Anda di halaman 1dari 13

Topics in Creative Business

DISUSUN OLEH :
IHDINA LOVITA (2101719030)
BAB. I

Usaha Kecil dan Menengah mempunyai peranan yang penting dalam membantu
menstabilitaskan perekonomian di Indonesia. Ditambah, Usaha Kecil Menengah
tidak akan bertahan dan berkembang apabila tidak didukung dengan adanya
sumber daya manusia yang bagus yang termasuk di dalam kepengurusan
organisasi atau perusahaan mereka. Dalam artikel kali ini akan dibahas
pentingnya sumber daya manusia dalma Usaha Kecil dan Menengah, termasuk
juga di dalamnya adalah pembahasan tentang faktor-faktor yang menyebabkan
meningginya tingkat turnover karyawan pada Usaha Kecil dan Menengah, jenis-
jenis turnover, kerugian yang ditanggung perusahaan atau organisasi akibat
meningginya angka turnover di antara karyawan mereka, serta diberikan pula
penjelasan mengenai cara atau solusi untuk mengurangi angka turnover
karyawan, khususnya pada Usaha Kecil dan Menengah. Sehingga diharapkan
perusahaan akan berhati-hati dalam bersikap kepada karyawan mereka,
mengingat karyawan dalam hal ini menjadi salah satu pemegang peran yang
penting untuk membawa perusahaan ke titik keberhasilan.
BAB. II

Usaha Kecil dan Menengah adalah salah satu usaha yang memiliki peran
sangat besar bagi perekonomian di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat ketika
krisis moneter tahun 1997, ketika satu demi satu perusahaan besar runtuh, bisnis
Usaha Kecil dan Menengah tidak goyah dan malah menjadi tulang punggung
perekonomian negara saat itu. Bisnis berskala kecil dalam hal ini dimaksudkan
sebagai perusahaan ekonomi produktif yang mandiri, dilakukan oleh perorangan
atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikendalikan, atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak
langsung dari bisnis skala menengah. Usaha Kecil mempunyai kriteria asset yakni
dari Rp 50 juta - Rp 500 juta, kriteria turnover: Rp 300 juta - Rp 2,5 miliar.
Selebihnya, Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang mandiri,
dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikendalikan, atau menjadi bagian baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan total
aset bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini. Usaha Menengah mempunyai kriteria asset sebesar Rp 500 juta - Rp
10 miliar (Anon, 2014).

Keberhasilan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya tentu tidak terlepas


dari faktor sumber daya manusia yang bekerja di dalamnya. Cascio menekankan
bahwa manusia adalah sumber daya yang sangat penting dalam perusahaan dan
organisasi, oleh karena itu manajemen sumber daya memegang peran penting
untuk menyediakan tenaga kerja berkualitas, menjaga kualitas dan mengendalikan
biaya tenaga kerja pada sebuah perusahaan (Cascio, 2007). Sumber daya manusia
dalam hal ini didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengatur hubungan dan
peran tenaga kerja agar lebih efektif dan efisien untuk merealisasikan tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat itu snediri (Hasibuan, 2000). Sehingga,
dapat dikatakna bahwa sumber daya manusia sangat mempengaruhi kualitas tenaga
kerja yang tepat, untuk mengisi berbagai posisi, posisi, masa kerja, pangkat dan
sebagainya untuk mencapai tujuan organisasi (Sedarmayanti, 2009).
Begitu pula dengan Usaha Kecil dan Menengah, kinerja karyawan
memegang hal yang sangat vital yang jelas berpengaruh bagi perusahaan. Karena
kinerja karyawan merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemajuan
atau keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah, maka setiap Perusahaan Kecil dan
Menengah akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan mereka
dengan strategi apa pun (Sukwadi dan Meliana, 2014). Kinerja karyawan yang
dimaksud adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang (dalam hal ini, adalah
setiap karyawan) dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh perusahaan atau
organisasi kepada mereka, berdasarkan keterampilan, pengalaman, ketulusan dan
waktu (Hasibuan, 2006). Di sisi lain, jika kinerja karyawan menentukan
keberhasilan Bisnis Kecil dan Menengah, maka hal yang paling menghambat
dalam hal ini adalah turn over intention.

Ada beberapa definisi turnover karyawan dari para ahli, misalnya,

- menurut Robbins dan Judge, turnover adalah tindakan pengunduran diri


permanen yang dilakukan oleh karyawan baik secara sukarela atau tidak
secara sukarela. Turnover dalam hal ini dapat berupa pengunduran diri,
pemindahan dari unit organisasi, pemecatan atau kematian anggota
organisasi.
- Mirip dengan poin yang disampaikan oleh Robbins dan Judge, Rivai
mengatakan bahwa turnover karyawan adalah keinginan karyawan untuk
berhenti bekerja dari perusahaan, dengan penambahan, yaitu dilakukan
secara sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat lain sesuai
pilihannya sendiri.
- Simamora juga mengatakan bahwa, turnover adalah pemisahan sukarela
oleh seorang karyawan dari organisasi.
- Jewell and Siegall menambahkan bahwa turnover adalah fungsi dari minat
individu yang kuat dalam berbagai pekerjaan alternatif di luar organisasi
atau sebagai penarikan dari pekerjaan yang tidak memuaskan saat ini.
- Terlebih, menurut Ronald and Milkha, turnover adalah kecenderungan
atau intensitas individu untuk meninggalkan organisasi karena berbagai
alasan dan di antaranya keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik.
Menurut survey ke beberapa UKM yang telah saya lakukan, terjadinya turn over
karena kebanyakan karyawannya buka karyawan kontrak (buruh lepas, buruh
harian), upah yang diberikan tidak memuaskan sehingga mereka (karyawan)
tergiur untuk berpindah pekerjaan yang upahnya lebih baik, SOP yang belum
diterapkan dengan baik sehingga banyak muncul kesalahan dalam produksi yang
mengakibatkan pemotongan upah atau sanksi lainnya, selain itu jenjang karir yang
tidak pasti ada menyebabkan beberapa karyawan memilih berpindah pekerjaan
yang jenjang karirnya lebih jelas. Dampak turn over pada UKM sendiri tentunya
sangat berpengaruh karena perusahaan harus mencari karyawan baru dan harus
melatihnya, dan tentu saja hal ini menimbulkan cost lebih untuk perusahaan. Proses
peroduksi tentunya juga terganggu karena perubahan tersebut.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa turnover pada umumnya adalah
keinginan seorang karyawan untuk berhenti bekerja di tempat kerja sebelumnya
baik karena mereka bertujuan untuk pindah tempat mereka bekerja atau memang
berhenti bekerja sehingga mereka harus meninggalkan tempat kerja secara sukarela
atau sendiri atau keputusan organisasi. Namun, turnover karyawan umumnya
dilakukan oleh karyawan karena mereka ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik (Riadi, 2018). Turnover karyawan juga dalam hal ini tidak dapat dihindari,
meskipun suatu organisasi telah berkomitmen penuh untuk menciptakan
lingkungan kerja yang baik, tentu saja masih ada karyawan yang terus
mengundurkan diri.

Selain itu, sering kali kurangnya kesempatan untuk tumbuh dan


berkembang menjadi sebuah alasan tingginya turnover. Kemudian, terkadang,
karyawan baru tidak bisa beradaptasi dengan baik. Mereka butuh waktu untuk
belajar dan berkembang. Semakin banyak mereka diberikan waktu dan cukup
kesempatan untuk beradaptasi, turnover karyawan akan berkurang dengan
sendirinya. Manajer yang buruk juga biasanya memberi banyak tekanan pada
karyawan yang kemudian menyebabkan peningkatan tingkat pergantian karyawan.
Manajer yang buruk akan selalu menganggap bahwa karyawan berada di bawahnya
sebagai eksploit untuk kesuksesan mereka. Jadi, untuk mengurangi pergantian
karyawan dalam hal ini, perusahaan harus memberikan pelatihan kepada manajer
untuk pelatihan atau kepemimpinan. Pelatihan kepemimpinan diharapkan dapat
memberikan wawasan bagi manajer untuk memperlakukan karyawan dengan baik
(Guswandy, 2018). Terakhir, alasan tingginya tingkat turnover adalah banyaknya
tugas luar kota atau perpanjangan waktu yang lama juga membuat karyawan tidak
betah di perusahaan. Ini dapat menyebabkan pergantian karyawan yang tinggi jika
karyawan tidak memiliki kehidupan yang seimbang antara jam kantor dan
kehidupan pribadi. Apalagi jika mereka memiliki keluarga atau anak yang masih
membutuhkan waktu di rumah.

Mathis dan Jackson menjelaskan bahwa dalam hal ini turnover karyawan
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu, pertama didasarkan pada
kesediaan karyawan. Berdasarkan kesediaan karyawan, turnover dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu turnover paksa dan turnover sukarela. Turnover sukarela
berarti bahwa pemecatan dilakukan oleh perusahaan, karena kinerja karyawan yang
buruk dan pelanggaran aturan kerja oleh karyawan. Sedangkan turnover sukarela
dipicu oleh adanya kebijakan organisasi, aturan kerja dan standar kinerja
perusahaan yang tidak dapat diterima oleh karyawan. Dengan demikian, turnover
sukarela dilakukan oleh keputusan dan keinginan karyawan sendiri untuk
meninggalkan perusahaan. Selain itu, turnover sukarela juga dapat disebabkan oleh
banyak faktor, seperti peluang karier, gaji, pengawasan, geografi, dan alasan
pribadi / keluarga (Riadi, 2018). Kepuasan kerja dapat dicapai oleh karyawan
dalam kombinasi perasaan dan keyakinan bahwa mereka terus berada dalam
organisasi dalam hal ini mengenai pekerjaan mereka.

Setelah itu, turnover juga dibedakan berdasarkan tingkat fungsionalnya,


yang dibagi menjadi dua jenis, yaitu turnover fungsional dan turnover
disfungsional. Turnover fungsional adalah di mana karyawan yang melakukan turn
over adalah karyawan yang memiliki kinerja lebih rendah atau individu yang
kurang dapat diandalkan. Sedangkan turnover disfungsional adalah ketika mereka
yang meninggalkan organisasi adalah karyawan penting dan memiliki kinerja
tinggi meninggalkan organisasi pada saat kritis (Riadi, 2018).

Berdasarkan bentuk kontrol, turnover dibagi menjadi dua jenis, yaitu


turnover tidak terkontrol dan turnover terkontrol. Turnover yang tidak terkendali
muncul karena alasan di luar pengaruh majikan. Misalnya, ada turnover karyawan
dari wilayah geografis. Sedangkan turnover yang terkendali timbul karena faktor
yang dapat dipengaruhi oleh atasan. Sebagai contoh, organisasi lebih mampu
mempertahankan karyawan jika mereka menangani masalah karyawan yang dapat
menyebabkan turnover (Riadi, 2018).

Niat karyawan untuk melakukan turnover sebenarnya bisa dilihat dari


beberapa indikasi, yaitu dilihat dari perilaku karyawan, antara lain: peningkatan
absensi, malas bekerja, peningkatan keberanian untuk melanggar aturan kerja,
keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, dan keseriusan untuk
menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan sangat berbeda dari biasanya
(Harnoto, 2002). Secara rinci, dapat ditentukan bahwa, peningkatan ketidakhadiran
dilakukan oleh karyawan yang ingin berganti pekerjaan, biasanya karena
penurunan tingkat tanggung jawab karyawan pada fase ini sangat kurang dari
sebelumnya. Kemudian, karyawan yang bersedia berganti pekerjaan, akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lain yang
dianggap lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang bersangkutan.
Mereka juga akan melanggar peraturan kerja karena mereka tentu akan lebih sering
meninggalkan tempat kerja ketika jam kerja berlangsung, serta berbagai bentuk
pelanggaran lainnya. Selain itu, mereka akan sering memprotes kebijakan
perusahaan dengan menekankan aturan balas jasa atau aturan lain yang tidak setuju
dengan keinginan karyawan.

Selain itu, berdasarkan data Harvard Business Review, keputusan


perekrutan yang buruk adalah penyebab 80% turnover karyawan. Oleh karena itu,
proses penyaringan pra-pekerjaan menjadi tahap kritis. Proses ini memang mahal
dari segi waktu dan biaya. Namun, lebih baik menginvestasikan modal dalam
memilih kandidat yang tepat daripada menderita lebih banyak kerugian di
kemudian hari (Pertiwi, 2018). Dengan demikian, dapat juga dikatakan bahwa
tidak selalu karyawan keluar-masuk yang menandakan perusahaan tidak sehat atau
rekrutmen berjalan buruk. Bisa jadi seleksi alam sedang terjadi. Bagi karyawan
yang secara alami tidak dapat bersaing di perusahaan, mereka secara alami akan
dipaksa untuk pergi. Sedangkan mereka yang bertahan hidup adalah karyawan
yang mampu melakukan.

Namun, tim rekrutmen masih harus memiliki standar yang baik dalam
merekrut karyawan sehingga turnover karyawan tidak diperlukan. Karena
perusahaan dapat menjadi tidak seimbang ketika pergantian karyawan terjadi
secara berlebihan (Guswandy, 2018). Terkadang, ketika proses rekrutmen
dilakukan, tim rekrutmen tidak memberikan informasi yang cukup jelas tentang
pekerjaan yang akan ditawarkan, sehingga calon karyawan yang melamar tidak
memahami pekerjaan yang harus dilakukan nanti, dan juga tidak bisa
menggambarkan tantangan. Ini kemudian menjadi alasan bagi karyawan untuk
cepat meninggalkan perusahaan.

Kepuasan (tahap 1)

Mulai berpikir untuk


turnover (tahap 2)

Berniat untuk turnover


dan menemukan
pekerjaan baru (tahap 3)

Membandingkan
pekerjaan lama dengan
yang baru (tahap 4)

Keputusan untuk
turnover (tahap 5)

Proses Turnover

Grafik 1. Proses turnover

Sesuai dengan grafik tersebut di atas, proses dari turnover adalah,

1) Pada tahap pertama dari proses turnover dimulai ketika karyawan


mengevaluasi pekerjaan mereka saat ini, maka mereka menyadari
bahwa mereka puas atau tidak puas dengan pekerjaan mereka.
2) Tahap kedua dimulai dengan penurunan tingkat kepuasan yang
kemudian mempengaruhi penurunan motivasi yang ditandai oleh:
stres, penyakit fisik, malas bekerja, kualitas rendah, komunikasi
pribadi kurang, ketidaktahuan tentang tugas kerja.
3) Tahap ketiga, karyawan mulai memutuskan untuk berpikir dan
berniat pergi mencari pekerjaan baru.
4) Tahap keempat, karyawan membandingkan pekerjaan alternatif
dengan pekerjaannya saat ini dan membuat keputusan untuk tetap
tinggal atau pergi dan tahap kelima adalah tindakan untuk tetap
tinggal atau meninggalkan organisasi (Riadi, 2018).

Turnover dalam hal ini sangat merugikan perusahaan karena banyaknya


biaya yang telah dan akan dikeluarkan oleh perusahaan seperti untuk rekrutmen
karyawan baru dan pelatihan karyawan baru yang harus mereka lakukan. Selain
itu, turnover karyawan juga menyebabkan penurunan produktivitas di perusahaan
karena akan kehilangan karyawan sampai ada penggantian untuk karyawan baru
(Riadi, 2018). Secara khusus, turnover akan merugikan perusahaan karena akan
membawa berbagai biaya kepada perusahaan seperti,

a) biaya penarikan karyawan baru, mengenai waktu dan fasilitas untuk


wawancara dalam proses pemilihan karyawan, penarikan dan studi
penggantian biaya;
b) biaya pelatihan, mengenai waktu, departemen personalia dan
karyawan terlatih;
c) tingkat kecelakaan untuk karyawan baru biasanya cenderung tinggi;
dan
d) kehilangan produksi selama pergantian karyawan.

Biasanya, untuk menghindari kasus turnover karyawan, setiap organisasi


selalu menanamkan rasa memiliki di setiap karyawannya, sehingga diharapkan
dapat membentuk loyalitas kepada karyawan tersebut. Komitmen terhadap
organisasi juga dibentuk oleh perusahaan dengan melibatkan karyawan mereka
dalam membuat keputusan penting bagi organisasi. Dengan terciptanya rasa
memiliki, diharapkan akan ada unsur loyalitas kepada setiap karyawan, yang secara
tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja karyawan.

Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jaramilloa


yang menyatakan bahwa komitmen terhadap organisasi memiliki pengaruh
terhadap kinerja karyawan. Yang lebih jauh, jika karyawan merasa terlibat dan
memiliki rasa memiliki dalam organisasi atau perusahaan, dapat dikatakan bahwa
perusahaan dalam hal ini merasa nyaman dan puas dalam bekerja (Jaramilloa,
2005). Untuk mendukung pernyataan ini, Akehurst melakukan penelitian untuk
membuktikan ini, dengan hasil bahwa kepuasan kerja dan komitmen karyawan
dalam kewirausahaan di usaha kecil dan menengah memiliki pengaruh langsung
dan positif pada kewirausahaan internal (Akehurst, 2009).

Selebihnya, Rivai juga menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah situasi


yang menggambarkan seseorang dengan perasaan bahagia atau tidak bahagia, puas
atau tidak puas dalam bekerja (Rivai, 2004). Berdasarkan pemahaman itu, jika ada
karyawan yang tidak puas dan memiliki sikap yang tidak senang dengan
pekerjaannya, maka akan ada kemungkinan dirinya untuk berpikir mencari
pekerjaan lain, bahkan keluar masuk perusahaan untuk mencari apa yang dia
inginkan. Penelitian selanjutnya yang membuktikan ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Zhang dan Feng yang mengatakan bahwa meningkatkan kepuasan
kerja akan membantu mengurangi niat karyawan untuk meninggalkan tempat kerja
(Zhang dan Feng, 2011). Krinter dan Kinicki juga menambahkan beberapa faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: (1) Pemenuhan Kebutuhan, (2)
Perbedaan, (3) Pencapaian nilai, (4) Ekuitas; dan (5) Komponen Genetik (Krinter
dan Kinicki, 2007). Dalam hal ini, Whiteoak juga menyatakan bahwa seseorang
yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi tempat ia bekerja, akan
memiliki sedikit kesempatan untuk berpikir untuk meninggalkan organisasi
(Whiteoak, 2007). Dengan ini, dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi
mempengaruhi intensi turnover.

Menilai dan menghargai pekerjaan dan pekerjaan serta dedikasi seorang


karyawan adalah salah satunya kompensasi yang sesuai atau sesuai, juga
merupakan cara untuk mengurangi tingkat turnover karyawan yang tinggi.
Terutama pemberian upah lembur yang biasanya diterima oleh karyawan pada saat
ini perusahaan tidak memberi mereka dan kadang-kadang gaji lembur ini
mengalami keterlambatan yang tidak sesuai dengan perjanjian di awal pekerjaan
dan sering ada keterlambatan dalam gaji. Dalam hal ini, kompensasi yang
dimaksudkan adalah semua pendapatan dalam bentuk uang, barang yang diterima
secara langsung atau tidak langsung oleh karyawan sebagai imbalan atas layanan
yang diberikan kepada perusahaan (Hasibuan, 2012). Karena, pada dasarnya,
tujuan seseorang dalam bekerja adalah untuk mendapatkan kompensasi dalam
bentuk kompensasi yang akan digunakan untuk memenuhi kehidupan karyawan
dan juga keluarganya. Kompensasi adalah alasan utama seseorang untuk bekerja,
karena jika seorang karyawan sudah merasa bahwa tempat dia bekerja dapat
memenuhi semua kebutuhan dan keinginan, kemungkinan karyawan tersebut akan
tetap berada di perusahaan (Mathis dan Jackson, 2006). Ini juga berarti bahwa jika
kompensasi meningkat, intensi turnover berkurang, sedangkan jika kompensasi
berkurang, intensi turnover meningkat.

Dorongan semangat atau motivasi juga sangat diperlukan bagi karyawan


untuk bekerja, dimana jika seorang karyawan yang merasa termotivasi mereka
akan lebih antusias untuk menjalani tugas kerja mereka. Motivasi berasal dari
karyawan itu sendiri juga dari perusahaan tempat ia bekerja, pemberian motivasi
oleh perusahaan sangat dibutuhkan oleh karyawan, tentu saja untuk referensi agar
mereka memberikan yang lebih baik bagi perusahaan, merasa nyaman dan senang
berada di dalam dan menjadi bagian dari keluarga perusahaan. Karena pada
dasarnya karyawan tidak hanya membutuhkan dorongan materi tetapi juga
membutuhkan semangat moral untuk melakukan pekerjaan mereka dan merasa
betah di perusahaan.

Ketika ditarik ke garis kesimpulan, berdasarkan hal di atas, berikut adalah


faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan turnover intention karyawan Usaha
Kecil dan Menengah:

- Kepuasan kerja karyawan mempengaruhi kinerja karyawan.


- Komitmen organisasi mempengaruhi kinerja karyawan.
- Kepuasan kerja mempengaruhi komitmen organisasi.
- Kepuasan kerja berpengaruh terhadap niat turnover.
- Komitmen organisasi berpengaruh pada niat turnover.
- Kinerja karyawan memengaruhi intensi turnover.

Namun, Handoko (2000: 322) menyatakan bahwa turnover adalah tantangan


khusus untuk pengembangan sumber daya manusia. Karena peristiwa-peristiwa ini
tidak dapat diprediksi, pembagian kegiatan pengembangan di setiap organisasi
pada dasarnya harus mempersiapkan setiap saat karyawan pengganti yang keluar.
Karena di sisi lain, dalam banyak kasus nyata, program pengembangan perusahaan
yang sangat baik sebenarnya meningkatkan niat berpindah.
REFERENSI

Akehurst, G., Comeche, J. M., & Galindo, M. A. (2009). Job Satisfaction and
Commitment in the Entrepreneurial SME. Small Business Economics, Vol.
32, 277-289.
"Apa Itu UKM & UMKM ? Perbedaannya Dan Definisi UKM, UMKM &
Startup". 2016. Media UKM Online, Promosi Online & Peluang Usaha.
https://goukm.id/apa-itu-ukm-umkm-startup/.
Harnoto, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, PT.
Prehallindo,. Jakarta.
Hasibuan, M. S. P. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi
Aksara.
Guswandy, Rant. 2018. "Turnover Karyawan Tinggi? Ini Penyebabnya - Blog
Linovhr". Payroll, ESS, And Talent Management.
https://www.linovhr.com/penyebab-turnover-karyawan-tinggi/.
Jaramilloa, F., Prakash, J., & Marshallc, G. W. (2005). A meta-analysis of the
Relationship between Organizational Commitment and Salesperson Job
Performance: 25 Years of Research. Journal of Business Research, Vol. 58,
705-714.
Kreitner. Robert, & Kinicki. Angelo. (2007). Organizational Behavior. 7th ed.
McGraw-Hill Inc. New York.
Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
Riadi, Muchlisin. 2018. "Pengertian, Jenis, Penyebab Dan Perhitungan Turnover
Karyawan". Kajianpustaka.Com.
https://www.kajianpustaka.com/2018/02/pengertian-jenis-penyebab-dan-
perhitungan-turnover.html.
Rivai, V. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. (1st ed.).
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Robbins SP, dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi Buku 2, Jakarta: Salemba
Empat.
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
CV Mandar Maju.
Sukwandi, Ronald, and Milkha Meliana. 2014. "Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kinerja Dan Turn Over Intention Karyawan Usaha Kecil
Menengah". Jurnal Rekayasa Sistem Industri 3 (1).
Whiteoak, J. W. (2007). The Relationship among Group Process Perceptions,
Goal Commitment and Turnover Intention in Small Committee Groups.
Journal of Business and Psychology, Vol. 22, 11 20.
Zhang, Y., & Feng, X. (2011). The Relationship Between Job Satisfaction,
Burnout, and Turnover Intention Among Physicians from Urban State-
Owned Medical Institutionsi in Hubei, China: A Cross-Sectional Study.
BMC Health Services Research, Vol.11, 235-245.

Anda mungkin juga menyukai