Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Keberhasilan sebuah perusahaan bergantung pada sumber daya manusia

yang berkualitas dan usahanya untuk memastikan stabilitas dan produktivitas

perusahaan terjaga. Karyawan menjadi aset yang harus dijaga karena perannya

yang cukup penting. Kehilangan karyawan terbaik merupakan ujian pelik yang

harus dihadapi setiap perusahaan. Seringkali perusahaan mengalami kerugian dan

penurunan dalam aktivitas penjualan apabila terdapat Karyawan yang

diperkerjakan keluar atau mengundurkan diri. Kerugian dapat berupa kerugian

finansial dan juga kerugian waktu, perputaran keluar masuk karyawan itu disebut

juga sebagai Turnover.

Turnover menurut Mathis, 2006:125), mengatakan bahwa perputaraan

adalah proses dimana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus

digantikan.

Turnover intention merupakan suatu keadaan dimana pekerja memiliki niat

atau kecendrungan yang dilakukan secara sadar untuk mencari suatu pekerjaan

lain sebagai alternatif di organisasi yang berbeda dan turnover adalah pergerakan

keluarnya tenaga kerja dari tempatnya bekerja (Abdillah, 2012). Dalam

perkembangan terakhir ini perputaran karyawan telah dilihat sebagai masalah

organisasi yang penting, arti pentingnya terletak pada kenyataan bahwa ada

banyak konsekuensi negatif dalam organisasi jika tingkat turnover karyawan

tinggi (Randhawa, 2007). Proses turnover pada dasarnya diawali oleh kondisi

1
yang disebut turnover intention atau keinginan karyawan untuk meninggalkan

organisasi (Widjaja et al., 2006). Menurut Jimad (2011) keinginan untuk

meninggalkan suatu organisasi umumnya didahului dengan niat karyawan.

Turnover yang tinggi pada suatu perusahaan menunjukkan perusahaan yang

bersangkutan perlu diperbaiki kondisi atau cara pembinaannya. Karyawan yang

meninggalkan pekerjaan mungkin memiliki harapan yang lebih menguntungkan

pada perusahaan yang baru, karena karyawan menginginkan gaji yang lebih besar,

tantangan dalam pekerjaan, pengembangan karir, suasana organisasi yang

mendukung (Atmajawati, 2007: 17). Demikian pula pada PT. AJE Indonesia divisi

Sales, untuk tenaga outsourcing, diketahui selama satu tahun terakhir sering

terjadi turnover, sehingga berdampak pada pendapatan perusahaan yang

berkurang. Jika dilihat secara keseluruhan jumlah karyawan yang keluar pada

tahun 2019 sebesar 283. orang untuk karyawan Langsung atau Staff dan

Managerial dan 131 .orang untuk karyawan tidak langsung atau outsourcing. Jika

dibandingkan kondisi di tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2018, keseluruhan

jumlah karyawan yang keluar pada tahun itu sebanyak ... orang karyawan

Keseluruhan jumlah karyawan yang keluar pada tahun 2019 sebanyak 414. orang,

sehingga terjadi peningkatan jumlah karyawan keluar sebanyak .... orang. Hal ini

menunjukkan jika jumlah karyawan yang keluar tidak konsisten dan cenderung

mengalami peningkatan, maka dapat dikatakan terjadi masalah tingginya

keinginan untuk berhenti bekerja.

Berikut ini kami sampaikan data sekunder yang penulis dapatkan dari Bagian

Sumber Daya Manusia bagian Kepegawaian.

2
Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1. Data laporan karyawan masuk dan keluar PT AJE Tahun 2019

Sementara itu keinginan berpindah (Turnover Intention) yang berujung

pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Meningkatnya

tinggi turnover pada perusahaan karyawan akan semakin banyak menimbulkan

berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang sudah di investasikan pada

karyawan, tingkat kinerja yang mesti di korbankan, maupun biaya rekruitmen dan

pelatihan kembali.

Fenomena ini dapat dilihat juga dengan waktu kerja yang harus

dikeluarkan baik bagi tim rekrutmen untuk setiap hari mencari tenaga Salesman

dan juga bagi para pimpinan unit kerja. Berdasarkan informasi beberapa saat para

pimpinan juga mencari sendiri ke lapangan untuk tenaga kerja Salesman ini baik

melalui para kolega ataupun market atau pasar.

Sebagai informasi PT AJE ini adalah sebuah perusahaan manufaktur produksi

minuman RTD ( ready to drink) dengan sasaran segmentasi pasar menengah

3
kebawah. PT AJEIndonesia adalah perusahaan Multinational yang berasal dari

Amerika Latin, pertama hadir di Indonesia pada tahun 2010, PT AJE Indonesia

yang merupakan group perusahaan minuman terbesar di dunia AJEGROUP.

AJE pertama kali melakukan investasi di Indonesia pada tahun 2010 dengan

mengeluarkan produk dengan brand BIG Cola. PT AJEIndonesia memiliki satu

unit pabrik di Cikarang dan satu pabrik di wilayah Jawa Timur. Dengan

tumbuhnya bisnis perusahaan pada awal tahun 2013 maka perusahaan membuka

juga pabrik baru masih di wilayah Cikarang, namun dengan mesin dan

teknologi yang lebih moderen. Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku

perusahaan ini memiliki komitmen untuk menggunakan sumber sumber berasal

dari Indonesia (lokal). Dalam memenuhi kebutuhan pasar selain didukung

dengan mesin mesin produksi dan kapasitas yang besar, PT AJE juga memiliki

begitu banyak Karyawan untuk mendukung kelancaran produksi dan juga

karyawan karyawan yang berpengalaman terutama dalam memasarkan produk

minuman ini. Karyawan terbagi atas dua tipe yaitu Karyawan Direct yang

mana merupakan karyawan tetap dan karyawan indirect yaitu karyawan

Outsourcing. Di awal tahun berdiri yaitu pada tahun 2010 – 2015 dapat

dikatakan tidak ada masalah cukup besar pada turnover, karyawan yang bekerja

juga rata rata memiliki masa kerja yang panjang. Penjualan pada tahun tahun

tersebut mengalami peningkatan dengan sangat baik, bahkan posisi di pasar

dapat diraih sebesar 48% dari kompetitor di produk yang sejenis,sumber

berdasarkan majalah SWA.... . Kondisi ini yang menurut kajian peneliti

merupakan keberhasilan perusahaan yang juga menjadikan karyawan cukup

nyaman bekerja di perusahaan ini. Karyawan dapat memberikan segala

4
perhatian dan dukungannya demi kelancaran produksi yang berjalan selama 24

jam dalam sehari, dan karyawan divisi Marketing dan Sales melakukan keliling

pasar dalam mempromosikan produk dan memperkenalkan secara terus

menerus kepada konsumen. Namun pada tahun 2015 dan tahun tahun

berikutnya, terdapat perubahan yang secara perlahan mempengaruhi pergerakan

bisnis perusahaan. Banyak kompetitor dan pemain pemain baru yang

mengikuti jejak PT AJE, kemudian karena minuman yang menjadi produk

utama adalah minuman karbonasi, seiring dengan semakin banyak masyarakat

yang mementingkan budaya hidup lebih sehat, minuman ini menjadi berkurang

peminatnya. Masyarakat secara perlahan berangsur memilih produk minuman

dengan rasa buah dan atau minuman mineral. Hal ini berimbas kepada pasar,

pihak pihak konsumen dan distributor mengurangi pemesanan dan beralih ke

pemain baru. Hal ini menyebabkan beberapa kerugian yang harus segera

diantisipasi, maka seriring menurun pemesanan maka AJE membuat inovasi

produk baru, dan masih dapat terus bersaing dengan pemain pemain baru

tersebut,. Namun disisi lain AJE harus mengatur strategi baru karena harga

harga untuk inovasi baru ini memerlukan modal yang lebih tinggi, riset riset

dan kebutuhan akan tenaga Sumber Daya Manusia yang lebih ahli menjadi

sangat penting. Oleh karenanya di tahun 2015 – sekarang, PT AJE meninjau

kembali kepada kekuatan tenagan kerjanya dan lebih selektif dalam

menentukan tenaga tenaga kerja yang di rekrutnya. Karena AJE percaya

perusahaan akan dapat bersaing dan berkelanjutan apabila memiliki Sumber

Daya Manusia yang tangguh dan memiliki keahlian yang sesuai dengan

tuntutan dari pasar. Perusahaan mengalami pergantian dan perputaran karyawan

5
yang cukup tinggi,dan beberapa tenaga kerja indirect tidak diperpanjang

kontraknya. Namun lebih mendelegasikan pekerjaan tersebut kepada pihak

vendor seperti diantaranya pekerjaan Cleaning Service, Supir, Security dan lain

sebagainya. Diakui oleh karyawan yang bekerja sejak awal berdiri perusahaan

bahwa hampir sebagian besar karyawan AJE betah karena masalah kompensasi

yang bagus, sistem kerja tim yang didukung dengan Pimpinan yang partisipatif

atau pimpinan berkerja bersama sama dalam menjalankan unit kerja, dimulai

dari para Manager sampai level Direktur , dimana dilakukan secara spontan

turun ke lokasi, membuat karyawan merasa senang karena pimpinan dapat

melihat langsung atas usaha dan pekerjaan yang tengah mereka lakukan,

terutama para Salesman. Seringkali Direktur secara mendadak melakukan

kunjungan ke kota kota dan melakukan investigasi kepada para Konsumen dan

menanyakan pelayanan yang diberikan apakah sudah memenuhi harapannya.

Hal ini yang membuat karyawan PT AJE merasa senang karena pimpinan mau

turun langsugn melihat dari dekat atas kondisi kesulitan yang ada dan dapat

langung memberikan keputusan apabila ditemui masalah.

Karyawan pada umumnya merasa puas dan senang dengan tipe kepeimpinan

yang ada. Berdasarkan data hasil survei lingkungan kerja yang dilakukan oleh

perusahaan pada tahun 2017 kepada 471 karyawan bahwa sebanyak 68 %

.karyawan merasa puas dengan sistem kerja yang ada diperusahaan, dan

sebanyak 67% merasa puas dengan kerjasama tim yang juga baik, kemudian

sebanyak 63% memiliki keterikatan dan bangga menjadi bagian dari

6
perusahaan .

Tabel 1.2 Data hasil Survei Iklim Kerja tahun 2017


Sumber: Data perusahaan

Keterikatan karyawan (employee engagement) merupakan suatu kondisi

dimana karyawan mengidentifikasi dirinya dengan pekerjaannya: dalam

engagement, seseorang akan bekerja dan mengekspresikan dirinya, baik secara

fisik, kognitif, dan emosional selama ia bekerja (Kahn, 1990). Employee

engagement juga didefinisikan sebagai suatu keadaan motivasional positif yang

7
dicirikan dengan adanya vigor, dedication, dan absorption (Schaufeli & Bakker,

2003). Employee engagement ini dianggap mampu mengambarkan seluruh

kegiatan yang berkaitan dengan bisnis, mulai dari karyawan ke pelanggan, sampai

kepada pemegang saham, sehingga istilah employee engagement menjadi sangat

populer di kalangan praktisi di bidang manajemen dan juga peneliti (Coffman

dalam Ayers, 2008; lihat juga Ram & Prabhakar, 2011; Andrew & Sofian, 2012;

Dulagil, 2012).

Berdasarkan fenomena tersebut maka dengan in peneliti ingin mengetahui

pengaruh Employee Engangement dengan Turnover Intention maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Employee

Engagement terhadap Turn Over Intention di PT AJEINDONESIA”.

1.2. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian


1.2.1. Identifikasi Masalah penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT AJEIndonesia yaitu sebuah perusahaan

multinational yang berkantor pusat di Peru, Amerika Latin dengan bisnis utama

bergerak dalam bidang produksi minuman ringan karbonasi, jus dan teh.

Perusahaan beralamat di Kawasan Industri Cikarang, Jawa Barat, dengan jumlah

karyawan sebanyak 500 orang.


Dalam rangka untuk terus dapat mengembangkan bisnis perusahaan,

seringkali didapati kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja yang memiliki

keahlian dan pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan yang ada, tuntutan ini

sendiri berasal dari adanya dinamika persaingan pasar, khususnya pada tenaga

Sales Force divisi Komersial didapatinya turn over yang cukup tinggi.

1.2.2. Pembatasan Masalah Penelitian


Penelitian dilakukan dengan metode survei terhadap Karyawan divisi Sales

yang sudah bekerja lebih dari 6 bulan di perusahaan yang berdasarkan pengamatan

8
penulis memiliki keterkaitan satu sama lain dalam meneliti pendapat karyawan

terhadap perusahaan.

1.2.3. Perumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan identifikasi masalah maka peneliti tertarik mengajukan

rumusan masalah penelitian sebagai berikut:


1. Seberapa besar tingkat keterikatan karyawan (Employee Engagment) yang ada

di PT AJEIndonesia ?
2. Seberapa banyak karyawan yang memiliki niat untuk meninggalkan

perusahaan tingkat Turnover intention di PT AJEIndonesia


3. Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara Employee Engagement

dengan Turnover Intention ?


4. Apakah ada perbedaan persepsi karyawan Direct dan Indirect tentang

Employee Engagement?
5. Apakah ada perbedaan persepsi karyawan Direct dan Indirect tentang

Turnover intention?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


3.2.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis :
1. Untuk menganalisis tingkat keterikatan karyawan (Employee Engagment)

yang ada di PT AJEIndonesia ?


2. Untuk menganalisis karyawan yang memiliki niat untuk meninggalkan

perusahaan Turnover intention di PT AJEIndonesia


3. Untuk menganalisis adakah hubungan antara Employee Engagement

dengan Turnover Intention ?


4. Untuk menganalisis apakah ada perbedaan persepsi karyawan Direct dan

Indirect tentang Employee Engagement?


5. Untuk menganalisis apakah ada perbedaan persepsi karyawan Direct dan

Indirect tentang Turnover intention?

6. Apakah terdapat pengaruh antara Employee Engagement terhadap Turnover

intention

1.3.2 Manfaat Penelitian

9
Hasil penelitian ini memiliki manfaat untuk berbagai pihak, sebagai berikut:
1. Menyajikan hasil empiris yang dapat dikaji lebih lanjut oleh para ahli

penelitian mengenai pengaruh Employee Engagement dan Turnover intention


2. Dapat menjadikan masukan bagi Perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi suatu wawasan dan menjadi evaluasi bagi perusahaan

mengenai keterikatan karyawan Employee Engagement dan faktor faktor

yang menyebabkan turnover intention tinggi di perusahaan.


3. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi atau acuan untuk penelitian

selanjutnya dan lebih melengkapi dengan variable variable lainnya.

10
BAB II

KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. KAJIAN TEORI


2.1.1. Turnover Intention
2.1.1.1 Pengertian dan Teori Turnover Intention

Berbagai penelitian mengenai turnover intention telah ada dan dilakukan

oleh peneliti sebelumnya, hal ini guna mengetahui dan mengidentifikasi penyebab

adanya fenomena turnover yang tinggi yang sering menjadi permasalahan bagi

sebuah organisasi atau perusahaan. Turnover intention merupakan suatu keadaan

dimana pekerja memiliki niat atau kecendrungan yang dilakukan secara sadar

untuk mencari suatu pekerjaan lain sebagai alternatif di organisasi yang berbeda

dan turnover adalah pergerakan keluarnya tenaga kerja dari tempatnya bekerja

(Abdillah, 2012). Dalam perkembangan terakhir ini perputaran karyawan telah

dilihat sebagai masalah organisasi yang penting, arti pentingnya terletak pada

kenyataan bahwa ada banyak konsekuensi negatif dalam organisasi jika tingkat

turnover karyawan tinggi (Randhawa, 2007). Proses turnover pada dasarnya

diawali oleh kondisi yang disebut turnover intention atau keinginan karyawan

untuk meninggalkan organisasi (Widjaja et al., 2006). Menurut Jimad (2011)

keinginan untuk meninggalkan suatu organisasi umumnya didahului dengan niat

karyawan.

Berhubungan dengan turnover intention, karyawan yang memiliki

keterikatan dengan perusahaan atau Engaged, tidak akan ada pemikiran atau niat

untuk meninggalkan organisasi, sebaliknya Karyawan yang memiliki keterikatan

11
dengan organisasi atau Employee Engagement tinggi akan bekerja selama

mungkin di organisasi tersebut.

2.1.2. Dimensi Turnover Intentions

Dimensi turnover intention menurut Mobley dalam Mahdi et al (2012)


meliputi:
1. Thinking of quitting, adalah pemikiran seseorangkaryawan untuk
keluar dari sebuah perusahaan dan adanya pemikiran bahwa ia
berkemungkinan tidak bertahan dengan perusahaan.
2. Intent to search, adalah sikap seorang karyawan untuk mencari
alternatif perusahaan lain
3. Intent to quit, adalah sikap seorang karyawan yang menunjukkan
indikasi keluar seperti meminimalisasi usaha dalam bekerja, dan
membatalkan pekerjaan penting.

Saks (2006) menyarankan bahwa keterlibatan kerja dikaitkan dengan sikap


individu,niat dan perilaku. Oleh karena itu, karyawan yang terlibat cenderung
lebih terikat pada merekaorganisasi dan akan memiliki kecenderungan yang lebih
rendah untuk meninggalkannya (Schaufeli & Bakker, 2004).
Ini pandangan didukung oleh beberapa peneliti yang menemukan bahwa
keterlibatan kerja berhubungan negatif untuk turnover intention (Du Plooy &
Roodt, 2010; Harter, Schmidt & Hayes, 2002). keterlibatan Kerja ditemukan
memiliki hasil positif yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yang
termotivasitenaga kerja, kesejahteraan karyawan, dan kecil kemungkinan
meninggalkan suatu organisasi (Barkhuizen & Rothmann, 2006; Schaufeli &
Bakker, 2004; Van den Berg, Bakker & Ten Cate, 2013; Yeh, 2013). Selain itu,
meta-analisis 7939 unit bisnis di 36 perusahaan oleh Harter et al.,(2002)
melaporkan hubungan positif yang signifikan antara keterlibatan kerja dan bisnis
hasil seperti kepuasan dan loyalitas pelanggan, profitabilitas, pergantian dan
keamanan.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover Intention

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Turnover Intention cukup

kompleks dan saling berkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara lain

12
adalah usia, lama kerja, tingkat pendidikan, keikatan terhadap organisasi,

kepuasan kerja dan kebudayaan perusahaan (Nayaputera, 2011:40).

1. Usia

Pekerja dengan usia muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi daripada

pekerja-pekerja dengan usia yang lebih tua. Penelitian-penelitian terdahulu

menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan intensi turnover

dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi usia seseorang, semakin

rendah tingkat intensi turnover-nya. Hal ini mungkin disebabkan karyawan yang

usianya lebih tua enggan untuk berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai

alasan seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot

pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat baru, atau karena energi yang

sudah berkurang, dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu didapat di

tempat yang baru walaupun gaji dan fasilitas yang diterima lebih besar.

Sedangkan tingkat turnover pada tenaga kerja berusia muda cenderung lebih

tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka masih memliki keinginan untuk

mencoba-coba pekerjaan serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar

melalui cara tersebut. Selain itu tenaga kerja dengan usia muda lebih mungkin

memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan

memiliki tanggung jawab terhadap keluarga lebih kecil, sehingga dengan

demikian lebih mempermudah mobilitas pekerjaan.

2. Lama Kerja

13
Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukan adanya korelasi negatif antara

masa kerja dengan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin

rendah kecenderungan turnover-nya.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap dorongan untuk melakukan turnover.

Mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan merasa cepat

bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan mereka akan lebih berani

keluar dan mencari pekerjaan baru daripada mereka yang tingkat pendidikannya

terbatas.

4. Keterikatan Terhadap Perusahaan

Keterikatan terhadap perusahaan memiliki korelasi yang negatif dan signifikan

terhadap turnover. Berarti semakin tinggi tingkat keterikatan seseorang terhadap

perusahaan akan semakin kecil ia mempunyai intensi untuk berpindah pekerjaan

dan perusahaan, dan sebaliknya. Seseorang yang mempunyai rasa keterikatan

yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan

membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, tujuan dan arti

hidup, serta gambaran diri yang positif. Akibat secara langsung ialah menurunnya

dorongan untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan.

5. Kepuasan Kerja

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa tingkat

turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang. Semakin tidak puas

seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorongannya untuk

melakukan turnover. Ketidakpuasan yang menjadi penyebab turnover memiliki

14
banyak aspek. Diantara aspek-aspek itu adalah ketidakpuasan terhadap

manajemen perusahaan, kondisi kerja, mutu pengawasan, penghargaan, gaji,

promosi, dan hubungan interpersonal.

6. Budaya Perusahaan

Budaya merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran,

perasaan, pembicaraan maupun tindakan manusia yang bekerja di dalam

perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi persepsi mereka, menentukan dan

mengharapkan bagaimana cara individu bekerja sehari-hari dan dapat membuat

individu tersebut merasa senang dalam menjalankan tugasnya.

2.2. Employee Engagement


2.2.1. Pengertian Employee Engagement
Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai engagement ini. Engagement

diartikan secara umum sebagai rasa antusias, usaha, semangat, dedikasi, energi,

dan lain sebagainya. Istilah employee engagement atau work engagement

berganti-gantian digunakan saat menjelaskan mengenai engagement. Namun,

employee engagement mengarah kepada hubungan antara karyawan dengan

organisasinya, sedangkan work engagement mengarah kepada hubungan antara

karyawan dengan pekerjaannya (Schaufeli, 2013).


Maslach dan Leiter (dalam Shuck dan Wollard, 2010) menjelaskan bahwa

engagement dan burnout berada dalam satu garis kontinum. Engagement

dikarakteristikkan dengan energi, keterlibatan, dan efficacy. Ketiga karakteristik

15
ini merupakan kebalikan dari dimensi burnout. Hal ini berarti saat engagement

seseorang tinggi maka tingkat burnoutnya rendah dan begitu pula sebaliknya.
Employee engagement adalah kondisi atau keadaan dimana karyawan

bersemangat, passionate, energetic, dan berkomitment dengan pekerjaanya

(Maylett & Warner, 2014). Konsep engagement dapat mengacu pada keterlibatan

individu dan kepuasan kerja yang setingkat dengan antusiasme untuk bekerja.
Istilah engagement pertama kali muncul dalam penelitian Kahn. Kahn

(2009) mengatakan personal engagement adalah kondisi karyawan menggunakan

dan menunjukkan dirinya secara fisik, emosi, dan kognitif pada peran mereka

dalam organisasi. Kahn lebih lanjut menjelaskan engagement sebagai keterlibatan

dan pengekspresian diri seorang karyawan terhadap tugas-tugas yang diberikan.


Menurut Harter, Schmidt, dan Hayes (2012), employee engagement

merujuk pada keterlibatan dan kepuasan karyawan pada pekerjaan mereka.

Robinson (2009) mendefinsikan employee engagement sebagai sikap positif yang

dimiliki karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai organisasi tersebut. Saks

(2011) mendefinisikan employee engagement sebagai konsep yang unik dan

berbeda meliputi komponen seperti kognitif, emosional, dan perilaku yang

berhubungan dengan kinerja individu tersebut. Konsep ini juga berfokus pada

kinerja individu sehingga konsep Saks mirip dengan konsep yang diungkapkan

oleh Kahn
Macey dan Scheider (2013) mengatakan employee engagement terdiri dari

trait engagement, psychological engagement, dan behavioral engagement. Trait

engagement didefinsikan sebagai kecenderungan untuk melihat dunia sebagai

tempat yang memiliki banyak keuntungan. Psychological engagement merupakan

antesenden dari behavioral engagemet, seperti kepuasan, keterlibatan, komitmen,

16
dll). Behavioral engagement didefinisikan sebagai perilaku adaptif yang bisa

meningkatkan efektivitas organisasi.


Berdasarkan pemaparan teori-teori yang sudah dipaparkan diatas, penulis

mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2011)

dimana employee engagement merupakan kondisi gigih dan emosi positif-afektif

yang penuh dari karyawan yang dikarakteristikkan dengan tingginya tingkat

kesenangan dan aktif karyawan dalam organisasi yang dikarakteristikkan dengan

vigor, dedication, dan absorption.

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Empolyee Engagement


Menurut Marciano (2010) ada 7 faktor yang mendorong terjadinya

employee engagement, yaitu:


1) Recognition
Recognition (pengakuan), karyawan merasa kontribusi mereka

diketahui dan diapresiasi, pemberian reward diberikan berdasarkan kinerja

dan para atasan secara regular mengakui anggota timberhak

mendapatkannya.
2) Empowerment
Empowerment (pemberdayaan), para atasan menyediakan peralatan

kerja, sumber daya dan pelatihan yang dibutuhkan karyawan untuk sukses

dalam pekerjaan, memberikan otonomi dan didorong untuk mengambil

resiko.
3) Supportive feedback
Supportive feedback (umpan balik yang mendukung) berarti para atasan

memberikan feedback yang spesifik pada waktunya dalam suatu media yang

mendukung, tulus, dan konstruktif, bukan untuk membuat malu atau

menghukum.
4) Partnering
Partnering (kemitraan), karyawan diperlakukan sebagai mitra bisnis dan

secara aktif berkolaborasi dalam pengambilan keputusan bisnis, menerima

17
informasi keuangan, mendapatkan keleluasaan dalam pengambilan

keputusan, atasan bertindak sebagai pendorong untuk pengembangan dan

pertumbuhan karyawan.
5) Expectations
Expectations (harapan), dimana para atasan menjamin bahwa sasaran,

tujuan dan prioritas bisnis secara jelas ditetapkan dan dikomunikasikan,

karyawan mengetahui standar kinerja mereka yang dievaluasi dengan

bertanggung jawab.
6) Considerations
Considerations (perhatian) dimana para atasan, manajer dan anggota

tim menunjukkan rasa tenggang, kepedulian dan perhatian satu sama lain,

para atasan secara aktif berusaha memahami pendapat dan perhatian

karyawan dan memahami serta mendukung saat karyawan mengalami

permasalahan pribadi.
7) Trust
Trust (rasa percaya), dimana para atasan menunjukkan kepercayaan dan

yakin dengan skill dan kemampuan karyawan, sebaliknya karyawan percaya

bahwa atasan mereka akan bekerja dengan tepat melalui mereka, para atasan

memenuhi janji dan komitmen mereka sehingga karyawan mempercayai

para atasan.
Menurut Saks (2011) employee engagement dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu:


1) Job Characteristics
Menurut Kahn (dalam Saks, 2011) kebermaknaan psikologis dapat

dicapai dari karakteristik tugas yang memberikan pekerjaan yang

menantang, bervariasi, menggunakan keterampilan yang berbeda,

pertimbangan pribadi, dan kesempatan untuk memberikan kontribusi.

Pekerjaan yang memiliki karakteristik pekerjaan tinggi, maka dapat

18
mendorong karyawan lebih memaknai pekerjaan atau menjadi lebih

engaged.
2) Reward and Recognition
Menurut Maslach et al (dalam Saks, 2011) kurangnya reward dan

recognition dapat mendorong terjadinya burnout dan disengagement. Saat

karyawan menerima reward dan recognition dari organisasi, mereka akan

memiliki rasa kewajiban untuk merespon dengan tingkat engagement yang

lebih tinggi.
3) Perceived Organizational & Supervisor Support
Menurut Kahn & May et al (dalam Saks, 2011) hubungan yang didasari

dukungan dan rasa saling percaya dari atasan, serta organisasi, dapat

menciptakan rasa aman secara psikologis. Sebuah studi yang dilakukan oleh

Schaufeli dan Bakker (dalam Saks, 2011) menemukan bahwa dukungan dari

orang lain akan mendorong terjadinya keterikatan. Dua variabel yang

menangkap esensi dari dukungan sosial yang dirasakan adalah perceived

organizational support dan perceived supervisor support. Perceived

organizational support mengarah pada kepercayaan bahwa organisasi akan

menghargai kontribusi dan peduli pada kesejahteraan karyawan. Ketika

karyawan percaya bahwa organisasi peduli pada mereka, maka karyawan

akan lebih engaged. Perceived supervisor support juga dianggap sama

pentingnya dengan perceived organizational support. Karyawan yang

memiliki persepsi dukungan organisasi positif akan memiliki komitmen

organisasi, afeksi terkait dengan pekerjaan, keterlibatan pada pekerjaan,

perfomansi yang meningkat, mengalami reduksi tegangan serta adanya

keinginan untuk menetap (Rhoades & Eisenberg, 2012).


4) Distributive & Procedural Justice

19
Penelitian yang dilakukan oleh Colquitt et al (dalam Saks, 2011)

tentang keadilan organisasi menemukan bahwa persepsi keadilan berkaitan

dengan hasil organisasi, seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, OCB,

withdrawal, dan performansi. Ketika karyawan memiliki persepsi yang

tinggi tentang keadilan organisasi, maka mereka akan terikat terhadap

perusahaan. Disisi lain, persepsi yang rendah terhadap keadilan akan

menyebabkan karyawan melakukan withdrawal dan disengaged (Saks,

2011).
Berdasarkan pendapat yang di ungkapkan para ahli di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi employee

engagement adalah job characteristics, perceived organizational support,

perceived supervisor support, reward and recognition, distributive and

procedural justice, recognition, empowerment, supportive feedback,

partnering, expectations, consideration, and trust merupakan faktor yang

mempengaruhi employee engagement. Peneliti memilih faktor yang

mempengaruhi employee engagement menurut Saks karena dalam

penelitian yang dilakukan oleh Mujiasih 2015 menunjukkan bahwa

employee engagement berpengaruh positif terhadap perceived

organizational support. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

antara employee engagement dengan perceived organizational support.


2.2.3. Dimensi Employe Engagement
Menurut Schaufeli dan Bakker (2009), ada tiga dimensi dari employee

engagement, yaitu:
1) Vigor
Vigor dikarakteristikkan dengan tingkat energi dan resiliensi yang

tinggi ketika bekerja. Vigor juga ditunjukkan dengan keinginan untuk

memberikan usaha lebih pada pekerjaan mereka dan tetap gigih dalam

20
menghadapi kesulitan. Individu yang memiliki level vigor yang tinggi akan

menunjukkan semangat yang tinggi saat bekerja dan memiliki energi yang

tinggi. Sedangkan, individu yang memiliki level vigor yang rendah akan

tidak bersemangat saat bekerja.


2) Dedication
Dedication dikarakteristikkan dengan rasa antusias, bermakna,

berharga, dan tantangan. Karyawan dengan skor dedication rendah tidak

akan mengidentifikasikan diri dengan pekerjaan mereka karena tidak

memiliki pengalaman kerja yang bermakna, berharga, atau menantang.

Sedangkan, karyawan dengan dedication yang tinggi dalam bekerja akan

merasa antusias dan mengidentifikasikan diri mereka dengan pekerjaan

tersebut karena mereka merasa pengalaman kerja mereka bermakna,

berharga, atau menantang.

3) Absorption
Absorption dikarakteristikkan dengan konsentrasi penuh saat bekerja

sehingga tidak sadar bahwa waktu sudah berlalu. Karyawan dengan tingkat

absorption yang tinggi akan suka saat perhatiannya terfokus pada

pekerjaannya, sulit untuk lepas dari pekerjaannya, dan lupa waktu saat

sedang bekerja. Sedangkan, karyawan dengan tingkat absorption yang

rendah akan merasa tidak tertarik pada pekerjaannya, mudah untuk lepas

dari pekerjaannya sehingga waktu sangat terasa lama jika dia sedang

bekerja.

2.3. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Hasil Penelitian
1 Yanjuan Zhang A Reivew of Employee Faktor personal, organiassi dan
Turnover Influence faktor pekerjaan mempengaruhi

21
factor and Turnover dalam perusahaan
countermeasure

No Peneliti Judul Hasil Penelitian

2 Ana Sri Wahyuni, Analisis Faktor Faktor Salah satu faktor yang paling
Yulvi Zaika, Ruslin yang mempengaruhi signigika adalah faktor
anwan ( 2014) Turnover intention kepemimpinan atau hubungan
Karyawan pada Jasa antara karyawan dan atasan
Kontstruksi
3 Faktor Faktor yang Pengembangan karir memiliki
Gumar mempengaruhi pengaruh positif terhadap
Herudiansyah keinginian pindah kerja turnover karyawn pada
( 2016) pada perusahaan swasta perusahaan swastas kabupaten
kabupaten Sukoharjo Sukoharjo
4
Pengaruh pengembangan karir
Pengaruh terhadap keinginan berpindah
Jauhari Hafiz, pengembangan karir ( Turnover Intention rendah, dan
Badia Parizade, terhadap keinginan kemumgkinan faktor lain diluar
Agustina Hanafi berpindah ( Turnover penelitian ini memiliki pengaruh
( 2016) Intention) Studi kasus yang lebih kuat seperti
pada Karyawan PT BFI komitmen organisasi, kepuasan
Finance, Tbk cabang kerja, kompensasi finansial dan
Palembang nonfinalsial, loyalitas karyawan
dan lain lainnya.
5
Jessica Natalia, ANALISA PENGARUH employeeengagement
Elvin Rosiana EMPLOYEE berpengaruh positif dan
Program ENGAGEMENT
TERHADAP
signifikan terhadap kinerja
Manajemen KINERJA KARYAWAN karyawan dan positif dan
Perhotelan, Fakultas DAN TURNOVER signifikan terhadap turnover
Ekonomi, INTENTION intention, sedangkan turnover
Universitas Kristen DI HOTEL D’SEASON intention berpengaruh negatif
Petra, Surabaya, SURABAYA
dan signifikan terhadap kinerja
Indonesia. karyawan.
6
DAMPAK KEPUASAN Kepuasan kerja terhadap
KERJA TERHADAP
Sukisno S. Riadi TURNOVER
keinginan berpindah atau
Fakultas Ekonomi INTENTION DENGAN JOB turnover
dan Bisnis PERFORMANCE intention adalah negatif
Universitas SEBAGAI MEDIASI signifikan. Adanya hubungan
Mulawarman, PADA PEGAWAI PADA negatif berarti semakin puas
PERUSAHAAN JASA DI
Samarinda, SAMARINDA
kerja karyawan maka
keinginan untuk berpindah
semakin kecil karena karyawan
merasa nyaman dengan
pekerjaannya

22
7

2.4. Kerangka Berpikir

Employee Turnover
Engagement Intention (TI)
(X) (Y)

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

2.5. Hipotesis
2.5.1. Pengaruh Employee Engagement Terhadap Turnover Intention
Dengan mengacu pada latar belakang masalah yang diteliti dan dari hasil

kajian terhadap penelitian terdahulu terkait dengan variable variable yang diteliti,

maka peneliti menentukan hipotesa seeperti berikut ini:


H1: Employee engagement berpengaruh negatif terhadap Turnover intention
H2 : Employee Engagement berpengaruh positif terhadap Turn over intention

23
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif dengan menggunakan data primer berupa survei. Menurut Sugiyono

(2012:8), penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada

filsafat pisitvism, digunakan untuk meneliti pada populasi ata usample tertentu.

Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,

pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat

kuantitatif/statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Untuk memperoleh data yang relevan dan lengkap maka peneliti menggunakan

desain penelitian yang mengacu kepada data sekunder melalui observasi secara

langsung dan analisa data rekap yearly turnover yag dikeluarkan oleh divii Human

Resources PT. Cafom Sourcing. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

dapat memahami, menjelaskan, dan menganalisis korelasi antara variabel

independen terhadap variabeldependen.


Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui regresi variable

independen(X) dengan variabel dependen(Y) dinamakan penelitian regresi.


Apabila penelitian komprasi bertujuan mengetahui kesamaan dan

perbedaan, maka penelitian bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya

memang faktor pengembangan karir berpengaruh terhadap Turnover Intention

karyawan.
Sedangkan untuk hubungan antara Budaya Organisasi Sebagai X2 dan

Turnover Intention Sebagai Y, maka penulis memakai 7 dimensi yakni Inovasi dan

Berani Resiko, Perhatian Terhadap Hal Detail, Orientasi pada hasil, Orientasi pada

Orang, Orientasi pada Tim, Agresivitas, dan Stabilitas sebagai bahan pengukuran

24
hasil penelitian terhadap pengaruh Budaya Organisasi terhadap Turnover

Intention.
Untuk variabel ketiga yakni adalah variabel Kepemimpinan sebagai X3 dan

Turnover Intention Sebagai Y. Untuk melihat pengaruh X3 maka penulisa

memakai 4 (empat) dimensi dari teori Luthans yakni Kepemimpinan Direktif,

Suportif, Partisipatif, dan Kepemimpinan yang Berorientasi Prestasi. Berdasarkan

penelitian terdahulu maka diharapkan bahwa Budaya Organisasi memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap Turnover Intention.


Yang terakhir adalah bagaimana pengaruh Pengembangan Karir (X1),

Budaya Organisasi (X2), dan Kepemimpinan ( X3) dapat berpengaruh secara

bersama - sama terhadap Turnover Intention (Y).


Berdasarkan penjelasan deskriptif di atas maka kerangka penelitian untuk

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

3.3 Variabel Penelitian


1. Variabel Dependen
Sakaran (2003) mendefinisikan variabel dependen (Y) merupakan variabel yang

menjadi perhatian utama peneliti, dengan kata lain melalui analisis terhadap

variabel dependen adalah mungkin untuk menentukan solusi dari masalah yang

ada. Turnover intention adalah variabel dependen dalam penelitian ini.


2. Variabel Independen
Variabel independen (X) adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen,

baik secara positif atau negatif, jika terdapat variabel independen, variabel

dependen juga hadir dengan setiap unit kenaikan variabel independen, terdapat

25
pula kenaikan atau penurunan dalam variabel dependen (Sekaran, 2003).

Employee Engagement adalah sebagai variabel independen dalam penelitian ini.


3. Variabel Moderasi Variabel moderasi adalah variabel yang memperlemah atau

memperkuat hubungan atau dampak dari hubungan variabel independen dan

variabel dependen, (Ghozali, 2013).

D. Definisi Operasional Variabel


1. Variabel dependen (Y) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah turnover

inntention. Turnover intention adalah keinginan keluar karyawan dari perusahaan

diwujudkan dengan adanya indikasi rasa ingin keluar dari perusahaan. Berikut

indikator yang digunakan dalam penelitian ini : 1) Tingkat malas bekerja (Y1 )

Pegawai yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas

bekerja karena orientasi pegawai ini adalah bekerja di tempat lainnya yang

dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan pegawai bersangkutan. 2)

Tingkat protes terhadap atasan (�2) Pegawai yang berkinginan untuk melakukan

pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan

perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan

dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan

pegawai. 3) Tingkat absensi (Y4) Pegawai yang berkinginan untuk melakukan

pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat

tanggung jawab pegawai dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan

sebelumnya. 4) Tingkat pelanggaran tata tertib (Y5) Berbagai pelanggaran

terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan pegawai yang

akan melakukan turnover. Pegawai lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika

jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 2.

26
Variabel Independen (X) Variabel independen yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Employee Engagement (X).

27
DAFTAR PUSTAKA

28

Anda mungkin juga menyukai