingga, diharapkan setelah
membaca makalah kami yang berjudul “Kepemimpinan, Manajemen Operasional, dan
Manajemen Bisnis Kewirausahaan”, pembaca akan lebih mengenal dan nantinya akan
dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu tersebut ke dalam dunia nyata.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka penulis mengajukan beberapa rumusan antara
lain adalah sebagai berikut :

1. Kepemimpinan
a. Apa definisi kepemimpinan ?
b. Apa fungsi pemimpin ?
c. Apa saja pendekatan yang digunakan dalam konsep kepemimpinan ?
2. Manajemen Operasional
a. Apa definisi manajemen operasional ?
b. Bagaimana peran manajemen operasional dalam organisasi ?
c. Bagaimana sifat dan tujuan manajemen rantai nilai ?
d. Bagaimana manajemen rantai nilai dilaksanakan ?

2
e. Apa saja isu terkait manajemen operasi ?
3. Manajemen Bisnis Wirausaha
a. Apa yang dimaksud dengan kewirausahaan dan bisnis wirausaha ?
b. Bagaimana proses wirausaha ?
c. Apa saja yang dilakukan pada proses perencanaan dalam bisnis wirausaha?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dasar kepemimpinan, manajemen operasional, dan manajemen
bisnis wirausaha.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi kepemimpinan, fungsi pemimpin, dan pendekatan yang
digunakan dalam konsep kepemimpinan.
b. Menjelaskan definisi manajemen operasional, peran manajemen operasional
dalam organisasi, sifat dan tujuan manajemen rantai nilai, pelaksanaan
manajemen rantai nilai, dan isu-isu terkait manajemen operasi.
c. Menjelaskan definisi kewirausahaan dan bisnis wirausaha, proses wirausaha, dan
proses perencanaan dalam bisnis wirausaha.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan
Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki
otoritas manajerial. Sementara itu, kepemimpinan adalah apa yang dilakukan pemimpin.
Kepemimpinan merupakan proses memimpin sebuah kelompok dan mempengaruhi
kelompok itu dalam mencapai tujuannya (Robbins, 2013).
Menurut Hemphill dan Coons, 1957 dalam Yukl, 2010 kepemimpinan adalah
proses mengarahkan atau mempengaruhi aktivitas kelompok untuk mencapai tujuan.
Kepemimpinann merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan
setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara
efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai
tujuan bersama (Yukl, 2010).
Adapun perbedaan seorang kepala dan pemimpin adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan Kepala dan Pemimpin
Pembeda Kepala Pemimpin
Pengangkatan Diangkat oleh kekuasaan Dipilih oleh anak buah atau
atau instansi tertentu diangkat oleh kekuasaan,
tapi disertain penerimaan
yang baik oleh anak buah
Kekuasaan Berdasarkan peraturan Berdasarkan peraturan dan
kepercayaan anak buah
Peran Sebagai penguasa Pencetus ide, organisator,
dan koordinator
Tanggung Jawab Kepada atasan atau pihak Kepada atasan, pihak
ketiga ketiga, dan anak buah
Kedudukan Bukan bagian dari anak Bagian dari anak buah
buah
Sumber : Yukl, 2010

Menurut Robbins (2013), manusia telah tertarik dengan kepemimpinan sejak


manusia mulai berkelompok untuk mencapai tujuan. Namun, baru pada awal abad ke-20,

4
para peneliti mulai mempelajari dan merumuskan berbagai teori tentang konsep
kepemimpinan. Berikut ini adalah beberapa teori terkait tentang konsep kepemimpinan :

1. Teori Awal Kepemimpinan


a. Teori Sifat (Trait Theories)
Menurut Robbins (2013), pemimpin dengan teori sifat harus memiliki
kemauan yang keras untuk selalu mendorong pencapaian tujuan dengan cara yang
dapat menginspirasi orang lain sehingga memperoleh hasil yang luar biasa, visi
yang jelas mengenai standard yang diharapkan. Fokus riset kepemimpinan
terletak pada memahami sifat pemimpin yaitu karakteristik yang dapat
membedakan antara pemimpin dan nonpemimpin. Sifat-sifat yang dipelajari
adalah fisik, penampilan, golongan sosial, stabilitas emosi, kelancaran berbicara
dan kemampuan bersosial. Usaha untuk mengidentifikasi secara konsisten sifat
yang berkaitan dengan kepemimpinan (prosesnya, bukan orangnya) berkaitan
dengan kepemimpinan yang efektif. Dengan memiliki sifat yang tepat, aka
kemungkinan besar seorang individu dapt menjadi seorang pemimpin yang
efektif. Tujuh sifat terkait kepemimpinan adalah :
1) Penggerak (drive). Pemimpin menujukkan tingkat usaha yang tinggi. Mereka
memiliki keinginan yang relative tinggi terhadap keberhasilan, ambisius,
memiliki banyak energi, tidak kenal lelah dalam aktivitasnya, dan
menunjukkan inisiatif.
2) Hasrat untuk memimpin (desire to lead). Pemimpin memiliki hasrat yang
kuat untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain. Mereka menunjukkan
kemauan untuk menerima tanggung jawab.
3) Kejujuran dan integritas (honesty and integrity). Pemimpin membangun
hubungan terpercaya dengan pengikutnya dengan cara jujur dan tidak
berkhianat, dan dengan menjaga konsistensi antara kata-kata dan
perbuatannya.
4) Kepercayaan diri (self confidence). Pengikut mencari pemimpin yang tidak
ragu-ragu. Pemimpin harus dapat menunjukkan kepercayaan diri agar dapat
meyakinkan pengikutnya terhadap keputusan dan tujuan yang harus dicapai.
5) Kecerdasan (intelegence). Pemimpin harus cukup cerdas agar dapat
mengumpulkan, menyatuka dan menafsirkan banyak informasi, dan mereka
5
harus dapat menciptakan visi, memecahka persoalan, dan mengambil
keputusan yang tepat.
6) Pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan (job-relevant knowledge).
Pemimpin yang efektif memiliki pengetahuan tingkat tinggi mengenai
perusahaan , industri dan permasalahan teknis. Dengan pengetahuan yang
mendalam, pemimpin dapat membuat keputusan terbaik dan memahami
implikasi keputusan tersebut.
7) Extraversion. Pemimpin adalah orang yang enerjik dan penuh semangat.
Suka bergaul, tegas dan jarang sekali berdiam atau menarik diri.

b. Teori Perilaku (Behavioral Theories)


Menurut Robbins (2013), pendekatan teori perilaku dapat memberikan
jawaban yang lebih pasti mengenai sifat dasar kepemimpinan daripada teori sifat.
Teori ini mengidentifikasi perilaku yang membedakan antara pemimpin efektif
dan tidak efektif.
1) Universitas Iowa
Dimensi perilaku :
a) Gaya demokratis
Menggambarkan pemimpin yang melibatkan karyawan dalam membuat
keputusan, mendelegasikan wewenang, dan menggunakan umpan balik
sebagai kesempatan untuk melatih karyawan.
b) Gaya autokrasi
Menggambarkan pemimpin yang mendikte metode kerja, membuat
keputusan sepihak dan mengatasi partisipasi karyawan.
c) Gaya Laissez-faire
Menggambarkan pemimpin yang memberikan kesempatan pada kelompok
untuk membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan dengan cara
apapun yan gmenurut mereka pantas.
Kesimpulan :
Gaya demokratis adalah gaya kepemimpinan yang paling efektif, walaupun
studi lain menunjukkan bermacam-macam hasil.

6
2) Negara Bagian Ohio
Dimensi perilaku :
a) Konsiderasi
Sejauh mana pemimpin memiliki hubungan kerja dengan karakteristik
saling percaya dan rasa hormat terhadap gagasan dan perasaan anggota
kelompok. Pemimpin yang memiliki perhatian tinggi bersedia membantu
anggota kelompok dengan masalah pribadinya, bersahabat dan mudah
didekati, dan memperlakukan seluruh anggota kelompok dengan setara.
b) Inisiasi struktur
Sejauh mana pemimpin menentukan perannya dan peran anggota
kelompok dalam mencapai tujuan. Inisiasi struktur mencakup perilaku
yangberusaha mengorganisasi pekerjaan, hubungan kerja dan tujuan.
Kesimpulan :
Pemimpin yang memiliki konsiderasi dan inisiasi struktur yang tinggi (high-
high leader) sering kali mencapai kinerja dan kepuasan kelompok yang
tinggi pula, namun itu tidak selalu terjadi.

3) Universitas Michigan
Dimensi perilaku :
a) Orientasi pada karyawan
Menekan pada hubungan interpersonal dan memenuhi kebutuhan
karywan.
b) Orientasi pada produksi
Menekan pada aspek tugas dan teknis kerja
Kesimpulan :
Pemimpin yang berorientasi pada karyawan mampu mencapai produktivitas
dan kepuasan anggota kelompok yang tinggi.

4) Grid Manajerial
a) Perhatian terhadap orang
Mengukur perhatian pemimpin pada bawahannya dengan skala 1 sampai 9
(rendah ke tinggi)

7
b) Perhatian terhadap produksi
Mengukur perhatian pemimpin terhadap penyelesaian pekerjaan (rendah
ke tinggi)
Kesimpulan :
Pemimpin menghasilkan prestasi kerja terbaik dengan gaya 9,9 (perhatian
tinggi terhadap produksi dan orang)

Gambar 2.1 Grid Manajerial

Sumber : Robbins, 2013

Berbagai kombinasi pada garis X dan Y kemudian diidentifikasi oleh


Blake dan Mouton dalam 5 gaya kepemimpinan.Kelima gaya kepemimpinan
yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
a) Impoverished Management atau manajemen yang lemah (1,1)
Manajer dengan pendekatan ini sifatnya rendah perhatiannya pada
dimensi orang (concern for people) dan orientasi pada tugas (concern for
production). Pemimpin memiliki kepedulian yang rendah terhadap
kepuasan karyawan dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh

8
organisasi dan menggambarkan adanya ketidakharmonisan dan
disorganisasi. Para pemimpin di titik ini bisa dikatakan tidak efektif
dimana tindakan mereka hanya ditujukan untuk melestarikan jabatan dan
senioritas atau mempertahankan keanggotaan organisasi.

b) Task Management atau manajemen Tugas (9, 1)


Juga disebut gaya diktator atau membinasakan. Berikut pemimpin lebih
peduli tentang produksi dan memiliki kepedulian yang minim bagi orang-
orang. Gaya ini didasarkan pada teori X dari McGregor. Kebutuhan
karyawan tidak diperhatikan dan mereka hanyalah sebuah sarana untuk
mencapai tujuan. Pemimpin percaya efisiensi dapat dihasilkan hanya
melalui organisasi yang tepat dari sistem kerja dan mengeliminir
keterlibatan orang sedapat mungkin. Gaya ini dengan sendirinya
meningkatkan output dari organisasi dalam jangka pendek namun karena
kebijakan dan prosedur yang ketat, maka perputaran tenaga kerja yang
tinggi tidak bisa dihindari.

c) Middle-of-the-Road (5, 5)
Ini pada dasarnya adalah gaya mengorbankan dimana pemimpin mencoba
untuk menjaga keseimbangan antara tujuan perusahaan dan kebutuhan
manusianya. Pemimpin tidak mendorong batas-batas pencapaian
menghasilkan kinerja rata-rata untuk organisasi. Pada titik ini kebutuhan
karyawan dan produksi sepenuhnya tidak terpenuhi.

d) Country Club (1, 9)


Ini adalah gaya kolegial ditandai perhatian terhadap tugas yang rendah
dan tinggi terhadap orientasi orang dimana pemimpin berusaha
menciptakan suasana lingkungan yang semua orang bekerja dengan
rileks, bersahabat, dan bahagia bekerja dalam organisasinya. Dalam
suasana seperti ini tidak ada satu orang pun yang mau memikirkan
tentang usaha-usaha koordinasi guna mencapai tujuan organisasi. Namun,
fokus pada tugas-tugas yang rendah dapat menghambat produksi dan
menyebabkan hasil dipertanyakan.
9
e) Team Management (9, 9)
Ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap orang-orang dan fokus pada
tugas, gaya ini didasarkan pada teori Y McGregor yang berasumsi bahwa
orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh
kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam
gaya kepemimpinan team management terdapat kesepakatan untuk
melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan dengan
maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil
yang terbaik yang mungkin dapat dicapai dan gaya ini yang paling efektif
menurut Blake dan Mouton. Pemimpin merasa bahwa pemberdayaan,
komitmen, kepercayaan, dan rasa hormat merupakan elemen kunci dalam
menciptakan suasana tim yang secara otomatis akan menghasilkan
kepuasan karyawan dan produksi yang tinggi.

2. Teori Kontingensi Kepemimpinan


a. Model Fiedler
Model kontingensi Fiedler menjelaskan bahwa kinerja kelompok yang
efektif tergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dan banyaknya
kendali serta pengawasan terhadap situasi itu. Model ini berdasarkan premis
bahwa gaya kepemimpinan tertentu akan lebih efektif dalam jenis situasi yang
berbeda. Kuncinya adalah dengan mendefinisikan gaya kepemimpinan dan jenis
situasi yang berbeda itu; serta mengidentifikasikan kombinasi gaya dan situasi
yang tepat (Robbins, 2013).
Fiedler menjelaskan bahwa faktor penting mencapai kesuksesan dalam
kepemimpinan bergantung pada dasar gaya kepemimpinan individual, baik
berorientasi pada pekerjaan maupun hubungan antarpersonal. Untuk mengukur
gaya kepemimpinan Fiedler mengembangkan kuesinoner rekan kerja yang tidak
disukai (least-preffered co-worker/LPC).Kuesioner terdiri atas 18 pasang kata
sifat. Responden diberikan pertanyaan untuk mengingat seluruh rekan kerja yang
pernah mereka kenal dan menggambarkan satu orang yang paling tidak disukai

10
dengan memberikan skala dari 1 sampai 8 pada masing-masing 18 pasang kata
sifat (Robbins, 2013).
Menurut Robbins (2013), penelitian Fiedler mengungkapan 3 dimensi
kontingensi yang menentukan faktor-faktor kunci situasional terhadap
efektivitas pemimpin, yaitu :
1) Relasi pemimpin – anggota
Tingkat keyakinan diri, kepercayaan, dan rasa hormat karyawan terhadap
pemimpinnya; dinilai sebagai baik atau tidak baik.
2) Struktur tugas
Tingkat dimana penugasan pekerjaan distrukturisasi dan diformulasi; dinilai
sebagai tinggi atau rendah.
3) Posisi kekuatan
Tingkat pengaruh seorang pemimpin atas aktivitas seperti, perekrutan,
pemecatan, pendisiplinan, promosi dan peningkatan gaji, dinilai sebagai kuat
atau lemah.
Gambar 2.2 Teori Kontingensi Menurut Fiedler

Sumber : Robbins, 2013

11
b. Teori Kepemimpinan Situasi Hersey dan Blanchard (Situasional Leadership
Theory)
Paul Hersey dan Ken Blanchard mengembangkan sebuah teori
kepemimpinan yang telah memperoleh keyakinan yang kuat dari pada spesialis
pengembangan manajemen. Model in idisebut teori kepemimpinan situasi , yaitu
teori kontingensi yang focus pada kesiapan pengikutnya.
Teori kepemimpinan situasi menggunakan dimensi kepemimpinan yang
sama dengan Fiedler : perilaku tugas dan relasi. Namun, Hersey dan Blanchard
melangkah lebih maju dengan mempertimbangkan masing- masing sebagai
tinggi atau rendah lalu mengembangkan dengan 4 gaya kepemimpinan berikut :
1) Telling (pekerjaan tinggi-relasi rendah)
Pemimpin menentukan peranan karyawan dna mengatur apa, kapan,
bagaimana, dan dimana karyawan melaksanakan tugasnya.
2) Selling (pekerjaan tinggi – relasi tinggi)
Pemimpin menunjukkan perilaku yang mengarahkan dan mendukung.
3) Participating (pekerjaan rendah-relasi tinggi)
Pemimpin dan pengikutnya bersama-sama membuat keputusan, dimana
pemimpi memiliki peranan sebagai fasilitator dan komunikator
4) Delegating (pekerjaan renadh – relasi rendah)
Pemimpin kurang memberikan pengarahan atau dukungan.

Komponen terakhir dalam model SLT adalah emapat tahap kesiapan pengikut :
1) R1
Orang tidak mampu dan tidak memiliki keinginan untuk bertanggung jawab
dalam melakukan suatu pekerjaan. Pengikut tidak kompeten atau tidak percaya
diri.
2) R2
Orang tidak mampu, namun memiliki keinginan untuk melakukan pekerjaan
tertentu. Pengikut memilik motivsi, namun kurang memiliki keahlian yang
sesuai.

12
3) R3
Orang yang mampu, namun tidak memiliki keinginan untuk memenuhi
keinginan pemimpinnya. Pengikut kompeten, namun tidak ada keinginan
untuk melakukan sesuatu
4) R4
Orang mampu dan memiliki keinginan untuk melakukan pekerjaan yang
diminta.

c. Teori Jalur Tujuan (Path-Goal Theory)


Teori jalur tujuan menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah membantu
pengikutnya mencapai tujuan dan mengarahkan atau memberikan dukungan
sesuai kebutuhan untuk memastikan bahwa tujuan mereka sejalan dengan tujuan
kelompok atau organisasi. Dikembangkan oleh Robert House, teori jalur tujuan
mengambil elemen penting dari teori ekspektasi dari motivasi. House
mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan :
1) Pemimpin yang mengarahkan (directive leader)
Pimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yan gdiharapkan dari mereka,
jadwal pekerjaan yang harus diselesaikan,serta memberikan bimbingan/arahan
secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas.
2) Pemimpin yang mendukung (supportive leader)
Pemimpin menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan pengikutnya dan
bersifat ramah.
3) Pemimpin yang partisipatif (participative leader)
Pemimpin berpartisipatif berkonsultasi dengan anggota kelompok dan
menggunakan saran-sarsan dari ide mereka sebelu mengambil suatu
keputusan.
4) Pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement – oriented leader)
Pemimpin menetapkan sekumoulan tujuan yan gmenantang dan mengahrapkan
bawahannya untuk berprestasi semaksimal mungkin.

13
B. Manajemen Operasional
Menurut Robbins (2013), manajemen operasional adalah proses transformasi yang
mengubah sumber daya menjadi barang atau jasa. Menurut Fogarty (1989) dalam
Herjanto (2008), manajemen operasional adalah suatu proses yang secara
berkesinambungan dan efektif menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk
mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan.
Sementara menurut Schroerder (1994) dalam Herjanto (2008), manajemen operasional
menekankan pada tiga hal, yaitu pengelolaan fungsi organisasi dalam menghasilkan
barang dan jasa, adanya sistem transformasi yang menghasilkan barang dan jasa, serta
adanya pengambilan keputusan. Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa manajemen operasional merupakan proses yang menggunakan fungsi-fungsi
manajemen untuk menghasilkan barang atau jasa dengan sumber daya yang ada.

Gambar 2.3 Proses Manajemen Operasional

Input Output

1. Manusia Proses 1. Barang


2. Teknologi transformasi 2. Jasa
3. Modal
4. Peralatan
5. Bahan
6. Informasi

Sumber : Robbins (2013)


Gambar 2.3 menggambarkan proses manajemen operasional dalam bentuk
sederhana. Sistem ini mengambil input (manusia, teknologi, modal, peralatan, bahan, dan
informasi) kemudian mentransformasinya melalui beberapa proses, prosedur, dan akivitas
kerja menjadi output berupa barang dan jasa (Robbins, 2013).
Manajemen operasional penting bagi organisasi dan manajer karena tiga alasan,
yaitu meliputi manufaktur dan jasa, mengatur produktivitas secara efektif dan efisien,
serta berperan strategik dalam kesuksesan persaingan organisasi (Robbins, 2013).

14
1. Manufaktur dan jasa
Organisasi manufaktur merupakan organisasi yang memproduksi benda-benda
berwujud. Proses transformasi pada jenis organisasi manufaktur mudah terlihat karena
bahan baku diubah menjadi benda berwujud yang mudah dikenali. Akan tetapi proses
transformasi tersebut tidak terlihat nyata pada organisasi jasa, hal ini dikarenakan
orgasisasi tersebut memproduksi benda tidak berwujud dalam bentuk jasa (Robbins,
2013).
Tabel 2.2 Perbedaan Barang dan Jasa
Barang Jasa
a. Berwujud a. Tidak berwujud
b. Dapat disimpan b. Tidak dapat disimpan
c. Banyak menggunakan proses mesin c. Banyak menggunakan proses manusia
d. Diproduksi terlebih dahulu baru d. Diproduksi bersamaan dengan waktu
dikonsumsi konsumsi
e. Kontak dengan konsumen rendah e. Kontak dengan konsumen tinggi
f. Kualitas bersifat objektif f. Kualitas bersifat subjektif
g. Produk mudah distandarisasikan g. Produk sulit distandarisasikan
h. Bisa dijual kembali h. Tidak bisa dijual kembali
Sumber : Herjanto (2008)

2. Mengatur produktivitas
Produktivitas menjadi ukuran utama yang digunakan untuk mengetahui kinerja
dari suatu kegiatan operasional. Produktivitas merupakan ukuran bagaimana baiknya
suatu sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Secara umum, produktivitas adalah rasio hasil yang diperoleh terhadap sumber daya
yang dipakai (Harjanto, 2008). Produktivitas merupakan gabungan variabel antara
manusia dan operasional. Organisasi yang efektif akan memaksimalkan
produktivitasnya jika berhasil mengintegrasikan manusia ke seluruh sistem operasial
(Robbins, 2013).
Peningkatan produktivitas merupakan tujuan utama di setiap organisasi. Bagi
negara, produktivitas tinggi menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi.
Karyawan menerima bayaran yang lebih tinggi dan laba perusahaan meningkat tanpa
menyebabkan inflasi. Bagi masing-masing organisasi, peningkatan produktivitas

15
menghasilkan struktur biaya yang lebih kompetitif dan penawaran harga yang lebih
bersaing (Robbins, 2013).
Menurut Deming (1981) dalam Robbins (2013), beberapa poin untuk
meningkatkan produktivitas antara lain :
a. Membuat rencana jangka panjang
b. Tidak pernah puas dengan kualitas produk yang dihasilkan
c. Menciptakan pengendalian statistik terhadap proses produksi
d. Hanya berhubungan dengan pemasok yang terbaik
e. Mengetahui masalah, yaitu pada bagian proses produksi tertentu saja atau menjadi
pangkal dari seluruh proses
f. Melatih karyawan untuk melakukan pekerjaan yang diminta
g. Meningkatkan kualitas supervisor lini
h. Mengusir rasa takut
i. Mendorong departemen-departemen untuk bekerja sama dan berkonsentrasi pada
perbedaan masing-masing departemen atau devisi
j. Tidak menerapkan tujuan numeris yang kaku
k. Meminta karyawan untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas
l. Melatih karyawan untuk memahami metode statistik
m. Melatih karyawan mengenai ketrampilan baru ketika dibutuhkan

3. Peran strategik manajemen operasi


Kegiatan operasi merupakan kegiatan yang kompleks, tidak hanya mencakup
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam mengkoordinasi berbagai kegiatan
dalam mencapai tujuan operasi, tetapi juga mencakup kegiatan teknis untuk
mnghasilkan suatu produk yang memnuhi spesifikasi yang diinginkan melalui proses
produksi yang efisien dan efektif serta dengan mengantisipasi perkembangan
teknologi dan kebutuhan konsumen di masa mendatang. Suatu organisasi akan sukses
jika organisasi tersebut dapat menjalankan peran manajemen operasional sebagai
bagian dari keseluruhan strategi organisasi dalam menciptakan dan mempertahankan
kepemimpinan global (Harjanto, 2008).

Setiap organisasi membutuhkan pelanggan untuk bertahan dan mencapai


kesuksesan. Pelanggan menginginkan suatu nilai dari barang dan jasa yang dibeli atau
16
digunakan. Adapun nilai yang dimaksud adalah karakteristik kinerja, fitur, dan atribut
sebagaimana aspek lainnya dari barang dan jasa di mana konsumen bersedia untuk
memberikan sumber dayanya. Melalui kegiatan manajemen operasional, segala sumber
daya masukan perusahaan diintegrasikan dengan melibatkan rantai nilai untuk
menghasilkan keluaran yang memiliki nilai tambah (Robbins, 2013).
Rantai nilai merupakan keseluruhan urutan aktivitas kerja organisasi yang
menambah nilai pada setiap tahapannya, dari bahan baku hingga barang jadi. Sementara
manajemen rantai nilai adalah proses mengelola urutan aktivitas dan informasi di
sepanjang rantai nilai. Manajemen rantai nilai berorientasi eksternal, yaitu berfokus pada
bahan yang masuk dan pada keluarnya produk atau jasa, serta berorientasi efektivitas,
yaitu bertujuan menciptakan nilai tertinggi bagi pelanggan. Manajemen rantai nilai
bertujuan untuk menciptakan strategi rantai nilai yang memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta mengintegrasikan antar anggota rantai. Rantai nilai yang baik
adalah rantai nilai di mana urutan pelaku bekerjasama sebagai tim, yang masing-masing
menambahkan komponen nilai terhadap keseluruhan proses, seperti lebih cepat dalam
perakitan, informasi lebih akurat, lebih baik dalam merespon dan melayani pelanggan.
Manajemen rantai nilai mempunyai empat manfaat utama yaitu meningkatkan pengadaan,
logistik, pengembangan produk, dan memperkuat manajemen pesanan pelanggan
(Robbins, 2013).

Gambar 2.4 Persyaratan Strategi Rantai Nilai

17
Sumber : Robbins (2013)
Menurut Robbins (2013), terdapat enam syarat kesuksesan strategi rantai nilai,
yaitu:
1. Koordinasi dan kolaborasi
Hubungan kolaboratif harus terjadi antarpelaku rantai nilai untuk mencapai
tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Setiap mitra harus
mengidentifikasi berbagai hal yang mungkin bernilai bagi konsumen. Berbagi
informasi dan menjadi fleksibel, mengetahui pelaku rantai nilai dan apa yang
dilakukan adalah langkah penting membangun koordinasi dan kolaborasi.
2. Investasi pada teknologi
Teknologi informasi dapat digunakan untuk merestrukturisasi rantai nilai agar
lebih baik dalam melayani pengguna akhir.
3. Proses organisasi
Proses organisasi adalah cara kerja organisasi dilakukan. Semua proses
organisasi harus dievaluasi secara kritis untuk melihat di mana nilai
ditambahkanaktivitas yang tidak bernilai tambah harus dieliminasi.
4. Kepemimpinan
Manajer harus mendukung, memfasilitasi, dan mengembangkan penerapan
dan praktik manajemen rantai nilai. Manajer perlu menguraikan tentang apa yang
dilibatkan oleh organisasi dalam pencapaian manajemen rantai nilai. Dimulai dari visi
dan misi yang menyatakan komitmen organisasi dalam mengidentifikasi, menangkap,
dan menyediakan nilai setinggi mungkin kepada pelanggan. Kemudian manajer harus
menjelaskan ekspektasi terhadap peran masing-masing karyawan dalam rantai nilai.
5. Karyawan
Sumber daya manusia dalam menajemen rantai nilai mempunyai tiga syarat
utama, yaitu pendekatan yang fleksibel terhadap desain pekerjaan, proses perekrutan
yang efektif, dan pelatihan terus menerus.
6. Perilaku dan budaya organisasi
Perilaku dan budaya organisasi yang mendukung implementasi manajemen
rantai nilai adalah kolaborasi, keterbukaan, fleksibilitas, saling berbagi, saling
menghormati dan saling percaya.

18
Gambar 2.5 Rintangan Terhadap Manajemen Rantai Nilai

Sumber : Robbins (2013)

Menurut Robbins (2013), terdapat beberapa rintangan terhadap manajemen rantai


nilai, yaitu :
1. Hambatan organisasi
Hambatan organisasi adalah salah satu rintangan yang paling sulit diatasi.
Hambatan ini mencakup penolakan atau keengganan berbagi informasi, kengganan
merubah keadaan status quo, dan isu keamanan. Tanpa pembagian informasi,
koordinasi dan kolaborasi yang erat tidak mungkin tercapai. Keengganan untuk
merubah keadaan status quo dapat mengganggu usaha terhadap manajemen rantai
nilai dan menghambat keberhasilan penerapannya. Sistem keamanan dan pelanggaran
internet adalah isu yang harus diperhatikan karena manajemen rantai nilai
mengandalkan infrastruktur teknologi informasi yang kokoh.
2. Perilaku budaya
Perilaku budaya yang tidak mendukung, seperti isu kepercayaan dan
pengendalian, dapat menjadi rintangan bagai manajemen rantai nilai. Ketika tidak ada
rasa kepercayaan, para mitra akan merasa enggan untuk berbagi informasi,
kemampuan, dan proses. Namun terlalu percaya juga kadang menyebabkan masalah,
karena organisasi juga rentan terhadap pencurian kekayaan intelektual. Kekayaan

19
intelektual adalah kepemilikan informasi yang penting bagi fungsi efisiensi dan
efektivitas organisasi dan persaingannya.

3. Kemampuan yang disyaratkan


Mitra rantai nilai harus memiliki berbagai kemampuan, seperti adalah
koordinasi dan kolaborasi, kemampuan membentuk produk untuk memuaskan
pelanggan dan pemasok, serta kemampuan mengedukasi mitra internal dan ekternal.
Namun untuk memiliki bebagai kemampuan tersebut tidaklah mudah. Selain itu,
sering kali terdapat kesulitan untuk mengevaluasi diri terhadap kemampuan dan
proses agar menjadi lebih efektif dan efisien dalam mengelola rantai nilai.
4. Manusia
Manajemen rantai nilai tidak akan berhasil tanpa adanya komitmen yang tegas
untuk melakukan apapun yang diperlukan. Jika karyawan menolak untuk bersifat
fleksibel dalam pekerjaannya (bagimana dan dengan siapa karyawan bekerja), maka
kolaborasi dan kerjasama dalam rantai nilai akan sulit dicapai. Manajemen rantai nilai
juga membutuhkan banyak waktu dan energi dari karyawan, sehingga manajer harus
memotivasi usaha keras karyawan, di mana hal itu tidaklah mudah. Selain itu,
kurangnya pengalaman manajer dalam memimpin ide-ide manajemen rantai nilai juga
menjadi masalah sumber daya manusia.

C. Manajemen Bisnis Wirausaha


Kewirausahaan (Enterpreneurship) adalah proses memulai suatu bisnis baru,
biasanya dalam menjawab peluang yang muncul. Seorang wirausahawan (Enterprenuer)
mengejar peluang dengan mengubah, merombak, mengganti, atau memperkenalkan
produk atau layanan baru. Sedangkan Bisnis Wirausaha (Enterprenuerial Venture)
adalah organisasi yang mengejar peluang, yang ditandai dengan adanya praktek inovatif,
dan bertujuan dalam menngejar pertumbuhan dan laba. Perusahaan wirausaha bertindak
sebagai “agen perubahan” dengan memberikan sumber daya penting berupa ide-ide baru
dan unik yang mungkin tidak akan muncul apabila tidak dirintis (Robbins, 2013).

20
1. Proses wirausaha
Menurut Robbins (2013), untuk memulai dan mengelola bisnis wirausaha, terdapat 4
langkah kunci yaitu :
a. Mengeksplorasi konteks kewirausahaan.
Konteks tersebut meliputi beragam realitas dari iklim ekonomi, politik/hukum,
sosial dan kerja. Menetukan aturan main beserta keputusan dan tindakan yang
akan menggiringnya pada kesuksesan.
b. Mengidentifikasi peluang dan keunggulan bersaing yang ada.
Melihat permasalahan yang ada dalam menghidupkan suatu bisnis wirausaha.
c. Memulai Bisnis.
Meliputi meneliti kelayakan bisnis, merencanakan bisnis, mengorganisasikan
bisnis, dan meluncurkan bisnis.
d. Mengelola bisnis
Melakukan dengan cara mengelola proses, mengelola sumber daya manusia, dan
mengelola pertumbuhan.

2. Perencanaan dalam bisnis wirausaha


Menurut Robbins (2013), beberapa langkah dalam melakukan perencanaan
dalam bisnis wirausaha adalah:
a. Mengidentifikasi peluang lingkungan dan keunggulan bersaing
Peluang merupakan tren positif dalam faktor lingkungan eksternal. Tren
ini memberikan peluang yang unik dan berbeda bagi inovasi dan penciptaan
nilai. Menurut Peter Drucker, tujuh sumber peluang potensial yaitu:
1) Hal tak terduga
Saat situasi dan kejadian tidak diantisipasi, peluang dapat ditemukan. Suatu
kejadian mungkin bisa menjadi kesuksesan yang tidak terduga (berita baik)
atau kegagalan yang tidak terduga (berita buruk). Apa pun itu, peluang
selalu ada untuk diraih para wirausahawan.
2) Hal yang tidak sesuai
Saat sesuatu menjadi tidak sesuai, terjadi inkonsistensi dan ketidakcocokan
dalam penampilannya. Sesuatu tersebut “harus sesuai” kaidah tertentu tetapi
21
nyata nya tidak. Saat anggapan lama tidak lagi dipegang, untuk alasan
apapun, maka peluang pun akan muncul. Wirausahawan yang berpikir
diluar pendekatan tradisional dan konvensional, mungkin akan menemukan
beragam keuntungan potensial.
3) Kebutuhan akan proses
Apa yang terjadi saat teknologi tidak segera muncul seiring dengan
penemuan besar yang pada dasarnya akan mengubah nilai dasar sebagian
produk? Yang terjadi adalah bahwa terdapat beragam peluang wirausaha
dalam berbagai tahapan proses saat peneliti dan teknisi terus bekerja untuk
mencari penemuan monumental. Karena loncatan besar belumlah
dimungkinkan, peluang muncul dalam langkah-langkah kecil.
4) Struktur industri dan pasar
Ketika perubahan teknologi mengubah struktur suatu industri dan pasar,
perusahaan-perusahaan yang sudah ada akan ketinggalan zaman apabila
mereka tidak selaras dengan perubahan yang ada atau enggan berubah.
Bahkan perubahan dalam nilai sosial dan selera konsumen pun dapat
menggeser struktur industri dan pasar. Pasar dan industri tersebut menjadi
lahan empuk bagi wirausahawan yang cekatan dan cerdas.
5) Demografi
Karakter populasi yang berubah mempengaruhi industri dan pasar dengan
mengubah jenis dan kuantitas produk dan layanan yang diinginkan serta
daya beli konsumen. Meskipun banyak dari perubahan ini dapat diprediksi
apabila anda tetap jeli mengamati tren demografis yang ada, perubahan
lainnya tidaklah sejelas ini. Bagaimana pun juga, peluang wirausaha yang
signifikan bisa tercipta dalam mengantisipasi dan memenuhi perubahan
kebutuhan penduduk.
6) Perubahan persepsi
Persepsi adalah sudut pandang seseorang terhadap suatu kenyataan. Ketika
perubahan persepsi terjadi, bukan kenyataannya yang berubah, melainkan
maknanya. Perubahan persepsi menjadi nilai inti dari profil psikografis
masyarakat. Nilai apa yang dipegang, apa yang mereka yakini, dan hal apa
yang mereka pedulikan. Perubahan dalam sikap dan nilai ini menciptakan
peluang pasar potensial bagi para wirausahawan yang jeli.
22
7) Pengetahuan baru
Pengetahuan baru menjadi sumber utama bagi peluang wirausaha.
Meskipun tidak semua inovasi berbasis pengetahuan itu penting,
pengetahuan baru dianggap cukup penting dalam peluang berwirausaha.
Wirausahawan juga harus mampu melakukan sesuatu dari pengetahuan
tersebut dan perlu juga melindungi informasi pribadi dari para pesaing.

b. Meneliti kelayakan bisnis – mencetuskan dan mengevaluasi ide


Menghasilkan ide merupakan suatu proses inovatif dan kreatif. Studi
menunjukkan bahwa sumber ide bervariasi dan unik, salah satunya bekerja
dalam industri yang sama. Kemudian ide tersebut dievaluasi yang melibatkan
pertimbangan pribadi dan pasar. Pendekatan evaluasi yang lebih terstruktur
yang mungkin dapat digunakan seorang wirausaha adalah studi kelayakan. Studi
kelayakan adalah suatu analisis terhadap berbagai aspek dari bisnis wirausaha
yang direncanakan, yang dirancang untuk menentukan kelayakan bisnis
tersebut. Studi kelayakan yang dipersiapkan dengan baik tidak saja menjadi
perangkat evaluasi yang efektif untuk menentukan apakah ide wirausaha
tersebut merupakan ide yang baik, tetapi juga menjadi dasar bagi perencanaan
bisnis yang penting (Robbins, 2013).

c. Meneliti kelayakan bisnis – meneliti pesaing


Menurut Robbins (2013), beberapa pertanyaan yang mungkin dalam
mengamati para pesaing adalah:
1) Jenis produk atau layanan apa yang ditawarkan para pesaing?
2) Karakteristik utama apa yang ada pada produk dan layanan tersebut?
3) Apakah kelemahan dan keunggulan produk pesaing?
4) Bagaimana pesaing menangani pemasaran, harga, dan distribusinya?
5) Usaha apa yang dilakukan pesaing agar membuatnya berbeda dibandingkan
perusahaan lain?
6) Apakah pesaing tersebut kelihatannya sukses dalam menjalankan
bisnisnya?
23
7) Saat wirausahawan memiliki informasi tentang para pesaing, ia sebaiknya
menilai sejauh mana usulan bisnis wirausahanya akan sesuai dengan arena
persaingan yang ada.

d. Meneliti kelayakan bisnis – meneliti pembiayaan


Karena sebagian besar bisnis wirausaha membutuhkan kucuran dana
agar bisa berjalan, seorang wiarausaha harus meneliti beberapa opsi
pembiayaan, yaitu: sumber daya milik pribadi (tabungan, ekuitas rumah,
pinjaman, kartu kredit), lembaga keuangan (Bank, lembaga simpan pinjam,
koperasi), pemodal ventura (pembiayaan ekuitas dari pihak eksternal yang dana
investasinya dikelola secara profesional), angel investor (penyandang dana
pribadi atau sekelompok investor pribadi yang menawarkan bantuan keuangan
bagi bisnis wirausaha dengan mengharapkan ekuitas dari bisnis tersebut),
penawaran saham perdana (pendaftaran dan penjualan perdana dari saham
perusahaan), program pengembangan usaha dari pemerintah, dan sumber-
sumber yang tidak biasa (acara TV, kompetisi, dsb).

e. Merencanakan bisnis – mengembangkan rencana bisnis


Sebuah rencana bisnis adalah suatu dokumen tertulis yang merangkum
peluang bisnis dan menggambarkan serta memaparkan bagaimana peluang yang
telah dikenali dapat diraih dan diberdayakan.

3. Hubungan kepemimpinan denganbisnis wirausaha


Kepemimpinan menjadi fungsi penting bagi seorang wirausaha. Hal-hal yang
berkaitan dengan kepemimpinan wirausaha adalah:
a. Karakteristik pribadi wirausahawan
Kepribadian dalam kepemimpinan adalah mampu untuk mengidentifikasi sifat-
sifat kepribadian yang spesifik yang biasanya dimiliki oleh semua wirausaha.

b. Pemberdayaan karyawan melalui motivasi


Pemberdayaan karyawan adalah memberikan keleluasaan bagi karyawan untuk
membuat keputusan dan bertindak sendiri.

24
Wirausahawan memiliki tanggung jawab kepemimpinan dalam memimpin
bisnis dan tim kerja karyawan. Cara seorang wirausaha memimpin perusahaan
adalah dengan visi yang ia ciptakan bagi organisasi. Kemampuan wirausahawan
untuk mengartikulasi visi yang koheren, inspiratif, dan atraktif untuk masa depan
menjadi suatu ujian tersendiri atas kepemimpinannya. Sedangkan memimpin tim
kerja karyawan adalah mengembangkan dang menggunakan tim untuk tuntutan
teknologi dan pasar yang dapat mendorong untuk menjadikan produk yang
dihasilkan lebih cepat, lebih murah dan lebih baik. Selain itu sebuah tim dapat
memperbaiki semangat kerja dan lingkungan di tempat kerja.
Seorang wirausahawan harus memperhatikan pengendalian operasional
perusahaannya supaya dapat bertahan dan berkembang dalam jangka pendek
maupun panjang.
a. Mengelola pertumbuhan
Mengejar pertumbuhan secara sukses menuntut seorang wirausahawan untuk
mengelola seluruh tantangan yang terkait dengan pertumbuhan, yaitu dengan
merencanakan pertumbuhan, mengorganisasikan pertumbuhan dan
mengendalikan pertumbuhan.
b. Mengelola di masa-masa sulit
Langkah yang dapat dilakukan ketika suatu krisis sedang terjadi yaitu dengan
mengenali situasi krisis dan mengatasi masa-masa sulit, penurunan dan krisis.
c. Keluar dari bisnis
Ada saatnya dimana seorang wirausahawan merasa bahwa sudah waktunya
untuk beralih. Keputusan ini mungkin didasarkan pada kenyataan bahwa
wirausahawan berharap untuk mengapitalisasikan secara finansial investasi
bisnisnya.
d. Mengelola pilihan dan tantangan kehidupan pribadi
Hal yang bisa dilakukan dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan
kehidupan pribadi adalah dengan menjadi manager waktu yang baik, mencari
penasehat bisnis profesional, mengembangkan jaringan rekan-rekan dan teman-
teman terpercaya dan mengenali saat tingkat stress mulai meninggi.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berikut ini adalah kesimpulan dari makalah yang berjudul “Kepemimpinan,
Manajemen Operasional, dan Manajemen Bisnis Wirausaha” :
1. Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki
otoritas manajerial. Semenatara, kepemimpinan adalah proses mengarahkan atau
mempengaruhi aktivitas kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
2. Terdapat 10 fungsi pemimpin, yaitu : pelaksana, perencana, pembuat kebijakan,
seorang ahli, wakil grup, pengontrol, pemberi ganjaran dan hukuman, wasit dan
perantara, teladan, dan penanggung jawab.
3. Pendekatan tingkah laku adalah pendekatan yang mengidentifikasi perilaku,
membedakan pemimpin yang efektif dan tidak efektif.
4. Pendekatan kontingensi adalah pendekatan yang memusatkan perhatiannya pada
hukum situasi, bahwa setiap situasi yang berbeda akan mempengaruhi gaya
kepemimpinan yang bervairiasi, berubah-ubah sesuai karakter situasional.
5. Manajemen operasi adalah proses transformasi yang mengubah sumber daya
menjadi barang atau jasa.
6. Manajemen rantai nilai adalah proses mengelola urutan aktivitas dan informasi di
sepanjang rantai nilai (dari bahan baku hingga jadi). Rantai nilai bertujuan untuk
membantu manajer menemukan kombinasi pemecahan masalah dengan cepat dan
efisien.
7. Syarat kesuksesan strategi rantai nilai ditunjukkan dengan adanya kepemimpinan
yang efektif, proses organisasi, investasi pada teknologi, koordinasi dan kolaborasi,
perilaku dan budaya organisasi, serta karyawan.
8. Rintangan yang dihadapi dalam manajemen rantai nilai terkait oleh 4 aspek, yaitu
hambatan organisasi, sikap budaya, kemampuan yang disyaratkan, dan manusia.
9. Kewirausahaan adalah proses memulai suatu bisnis baru dengan memanfaatkan
peluang yang muncul. Sementara bisnis wirausaha adalah organisasi yang mengejar
peluang, ditandai dengan adanya praktik inovatif dan bertujuan untuk mengejar
pertumbuhan dan laba.

26
10. Proses wirausaha, meliputi : eksplorasi konteks wirausaha, identifikasi peluang dan
keunggulan bersaing, memulai bisnis, dan mengelola bisnis. Sedangkan perencanaan
bisnis wirausaha, meliputi : identifikasi peluang dan keunggulan bersaing, meneliti
kelayakan bisnis (mencetuskan ide, meneliti pesaing, dan pembiayaan), dan
merencanakan bisnis.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami konsep kepemimpinan, manajemen operasional, dan
manajemen bisnis wirausaha dengan baik, sehingga mampu mengaplikasikan
konsep-konsep tersebut ke dalam dunia nyata seperti ketika berorganisasi.

2. Bagi Pemimpin Organisasi atau Perusahaan


Diharapkan mampu mengaplikasikan konsep kepemimpinan sehingga dapat
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Selain itu, pemimpin organisasi atau
perusahaan diharapkan bersedia menjalankan manajemen operasional dan
manajemen bisnis wirausaha sesuai teori untuk menciptakan organisasi yang
produktif.

3. Bagi Karyawan
Diharapkan mampu bekerjasama untuk meningkatkan produktivitas organisasi atau
perusahaan dengan bekerja secara efektif dan manaati peraturan-peraturan yang telah
disepakati.

27
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Febta R. 2015. “Pentingnya Peran Pemimpin Efektif dalam Pencapaian Tujuan
Organisasi” dalam http://www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/168-artikel-
pengembangan-sdm/21071-pentingnya-peran-pemimpin-efektif-dalam-pencapaian-
tujuan-organisasi diakses pada tanggal 7 Mei 2016.

Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasional Edisi Ketiga. Jakarta : Grasindo

Kuntag, Agnes F. 2001. “Hubungan Antara Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai di


Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Pusat Pertamina”. Skripsi. Program Sarjana
Kesehatan Masyarakat (S1-2), Peminatan Manajemen Rumah Sakit, Universitas
Indonesia

Robbins, Stephen P. 2013. Manajemen Edisi Kesepuluh Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Soekarso dan Iskandar P. 2015. Kepemimpinan : Kajian Teoritis dan Praktis. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan Dalam Organisasi Edisi Kelima. Jakarta : Indeks

Anda mungkin juga menyukai